PROGRAM PEMBINAAN KEMANDIRIAN DI LEMBAGA PEMASYRAKATAN TERBUKA KLAS IIB JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial
Oleh: Putri Anisa Yuliani 109054100019
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 19 Februari 2014
Putri Anisa Yuliani
i
ABSTRAK
Putri Anisa Yuliani Program Pembinaan Kemandirian Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta sebagai salah satu lembaga pemerintahan memiliki fungsi untuk membina Narapidana yang selanjutnya disebut dengan Warga Binaan Pemasyarakatan untuk meningkatkan kemandirian baik dari segi kemandirian emosional maupun kemandirian secara ekonomi setelah menyelesaikan masa hukuman pidananya di Lapas. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa pembinaan Narapidana memiliki empat tahap dan Lapas Terbuka berada di tahap ketiga yaitu pembinaan ketika Narapidana telah menjalankan setengah masa pidananya. Dengan kondisinya yang merupakan Lapas Terbuka, Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta memiliki program pembinaan yang khusus serta aturan yang khusus dibandingkan dengan Lapas pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui program pembinaan kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dalam tujuannya meningkatkan kemandirian narapidana serta hambatanhambatan yang ditemuinya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan tujuan menghasilkan penelitian dnegan bentuk penjabaran katakata yang merepresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan selama proses penelitian berlangsung. Teknik pencarian data yang digunakan adalah wawancara, observasi serta studi dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap staf yang berkaitan dengan program pembinaan serta Warga Binaan Pemasyarakatan yang aktif mengikuti program pembinaan. Studi dokumentasi yang didapat peneliti yaitu profil lembaga. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta memiliki program pembinaan kemandirian dan program pengintegrasian ke dalam masyarakat. Program kemandirian antara lain peternakan ayam, budidaya cacing, pertukangan, perikanan. Sedangkan program pengintegrasian ke masyarakat yaitu program bekerja pada pihak ke-3 atau P3. Program-program tersebut berjalan dengan baik namun memiliki hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya yaitu minimnya anggaran dana, kurangnya program, kualitas sumber daya manusia yang kurang, kemauan Warga Binaan Pemasyarakatan yang rendah serta kurangnya mitra kerjasama. Dalam penelitian ini, Warga Binaan Pemasyarakatan yang peneliti wawancarai telah merasakan adanya manfaat dari mengikuti program pembinaan kemandirian dan pengintegrasian ke masyarakat yaitu meningkatnya kepercayaan diri, motivasi, pengaturan diri serta minat untuk berwirausaha dengan bekal keterampilan yang telah didapat selama berada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamiin, Sujud syukur penulis haturkan ke hadirat Allah
yang telah memberikan
rahmat beserta anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Rasulullah yang telah memberikan suri tauladan kepada umatnya untuk selalu bersabar, berikhtiar, dan bertawakal untuk menghadapi segala ujian dan cobaan. Segala kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam melakukan penelitian serta penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat penulis hadapi sendirian tanpa bimbingan dan motivasi dari orang-orang yang terkasih hingga skripsi ini selesai. Oleh karena itu, dalam hal ini pula penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya bagi orang-orang yang telah membantu, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1. Bapak Dr. Arif Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
sekaligus
pembimbing
yang
senantiasa
memberikan
bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis dari awal hingga akhirnya skripsi ini selesai ditulis dan diuji dalam sidang skripsi. 2. Ibu Siti Napsiyah, MSW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial beserta para dosen/staf di lingkungan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. iii
3. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI dan Kepala Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta Bapak Andi Wijaya Rival, Amd,IP, SH, S.Sos, M.Si yang telah memberikan ijin penelitian bagi penulis serta kerja sama dalam proses penelitian skripsi. 4. Bapak Adam Ridwansyah, Amd,IP, SH, M.Si selaku Kasie Registrasi, Bapak Rio Chaidir, Amd,IP, SH selaku Kasubsie Perawatan, Ibu Puji Indrayani selaku staf pembinaan, serta segenap staf di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah bekerja sama dengan baik selama penulis melakukan penelitian di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. 5. Para Warga Binaan Pemasyarakatan yang berada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta yang telah bekerja sama dengan penulis dan memberikan penulis wawasan tentang kehidupan di lembaga pemasyarakatan. 6. Orang tua penulis, Bapak dan Mama yang selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, serta doa yang tidak terputus-putus dalam membesarkan
dan
mendidik
penulis.
Sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan proses pendidikan dan mempersembahkan gelar sarjana ini kepada kalian. 7. Kakak Fitria Iryanti dan adik Reza Yahya Pribadi yang telah mendukung, menemani dalam berdebat dan kasih sayang. Terima kasih. 8. Sahabat tersayang, sehati dan sejiwa yang bertahun-tahun sudah menemani dan selalu mendukung, Septi Harsi Anggraeni (Anggi).
iv
9. Teman-teman baikku Tiwi, Nuri, Mira, Doni, Sandra, Minda yang dengan tawa, canda cerianya selalu menghiasi dan tak pernah bosan memberi dukungan. 10. Keluarga besar UKM Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Batutah (KMPLHK RANITA), khususnya teman-teman angkatan Berpikir, Bersikap, Bertindak (BBB) di Training Dasar (TRADAS) XXI. 11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan yang telah membantu proses skripsi ini. Peneliti tidak mampu memberikan balasan apa-apa atas segala jasa yang telah diberikan dan hanya mampu menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan yang telah diberikan dibalas dengan berkah yang sebesar-besarnya. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi peneliti dan mahasiswa baik dari Jurusan Kesejahteraan Sosial maupun dari jurusan lain di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Februari 2014/Rabiul Awal 1435 Penulis
Putri Anisa Yuliani
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................1 A. Latar Belakang..................................................................................1 B. Perumusan Masalah Dan Pembatasan Masalah ...............................6 1. Pembatasan Masalah ..................................................................6 2. Perumusan Masalah ...................................................................7 C. Tujuan Penelitian ..............................................................................7 D. Manfaat Penelitian ............................................................................7 E. Metodologi Penelitian ......................................................................8 1. Pendekatan Penelitian ................................................................8 2. Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................9 3. Subjek, objek, dan Informan Penelitian .....................................9 4. Sumber Data .............................................................................12 5. Teknik Pengumpulan Data .......................................................13 6. Teknik Analisis Data ................................................................16 7. Teknik Penulisan Data .............................................................17 F. Tinjauan Pustaka ............................................................................18 G. Sistematika Penulisan .....................................................................19
BAB II
LANDASAN TEORI ..........................................................................20 A. Program Pembinaan Kemandirian ..................................................20 1. Pengertian Program. ...................................................................... 20 2. Pembinaan ....................................................................................... 21 a. Pengertian Pembinaan ........................................................21
vi
b. Metode Pembinaan .............................................................27 c. Tujuan, Prinsip, dan Faktor Pelaksanaan Pembinaan Narapidana ............................................................................... 31 d. Tahap Pembinaan Narapidana ............................................38 3. Kemandirian .............................................................................39 a. Pengertian Kemandirian .....................................................39 b. Aspek-aspek Kemandirian..................................................42 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ...............45 d. Ciri-ciri Kemandirian .........................................................47 4. Pemberdayaan Narapidana Dalam Perspektif Kesejahteraan Sosial ........................................................................................49 a. Pengertian Pemberdayaan ..................................................49 b. Konsep Pemberdayaan Narapidana ....................................50 B. Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana, Dan Warga Binaan Pemasyarakatan ..............................................................................54 1. Definisi Lembaga Pemasyarakatan ..........................................54 2. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka .............................55 3. Definisi Narapidana Dan Warga Binaan Pemasyarakatan .......59 4. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan .................................60
BAB III GAMBARAN PROFIL LEMBAGA .................................................63 A. Sejarah Beridirinya Lapas Terbuka Jakarta ....................................63 B. Letak Geografis ...............................................................................64 C. Visi dan Misi Lembaga ...................................................................65 D. Sarana dan Prasarana.......................................................................65 E. Struktur Organisasi .........................................................................67 F. Gambaran SDM/Staf Lapas Terbuka Jakarta ..................................68 G. Kriteria Warga Binaan Pemasyarakatan .........................................70 H. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan ........73 I. Jenis Pembinaan Di Lapas Terbuka Jakarta ....................................75
vii
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS .......................................77 A. Tahapan Pembinaan Kemandirian Di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta ............................................................................................77 1. Orientasi ....................................................................................77 2. Pengarahan ................................................................................78 3. Pelaksanaan ...............................................................................79 B. Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian..............................82 C. Faktor Penghambat Program Pembinaan Kemandirian ................... 92 D. Hasil Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian ...................95
BAB V
PENUTUP ..........................................................................................100 A. Kesimpulan ...................................................................................100 B. Saran ..............................................................................................101
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................102 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................106
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Perbandingan Sistem Penjara ................................................................25
Tabel 2
Data Pegawai Sesuai /Pangkat Golongan dan Jenis Kelamin ...............69
Tabel 3
Persebaran Tingkat Pendidikan Pegawai Lapas Terbuka Jakarta .........69
Tabel 4
Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan ..................................74
Tabel 5
Warga Binaan Pemasyarakatan dan Program yang Diikuti...................83
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian.....................................................................106 Lampiran 2 Surat Pengajuan Pembimbing Skripsi ..............................................112 Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Skripsi .............................................................114 Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian Skripsi .....................................117
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki aturan hukumnya sendiri. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 BAB I tentang Bentuk dan Kedaulatan Pasal 1 butir ke (3) yang menyatakan “Indonesia adalah negara hukum.” Setiap penduduk, siapapun ia, apapun kedudukannya juga memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 BAB X tentang Warga Negara dan Penduduk Pasal 27 butir (1) yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dalam sistem hukum Indonesia, seseorang yang berbuat kesalahan yang dapat merugikan orang lain dapat ditindak dalam hukum pidana. Selanjutnya jika orang tersebut telah divonis dan dijatuhi hukuman kurungan penjara oleh hakim di pengadilan, maka orang tersebut naik statusnya penjadi terpidana dan akan menjadi narapidana ketika ia telah memasuki lembaga pemasyarakatan. Pembinaan narapidana secara kelembagaan dalam sejarah di Indonesia, dimulai sejak jaman Pemerintahan Kolonial Belanda dengan peraturan pemerintah tanggal 10 Desember 1917, stbl. 1917 No.708 yang dikenal dengan sebutan Gestichten Reglement. Saat itu penjara sebagai pembalasan, pola ini dipertahankan hingga tahun 1963. Pola ini mengalami pembaharuan
1
2
sejak dikenal sistem pemasyarakatan yang dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat.1 Istilah pemasyarakatan diperkenalkan pertama kali oleh Sahardjo pada tahun 1963, Sahardjo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman di dalam pidato pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa (DR HC) dari Universitas Indonesia, mengganti istilah penjara dengan “pemasyarakatan”, dengan karakteristik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman.2 Istilah Lembaga Pemasyarakatan digunakan secara resmi sejak tanggal 27 April 1964 bersamaan
dengan
berubahnya
sistem
kepenjaraan
menjadi
sistem
pemasyarakatan.3 Di dalam lembaga pemasyarakatan seorang narapidana dibina dan diarahkan agar ketika selesai menjalani masa tahanannya dan bergabung kembali ke dalam lingkungan masyarakat, ia dapat menjadi anggota masyarakat kembali dengan lebih baik dan tidak mengulangi kesalahannya. Karena fungsi lembaga pemasyarakatan itu sendiri adalah menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.4
1
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana (Buku Ketiga), (Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi UI, 2007), h. 85. 2 Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 25. 3 Ibid, h. 37. 4 Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang Ketentuan Umum pasal 3.
3
Lembaga pemasyarakatan yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang dinaungi oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) saat ini jumlahnya ada 457 Unit Pelaksana Teknis (UPT) dengan total jumlah narapidana maupun tahanan yang berada di dalamnya sebanyak 154.213 orang dan tersebar di di 33 provinsi di seluruh Indonesia.5 Sebagai fungsinya yang telah disebutkan di atas bahwa lembaga pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Maka di dalam lembaga pemasyarakatan, WBP mendapat pembinaan dan pemberdayaan sehingga dapat kembali berpartisipasi dalam pembangunan di
dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dapat
meningkatkan taraf hidupnya serta meningkatkan kesejahteraan hidup yang dimilikinya serta orang-orang yang ada di sekitarnya. Sistem pemasyarakatan sebagai pelaksanaan pidana penjara, berpegang pada asumsi bahwa arti pemasyarakatan adalah memasyarakatkan kembali narapidana sehingga menjadi warga baik dan berguna atau healthy reentry into the community, yang pada hakikatnya adalah resosialisasi.6 Oleh karena itu, keberhasilan pembinaan pelaku tindak pidana tidak dimulai sejak dia
5
Data diperoleh dari website http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly pada hari Kamis, 12 September 2013. Data jumlah narapidana dan tahanan selalu diperbaharui setiap hari melalui pesan singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia. 6 Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum, (Bandung : Alumni, 1982), h. 30.
4
masuk pintu gerbang lembaga pemasyarakatan, tetapi bahkan pengalaman sejak diperiksa oleh polisi akan mempengaruhi keberhasilan resosialisasi.7 Maka berdasarkan Surat Edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No. Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat tahap yaitu:8 1. Tahap Keamanan Maksimal sampai batas 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaan ini merupakan tahap awal pengenalan lingkungan yang dilakukan sejak diterimanya narapidana sekurangkurangnya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Dalam tahap ini pembinaannya di dalam Lapas dengan tingkat pengamanannya maksimum (maximum security). 2. Tahap Keamanan menengah sampai batas 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaan tahap lanjutan lebih dari 1/3 sampai dengan ½ masa tahanan yang sebenarnya, dan dievaluasi perkembangannya. Apabila menurut penilaian Tim Pengamat Pemasyarakatan, narapidana menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin, dan patuh pada tata tertib yang berlaku maka kepada narapidana diberikan lebih banyak kebebasan di dalam lapas dengan pengamanan medium (medium security). 3. Tahap Keamanan minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya.
7
Dalam
tahap
ini
diharapkan
narapidana
sudah
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang : Badan Penerbit Undip,1995),
h. 80. 8
Dipertegas dalam Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
5
menunjukkan kemajuan positif baik mental maupun spiritual serta keterampilan lainnya, dan yang paling penting telah siap untuk berasimilasi dengan masyarakat. 4. Tahap integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa pidananya. Sebagai tahap terakhir diharapkan narapidana benarbenar siap kembali ke masyarakat menjelang bebas, atau Pembebasan Bersyarat (PB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB). Maka dalam rangka resosialisasi pelaku tindak pidana, bagi narapidana yang telah mencapai tahap pembinaan ketiga dinggap perlu berasimilasi dengan masyarakat dan dapat di tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka (Lapas Terbuka), sambil menunggu masa pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas. Di dalam Lapas Terbuka pun memiliki programprogram pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak terdapatnya aturan Maximum Security tetapi yang ada adalah Minimum Security, dimana keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat seperti Lapas pada umumnya. Hal ini diterapkan karena Lapas Terbuka diperuntukkan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani hukum pidana sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiirng dengan tujuan pendirian Lapas Terbuka yaitu menjadi lembaga asimilasi bagi Narapidana agar dapat berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat sebelum masa
6
pidananya
selesai.
Seiring
dengan
asimilasi
yang dilakukan
untuk
meningkatkan rasa percaya diri Narapidana agar dapat kembali menyatu dan dapat diterima sebagai warga yang bertanggung jawab sesuai dengan amanat dan tujuan sistem pemasyarakatan yang terdapat di dalam Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 2 Bab I Ketentuan Umum yang berbunyi “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.” Oleh karena itu, berdasarkan paparan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Program Pembinaan Kemandirian Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB Jakarta”.
B. Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan masalah agar peneliti fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya. Dari uraian latar belakang yang telah peneliti paparkan di sub bab latar belakang sebelumnya, maka peneliti membatasi objek permasalahan yang akan diteliti yaitu program pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta.
7
2. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan permasalahannya yaitu: 1. Bagaimanakah
program
pembinaan
kemandirian
di
Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta? 2. Apa saja hambatan yang dihadapi oleh Lapas Terbuka Jakarta dalam menyelenggarakan program pembinaan kemandirian?
C. Tujuan Penelitian Adapaun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk
mengetahui
proses
pelaksanaan
program
pembinaan
kemandirian yang diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Klas IIB Jakarta. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Lapas Terbuka Jakarta dalam menyelenggarakan program pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam studi tentang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka. 2. Secara praktis, hasil penelitian yang berfokus pada program pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran
8
bagi
mahasiswa
mempelajari
Program
bidang
Studi
program
Kesejahteraan
pembinaan
di
Sosial
dalam
dalam
Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.9 Miles and Huberman berpendapat bahwa metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.10 Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti ingin mendeskpripsikan, memperoleh gambaran nyata, dan menggali informasi yang jelas mengenai program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta.
9
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 4. 10 Basrowi dan Sudikin, Metodologi Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya: Insan Cendikia, 2002), h. 2.
9
2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti dalam mencari informasi dan data-data terkait dengan objek penelitian adalah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta. Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta terletak di dalam kompleks Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM yang berada di Jalan Raya Gandul Cinere, Jakarta Selatan. b. Waktu Penelitian Waktu penelitian terhitung sejak proposal skripsi ini dibuat hingga skripsi ini selesai ditulis yaitu sejak bulan September 2013 hingga bulan Januari 2014. Dalam usaha pencarian data di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Terbuka
Kelas
IIB Jakarta, peneliti
melakukan riset berupa wawancara, observasi serta studi dokumentasi selama kurang lebih dua bulan yaitu sejak bulan November hingga bulan Desember 2013.
3. Subjek, Informan, dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini dipilih secara sengaja. Karena peneliti bertujuan memilih informan yang sesuai dengan data yang ditujukan untuk didapatkannya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Maka dari itu, informan yang dipilih oleh peneliti adalah staf yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta serta beberapa
10
narapidana yang menjalankan masa pemasyarakatannya di Lapas tersebut sebagai penerima manfaat dari program pembinaan kemandirian. Staf yang dipilih untuk menjadi Informan yaitu staf bidang perawatan, pembinaan, kepegawaian dan registrasi. Dua orang staf bidang perawatan dan pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta dipilih untuk menjadi informan dalam hal menggali data-data mengenai program pembinaan dan pelaksanaannya.
Sedangkan
untuk
memperoleh
data-data
seputar
kepegawaian, peneliti memperolehnya dari staf bidang kepegawaian. Untuk memperoleh data mengenai Warga Binaan Masyarakat, peneliti memperoleh data dari Kepala Seksi (Kasi) Registrasi. Dalam proses pemilihan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sebagai informan, peneliti melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan staf bidang pembinaan dan perawatan mengenai mana WBP yang memenuhi kriteria agar cocok untuk dijadikan informan bagi peneliti. Karena kedua staf tersebut yang paling mengetahui dan dapat memberikan informasi penting mengenai WBP mana saja yang saat proses penelitian ini berlangsung, sedang melaksanakan program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta. Pada saat proses penelitian berlangsung yaitu bulan November hingga bulan Desember, program yang akan berjalan adalah program budidaya cacing. Sedangkan program-program yang sudah berjalan adalah program peternakan ayam broiler, perikanan, pertukangan, dan P3 atau bekerja pada pihak ke-3. Program pertanian ditiadakan karena Lapas Terbuka Jakarta akan memfokuskan lahan yang dijadikan lahan pertanian menjadi
11
kolam-kolam ikan untuk pengembangan program budidaya ikan lele. Budidaya cacing telah berjalan sejak periode bulan November 2013, dan program budidaya ikan lele akan mulai berjalan kembali pada periode tahun depan.11 Karena alasan tersebutlah peneliti hanya memilih WBP yang mengikuti program peternakan ayam broiler, perikanan, budidaya cacing, serta P3 sebagai informan dalam penelitian ini. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian, ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal, sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya informan tersebut dapat memberikan pandangan dari segi orang
dalam
tentang
nilai-nilai,
sikap,
bangunan,
proses
dan
kebudayaannya yang menjadi latar penelitian tersebut.12 Karena kelebihan informan dibanding responden ialah informan tidak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan seorang peneliti tetapi juga memberikan informasi-informasi yang sekiranya penting dan dapat membantu proses penelitian. Sedangkan
objek
penelitian
ini
adalah
program
pembinaan
kemandirian di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta. Program ini diselenggarakan oleh Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta.
11
Berdasarkan keterangan dari staf bidang pembinaan yang dipaparkan pada hari Senin, 25 November 2013 di Lapas Terbuka Jakarta. 12 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 112.
12
4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah sumber subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data terdiri dari dua macam yaitu data primer dan data sekunder.13 a. Data Primer Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh melalui observasi lokasi penelitian yaitu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta dan wawancara yang akan dilakukan terhadap staf lembaga pemasyarakatan serta Warga Binaan Pemasyarakatan
yang sedang menjalani masa
pemasyarakatan di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung atau data tersebut sebelumnya telah dihimpun oleh para peneliti atau subjek-subjek pengumpul data untuk tujuan tertentu. Data tersebut kemudian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas atau masyarakat dari kalangan tertentu sebagai sumber sekunder dalam penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumendokumen atau arsip mengenai Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta serta dokumen mengenai program pembinaan kemandirian di lapas tersebut.
13
Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1991), h.91.
13
5. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan seorang peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan. Dengan metode pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan pencapaian pemecahan masalah secara valid dan terpercaya yang akhirnya akan memungkinkan dirumuskannya generalisasi yang obyektif.14 Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu: a. Observasi Observasi yaitu pengamatan terhadap suatu kejadian atau peristiwa dengan cara melihat dan mendengar dalam rangka untuk memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial selama beberapa waktu peneliti tanpa harus mempengaruhi terhadap fenomena yang sedang diteliti.15 Dalam penelitian ini peneliti melaksanakan observasi dengan langsung mendatangi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta. Observasi di lakukan sebanyak lima kali yang diantaranya berlangsung sejak pagi hingga siang hari. Observasi yang peneliti lakukan bertujuan untuk mengamati kegiatan para Warga Binaan Pemasyaratan serta para petugas yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta. b. Wawancara Wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu wawancara tidak berstruktur. Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara bebas
14
Prof. Dr. Hadari Nawawi, Metode penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), h.13. 15 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian, Sosial Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 5.
14
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun sistematis. Sedangkan untuk memperoleh data lebih lanjut, wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara semistruktur. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan pihak yang diwawancara dapat lebih terbuka mengenai informasi yang ditanyakan.16 Peneliti melakukan wawancara yaitu pada: 1) Tanggal 20 November 2013 Wawancara ini adalah wawancara tahap awal yang peneliti lakukan dalam rangka memperoleh gambaran umum mengenai Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta serta program-program pembinaan yang ada di Lapas tersebut. Narasumber dari wawancara ini adalah staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) Ibu Puji Indrayani dan Kasubsie Perawatan Bapak Rio Chaidir. 2) Tanggal 11 Desember 2013 Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui
lebih
dalam
proses
pelaksanaan
pembinaan
kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta. 3) Tanggal 20 Desember 2013 Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Bapak Iwan selaku staf Bidang Giatja. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui
16
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD, (Bandung: Alfabeta, 2008) h. 235.
15
lebih dalam proses pelaksanaan pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta. 4) Tanggal 6 Januari 2014 Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Giatja. Wawancara ini dilakukan guna mengetahui
lebih
dalam
proses
pelaksanaan
pembinaan
kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta. Selain itu pada wawancara tersebut, Ibu Puji Indrayani juga memberikan informasi mengenai siapa saja Warga Binaan Pemasyarakatan yang cocok untuk dijadikan informan dalam penelitian tersebut. WBP dipilih berdasarkan keaktifan mereka mengikuti program pembinaan selama berada di Lapar Terbuka Klas IIB Jakarta. Setelah mendapatkan nama-nama WBP yang ditetapkan sebagai informan, peneliti menemui Kasubsie Registrasi untuk mengetahui data-data WBP tersebut serta mengurus prosedur agar dapat mewawancarai WBP. 5) Tanggal 9 dan 12 Januari 2014 Peneliti melakukan wawancara dengan WBP yang telah ditetapkan sebagai informan penelitian untuk mengetahui bagaimana mereka menjalani program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. c. Studi Dokumentasi Dokumentasi yaitu dalam suatu penelitian merupakan sumber data yang didapat dari dokumen ini merupakan suatu proses melihat
16
kembali sumber data dari dokumen yang ada seperti catatan pribadi, surat kabar, majalah dan hasil penelitian dan agenda. Sumber dokumentasi peneliti dalam penelitian ini adalah Profil Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta yang peneliti peroleh dari Kasi Registrasi dalam bentuk softcopy.
6. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaanyaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. a. Proses Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang manual dari catatan-catatan dilapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan (acapkali tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,
membuat
partisi,
membuat
memo).
Reduksi
data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
17
b. Penyajian Data Merupakan
sekumpulan informasi
tersusun
yang
memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. c. Menarik Kesimpulan Memulai dengan mencari arti benda, mencatat keteraturan, polapola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi.17 Proses penarikan kesimpulan dalam penelitian berdasarkan data-data yang diperoleh selama proses penelitian yang juga mengacu pada perumusan masalah yaitu pertanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti. Karena kesimpulan dari hasil penelitian akan menjawab pertanyaan penelitian itu sendiri.
7. Teknik Penulisan Teknik penulisan dan translasi penulisan dalam penelitian ini berpegang pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh Tim Pusat Peningkatan Jaminan Mutu atau Centre of Quality Development and Assurance (CeQDA) yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
17
Matthew Miles dan Michael A. Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 14.
18
F. Tinjauan Pustaka Penulisan skripsi mengenai program pemberian keterampilan yang ada di lembaga pemasyarakatan telah beberapa kali dibuat oleh mahasiswa/i Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun, masing-masing dari skripsi tersebut memiliki perbedaan dalam tema yang diambil. Skripsi
karya
Siti
Nuraliyah
mahasiswi
Jurusan
Pengembangan
Masyarakat Islam melakukan penelitian skripsi berjudul Evaluasi Program Pelatihan Menyulam Di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Wanita Tangerang. Skripsi tersebut selesai pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun yang sama skripsi lainnya karya Fahrur Rohman mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam juga mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan dengan judul Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang S1 Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, Jakarta. Kedua skripsi tersebut meiliki persamaan dalam pengambilan judul yang diambil penulis yaitu sama-sama mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan walaupun di Lembaga Pemasyarakatan yang berbeda. Letak perbedaan kedua skripsi tersebut dengan judul yang diambil oleh penulis yaitu tema
yang
diambi
penulis
adalah
mengenai
kewirausahaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.
program
pembinaan
19
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini akan dibagi dalam 5 bab yaitu: BAB I
Membahas pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, metode penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan dan perumusan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II
Kerangka pemikiran yang berisikan teori-teori yang dijadikan peneliti sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian sejak pengumpulan data, penyaringan data hingga analisis data.
BAB III Gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB
Jakarta
dan
gambaran
program-program
pembinaan
kewirausahaan yang dimiliki. BAB IV Merupakan hasil analisis data yaitu berisikan analisis peneliti mengenai program pembinaan kewirausahaan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta serta hasil wawancara peneliti yang dilakukan kepada narapidana di lembaga tersebut sebagai penerima manfaat. BAB V
Bab ini berisikan kesimpulan mengenai hasil penelitian serta saran dan rekomendasi bagi perusahaan maupun lembaga jurusan dimana peneliti menempuh pendidikan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Program Pembinaan Kemandirian 1. Pengertian Program Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai: 1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai. 2.
Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.
3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan. 5. Strategi pelaksanaan. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan. “A programme is collection of interrelated project designed to harmonize and integrated various action an activities for achieving averral policy abjectives” (suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang saling berhubungan dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan terintegrasi untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan.)
20
21
Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu: 1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program. 2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran. 3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik. Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik.1
2. Pembinaan a. Pengertian Pembinaan Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an, yang berarti bangun atau bangunan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembinaan berarti membina, memperbaharui, atau proses, perbuatan, cara membina, usaha, tindakan, dan kegiatan yang 1
Charles O. Jones, An Introduction to the Study of Public Policy, (Brooks: Cole Publishing Company, 1996), h. 295.
22
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Mangunhardjana, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari halhal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif.2 Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan merupakan suatu proses kegiatan dan proses mempelajari hal-hal baru yang berguna untuk mencapai tujuan dan hasil yang lebih baik bagi orang yang dibina dan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Proses pembinaan ini erat kaitannya dengan wawasan yang bersifat praktik seperti keterampilan yang dapat digunakan untuk memperoleh mata pencaharian. Menurut
Undang-Undang
No.
12
tahun
1995
tentang
Pemasyarakatan Bab I tentang Ketentuan Umum pasal 1 butir kelima, Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan. Sedangkan pengertian pembinaan terdapat di dalam Peraturan Pemerintah no. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Letak Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Bab
2
A. Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Jakarta : Kanisius, 1989), h. 12.
23
I tentang Ketentuan Umum pasal 1 butir kedua yaitu pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, dan prilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Pengertian narapidana yaitu terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas, pembinaan adalah suatu proses untuk memperbaharui,
meningkatkan,
mengembangkan
pengetahuan
seseorang terhadap suatu bidang ilmu ataupun keterampilan untuk mencapai suatu tujuan yakni memperoleh hasil yang lebih baik. Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika dalam Konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang, tanggal 27 april 1964, Dr. Sahardjo S.H melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan.3 Gagasan Sahardjo kemudian dirumuskan dalam konferensi Dinas Kepenjaraan tersebut,
dalam sepuluh prinsip pembinaan dan
bimbingan bagi narapidana. Prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan adalah: 1. Orang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.
3
C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 1.
24
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilaang kemerdekaan. 10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Kesemua prinsip-prinsip bimbingan dan pembinaan narapidana lebih dikenal sebagai Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan. Ada tiga hal
25
yang dapat ditarik dari kesepuluh prinsip-prinsip pemasyarakatan, yaitu: tujuan, proses dan pelaksanaan pidana penjara di Indonesia. 4 Pembinaan narapidana sebagai suatu sistem memiliki beberapa komponen yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. Sedikitnya ada empat belas komponen dengan masing-masing komponen dari 3 era sistem lembaga pemasyarakatan yang terdapat di dalam tabel di bawah ini. Tabel 15 Perbandingan Sistem Penjara dan Sistem Pemasyarakatan No .
Kepenjaraan
Pemasyarakatan
Pemasyarakatan Baru
1. 2.
Komponen Filsafat Dasar Hukum
Liberal Gestichten Reglemen
Pancasila Undang-Undang Pemasyarakatan
3.
Tujuan
Penjeraan
Pancasila Gestichten Reglemen dengan perubahannya Pembinaan dengan tahap Admisi/Orientasi/Pe mbinaan, Asimilasi
4.
Pendekatan Sistem Klasifikasi
Security Approach Maximum Security
6.
Pendekatan Klasifikasi
Maximum Security
7.
Perlakuan Narapidana Orientasi Pembinaan
Obyek
Sistem
5.
8.
4
5
Security Approach
Meningkatkan kesadaran narapidana (conciousness) dengan tahap intropeksi, motivasi dan self development Conciousness Approach
Maximum Security, Medium Security, Minimum Security Maximum Security, Medium Security, Minimum Security Subyek
High Conciousness, Conciousness, Conciousness High Conciousness, Conciousness, Conciousness Subyek/Obyek
Top Down Top Down Approach Approach
Bottom Up Approach
C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h.3. C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h 7.
Half Low Half Low
26
9.
Sifat Pembinaan
Eksploitasi
10.
Remisi
Anugerah (1917-1949)
11.
Bentuk bangunan
Penjara
12.
Narapidana
Dibiarkan/tida k diberikan bimbingan, pembinaan
13.
Keluarga
14.
Pembina/pe merintah
Kurang diberi kesempatan untuk ikut membina, kepenjaraan tidak terbuka sifatnya. Peran keluarga diabaikan dalam ikut serta membina naraidana Ditekankan untuk membuat jera narapidana sehingga tidak melakukan tindak pidana lagi. Karena jera masuk penjara.
Melatih bekerja
Mandiri/percaya diri dapat mengembangkan kemampuan diri/pengembangan sumber daya manusia Hak (1950-1986) Hak dan kewajiban (1987 sampai dengan ada perubahan) Penjara (bangunan Perlu dirancang secara lama), bangunan khusus baru belum sepenuhnya mencerminkan LP Diberikan Dikenalkan dirinya bimbingan/pembinaa sendiri, diberikan teknik n motivasi diri sendiri/self development, pengembangan sumber daya manusia. Diberi kesempatan Kesempatan penuh, untuk ikut membina keluarga diberi tahu tahap (cuti dan lain-lain) pembinaan yang dilakukan oleh LP bagi narapidana. Perkembangan kesadaran narapidana yang masih saudaranya.
Sebagai pembina, mengarahkan pidana untuk setidaktidaknya tak akan melakukan tindak pidana lagi stelah keluar dari LP
Panutan. Sepanjang petugas LP tidak mampu menjadi penautan, sebaiknya mundur saja dari tugasnya. Petugas LP harus mempunyai kemampuan memotivasi para narapidana dan mengembangkan kepribadian/diri secara uuth. Harus selalu berpikir secara positif dan konstruktif.
27
Dari tabel 1 dapat dilihat berbagai macam komponen yang ada dalam sistem pembinaan narapidana. Perbandingan ketiganya menampakkan kemana arah pembinaan narapidana akan dibawa. Pada sistem pertama yaitu kepenjaraan, narapidana diperlakukan seperti layaknya penjahat yang dikekang
kebebasannya
dengan
pengamanan
tingkat
maksimum
(maximum security) dan tidak diberi pembinaan. Sehingga orientasi sistem ini lebih kepada pemberian efek jera. Selain itu, remisi merupakan hadiah atau anugerah yang diberikan oleh pemerintah yang sifatnya sangat langka. Di era sistem pemasyarakatan dapat disimpulkan bahwa ada perubahan dalam sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan yang dimulai ketika Konferensi Dinas Kepenjaraan pada tahun 1964 yang dicetuskan oleh Dr. Sahardjo S.H. sama seperti sistem pemasyarakatan baru,
sistem
pemasyarakatan
memiliki
klasifikasi
lembaga
pemasyarakatan yang memiliki tingkat keamanan berbeda yaitu Maximum Security, Medium Security dan Minimum Security. Letak perbedaannya adalah pada sistem pembinaan dan orientasi pembinaan. Pembinaan pada sistem pemasyarakatan baru memiliki tujuan untuk membina tidak hanya keterampilan tetapi juga kesadaran narapidana akan eksistensinya sebagai manusia agar narapidana tidak canggung ketika kembali kepada masyarakat.6
6
C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h. 10.
28
b. Metode Pembinaan Metode pembinaan merupakan cara dalam penyampaian materi pembinaan agar efektif dan efisien diterima oleh narapidana, baik perubahan dalam berpikir, bertindak atau bertingkah laku. Berdasarkan kebutuhan narapidana, metode pembinaan dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Pendekatan dari atas (Top Down Approach) Dalam metode ini, materi pembinaan berasal dari pembina, atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas. Narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. Pembinaan dari atas dipilihkan materi yang umum seperti pendekatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan berbangsa dan bernegara atau pengetahuan umum lainnya yang berguna setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan pengetahuan khusus yaitu pemberian keterampilan. Pembinaan dari atas harus memperhatikan faktor situasi, artinya pembina harus mampu mengubah situasi yang berada dalam sebuah pembinaan, menjadi sebuah situasi yang disukai dan disepakati oleh peserta pembinaan sehingga mampu menghilangkan kendala situasi pribadi. Semua narapidana yang ikut dalam pembinaan tersebut akan terikat oleh situasi pembinaan. Keterikatan tersebut akan
29
sangat berguna karena secara penuh dan semangat yang sama ikut berperan dalam upaya pembinaan diri sendiri. 2. Pendekatan dari bawah (Bottom Up Approach) Pendekatan dari bawah merupakan suatu cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap narapidana mempunyai kebutuhan belajar yang sama, minat belajar yang sama. Semua sangat tergantung dari pribadi narapidana sendiri, dan fasilitas pembinaan yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan narapidana dengan pendekatan dari bawah membawa konsekuensi yang tinggi bagi para pembina, karena pihak pembina harus mampu menyediakan sarana dan prasarana bagi tercapainya tujuan pembinaan. Macam pembinaan akan menjadi beragam namun, jika fasilitas dan sarana tidak memadai atau tidak ada maka kebutuhan belajar dan kebutuhan pembinaan akan dibatasi oleh fasilitas dan sarana yang ada. Selain dua pendekatan di atas, ada pula metode pembinaan perorangan (individu) dan kelompok. 1. Metode pembinaan perorangan (Individual) Metode pembinaan perorangan dibagi menjadi dua yaitu: a. Dari dalam diri Kemauan untuk membina diri sendiri dapat muncul dari dalam diri sendiri. Munculnya kemauan untuk membina diri sendiri setelah
30
seseorang mengenal diri sendiri. Dapat terjadi seorang narapidana yang telah mengenal diri sendiri tidak memiliki kemauan untuk membina diri. Semua terjadi apabila pengenalan diri tidak disertai dengan motivasi untuk merubah diri. Pembinaan dan pendidikan dengan orientasi kebutuhan tenaga kerja bagi masyarakat, atau usaha kewirausahaan akan membangkitkan narapidana untuk membina diri sendiri sesuai dengan tujuan hidupnya, sesuai dengan cita-citanya. b. Dari luar diri Pembinaan dari luar diri dapat berupa pembinaan seara umum seperti kesadaran hukum, pendekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pengamalan Pancasila dan lain sebagainya. Sedangkan pembinaan secara khusus yaitu keterampilan, konsultasi psikologi, dan lain-lain. Pembinaan dari luar didasari atas analisa pribadi seorang narapidana. Jadi kebutuhan pembinn ditentukan oleh pembina. Pembinaan dari luar diri dapat berupa kursus-kursus keterampilan secara tertulis misalnya kursus bahas asing, kuliah di universitas, dan lain-lain. Lembaga pemasyarakatan dapat bekerja sama dengan lembaga yang ada jika memang tidak ada sarana atau fasilitas yang mendukung di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri.
31
2. Metode Pembinaan Perkelompok Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, simulasi, permainan peran, atau pembentukan tim (team building). Dalam pembentukan tim, semua anggota tim harus ikut aktif ambil bagian dalam terbentuknya suatu tim yang tangguh. Dalam pembinaan Narapidana untuk mencapai hasil yang maksimal, Narapidana dapat menyusun pembinaan bagi diri sendiri, baik secara diri sendiri maupun perkelompok. Dalam pembinaan secara kelompok, Narapidana harus diajak untuk memahami arti nilainilai positif yang ada di dalam masyarakat atau di kelompok, untuk dijadikan bahan pembinaan secara kelompok. Karena setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana akan berbaur lagi dengan masyarakat atau kelompok (keluarga), sehingga nilai positif yang tumbuh dalam keluarga, kelompok, masyarakat akan sangat berguna bagi
pemahaman
hidup
bermayarakat,
hidup
dalam
saling
ketergantungan.
c. Tujuan,
Prinsip,
dan
Faktor
Pelaksanaan
Pembinaan
Narapidana Perkembangan tujuan pembinaan bagi narapidana berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Pada awalnya, pidana penjara digunakan sebagai pembalasan dendam dari masyarakat yang dirugikan oleh pelaku tindak pidana. Perkembangan selanjutnya, seiring perubahan
32
sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan, tujuan pidana tidak lagi menjadi pembalasan dendam tetapi dibina untuk kemudian dimasyarakatkan. Di Indonesia, tujuan pemidanaan tertuang dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana tahun 2002 Bab III tentang Pemidanaan, Pidana dan Tindakan pasal 50 ayat (1) yaitu: a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. b) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berharga. c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. d) Membebaskan rasa bersalah dari diri terpidana. Dari uraian tujuan pemidanaan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan. Tujuan tersebut dapat dibagi menjadi tiga hal yaitu: 1) Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana. 2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negaranya.
33
3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapat kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.7 Karena memiliki spesifikasi tertentu, maka dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang. Membina narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan narapidana. Prinsip-prinsip paling mendasar kemudian dinamakan prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam pembinaan narapidana, yaitu:8 1) Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. 2) Keluarga 3) Masyarakat 4) Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat. Dalam melaksanakan pembinaan di lingkungan Lapas terdapat faktor- faktor yang perlu mendapat perhatian karena dapat berfungsi sebagai faktor pendukung dan dapat pula menjadi faktor penghambat. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain : 1) Pola dan tata letak bangunan. Pola dan tata letak bangunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PL.01.01 Tahun 1985 tanggal 11 April 1985 tentang Pola Bangunan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara perlu diwujudkan,
7 8
C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h. 47. Ibid, h. 51.
34
karena pola dan tata letak bangunan merupakan faktor yang penting guna mendukung pembinaan, sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. 2) Struktur Organisasi. Mekanisme kerja, khususnya hubungan dan jalur-jalur perintah atau komando dan staf hendaknya mampu dilaksanakan secara berdaya guna agar pelaksanaan tugas di setiap unit kerja berjalan dengan lancar. Setiap petugas harus mengerti dan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing. Namun demikian, disiplin dan
penerapan struktur organisasi
hendaknya tidak menjadikan tugas-tugas menjadi lamban apabila sampai terlambat. Dengan perkataan lain struktur organisasi tidak boleh menjadi faktor penghambat, sehingga harus diperlakukan secara luwes, sepanjang tidak melanggar ketentuan yang ada. 3) Kepemimpinan Kalapas Kepemimpinan Kalapas akan mampu menjadi faktor pendukung apabila
kepemimpinannya
mampu
mendorong
motivasi
kerja
bawahan, membina dan memantapkan disiplin, tanggung jawab dan kerjasama serta kegairahan bekerja. Demikian juga kemampuan profesional dan integritas moral Kalapas sangat dituntut agar kepemimpinannya dapat menjadi faktor pendukung sekaligus menjadi teladan.
35
4) Kualitas dan kuantitas Petugas. Haruslah selalu diusahakan agar kualitas petugas dapat mampu menjawab tantangan tantangan dan masalah-masalah yang selalu ada daln muncul di lingkungan Lapas disamping penguasaan terhadap tugas-tugas rutin. Kekurangan dalam kualitas atau jumlah petugas hendaknya
dapat
pengorganisasian
diatasi yang
dengan
rapih,
peningkatan
sehingga
tidak
kualitas menjadi
dan faktor
penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi pembinaan dan keamanan atau ketertiban. 5) Manajemen. Hal ini berkaitan erat dengan mutu kepemimpinan, struktur organisasi dan kemampuan atau keterampilan pengelolaan (managerial skill) dari pucuk pimpinan maupun staf sehingga pengelolaan administrasi di lingkungan Lapas dapat berjalan tertib dan lancar. Dalam kaitan ini perlu dikaji terus menerus mengenai tipe manajemen pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia. 6) Kesejahteraan Petugas. Disadari
sepenuhnya
bahwa
faktor
kesejahteraan
petugas
pemasyarakatan memang masih memprihatinkan, namun faktor kesejahteraan ini tidak boleh menjadi faktor yang menyebabkan lemahnya pembinaan dan keamanan atau ketertiban.
36
7) Sarana dan Fasilitas Pembinaan Kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumiah maupun mutu telah menjadi penghambat pembinaan bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan atau ketertiban. Adalah menjadi tugas dan kewajiban bagi Kalapas untuk memelihara dan merawat semua sarana dan fasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal. 8) Anggaran Sekalipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan seluruh program pembinaan, namun hendaklah diusahakan memanfaatkan anggaran yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna. 9) Sumber daya alam Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan konsep pemasyarakatan terbuka dan produktif, maka sumber daya alam merupakan salah satu faktor pendukung. Namun demikian, tanpa sumber daya alam pun pembinaan tetap harus dapat berjalan dengan memanfaatkan sarana dan fasilitas-fasilitas yang ada. 10) Kualitas dan Ragam Program Pembinaan Kualitas bentuk-bentuk program pembinaan tidak semata-mata ditentukan oleh anggaran ataupun sarana dan fasilitas yang tersedia. Diperlukan program-program kreatif tetapi murah dan mudah serta memiliki dampak edukatif yang optimal bagi warga binaan pemasyarakatan.
37
11) Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan pemasyarakatan. Dalam hal ini para petugas dituntut untuk mampu mengenal masalah-masalah
lain
yang
berkaitan
dengan
warga
binaan
pemasyarakatan agar dapat mengatasinya dengan tepat. Umumnya masalah itu berkisar pada : a) Sikap acuh tak acuh keluarga napi, karena masih ada keluarga napi yang bersangkutan tidak memperhatikan lagi nasib napi tersebut. b) Partisipasi masyarakat yang masih perlu juga ditingkatkan karena masih didapati kenyataan sebagian anggota masyarakat masih enggan menerima kembali bekas napi. c) Kerjasama dengan instansi (badan) tertentu baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung masih perlu ditingkatkan juga, karena masih ada diantaranya yang belum terketuk hatinya untuk membina kerjasama. d) Informasi dan pemberitaan-pemberitaan yang tidak seimbang, bahwa cenderung selalu mendiskreditkan Lapas sehingga dapat merusak citra Pemasyarakatan di mata umum. Dengan mengenali faktor-faktor tersebut baik yang ada di dalam lingkungan Lapas maupun dari luar, maka diharapkan pembinaan yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan lebih baik.9
9
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 02-Pk.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Bab V tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembinaan.
38
d. Tahap Pembinaan Narapidana Seperti yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya bahwa pembinaan adalah suatu kegiatan yang memiliki proses. Maka, pembinaan memiliki tahap-tahap dalam menjalankannya. Tahap-tahap pembinaan dalam konteks pembinaan narapidana dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu:10 a. Tahap
awal
yaitu
bagi
Narapidana
dimulai
sejak
yang
bersangkutan berstatus sebagai Narapidana sampai dengan 1/3 (satu per tiga) dari masa pidana. Pembinaan narapidana pada tahap awal ini meliputi: 1. Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan. 2. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; 3. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan 4. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal. b. Tahap lanjutan yaitu tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu per dua) dari masa pidana; dan tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana. Tahap lanjutan ini meliputi:
10
Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Bab II Pembinaan Bagian Kesatu Narapidana pasal 7 ayat (2) kemudian diperjelas di dalam pasal 9 dan pasal 10.
39
1. perencanaan program pembinaan lanjutan; 2. pelaksanaan program pembinaan lanjutan; 3. penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan 4. perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. c. Pembinaan tahap akhir yaitu dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir ini meliputi: 1. perencanaan program integrasi; 2. pelaksanaan program integrasi; dan 3. pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
3. Kemandirian a. Pengertian Kemandirian Istilah kemandirian sering disebut dengan autonomy atau independency. Autonomy merupakan suatu tendensi untuk mencapai sesuatu, mengatasi sesuatu, bertindak secara efektif terhadap lingkungan dan merencanakan serta mewujudkan rencana dan harapanharapannya. Sedangkan independeny menurut Batia yang dikutip dari buku Masrun dartikan sebagai perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, bahkan mencoba menyelesaikan dan memecahkan masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain.11
11
Masrun, Sikap Mandiri Anak Kost, (Bandung: Tarsito, 1986), h.8.
40
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain. Sedangkan kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada
orang lain.12
Menurut
Elkind
dan
Weiner
mendefinisikan kemandirian sebagai kebebasan bertindak, tidak bergantung pada individu lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.13 Bernadib yang dikutip dari Yulianti mengartikan kemandirian sebagai suatu keadaan jiwa seseorang yang mampu memilih norma dan nilai-nilai atas keputusannya sendiri, mampu bertanggung jawab atas segala
perilaku
dan
perbuatan
individu
yang
bersangkutan.
Kemandirian yang dimiliki menjadikan ketergantungan kepada pihak lain sangat minimal.14 Menurut Greenberger bahwa kemandirian mencakup beberapa istilah antara lain autonomy, independency, dan self-reliance. Autonomy dimaksudkan suatu tendensi untuk mencapai sesuatu, mengatasi sesuatu, bertindak secara efektif terhadap lingkungan dan merencanakan serta mewujudkan rencana dan harapan-harapannya yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam. Secara fungsional autonomy juga dapat diartikan sebagai suatu tendensi untuk bersikap 12
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, h. 710. S. Nuryoto, Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin, dan Peran Jenis (Anima Indonesia Psychological Journal No. 2), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993), h.51. 14 P.D. Yulianiti, Perbedaan Kemandirian Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua dan Jenis Kelamin Pada Siswi Kelas I SMU Negeri 1 Ungaran Tahun Ajaran 2003/2004, (UKSW: 2004), h.9. 13
41
secara bebas dan original dalam arti tidak menggantungkan kepada orang lain. Independency diartikan sebagai gerak yang mengarah kepada kesesuaian
dengan
kebutuhan-kebutuhan persepsi
atau
pendapat sendiri daripada merespon terhadap tuntutan lingkungan atau pengaruh orang lain, aktivitas yang dilakukan diarahkan kepada diri sendiri dan kritis terhadap pengarahan ataupun pengaruh dari orang lain. Bahkan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya cenderung mencoba menyelesaikan dan memecahkan masalahnya sendiri tanpa minta bantuan orang lain. Sedangkan self-reliance merupakan perilaku yang didasarkan percaya pada diri sendiri dimana pusat kendali berada pada diri sendiri.15 Menurut Mutadin16, kemandirian mengandung pengertian: a. Suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat dalam bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugastugasnya. d. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan. Martin dan Stendler menyatakan bahwa kemandirian ditujukan dengan kemampuan seseorang berdiri di atas kaki sendiri, mengurus
15
Masrun dkk, Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk Di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis), (Yogyakarta: Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1986), h. 10. 16 Z. Mutadin, Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, 2002.
42
diri sendiri dalam semua aspek kehidupannya, ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri dan kemampuan mempertahankan diri dan hak miliknya.17 Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain, siap bersaing untuk maju, ditandai dengan adanya sikap inisiatif dan mampu memecahkan masalahnya sendiri dan dapat bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Menurut Hetherington yang dikutip oleh Spencer dan Kass dalam buku Afiatin, kemandirian ditunjukkan dengan adanya kemampuan
individu
untuk
mengambil
inisiatif,
kemampuan
mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.18
b. Aspek-Aspek Kemandirian Kemandirian adalah salah satu ciri kepribadian yang penting yang dapat membantu individu mencapai tujuan hidup, untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, dan memperoleh kebebasan. Havighurst menyatakan kemandirian memiliki beberapa aspek yaitu:19
17
T. Afiatin, Persepsi Pria dan Wanita dalam Kemandirian (Anima Indonesia Psychological Journal No. 2), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993), h.8. 18 Ibid, h. 8. 19 Z. Mutadin, Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja.
43
a. Kemandirian Emosi Ditunjukkan dengan mampu mengendalikan emosi dan tidak ada ketergantungan kebutuhan emosi dari orang lain. b. Kemandirian Ekonomi Ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatur ekonomi dan tidak tergantung dari orang lain dalam hal kebutuhan ekonomi. c. Kemandirian Intelektual Ditunjukkan dengan kemamapuan untuk mengatasi masalahmasalah yang dihadapi. d. Kemandirian Sosial Ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain atau menunggu aksi dari orang lain. Kemandirian yang juga merupakan bagian dari kedewasaan mencakup beberapa hal yaitu:20 a. Pengaturan Diri Sendiri Kemandirian dapat dilihat dari kemampuan individu untuk dapat mengatur dan mengarahkan dirinya dengan tepat serta dapat menjaga diri sendiri. Individu yang memilki kontrol pribadi yang baik merasa dirinya sudah menjadi orang dewasa dan cukup matang, dapat bertindak secara tepat, melakukan sesutau yang berkaitan dengan dirinya tanpa bantuan orang lain serta memiliki pengaturan yang baik. 20
K. Wahono, Arti Kemandirian Bagi Mahasiswa UI (Studi Kasus Mahasiswa UI yang Tinggal Terpisah dari Orang Tua dan Tinggal Bersama Orang Tua), (Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997), h.17.
44
b. Kemandirian Secara Ekonomi Merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
menopang
kebutuhannya, memiliki pekerjaan, tidak tergantung secara finansial dengan orang lain, dapat menghasilkan uang sendiri dan tidak menerima bantuan dalam hal keuangan. c. Dapat mengambil Keputusan Sendiri Individu yang mandiri digambarkan sebagai individu yang dapat mengambil keputusan sendiri dengan baik, tidak tergantung pada orang tua atau orang lain dalam mengambil atau
membuat
keputusan
serta
dapat
menjalankan
keputusannya dengan penuh tanggung jawab. d. Terlibat Dalam Kegiatan Di Luar Rumah Seseorang dikatakan mandiri apabila ia telah tinggal terpisah dari orang tuanya, misal mahasiswa yang tinggal terpisah karena menuntut ilmu, atau seseorang anak yang telah menikah dan telah memiliki kehidupan rumah tangga sendiri. e. Kemandirian Dalam Sikap dan Tata Nilai Dalam sikapnya, seorang individu yang mandiri mampu menjadi seseorang yang unik yaitu memiliki keyakinan, nilai, dan pendapatnya sendiri. Individu harus mampu merencanakan kehidupannya seperti merencanakan pendidikan, karir, bidang pekerjaan yang ditekuni.
45
f. Kemandirian Dalam Emosi Seseorang yang telah mandiri dapat memutuskan ikatan emosi yang dimiliki dengan keluarganya sehingga mampu membuat keputusan
sendiri
serta
memecahkan
masalah
dalam
kehidupannya.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian pada remaja menurut Masrun21, yaitu: a. Usia Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa peristiwa peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya sendiri. Anak-anak akan lebih tergantung pada orang tuanya, tetapi ketergantungan itu lambat laun akan berkurang sesuai dengan bertambahnya usia. b. Jenis kelamin Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan
21
Masrun, Sikap Mandiri Anak Kost, h. 4.
46
wanita. Dan perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan kemandirian antara pria dan wanita. c. Konsep diri Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil. Bagaimana individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan dirinya atau menentukan sejauh mana pribadi individualnya. Mereka yang memandang dan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya mereka yang memandang dan
menilai
dirinya
sendiri
kurang
atau
cenderung
menggantungkan dirinya pada orang lain. d. Pendidikan Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar seseorang dapat mewujudkan dirinya sendiri sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa tergantung dengan orang lain. e. Keluarga Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam melatarkan dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian pula dalam pembentukan kemandirian pada diri seseorang.
47
f. Interaksi sosial Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan baik tidak mudah menyerah akan mendukung untuk berperilaku mandiri. Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai kemandirian seseorang tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seorang individu bersikap dan berpikir cara mandiri dalam menjalani kehidupan lebih lanjut.
d. Ciri-Ciri Kemandirian Kemandirian mempunyai ciri-ciri yang beragam, banyak dari para ahli yang berpendapat mengenai ciri-ciri kemandirian. Menurut Gilmore dalam Chabib Thoha22 merumuskan ciri kemandirian itu meliputi: a) Ada rasa tanggung jawab b) Memiliki pertimbangan dalam menilai problem yang dihadapi secara intelegen 22
123.
Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996), h.
48
c) Adanya perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain d) Adanya sikap kreatif sehingga menghasilkan ide yang berguna bagi orang lain. Ciri-ciri kemandirian menurut Lindzey & Ritter dalam Hasan Basri23 berpendapat bahwa individu yang mandiri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Menunjukkan inisiatif dan berusaha untuk mengejar prestasi 2) Secara relatif jarang mencari pertolongan pada orang lain 3) Menunjukkan rasa percaya diri 4) Mempunyai rasa ingin menonjol Setelah melihat ciri-ciri kemandirian yang dikemukakan dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kemandirian tersebut antara lain: i) Individu yang berinisiatif dalam segala hal ii) Mampu
mengerjakan
tugas
rutin
yang
dipertanggungjawabkan padanya, tanpa mencari pertolongan dari orang lain iii) Memperoleh kepuasan dari pekerjaannya iv) Mampu mengatasi rintangan yang dihadapi dalam mencapai kesuksesan
23
Hasan Basri, Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 54.
49
v) Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap tugas dan kegiatan yang dihadapi vi) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda pendapat dengan orang lain, dan merasa senang karena dia berani mengemukakan pendapatnya walaupun nantinya berbeda dengan orang lain
4. Pemberdayaan Narapidana Dalam Perspektif Kesejahteraan Sosial a. Pengertian Pemberdayaan Definisi pemberdayaan dalam arti sempit, yang berkaitan dengan sistem pengajaran antara lain dikemukakan oleh Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata ”empower” mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power of authority dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan, dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya
untuk
memberikan
kemampuan
atau
keberdayaan.
Sedangkan proses pemberdayaan dalam konteks aktualisasi diri berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan individu dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu
50
tersebut baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge).24 Pada intinya pemberdayaan adalah membantu klien untuk memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan
dan
rasa
percaya
diri
untuk
menggunakan daya yang dimiliki antara lain dengan transfer daya dari lingkunganya.25
b. Konsep Pemberdayaan Narapidana Konsep pemberdayaan yang diwujudkan melalui pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka mengacu kepada konsep Community Based Corretions. Menurut Snarr26, Community Based Correction (CBC) berkembang pada paruh terakhir abad ke-20, khususnya mulai tahun 1967. Tulang punggung pelaksanaan CBC di awal perkembangannya adalah probation (pidana bersyarat) dan parole (pembebasan bersyarat). Secara umum, tema sentral dari CBC ini adalah penyediaan pelayanan (pembinaan terhadap narapidana) dengan keterlibatan masyarakat. Tentang keterkaitan erat antara konsep Reintegrasi Sosial dengan CBC ini, Snarr menegaskan, bahwa (upaya)
24
Mardikanto dan Soebianto, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta), h. 28. Onny S. Prijono dan A. M. W. Pranaka, Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan, Dan Implementasi, (Jakarta: CSIS), h. 8. 26 Richard Snarr, Introductio to Corrections, (Medison: Brown and Brenchmark), h. 70. 25
51
reintegrasi mengharuskan keterlibatan atau partisipasi dalam institusiinstitusi komunitas. Dalam hal ini, reintegrasi berangkat dari premis yang mengatakan, bahwa jika seseorang mampu untuk terlibat dalam institusi-institusi sosial utama serta dalam setiap aktivitas masyarakat akan meningkatkan peluang bagi munculnya perilaku taat hukum. Di lain pihak, secara ringkas Snarr menjelaskan CBC adalah setiap aktivitas yang melibatkan komunitas (masyarakat) untuk tujuan mengintegrasikan kembali terpidana dapat disebut sebagai upaya CBC. Meskipun dalam hal ini Snarr menegaskan tidak secara otomatis setiap keterlibatan fasilitas lokal dalam hal pemidanaan dapat selalu dikategorikan sebagai CBC, bila fasilitas lokal tersebut hanya difungsikan sebagai tempat penahanan. CBC dalam konteks kajian pencegahan kejahatan berasal dari strategi pencegahan dengan pendekatan masalah-masalah sosial yang dalam prakteknya lebih menekankan pada sumber daya masyarakat, selain pula perlunya dukungan dari pemerintah dan kalangan bisnis pada tingkat lokal. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana (SPP), keterbatasan kemampuan dari sub-sub sistem Peradilan Pidana dalam penegakan hukum dan pencegahan kejahatan, seperti biaya pemenjaraan yang semakin besar akibat over crowding, merupakan latar belakang utama mengapa diperlukannya keterlibatan masyarakat secara lebih luas. Secara umum CBC sangat berpotensi membangun
52
pemahaman masyarakat tentang tanggung jawab serta peran yang harus dimainkannya dalam pencegahan kejahatan secara aktif. Mengacu pada Snarr27, ada beberapa alasan munculnya Community Based Correction sebagai alternatif dari pemenjaraan. Pertama, ketidakpuasan terhadap kondisi penjara, seperti overcrowding, dana yang tidak cukup, extreme idleness (ketiadaan kegiatan atau pekerjaan yang membuat narapidana terbengkalai), kurangnya program-program yang bermanfaat, hingga ketidakamanan di dalam penjara. Satu kondisi lain yang merupakan dampak dari kondisi-kondisi sebelumnya terjadinya prisonisasi, yaitu proses pembelajaran kejahatan antar narapidana selama berada dalam penjara. Kedua, alasan kemanusiaan, di mana hal ini adalah sesuatu yang sulit untuk dijamin bila seseorang berada di dalam penjara. Ketiga, efektivitas pembiayaan yang sulit sekali dicapai dalam pemenjaraan tradisional. Dalam pelaksanaan Community Based Correction, seorang terpidana akan berada di masyarakat dan melakukan kegiatan seperti anggota masyarakat biasa lainnya. Dengan bekerja diharapkan narapidana mampu memperoleh pendapatan, yang sekaligus akan mengurangi beban yang seharusnya ditanggung dalam pelaksanaan pidana terhadap dirinya. Keempat, terciptanya administrasi keadilan yang lebih baik. Community Based Correction menawarkan peluang bagi kerjasama yang lebih besar antara kepolisian, pengadilan dan lembaga koreksi (pemasyarakatan)
27
Richard Snarr, Introduction to corrections, h. 75.
53
pada tingkat lokal. Kelima, adalah posisinya CBC sebagai intermediate sanctions. Muncul CBC pada dasarnya dapat menjadi pidana pengganti dalam menanggulangi biaya operasional dari pemenjaraan. Namun demikian, keberhasilan pelaksanaan CBC ini sangat bergantung pada beberapa aspek. Mengacu pada McCarthy, et.al.28 ada sejumah syarat dalam tercapainya tujuan yang diharapkan oleh CBC ini, sebagaimana dijelaskan berikut ini. 1) Pertama, lokasi yang didalamnya terdapat interaksi dengan meaningful community, yaitu sebuah lingkungan yang menawarkan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku kejahatan. Efektivitas pelaksanaan CBC sangat memerlukan penerimaan dari masyarakat karena tujuan akhirnya adalah integrasi. 2) Kedua, terkait dengan syarat pertama, yaitu diperlukannya lingkungan yang memiliki batasan fisik yang minimum, namun pelaku kejahatan tinggal dengan seseorang yang bertanggung jawab dengan pengawasan yang minimal. 3) Ketiga, adanya program pendidikan, pelatihan, konseling, dan layanan-layanan dukungan lainnya yang berbasis pada komunitas. 4) Keempat, diciptakannya kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk mengasumsikan dengan faktor usia. 5) Kelima, aspek gender. Program CBC akan efektif bila dilakukan terhadap narapidana dengan jenis kelamin yang sama.
28
Belinda McCarthy, et, al., Community Based Corrections, (Wadsworth, 2001) h. 150.
54
6) Kelima, lamanya durasi program. Secara ideal CBC diikuti oleh mereka yang masa pidananya paling sedikit enam bulan sampai satu tahun. 7) Keenam, karakteristik dari narapidana. 8) Keenam,
pengawasan
terhadap
narapidana
yang
memiliki
ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang dan alkohol, serta ditempatkan pada lingkungan yang khusus.
B. Lembaga
Pemasyarakatan,
Narapidana,
dan
Warga
Binaan
Pemasyarakatan 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan sebagai rantai dari sistem hukum pidana di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Lembaga Pemasyarakatan tidak dapat disingkirkan dari unsur : a) Kepolisian, secara administrasi berada dalam naungan Departemen Pertahanan dan Keamanan. b) Kejaksaan berada dalam naungan Kejaksaan Agung. c) Peradilan dibawah naungan MA, MK. d) Lembaga Pemasyarakatan. Sebagai pelaksana dari keputusan yang diputuskan Pengadilan, yang bersifat vonis terhadap tersangka dan Lembaga Pemasyarakatan berada dalam naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia dan Dirjen Pemasyarakatan. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
55
menurut Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Bab I Ketentuan Umum pasal 1 butir nomor 7 yaitu tempat untuk melaksanakan
pembinaan
Narapidana
dan
Anak
Didik
Pemasyarakatan.
2. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan salah satu inovasi baru dalam
menyempurnakan
sistem
pemasyarakatan
di
Indonesia.
Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sebagai implementasi dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No: M.03.pr.0703 Tahun 2003 Tanggal 16 April 2003 perihal pembentukan LAPAS Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak, merupakan pengejawantahan dari konsep Communitybased corrections. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan suatu sistem pembinaan dengan pengawasan minimum (Minimum Security) yang penghuninya telah memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dimana diantaranya telah menjalani setengah dari masa pidananya dan sistem pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan mencerminkan situasi dan kondisi yang ada pada masyarakat sekitar. Hal ini dimaksudkan dalam rangka menciptakan kesiapan narapidana kembali ke tengah masyarakat ( integrasi ).
56
Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat maka LAPAS Terbuka seharusnya memiliki ciri ciri sebagai berikut : a) Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi pencegah pelarian ( seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang kokoh dengan jeruji yang kuat dan pengamanan yang maksimal ) b) Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan atas tertib diri dan atas rasa tanggung jawab Narapidana terhadap kelompok dimana ia tergolong. c) Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka. Sebagai Lembaga Pemasyarakatan yang baru dibentuk di Indonesia, maka keberadaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka mempunyai tujuan dalam rangka mensukseskan tujuan sistem Pemasyarakatan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan. Namun secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut : a) Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan narapidana di tengah tengah masyarakat; b) Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalakan fungsi sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berjalan berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku di dalam masyarakat;
57
c) Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan; d) Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada Narapidana serta memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada Narapidana dalam
meningkatkan
kemampuan
atau
keterampilan
guna
mempersiapkan dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat setelah selesai menjalani masa pidananya. e) Menumbuh
kembangkan
amanat
sepuluh
(10)
prinsip
Pemasyarakatan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara; Adapun fungsi LAPAS Terbuka adalah : 1) Sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan antara Narapidana dengan masyaraakat yang sebelumnya retak dengan memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk menduduki tempatnya di Tengah-tengah masyarakat yang berfungsi penuh. 2) Memulihkan kembali harkat dan martabat serta kepercayaan diri Narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat. 3) Menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari penempatan Narapidana yang relatif terlampau lama di lama lingkungan bangunan LAPAS tempat pelaksanaan pidana Berkenaan dengan fungsi ketiga dalam sistem Pemasyarakatan yang menggunakan
model
Multy-purpose
prison
seperti
di
Indonesia
58
kemungkinan terjadinya prisonisasi sangat besar, mengingat penempatan narapidana dengan berbagi jenis dan latar belakang kejahatan dalam satu Lapas/Rutan sangat berpotensi terjadinya penularan kejahatan. Tembok dan jeruji LAPAS tidak hanya mencegah Narapidana untuk melarikan diri, namun juga memisahkan mereka dari kehidupan masyarakat, padahal dari semua narapidana yang masuk ke dalam Lapas/Rutan tidak seluruhnya terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat anti sosial, bisa jadi seseorang dipidana hanya karena kealpaan atau ketidak tahuannya tentang masalahmasalah hukum atau bahkan karena korban keadilan (fitnah). Terhadap orang-orang seperti inilah yang perlu diselamatkan dari pengaruh-pengaruh negatif dari pemidanaan di Lapas/Rutan, dan Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka
menjadi
pilihan
alternatif
yang
paling
memungkinkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh prisonisasi. Selain itu Lapas Terbuka juga mempunyai fungsi untuk memperbaiki warga binaan yang telah menunjukan perkembangan yang positif dalam pembinaan di Lapas/Rutan.29
3. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan Warga binaan atau Narapidana adalah orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Pemasayarakatan ialah tempat untuk 29
Artikel Pemberdayaan Lapas Terbuka Di Indonesia, ditulis oleh Drs. THOLIB, Bc. IP.
SH. MH diambil dari website http://lapasbandaaceh.org/index.php/berita-artikel/artikel/45pemberdayaan-lapas-terbuka-di-indonesia pada tanggal 3 Oktober 2013 pukul 21.12 WIB.
59
melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Pembagian Narapidana berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1 yaitu: 1. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. 2. Anak Didik Pemasyarakatan adalah : a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. 3. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS. Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP), maka ada penggolongan WBP berdasarkan: 1. Umur 2. Jenis kelamin
60
3. Lama pidana yang dijatuhkan 4. Kejahatan yang dilakukan, dan 5. Kriteria lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan pembinaan.30 4. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan adalah warga masyarakat yang memiliki label dalam diri mereka karena telah melakukan suatu tindak kriminal sehingga harus mendapatkan konsekuensi yaitu hukum pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun tengah menjalani masa hukuman pidana, tidak membuat seorang Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan tidak memiliki hak sama sekali di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Karena dalam sistem pemasyarakatan itu sendiri terdapat hak-hak mereka yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan disahkan di dalam Undangundang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sistem
pemasyarakatan
menghendaki
Narapidana
diberikan
kesempatan untuk memperbaiki diri melalui jalan pembinaan agar dapat kembali ke dalam masyarakat sebagai warga yang baik. Hal ini tertuang
dalam
Undang-undang
No.12
tahun
1995
tentang
Pemasyarakatan pasal 2 Bab 1 Ketentuan Umum yaitu “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
30
Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 12 ayat .
61
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.” Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan atau Narapidana itu antara lain: a) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya b) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani c) mendapatkan pendidikan dan pengajaran d) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak e) menyampaikan keluhan f) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang g) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan h) menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya i) mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) j) mendapatkan
kesempatan
berasimilasi
termasuk
cuti
mengunjungi keluarga k) mendapatkan pembebasan bersyarat l) mendapatkan cuti menjelang bebas m) mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
62
Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi warga masyarakat yang baik juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan
BAB III GAMBARAN PROFIL LEMBAGA
A. Sejarah Berdirinya Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah salah satu institusi di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang secara khusus melaksanakan pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi yaitu dengan masa pidana antara 1/2 sampai dengan 2/3 dari masa pidana yang harus dijalani oleh narapidana yang bersangkutan. Asimilasi yang dimaksud menurut penjelasan Undang-Undang No.12 tahun 1999 tentang Pemasyarakatan pasal demi pasal, pasal 6 ayat 1 alinea ke 2, Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di LAPAS
disebut
Pemasyarakatan
asimilasi, yang
telah
yaitu
proses
memenuhi
pembinaan persyaratan
Warga
Binaan
tertentu
dengan
membaurkan mereka ke dalam kehidupan bermasyarakat. Pembentukan Lapas Terbuka sebagai implementasi dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta,
Kendal,
Nusakambangan,
Mataram
dan
Waikabubak
yang
ditandatangani oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan pengejawantahan dari konsep Community-Based Correction. Peresmian Lapas Terbuka Jakarta dilakukan oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berikutnya yaitu Dr. Hamid Awaludin, SH. LLM, pada tanggal 14 Mei 2005.
63
64
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta merupakan unit Pelaksana Teknis dibawah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta, yang
dalam
pelaksanaan
tugasnya
senantiasa
berkoordinasi
dengan
PUSDIKLAT Pegawai Kementerian Hukum dan HAM RI, terutama yang berkaitan
dengan
kegiatan
pendidikan
dan
pelatihan.
Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Jakarta ini pada akhirnya nanti tidak hanya berfungsi sebagai tahap lanjutan pembinaan dan pembimbingan Narapidana saja, akan tetapi juga berfungsi sebagai Laboratorium Pemasyarakatan bagi para petugas Pemasyarakatan yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di PUSDIKLAT Pegawai Kementerian Hukum dan HAM RI.1
B. Letak Geografis Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta terletak di dalam kompleks Balai Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja di Jalan Raya Gandul, Kelurahan Gandul. Bangunan Lapas berada di paling belakang kompleks BADAN Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dan HAM RI, sehingga untuk di lokasi, harus berjalan cukup jauh yaitu kurang lebih 450 meter dari gerbang masuk. Letaknya berdampingan dengan cabang anak sungai Krukut yang mengalir cukup deras jika musim hujan tiba. Bahkan jika ada air kiriman dari Bogor, sungai tersebut meluap dan membanjiri kawasan Lapas.
1
Diambil dari Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013
65
C. Visi dan Misi Lembaga2 Visi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki kesamaan dengan visi dari Pemasyarakatan, yaitu : Pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME (Membangun Manusia Mandiri) Sedangkan misi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta adalah : Melaksanakan pembinaan dan pembimbingan tahap lanjutan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Kerangka integrasi sosial, penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
D. Sarana dan Prasarana Lapas Terbuka Jakarta memiliki tiga buah gedung yaitu dua buah gedung kantor dan satu buah gedung paviliun tempat tinggal bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Kapasitas hunian dari Lapas Terbuka Jakarta saat pertama didirikan mampu menampung 50 orang yang dibagi dalam 10 kamar hunian dan sejak tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas hunian menjadi 100 orang yang dibagi menjadi 20 kamar. Kamar hunian yang ada di Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas tertutup, perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar hunian berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan jeruji
2
Diambil dari Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013
66
besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup sebagai penghalang bagi narapidana agar tidak melarikan diri. Selain itu, Lapas Terbuka Jakarta juga memiliki masing-masing sebidang lahan yang digunakan untuk program pembinaan kemandirian pertanian, peternakan, dan kolam ikan serta satu buah bangunan dari bilik bambu yang digunakan untuk program budidaya seperti budidaya jamur atau cacing3 (program berubah-ubah setiap tahun). Gedung kantor yang pertama bangunannya menyambung dengan ruang penerimaan tamu dan pintu masuk Lapas. Di dalam gedung tersebut di lantai pertama selain digunakan untuk menerima tamu atau penjenguk WBP yang datang, juga digunakan sebagai kantin bagi tempat beristirahat para pegawai Lapas. Selain itu, di lantai pertama juga terdapat sebuah panggung kecil untuk bermain alat musik beserta seperangkat alat musik modern seperti gitar, drum, keyboard, microphone, yang digunakan untuk latihan musik bagi WBP. Sedangkan lantai kedua atau lantai paling atas digunakan sebagai ruang kantor sebagian besar pegawai Lapas termasuk di dalamnya terdapat ruang Kalapas Terbuka Jakarta. Gedung kantor kedua memiliki tiga lantai. Lantai yang pertama tidak digunakan karena sebagian lahannya tidak dibangun menyambung dengan bangunan agar dapat digunakan untuk lahan rumah ternak ayam. Lantai kedua digunakan sebagai ruang kantor staf bidang pembinaan dan bengkel kerja. Sedangkan di lantai ketiga digunakan sebagai masjid.4
3
Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan pada tanggal 20 November 2013. Data diambil berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas Lapas Terbuka Jakarta dan Observasi yang dilakukan pada tanggal 20 November 2013. 4
67
E. Struktur Organisasi5 Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor : M. 03.PR. 07.03 Tahun 2003, Tanggal 16 April 2003. Tentang struktur organisasi Lapas Terbuka, maka struktur organisasi Lapas Terbuka Jakarta terdiri dari : 1.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KALAPAS);
2.
Kepala Sub. Bagian Tata Usaha (KASUBAG T.U);
3.
Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka.KPLP);
4.
Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Kegiatan Kerja (KASI BINAPI GIATJA);
5.
Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban (KASI ADM. KAMTIB);
6.
Kepala Urusan Kepagawaian dan Keuangan;
7.
Kepala Urusan Umum;
8.
Kepala Sub Seksi Keamanan;
9.
Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib;
10. Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimkemasy; 11. Kepala Sub Seksi Perawatan; 12. Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja Di bawah ini adalah bagan struktur organisasi Lapas Klas IIB Terbuka Jakarta,
5
Profil Lapas Terbuka Jakarta.
68
Bagan I KALAPAS
Ka. KPLP
KASUBAG TU
RUPAM I II III IV
KAUR KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN
KASI BINAPI GIATJA
KASUBSI REGISTRASI DAN BIMKEMASY
KASUBSI PERAWATAN
KAUR UMUM
KASI ADM.KAMTIB
KASUBSI KEGIATAN KERJA
KASUBSI KEAMANAN
KASUBSI PELAPORAN DAN TATA TERTIB
F. Gambaran SDM/Staf Lapas Terbuka Jakarta Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki jumlah pegawai sebanyak 80 orang, dengan komposisi jumlah pegawai laki-laki sebanyak 59 orang dan pegawai perempuan sebanyak 21 orang. Berikut ini adalah gambaran petugas Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta berdasarkan kategori pendidikan dan golongan kepangkatan.
69
Tabel 2 Data Petugas Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta Berdasarkan Jenis Kelamin dan Pangkat Golongan / Ruang JENIS JUMLAH KELAMIN L P
59 21 80
PANGKAT GOLONGAN RUANG IV III II D C b A d C b A d C b 6 4 6 1 5 16 2 2 5 8 2 2 8 9 14 1 7 16
a 21 2 23
Tabel 3 Persebaran Tingkat Pendidikan Petugas Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta6 Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah
SMA L P 42 5
D3 L 1
S1 P 6
L P 11 11
S2 L 4
S3 P 1
L 0
P 0
AKIP L P 8 3
Untuk mencapai tujuan, sebuah organisasi memerlukan sumber daya pendukung, salah satunya adalah Sumber Daya Manusia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh Lapas Terbuka Jakarta adalah petugas pemasyarakatan yang siap bekerja dengan dilandasi 4 (empat) kesaktian yaitu: 1. Tanggap dalam pengetahuan; Artinya petugas Lapas Terbuka Jakarta selalu haus untuk menimba ilmu pengetahuan guna meningkatkan kemampuan personality. 2. Tanggap dalam kepribadian; Artinya petugas Lapas Terbuka Jakarta memiliki pribadi yang kuat seperti mental spiritual yang baik, berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan, loyal
6
Data diperoleh dari Kasi Kepegawaian Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tanggal 20 November 2013.
70
terhadap organisasi, jujur dalam perkataan dan perbuatan, disiplin dalam bekerja. 3. Terampil dalam bekerja Artinya petugas Lapas Terbuka Jakarta harus memiliki keterampilan untuk mendukung kinerjanya. 4. Trengginas dalam jasmani. Artinya petugas Lapas Terbuka memiliki ketahanan fisik yang baik sehingga dapat mendukung kinerja. Dalam melakukan pembinaan terhadap personil agar tanggap dalam pengetahuan dan terampil dalam bekerja, Kalapas secara rutin mengirimkan petugas Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta untuk mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) baik yang diselenggarakan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dan HAM
RI.
Diklat
yang
diselenggarakan
oleh
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta dan instansi yang lain.7
G. Kriteria Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta8 Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor : E.PR.07.03725 tanggal 05 Desember 2003, perihal Operasionalisasi Lapas Terbuka Jakarta, maka penempatan narapidana pada Lapas Terbuka Jakarta adalah berasal dari UPT wilayah DKI Jakarta, wilayah Jawa Barat, wilayah Banten, maupun narapidana yang berdomisili di sekitar wilayah Lapas Terbuka 7 8
Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013. Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013.
71
Jakarta. Namun demikian tidak semua narapidana dapat diterima untuk menjadi penghuni Lapas Terbuka Jakarta, karena narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekusor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat, serta kejahatan trannasional terorganisasi lainnya tidak dapat ditempatkan di Lapas Terbuka Jakarta. Karena pendekatan keamanan yang diterapkan di Lapas Terbuka Jakarta bersifat Minimum Security, maka narapidana yang akan ditempatkan di Lapas ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut, yaitu : 1. Syarat substantif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : 21 tahun 2013, Tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat yaitu : a. Narapidana telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana. b. Narapidana telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif. c. Narapidana telah berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat. d. Kondisi masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinaan yang bersangkutan. e. Selama menjalankan pidana narapidana tidak pernah mendapat hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalam waktu 9 bulan terakhir
72
sehingga narapidana yang diasimilasikan adalah narapidana yang mempunyai masa pidana 12 bulan atau lebih. f. Masa pidana yang telah dijalani untuk asimilasi, narapidana telah menjalani minimal 1/2
(setengah) dari masa pidana, setelah
dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. 2. Syarat administratif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : 21 tahun 2013 pasal 24, tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat, yaitu : a. Terdapat salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis). b. Surat Keterangan asli dari Kejaksaan bahwa narapidana yang bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut dengan tindak pidana lainnya. c. Adanya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) dari Bapas tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana, keadaan masyarakat sekitar dan pihak lain yang ada hubungannya dengan narapidana. d. Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tetib yang dilakukan narapidana selama menjalani pidana dari Kalapas. e. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti garasi, remisi, dan lain-lain dari Kalapas.
73
f. Surat pernyataan kesanggupan menerima/jaminan dari keluarga yang diketahui oleh Pemda setempat serendah-rendahnya Lurah atau Kepala Desa. g. Surat Keterangan kesehatan dari dokter bahwa narapidana sehat jasmani maupun jiwanya. 3. Telah mendapat persetujuan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lapas yang bersangkutan (yang mengirim) dan mendapat persetujuan Kalapas serta Keputusan Asimilasi dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dengan tembusan Kepala Kepolisian setempat, Pemda dan Hakim Wasmat.
H. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan Di Lapas Terbuka Jakarta9 Dalam menjaga keteraturan dan kedisiplinan narapidana dalam mengikuti pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta, maka dibutuhkan jadwal kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur kegiatan yang harus dilakukan oleh narapidana mulai dari bangun pagi sampai dengan istirahat di malam hari. Kegiatan narapidana di Lapas Terbuka Jakarta dimulai dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB. Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Klas II B Terbuka Jakarta
9
Profil Lapas Terbuka Jakarta.
74
Tabel 4 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan
No.
WAKTU
JENIS KEGIATAN
KET
1.
05.00 – 06.00
Sholat Shubuh berjama’ah dilanjutkan Kultum.
-
2.
06.00 – 07.00
Senam pagi.
Minggu kegiatan
3.
07.00 – 07.15
Apel pagi .
Pembinaan
4.
07.15 – 08.30
Kebersihan Lingkungan (kamar dan kantor).
Kemandirian
5.
08.30 – 09.00
Makan pagi.
diganti
6.
09.00 – 12.00
Pembinaan kemandirian.
kegiatan
7.
12.00 – 13.00
Sholat Dzuhur berjama’ah dilanjutkan ceramah.
atau rekreasi.
8.
13.00 – 13.00
Makan siang.
-Hari
9.
13.00 – 13.15
Apel Siang.
dilaksanakan
10.
13.15 – 15.15
Pembinaan kemandirian.
kebaktian
11.
15.15 – 16.30
Sholat Ashar.
narapidana
12.
16.30 – 17.30
Kebersihan Lingkungan (kamar dan kantor).
beragama
13.
17.30 – 18.00
Makan malam.
Kristen
14.
18.30 – 19.00
Sholat Maghrib berjama’ah dan belajar baca Al- pukul
Sabtu
dan
dengan seni
Minggu
bagi
pada 10.00
Qur’an.
sampai
12.00 WIB.
15.
19.00 – 19.30
Apel malam.
16.
19.30 – 20.00
Sholat Isya’ berjama’ah
17.
20.00 – 05.00
ISTIRAHAT
dengan
75
I. Jenis Pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta10 Pembinaan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Jakarta terhadap para narapidana dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. 1. Pembinaan
Kepribadian
adalah
pembinaan
yang
bertujuan
meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar memiliki mental spiritual yang baik, memiliki kesadaran hukum yang baik, memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki kemampuan intelektual yang lebih baik. 2. Pembinaan
Kemandirian
adalah
pembinaan
yang
bertujuan
meningkatkan kemampuan Narapidana untuk mencari penghidupan melalui kegiatan bimbingan kerja. 3. Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat adalah pembinaan yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara Narapidana dengan masyarakatnya, denga memberikan kesempatan mengembangkan aspek-aspek pribadinya, memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk berintegrasi dengan masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan seperti, bekerja dengan pihak ketiga, melanjutkan pendidikan di sekolah umum, beribadah di tempat ibadah luar Lapas dan lainnya.
10
Profil Lapas Terbuka Jakarta.
76
Masing-masing kategori pembinaan diatas dapat diuraikan lagi sebagai berikut : Ad.1. Program pembinaan Kepribadian terbagi menjadi : a. Program belajar membaca Al-Quran; b. Program pengajian (ceramah agama Islam); c. Kebaktian bagi umat Kristiani. d. Program perayaan Hari Besar Keagamaan; e. Program kegiatan olah raga dan seni. f. Program pelaksanaan kegiatan kunjungan untuk WBP setiap hari dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. Ad.2. Program pembinaan Kemandirian terbagi menjadi : a. Peternakan : ayam broiler, budidaya cacing b. Perikanan : lele c. Pertukangan Ad.3.Program pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat terbagi menjadi : a. Program Cuti Mengunjungi Keluarga; b. Program kerja asimilasi dengan pihak ke-3 (ketiga).
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan hasil temuan lapangan yang peneliti temukan melalui penelitian yang telah dilakukan mengenai program pembinaan kemandirian yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB
Jakarta
dalam
rangka
meningkatkan
kemandirian
Warga
Binaan
Pemasyarakatan. Dari hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini.
A. Tahapan Pembinaan Kemandirian Di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta 1. Orientasi Masa orientasi dilasanakan pada tahap awal ketika Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dari Lapas asal atau Lapas tertutup. Dalam masa orientasi, WBP diberikan kesempatan selama tiga hari untuk mengenali lingkungan baru dan beradaptasi dengan lingkungan Lapas Terbuka. Selain itu pada saat pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta, WBP telah diasesmen terlebih dahulu untuk mengetahui minatnya agar dapat diarahkan dengan baik ke dalam bidang yang benar-benar cocok dengan mereka. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta kepada peneliti:
77
78
“Nah, setelah masuk kesini pun kami akan lakukan asesmen kembali untuk benar-benar mengetahui minat WBP. Mereka juga masuk ke dalam masa orientasi selama tiga hari. Istilahnya pengenalan lingkungan seperti itu ketika sampai disini. Kalau di Lapas yang biasa (lapas tertutup) orientasinya sebulan. Tapi karena disini masanya singkat jadi hanya tiga hari.”1
2. Pengarahan Pengarahan adalah tahapan setelah diketahui hasil asesmen dan adaptasi lingkungan yang telah dilaksanakan oleh WBP. Pengarahan berupa penempatan dan persiapan sebelum WBP ikut ke dalam program pembinaan kemandirian yang ada. Dalam proses ini, selain mengacu pada hasil asesmen yang dilakukan oleh staf dari Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta, pengarahan program pembinaan kemandirian bagi WBP
juga
mengacu kepada program pembinaan yang telah diikut oleh WBP di Lapas sebelumnya. Hal tersebut dilakukan agar kegiatan pembinaan kemandirian dapat saling berkesinambungan bagi WBP itu sendiri. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta kepada peneliti yaitu: “Sebelum mereka (WBP) menjalankan pembinaan disini kan kita asesmen dulu. Nah, WBP yang masuk kesini kan sebenarnya WBP yang sudah menjalani setengah dari masa hukumannya. Ketika mereka ingin masuk pindah kesini di Lapas awal juga mereka telah diasesmen juga, untuk menelusuri minat dan bakat WBP apakah ia bisa cocok dengan pembinaan yang ada disini atau tidak.”2
1
Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan ibu Puji Indrayani selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013. 2 Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
79
“Setelah diketahui hasilnya, maka baru kami akan arahkan program yang mana yang bisa ia jalankan, jika ia minatnya menjadi tukang kayu, ya kami arahkan ke perbengkelan kayu, kalau ke peternakan, kami arahkan untuk memilih peternakan ikan atau ayam. Atau ia bisa juga kerja mandiri, kerja mandiri dengan pihak ketiga atau kerja di luar Lapas dengan mitra kerja kita.”3
3. Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian Telah disebutkan di dalam Bab III Profil Lembaga bahwa Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta memiliki program pembinaan kemandirian yaitu peternakan ayam broiler dan budidaya cacing, peternakan ikan, pertukangan, dan bekerja mandiri pada pihak ketiga. Setelah WBP diarahkan untuk ditempatkan di kegiatan program pembinaan kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta, maka selanjutnya WBP dapat mengikuti program-program pembinaan kemandirian yang ada. Dalam mengikuti program, WBP yang baru pindah akan diturunkan untuk belajar bersama dengan WBP yang telah pindah ke Lapas dan mengikuti program lebih dahulu. Mereka belajar dan dilatih oleh pelatih maupun orang yang memiliki keahlian di bidang program yang masingmasing diikuti oleh WBP. Orang yang disebut dengan instruktur atau pelatih tersebut tidak setiap hari datang ke Lapas Terbuka. Namun, mereka memberi pengarahan dan pengawasan terhadap WBP yang melakukan program pembinaan kemandirian beberapa kali dalam seminggu. Selain itu instruktur atau pelatih juga dibantu oleh staf Lapas Terbuka yang ada
3
Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
80
dalam mengawasi pelaksanaan program pembinaan yang diikuti oleh WBP. Program-program kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta merupakan program yang telah diputuskan oleh jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Namun, program-program tersebut juga disesuaikan dengan kondisi lingkungan di sekitar Lapas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) kepada penulis: “Ini memang sudah digariskan ada di Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 tahun 2013. Itu yang terbaru, kan kalau keputusan seperti itu ada urutannya. Pertama, undangundang, terus peraturan pemerintah, turun lagi peraturan menteri. Nah, itu ada di peraturan menteri itu. Di setiap lapas pasti ada dua macam pembinaan itu, tetapi kontennya saja yang berbeda-beda di tiap Lapas. Kenapa berbeda-beda, ya itu tergantung kondisi dan situasi Lapas itu sendiri. Misalnya karena geografisnya atau memang ciri khas Lapasnya. Jadi program-program itu bukan kita yang merumuskan, memang sudah dari atasnya begitu. Kita hanya menjalankan dan mengembangkan sesuai dengan kondisi dan dana yang ada bila mendukung.”4
WBP juga dapat mengusulkan perubahan program kemandirian ataupun mengajukan diri untuk mengikuti program kerja pada di pihak ke3 (P3) yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Perubahan tersebut dapat terjadi apabila ada WBP yang memiliki minat dan kemampuan lebih di dalam suatu bidang tertentu.
4
Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
81
Prosesnya, mereka dapat mengajukan program yang diinginkan kepada staf Bidang Giatja. Kemudian staf Bidang Giatja akan meneruskannya kepada Kasubsie Bidang Pembinaan yang kemudian akan diteruskan kepada Kalapas untuk dipertimbangkan untuk disetujui atau ditolak berdasarkan pertimbangan sarana, prasarana dan anggaran dana yang ada. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani kepada penulis: “Pada dasarnya kita disini tidak mengekang aspirasi dari staf atau warga. Kalau memang ingin ada program baru bisa mengajukan. Biasanya dari warga mengajukan ke kita staf Giatja. Lalu dari kita nanti kita ajukan ke Kasubsie Pembinaan. Dari Kasubsie naik lagi ke Kalapas. Kalau ada dana dan lahan biasanya disetujui. Tidak mungkin Kalapas menolak kalau memang programnya bagus dan kita bisa melaksanakan. Kalau ditolak itu biasanya karena mentok di dana sih ya. Tapi setahu saya, Kalapas orang yang demokratis ya. Selama bisa dilaksanakan, beliau juga mendukung kok.”5 “Program budidaya cacing juga adalah salah satunya warga yang mengusulkan. Jadi ada warga yang melihat bahwa ada peluang di Lapas ini bisa menjalankan program budidaya cacing karena prospeknya yang cukup menguntungkan. Lalu ia mengusulkan untuk diadakannya program budidaya cacing. kebetulan juga program budidaya jamur telah habis masanya. Jadi kita bisa pakai rumah yang untuk budidaya jamur ke budidaya cacing. kita mencari orang yang bisa menjadi pelatih program tersebut untuk melatih warga. Disini programnya bisa berubah jika memang sesuai dengan kondisi lahan yang ada. Warga bisa mengembangkan kreativitas dan kemampuan yang dimilikinya maksimal disini.”6 Lapas Terbuka Jakarta tidak memiliki jadwal khusus bagi pembinaan kemandirian seperti di Lapas tertutup yang menentukan hanya beberapa
5
Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6 Januari 2014. 6 Wawancara dengan Pak Rio Chaidir selaku staf Kasubsie Perawatan dilakukan pada 11 Desember 2013.
82
hari dari satu pekan untuk program kemandiriannya. Karena program tersebut berjalan setiap hari manakala dibutuhkan serta program-program kemandirian yang terdapat di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta merupakan kegiatan praktis dengan didukung prosedur Minimum Security, sehingga WBP dapat dengan bebas keluar dari kamar paviliunnya untuk melakukan program. Namun, tetap dibatasi jangka waktunya dan WBP pun harus tetap wajib mengikuti program pembinaan kepribadian yang telah ditetapkan. Misalnya program kerja pada pihak ke-3 atau P3 yang dilakukan oleh J. Ia memang bisa bekerja di luar Lapas setiap hari namun memiliki jangka waktu yaitu sejak pukul 07.00 dan harus kembali lagi ke dalam Lapas pukul 19.00 WIB. Sedangkan untuk yang melakukan program pembinaan kemandirian di dalam Lapas Terbuka, waktunya ditentukan antara pukul 13.15 hingga pukul 15.15. Namun jadwal tersebut dapat disesuaikan menurut kebutuhan program. Misalnya, program memberi pakan bagi ternak ayam broiler maka harus dilakukan pagi dan sore hari.
B. Pelaksanaan
Program
Pembinaan
Kemandirian
Terhadap
Kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan Program-program kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta merupakan program yang telah diputuskan oleh jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Namun, program-program tersebut juga disesuaikan dengan kondisi
83
lingkungan di sekitar Lapas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) kepada penulis: “Ini memang sudah digariskan ada di Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 tahun 2013. Itu yang terbaru, kan kalau keputusan seperti itu ada urutannya. Pertama, undangundang, terus peraturan pemerintah, turun lagi peraturan menteri. Nah, itu ada di peraturan menteri itu. Di setiap lapas pasti ada dua macam pembinaan itu, tetapi kontennya saja yang berbeda-beda di tiap Lapas. Kenapa berbeda-beda, ya itu tergantung kondisi dan situasi Lapas itu sendiri. Misalnya karena geografisnya atau memang ciri khas Lapasnya. Jadi program-program itu bukan kita yang merumuskan, memang sudah dari atasnya begitu. Kita hanya menjalankan dan mengembangkan sesuai dengan kondisi dan dana yang ada bila mendukung.”7 Beberapa orang WBP yang aktif dalam menjalani program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta pun dipilih menjadi informan dalam proses penelitian skripsi ini yaitu: Tabel 5 WBP dan Program Pembinaan Kemandirian yang diikuti No.
7
Nama (Inisial)
Usia
Pendidikan Terakhir
Program Pertukangan
1.
AW
29 tahun
SMA
2.
AS
18 tahun
Tidak Lulus SMA
3.
AL
19 tahun
Tidak Lulus SMA
4.
AH
24 tahun
D3
Peternakan
5.
AG
27 tahun
SD
ayam broiler
6.
AN
18 tahun
Tidak Lulus SMA
7.
J
40 tahun
SMA
Budidaya cacing Kerja pada Pihak ke-3
Perikanan
Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan ibu Puji Indrayani selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
84
Berdasarkan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya, program pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta menggunakan Pendekatan Dari Atas (Top Down Approach). Dalam pelaksanaannya segala program pembinaan yang ada sudah ditentukan oleh pihak Lapas dan WBP diwajibkan mengikuti program yang ada. Programprogram pun tidak dibuat berdasarkan hasil analisis mendalam terhadap minat dan bakat yang dimiliki oleh WBP. Namun, asesmen terhadap WBP dilakukan dalam proses orientasi untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengarahan untuk menempatkan WBP dalam bidang yang memungkinkan ia bisa ikuti. WBP juga mendapatkan pembinaan dari luar diri mereka sendiri. Karena segala proses pembinaan kemandirian diberikan oleh staf Lapas Terbuka kepada WBP yang artinya WBP memperolehnya dari luar dirinya. Pemberian keterampilan diberikan kepada WBP dan mereka wajib untuk mengikutinya sesuai dengan peraturan yang ada. Sehingga setelah mengikuti program pembinaan kemandirian WBP memiliki keterampilan yang diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian yang ada dalam diri WBP. Pembinaan dari luar ini memang merupakan tugas utama dari sebuah Lapas Terbuka dimana salah satu fungsinya adalah pengintegrasian Narapidana ke dalam masyarakat. Salah satunya melalui program kerja pada pihak ke-3 yang dilakukan oleh J. Berikut penulis akan memaparkan proses pelaksanaan program pembinaan kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
85
1. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Peternakan Ayam Broiler a. Model Pelatihan Model pelatihan yang digunakan oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dalam memberikan program pembinaan kemandirian di bidang Peternakan Ayam, Budidaya Cacing, dan Perikanan adalah model praktek langsung. Dalam pemberian pelatihan, Warga Binaan (WBP) Pemasyarakatan
mengikuti
proses
kegiatan
pembinaan
yang
berlangsung dengan diberi pembelajaran tahap awal terlebih dahulu berupa pengenalan proses peternakan dari WBP yang telah lebih dulu mengikuti program serta dari Staf Bidang Kegiatan kerja (Giatja) dan pelatih atau instruktur. b. Materi Pelatihan Ayam Broiler Materi pelatihan yang diberikan adalah bagaimana proses peternakan ayam broiler. Untuk peternakan ayam broiler, pelatihan dimulai dari bagaimana menjaga anak-anak ayam yang menjadi bibit agar dapat tumbuh menjadi ayam broiler yang sehat dan dapat dijual ke pasar. Dalam pelatihannya, WBP diajarkan bagaimana menjaga suhu di dalam kandang ayam agar cocok bagi anak-anak ayam yang masih kecil hingga lama kelamaan suhu dikurangi disesuaikan dengan usia ayam broiler tersebut. Selain itu juga diajarkan bagaimana memberikan pakan ternak dari mulai takaran pakan, jenis pakan yang diberikan sesuai dengan usia ayam hingga waktu-waktunya.
86
c. Peserta program Peternakan Ayam Broiler Peserta peternakan ayam broiler adalah WBP berinisial AH dan AG. WBP berinisial AH adalah motor dari program pembinaan ini. Karena pada awal AH pindah ke Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta, program ini sedang vakum karena ketiadaan dana. Kemudian AH berinisiatif untuk memanfaatkan sisa ayam broiler betina dan jantan untuk dicoba diternakan. Usaha ini berhasil sehingga kemudian AH merekrut AG untuk diajak bersama mengembangkan program peternakan ayam broiler ini. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Ah dalam wawancara dengan penulis berikut ini. “Saya dulu pernah menggarap proyek peternakan mbak. Pernah lihat proyeknya, lalu dari situ jadi tahu seluk beluknya. Lalu saya lihat disini ada lahan, kenapa tidak dimanfaatkan. Kemudian saya usulkan untuk diadakan kembali program peternakan. Karena waktu saya tiba, program peternakan ayam sedang tidak jalan karena ketiadaan dana. Lalu saya mengajak beberapa warga (Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk ikut program ini. Karena saya ingin mengembangkan program ini agar bisa dijalankan terus disini mbak, jangan sampai berhenti. Karena keuntungannya lumayan mbak. Nantinya bisa ada pemasukan untuk warga, dan ada pemasukan untuk lapas juga.”8
2. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Perikanan a. Model Pelatihan Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa model pelatihan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta adalah model praktek
8
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
87
langsung. WBP diperkenankan untuk mengikuti pembinaan bersama dengan WBP yang telah lebih dahulu mengikuti program. b. Materi Pelatihan Materi pelatihan yang diberikan adalah bagaimana memelihara bibit ikan sejak masih dalam kondisi telur, setelah menetas hingga tumbuh besar dan siap untuk dijual. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan air tawar seperti ikan gurami dan ikan mas. Materi diberikan oleh instruktur yang diundang ke Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta. Namun, kehadiran instruktur tidak setiap hari. Instruktur hanya mengajarkan di awal proses pemberian pelatihan. Selanjutnya proses pengawasan dilakukan oleh staf apabila instruktur tidak hadir selama kegiatan pembinaan. c. Peserta Program Pembinaan Kemandirian Perikanan Program pembinaan kemandirian perikanan diikuti oleh dua orang WBP yaitu A S dan AL. Mereka berdua aktif mengikuti program pembinaan kemandirian perikanan sejak pindah ke Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta pada bulan November 2013. Mereka diarahkan oleh staf Bidang Giatja untuk mengikuti kegiatan pelatihan perikanan
3. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Pertukangan a. Model Pelatihan Pelatihan pertukangan diadakan di bengkel kerja yang berada di salah satu gedung Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta yang merangkap
88
sebagai kantor para staf Bidang Giatja. Pelatihan dilakukan di dalam bengkel kerja agar dapat menggunakan fasilitas mesin bertenaga listrik serta menghindari cuaca terik matahari serta hujan yang tidak baik bagi pemeliharaan material kayu yang digunakan. Model praktek langsung juga digunakan dalam program pembinaan kemandirian ini. b. Materi Pelatihan Setiap WBP yang ingin mengikuti program ini akan mendapatkan arahan dari staf Bidang Giatja dalam melaksanakan latihan pertukangan,
dari
mulai
cara
mengukur,
teknik
memotong
menggunakan mesin dan gergaji, dan lain-lain. Selain itu, para staf yang memiliki keahlian dalam hal pertukangan juga mendorong kreativitas WBP dengan mengajarkan untuk membuat model-model peralatan rumah tangga dan perkantoran dengan menggunakan perkakas yang ada. c. Peserta Pelatihan Program
pembinaan
pertukangan
diikuti
oleh
AW
yang
sebelumnya adalah karyawan swasta. Walaupun pekerjaan sebelumnya tidak berkaitan dengan kegiatan pertukangan, ia cukup minat dengan pertukangan. Ia mengikuti kegiatan pertukangan sejak ia masuk ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta yaitu bulan November 2013.
89
4. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Budidaya Cacing a. Model Pelatihan Budidaya cacing adalah program yang memiliki kerja sama dengan pihak dari luar lembaga dalam pelaksanaan prosesnya. Hal ini dikarenakan dari pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tidak memiliki pengetahauan sama sekali mengenai proses budidaya cacing. Sehingga dalam pelaksanaanya mengundang pelatih dari luar. Budidaya cacing merupakan program baru, sehingga belum pernah ada WBP yang mengikuti program ini sebelumnya. Pelatihan diberikan secara bertahap yaitu pengenalan terhadap cacing yang akan dibudidayakan kemudian diikuti dengan praktek langsung dalam budidayanya. b. Materi Pelatihan Budidaya cacing menggunakan sebuah bangunan sederhana yang dindingnya terbuat dari bilik bambu. Bangunan tersebut awalnya digunakan untuk budidaya jamur.9 Di dalam banguna tersebut dilaksanakan materi berupa pengenalan jenis cacing serta bagaimana proses pemeliharaan cacing. Awalnya untuk membangun sarang cacing, peserta pembudidaya memindahkan lumpur-lumpur yang akan digunakan sebagai sarang cacing ke dalam tempat yang telah disediakan. Kemudian, dalam lumpur tersebut diletakan cacing-cacing yang seterusnya akan berkembang biak. Pemeliharaannya tidak terlalu
9
Informasi diperoleh dari observasi peneliti yang dilakukan pada tanggal 11 Desember 2013.
90
sulit, yaitu hanya dengan dijaga kadar air di dalam lumpur agar tidak terlalu banyak maupun terlalu sedikit. c. Peserta Pelatihan Peserta pelatihan program pelatihan budidaya cacing adalah WBP berinisial AN. Ia diarahkan untuk mengikuti program ini ketika pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Sebelumnya di Lapas Cibinong, ia tidak mengikuti program pembinaan kemandirian apapun. Menurut AN, ia cukup menikmati program budidaya cacing yang telah ia ikuti sejak bulan November 2013. Karena menurutnya prosesnya tidak terlalu sulit dan mudah dimengerti.
5. Program Bekerja Pada Pihak Ke-3 (P3) a. Model Pembinaan Program Bekerja Pada Pihak Ke-3 atau P3 dilakukan oleh WBP yang sebelumnya telah mengajukan diri kepada pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Program ini hanya bisa dilakukan oleh WBP yang lolos dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Pembinaan ini mengaplikasikan model pembinaan asimilasi atau mengintegrasikan WBP dengan masyarakat di luar. Dengan pembinaan ini, WBP dapat berinteraksi secara lebih dekat dan lebih luas dengan masyarakat di lingkungan kerjanya. Karena itu dibutuhkan pengawasan yang ketat bagi peserta yang mengajukan diri dan atau sedang melakukan program pembinaan ini. Dengan model
91
pembinaan seperti ini, tujuan WBP agar dapat siap kembali ke masyarakat dapat tercapai. Selain itu dapat meningkatkan kepercayaan diri WBP ketika keluar dari Lapas. b. Peserta Pembinaan Peserta pembinaan yang melakukan P3 adalah WBP berinisial J yang pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta pada bulan Mei 2013. Ia mengajukan diri untuk melakukan program pembinaan yaitu bekerja di luar Lapas karena memiliki minat yang besar untuk menjadi lebih mandiri. Sebelum masuk ke Lapas ia bekerja sebagai karyawan swasta. Pekerjaan yang dilakukan saat P3 adalah usaha penyaringan air untuk isi ulang. Ia menjalani usaha tersebut dengan bekerja sama dengan beberapa orang rekan. Ia menjalani usaha tersebut karena memiliki latar belakang pendidikan Kimia. Lokasi usahanya terletak di Kota, Jakarta Barat dan di rumahnya yaitu Cengkareng.10 c. Prosedur Pendaftaran P3 WBP yang mengikuti P3 terlebih dahulu untuk mengajukan diri kepada pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Dalam pengajuan diri, jika WBP telah memiliki referensi pekerjaan yang ingin dijalani, maka pihak Lapas akan melakukan negosiasi kerjasama kepada pemilik usaha agar mau menerima WBP untuk bekerja di tempat tersebut. Jika WBP tidak memiliki referensi, maka pihak Lapas akan mencari refrensi tempat pekerjaan bagi WBP. Setelah didapatkan persetujuan 10
Informasi diperoleh dari wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan pada tanggal 12 Januari 2014.
92
kerjasama, maka langkah selanjutnya adalah pihak Lapas mensurvei lokasi dan lingkungan pekerjaan. Setelah segala prosedur selesai dengan baik, WBP dapat melaksanakan program P3.11
C. Faktor Penghambat Program Pembinaan Kemandirian Segala bentuk kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi maupun lembaga akan menemui hambatan dan tantangan. Begitu pula yang dihadapi oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. 1. Minimnya Anggaran Dana Minimnya anggaran dana merupakan faktor utama yang diakui oleh petugas Lapas Terbuka sebagai faktor penghambat pelaksanaan program pembinaan kemandirian. Sebagaimana yang diketahui bahwa Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta merupaka lembaga milik pemerintah yang berarti seluruh kebutuhan dananya ditopang oleh pemerintah. Sering kali anggaran yang tidak mencukupi ini akan membuat program tidak berjalan dengan baik. Hal ini diungkapkan oleh Pak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja kepada penulis berikut ini. “Kendalanya pasti dana ya. Karena sistem anggaran kita kan sistem pakai habis. Jadi kalau pejabat atas kan berpikirnya ini anggaran negara yang harus habis digunakan dalam masa satu tahun ini. Sehingga, dana yang ada ya keluarkan saja untuk apa-apa. Kalau kita yang ada di lapangan kegiatan kerja kan inginnya dana ini berputar ya. Jadi modal bisa kembali lagi untuk membeli bibit ikan di periode pembibitan selanjutnya, sistem berkelanjutan begitu. Namun, sampai saat ini masih sulit untuk menerapkan sistem
11
Informasi diperoleh dari wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan pada tanggal 11 Desember 2013.
93
seperti itu. Bukan Cuma di lapas ini tapi di lapas-lapas lain juga begitu. Karena dimana-mana sistemnya kan sama.”12 2. Jumlah Program Minim Minimnya jumlah program merupakan imbas dari minimnya jumlah anggaran dana yang diberikan kepada Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dari pemerintah pusat. Minimnya jumlah program ini mengakibatkan WBP yang ada tidak terserap secara keseluruhan sehingga yang mengikuti program pembinaan kemandirian hanya sedikit. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja kepada penulis. “Jadi ya, masalahnya kembali lagi karena kurangnya program. Kami rasa kalau programnya cukup banyak, maka akan bisa menyerap WBP yang ada sehingga yang tidak mau ikutpun bisa kami paksa. Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau kami sih ingin mereka semua ikut kegiatan, ikut pembinaan supaya kemandiriannya itu bertambah.”13 Sedikitnya jumlah program juga diakui oleh Bapak Iwan, rekan dari Ibu Puji, menjadi salah satu penghambat proses pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka. Hal ini diungkapkan beliau sebagai berikut. “Perkembangan mereka cukup baik, karena sebenarnya mereka juga tergantung dengan program yang ada disini. Jika program yang ada disini banyak, bisa menyerap semua WBP yang ada disini, nantinya mereka akan berkembang. Namun, karena program yang ada hanya sedikit, sehingga tidak semua bisa terserap oleh program-program yang ada. Kalau dari WBP sendiri sebenarnya mereka sangat ingin bekerja, memanfaatkan waktu untuk mengerjakan sesuatu.”14
12
Wawancara dengan Bapak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja pada 20 Desember
2013. 13
Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6 Januari 2014. 14 Wawancara dengan Bapak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja pada 20 Desember 2013.
94
3. Terbatasnya Kualitas Sumber Daya Manusia Tidak dapat dibantah bahwa kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam suatu tubuh lembaga adalah modal penting yang menjadi penggerak bagi lembaga itu. Begitu pula dengan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta yang memiliki total 80 orang petugas di dalamnya. Minimnya petugas yang memiliki keahlian di bidang pembinaan kemandirian juga merupakan salah satu faktor penghambat. Tidak setiap petugas memiliki keahlian praktis bagi bidang pembinaan kemandirian. Sehingga apabila pelatih atau instruktur pembinaan tidak dapat hadir maka, tidak ada yang bisa menggantikan mereka untuk melatih WBP. 4. Sedikitnya Mitra Kerja Lapas
Terbuka Klas
IIB Jakarta memiliki
program
pembinaan
kemandirian bekerja pada pihak ke-3 (P3) dimana dalam program tersebut, WBP dapat menjalani pekerjaan yang diinginkannya di luar lembaga. Artinya akan terjadi interaksi yang lebih luas antara WBP dengan masyarakat luas. Hal ini adalah salah satu cara WBP mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat. Program ini dilaksanakan sesuai dengan fungsi pokok Lapas Terbuka yaitu sebagai Lapas asimilasi bagi WBP. Namun, karena sedikitnya mitra kerja yang ada saat ini membuat WBP yang dapat bekerja di luar lembaga pun sedikit. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat kepada WBP yang rendah.15
15
Informasi diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan pada tanggal 20 November 2013.
95
5. Kemauan Warga Binaan Pemasyarakatan Kurang Kemauan dari WBP yang kurang dalam mengikuti program pembinaan juga menjadi faktor penghambat. Karena apabila dalam diri WBP itu sendiri mempunyai kemampuan yang minim, maka hasil pembinaan yang diharapkan yaitu kemandirian tidak akan tumbuh dalam jiwa WBP. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja kepada penulis. “Kalau WBP yang tidak mau ikut ya kami juga tidak bisa memaksakan ya. Kenapa kami tidak bisa memaksakan karena itu terkait dengan program juga. Misalnya peternakan, di program itu cukuplah lima orang saja yang mengurus. Karena apabila terlalu banyak orang juga akan mempengaruhi proses dan hasil ternak itu sendiri. Terlalu banyak orang yang terlibat juga bisa membuat tingkat stres ayam tinggi. Selain itu jika terlalu banyak orang yang ikut turun tangan namun kalau mereka memiliki pendapat yang berbeda-beda juga bisa mengacaukan program kan. Jadi ya, masalahnya kembali lagi karena kurangnya program. Kami rasa kalau programnya cukup banyak, maka akan bisa menyerap WBP yang ada sehingga yang tidak mau ikutpun bisa kami paksa. Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa berbuat apa-apa.”16
D. Hasil Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian Program pembinaan kemandirian adalah salah satu program yang ada di Lapas Terbuka Jakarta yang diharapkan dapat memberikan bekal keterampilan atau keahlian dalam bidang tertentu sehingga membuat WBP yang telah keluar dari lembaga ini dapat mandiri nantinya dalam hal mencari mata
16
Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6 Januari 2014.
96
pencaharian.17 Hal inilah yang diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani kepada penulis tentang definisi pembinaan kemandirian menurut beliau. Beberapa orang WBP yang telah mengikuti program pembinaan kemandirian dan merasakan manfaat dari program tersebut adalah AH dan AG. Mereka ada dua orang WBP yang mengikuti program pembinaan kemandirian peternakan ayam broiler. AH merupakan pencetus yang mengusulkan program ini berjalan kembali. Ia kemudian menjalankan kembali program peternakan ayam yang semula vakum. Ia merekrut beberapa orang WBP lainnya untuk belajar menternakan ayam broiler karena semasa masih bekerja dulu, ia pernah menangani proyek peternakan ayam. Sehingga ia memiliki keahlian di bidang tersebut. Berikut pernyataan AH saat diwawancarai oleh peneliti: “Saya dulu pernah menggarap proyek peternakan mbak. Pernah lihat proyeknya, lalu dari situ jadi tahu seluk beluknya. Lalu saya lihat disini ada lahan, kenapa tidak dimanfaatkan. Kemudian saya usulkan untuk diadakan kembali program peternakan. Karena waktu saya tiba, program peternakan ayam sedang tidak jalan karena ketiadaan dana. Lalu saya mengajak beberapa warga (Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk ikut program ini. Karena saya ingin mengembangkan program ini agar bisa dijalankan terus disini mbak, jangan sampai berhenti. Karena keuntungannya lumayan mbak. Nantinya bisa ada pemasukan untuk warga, dan ada pemasukan untuk lapas juga.”18
AG merupakan WBP yang direkrut AH dalam proses peternakan ayam broiler. AG mengaku ia senang diajak oleh AH dalam program peternakan
17
Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6 Januari 2014. 18 Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
97
ayam karena ia memang memiliki minat terhadap pemeliharaan ayam. Hal ini terungkap dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti berikut ini: “Pertama, karena saya diajak. Kedua, karena saya memang berminat pada peternakan ayam mbak. Dulu waktu di kampung pernah memelihara beberapa ekor ayam tapi bukan ayam petelur ya, tapi ayam hias. Ya cukup senang ya dengan ayam. Nah dari situ saya ingin mencoba menternakkan ayam mbak.”19
Manfaat mendapat keterampilan tambahan juga dirasakan oleh WBP berinisial AN yang baru berusia 18 tahun saat pindah ke Lapas Terbuka Jakarta. Setelah mengikuti program kemandirian ia menjadi lebih termotivasi untuk melanjutkan sekolahnya yang sempat terputus akibat masuk Lembaga Pemasyarakatan dan bekerja untuk mengumpulkan modal untuk berwirausaha budidaya cacing. Hal ini seperti yang AN ungkapkan kepada penulis dari wawancara. “Setelah keluar sih mau nerusin sekolah lagi kak. Mau kuliah juga. Mungkin kalau ada kesempatan ingin juga buka usaha budidaya cacing. Tidak begitu sulit juga sih prosesnya.”20
Keadaan Lapas yang terbuka membuat sisi psikologis mereka menjadi lebih tenang, tidak merasa tertekan dengan tidak adanya kurungan dan jeruji serta dinding yang tinggi seperti bangunan Lapas pada umumnya. Sehingga mereka bisa menjalankan program pembinaan kemandirian yang disiapkan selama mereka menunggu hari pembebasan bersyarat yang telah ditentukan sebelum mereka pindah. Maka, lingkungan Lapas yang terbuka dapat dikatakan pula mendukung program pembinaan dari sisi psikologis dan mental 19 20
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014. Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
98
para WBP. Hal ini diungkapkan oleh J yang mengikuti program pembinaan kemandirian yaitu bekerja pada pihak ke-3 serta AG yang mengikuti program peternakan ayam kepada penulis sebagai berikut. “Kalau manfaat sebenarnya sangat besar ya mbak. Tapi manfaat itu tergantung juga dari orang yang menjalaninya benar-benar bersungguhsungguh dan bisa memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada atau tidak. Kalau buat saya sangat bermanfaat. Disini kan bisa dikatakan kita sudah setengah bebas ya mbak. Karena Lapasnya terbuka, kita bisa keluar dari ruangan kita, bergaul dengan bebas, dan ruangannya juga seperti kamar di rumah sendiri. Kalau saya yang bekerja di luar malah bisa bersosialisasi lebih lagi dengan masyarakat luas. Ya karena memang itulah tujuannya kan diadakannya Lapas Terbuka ini mbak. Supaya warga binaan disini bisa bersosialisasi, bercampur lagi, naik kepercayaan dirinya di dalam masyarakat.”21 “Disini lebih sejuk ya mbak, lebih tenang karena sedikit ya mbak. Ya kalau disini harus bisa jaga diri dan disiplin ya mbak. Karena disini kita yang menjalankan program-program yang ada disini. Staf dan petugas hanya mengarahkan saja. Kita disini dituntut untuk mandiri ya mbak. Karena hampir semua disini warga jalankan sendiri dari mulai bersihbersih, kegiatan keseharian, program juga.”22 Dari
beberapa
orang
WBP
yang
penulis
wawancarai,
mereka
mengemukakan bahwa ada perubahan dalam diri mereka. Selain kehidupan mereka lebih teratur dan disiplin, semangat dan motivasi mereka pun tumbuh setelah mengikuti program-program yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Hal ini sesuai dengan apa yang telah penulis jabarkan di bab Landasan Teori sebelumnya, bahwa salah satu unsur dalam kemandirian adalah seseorang mampu mengatur dirinya sendiri serta memiliki hasrat dalam bersaing dan memajukan dirinya.
21 22
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014. Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
99
Selain karena lingkungan yang mendukung, dengan adanya keahlian yang mereka dapat, hal tersebut juga menumbuhkan motivasi dalam diri mereka untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik dengan berbekal keterampilan yang telah mereka dapatkan. Dengan demikian aspek kemandirian secara emosional telah dapat mereka raih selain juga pencapaian dalam kemandirian ekonomi yang mereka niatkan untuk mereka capai.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan peneliti dalam kurun waktu 5 bulan sejak September 2013 hingga Januari 2014 diketahui bahwa program pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta ada dua macam yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian. Pembinaan
kemandirian
mencakup
hal-hal
yang
berkaitan
dengan
keterampilan seperti keterampilan pertukangan, perikanan, peternakan, dan budidaya cacing. Sedangkan pembinaan kepribadian bersifat pemberian bimbingan kerohanian serta bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat pembinaan melalui program integrasi ke dalam masyarakat yaitu bekerja pada pihak ketiga (P3) dimana Warga Binaan Pemasyarakatan diperbolehkan mengusulkan diri untuk bekerja di luar lembaga sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dengan diawasi oleh pihak Lapas dan telah memenuhi syarat tertentu. Dari hasil penelitian dapat diketahui pula mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak Lapas Terbuka dalam melaksanakan program pembinaan kemandirian yaitu: 1. Minimnya anggaran dana 2. Jumlah program minim 3. Terbatasnya kualitas sumber daya manusia
100
101
4. Sedikitnya mitra kerja 5. Kemauan Warga Binaan Pemasyarakatan kurang
B. Saran Untuk meningkatkan kualitas program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: a. Memperbanyak materi pelatihan pembinaan sehingga semakin banyak hal yang dapat dipelajari oleh Warga Binaan Pemasyarakatan. Materi pelatihan tidak hanya bersifat praktik lapangan tetapi juga kursus-kursus bahasa maupun komputer sehingga Warga Binaan Pemasyarakatan memiliki bekal yang dapat digunakan secara maksimal ketika telah keluar dari Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. b. Memperluas jaringan kerjasama dengan mitra kerja dari luar lembaga agar semakin banyak Warga Binaan Pemasyarakatan yang dapat mengikuti program P3. Selain itu, memperluas jaringan kerjasama juga memungkian untuk meningkatkan baik jumlah maupun kualitas program pelatihan yang ada. c. Adanya pengontrolan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga, semua Warga Binaan Pemasyarakatan yang ada dapat mengikuti program pembinaan yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. Persepsi Pria dan Wanita dalam Kemandirian (Anima Indonesia Psychological Journal No. 2). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993. Atmasasmita, Romli. Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum. Bandung: Alumni, 1982. Azwar. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1991. Basri, Hasan. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Basrowi dan Sudikin. Metodologi Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendikia, 2002. Harsono, C.I. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan, 1995. Jones, Charles O. An Introduction to the Study of Public Policy. Brooks: Cole Publishing Company, 1996. ------------Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 02-Pk.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Maleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Mangunhardjana, A. Pembinaan Arti dan Metodenya. Jakarta : Kanisius, 1989.
102
103
Masrun, Sikap Mandiri Anak Kost. Bandung: Tarsito, 1986. Masrun dkk. Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk Di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis). Yogyakarta: Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1986. McCarthy, Belinda et, al. Community Based Corrections. Wadsworth. 2001. Miles, Matthew dan Huberman, Michael A, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press, 1992. Mutadin, Z. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, 2002. Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit Undip, 1995. Nawawi, Prof. Dr. Hadari. Metode penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991. Nuryoto, S. Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin, dan Peran Jenis (Anima Indonesia Psychological Journal No. 2). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993. Panjaitan, Petrus Irwan dan Simorangkir, Pandapotan. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Reksodiputro, Mardjono. Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana (Buku Ketiga). Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi UI, 2007.
104
Snarr, Richard. Introductio to Corrections. Medison: Brown and Brenchmark. Sugiyono. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD. Bandung: Alfabeta, 2008. Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metode Penelitian, Sosial Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Toha, Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Wahono, K. Arti Kemandirian Bagi Mahasiswa UI (Studi Kasus Mahasiswa UI yang Tinggal Terpisah dari Orang Tua dan Tinggal Bersama Orang Tua). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997. Yulianiti, P.D.Perbedaan Kemandirian Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua dan Jenis Kelamin Pada Siswi Kelas I SMU Negeri 1 Ungaran Tahun Ajaran 2003/2004. UKSW, 2004.
Internet : Data jumlah Narapidana di Unit Pelayanan Teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
diperoleh
dari
website
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly pada tanggal 12 September 2013. Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI Nomor: PAS-PK.01.01.02-100 diterbitkan tanggal 13 Mei 2013
105
butir
nomor
1,
diunduh
dari
website
http://www.kemenkumham.go.id/berita/headline/1942-penempatannarapidana-ke-lembaga-pemasyarakatan-lapas-terbuka pada tanggal 25 November 2013.
LAMPIRAN
106
107
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian
Papan Selamat Datang menuju Lapas Terbuka Jakarta
Pintu Masuk Lapas Terbuka Jakarta
108
Kegiatan Pembinaan Kemandirian Peternakan Ayam Broiler
Kegiatan Pembinaan Kemandirian Pertukangan
109
Kegiatan Pembinaan Kemandirian Perikanan
Bangunan Untuk Program Budidaya Cacing
110
Masjid di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Meja-meja di Ruang tengah yang digunakan untuk istirahat pegawai maupun Warga Binaan Pemasyarakatan jika ada kunjungan dari keluarga
111
Ruang untuk bermain musik
Lapangan olahraga sekaligus untuk tempat apel pagi petugas Lapas
112
Lampiran 2 Surat Pengajuan Pembimbing Skripsi
113
114
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Skripsi
115
116
117
Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian Skripsi
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK MENGETAHUI PROGRAM PEMBINAAN LAPAS TERBUKA KLAS IIB JAKARTA
Biodata Informan Nama
:
Jabatan
:
Pelaksanaan wawancara
:
Pertanyaan: 1. Sejak kapan program pembinaan keterampilan kerja bagi Narapidana diselenggarakan oleh Lapas Terbuka Jakarta? 2. Apa saja progam pembinaan keterampilan kerja yang telah terselenggara di Lapas Terbuka Jakarta sejak berdirinya hingga sekarang? 3. Apa alasan dan latar belakang pemilihan program pembinaan keterampilan kerja yang sekarang diselenggarakan oleh Lapas Terbuka Jakarta? 4. Adakah kerja sama dengan pihak luar Lapas Terbuka Jakarta dalam menyelenggarakan program pembinaan keterampilan kerja? 5. Apakah ada proses penilaian atau evaluasi bagi Narapidana yang mengikuti program keterampilan kerja?
Pedoman Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Terbuka Jakarta
Inisial Informan
:
Usia
:
Bidang program
:
Waktu wawancara
:
Daftar Pertanyaan: 1. Berapa lama anda menjadi WBP di Lapas Terbuka Jakarta? 2. Sejak kapan anda menjadi WBP di Lapas Terbuka Jakarta? 3. Darimana anda mengetahui informasi tentang adanya Lapas Terbuka Jakarta sehingga anda bisa masuk menjadi WBP di Lapas Terbuka Jakarta? 4. Program pembinaan kemandirian apa yang anda ikuti selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? 5. Mengapa anda memilih program kemandirian tersebut? 6. Menurut anda, apa kekurangan dan hambatan yang dimiliki oleh Lapas Terbuka Jakarta dalam menyelenggarakan program pembinaan kemandirian yang anda ikuti? 7. Menurut anda, apakah kekurangan dan hambatan yang anda temui dalam mengikuti program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta, baik dari dalam diri anda sendiri maupun hambatan dari luar? 8. Apa yang anda harapkan setelah menjadi WBP dan menjalani program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta? 9. Apakah anda mengharapkan adanya program-program lain di Lapas Terbuka Jakarta? Jika iya, program apa yang anda inginkan?
Transkrip Wawancara Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Waktu wawancara
: Rabu, 20 November 2013
Informan
: Bpk Rio Chaidir (Kasi Perawatan) Ibu Puji Indrayani (Staf Bidang Pembinaan)
Pertanyaan: 1. Apa saja program pembinaan yang ada di Lapas Terbuka Jakarta? Kalau di Lapas itu secara garis besar kan program pembinaannya ada dua, itu pertama pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian. Kalau program kemandirian itu salah satunya bercocok tanam (pertanian), perikanan, peternakan lele, nah itu program kemandirian. Kalau yang berkaitan dengan pembinaan kepribadian itu pembinaan mental, bernegara, agama. Pembinaan bernegara
misalnya
seperti
kita
mendorong
WBP
untuk
memperingati hari besar atau peringatan hari nasional. Kalau pembinaan agama, kita ada semua tergantung dari kondisi WBP. Kalau ada yang nasrani, kita antarkan untuk mengikuti kebaktian di gereja terdekat. Kalau untuk yang muslim biasanya diadakan shalat berjamaah, pengajian setiap malam Jumat, dan istighozah setiap hari Selasa dan Kamis, ada juga pelajaran membaca al Quran.
2. Mengapa program-program tersebut yang dipilih sebagai program pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta? Ini memang sudah digariskan ada di Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 tahun 2013. Itu yang terbaru, kan kalau keputusan seperti itu ada urutannya. Pertama, undang-undang, terus peraturan pemerintah, turun lagi peraturan menteri. Nah, itu ada di peraturan menteri itu. Di setiap lapas pasti ada dua macam pembinaan itu, tetapi kontennya saja yang berbeda-beda di tiap Lapas. Kenapa
berbeda-beda, ya itu tergantung kondisi dan situasi Lapas itu sendiri. Misalnya karena geografisnya atau memang ciri khas Lapasnya. Jadi program-program itu bukan kita yang merumuskan, memang sudah dari atasnya begitu. Kita hanya menjalankan dan mengembangkan sesuai dengan kondisi dan dana yang ada bila mendukung.
3. Apakah WBP diperkenankan memilih program pembinaan yang ada atau menjalani semua program pembinaan yang ada di Lapas Terbuka Jakarta? Sebelum mereka (WBP) menjalankan pembinaan disini kan kita asesmen dulu. Nah, WBP yang masuk kesini kan sebenarnya WBP yang sudah menjalani setengah dari masa hukumannya. Ketika mereka ingin masuk pindah kesini di Lapas awal juga mereka telah diasesmen juga, untuk menelusuri minat dan bakat WBP apakah ia bisa cocok dengan pembinaan yang ada disini atau tidak. Jika tidak ya dia tetap akan ada di Lapas awal, tidak pindah kesini. Tetapi jika cocok baru akan dipindahkan kesini. Nah, setelah masuk kesini pun kami akan lakukan asesmen kembali untuk benar-benar mengetahui minat WBP. Mereka juga masuk ke dalam masa orientasi selama tiga hari. Istilahnya pengenalan lingkungan seperti itu ketika sampai disini. Kalau di Lapas yang biasa (lapas tertutup) orientasinya sebulan. Tapi karena disini masanya singkat jadi hanya tiga hari. Setelah diketahui hasilnya, maka baru kami akan arahkan program yang mana yang bisa ia jalankan, jika ia minatnya menjadi tukang kayu, ya kami arahkan ke perbengkelan kayu, kalau ke peternakan, kami arahkan untuk memilih peternakan ikan atau ayam. Atau ia bisa juga kerja mandiri, kerja mandiri dengan pihak ketiga atau kerja di luar Lapas dengan mitra kerja kita. Kalau sekarang mitra kita baru ada satu.
4. Apa saja hambatan program pembinaan yang dihadapi pembina maupun WBP dalam menjalankan program pembinaan? Pertama uang, ini alasan klasik sih. Ya hambatannya itu uang atau dana ya trus sama sarana dan prasarana. Oh ya, juga selain itu mitra kerja. Saat ini mitra kerja kita kan cuma satu ya. Harusnya jika memang ingin memasyarakatkan dan mengintegrasikan WBP dengan masyarakat, semakin banyak iya berinteraksi dengan dunia luar dan bekerja dengan pihak ketiga, maka tujuan pemasyarakatan dan pembinaan bisa tercapai. Karena tugas kami disini kan mengembalikan fungsi dia dan kepercayaan diri WBP agar bisa berintegrasi dengan baik ketika ia kembali ke masyarakat. Tapi dengan adanya mitra kerja kita yang saat ini hanya satu lembaga, kita jadi susah juga untuk mengarahkan menyalurkan WBP untuk kerja mandiri. Jika WBP hanya bekerja disini-sini (di dalam lingkungan Lapas) kan interaksinya hanya dengan kami saja para petugas, sedangkan jika ia keluar interaksi akan semakin banyak. Termasuk pendidikan juga. Disini juga ada WBP yang ingin meneruskan pendidikannya, tetapi kita tidak mampu menyalurkan karena tidak adanya dana maupun mitra yang bisa membantu menyalurkan.
Transkrip Wawancara Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Waktu
: 11 Desember 2013
Narasumber
: Pak Rio Chaidir
Jabatan
: Kasubsie Perawatan
1. Menurut Anda, apakah yang dimaksud dengan program kemandirian? Program kemandirian menurut saya yang ada di Lapas Terbuka ini itu adalah pembekalan yang kami berikan kepada WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) agar ketika mereka keluar dari sini, setelah selesai menjalani masa tahanan, mereka dapat memiliki bekal bagi penghidupan mereka. Namun, menurut saya, sebuah program kemandirian tidak dapat berjalan lancar apabila mental dan kepribadian mereka (WBP) tidak diperbaiki atau dibekali dengan yang positif dulu. Karena, saya pikir ya, setiap orang berbuat jahat tidak melulu karena ekonomi yang kurang, tetapi bisa juga karena iman mereka lemah. Bisa jadi, sebenarnya ada WBP yang pintar, pendidikannya bagus, punya skill, tetapi karena imannya lemah, ia mau cepat saja dalam mendapatkan materi, akhirnya berbuat jahat, korupsi, atau mencuri. Padahal bisa bekerja yang halal.
2. Apa
saja
kendala
yang
dihadapi
selama
menjalankan
program
kemandirian? Kendalanya sudah pasti ada di dana ya. Anggaran yang turun memang kurang mencukupi untuk membuat banyak program kemandirian bagi WBP. Karena kita maunya kan WBP itu disini jangan sampai nganggur ya. Masa menunggu bebasnya bisa digunakan dan dimanfaatkan dengan baik, sehingga ketika keluar
ada keahlian yang bisa mereka bawa. Tetapi, karena kekurangan dana, program yang bisa kita buat hanya sedikit, sehingga yang terserap di program tersebut juga hanya sedikit. Selain itu, kendalanya program-program disini beberapa ada yang kurang cocok ya dengan lingkup perkotaan. Disini programnya pertanian, peternakan, perikanan. Kalau di lingkup perkotaan keterampilan yang diperlukan seperti kerja bangunan, pertukangan cukup cocok juga, reparasi elektronik atau tenaga administratif seperti menggunakan komputer. Tapi sulit ya, lagi-lagi kurangnya dana faktornya. Selain itu juga mungkin tenaga Sumber Daya Manusia juga cukup mempengaruhi. Disini kan tidak ada yang ahli perikanan, sarjana pertanian, peternakan. Jadi bila mau membuat program kemandirian harus mengundang tenaga ahli dari luar. Tetapi itupun tenaga ahli jarang bisa datang untuk melatih dan memantau karena mereka juga memiliki kesibukannya masingmasing.
3. Apakah ada WBP yang tidak mau mengikuti program kemandirian dan bagaimana menghadapinya? Ada. Pasti ada WBP seperti itu. Biasanya yang seperti itu yang memiliki pendidikan yang cukup menengah. Karena mereka pendidikan tinggi, tidak mau kan mengikuti program pertanian, peternakan. Tapi, kita anjurkan untuk mengikuti. Karena jika tidak ikut dia akan mencoreng catatan kelakuannya selama berada di dalam dan bisa jadi semakin lama bebasnya karena mendapat hukuman karena tidak menjalankan program yang ada.
4. Bagaimana pengaruh sumber daya manusia yang ada di Lapas Terbuka Jakarta, baik WBP maupun pegawainya? Untuk staf ya cukup membantu ya. Karena kalau mereka tidak ada, ya program juga tidak bisa berjalan. Kalau untuk WBP memang ya
pendidikan itu cukup berpengaruh. Kalau yang pendidikannya Sarjana atau minimal sudah lulus SMA dan sudah pernah bekerja, mereka cukup bisa dengan mudah untuk dilatih. Tetapi ada juga WBP yang pendidikannya Cuma tamat SD, tamat SMP. Nah, yang seperti itu kadang sulit untuk diberi pelatihan.
5. Bagaimana proses pengajuan program apabila ada WBP yang ingin mengajukan program baru untuk dibuat, atau apabila ada WBP yang berkenan untuk bekerja pada pihak ke-3? Prosesnya itu, jika mereka ada ide untuk program maka disampaikan ke kita. Lalu kita menyampaikan kepada Kasubsi bidang Kegiatan Kerja, dari situ disampaikan dalam rapat ke Kalapas. Jika ada dana, ada ruang dan segala keperluannya ada, maka Kalapas bisa saja menyetujui. Tapi bisa juga ditolak bila memang tidak ada dana. Kalau untuk bekerja pada pihak ke-3 ya mereka harus tahu dulu ingin bekerja dimana. Kalau sudah ada referensi, kita tinggal survei ke tempat kerjanya. Kalau belum ada referensi, bisa kita carikan tempat kerjanya mbak. Tapi dengan catatan bahwa dia memang benar-benar mau bekerja dengan jujur. Disini kan kalau melanggar maka hukumannya akan makin lama. Kalau dia baik, dia cepat keluarnya. Tapi kalau tidak, dia akan ada catatan buruk yang membuat dia makin lama disini.
Transkrip Wawancara Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Narasumber
: Pak Iwan
Waktu
: 20 Desember 2013
Jabatan
: Staf Bidang Kegiatan Kerja
1. Program kemandirian apa saja yang saat ini sedang berjalan di Lapas Terbuka Jakarta? Untuk saat ini program sedang berhenti, karena menjelang akhir tahun tutup buku, anggaran juga sudah habis dan akan diganti dengan program yang baru. Namun, sebelumnya sudah ada perikanan, peternakan, budidaya jamur dan pertukangan. Program perikanan rencananya kami akan membuat kolam di lahan yang tadinya adalah lahan untuk bertani bagi WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan). Ikan yang akan kami budidaya yaitu jenisnya lele. Karena saat ini cukup menguntungkan, sehingga dapat menjadi pemasukan tambahan bagi WBP dan Lapas juga bila berhasil. Kalau peternakan juga baru mulai untuk bertelur. Kalau pertukangan, kadang-kadang saja bila ada yang pesan untuk dibuatkan alat seperti lemari dan sebagainya. Untuk alat perkakas pertukangan cukup lengkap. Jika kurangpun, kami akan usahakan. Karena kami melihat WBP itu sendiri cukup rajin dan memiliki kemauan untuk bekerja yang sangat tinggi. Sehingga bila sedang tidak ada pesanan pun, mereka sering membuat kerajinan dari kayu-kayu bekas sendiri. Ada satu program lagi yaitu budidaya cacing, namun, belum berjalan. Budidaya cacing ini akan menempati lahan yang tadinya untuk budidaya jamur, karena program budidaya jamur telah selesai. Nantinya cacing yang akan dibudidayakan ini adalah cacing untuk pakan ikan. Sehingga untuk
perikanan ikan lele, kami tidak harus membeli pakan dari luar, bisa memproduksinya sendiri.
2. Bagaimana perkembangan Warga Binaan Pemasyarakatan selama mengikuti program kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta? Perkembangan mereka cukup baik, karena sebenarnya mereka juga tergantung dengan program yang ada disini. Jika program yang ada disini banyak, bisa menyerap semua WBP yang ada disini, nantinya mereka akan berkembang. Namun, karena program yang ada hanya sedikit, sehingga tidak semua bisa terserap oleh program-program yang ada. Kalau dari WBP sendiri sebenarnya mereka sangat ingin bekerja, memanfaatkan waktu untuk mengerjakan sesuatu. Karena mereka sendiri jenuh jika hanya diam di paviliun, tidak melakukan apa-apa. Mereka merasa bosan dan dari bosan itu bisa memancing pikiran mereka untuk hal-hal tertentu kan. Apalagi ini lapas terbuka, mereka tidak dijeruji seperti di lapas tertutup. Pikiran untuk kabur pasti akan sering timbul bila mereka tidak mengerjakan apa-apa.
3. Apa saja kendala yang bapak hadapi dalam menjalankan program kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta? Kendalanya pasti dana ya. Karena sistem anggaran kita kan sistem pakai habis. Jadi kalau pejabat atas kan berpikirnya ini anggaran negara yang harus habis digunakan dalam masa satu tahun ini. Sehingga, dana yang ada ya keluarkan saja untuk apa-apa. Kalau kita yang ada di lapangan kegiatan kerja kan inginnya dana ini berputar ya. Jadi modal bisa kembali lagi untuk membeli bibit ikan di periode pembibitan selanjutnya, sistem berkelanjutan begitu. Namun, sampai saat ini masih sulit untuk menerapkan sistem seperti itu. Bukan Cuma di lapas ini tapi di lapas-lapas lain juga begitu. Karena dimana-mana sistemnya kan sama. Kendala lainnya
adalah sumber daya manusia (SDM). Kalau dari WBP masih bisa kita arahkan ya. Karena mereka memang lebih suka untuk bekerja daripada diam di kamar. Kalau dari SDM disini misalnya begini, ada sarjana
perikanan, sarjana peternakan,
namun
malah
ditempatkan di bidang yang berbeda dari yang diharapkan. Seharusnya mereka bisa melatih di program, tapi ditempatkan di bidang lain yang tidak berkaitan. Orang yang ditempatkan di program Giatja (Kegiataan Kerja) malah yang bukan memiliki keahlian yang dibutuhkan. Seperti itu kalau saya melihatnya.
Transkrip Wawancara Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Narasumber
: Ibu Puji Indrayani
Waktu
: 6 Januari 2014
Jabatan
: Staf Bidang Kegiatan Kerja
1. Menurut Ibu, apakah yang dimaksud dengan program kemandirian? Suatu proses pemberian keterampilan kepada Warga Binaan Pemasyarakartan (WBP) sehingga bila dia (WBP) sudah keluar nanti tidak perlu bekerja di tempat lain tetapi bisa membuka usaha dengan keterampilan yang telah diberikan disini.
2. Apakah program kemandirian yang ada di Lapas Terbuka ini telah cocok dengan ruang lingkup Jakarta? Kalau untuk program pertanian mungkin bisa tapi dalam skala kecil, bisa menggunakan polybag atau tabulator. Untuk program pertukangan memang cocok ya, karena pertukangan itu bisa di kota besar atau di pedesaan pasti banyak orang yang membutuhkan. Mungkin yang agak sulit adalah program peternakan, karena untuk peternakan harus memiliki lahan dan memang ada jarak yang cukup jauh dari pemukiman penduduk ya.
3. Apa saja kendala yang dihadapi selama menjalankan program kemandirian di Lapas Terbuka? Kendala dana itu sudah pasti. Kendala lainnya mungkin kemauan dari WBP itu sendiri. Karena kemauan orang kan berbeda-beda. Ada WBP yang rajin dan bersemangat untuk ikut kegiatan, tapi ada juga yang sulit untuk diajak ikut program. Kita sendiri tidak bisa memaksakan yang tidak mau ikut ya, karena kita disini hanya
fasilitator yang menganjurkan dan mengajak. Kalau WBP itu sendiri memiliki keinginan untuk maju, ia pasti mau untuk ikut. Kalau dari segi Sumber Daya Manusia Lapas ya pada dasarnya untuk keterampilan bisa dipelajari sambil berjalannya waktu. Tetapi masalah itu datang dari WBP, kalau ada yang mau, ya ikut, kalau tidak mau, itu ya diam saja.
4. Bagaimana manajemen kepemimpinan Kalapas dalam program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka? Cukup bagus ya, karena dia memantau kan. Kalapas juga kan yang berhak untuk menyetujui atau menolak program ya. Kalau kita mengajukan program tapi beliau cuek kan sama juga ya, mandek di jalan programnya. Jadi berjalannya suatu program harus ada kerjasama dari semua pihak ya. Kalau untuk pemantauan beliau juga cukup aktif ya selama tidak di luar Lapas. Kalaupun beliau ada di luar Lapas pun beliau di bawahnya ada Kasubsi Giatja (Kegiatan Kerja), nanti dia yang memantau lalu melaporkan kepada Kalapas. Untuk proses evaluasi atau pengajuan kerja pun Kalapas cukup banyak mengetahui. Jika ingin mengadakan program
baru,
kami
mengajukannya
kasubsi
dulu
baru
disampaikan ke Kalapas.
5. Bagaimana perkembangan Warga Binaan Pemasyarakatan selama mengikuti program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka? Kalau yang ikut kemandirian ya bagus, karena dari segi mentalnya juga dia sudah sadar untuk ikut kegiatan untuk menambah keahlian mereka dan juga untuk memanfaatkan waktu dan kesempatan yang mereka miliki disini. Kalau WBP yang tidak mau ikut ya kami juga tidak bisa memaksakan ya. Kenapa kami tidak bisa memaksakan karena itu terkait dengan program juga. Misalnya peternakan, di program itu cukuplah lima orang saja yang mengurus. Karena
apabila terlalu banyak orang juga akan mempengaruhi proses dan hasil ternak itu sendiri. Terlalu banyak orang yang terlibat juga bisa membuat tingkat stres ayam tinggi. Selain itu jika terlalu banyak orang yang ikut turun tangan namun kalau mereka memiliki pendapat yang berbeda-beda juga bisa mengacaukan program kan. Jadi ya, masalahnya kembali lagi karena kurangnya program. Kami rasa kalau programnya cukup banyak, maka akan bisa menyerap WBP yang ada sehingga yang tidak mau ikutpun bisa kami paksa. Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau kami sih ingin mereka semua ikut kegiatan, ikut pembinaan supaya kemandiriannya itu bertambah. Selain itu juga karena masa pidana WBP itu ya mbak. Jadi kita hanya memilih orang-orang yang masa pidananya disini cukup lama, misalnya lebih dari dua bulan. Kenapa, agar mereka benar ikut pelatihan dari tahap ke tahap yang ada, tidak menjalaninya setengah-setengah. Sayang juga mbak misalnya ada yang masa pidananya Cuma satu bulan lalu ikut program, di tengah-tengah program ia sudah bebas. Artinya ia juga hanya mendapat ilmunya setengah saja mbak. Kalau ilmu yang didapat belum cukup kan jadi percuma juga.
6. Apakah WBP atau staf di dalam Lapas Terbuka bisa mengajukan program kemandirian baru? Bisa ya. Pada dasarnya kita disini tidak mengekang aspirasi dari staf atau warga. Kalau memang ingin ada program baru bisa mengajukan. Biasanya dari warga mengajukan ke kita staf Giatja. Lalu dari kita nanti kita ajukan ke Kasubsie Pembinaan. Dari Kasubsie naik lagi ke Kalapas. Kalau ada dana dan lahan biasanya disetujui. Tidak mungkin Kalapas menolak kalau memang programnya bagus dan kita bisa melaksanakan. Kalau ditolak itu biasanya karena mentok di dana sih ya. Tapi setahu saya, Kalapas
orang yang demokratis ya. Selama bisa dilaksanakan, beliau juga mendukung kok.
7. Apakah harapan ibu terhadap WBP setelah mengikuti Program Pembinaan Kemandirian? Harapannya ya supaya ketika WBP itu lepas dari sini mereka bisa mandiri, bekerja kalau bisa membuka usaha sesuai dengan keterampilan yang sudah didapat disini. Karena itu kan tujuan dari pembinaan kemandirian juga. Kami juga ingin setiap WBP bisa terserap oleh program-program pembinaan yang ada. Selain itu kami juga berharap timbul kemauan yang besar dan kesadaran dari WBP untuk mengikuti program pembinaan yang ada. Kemauan dari mereka untuk maju dan aktif di dalam Lapas. Sehingga kami tidak perlu memaksa atau yang namanya paksaan itu tidak ada. Karena kami ingin mereka punya kemauan dan niat yang besar ikut kemandirian dan setelah keluar, mereka benar-benar berniat untuk berubah. Karena dengan niat dan kemauan yang besar Tuhan pasti akan memberi jalan kepada mereka untuk berusaha.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber
: AW
Usia
: 37 Tahun
Waktu
: Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama bapak berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya disini sejak tahun 2013, bulan November. 2. Program kemandirian apa yang bapak ikuti di Lapas Terbuka Jakarta? Saya mengikuti program pertukangan mbak. 3. Mengapa bapak memilih mengikuti program pertukangan? Di lapas sebelumnya saya ikut program tamping mbak, pembinaan kerja. Lalu, disini saya ikut pertukangan. Sebenarnya untuk mengisi waktu luang saja mbak. Karena kalau tidak ikut program rasanya penat dan jenuh disini. 4. Apa pekerjaan bapak sebelum masuk ke Lapas? Saya karyawan swasta saja. Sebenarnya pekerjaan saya sebelumnya tidak ada hubungannya dengan pertukangan. Cuma, karena adanya program itu yang bisa saya kerjakan, jadi saya kerjakan saja mbak. 5. Dari siapa bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta? Saya masuk kesini karena diberi tahu ada program pemerintah tentang asimilasi mbak. Jadi saya dipilih untuk lalu dipindahkan. Orang (narapidana) yang pindah itu katanya yang sudah menjalani setengah dari hukumannya yang boleh pindah kesini mbak. 6. Apa kekurangan yang bapak rasakan yang ada di Lapas Terbuka Jakarta? Kalau menurut saya mungkin programnya kurang ya. Jadi tidak semua napi disini bisa terserap untuk kerja disini. Jadi mungkin lebih diperbanyak programnya.
7.
Apa saja manfaat yang dapat bapak rasakan selama menjalani masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta? Manfaatnya saya merasa disini lebih tenang ya mbak. Kan disini sedikit penghuninya, tidak seperti di Lapas sebelumnya yang tertutup. Disini bisa lebih tenang dan fokus untuk menyiapkan diri sebelum bebas. Karena banyak yang kesini memang sedang menunggu proses PB (Pembebasan Bersyarat). Lebih mandiri pasti ya mbak. Sebelumnya di lapas biasa tidak mengerjakan apa-apa. Disini harus ikut kegiatan, bangun pagi jam 5. Disini jadi lebih tertata pola hidupnya.
8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program kemandirian yang diikuti? Sepertinya tidak ya mbak. Saya ingin kembali ke pekerjaan saya yang sebelumnya saja. 9. Apa harapan bapak terhadap Lapas Terbuka Jakarta? Harapan saya, semoga program-program yang ada lebih berkembang dan lebih banyak lagi mbak. Supaya semua napi bisa kerja. Karena kalau mereka tidak kerja itu pikiran suntuk dan pikirannya bisa macam-macam mbak.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber
: AS
Usia
: 18 tahun
Waktu
: Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya pindah kesini bulan November tahun lalu kak, sekitar dua bulan. 2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Ikut program perikanan kak. 3. Mengapa mengikuti program kemandirian perikanan di Lapas Terbuka Jakarta? Sebenarnya ikut program itu untuk isi waktu selama ada disini. Karena saya sendiri tidak punya keahlian apa-apa, jadi ikuti saja program yang ada. Karena kalau diam saja jenuh kak rasanya. 4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas? Saya dulu masih sekolah kak, kelas 3 SMA. Karena masuk jadi tidak lulus. 5. Dari siapa adik mengetahui informasi tenatang Lapas Terbuka Jakarta? Waktu itu langsung disuruh pindah kesini kak. Kata staf dari lapas sebelumnya ada program pemerintah yaitu di Lapas sini. Saya tidak begitu tahu soal pemindahannya, yang jelas saya langsung disuruh beres-beres baju dan langsung pindah kesini kak. 6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Apa ya kak. Kalau saya sih tidak terlalu merasakan ya. Karena saya Cuma sebentar disini. Malah seharusnya saya sudah bebas, tapi SK (Surat Keputusan) belum turun. Jadi pikiran saya ya kesana kak, ingin cepat-
cepat bebas kak. Mungkin programnya ya kak yang masih kurang banyak. Jadi sedikit yang bekerja. 7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Kalau saya merasa disini lebih disiplin ya ka. Kan disini wajib bangun pagi, ikut apel pagi sama staf-staf yang ada disini. Kalau di lapas sebelumnya tidak ada seperti itu. Disini juga staf-stafnya enak-enak diajak mengobrol, jadi kita juga enak bergaul dengan mereka. 8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program kemandirian yang diikuti? Kalau itu belum tau sih kak. Saya ingin meneruskan sekolah dulu kan belum lulus. Saya ingin mengejar ijazah SMA dulu, ke paket C kak. Setelah itu saya ingin mencari pekerjaan. Pekerjaan apa sajalah kak, yang penting tidak mencuri atau yang haram jadi tidak kembali lagi kesini. Kalau nanti ada cukup modal mungkin bisa buka usaha perikanan di daerah rumah. Soalnya saya sudah dapat pembekalan juga dari sini kan. 9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta? Ya semoga programnya makin banyak dan makin bagus saja kak. Biar disini menunggu waktu bebas ada kegiatan dan tidak bosan.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber
: AL
Usia
: 18 tahun
Waktu
: Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya pindah kesini bulan November tahun lalu kak, sekitar dua bulan. Pindahnya bareng sama AS. 2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Ikut program perikanan kak. 3. Mengapa mengikuti program kemandirian perikanan di Lapas Terbuka Jakarta? Sebenarnya ikut program itu juga untuk isi waktu selama menunggu bebas. Harusnya saya bebas dari bulan September, tapi malah dipindahkan kesini dan baru dapat SK (Surat Keputusan) bebas bulan depan. Lagi pula di lapas sebelumnya di Salemba saya tidak ikut program apa-apa, terasa jenuh. Saat pindah kesini ikuti saja program yang ada biar tidak bosan kak. 4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas? Saya dulu masih sekolah kak, kelas 3 SMA, tidak bekerja. 5. Dari siapa adik mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta? Sama seperti AS saya langsung disuruh beres-beres sama staf yang di Salemba untuk pindah kemari. Jadi saya tidak begitu mengerti pindahnya bagaimana.
6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Ya itu kak, programnya kurang. Jadi masih banyak yang menganggur. Tapi sebenrnya juga tergantung kemauan sih. Kalau mau ikut ya ikut. Kalau tidak ya tidak ikut. 7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Ya sama sih, dari disiplin kebangun setelah disini. Disini juga lebih enak tempatnya, lebih berasa seperti ada di rumah. Tapi jadinya malah ingin cepat keluar kak. Hahaha. 8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program kemandirian yang diikuti? Tidak tahu kak. Saya Cuma ingin bekerja. Tidak mau kembali lagi kesini. 9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta? Ya semoga programnya makin banyak dan makin bagus saja kak.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber
: AH
Usia
: 34 tahun
Waktu
: Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama Bapak berada di Lapas Terbuka Jakarta? Disini masuk sejak bulan Mei tahun 2013, kira-kira delapan bulan mbak. 2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya ikut program peternakan ayam mbak disini. 3. Mengapa mengikuti program kemandirian peternakan di Lapas Terbuka Jakarta? Saya dulu pernah menggarap proyek peternakan mbak. Pernah lihat proyeknya, lalu dari situ jadi tahu seluk-beluknya. Lalu saya lihat disini ada lahan, kenapa tidak dimanfaatkan. Kemudian saya usulkan untuk diadakan kembali program peternakan. Karena waktu saya tiba, program peternakan ayam sedang tidak jalan karena ketiadaan dana. Lalu saya mengajak beberapa warga (Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk ikut program ini. Karena saya ingin mengembangkan program ini agar bisa dijalankan
terus
disini
mbak,
jangan
sampai
berhenti.
Karena
keuntungannya lumayan mbak. Nantinya bisa ada pemasukan untuk warga, dan ada pemasukan untuk lapas juga. 4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas? Oh saya dulu di kontraktor bangunan.
5. Dari siapa Bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta? Saya melalui pengajuan mbak. Saya diberi tahu pada saat baru masuk di Rutan Salemba bahwa dari Rutan nantinya bisa pindah ke Lapas biasa atau mengikuti program PB (Pembebasan Bersyarat) di Lapas Terbuka dengan syaratnya yang ada. Lalu saya mengajukan diri. 6. Apa kekurangan yang Bapak rasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Sebenarnya kalau dibilang kurang sih tergantung bagaimana staf kepada warga ya. Bagaimana pembawaan mereka terhadap warga ya. Soalnya kan disini ada warga yang ingin menyampaikan aspirasi atau pendapat tapi mereka merasa dirinya kurang, pernah bermasalah, dilatarbelakangi pendidikan yang kurang juga, sehingga mereka merasa minder dan malu. Tapi kalau bisa memfasilitasi mereka dengan baik saya rasa akan berjalan lancar. Karena kalau mereka dikaryakan akan lebih rajin mereka daripada orang luar. Itu yang saya lihat selama delapan bulan disini. Kalau di luar kan orang bekerja mengharapkan gaji ya mbak. Tapi kalau disini mereka yang bekerja tidak bisa mengharapkan uang. Tetapi, bagaimana mereka mengkaryakan
dirinya,
bekerja
sebelum
bebas,
mendapatkan
keterampilan, mengisi waktu, walaupun hanya mendapat makan siang. Itulah realitas yang saya lihat ya mbak. Namun disini juga karyawannya juga cukup baik-baik ya mbak, sehingga walaupun kita kadang merasa bosan dan kurang berada disini namun, karena komunikasi kita terjalin cukup baik sehingga bosan itu bisa dikurangi. Selain itu dari pihak kalapas juga kerjasamanya cukup baik, rajin mengontrol keadaan di apangan seperti apa. Dua hari sekali lah beliau mengontrol mbak. Untuk komunikasi dengan beliau juga tidak terlalu susah. 7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Kalau manfaat, tentunya tidak ada ya mbak manfaat dari di penjara itu sendiri. Hanya bagi saya ini sebuah pelajaran hidup. Pelajaran untuk mengingatkan saya bahwa saya pernah melakukan kesalahan di masa lalu,
yang harusnya saya berjalan lurus tetapi malah belok. Kemudian hari saya tidak boleh belok lagi. Itu saja sih mbak. 8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program kemandirian yang diikuti? Pertama, orang yang kita rekrut disini ya bisa jadi bahan untuk bagaimana mereka nanti bekerja di luar. Tetapi kalau saya memang akan bekerja di tempat sebelumnya. Ya mungkin ini juga bisa jadi salah satu peluang usaha saya untuk kedepannya nanti mbak. 9. Apa harapan Bapak terhadap Lapas Terbuka Jakarta? Saya harap bisa lebih berkembang lagi ya. Program-programnya, fasilitasfasilitasnya yang ada disini supaya bisa dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan pembinaan bagi warga sini ya mbak. Karena sayang sekali kalau ada lahan tapi tidak dipergunakan.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber
: AN
Usia
: 18 tahun
Waktu
: Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Dari bulan November tahun kemarin kak. 2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya ikut program budidaya cacing kak. 3. Mengapa mengikuti program kemandirian budidaya cacing di Lapas Terbuka Jakarta? Karena ingin ikut kegiatan saja sih kak. Ingin tahu juga bagaimana budidaya cacing. 4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas? Masih sekolah kak sebelumnya, kelas 3 SMA. 5. Dari siapa adik mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta? Sebenarnya belum tahu kak. Waktu itu diberi tahu akan pindah ke Lapas Terbuka. Tapi saya tidak tahu tentang bagaimana proses pindahnya. 6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Mungkin programnya ya kak yang kurang banyak, kadang hambatannya juga dana ya. Sekarang saja sedang vakum. Katanya sih lagi tidak ada dana kak. 7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Apa ya, lebih disiplin ya kak. Disini semua dikerjakan sendiri, cuci baju sendiri, cuci piring sendiri. Karena saat di Lapas sebelumnya Lapas
Cibinong saya tidak cuci baju sendiri. Disini juga wajib bangun pagi. Padahal dulu di rumah jarang-jarang bisa bangun pagi kak. Saya bisa lebih teraturlaah tinggal disini. Bisa tahu ilmu tentang budidaya cacing juga. 8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program kemandirian yang diikuti? Setelah keluar sih mau nerusin sekolah lagi kak. Mau kuliah juga. Mungkin kalau ada kesempatan ingin juga buka usaha budidaya cacing. Tidak begitu sulit juga sih prosesnya. 9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta? Semoga lebih berkembang ya kak program-programnya. Programprogramnya tambah banyak, staf-stafnya juga lebih aktif lagi mengajak warga untuk ikut program disini.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber
: AG
Usia
: 37 tahun
Waktu
: Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Sejak bulan Mei 2013 mbak, kira-kira sudah 8 bulan. 2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya diajak Pak AH untuk ikut program peternakan mbak. Karena memang disini ada lahannya jadi saya mau mencoba ikut program ini. Ikut program juga sambil mengisi waktu sebelum masa bebas bersyarat mbak. 3. Mengapa mengikuti program kemandirian peternakan di Lapas Terbuka Jakarta? Pertama, karena saya diajak. Kedua, karena saya memang berminat pada peternakan ayam mbak. Dulu waktu di kampung pernah memelihara beberapa ekor ayam tpi bukan ayam petelur ya, tapi ayam hias. Ya cukup senang ya dengan ayam. Nah dari situ saya ingin mencoba menternakkan ayam mbak. 4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas? Sebelumnya saya karyawan swasta mbak. 5. Dari siapa Bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta? Dari orang Rutan Salemba mbak. Karena sebelumnya saya dari Rutan Salemba dan dipilih untuk masuk kesini. Begitu mbak.
6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Mungkin sarana informasi ya mbak. Telivisi disini hanya satu yang kecil itu dan tidak ada koran atau buku-buku ya mbak. Karena ya walaupun kita ada di dalam tapi ingin juga tahu informasi dari luar. Informasi yang ada di luar jadi tidak ketinggalan ya mbak. 7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Disini lebih sejuk ya mbak, lebih tenang karena sedikit ya mbak. Ya kalau disini harus bisa jaga diri dan disiplin ya mbak. Karena disini kita yang menjalankan program-program yang ada disini. Staf dan petugas hanya mengarahkan saja. Kita disini dituntut untuk mandiri ya mbak. Karena hampir semua disini warga jalankan sendiri dari mulai bersih-bersih, kegiatan keseharian, program juga. 8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program kemandirian yang diikuti? Iya mbak, saya juga punya keinginan ketika keluar nanti punya usaha ayam broiler ya mbak. Karena saya sih ga mau ya mbak kembali lagi kesini. 9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta? Saya berharapnya lebih banyak programnya sih mbak ya. Programprogram dan lahan yang ada dimanfaatkan sama ya itu tadi saran informasi supaya warga disini tidak ketinggalan informasi di dunia luar.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Narasumber
:J
Usia
: 48 tahun
Waktu
: Minggu, 12 Januari 2014
1. Sudah berapa lama Bapak berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya disini sejak bulan Mei 2013 mbak. 2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Saya ikut program kerja di luar mbak. Kalau disini disebutnya kerja pada pihak ketiga atau disebut dengan P3. Tapi saya buka usaha sendiri kerja sama dengan teman saya. Lokasi usaha saya di rumah saya di Cengkareng, tetapi juga buka tempat praktek mesin air isi ulang di Kota. 3. Mengapa mengikuti program kemandirian P3 di Lapas Terbuka Jakarta? Karena dulu sebelum tersangkut masalah terus masuk ke Lapas saya memang bermain di usaha ini mbak. Saya buka usaha penyaringan air untuk dijadikan air isi ulang mbak. 4. Apakah ada aturan khusus bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengikuti program P3? Ya itu cuma jam keluar masuk saja mbak. Saya boleh berangkat kerja jam 7 pagi. Lalu harus tiba lagi di Lapas selambat-lambatnya jam 7 malam. Pernah saya melanggar karena waktu itu ada banjir ya di Jakarta, jalan yang biasa saya lalui untuk pulang tidak bisa dilewati. Tapi sebelumnya saya sudah menelepon ke Komandan Jaga waktu itu karena terjebak banjir sehingga tidak bisa pulang tepat waktu. Saya sampai sini kalau tidak salah pukul 21.30 malam. Karena melanggar aturan saya diskors tidak boleh
keluar selama satu minggu. Saya patuhi ya mbak, karena itu kan aturan. Walaupun orang-orang tahu saya orang yang disiplin karena biasanya jam 5 atau jam 6 sore saya sudah pulang, tapi saya tetap jalankan hukuman. Karena mau ikuti aturan dan tidak mau seenaknya walaupun sudah cukup akrab dengan staf dan petugas disini. Karena saya mau jaga kepercayaan yang sudah mereka kasih ke saya. Karena saya selalu berusaha untuk tidak telat pulang kesini apapun penyebabnya. Kecuali yang banjir itu ya mbak. Karena alam kan tidak bisa diprediksi ya. 5. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas? Saya dulu karyawan swasta mbak. 6. Dari siapa Bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta? Dulu saat masuk Lapas dari staf Lapas sebelumnya mbak. Nanti setelah menghabiskan setengah dari masa hukuman saya bisa mengajukan Pembebasan Bersyarat atau PB. Nah, PB itu bisa kita jalankan disini (Lapas tertutup) atau ikut program pemerintah yaitu asimiliasi di Lapas Terbuka. Lalu saya mengajukan diri. Bukannya saya sombong ya mbak, tapi rata-rata warga sini kan cabutan, bukan mereka yang memilih untuk masuk kesini. Bahkan beberapa di antara mereka sebenarnya sudah harus bebas tapi Surat Keputusan (SK) pembebasannya yang belum turun, tapi malah dipindahkan kesini. Jadi sebenarnya sebagian besar dari mereka juga tidak terlalu berminat masuk kesini. Karena pikiran mereka kan seharusnya sudah keluar tapi kok malah tambah lama. Saya mengajukan diri melalui proses yang cukup panjang ya mbak. Tapi saya cukup bersyukur bisa pindah kesini. Senang sekali bisa pindah kesini. 7. Apa kekurangan yang Bapak rasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Kalau saya bilang sudah lebih dari cukup di Lapas ini mbak ya. Tidak ada yang kurang. Menurut saya, kekurangan yang ada tidak akan jadi masalah kalau individunya bisa memanfaatkan kesempatan yang ada. Memang ya disini lahan terbatas, tapi tetap ada kan walau sedikit kecil begitu. Lahan yang kecil itu bisa dimanfaatkan kalau memang mau dan niat. Segala
bentuk usaha sekali lagi tergantung niat ya mbak. Kalau saya sih merasa Lapas ini sudah memberikan saya lebih dari cukup pengalaman dan pembelajaran. Karena masuk penjara itu kalau dianggap hukuman, iya benar itu adalah hukuman. Tapi kalau berpikiranya begitu terus, lamalama bisa gila mbak. Maka, anggap penjara atau Lapas itu sebagai pembelajaran untuk jadi diri yang lebih baik. Kalau awalnya kit berpikiran positif maka keluar dari sini kita akan menjadi lebih baik mbak. 8. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta? Kalau manfaat sebenarnya sangat besar ya mbak. Tapi manfaat itu tergantung juga dari orang yang menjalaninya benar-benar bersungguhsungguh dan bisa memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada atau tidak. Kalau buat saya sangat bermanfaat. Disini kan bisa dikatakan kita sudah setengah bebas ya mbak. Karena Lapasnya terbuka, kita bisa keluar dari ruangan kita, bergaul dengan bebas, dan ruangannya juga seperti kamar di rumah sendiri. Kalau saya yang bekerja di luar malah bisa bersosialisasi lebih lagi dengan masyarakat luas. Ya karena memang itulah tujuannya kan diadakannya Lapas Terbuka ini mbak. Supaya warga binaan disini bisa bersosialisasi, bercampur lagi, naik kepercayaan dirinya di dalam masyarakat. Tapi kalau memang yang pribadinya negatif mau ditempatkan yang di tempat tertutup juga pasti akan negatif mbak. Jadi manfaat itu sebenarnya adalah hasil dari pembawaan diri kita. Kalau kita bagus, maka manfaatnya bagus. Kalau kita jelek, ya tidak akan ada manfaat yang dirasakan, malah terasa pikiran negatif itu makin banyak. 9. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program kemandirian yang diikuti? Iya, saya akan terus melanjutkan usaha yang saya rintis mbak. 10. Apa harapan Bapak terhadap Lapas Terbuka Jakarta? Kalau soal harapan tentunya ada ya mbak. Saya juga sudah pernah mengobrol dengan Pak Adam ya salah satu staf disini. Bahwa saya ingin program P3 ini terus ada, bahkan jatahnya diperbanyak begitu. Karena
biasanya hanya untuk beberapa orang. Karena bermanfaat sekali ya program ini. Selain untuk memberi pengalaman warga agar bisa bekerja lagi di luar di bidang yang mereka minati, mereka juga bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Sehingga kepercayaan diri mereka meningkat. Kalau begitu saat keluar dari sini mereka akan lebih percaya diri, mandiri dan siap kembali ke masyarakat.
Lembar Catatan Observasi Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Tanggal
: 11 Desember 2013
Waktu
: Pukul 09.00 WIB s.d 13.30 WIB
Hasil Observasi Peneliti datang pada pukul 09.00 WIB dengan melakukan perjanjian terlebih dahulu di hari sebelumnya dengan Bapak Rio Chaedir selaku Kasi Perawatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta untuk melakukan wawancara. Saat peneliti tiba di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta, peneliti dipersilahkan untuk menemui Pak Rio Chaedir di ruangannya yang terletak di gedung kedua. Di hari biasa atau hari kerja seperti ini, banyak penjaga yang bertugas berjaga di sekitar Lapas. Diantaranya dua orang di Pos jaga yang terletak beberapa meter sebelum pintu masuk Lapas Terbuka, dua orang yang berjaga di meja penerima tamu, dua orang berjaga di meja piket yang terletak di aula. Ketika peneliti tiba di ruangannya, Pak Rio menyambut peneliti dengan ramah dan mempersilahkan peneliti untuk duduk di kursi yang ada di depan meja kerjanya dan memulai wawancara. Saat peneliti mengajukan pertanyaan pun ia tidak ragu untuk menjawab. Hal ini dapat peneliti lihat melalui caranya menjawab pertanyaan penelitian yaitu segera setelah pertanyaan diajukan ia pun memberikan jawaban. Jawaban yang diberikan sesuai dengan pengalamannya selama bertugas di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Setelah melakukan wawancara yang berlangsung kurang lebih selama 1 jam, peneliti melanjutkan untuk mengamati keadaan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Peneliti duduk di sebuah bangku yang tersedia di aula ruang tunggu yang juga merupakan tempat berkumpulnya para warga binaan dan pegawai Lapas di saat istirahat. Pada saat itu waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB, dimana cuaca pun sedang hujan deras. Dengan cuaca tersebut terlihat bahwa sebagian besar warga binaan hanya berdiam diri di dalam ruang paviliun mereka, namun
sebagian dari mereka juga ada yang ikut bercengkrama bersama petugas Lapas di aula sambil mengobrol dan ada pula yang bermain biliard. Karena di ruang aula tersebut terdapat sebua meja biliard dengan peralatannya serta sebuah televisi berukuran 14 inci sebagai hiburan. Namun, peneliti juga melihat ada beberapa warga binaan yang sedang membersihkan teras paviliunnya dari air hujan serta ada beberapa warga binaan yang melakukan kegiatan di rumah bilik tempat untuk budidaya cacing. banyak di antara mereka cukup menikmati waktu senggang mereka, namun ada pula yang menyibukkan diri dengan kegiatan mereka masingmasing.
Lembar Catatan Observasi Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Tanggal
: 20 Desember 2013
Waktu
: Pukul 10.15 WIB s.d 13.00 WIB
Hasil Observasi Peneliti tiba di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta pukul 10.15 WIB untuk melakukan wawancara dengan Pak Iwan selaku Staf Kegiatan Kerja (Giatja) mengenai pelaksanaan pembinaan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Saat tiba, peneliti diminta untuk menunggu terlebih dahulu di aula krena akan ada petugas yang memberitahukan kedatangan peneliti kepada Pak Iwan. Selang 10 menit kemudian, Pak Iwan pun datang dan peneliti memperkenalkan diri dengan menyebutkan maksud kedatangan peneliti kepada Pak Iwan. Beliau pun dengan ramah menyambut dan mempersilahkan untuk dimulainya wawancara. Kami berdua duduk berhadap-hadapan di salah satu meja dan kursi yang ada di aula. Wawancara berlangsung dengan lancar selama kurang lebih 1 jam. Setelah selesai melakukan wawancara, Pak Iwan pun undur diri karena akan melaksanakan Sholat Jumat. Beliau mempersilahkan peneliti jika ingin lebih lama berada di Lapas Terbuka untuk melihat-lihat. Suasana di Lapas Terbuka pada hari Jumat sangat sepi, tidak banyak warga binaan yang lalu lalang. Karena sebagian besar dari mereka melaksanakan Sholat Jumat. Warga binaan yang tidak melaksanakan ada yang menonton tv di aula dan ada pula yang berdiam diri di paviliunnya dengan sesekali keluar masuk untuk suatu keperluan. Setelah Sholat Jumat selesai, mereka kembali ke paviliun masing-masing untuk berganti baju dan melaksanakan kegiatan masing-masing. Ada warga binaan yang membersihkan halaman dan lapangan yang ada di lingkungan Lapas Terbuka dan ada pula yang hanya bermain dan bercengkrama dengan petugas di aula.
Lembar Catatan Observasi Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Tanggal
: 12 Januari 2014
Waktu
: Pukul 08.00 WIB s.d 10.30 WIB
Hasil Observasi Hari Minggu, 12 Januari 2014 peneliti datang ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta untuk
melakukan wawancara dengan seorang warga binaan yang
melaksanakan program Bekerja Pada Pihak Ketiga (P3). Saat peneliti sampai di Lapas, suasana Lapas dalam keadaan sepi dan lengang. Tidak seperti hari biasa manakala banyak petugas yang berjaga, di hari Minggu hanya nampak dua orang yang berjaga di Pos jaga. Namun, penjagaan di meja penerima tamu dan meja piket nampak kosong. Warga binaan pun terlihat santai dan lalu lalang dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang sedang bersantai di aula sambil menonton televisi dan ada pula yang sedang bermain biliard. Sebagian warga binaan lainnya melakukan kegiatan bersih-bersih. Peneliti tiba pada pukul 08.00 WIB dengan perjanjian di hari sebelumnya untuk melakukan wawancara. Warga binaan berinisial J yang melaksanakan P3 pun menyambut peneliti dengan ramah dan meminta untuk duduk di meja yang dekat dengan pagar aula yang berbatasan dengan anak sungai Krukut yang mengalir di depan gedung. Suasana Lapas yang lengang dan sepi membuat wawancara berjalan lancar. Warga binaan berinisial j pun dengan lancar menceritakan awal mula mengapa ia bisa masuk ke penjara dan pindah ke Lapas Terbuka serta mengikuti program P3. Ia merupakan slaah satu warga binaan yang cukup aktif dan dikenal baik oleh petugas. Hal itu dibuktikan ketika di sela wawancara ada petugas yang hendak pulang karena telah selesai melaksanakan shift jaga malam, pamit dan mengobrol sebentar dengan Bapak J. Pada saat wawancara belum dimulai pun terlihat beberapa warga binaan menyapa Bapak J dengan sangat ramah.
Setelah wawancara selesai, peneliti melanjutkan kegiatan mengamati suasana Lapas Terbuka. Namun, tidak ada perubahan aktivitas yang signifikan dari warga binaan setelah peneliti selesai melaksanakan wawancara. Sebagian warga binaan masih ada yang berada di aula untuk menonton televisi dan bermain biliard ataupun hanya sekadar bersantai sambil merokok. Sedangkan warga binaan yang lain ada yang berada di paviliunnya dan ada pula yang melaksanakan kegiatan bersih-bersih.