PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
(R.16) KAJIAN MODEL SPASIAL DURBIN (SDM) DALAM PEMODELAN KEADIAN DIARE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Kasus : Kabupaten Tuban) Rokhana Dwi Bekti Bina Nusantara University e-mail :
[email protected]
Abstrak Kajian pemodelan kejadian diare dan faktor yang mempengaruhinnya dengan adanya pengaruh karakteristik lokasi yang berbeda sangat diperlukan. .Metode spasial merupakan metode yang dapat digunakan untuk pemodelan tersebut, yaitu dengan mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi efek ruang atau lokasi. Salah satu jenis khusus model spasial autoregressive adalah model Spatial Durbin Model (SDM), dimana terdapat pengaruh lag dari variabel dependen maupun independen. Model ini dikembangkan dengan alasan dalam beberapa kasus, hubungan dependensi dalam spasial tidak hanya terjadi pada variabel dependen, tetapi juga pada variabel independen. Pemodelan SDM antara kejadian diare dan faktor yang mempengaruhi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur menunjukkan bahwa secara umum dependensi lag pada variabel dependen dan independen signifikan berpengaruh. Variabel yang signifikan berpengaruh pada α = 5 persen adalah variabel sumber air minum dan rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk, serta lag variabel sumber air minum, lag variabel rasio jumlah puskemas dengan penduduk, dan lag variabel rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk. Lag variabel dependen kejadian diare signifikan berpengaruh pada α = 20 persen. Kata Kunci: kejadian diare, Spatial Durbin Model (SDM)
1. PENDAHULUAN Hingga saat ini diare masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Menurut Depkes (2011), di Indonesia sendiri angka morbiditas diae pada tahun 2010
adalah
411
per
seribu
penduduk.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
852/Menkes/SK/IX/2008 menyebutkan bahwa penyebab masih tingginya angka tersebut karena sejumlah 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Selain itu juga karena kebiasaan kurang sehat mereka dalam mencuci tangan. Sementara itu menurut catatan Dinas Kesehatan Jawa Timur, kasus diare di Jawa Timur pada pada tahun 2008-2010 menempati urutan pertama dibandingkan penyakit-penyakit Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
227
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh jumlah kunjungan pasien diare di RS Sentinel, yaitu pada 2008-2010 maing-masing 33%, 22%, dan 20%. Jumlah penderita diare tahun 2010 sebanyak 1.063.949 kasus. Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Banyak masyarakat yang memiliki kebersihan lingkungan yang belum memenuhi standart sehat. Di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, diare juga masih menjadi salah satu masalah kesehatan hingga saat ini. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kejadian diare, diantaranya faktor ekonomi, keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku, sanitasi lingkungan, dan sebagainya. Setiap rumahtangga di daerah yang berbeda memiliki karakteristik dan faktor pengaruh yang berbeda. Myaux et al. (1997) mengungkapkan bahwa analisis data kesehatan yang terkait terhadap ruang sangat penting dalam penelitian epidemiologi dan kesehatan perencanaan tentang penyakit menular. Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian diare perlu dilakukan melalui pemodelan spasial. Metode spasial merupakan metode untuk mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi efek ruang atau lokasi. LeSage dan Pace (2009) menyatakan bahwa pemodelan spasial dilakukan dengan proses autoregressive, yaitu ditunjukkan dengan hubungan ketergantungan antara sekumpulan pengamatan atau lokasi. Salah satu model spasial autoregressive adalah model spasial Mixed Regressive Autoregressive (Anselin, 1988), yaitu y W1 y Xβ 1 ε dengan hanya ada pengaruh spasial lag pada variabel dependen. Hubungan spasial antar pengamatan tersebut dinyatakan dalam matrik pembobot (W1). Spatial Durbin Model (SDM) merupakan salah satu jenis dari model tersebut, dimana dikembangkan dengan alasan karena dalam beberapa kasus hubungan dependensi dalam spasial tidak hanya terjadi pada variabel dependen, tetapi juga pada variabel independen. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan pengkajian permodelan SDM antara ketersediaan prasarana sanitasi, air bersih, dan fasilitas kesehatan dengan kejadian diare di
Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
228
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
Kabupaten Tuban, Jawa Timur untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadian diare tersebut. 2. METODE Data yang digunakan dalam penelitian adalah data dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, data Kabupaten Tuban dalam Angka 2008, dan data Dinas Kesehatan. Lokasi penelitian adalah di 20 kecamatan di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Data yang digunakan adalah data yang telah terstandardisasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian meliputi variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah kejadian diare (y), yaitu persentase penduduk penderita penyakit diare yang tercatat di puskesmas-puskesmas di setiap kecamatan. Variabel independen meliputi sumber air minum (x1), jarak pompa/ sumur/mata air ke tempat penampungan kotoran/tinja terdekat (x2), kepemilikan fasilitas air minum (x3), kepemilikan fasilitas buang air besar (x4), jenis kloset (x5), kepemilikan tempat pembuangan akhir tinja (x6), rasio jumlah puskesmas dengan jumlah penduduk (x7), rasio jumlah tenaga medis dengan jumlah penduduk (x8). Tahapan analisis data dimulai dengan eksplorasi data melalui peta tematik, uji dependensi spasial atau autokorelasi dengan Moran’s I pada masing-masing variabel, melakukan pemodelan Ordinary Least Square (OLS) dan Spatial Durbin Model (SDM), serta evaluasi koefisien determinasi (Rsquare) dan Sum Square Error (SSE). Spatial Autoregressive Models Model umum Spatial Autoregressive Models (model spasial autore-gressive) dinyatakan pada persamaan (1) dan (2) (LeSage, 1999; dan Anselin 1988).
Dengan
y W1 y Xβ u
(1)
2 u W2 u ε dan ε ~ N (0, I)
(2)
Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
229
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
Dimana y adalah vektor variabel dependen (n x 1), X matrik variabel independen (n x (k+1)), β vektor parameter koefisien regresi ((k+1) x 1), parameter koefisien spasial lag variabel dependen, parameter koefisien spasial lag pada error, u dan ε error (n x 1), W1 dan W2 matrik pembobot (n x n), I matrik identitas, berukuran n x n, n banyaknya amatan atau lokasi (i=1,2,3,...,n), dan k banyaknya variabel independen (k=1,2,3,...,n). Dari persamaan (1), ketika X = 0 dan W 2 0 akan menjadi model spasial autoregressive order pertama y W1 y ε . Model tersebut menunjukkan variansi pada y sebagai kombinasi linear variansi antar lokasi yang berdekatan dengan tanpa variabel independen. Ketika W 2 0 atau 0 maka akan manjadi model regresi spasial Mixed Regressive-Autoregressive atau Spatial Autoregressive Model (SAR) y W1 y Xβ ε . Model tersebut mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada variabel dependen. Ketika W1 0 atau 0 maka akan manjadi model regresi spasial autoregressive dalam error atau spatial error model (SEM) y Xβ W2 u ε . Dengan W2 u menunjukkan spasial struktur W2 pada spatially dependent error ( ε ). Ketika W1 , W2 0 , 0 , atau 0 maka disebut Spatial Autore-gressive Moving Average (SARMA) dengan persamaan sama seperti pada persamaan (1). Jiika 0 dan 0 maka akan manjadi model regresi linear sederhana y Xβ ε , yang estimasi parameternya dapat dilakukan melalui Ordinary Least Square (OLS). Dalam model tersebut tidak terdapat efek spasial. Spatial Durbin Model (SDM) Spatial Durbin Model (SDM) merupakan kasus khusus model SAR, yaitu ada penambahan spasial lag pada variabel independen (Anselin, 1988). Model SDM dinyatakan pada persamaan (3). Vektor parameter koefisien spasial lag variabel independen dinyatakan dalam β 2 .
y W1y β0 Xβ1 W1 Xβ 2 ε Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
(3)
230
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
Persamaan (3) dapat dinyatakan menjadi persamaan (4). 1
y I W1 Zβ ε
1
y ~ N I W1 Zβ, 2 I , dengan Z I X WX
(4)
β β 0 β 1 β 2
T
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tahun 2007, Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban mencatat bahwa sejumlah 2,82 persen (31.770 jiwa) dari 1.127.416 jiwa menderita penyakit diare. Dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Timur pada 2007, Kabupaten Tuban menduduki peringkat ke-9 untuk kejadian diare. Gambar 1 menunjukkan persentase kejadian diare menurut kecamatan. Dapat diketahui bahwa kecamatan yang memiliki persentase tinggi berada di wilayah pinggiran Kabupaten Tuban, diantaranya Kecamatan Parengan (4,12 persen), Soko (4,07 persen), Rengel (3,79 persen), Plumpang (3,39 persen), Palang (3,70 persen), dan Bancar (3,54 persen). Keterangan :
Sumber : Diolah dari data Dinkes Kab. Tuban 2007 Gambar 1 Persentase Kejadian Diare Menurut Kecamatan 2007.
Pemodelan OLS dan SDM Berdasarkan hasil pengujian autokorelasi spasial dengan Moran’s I dengan tingkat signifikansi 5persen, diketahui bahwa terdapat autokorelasi pada variabel tempat Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
231
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
pembuangan akhir tinja (X6) antar kecamatan. Sedangkan pengujian dengan tingkat signifikansi 10persen, terjadi autokorelasi pada masing-masing variabel sumber air minum (X1), jarak ketempat penampungan kotoran/tinja (X2), penggunaan fasilitas tempat buang air besar (X4), dan jenis kloset (X5). Pada langkah pemodelan, dimulai dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil pemodelan melalui metode OLS disajikan pada Tabel 2. Metode ini menghasilkan variabel jenis kloset (X5) yang signifikan berpengaruh pada α=10persen dan penggunaan fasilitas air minum (X3) yang signifikan berpengaruh pada α=20persen. Metode OLS ini menghasilkan koefisien determinansi (R square) yang relatif kecil dan Sum Square Error (SSE) yang besar. Pengujian asumsi residual didapatkan residual yang berdistribusi normal, telah independen, dan terdapat heterodeskedasitas. Pada pengujian Moran’s I residual ada indikasi pengelompokan residual. Metode OLS ini memiliki kinerja kurang baik, karena asumsi identik residual yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan varians residual tidak homogen dan terdapat indikasi pengelompokan residual. Oleh karena itu perlu dilakukan permodelan spasial. Pada pemodelan SDM terdapat dependensi lag pada variabel dependen maupun independen. Hal tersebut ditunjukkan oleh parameter yang signifikan berpengaruh pada taraf signifikansi α = 20 persen dan lag variabel independen signifikan berpengaruh terhadap kejadian diare pada taraf signifikansi α = 5 persen, α = 10 persen, atau α = 20 persen. Signifikansi pada lag variabel independen ditunjukkan oleh variabel-variabel independen dengan pembobot yang signifikan perpengaruh. Variabel tersebut diantaranya sumber air minum (X1), rasio jumlah puskemas dengan penduduk (X7), dan rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk (X8) pada taraf signifikansi α = 5 persen. Variabel lainnya yaitu jarak ke tempat penampungan kotoran/tinja (X2) signifikan pada α = 10 persen dan
Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
232
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
tempat pembuangan akhir tinja (X6) signifikan pada α = 20 persen. Pemodelan SDM memiliki Rsquare yang lebih besar dan SSE yang lebih kecil dibandingkan OLS.
Tabel 1 Estimasi Parameter OLS dan SDM
Parameter β0 β11 β12 β13 β14 β15 β16 β17 β18 β21 β22 β23 β24 β25 β26 β27 β28
Pemodelan OLS Estim thitung asi 0,000 -0,00 0,021 -0,08 0,270 -0,94 0,359 1,40*** 0,077 0,24 0,950 -2,03** 0,330 0,92 0,286 -0,88 0,217 -0,63 -
-
-
-
-
47,2 10,03
Rsquare(%) SSE
Pemodelan SDM Estimasi
Wald
0.3296
3.1280**
0.6468
3.3371**
-0.4006
3.3434**
0.7229 0.101
15.2629* 0.1294
-0.4729
1.5849
-0.3522
0.7819
0.6351
3.1593**
-0.7977
7.9760*
2.3123 -1.1092 0.9243 0.1932 -0.5305
4.8657* 3.5350** 0.5276 0.1202 0.1142
-1.6347 2.1869 -2.3712 -0.4293
2.6102*** 3.8805* 7.9906* 1.8221*** 66,06 5.9743
Ket : *) signifikan pada α=5%, **) signifikan pada α=10%, ***) signifikan pada α=20%,
t 0 ,95 ;11 1,796 , t 0, 9;11 1,363
,
02, 05;1 3,841 , 02,10 ;1 2,706 , 02, 20 ;1 1,642
Koefisien variabel sumber air minum terboboti bernilai positif, menunjukkan bahwa kecamatan yang bersebelahan dengan kecamatan lain dengan persentase RT yang menggunakan sumber air minum dari mata air tak terlindungi dan sumur tak terlindungi tinggi maka akan cederung memiliki persentase kejadian diare tinggi pula. Begitu juga sebaliknya, kecamatan yang bersebelahan dengan kecamatan lain dengan persentase rendah Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
233
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
maka akan cenderung memiliki persentase kejadian diare rendah pula. Sedangkan pada variabel rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk memiliki koefisien negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecamatan yang bersebelahan dengan kecamatan lain dengan rasio tinggi maka akan cederung memiliki persentase kejadian diare rendah. Berdasarkan hubungan antara kejadian diare dan kepemilikan sarana sanitasi, air bersih, dan fasilitas kesehatan pada SDM, dapat diartikan juga bahwa persamaan atau perbedaan karakteristik pada kecamatan yang berdekatan dapat memicu peningkatan atau penurunan jumlah kejadian diare. Sebagai contoh, kecamatan dengan persentase rumahtangga yang menggunakan sumber air minum dari mata air tak terlindungi dan sumur tak terlindungi tinggi akan dapat dipicu oleh kecamatan didekatnya yang memiliki persentase sedikit untuk menurunkan kejadian diare. Pemicuan tersebut dapat dilakukan melalui program-program bersangkutan yang telah dilaksanakan.
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pemodelan dapat disimpulkan bahwa lag variabel dependen maupun independen berperan penting pada pemodelan SDM kejadian diare dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Variabel yang signifikan berpengaruh pada α = 5 persen adalah variabel sumber air minum (X1) dan rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk (X8) serta lag variabel sumber air minum (X1), lag variabel rasio jumlah puskemas dengan penduduk (X7), dan lag variabel rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk (X8). Lag variabel dependen kejadian diare (y) signifikan berpengaruh pada α = 20 persen.
Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
234
PROSIDING Seminar Nasional Statistika | 12 November 2011
ISSN : 2087-5290. Vol 2, November 2011
5. DAFTAR PUSTAKA Anselin, L. (1988), Spatial Econometrics : Methods and Models, Kluwer Academic Publishers, Netherlands. Arumsari, N. dan Sutikno, (2010), “Permodelan Kejadian Diare dengan Pendekatan Regresi Spasial. Studi Kasus : Kabupaten Tuban Jawa Timur”, Seminar Nasional Pasca Sarjana X, Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, hal. VI-31. Depkes, (2011), Biasakan Cuci Tangan Pakai Sabun Pada 5 Waktu Kritis, http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1694-biasakancuci-tangan-pakai-sabun-pada-5-waktu-kritis.html [diunduh pada tanggal 20 Oktober 2011] LeSage, J.P. dan Pace, R.K. (2009), Introduction to Spasial Econometrics, R Press, Boca Ration. Myaux, J., Ali, M., Felsenstein, A., Chakraborty, J., dan de Francisco, A. (1997), “Spatial Distribution of Watery Diarrhoea in Children: Identification of Risk Areas in a Rural Community in Bangladesh”, Health and Place, Vol. 3, No. 2, hal. 181-186.
Jurusan Statistika-FMIPA-Unpad 2011
235