No. 63 Desember 2016
ISSN 0852-6230
Berita
Puslitbangtan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Pengantar Redaksi
2
Akreditasi E-Jurnal Perlu Segera Direspon
3
Nasa 29, Jagung Hibrida Bertongkol Ganda
4
Teknologi Budi Daya Padi Jarwo Super
6
Dr A.M. Fagi, Produktif Hingga Usia Senja
9
Sang Editor Telah Pensiun Tanpa Penerus
10 12
Varietas Unggul Padi Lahan Suboptimal Doktor Baru
Badan Litbang Pertanian telah merakit jagung hibrida bertongkol dua, yang diharapkan berkonbtribusi nyata dalam peningkatan produksi nasional. Teknologi budi daya padi jarwo super mulai meluas pengembangannya di sentra produksi. Prof Suwarno dalam orasi ilmiahnya mengungkapkan kontribusi perakitan dan pengembangan varietas unggul padi gogo dan padi rawa, yang mencapai Rp 6,59 triliun setiap tahun. Dr A.M. Fagi, APU, masih produktif di usia senja. Kinerja dan pemikiran beliau tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga di lembaga penelitian internasional. Informasi penting lainnya yang mengisi Berita Puslitbangtan kali ini adalah akreditasi e-jurnal, perjalanan karier Hermanto sebagai editor yang kini sudah pensiun, dan doktor baru di BB Padi.
Akredisasi E-Jurnal Perlu Segera Direspon Akreditasi bagi jurnal ilmiah nasional dalam sistem e-jurnal mulai diberlakukan pada tahun 2017. Pengelola dan otoritas penerbitan publikasi perlu memfasilitasi sarana dan prasarana yang diperlukan.
K
emajuan peradaban telah mengubah sistem pelayanan konvensional ke penggunaan teknologi informasi (TI). Hal serupa juga segera diberlakukan dalam penerbitan jurnal ilmiah nasional, termasuk di lingkup Badan Litbang Pertanian. Mulai tahun 2017, Lembaga Ilmu Pegetahuan Indonesia (LIPI) akan memberlakukan akreditasi jurnal ilmiah berbasis TI yang dipopulerkan dengan sistem e-jurnal. Tuntutan ini menjadi tantangan bagi pengelola, penulis, mitra bestari, dan redaksi jurnal ilmiah. Mau tidak mau, sistem ini wajib diakomodasi oleh pengelola jurnal ilmiah karena akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu dan status jurnal ilmiah yang diterbitkan. Puslitbang Tanaman Pangan telah mensosialisasikan sistem e-jurnal kepada pengelola dan redaksi Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan dan Iptek Tanaman Pangan. Sosialisasi diikuti oleh redaksi, redaksi pelaksana, dan beberapa mitra bestari yang diundang. Pada prinsipnya, sistem ejurnal mengintegrasikan semua pihak yang terlibat dalam proses keredaksian dan penerbitkan jurnal ilmiah ke dalam sistem yang sudah dirancang sebelumnya. Setiap pihak dalam sistem dapat mengetahui dan menyelesaikan tugas keredaksian dengan cepat sesuai kapasitas masing-masing. Pada tahun 2017 status akreditasi konvensional Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan sudah berakhir. Pengajuan akreditasi selanjutnya wajib mengikuti proses akreditasi e-jurnal di LIPI. Akreditasi Buletin Iptek Tanaman Pangan baru
2
dapat diajukan setelah terbit tiga nomor dalam sistem e-jurnal.
redaksi, meski disarankan untuk mempelajari karena bukankah banyak membaca menjadi banyak tahu?
Perlu Proaktif
Peneliti sebagai penulis KTI yang akan diterbitkan pada jurnal ilmiah juga perlu mengetahui sistem e-jurnal yang diimplementasikan. Dalam hal ini, sosialisasi sistem e-jurnal kepada peneliti di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan merupakan suatu keharusan. Sarana dan prasarana teknologi informasi juga perlu mendapat fasilitasi dari otoritas di Puslitbang Tanaman Pangan. Jangan sampai sistem e-jurnal yang sudah dibangun tidak dapat diakses oleh pihak berkepentingan, termasuk penulis KTI dari berbagai penjuru dan tim akreditasi jurnal ilmiah LIPI. (HMT)
Pemberlakuan sistem e-jurnal menuntut restrukturisasi keredaksian jurnal ilmiah, terutama di tingkat pelaksana atau redaksi pelaksana. Kalau tugas utama redaksi pelaksana pada sistem konvensional adalah penyuntingan dan teknis penerbitan, pada sistem e-jurnal ditambah dengan tim TI yang berperan penting dalam operasionalisasi sistem. Sebagai bagian dari sistem e-jurnal, tim TI tidak harus memahami substansi karya tulis ilmiah (KTI) yang dikirimkan penulis kepada
ISSN 0852-6230 Penanggungjawab: Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Dr Ali Jamil Dewan Redaksi: R. Heru Praptana, Hermanto, Haryo Radianto, Nuning Argo Subekti, M. Syam Tata Letak: Edi Hikmat Alamat: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jalan Merdeka 147, Bogor, 16111 Telp. (0251) 8334089, 8311432, Faks. (0251) 8312755; E-mail:
[email protected]. www.pangan.litbang.pertanian.go.id
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
NASA 29, Jagung Hidrida Bertongkol Ganda Jagung hibrida NASA 29 mampu berproduksi 13,5 t/ha, lebih tinggi dari jagung hibrida yang sudah berkembang di petani, tahan penyakit bulai, karat, dan hawar daun bakteri. Jagung bertongkol ganda rakitan tim pemulia Badan Litbang Pertanian ini diharapkan dapat berkontribusi nyata dalam meningkatkan produksi nasional.
J
agung termasuk komoditas pangan yang mendapat prioritas untuk dikembangkan selain padi dan kedelai. Sebagian besar produksi jagung di dalam negeri digunakan untuk pangan dan pakan dan sebagian untuk bahan baku industri. Tingginya permintaan akan jagung ternyata belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang dilaporkan meningkat setiap tahun.
memiliki tongkol satu. Dalam mempercepat upaya peningkatan produksi, Badan Litbang Pertanian telah merakit jagung hibrida bertongkol dua dengan produktivitas yang lebih tinggi. Jagung unggul ini turut digelar pada Hari Pangan se-Dunia ke-36 di Boyolali Jawa Tengah dan mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Pada puncak Hari Pangan se-Dunia ke-36, 29 Oktober 2016, Presiden Joko Widodo tidak hanya tertarik dengan penampilan jagung hibrida tersebut di lapangan, tetapi juga berkenan memberi nama NASA 29 bagi jagung unggul ini. NASA berasal dari Nakula-Sadewa, tokoh wayang kembar, dan 29 adalah nomor urut varietas unggul jagung
Pada tahun 2015, produksi jagung nasional 20,67 juta ton atau meningkat 8,7% dibanding tahun 2014, sedangkan pada tahun 2016 produksi jagung ditargetkan 21,35 juta ton. Peningkatan produksi ini berdampak terhadap angka impor yang dalam periode Januari-Mei 2016 menurun 47,5% dibanding periode yang sama pada tahun 2015. Kementerian Pertanian terus berupaya meningkatkan produksi jagung melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi. Pada tahun 2016, pertambahan luas tanam jagung ditargetkan 3 juta ha. Dalam program intensifikasi dikembangkan berbagai teknologi, termasuk varietas unggul yang diketahui telah berkontribusi nyata terhadap peningkatan produksi.
Varietas Unggul Baru Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan sejumlah varietas unggul jagung, baik jenis komposit maupun hibrida. Varietas unggul jagung yang telah berkembang di petani umumnya
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
Jagung hibrida NASA 29, potensi hasil 13,5 t/ha dan tahan penyakit bulai, karat dan hawar daun bakteri.
3
hibrida yang telah dilepas Badan Litbang Pertanian.
Proses Perakitan dan Pengujian di Lapang Jagung hibrida NASA 29 merupakan hasil persilangan antara galur inbrida G10.26-12 sebagai tetua betina dan MAL03 sebagai tetua jantan. Kedua galur dirakit oleh Tim Pemulia Jagung Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros, Sulawesi Selatan. Galur G10.26-12 dirakit menggunakan populasi dasar dari rekombinasi delapan varietas unggul jagung nasional pada tahun 2003 di Kebun Percobaan Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) di Bogor. Populasi dari hasil rekombinasi tersebut diseleksi menggunakan metode berulang selama tiga generasi hingga terbentuk populasi dasar siklus ke-3 pada tahun 2005. Penggaluran jagung dilanjutkan di Kebun Percobaan Maros pada tahun 2006 dengan metode selfing, dari delapan generasi diperoleh galur murni G10.26-12 pada tahun 2010. Seleksi diarahkan pada tongkol ganda dan daya gabung.
Meluas, Pengembangan Teknologi Budi Daya Padi Jarwo Super Pemerintahan Kabinet Kerja dewasa ini berupaya meningkatkan produksi padi melalui program upaya khusus (Upsus) Kementerian Pertanian. Berbagai aspek dikerahkan untuk mempercepat pencapaian swasembada pangan berkelanjutan, termasuk pengembangan teknologi budi daya padi jajar legowo super (Jarwo Super).
B
adan Litbang Pertanian telah berhasil mengembangkan teknologi budi daya padi jarwo super pada lahan sawah irigasi seluas 50 ha pada MT 2015-2016 di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dengan produktivitas >10 t/ha GKP. Sehubungan dengan itu, Kementerian Pertanian telah memperluas pengembangan teknologi ini di 13 provinsi secara serentak di Indonesia, yaitu di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kali-
mantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Dalam pelaksanaannya di lapangan, Badan Litbag Pertanian bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat, dan disupervisi oleh Tim Pendamping Teknis, terutama peneliti dan penyuluh pertanian. Berbarengan dengan itu, Badan Litbang Pertanian juga mengembangkan teknologi serupa seluas 100 ha
Uji multilokasi pada MK 2016 menunjukkan jagung hibrida NASA 29 memiliki umur panen 100 HST, warna biji kuning-oranye, dan potensi hasil 13,5 t/ha. Hasil ini lebih tinggi sekitar 30% dari jagung hibrida yang sudah berkembang hingga saat ini. Selain itu, NASA 29 juga tahan terhadap penyakit bulai, karat, dan hawar daun bakteri serta mempunyai rendemen tinggi dan janggel yang keras. Jagung hibrida NASA 29 akan dilepas secara resmi oleh Menteri Pertanian pada Maret 2017. Pengembangan varietas unggul jagung bertongkol ganda ini diharapkan berkontribusi nyata dalam meningkatkan produksi nasional. (RHP/HMT)
4
Pengembangan teknologi budi daya padi Jarwo Super dalam skala luas di beberapa sentra produksi.
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
di Boyolali, Jawa Tengah, pada MH 2016 (April-September), untuk disosialisasikan kepada masyarakat setempat dan peserta Hari Pangan se-Dunia (HPS) ke36 yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Pengembangan teknologi budi daya padi jarwo super adalah bagian dari program Upsus Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produksi padi. Varietas unggul padi yang dikembangkan adalah Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpari 32 HDB, dan Inpari 33. Di 12 provinsi telah dilakukan panen raya padi jarwo super dengan produktivitas 2-3 ton per hektar lebih tinggi dari teknologi petani setempat. Di Boyolali, panen raya padi jarwo super disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan memberikan apresiasi terhadap keberhasilan pengembangan teknologi ini. Dalam pengarahannya di lapangan, Presiden memberikan tantangan kepada masyarakat setempat untuk mengembangkan teknologi serupa dalam skala yang lebih luas (200 ha) pada musim tanam berikutnya. Bak
gayung bersambut, tantangan ini mendapat respon dari masyarakat setempat. Pada musim tanam berikutnya mereka berharap sudah tersedia komponen teknologi budi daya padi jarwo super untuk dikembangkan lebih lanjut. Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang mendampingi Presiden Joko Widodo pada puncak HPS ke-36 di Boyolali, 29 Oktober 2016, mengintruksikan jajarannya untuk segera memperluas pengembangan teknologi budi daya padi jarwo super, terutama di 10 provinsi sentra produksi padi, dengan luasan minimal 1.000 ha di setiap provinsi. Teknologi jar wo super adalah teknologi budi daya terpadu padi sawah irigasi berbasis tanam jajar legowo 2:1. Pengembangan teknologi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan utama peningkatan produksi padi secara nasional, yaitu: 1) degradasi lahan sawah intensif (kadar C-organik rendah, <2%); 2) masih rendahnya efisiensi pemupukan; 3) perkembangan OPT; 4)
Presiden RI, Joko Widodo menyaksikan panen raya padi Jarwo Super menggunakan mesin pemanen di Boyolali, Jawa Tengah.
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
kelangkaan tenaga kerja; dan 5) tingkat kehilangan hasil yang masih tinggi pada saat panen. Selain menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1 sebagai basis penerapan di lapangan, teknologi budi daya padi jajar legowo super mengintegrasikan: 1) varietas unggul baru potensi hasil tinggi; 2) biodekomposer yang diberikan bersamaan pada saat pengolahan tanah (bajak kedua); 3) pupuk hayati yang diaplikasikan melalui seed treatment; 4) pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS); 5) pengendalian OPT menggunakan pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali; serta 6) penggunaan alat dan mesin pertanian, khususnya untuk tanam (jarwotransplanter) dan panen (combine harvester). Hasil penelitian menunjukkan pemberian biodekomposer pada saat pengolahan tanah kedua mampu mempercepat pengomposan jerami; pemberian pupuk hayati sebagai seed treatment dapat menghasilkan fitohormon (pemacu tumbuh tanaman), penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Aplikasi pestisida nabati efektif mengendalikan hama tanaman padi seperti wereng batang cokelat. Penggunaan alat mesin pertanian dapat mengatasi kelengkaan tenaga kerja dan menekan tingkat kehilangan hasil pada saat panen. Hasil analisis usahatani menunjukkan pendapatan bersih dari penerapan teknologi budi daya padi jarwo super mencapai Rp 42,49 juta per hektar dengan B/C ratio 2,66, lebih tinggi dibanding teknologi petani dengan B/C ratio 1,48. Data ini membuktikan teknologi budi daya padi jarwo super layak dikembangkan secara luas guna mendukung upaya peningkatan produksi padi menuju swasembada pangan berkelanjutan. (RHP/HMT)
5
Dr A.M. Fagi, Produktif Hingga Usia Senja Ketika Raker Badan Litbang Pertanian merumuskan delapan kriteria profesionalisme peneliti dua windu lalu, mungkin Dr Achmad Mudzakkir Fagi APU dapat dijadikan sebagai acuan yang memenuhi sebagian besar, jika tak boleh dikatakan keseluruhan, kriteria tersebut. Jauh sebelum PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dicanangkan dalam mendukung program peningkatan produksi beras nasional (P2BN), Pak Fagi dapat dikatakan berperan besar dalam merintis penelitian komponen teknologinya. Teknologi pemupukan, pengelolaan air, dan cara tanam (sebar langsung, bibit muda, dan jajar legowo) yang menjadi komponen inti PTT, misalnya, telah beliau teliti jauh sebelumnya.
D
itemui di rumah dinas yang telah menjadi hak miliknya, pak Fagi masih kelihatan sehat meski beberapa waktu lalu sempat mendekam cukup lama di rumah sakit akibat gangguan pencernaan. Tutur katanya masih terjaga dengan semangat yang tak pernah surut. Pria kelahiran Sumenep, Madura 76 tahun lalu ini memperlihatkan bukunya yang diterbitkan oleh IAARD press beberapa waktu lalu. Kemudian dia menunjukkan satu naskah yang sudah diketik yang merupakan kelanjutan dari buku yang telah diterbitkan tadi dengan judul “Penelitian Terencana Menuju Sistem Produksi Pertanian Modern”. Tiga naskah lain yang masih dalam bentuk tulisan tangan yang ditulis rapi akan diajukannya pula untuk diterbitkan. Pak Fagi sempat bekerja di PT Pertani Jawa Timur setelah menyelesaikan studi di Akademi Pertanian Ciawi, sebelum bergabung dengan Bagian Agronomi LP3 (Lembaga Pusat Penelitian Pertanian) pada tahun 1970. Kegiatan awalnya yang menginventarisasikan judul dan status penelitian agronomi sejak jaman Belanda sampai setelah kemerdekaan menguras cukup banyak waktu dan tenaga. Tetapi hasil pekerjaan tersebut berguna untuk dijadikan acuan dalam penelitian agronomi selanjutnya, selain meningkatkan wawasannya dalam kegiatan riset. Keingintahuan yang tinggi menyebabkan Pak Fagi tidak canggung terlibat dalam diskusi penelitian sehingga dia diberi kesempatan mengikuti pelatihan di IRRI, Filipina tahun 1971 dan Jepang tahun 1972. Ketika mendampingi Dr S. Yoshida (plant physiologist, IRRI) untuk melakukan penelitian pemupukan di KP Ngale, Jawa Timur, Pak Fagi berbeda pendapat tentang unsur S dan Fe dalam meningkatkan produksi padi di wilayah penelitian. Dr Yoshida mengemukakan pentingnya unsur S sebagai salah satu faktor utama, sedangkan Pak Fagi berpendapat unsur Fe lebih berperan. Ketika hasil penelitian selama empat musim tersebut diseminarkan di Bogor, Dr Yoshida mengakui terus terang bahwa pendapat asistennya waktu itu (Pak Fagi)
6
tentang peranan unsur Fe lebih tepat daripada pendapatnya tentang unsur S. Tepuk tangan hadirin untuk Pak Fagi memecah ruangan disertai oleh apresiasi atas keterbukaan dan pengakuan jujur Dr Yoshida yang namanya sudah dikenal di kalangan peneliti internasional.
Ketajaman Pak Fagi membaca dan menterjemahkan data menjadikan beliau dikenal luas sebagai peneliti yang handal dibidangnya
Atas dukungan USAID, Pak Fagi lalu memperoleh kesempatan melanjutkan studi S2 dan S3 di UPLB, Filipina, di penghujung tahun 1974. Naskah ilmiahnya dengan judul “Environment Factors Affecting Nitrogen Efficiency in Flooded Tropical Rice” diterbitkan dalam jurnal Field Crops Research, Netherlands sebelum dia melanjutkan studi S3. Seiring dengan itu, atas prestasinya dalam bidang riset pertanian, Pak Fagi mendapat penghargaan Honor Society for the Advancement of Research, the Philippine Chapter. Tidak kalah pentingnya adalah dalam periode masih bergelar master itu, naskahnya yang berjudul “Peningkatan Produksi Pertanian melalui Penelitian: Tantangan dalam Pelita” diterbitkan dalam jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang dikelola oleh Fakultas Ekonomi UI dengan Dewan Redaksi sejumlah tokoh nasional seperti Soemitro Djojohadikusumo, Widjojo Nitisostro, dan Mubyarto. Pak Fagi berhasil menyelesaikan S3 dengan major: soil science dan minor: water management. “Begitu saya selesai memberikan seminar di IRRI, Dr NC Brady yang saat itu
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
Sepulangnya dari IRRI, suami dari Aniek Tuti Rochiani yang disuntingnya pada tahun 1965 ini, berkiprah di Balittan Sukamandi. Tulisan ilmiah yang dikirimkannya ke jurnal Field Crops Research di Netherlands dengan judul “Physical Properties of Rainfed Wetland Rice Soils as Affected by Cropping Systems and Crop Residue Mangement” terbit pada tahun 1983. Tak lama kemudian, ayah dari 3 putri dan seorang putra ini dipercaya sebagai Pemimpin Proyek UACP-FSR yang berkaitan dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), bermarkas di Salatiga. Saat ditunjuk sebagai Pemimpin Proyek Farming System Research and Conservation, Pak Fagi mendapat pengalaman berharga yang sulit dia lupakan. Dia berhasil membuat Duta Besar AS untuk Indonesia saat itu, terkesan ketika meninjau kegiatan Proyek FSR and Conservation di sekitar Salatiga. Kakek dari 12 orang cucu ini juga membuat peninjau dari Departemen Luar Negeri AS terkesan dengan pemaparannya sehingga Pak Fagi diundang untuk presentasi di depan 25 utusan Negara Afrika dan Amerika Latin di Wasington DC. Dari sini dia melanjutkan kunjungan ke Puerto Rico lalu ke Hawaii State University atas undangan seorang profesor yang terkesan dengan presentasi Pak Fagi ketika di Puerto Rico. Pak Fagi juga mendapat kesempatan seminar tunggal di Cornell University dan waktu seminar di Banglades, seorang profesor bahkan minta bahan presentasinya untuk digunakan sebagai bahan kuliah.
Dr A.M. Fagi di usia senja masih produktif menulis dan sebagai nara sumber teknologi perpadian.
menjabar Dirjen IRRI, langsung naik ke panggung dan menyalami saya dengan hangat”, ujarnya mencoba mengenang ketika ditanya kesannya selama di IRRI. Sang Dirjen mengaku kagum bahwa baru kali ini dia mendengarkan presentasi tentang tanah yang begitu komprehensif, mengaitkan fisika tanah, kesuburan dan mikrobiologi tanah. “Biasanya orang hanya membahas salah satu saja dari ketiga aspek itu,” ujarnya mengulang pengakuan sang Dirjen yang juga terkenal ahli dalam bidang tanah itu. Dalam kesempatan lain, Dr Brady juga mengingatkan Pak Fagi agar kelak bisa mengidentifikasi dan membimbing kader dalam bidang riset. “Jangan khawatir bahwa nanti kadermu itu akan melampaui prestasimu karena kehebatannya justru akan mengangkat namamu dengan sendirinya.” Dirjen IRRI ini juga mengingatkan bahwa seorang peneliti sejati harus berpijak di dua bumi, satu kaki di bumi masa kini dan satu kaki lagi di bumi masa depan. Atas performanya selama studi PhD di UPLB, Pak Fagi juga menerima penghargaan Gamma-SigmaDelta, the Philippines Chapter.
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
Ketika Pak Fagi menjadi Kepala Balittan Sukamandi, berbagai kegiatan penelitian kerja sama dengan IRRI seperti Integrated Water Management (IWM) dan International Network on Sustainable Rice Farming (INSURF) secara langsung dikoordinasikannya. Kerjasama dengan lembaga internasional lain pun seperti FAO dan ICRAF terjalin dengan baik. Kerja sama dengan pemerintah daerah juga dikembangkannya seperti penanganan dampak abu letusan Gunung Galunggung, pengembangan pertanian Jawa Barat Selatan, dan pembangunan embung bagi wilayah defisit air. Ketika Gunung Pinatubo di Filipina meletus, Dr Vergara, sebelumnya dikenal sebagai senior scientist di IRRI, langsung menghubungi Pak Fagi untuk minta laporan menangani letusan Galunggung sebagai acuan. Majalah internasional Ceres memuat nama Pak Fagi dalam laporannya mengenai penanganan letusan Gunung Galunggung dan Pinatubo. Bahkan Majalah Tempo waktu itu menjulukinya sebagai “Dewa Tanah” Tak lama setelah diminta IRRI sebagai konsultan untuk menyelesaikan proposal Crop and Resource Management Network (CREMNET) pada tahun 1993, lembaga internasional ini menawarkan jabatan koordinator yang berkedudukan di IRRI Los Banos kepada pak Fagi. Cukup mengejutkan, ketika peneliti lain berkompetisi untuk bisa bekerja sebagai peneliti di IRRI, Pak Fagi malah menolaknya. Dia mengaku tantangan
7
penelitian di dalam negeri lebih menarik baginya daripada bekerja di IRRI meski dengan gaji yang berlipat ganda. Hal yang sama diakuinya ketika dia menolak tawaran sebagai staf World Bank atas usulan Winrock International. Baru-baru ini Pak Fagi terpilih sebagai anggota Biotechnical Advisory Board for the FIID Future Biotechnology Partnership yang didukung oleh beberapa universitas terkemuka, termasuk Michigan State University, untuk 5 tahun ke depan. Kepakarannya dalam bidang penelitian yang dibarengi oleh kemampuan dalam berkomunikasi secara efektif sering membuat orang terkesima. Dia pernah membuat Pak Harto betah bertahan sampai lebih dari setengah jam dari waktu yang disediakan panitia selama 15 menit, ketika memberi keterangan tentang pangan nasional pada peringatan Hari Pangan se-Dunia di Paviliun Indonesia di Roma. Dia juga memberikan keterangan tentang pengembangan lahan rawa kepada Pak Harto pada saat Pak SBY masih menjadi Pangdam di Sumatra Selatan lebih dari dua dekade lalu. Oleh karena itu, saat menjadi Kepala Balai Penelitian Padi, Dr Irsal Las tak ragu minta Pak Fagi untuk mendampingi Bu Mega ketika menjadi RI 1 waktu membuka dan menghadiri ekspose padi di Sukamandi.
Dr A.M. Fagi: “Peneliti harus mampu menjelaskan secara ilmiah mengapa hasil panen rendah atau sangat tinggi sebagaimana yang banyak dilaporkan dewasa ini”
seharusnya adalah PHT-nya bagaimana? Jadi bukan dibalik.” Sang menteri yang memimpin pertemuan itu langsung mendukung pendapat Pak Fagi. Pria yang rambutnya masih tebal meski berubah warna ini telah mengenyam posisi fungsional tertinggi (APU-Ahli Peneliti Utama) dan jabatan struktural mulai dari Kepala Balai sampai Kepala Puslitbang Tanaman Pangan dan Sekretaris Badan Litbang Pertanian. Jabatan bergengsi seperti anggota IRRI Board of Trustee selama dua periode dan Dewan Riset Nasional pernah pula diraihnya. Demikian pula halnya dengan berbagai posisi konsultan di sejumlah instansi seperti IRRI, FEATI yang didanai oleh World Bank, DItjen Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, dan BULOG. Keberhasilannya dalam menjalani karier di bidang penelitian pertanian juga dibarengi oleh keberhasilan dalam membina keluarga. Dua orang putrinya saat ini memegang jabatan struktural penting, masing-masing di Sekretariat Badan Litbang Pertanian dan Pemda Jawa Barat. Putranya, Dr Prihasto Setyanto, yang sebelumnya dikenal sebagai Kepala Balai Penelitian Lingkungan Pertanian dan ahli dalam climate change kini menjadi Kepala BPTP Jawa Tengah. Putri bungsunya, Angelita Puji Lestari yang kerap dipanggil Nelis, baru saja menyelesaikan studi S3 di IPB dalam bidang pemuliaan. Ketika disinggung tentang kiprah peneliti dewasa ini, Pak Fagi terlihat seperti memendam sesuatu dan setelah menarik nafas berujar “Seorang peneliti, apalagi sudah bergelar APU/ profesor riset, seyogianya mampu menunjukkan hasil kerjanya dalam bentuk tulisan ilmiah dan penerapannya oleh petani di lapang. Peneliti juga harus mampu menjelaskan secara ilmiah mengapa hasil panen padi yang diperoleh di lapang sangat rendah atau sangat tinggi seperti yang banyak dilaporkan dewasa ini.” Dia tampak tak begitu berminat melanjutkan komentar itu tapi wajahnya seakan menunjukkan keprihatinan akan kondisi penelitian saat ini. (MS/HMT)
“Ketajamannya dalam membaca data bisa membuat orang terhenyak karena data yang semula terlihat kurang bermakna dapat menjadi penting ketika Pak Fagi mengulasnya” ujar seorang senior yang kini telah pensiun. Sentuhan ilmiahnya terlihat dalam pengembangan padi gogorancah dan walik jerami, mina padi dan integrasi padiikan-bebek, serta embung yang telah diadopsi petani di berbagai daerah. Pria yang sarat dengan ide dan pengalaman ini pernah membuat seorang menteri terperangah ketika membahas tanam padi tiga kali setahun. Ketika sebagian peserta rapat mengatakan bahwa praktek itu melanggar PHT, Pak Fagi dengan kalem menjawab:”Kalau tujuan kita adalah untuk meningkatkan produksi, maka pertanyaannya
8
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
Sang Editor (Hermanto) Telah Pensiun Tanpa Penerus Bagi sebagian peneliti, pria ini dianggap sebagai perombak naskah tanpa kompromi, dan sebagian lagi menilainya sebagai sahabat yang membantu, bahkan dewa penolong. Bagi Hermanto sendiri, editor kelahiran Bukittinggi, hal itu adalah bagian dari perjalanan hidupnya yang adakalanya menjengkelkan namun tak jarang pula dirasakan begitu menyenangkan.
B
erawal dari pegawai yang ditugaskan untuk mengetik laporan penelitian di LP3 Perwakilan Padang sekitar empat dekade yang lalu, Hermanto yang telah bergelar “pensiunan” sejak September 2016 mengaku senang menulis cerpen. Tampaknya hal ini menyebabkan dia mendapat kepercayaan sebagai penyunting (editor) naskah penelitian ketika Dr Syarifudin Karama alm. (SK) menjadi kepala lembaga itu, yang kemudian berganti nama menjadi Balittan Sukarami. Lalu Hermanto mendapat kesempatan kuliah Diploma Komunikasi di IPB dengan predikat Cum laude, pada era Dr Zulkifli Zaini. Kegemarannya menulis di koran lokal saat di Sukarami, berlanjut ketika Hermanto studi di IPB. Beberapa tulisannya muncul di harian Kompas, sehingga
menarik perhatian Mahyuddin Syam (MS) yang saat itu dipercaya mengelola Pengembangan Hasil Penelitian, Puslitbang Tanaman Pangan. Dia ditawari pindah ke Bogor dan diminta turut menangani siaran pers dan menyunting naskah hasil penelitian tanaman pangan. Peran Hermanto semakin terlihat ketika Adi Widjono (AW) mendapat tugas belajar untuk S2 di Amerika Serikat, lalu S3 di Filipina. Arief Musaddad yang diharapkan kelak turut menangani publikasi sebagai editor, melanjutkan studi S2 di IPB, lalu pindah ke Balitkabi sebelum studinya selesai. Ketika MS mendapat kepercayaan menjadi IRRI representative dan AW menjadi pimpro lalu kepala Loka Pengkajian di Papua dan kepala BPTP Jakarta, Hermanto menjadi tulang punggung kegiatan publikasi
Refreshing bersama keluarga.
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
mendukung Hardono yang kemudian jadi KTU dan Sunihardi yang kini menangani Subid Monitoring dan Evaluasi Penelitian. Hermanto kemudian dipercaya sebagai Kasubid PHP di era Dr Suyamto mengendalikan Puslitbang Tanaman Pangan. Pada tahun 2000, Hermanto mendapat kesempatan studi S1 komunikasi di UNPAD, Bandung, dan selesai dengan predikat Cum laude. Ayah empat putra yang punya hobi musik dan menyanyi ini kemudian dikenal luas sebagai editor, tidak hanya di Puslitbang Tanaman Pangan tapi juga di lingkup Badan Litbang Pertanian. Suami Jelita Wilis yang juga bekerja di Puslitbang Tanaman Pangan patut bangga dengan capaiannya. Dia pernah menyunting disertasi mantan Menteri Pertanian dan Ketua Komisi IV DPR periode saat ini, dan tetap dipercaya menyunting orasi ilmiah profesor riset Badan Litbang Pertanian selain editor di beberapa lembaga lain. Pria yang menghabiskan 40 tahun berkarier sebagai editor ini berkeyakinan bahwa kegagalan tidak sama dengan kebodohan, tapi lebih disebabkan oleh ketidakseriusan dalam menangani tugas yang menjadi tanggung jawab individual. Dia juga yakin bahwa kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh infestasi pendidikan dan wawasan, tetapi juga terkait dengan kerja keras, keseriusan, dan dukungan dari berbagai pihak. Meski telah pensiun dengan jabatan fungsional pustakawan muda, pria 60 tahun ini mengaku senang dan menikmati tugasnya sebagai editor. Tampaknya dia akan masih diperlukan oleh lembaga tempatnya bernaung selama ini dan bahkan oleh lembaga lainnya. Sedikit sekali, kalau tidak boleh dikatakan tak ada, personel yang berminat bekerja sebagai editor yang tidak hanya memerlukan ketekunan dalam memplototi huruf dan angka, tetapi juga kemampuan bahasa Indonesia dan ilmu pertanian yang memadai. (MS)
9
Orasi Pengukuhan Prof Suwarno
Perakitan dan Pengembangan Varietas Unggul Padi Lahan Suboptimal Prof Suwarno, dalam orasi ilmiahnya di hadapan majelis pengukuhan profesor riset, memaparkan perkembangan pemuliaan padi lahan suboptimal dan varietas unggul yang dihasilkan. Menurut Pak Warno, panggilan akrab Prof Suwarno, keuntungan dari penggunaan varietas unggul dan penerapan teknologi budi daya padi pada lahan suboptimal mencapai Rp 6,59 triliun setiap tahun. Inovasi Varietas Unggul
Prof Dr Suwarno
S
ebagian besar produksi padi nasional diperoleh dari lahan sawah yang terus mengalami konversi untuk berbagai keperluan pembangunan. Perluasan areal tanam padi seakan berjalan di tempat karena lambannya realisasi pencetakan sawah baru dan terbatasnya lahan subur. Kondisi ini mendorong pemanfaatan lahan suboptimal berupa lahan kering dan lahan rawa untuk perluasan areal pertanaman padi. Hasil padi pada lahan subobtimal rata-rata 3,34 t/ha, sementara pada lahan sawah irigasi sudah mencapai 5,32 t/ha. Kendala yang dihadapi dalam budi daya padi pada lahan suboptimal antara lain kemasaman tanah, keracunan dan kahat hara, serta serangan hama dan penyakit. Masalah ini perlu dipecahkan agar produksi padi pada lahan suboptimal dapat ditingkatkan guna mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, sebagaimana yang dicanangkan pemerintahan kabinet kerja sejak akhir 2014.
10
Penelitian berperan penting dalam menghasilkan teknologi bagi pemecahan masalah pengembangan padi pada lahan suboptimal. Penelitian pemuliaan padi gogo dan padi rawa telah dilakukan secara intensif sejak 1987 dan menghasilkan beberapa varietas unggul. Selain berdaya hasil tinggi dan berumur genjah, varietas unggul tersebut juga toleran kekeringan, naungan, keracunan Al dan Fe, salinitas, dan rendaman serta tahan hama dan penyakit utama. Dalam orasi ilmiahnya di hadapan para majelis pengukuhan profesor riset di Bogor pada September 2016, Prof Suwarno menyatakan bahwa dilepasnya varietas unggul Jatiluhur dan Way Rarem pada tahun 1994 telah mendorong pengembangan padi gogo pada areal perkebunan dan perhutanan seluas 100.000 ha pada musim hujan 1994/1995. Kedua varietas unggul padi gogo ini toleran naungan dan kekeringan. Varietas unggul padi gogo yang dibudidayakan tanpa olah tanah (TOT) mampu berproduksi 3-4 t/ha, sehingga areal pengembangannya meluas menjadi 214.000 ha pada musim berikutnya. Padi gogo juga dikembangkan pada lahan perhutanan pada saat peremajaan, terutama pada saat tanaman hutan industri masih muda hingga berumur 3-4 tahun. Varietas unggul padi
gogo Batutegi, Inpago 4, dan Inpago 5 mampu berproduksi 4-6 t/ha pada lahan perhutani dengan intensitas naungan maksimum 50%. Varietas unggul Lematang dan Sei Lilin yang dilepas pada tahun 1991 telah dikembangkan pada lahan rawa melalui Proyek Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa (SWAMPS II). Pemerintah kemudian mengembangkan pertanian terpadu seluas 150.000 ha pada ekosistem tersebut melalui Integrated Swamp Development Project (ISDP) di Sumatera Selatan pada tahun 1995. Keberhasilan proyek ini menjadi acuan bagi pengembangan dan pembukaan lahan gambut 1 juta ha untuk pertanian di Kalimantan Tengah. Dalam upaya percepatan pengembangan varietas unggul baru, Badan Litbang Pertanian mengembangkan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) di setiap Balai Komoditas dan Balai Pengkajian (BPTP) untuk memproduksi benih sumber. Dalam sistem perbenihan nasional, UPBS BB Padi berfungsi memproduksi dan mendistribusikan benih sumber kepada produsen dan penangkar benih secara berkelanjutan. Pada tahun 2014 UPBS BB Padi telah memproduksi dan mendistribusikan benih breeder seed (BS) kepada produsen sebanyak 2,05 ton benih dari 15 varietas unggul padi gogo dan 1,16 ton
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
Varietas Inpara 5 rakitan Badan Litbang Pertanian telah berkembang di sebagian lahan rawa di Kalimantan.
benih dari 20 varietas unggul padi rawa. Benih sumber diperlu-kan dalam memproduksi benih kelas di bawahnya, yaitu benih dasar (FS), benih pokok (SS), dan benih sebar (ES). Perusahaan benih swasta tidak tertarik memproduksi benih padi lahan suboptimal karena terkendala oleh faktor pemasaran, sehingga tidak tersedia di pasar. Kerja sama Badan Litbang Pertanian dengan IRRI berupaya mengembangkan Community Seed Bank (CSB) atau penyediaan benih bermutu berbasis komunitas yang sesuai pada lahan suboptimal. Pada dasarnya pengembangan CSB adalah upaya pembinaan petani sebagai penangkar atau produsen benih mikro oleh pemerintah melalui program 1.000 desa mandiri benih.
Pemanfaatan Varietas Unggul Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan melaporkan areal pertanaman varietas
Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016
unggul padi lahan suboptimal pada tahun 2014 tercatat 317.679 ha. Varietas unggul padi gogo yang paling banyak digunakan petani adalah Inpago 4 dan Inpago 6 dengan sebaran terluas di Jawa dan Papua, masing-masing 18.748 ha dan 1.156 ha. Sementara itu varietas unggul padi rawa yang paling banyak digunakan adalah Inpara 3 dan Inpara 2 dengan sebaran terluas di Kalimantan masingmasing 153.750 ha dan 63.859 ha. Angka ini lebih kecil dari areal pertanaman yang sebenarnya karena sebagian besar petani pada lahan suboptimal masih menggunakan benih dari hasil panen sendiri yang tidak tercatat dalam perhitungan luas areal pertanaman. Areal pertanaman varietas unggul pada lahan suboptimal, termasuk yang menggunakan benih hasil panen sendiri, diperkirakan 30% dari total luas pertanaman atau 0,87 juta ha. Penggunaan varietas unggul dan teknik budi daya pada lahan suboptimal dapat meningkatkan hasil padi 2,05 t/ha,
sehingga peningkatan produksi dari penggunaan varietas unggul 1,78 juta ton. Keuntungan penggunaan varietas unggul dan penerapan tek-nologi budi daya padi pada lahan suboptimal mencapai Rp 6,59 triliun setiap tahun pada tingkat harga pembelian gabah oleh Bulog Rp 3.700/kg. Semua program peningkatan produksi padi nasional menggunakan varietas unggul sebagai komponen utama. Dengan demikian, varietas unggul juga telah berkontribusi nyata dalam peningkatan produksi padi pada lahan suboptimal. Produktivitas padi gogo meningkat dari 2,29 t/ha pada tahun 2000 menjadi 3,34 t/ha pada tahun 2013 dengan peningkatan produksi dari 3,45 juta ton menjadi 4,89 juta ton. Pada periode yang sama, hasil padi sawah meningkat dari 4,63 t/ha menjadi 5,32 t/ha dengan peningkatan produksi dari 49,21 juta ton menjadi 67,39 juta ton. (HMT)
11
Doktor Baru Dua peneliti BB Padi baru saja memperoleh gelar doktor. Mereka kini dituntut untuk mengimplementasikan ilmunya dalam perakitan varietas unggul padi yang sesuai dengan preferensi petani.
B
eberapa peneliti senior di unit kerja penelitian lingkup Puslitbang Tanaman Pangan telah pensiun. Tugas mereka sebagai peneliti tentu perlu diteruskan dan dikembangkan oleh peneliti generasi berikutnya agar siklus penelitian dalam perakitan teknologi tidak terputus di tengah jalan. Badan Litbang Pertanian memberikan prioritas yang tinggi terhadap pengembangan dan peningkatan kemampuan sumber daya peneliti melalui berbagai program pendidikan. Angelita Puji Lestari dan Rini Hermanasari adalah dua peneliti BB Padi yang telah menyelesaikan program pendidikan S3 di IPB baru-baru ini.
Dr Angelita Puji Lestari
termasuk peneliti yang produktif menulis hasil penelitian dan dipublikasikan pada beberapa jurnal nasional dan internasional, antara lain Hayati Journal of Bioscience dan International Journal of Agricultural and Environmental Science.
tenaga honorer di BB Padi setelah lulus dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 1997. Sambil menunggu pengangkatan PNS, Rini melanjutkan studi pada program S2 di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 dan lulus tahun 2006.
Setelah lulus dari program S1 IPB pada tahun 2003, Angelita mulai bekerja sebagai peneliti di BB Padi dan pada tahun 2004 diangkat sebagai CPNS. Pada tahun 2008, Angelita melanjutkan studi pada program S2 di IPB dengan sponsor SEAMEO-SEARCA, Filipina, dan berhasil merai gelar magister pada tahun 2010.
Pada tahun 2011, peneliti asuhan Prof Dr Suwarno ini mendapat kesempatan melanjutkan studi pada program S3 di IPB dan pada tahun 2016 meraih gelar doktor setelah mempertahankan disertasi “Pengembangan Metode Seleksi Padi untuk Kondisi Fosfor Suboptimum”.
Pernikahannya dengan Yudi L.A. Salampessy, Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 2004, telah dikaruniai dua putra (Yusran Mirqalam Ririsow Salampessy dan Manaf Imam Kunuwa Salampessy) dan seorang putri (Malika Nusa Habibah Salampessy).
Menikah dengan Irfan Ferdiansyah, pemuda asal Jakarta pada 19 April 1998, Rini dikaruniai dua orang putri bernama Rifani Adella Ferdianursari yang kini tercatat sebagai siswi kelas 3 SMA di Bogor dan Raihanah Alifah Ferdianursari kelas 3 SD. (RHP/HMT)
Dr Rini Hermanasari
Peneliti BB Padi ini telah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Efektivitas Metode dan Lingkungan Seleksi untuk Menghasilkan Galur Harapan Padi Adaptif terhadap Kondisi Nitrogen Suboptimum” di IPB pada tahun 2016. Berpenampilan sederhana, puteri Pak Fagi (mantan Ka Puslitbang Tanaman Pangan dan Sekretaris Badan Litbang Pertanian) ini
12
Lahir di Bandung 46 tahun yang lalu sebagai anak bungsu dari pasangan Achmad Hidajat dan Iruk Rukaesih, Rini Hermanasari memulai karirnya sebagai Berita Puslitbangtan 63 • Desember 2016