PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI i
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PRE-EKLAMPSIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2005
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Beatrix Marendeng NIM : 028114167
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PRE-EKLAMPSIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2005
Yang diajukan oleh : Beatrix Marendeng NIM : 028114167
telah disetujui oleh
Pembimbing Utama :
dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. Tanggal : 30 Januari 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii
For every doubt you face
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iv
In every step you take For choices that you make Dreams aren’t made to be erased
(Anggun)
Which causes the most pain is that which caused the most joy. You can’t have joy without pain or pain without joy ( kahlil gibran)
Kupersembahkan untuk : Tuhanku
Yesus
petunjuk-Nya,
Kristus Mama
dan
atas
kasih
Papa
dan
sebagai
ungkapan rasa hormat dan baktiku, Opel, my natural comedian Rannu dan Hilde atas doa dan
dukungannya
Almamaterku.
dalam
studiku,
serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PRE-EKLAMPSIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2005”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini karena bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan saran, kritik, dan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis. 2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes yang telah membimbing dan memberikan kritik dan saran kepada penulis. 3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis. 4. Seluruh staf rekam medik di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. 5. Mama dan Papa atas dukungan kepada penulis agar senantiasa pantang menyerah. 6. Nenek mama dan Nenek papa (Alm) thanks for loving me unconditionally 7. Rannu dan Hilde atas segala pengorbanan, dukungan, dan kasih sayangnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Thanks for making my world worthwhile. 8. Mas wawan, terima kasih buat kursus kilat ilmu komputernya dan semua pengalaman hidup. 9. Opel untuk semua tuntutan dan tawa. 10. Teman-teman mahasiswa Fakultas Farmasi angkatan ’02 dan ’03 terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi
11. Teman-temanku: Riri, Berta, Wira, Elni, Hen, Sindu, Fitri, Tesa, Ratih, Diyu, Vero, Arianto, Mitae, Mila, Mega. 12. Teman-teman KKN : Lukas, Agnes, Danang, Murni, Mas Vincent, Afril, Yosi, Niken, dan Hanik untuk kebersamaan selama di bometen kidul tercinta 13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Yogyakarta, 30 januari 2007 Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 Januari 2007 Penulis
Beatrix Marendeng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI viii
INTISARI Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk pre-eklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia (Armanza dan Karkata, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui karakteristik pasien pre-eklampsia, jenis dan golongan obat, jumlah obat antihipertensi yang digunakan, cara pemberian obat, lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain yang diberikan kepada pasien pre-eklampsia. Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan data, analisis terhadap profil penggunaan obat antihipertensi, dan analisis data. Dari hasil penelitian diperoleh kasus pre-eklampsia sebanyak 40 pasien, berdasarkan umur, kelompok umur 20–34 tahun sebesar 77,5% dan untuk kelompok umur ≥ 35 tahun sebesar 22,5%. Berdasarkan diagnosis, pre-eklampsia berat sebesar 82,5% dan persentase pre-eklampsia ringan sebesar 17,5%. Golongan obat yang digunakan meliputi antihipertensi yang bekerja sentral 45,3%, antagonis Ca 32,8%, diuretik 17,2%, penghambat α 3,1% dan penghambat ACE 1,6%. Jumlah obat antihipertensi yang digunakan: tunggal 32,5%, dua kombinasi 25%, tiga kombinasi 17,5%, 4 kombinasi 2,5% dan 6 kombinasi 2,5%. Cara pemberian obat secara oral 87,5%, secara injeksi 9,4%, dan secara sublingual 3,1%. Persentase menginap terbanyak yakni 20% dengan lama menginap selama 4 hari dan 5 hari. Interaksi yang paling sering terjadi adalah interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%. Kata kunci : pre-eklampsia, profil peresepan obat antihipertensi, interaksi obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ix
ABSTRACT Hypertension in pregnancy including pre-eclampsia and eclampsia nowadays is still a problem in maternal care in Indonesia. This research aims to understand the using of antihypertension medicine for the patients of pre-eclampsia in Panti Rapih Hospital Yogyakarta. The specific goal is to know the pre-eclampsia patient characteristics, medicines type and category, the amount of medicine, medicines taking method, the treatment duration and the interaction potential between antihypertension medicine and other antihypertension medicine that is given to the pre-eclampsia patient. This research is an observational research with non analytical descriptive plan. The steps of the research covers collecting data, doing the analysis toward the profile of medicine using, and data analysis. From the research, it can be obtained the case of pre-eclampsia consist of fourty patients, based on the age, there are 77,5% for 20-34 year old patient, 22,5% for ≥35 year old patient. While, based on the diagnosis, it consists of severe preeclampsia (82,5%) and light pre-eclampsia (17,5%). Used medicine category covers centrally antihypertension 45,3%, antagonis Ca 32,8%, diuretic 17,2%, α blocker 3,1% and ACE inhibitor 1,6%. The amount of antihypertension medicines that are used: single 32,5%, two combination 25%, three combination 17,5%, four combination 2,5% and six combination 2,5%. Orally medicine given is 87,5%, 9,4 % by injection and 3,1% by sublingual. The most patients stay in the hospital 4 day and 5 day are 20%. The most interaction happened between metildopa and nifedipin are 23,9%. Key words :
pre-eclampsia, prescriptions pattern, drugs interaction.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................
vii
INTISARI ........................................................................................................
viii
ABSTRACT ......................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xvi
BAB I. PENGANTAR .................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Perumusan Masalah ...................................................................
4
C. Keaslian Penelitian .....................................................................
5
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
5
E. Tujuan Penelitian .......................................................................
6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...........................................................
7
A. Pre-eklampsia..............................................................................
7
1. Definisi .................................................................................
7
2. Etiologi ................................................................................
8
3. Patogenesis ..........................................................................
9
4. Manifestasi Klinis ................................................................
12
5. Diagnosis ..............................................................................
13
6. Pencegahan............................................................................
14
7. Srategi Terapi ........................................................................
15
B. Obat Antihipertensi .....................................................................
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xi
C. Pengobatan Rasional ..................................................................
27
D. Interaksi Obat ..............................................................................
29
1. Interaksi Farmasetik ..............................................................
31
2. Interaksi Farmakokinetik .....................................................
31
3. Interaksi Farmakodinamik ...................................................
32
E. Keterangan Empiris.....................................................................
32
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................
33
B. Definisi Operasional ..................................................................
33
C. Bahan Penelitian .........................................................................
34
D. Lokasi Penelitian ........................................................................
35
E. Tata Cara Pengumpulan Data ....................................................
35
F. Tata Cara Analisis Hasil .............................................................
36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
38
A. Karakteristik Pasien Pre-eklampsia.............................................
38
1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia .................................
38
2. Distribusi Usia kehamilan .....................................................
39
3. Distribusi Paritas ...................................................................
40
4. Distribusi Macam Persalinan……………………………….
41
5. Distribusi Diagnosis Utama………………………………...
42
6. Distribusi Tekanan Darah Sistolik………………………….
43
7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik………………………...
44
B. Profil Peresepan Obat Antihipertensi..........................................
44
1. Jenis dan Golongan Obat Antihipertensi Yang Digunakan...
45
2. Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi secara Tunggal maupun Kombinasi................................................................
50
3. Cara Pemberian Obat Antihipertensi ...................................
56
4. Lama Perawatan....................................................................
57
5. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya..................................................................................
58
C. Rangkuman Hasil dan Pembahasan…………………………….
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
66
A. Kesimpulan ................................................................................
66
B. Saran ...........................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
68
LAMPIRAN ..................................................................................................
71
BIOGRAFI PENULIS ....................................................................................
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
halaman
I.
Obat Antihipertensi yang Dapat Digunakan Pada Pre-eklampsia ……
17
II.
Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil. ……
20
III. Distribusi Penggunaan Kombinasi >2 Jenis Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ...................................................
55
IV. Distribusi Cara pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien Preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005………………………................................... V.
56
Distribusi Lama Perawatan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ..........
58
VI. Distribusi Interaksi Jenis Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ....................................................
59
VII. Distribusi Interaksi dan Sifat Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 .............................
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
halaman
1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005………………… 38
2. Distribusi Usia Kehamilan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ..........
39
3. Distribusi Paritas Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 .............................
40
4. Distribusi Macam Persalinan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 .........
41
5. Distribusi Diagnosis Utama Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 .........
42
6. Distribusi Tekanan Darah Sistolik Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 ..........................................................................................
43
7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 .......................................................................................... 8. Distribusi Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan
44
di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ...................................................................................... ...
46
9. Distribusi Golongan Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ..........................................................................................
46
10. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal maupun Kombinasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005..........................................
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xv
11. Distribusi Penggunaan Jenis Obat Antihipertensi Secara Tunggal di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.......................................................................
52
12. Distribusi Penggunaan Kombinasi 2 Jenis Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 .............................................................. …………………
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Standar
halaman Pelayanan
Medik
Rumah
Sakit
Panti
Rapih
Yogyakarta………………… ...............................................................
71
2. Data Umum Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005...............................
72
3. Gejala, Tanda Fisik dan Data Laboratorium Pasien Preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005........................ ................................................
74
4. Daftar Obat yang Digunakan oleh Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti rapih Yogyakarta tahun 2005......................................................................................................
77
5. Tingkatan evidence………………… ..................................................
90
6. Lembar Pengumpulan Data..................................................................
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Dalam pelayanan obstetri, selain Angka Kematian Maternal (AKM) terdapat Angka Kematian Perinatal (AKP) yang dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan pelayanan. Namun, keberhasilan menurunkan AKM di negara-negara maju saat ini menganggap AKP merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Salah satu penyebab kematian perinatal adalah penyakit hipertensi dalam kehamilan (Sudhaberata, 2001). Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) termasuk pre-eklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia. Walaupun sudah jauh menurun, angka morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal akibat pre-eklampsia dan eklampsia masih tinggi dan merupakan salah satu dari ketiga penyebab utama kematian ibu, di samping perdarahan dan infeksi (Armanza dan Karkata, 2005). Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda–tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester ke-3 kehamilan dan sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklampsia berat, bahkan eklampsia. Eklampsia adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kejang (Wiknjosastro, 2002).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Di Indonesia pre-eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi dan penyebab kematian perinatal yang tinggi. Dari berbagai penelitian di Indonesia diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% -25,5% sedangkan kematian bayi di negara maju lebih kecil (Wiknjosastro, 2002). Menurut Zuspan dan Arulkumaran (cit., Sudhaberata, 2001), melaporkan angka kejadian preeklampsia di dunia sebesar 0-13%, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes (cit., Sudhaberata, 2001), di 12 RS Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian pre-eklampsia–eklampsia 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal). Penelitian yang dilakukan oleh Meizia dan Mose (cit., Armanza dan Karkata, 2005), jumlah kematian ibu di duabelas rumah sakit pendidikan di Indonesia antara tahun 1997–1980 berkisar 30-40% yang diakibatkan oleh preeklampsia. Menurut Dwijayasa (cit., Armanza dan Karkata, 2005) pada dekade 1990an pre-eklampsia dan eklampsia sudah merupakan penyebab kematian maternal yang paling banyak yaitu sebesar 30%. Pada pre-eklampsia–eklampsia juga didapatkan risiko persalinan prematur 2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak, dan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Sudhaberata, 2001). Tingginya kematian ibu dan anak di negara–negara berkembang disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal, penderita–penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Oleh karena itu diagnosis dini pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2002). Salah satu upaya untuk menurunkan AKP akibat pre-eklampsia–eklampsia adalah dengan menurunkan angka kejadian pre-eklampsia–eklampsia. Angka kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi (Sudhaberata, 2001). Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas terapi medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal. Terapi medik hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena etiologi pre-eklampsia belum diketahui. Salah satu terapi medik pada pre-eklampsia adalah obat antihipertensi. Penanganan pre-eklampsia ringan dapat dilakukan dengan beristirahat yang cukup dan mengurangi konsumsi garam. Penanganan pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala pre-eklampsia berat segera harus diberi sedatif yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang (Wiknjosastro, 2002). Penanganan pre-eklampsia dilakukan di rumah sakit, terutama untuk preeklampsia berat. Salah satu rumah sakit terbesar di Yogyakarta adalah Rumah Sakit Panti Rapih. Rumah Sakit Panti Rapih adalah Rumah Sakit Swasta Katolik di Daerah Istimewa Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 14 September 1929 dengan tujuan dapat melayani masyarakat umum termasuk mereka yang kekurangan. Rumah Sakit Panti Rapih adalah Rumah Sakit swasta tipe madya dan memiliki 316 tempat tidur serta memberikan pelayanan kepada pasien selama 24 jam (Anonim, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disusun perumusan masalahnya sebagai berikut di bawah ini. 1. Seperti apakah karakteristik pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005? 2. Jenis dan golongan obat antihipertensi apakah yang diberikan pada setiap pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ? 3. Berapa jumlah obat antihipertensi yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi pada setiap pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ? 4. Dengan cara pemberian apakah obat antihipertensi diberikan pada pasien preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ? 5. Berapa lama perawatan yang dijalani oleh setiap pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ? 6. Apakah terdapat potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya yang diberikan pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
C. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Juwita (2004), yaitu tentang pola peresepan pasien hipertensi gestasional di Bangsal Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit DR.Sardjito Yogyakarta tahun 2002. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu dalam hal objek pengamatan, lokasi pengamatan, dan waktu pengamatan. Selain itu, penelitian ini hanya mengamati obat antihipertensi yang digunakan pada pasien pre-eklampsia (tidak mengamati seluruh obat yang digunakan oleh pasien pre-eklampsia). Pada penelitian ini peneliti menggunakan instalasi rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dan yang diteliti sebagai objek lebih spesifik yaitu kasus pre-eklampsia. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Dapat digunakan sebagai informasi untuk mengembangkan konsep pelayanan farmasi di rumah sakit. 2. Manfaat praktis a. dapat dijadikan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui penggunaan obat secara rasional khususnya untuk kasus pre-eklampsia b. dapat dijadikan referensi untuk penyusunan standar terapi di suatu rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang lain khususnya untuk kasus pre-eklampsia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
profil
peresepan
obat
antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan khusus untuk mengetahui: a. karakteristik pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. b.
jenis dan golongan obat antihipertensi yang digunakan pada pasien preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
c. jumlah obat antihipertensi yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. d. cara pemberian obat antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. e. lama perawatan pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 f. potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya yang diberikan pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Pre-eklampsia 1. Definisi Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda–tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Winknjosastro, 2002). Pre-eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Definisi pre-seklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (Manuaba, 2001). Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklampsia, penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat (Winknjosastro, 2002). The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy mengelompokkan hipertensi dalam kehamilan menjadi 4 kelompok sebagai berikut. a. Pre-eklampsia. Diagnosis pre-eklampsia ditetapkan bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang muncul pada wanita hamil setelah minggu ke–20 yang mana sebelum minggu ke–20, tekanan darah wanita hamil normal. Adanya protein pada urin sebesar ≥30mg/dl atau hasil test dipstik +1.
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
b. Hipertensi kronik. Diagnosis hipertensi kronik ditetapkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum minggu ke–20 atau jika pengukuran setelah minggu ke–20 tekanan darah tetap >140/90 mmHg sampai 12 minggu setelah melahirkan. c. Superimpose pre-eklampsia dengan hipertensi kronis didefinisikan sebagai hipertensi kronis pada wanita hamil yang kemudian berkembang menjadi preeklampsia dengan adanya protein urin, trombositopenia, atau peningkatan enzim hati. d. Hipertensi gestasional adalah hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai dengan tanda- tanda pre-eklampsia seperti adanya protein urin (Gifford dkk, 2000). Pre-eklampsia dan eklampsia hampir secara ekslusif merupakan penyakit pada primipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut: a. kehamilan multifetal dan hidrops fetalis b. penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus c. penyakit ginjal (Manuaba, 2001). 2. Etiologi Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia sampai sekarang ini belum diketahui dengan pasti. Penyebab pre-eklampsia rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklampsia (Winknjosastro, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
3. Patogenesis Walaupun apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan patogenesis penyakit tersebut. Adapun teori–teori tersebut antara lain : a. teori genetik, menyebutkan bahwa hipertensi dalam kehamilan ada kemungkinan diturunkan, khususnya pada kehamilan pertama. Tingkat kejadian pre-eklampsia pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan menantu wanita (Manuaba, 2001). b. teori imunologik, menyebutkan bahwa janin adalah ”benda asing”. Pada kehamilan normal terdapat human leukocyte antigen (HLA). HLA G terdapat pada jaringan plasenta pada kehamilan normal. HLA G mempunyai peran dalam merangsang respon imun terhadap ”benda asing” yang terdapat di plasenta. Pada pre-eklampsia memiliki HLA G yang lebih sedikit atau memiliki protein HLA G yang berbeda sehingga terjadi gangguan adaptasi terhadap ”benda asing” dalam hal ini janin (Grifford, 2000). c. teori ischemia regio uteroplasenter menyebutkan invasi sel trofoblas dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah pada kehamilan normal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen serta plasenta dapat berfungsi dengan normal. Pada kasus pre-eklampsia, invasi sel trofoblas hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis di daerah endometrium-desidua, yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar arteri spiralis miometrium tetap dalam keadaan konstriksi sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta untuk nutrisi dan oksigen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
Akibat labilnya distribusi oksigen ke plasenta, maka akan menghasilkan radikal bebas dan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan mengakibatkan terjadi agregasi dan adhesi trombosit di tempat kerusakan pembuluh darah. Timbunan agregasi dan adhesi trombosit disekitar pembuluh darah yang rusak mengakibatkan kerusakan dan lisis dari trombosit, dan akhirnya berakibat menurunnya jumlah trombosit sehingga memudahkan terjadi perdarahan (Manuaba, 2001). d. teori radikal bebas. Teori ini menjelaskan jika oksigen labil distribusinya akan menimbulkan produk metabolisme samping yaitu radikal bebas, dengan ciri terdapat “elektron bebas”. Elektron bebas ini akan mencari pasangan dengan merusak jaringan, khususnya endotel pembuluh darah. Antiradikal bebas yang dapat dipakai untuk menghalangi kerusakan membran sel sebagai anti aksi adalah vitamin C dan Vitamin E. kerusakan dari membran sel akan merusak dan membunuh sel endotel (Manuaba, 2001). e. teori kerusakan endotel Fungsi endotel sendiri adalah melancarkan sirkulasi darah sehingga terdapat aliran nutrisi dan pembuangan hasil metabolisme dapat berjalan baik, melindungi pembuluh darah agar tidak terjadi timbunan trombosit, serta menghindari pengaruh vasokonstriktor. Adapun kerusakan sel endotel menyebabkan fungsi sel endotel sendiri menurun sampai hilang, terjadi timbunan trombosit pada lumen pembuluh darah sehingga aliran darah terganggu karena lumen sempit, meningkatnya permeabilitas membran dan terjadi ekstravasasi cairan darah yang menyebabkan edema. Kerusakan sel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
endotel akan menimbulkan gangguan relaksasi pembuluh darah. Kerusakan endotel menyebabkan gangguan produksi prostaglandin total, terjadi gangguan keseimbangan produksi dengan lebih banyak tromboksan, yang merupakan vasokontriksi pembuluh darah yang poten sehingga hipoksia plasenta makin bertambah. Kerusakan khas dari endotel pembuluh darah, terutama
pada
ginjal
menimbulkan
glomerular
endotheliosis
yang
menyebabkan proteinuria (Manuaba, 2001). f. teori
trombosit,
ketidakseimbangan
menyebutkan pada
pada
produksi
kejadian derivat
pre-eklampsia prostaglandin.
terjadi Derivat
prostaglandin yang terganggu adalah protasiklin (PGI2) yang dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah serta menghalangi agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah, derivat prostaglandin yang lain yang juga terganggu adalah tromboksan A2 yang bekerja sebaliknya, yaitu menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menyebabkan agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah yang rusak. Kerusakan trombosit meningkatkan pengeluran tromboksan sehingga tromboksan dibandingkan prostasiklin yaitu 7:1 (Manuaba, 2001). Akibat tingginya pengeluaran tromboksan, berakibat terjadinya vasokontriksi pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah meningkat (Manuaba, 2001). g. teori diet ibu hamil Kebutuhan kalsium ibu hamil cukup tinggi. Kebutuhan untuk pembentukan tulang dan organ lain dari janin sekitar 2-2,5 gram/hari, jumlah tersebut juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
diperlukan untuk mempertahankan agar konsentrasi dalam darah menjadi konstan. Bila terjadi kekurangan kalsium, maka kalsium ibu hamil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot. Manifestasi yang terjadi akibat kalsium keluar dari otot jantung adalah melemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan stroke volume, sehingga aliran darah akan menurun dan seterusnya mengakibatkan ischemia regio uteroplasenter, selain itu keluarnya kalsium dari otot pembuluh darah akan menimbulkan kompensasi terjadinya vasokontriksi pembuluh darah akibatnya tekanan darah meningkat dan terjadi hipertensi (Manuaba, 2001). Dalam standar pendidikan obstetri dan ginekologi tersurat teori yang dianut yaitu teori ischemia regio uteroplasenter dengan dukungan teori yang lainnya (Manuaba, 2001). 4. Manifestasi klinik Biasanya tanda–tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala–gejala subjektif. Pada pre-eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual atau muntah. Gejala–gejala ini sering dikemukakan pada pre-eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah banyak (Wiknjosastro, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
5. Diagnosis Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya dua dari tiga tanda utama yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari, tangan, dan muka. Tekanan darah ≥140/90mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat (Mansjoer dkk, 1999). Dahulu, kenaikan tekanan darah sistolik sebesar >30mmHg atau tekanan diastolik meningkat >15mmHg walaupun nilai absolut tekanan darahnya dibawah 140/90 mmHg merupakan salah satu kriteria diagnosis pre-eklampsia, tetapi menurut The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, hal ini tidak lagi merupakan salah satu kriteria diagnosis, karena bukti klinis yang ada menunjukkan bahwa pasien pada kategori ini tidak mengalami perburukan keadaan. Namun, penilaian para praktisi klinik menyatakan bahwa pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik sebesar >30mmHg atau tekanan diastolik meningkat >15mmHg perlu pengawasan yang ketat, khususnya jika terdapat protein urin dan nilai asam urat sama dengan atau lebih besar dari 6mg/dl (Grifford, 2000). Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85mmHg patut dicurigai sebagai bakat pre-eklampsia. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3g/L dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2, atau kadar protein ≥1g/L dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam (Mansjoer dkk, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
Menurut Sudhaberata (2001), pre-eklampsia dibagi menjadi 2 yaitu, preeklampsia ringan dan pre-eklampsia berat. Kriteria diagnosis pre-eklampsia ringan sebagai berikut ini. a. Tekanan darah ≥140mmHg/90mmHg b. Edema tungkai, lengan atau wajah, atau kenaikan berat badan 1 kg/minggu. c. Proteinuria 0,3g/24 jam atau plus 1-2. d. Oliguria. Kriteria diagnosis pre-eklampsia berat yaitu apabila pada kehamilan lebih 20 minggu didapatkan satu atau lebih tanda berikut ini. a. Tekanan darah >160/110mmHg diukur dalam keadaan relaks dan tidak dalam keadaan his. b. Proteinuria >5g/24 jam atau +4 pada pemeriksaan kualitatif. c. Oliguria : urine <500 ml/24 jam disertai kenaikan kreatinin plasma d. Gangguan visus dan serebral e. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan. f. Edema paru dan sianosis. g. Gangguan pertumbuhan janin intrauterin. h. Adanya sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low platelet Count). 6. Pencegahan Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian informasi dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil. Informasi yang diberikan tentang manfaat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
istirahat, diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam, dan pertambahan berat badan yang tidak berlebihan (Wiknjosastro, 2002). Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklampsia. Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium, dan lain-lain) atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, aspirin, diuretik, dan lain-lain) dapat mengurangi kemungkinan timbulnya pre-eklampsia (Mansjoer dkk, 1999). 7. Strategi Terapi Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena etiologi preeklampsia dan faktor-faktor yang menyebabkan belum diketahui. Tujuan utama penanganan ialah untuk mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma sekecil–kecilnya (Wiknjosastro, 2002). Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medisinal dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus (Wiknjosastro, 2002). Penanganan pre-eklampsia dibagi menjadi 2 bagian yaitu perawatan aktif dan perawatan konservatif. Perawatan aktif terbagi pengobatan medisinal dan pengobatan obstetrik. a. Terapi medisinal meliputi : 1). segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus dekstrosa atau ringer laktat dari IGD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
2). total bed rest dalam posisi lateral decubitus. 3). diet cukup protein, rendah karbohidrat-lemak dan garam. 4). antasida. 5). anti kejang: a). magnesium sulfat (MgSO4) Syarat: tersedia antidotum kalsium glukonat 10% (1 ampul secara i.v dalam 3 menit), reflek patella positif kuat, kecepatan nafas >16 kali/menit, tanda distress nafas negatif, produksi urin >100 cc dalam 4 jam sebelumnya. Cara pemberian: loading dose secara intravena (i.v): MgSO4 20% 4g dalam 4 menit, intramuskuler (i.m): 4g MgSO4 40% gluteus kanan, 4g MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsia loading dose diberikan i.v dan i.m, jika tidak ada loading dose cukup diberikan secara i.m saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara i.m 4g MgSO4 40% dalam 6 jam, bergiliran pada gluteus kanan atau gluteus kiri. b). diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: drip 10mg dalam 500 ml, maksimal 120 mg dalam 24 jam. Jika dalam dosis 100 mg dalam 24 jam tidak ada perbaikan, alih rawat ke ruang ICU. 6). antihipertensi Berikut ini obat antihipertensi yang dapat digunakan pada pre-eklampsia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
Tabel I. Obat Antihipertensi yang Dapat Digunakan pada Pre-eklampsia (Wiknjosastro, 2002). NO Jenis Obat Dosis 1 Penghambat adrenergik a. Adrenergik sentral 1). Metildopa 3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari 2). Klonidin
2 3
3x0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500ml dekstrosa 5% / 6 jam
b. Penghambat beta 1). Pindolol
1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari
c. Penghambat alfa 1). Prazosin
3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari
d. Penghambat alfa-beta 1). Labetalol
3x100 mg/hari
Vasodilator 1). Hidralazin Antagonis kalsium 1). Nifedipin
4x25 mg/hari atau parenteral 2,5mg – 5 mg 3x10 mg/hari
Alternatif untuk antepartum, dapat digunakan metildopa dengan aturan dosis 3x125-500 mg atau klonidin drips/titrasi 0,30 mg/500 ml dekstrosa 5% per 6 jam dan klonidin oral 3x0,1 mg/hari. Alternatif untuk postpartum, dapat digunakan penghambat ACE misalnya kaptopril dengan aturan dosis 2x2,5-25 mg atau dapat digunakan antagonis kalsium misalnya nifedipin dengan aturan dosis 3x5-10 mg. Diuretik, untuk penggunaan antepartum, dapat digunakan manitol dan untuk penggunaan postpartum dapat digunakan spironolakton atau furosemid. Indikasi penggunaan diuretika bila terdapat edema paru-paru, gagal jantung kongestif ataupun edema anasarka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
7). kardiotonika 8). lain-lain seperti antipiretika jika suhu >38,5°C, antibiotika jika ada indikasi, analgetika, dan sebagainya (Sudhaberata, 2001). b. Pengobatan obstetrik meliputi pengobatan pada tahap belum inpartu dan tahap sudah inpartu. Tahap belum inpartu meliputi amniostomi atau oksitosin drip bila bishop score > 8 setelah 3 menit terapi medisinal dan seksio sesarea bila terdapat kontraindikasi oksitosin drip atau selama 12 jam diberi oksitosin drip belum masuk fase aktif. Tahap sudah inpartu meliputi kala I dan kala II. Pada kala I dilakukan seksio sesarea bila dalam 6 jam tidak masuk fase aktif atau dilakukan amniotomi pada fase laten dan 6 jam kemudian bila pembukaan belum lengkap dilakukan seksio sesarea. Pada kala II untuk persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan vakum ekstraksi atau forcep ekstraksi. Untuk kehamilan <37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2x24 jam untuk maturasi paru janin (Sudhaberata, 2001). Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tandatanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari terapi MgSO4 dan terapi lain sama seperti di atas. Perawatan konservatif dianggap gagal jika dalam waktu lebih dari 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi atau jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan MgSO4 20% 2 g secara i.v terlebih dahulu. Penderita pulang bila dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tandatanda pre-eklampsia ringan dan keadaan penderita tetap baik dan stabil (Sudhaberata, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
B. Obat Antihipertensi Terapi obat antihipertensi direkomendasikan untuk wanita hamil dengan tekanan darah sistolik 160-180 mmHg atau tekanan darah sistolik yang lebih besar dari 180 mmHg dan tekanan darah diastolik 105–110 mmHg atau tekanan darah diastolik yang lebih besar dari 105–110 mmHg. Tujuan terapi adalah untuk menurunkan tekanan sistolik sampai 140–155 mmHg dan tekanan diastolik sampai 90–105 mmHg. Untuk menghindari
terjadinya hipotensi, tekanan darah harus
diturunkan secara perlahan–lahan (Wagner, 2004). Hipertensi ringan hingga hipertensi berat selama kehamilan adalah umum. Obat antihipertensi sering digunakan dengan harapan bahwa penurunan tekanan darah akan mencegah berkembangnya penyakit menjadi lebih parah dan dengan demikian meningkatkan kondisi pasien (Abalos dkk, 2001). 1. Rekomendasi Terapi Hipertensi Ringan Dalam Kehamilan Tujuan terapi hipertensi ringan dalam kehamilan adalah untuk mencapai tekanan darah diastolik 80–90 mmHg (grade D). Adapun obat lini pertama adalah metildopa (grade A), obat lini kedua adalah labetalol (grade A/B), pindolol (grade A/B), oxprenolol (gradeA/B), nifedipin (grade A/B), dan obat lini ketiga adalah kombinasi klonidin dengan hidralazin (grade A, tetapi sebaiknya monoterapi), kombinasi metoprolol dengan hidralazin (grade A, tetapi sebaiknya monoterapi), klonidin (grade B), dan kombinasi metildopa dengan obat lini kedua atau hidralazin (grade D) (Rey dkk, 1997). Indikasi khusus untuk penyakit jantung dan penyakit ginjal, dapat digunakan diuretik (grade D). Adapun obat yang harus dihindari adalah penghambat ACE
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
(grade C) dan antagonis reseptor angiotensin II (grade D). Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain, fungsi neuromuscular dan tekanan darah ketika menggunakan nifedipin bersamaan dengan magnesium sulfat, dan tanda-tanda ßblockage pada janin yang baru lahir dari ibu yang diberi penghambat β (Rey dkk, 1997). 2. Rekomendasi Terapi Hipertensi Berat Dalam Kehamilan Tujuan terapi hipertensi berat dalam kehamilan adalah untuk mencapai tekanan darah diastolik 90–100 mmHg (grade D). Adapun obat lini pertama adalah hidralazin (grade B), labetalol (grade B), nifedipin (grade B). Indikasi khusus untuk pasien yang tidak dapat diberi obat lini pertama digunakan diazoxide (grade D) dan sodium nitroprusside (grade D). Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain, fungsi neuromuscular dan tekanan darah ketika menggunakan nifedipin bersamaan dengan magnesium sulfat (grade D) dan perlu memonitor denyut jantung bayi selama terapi akut (grade D) (Rey dkk, 1997). 3. Rekomendasi Terapi Hipertensi Post Partum Obat yang direkomendasikan adalah metildopa (grade B), nifedipine (grade B), timolol (grade B) (Rey dkk, 1997). 4. Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil Tabel II. Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil (Rey dkk, 1997) Kategori CHS NHBPEP ASSH Hipertensi ringan Metildopa, labetalol, Metildopa Metildopa, labetalol, Obat pilihan pindolol, oxprenolol, oxprenolol, klonidin nifedipin Obat yang harus Penghambat ACE, Penghambat Penghambat ACE, dihindari antagonis reseptor ACE diuretik angiotensin II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
Obat pilihan
Hipertensi berat Hidralazin, labetalol, Hidralazin nifedipin Kejang Magnesium sulfat Magnesium sulfat Magnesium sulfat Magnesium sulfat
Hidralazin, labetalol, nifedipin, diazoxide
Obat untuk Magnesium sulfat, pencegahan fenitoin Obat untuk Diazepam secara i.v pengobatan Keterangan CHS : Canadian Hypertension Society (Kanada) NHBPEP : National High Blood Pressure Education Program Working Group ( Amerika Serikat) ASSH : Australasian Society for Study of Hypertension (Australia) Klasifikasi obat antihipertensi berdasarkan pada tempat regulasi utama atau titik tangkap kerjanya sebagai berikut: 1. diuretik Obat antihipertensi golongan diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesi simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah jantung sedangkan tahanan perifer tidak berubah pada awal terapi (Benowitz, 2001). Penurunan tekanan darah terlihat setelah pemberian diuretik, hal ini disebabkan karena efek utamanya yaitu diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke volume yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan darah (Saseen dan Carter, 2005). Obat–obat diuretik yang digunakan dalam terapi hipertensi antara lain: a. diuretik tiazid dan sejenisnya Mekanisme antihipertensi tiazid dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus distal yang menyebabkan eksresi natrium dan air dan juga eksresi kalium dan ion hidrgen. Onset dari tiazid yaitu 2 jam dan tiazid menimbulkan efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
maksimal kira–kira 4–6 jam setelah pemberian dengan durasi selama 6–12 jam (Lacy dkk, 2003). b. diuretik kuat Diuretik kuat bekerja menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada ascending loop henle dan di tubulus distal ginjal, mempengaruhi
sistem
transpor
pengikatan
klorida
sehingga
menyebabkan
peningkatan eksresi dari air, natrium, klorida, magnesium dan kalsium (Lacy dkk, 2003). Diuretik kuat merupakan diuretik yang lebih poten dibandingkan tiazid, sehingga pemberian obat ini harus diberikan dengan dosis rendah dan diawasi untuk mencegah ketidakseimbangan cairan tubuh. c. diuretik hemat kalium Jenis diuretik ini merupakan diuretik lemah, merupakan antagonis aldosteron. Mekanisme kerjanya dengan cara berkompetisi dengan aldosteron pada bagian reseptor di tubulus distal, sehingga dapat menghambat efek aldosteron pada otot halus arteriola dengan baik, meningkatkan eksresi garam dan air, mencegah kehilangan kalium dan ion hidrogen (Lacy dkk, 2003). Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah atau mengurangi efek hipokalemia dari diuretik lain (Benowitz, 2001). 2. obat antihipertensi yang bekerja sentral Metildopa dan klonidin, merupakan contoh obat golongan ini. Metildopa dan klonidin bekerja dengan jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak. Stimulasi ini menyebabkan pengurangan aliran simpatis dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan denyut vagal. Juga dipercaya bahwa stimulasi perifer dari presinaptik reseptor α2 dapat menyebabkan pengurangan aktifitas saraf simpatis. Pengurangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
aktifitas saraf simpatis bersamaan dengan peningkatan aktifitas saraf parasimpatis, dapat menurunkan denyut jantung, curah jantung, dan tahanan perifer. Klonidin sering digunakan untuk terapi hipertensi berat sedangkan metildopa merupakan obat pilihan utama untuk terapi hipertensi dalam kehamilan (Saseen dan Carter, 2005). 3. antagonis kalsium Kontraksi dari otot halus pembuluh darah bergantung pada konsentrasi ion Ca2+ di intrasel. Penghambatan pergerakan dari ion Ca2+ akan mengurangi jumlah total ion Ca2+ yang mencapai intrasel, sehingga terjadi penurunan kontraktilitas otot jantung. Penurunan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan penurunan curah jantung. Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, menghambat pengeluaran kalsium dari retikulum sarkoplasma (Oates dan Brown, 2001). Contoh obat golongan ini adalah nifedipin, diltiazem, amlodipin, nimodipin, verapamil, felodipin, dan isradipin. 4. vasodilator Vasodilator bekerja menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos arteriol, sehingga dapat menurunkan tahanan vaskuler sistemik. Relaksasi arteriol menyebabkan penurunan tahanan arteri sehingga terjadi penurunan tekanan darah arteri. Hal ini menyebabkan terjadinya kompensasi oleh baroreseptor dan sistem saraf simpatis (Benowitz, 2001). Adapun kompensasi yang terjadi akibat aktifitas baroreseptor yaitu peningkatan aliran keluar sistem saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan curah jantung, dan pelepasan renin. Selain itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
terjadi retensi air dan garam yang mana hal–hal tersebut diatas melawan efek hipotensi dari vasodilator. Oleh karena itu, pemberian vasodilator harus diberikan bersama dengan diuretik dan penghambat β untuk mengatasi adanya kompensasi dari baroreseptor (Saseen dan Carter, 2005). 5. penghambat enzim pengkonversi angiotensin (penghambat ACE) Enzim
pengkonversi
angiotensin
(ACE)
memfasilitasi
terbentuknya
angiotensin II yang mempunyai peran penting dalam pengaturan tekanan darah arteri. Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) terdistribusi dalam banyak jaringan dan terdapat dalam beberapa tipe sel yang berbeda, tetapi secara umum ACE terletak pada sel endotelial. Oleh karena itu, produksi utama angiotensin II terletak di pembuluh darah bukan di ginjal (Saseen dan Carter, 2005). Efek hipotensi penghambat ACE dengan cara menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang poten yang juga menstimulasi pengeluaran aldosteron. Penghambat ACE juga menghambat pembongkaran bradikinin dan merangsang sintesis dari beberapa substansi vasodilator termasuk prostaglandin E2 dan protasiklin. Peningkatan bradikinin akan meningkatkan efek hipotensi dari penghambat ACE sehingga hal ini menimbulkan batuk kering yang menjadi efek samping dari obat golongan penghambat ACE (Saseen dan Carter, 2005). Contoh obatnya adalah kaptopril, enalapril maleat, benazepril, lisinopril, perindopril, kuinapril, ramipril, dan fosinopril.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
6. penyekat adrenoreseptor β Mekanisme penyekat adrenoreseptor β sebagai antihipertensi masih belum diketahui pasti. Diduga penyekat adrenoreseptor β menurunkan tekanan darah dengan cara penyekat adrenoreseptor β mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas otot jantung sehingga mengurangi curah jantung. Selain itu adrenoreseptor β juga terletak pada permukaan membran dari sel juxtaglomerular dan penyekat adrenoreseptor β menghambat pelepasan renin (Saseen dan Carter, 2005). Obat-obat penyekat adrenoreseptor β yang sering digunakan adalah propanolol, pindolol, acebutolol, bisopralol, timolol, penbutolol, dan satolol. Penghentian penggunaan penghambat β secara tiba-tiba dapat mengakibatkan infark miokardial, angina pektoris dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada pasien dengan penyakit koroner . Penghentian penggunaan penghambat β secara tibatiba juga dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba dengan nilai tekanan darah diatas nilai sebelum terapi. Untuk menghindari hal ini, maka dosis pemberian penghambat β ditingkatkan bertahap selama selama 1 sampai 2 minggu sebelum akhirnya melanjutkan pemakaian obat ini (Saseen dan Carter, 2005). 7. penyekat adrenoreseptor α (penyekat α) Obat antihipertensi yang termasuk dalam penyekat adrenoreseptor α seperti prazosin, terazosin dan doxazosin. Obat penyekat adrenoreseptor α menghasilkan efek antihipertensinya dengan menyekat reseptor α1 di arteriol dan venula. Penghambatan reseptor α1 di arteriol dan venula menyebabkan penghambatan efek vasokontriksi oleh norepinefrin dan epinefrin sehingga terjadi dilatasi arteriola dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
vena. Dilatasi arteriola menurunkan tahanan perifer sehingga menurunkan tekanan darah (Benowitz, 2001). Retensi garam dan cairan terjadi apabila obat tersebut diberikan tanpa diuretik. Obat ini menjadi lebih efektif apabila digunakan dalam kombinasi dengan obat lain seperti penyekat adrenoreseptor β dan diuretik, dibandingkan jika digunakan secara tunggal (Benowitz, 2001). 8. antagonis reseptor angiotensin II Angiotensin II dihasilkan oleh dua jalur enzimatis yaitu melalui sistem renin angiotensin–aldosteron, yang melibatkan ACE dan melalui jalur lain yang menggunakan enzim–enzim lain seperti enzim kimase. Penghambat ACE menghambat efek dari angiotensin II yang berasal dari jalur sistem renin angiotensin–aldosteron, sedangkan antagonis reseptor angiotensin II menghambat angiotensin II dari semua jalur. Antagonis reseptor angiotensin II secara langsung menghambat reseptor angiotensin II tipe 1 yang menyebabkan vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi saraf simpatis, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriola efferent pada glomerulus. Antagonis reseptor angiotensin II tidak menghambat reseptor angiotensin II tipe 2. Oleh karena itu, keuntungan dari stimulasi reseptor angiotensin II tipe 2 seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan dan penghambatan pertumbuhan sel tetap berlangsung ketika obat antagonis reseptor angiotensin II digunakan. Tidak seperti penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin II tidak mempengaruhi bradikinin sehingga tidak muncul efek samping berupa batuk kering.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
Contoh obat yang termasuk antagonis reseptor angiotensin II yaitu losartan kalium dan valsartan. C. Pengobatan Rasional Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak ekonomis atau yang lebih populer dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan (Anonim, 2000). Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak imbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat. Penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika: 1. indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru. 2. pemilihan obat tidak tepat artinya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis. 3. cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi pemberian, dan lama pemberian. 4. kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, apakah ada keadaan– keadaan
yang
tidak
memungkinkan
penggunaan
suatu
obat,
atau
mengharuskan penyesuaian dosis atau keadaan yang akan meningkatkan risiko efek samping obat. 5. pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien atau keluarganya. 6. pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak langsung (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan, misalnya meningkatnya
efek
samping
obat,
meningkatnya
kegagalan
pengobatan,
meningkatnya resistensi antimikroba dan sebagainya. Adapun langkah–langkah yang dilakukan untuk mencapai pengobatan yang rasional yaitu sebagai berikut ini. 1. Ketika pasien berhadapan dengan dokter, seharusnya dilakukan proses konsultasi secara lengkap untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis dan memberikan tindakan terapi setepat mungkin. Komunikasi antara dokter dengan pasien memegang peranan penting dalam farmakoterapi. 2. Pemberian obat harus tepat indikasi 3. Penilaian kondisi pasien harus tepat 4. Pemilihan obat tepat, yakni obat yang efektif, aman, ekonomis dan sesuai dengan kondisi pasien. 5. Memberikan informasi untuk pasien atau keluarga pasien secara tepat. Unsur–unsur informasi yang perlu dikomunikasikan kepada pasien atau keluarga pasien mencakup informasi tentang penyakit, informasi tentang penanganan penyakit, informasi tentang obat yang sedang digunakan, pesan untuk meningkatkan kepercayaan pasien, dan informasi tentang pemeriksaan lanjut seperti kapan harus periksa lagi, pemeriksaan tambahan yang diperlukan, dan apa yang harus dilakukan jika muncul gejala yang tidak diinginkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
6. Mengevaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat (Anonim, 2000). D. Interaksi Obat Interaksi obat dapat didefenisikan sebagai respon farmakologik dan klinik pada pemberian kombinasi obat yang berbeda yang didahului dengan pengetahuan tentang efek dari kedua obat tersebut jika digunakan secara tunggal. Hasil secara klinik dari interaksi tersebut dapat bersifat antagonis, sinergis, atau bersifat idosinkratik (Tatro, 2001). Penilaian potensial dari interaksi obat utamanya memperhatikan manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh interaksi tersebut dan arti klinis dari interaksi. Arti klinis dari interaksi obat berhubungan dengan jenis dan besarnya efek yang ditimbulkan. Hal yang juga perlu diperhatikan yaitu terus memonitor keadaan pasien dan mengganti terapi untuk mencegah efek samping yang berbahaya. Faktor utama yang mendefinisikan arti klinis dari interaksi obat yaitu significance rating yang terdiri atas onset dari timbulnya efek, potensi keparahan dari interaksi, dan dokumentasi manifestasi klinis dari interaksi yang telah terjadi (Tatro, 2001). Significance rating terbagi menjadi lima yaitu peringkat 1 jika tingkat keparahan mayor dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 2 jika tingkat keparahan moderat dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 3 jika tingkat keparahan minor dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 4 jika tingkat keparahan mayor atau moderat dan dokumentasi possible, peringkat 5 jika tingkat keparahan minor atau tidak berarti dan dokumentasi possible atau unlikely (Tatro, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
Onset didefinisikan kecepatan efek klinis yang dapat timbul dari suatu interaksi. Onset dibedakan menjadi dua yaitu cepat dan tertunda. Dikategorikan onset cepat jika efek klinis yang muncul dalam 24 jam setelah pemberian dan dibutuhkan tindakan segera untuk mengatasi efek yang timbul sedangkan onset tertunda adalah efek klinis dari interaksi obat yang timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu setelah pemberian dan tidak diperlukan tindakan segera untuk mengatasi efek yang timbul (Tatro, 2001). Tingkat keparahan terdiri dari mayor, moderat, dan minor. Keparahan interaksi tergolong mayor jika efek yang terjadi membahayakan jiwa pasien atau dapat menyebabkan kerusakan permanen. Keparahan interaksi tergolong moderat jika efek yang terjadi dapat menyebabkan perburukan status kesehatan pasien sehingga mungkin dibutuhkan rawat inap di rumah sakit, perawatan yang lebih lama atau terapi tambahan. Keparahan interaksi minor jika efek yang timbul biasanya ringan atau mungkin tidak timbul dan tidak mempengaruhi outcome terapi dan tidak dibutuhkan terpai tambahan (Tatro, 2001). Dokumentasi diartikan sebagai tingkat kepercayaan bahwa suatu interaksi dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Dokumentasi berdasarkan literatur primer dan juga berdasarkan interaksi yang pernah terjadi. Dokumentasi dibagi menjadi lima yaitu established, probable, suspected, possible, dan unlikely. Dikategorikan established jika terbukti terjadi pada suatu penelitian yang terkontrol baik. Dikategorikan probable jika efek dari interaksi sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti secara klinis. Dikategorikan suspected jika efek dari interaksi mungkin terjadi, terdapat data yang baik tetapi butuh penelitian lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Dikategorikan possible jika efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data yang ada sangat terbatas. Dikategorikan unlikely jika terjadinya efek dari interaksi diragukan dan tidak ada data bukti klinis yang baik tentang perubahan efek klinis (Tatro, 2001). Mekanisme interaksi secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 1. interaksi farmasetik atau inkompatibilitas Interaksi ini terjadi jika antara dua obat yang diberikan bersamaan tersebut terjadi inkompatibilitas atau terjadi reaksi langsung, yang umumnya di luar tubuh dan berakibat berubahnya atau hilangnya efek farmakologik obat yang diberikan. Sebagai contoh, gentamisin mengalami inaktivasi bila dicampur dengan karbenisilin (Anonim, 2000). 2. interaksi farmakokinetik Interaksi farmakokinetik adalah peristiwa suatu obat merubah laju atau jumlah dari absorpsi, distribusi, atau eliminasi (metabolisme dan eksresi) dari obat yang lain (Tatro, 2001). Interaksi dalam proses absorpsi misalnya terjadi pada absorpsi tetrasiklin yang berkurang bila diberikan bersamaan dengan logam berat (kalsium, besi, magnesium atau aluminium) karena terjadi ikatan langsung antara molekul tetrasiklin dengan logam-logam tersebut sehingga tidak dapat terabsorpsi (Anonim, 2000). Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadi peningkatan efek toksik (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Interaksi dalam proses metabolisme terjadi kalau metabolisme suatu obat dipacu atau dihambat oleh obat lain (Anonim, 2000). Interaksi dalam proses eksresi terjadi jika eksresi suatu obat (melalui ginjal) dipengaruhi oleh obat lain (Anonim, 2000). 3. interaksi farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai khasiat atau efek samping yang serupa atau berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh kompetisi pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang sama. Sebagai contoh adalah meningkatnya efek toksik glikosida jantung pada keadaan hipokalemia (Anonim, 2000). E. Keterangan Empiris Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien pre-eklampsia, jenis dan golongan obat antihipertensi, jumlah obat antihipertensi yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi pada pasien pre-eklampsia, cara pemberian obat antihipertensi, lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain yang diberikan kepada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang profil peresepan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non analitis. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data retrospektif dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar catatan medis pasien pre-eklampsia selama tahun 2005. B. Definisi Operasional 1. Profil peresepan meliputi jenis dan golongan obat antihipertensi, jumlah penggunaan obat antihipertensi secara tunggal maupun kombinasi, cara pemberian obat antihipertensi, lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat anti hipertensi lainnya yang digunakan oleh setiap pasien. 2. Pasien pre-eklampsia adalah pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 dengan diagnosis pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat. 3. Umur pasien adalah data usia pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005. 4. Jenis obat adalah nama generik dari obat antihipertensi yang diberikan pada pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005, misalnya nifedipin, metildopa.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
5. Golongan obat adalah kelompok obat antihipertensi berdasarkan mekanisme kerja yang diberikan kepada pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005, misalnya kelompok diuretik, penghambat ß, antagonis Ca, vasodilator, antihipertensi yang bekerja sentral. 6. Jumlah obat antihipertensi adalah jumlah jenis obat antihipertensi yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi pada pasien pre-eklampsia. 7. Cara pemberian adalah cara pemberian obat antihipertensi kepada pasien, misalnya per oral, sublingual, injeksi. 8. Lama perawatan adalah jumlah hari dari mulai pasien masuk hingga diperbolehkan pulang bagi pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 9. Potensial interaksi obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempengaruhi obat lain yang diberikan dalam waktu yang bersamaan dan dapat menyebabkan efek yang menguntungkan maupun merugikan antar obat antihipertensi yang dikaji secara teoritis dengan mengacu kepada Drug Interaction Facts, Tatro (2001) dan Informatorium Obat Nasional Indonesia, Depkes (2000). C. Bahan Penelitian Bahan-bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi catatan medik (medical record) pasien pre-eklampsia selama tahun 2005 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. D. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai profil peresepan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dilakukan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
sub bagian rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih Jalan Cik Ditiro no 36 Yogyakarta, data yang diambil selama tahun 2005. E. Tata Cara Pengumpulan Data Penelitian mengenai profil peresepan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: 1. pengambilan data Tahap pengambilan data diawali dengan penelusuran jumlah pasien yang menderita penyakit pre-eklampsia selama tahun 2005, didapatkan data total pasien pre-eklampsia selama tahun 2005 sebanyak 40 pasien, kemudian dilakukan pencatatan data rekam medik dari 40 pasien tersebut yang meliputi : a) nomer register pasien, b) nama pasien, c) usia pasien, d) usia kehamilan, e) diagnosis pasien, f) kehamilan yang keberapa, g) macam persalinan h) nama obat yang digunakan pasien, i) cara penggunaan obat, j) tekanan darah pasien sebelum dan sesudah perawatan, k) data laboratorium pasien, l) tanggal masuk dan tanggal keluar pasien pre-eklampsia. 2. penyelesaian data Penyelesaian data meliputi proses pencatatan data yaitu mencatat data pasien yang ada di lembar rekam medis ke dalam catatan khusus dan disajikan dalam bentuk tabel, selanjutnya dikaji secara deskriptif menggunakan buku-buku standar dan literatur yang ada seperti Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) dan Drug Interaction Facts (Tatro, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
F. Tata Cara Analisis Hasil Hasil penelitian dikerjakan dengan melakukan kajian secara deskriptif untuk memperoleh informasi tentang: 1. persentasi usia pasien, dibagi menjadi 3 kelompok usia yaitu, usia ≤ 19 tahun, usia 20 tahun-24 tahun, dan usia ≥ 35 tahun. 2. persentasi usia kehamilan, dikelompokkan berdasarkan kelompok <37 minggu, 37-42 minggu, dan >42 minggu. 3. presentasi paritas, dikelompokkan menjadi nullipara, primipara, dan multipara (2-4). 4. persentasi macam persalinan dikelompokkan menjadi pervaginam dan perabdominal. 5. persentasi distribusi tekanan darah sistolik dikelompokkan menjadi tekanan darah sistolik 130mmHg–160mmHg dan tekanan darah sistolik > 160mmHg. 6. persentasi distribusi tekanan darah diastolik dikelompokkan menjadi tekanan darah diastolik 80mmHg–110mmHg dan tekanan darah diastolik > 110mmHg. 7. persentasi diagnosis, dikelompokkan berdasarkan dari berat ringannya penyakit pre-eklampsia tersebut. 8. persentasi jenis dan golongan obat antihipertensi yang diberikan, dihitung dari jumlah jenis dan golongan obat antihipertensi tertentu yang digunakan dibagi jumlah keseluruhan obat antihipertensi yang digunakan dikalikan 100%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
9. persentasi jumlah penggunaan obat antihipertensi secara tunggal maupun kombinasi. 10. persentasi cara pemberian obat yang digunakan, dikelompokkan berdasarkan cara pemberian obat yang diberikan pada pasien. 11. persentasi lama perawatan, dikelompokkan berdasarkan lama perawatan yang diberikan pada pasien. 12. persentasi potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya , dikelompokkan berdasarkan jenis dan golongan obat antihipertensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah kasus pre-eklampsia di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 sebanyak 40 kasus dari 1526 kelahiran. Dari data di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, pre-eklampsia merupakan salah satu komplikasi yang dialami oleh ibu hamil. A. Karakteristik Pasien Pre-eklampsia Proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati kartu status rekam medik penderita. Pasien yang diteliti adalah seluruh penderita pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005. Dicatat nomer register pasien, nama pasien, umur pasien, usia kehamilan, kehamilan keberapa, macam persalinan, diagnosis utama, tekanan darah, tanggal masuk dan tanggal keluar pasien, nama obat antihipertensi yang digunakan, jumlah obat antihipertensi yang diberikan, cara penggunannya, dan data laboratorium pasien preeklampsia. 1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia
22,50%
0
77,50%
≤ 19 tahun
20-34 tahun
≥ 35 tahun
Gambar 1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 Distribusi penderita pre-eklampsia berdasarkan kelompok umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih selama tahun 2005 dapat dilihat pada gambar
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
1, bahwa dari 40 kasus yang ada 77,5% (31 kasus) terjadi pada usia 20–34 tahun dan 22,5% (9 kasus) terjadi pada usia ≥ 35 tahun. Dari data ini dapat diketahui bahwa angka kejadian pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih selama tahun 2005 paling banyak diderita pada kelompok umur 20–34 tahun dan dari data ini juga dapat diketahui bahwa tidak ada pasien pre-eklampsia yang berusia kurang dari 19 tahun. Menurut beberapa referensi, angka kejadian pre-eklampsia paling banyak ditemukan pada usia ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun sedangkan menurut berbagai penelitian, angka kejadian pre-eklampsia paling banyak terjadi pada umur 20-34 tahun. 2. Distribusi Usia Kehamilan
0% 40% 60%
<37 minggu >42 minggu
37-42 minggu
Gambar 2. Distribusi Usia Kehamilan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 Distribusi usia kehamilan pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dapat dilihat pada gambar 2 bahwa kejadian pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 paling banyak terjadi pada usia kehamilan 37–42 minggu yaitu sebesar 60% (24 kasus). Angka kejadian kejadian pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 pada usia kehamilan <37 minggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
sebesar 40% (16 kasus) dan tidak terdapat kejadian pre-eklampsia pada usia kehamilan >42 minggu) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005. 3. Distribusi Paritas
2,50% 43% 55%
Nullipara
Primipara
Multipara(2-4)
Gambar 3. Distribusi Paritas Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Distribusi paritas pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dapat dilihat pada
gambar 3 bahwa pre-
eklampsia paling banyak terjadi pada primipara yaitu sebesar 55% (22 kasus). Menurut Wibisono, pre-eklampsia banyak terjadi pada primigravida diduga karena pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta belum sempurna, yang makin sempurna pada kehamilan berikutnya (cit., Sudinaya, 2003). Kejadian pre-eklampsia yang dialami oleh multipara di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 sebesar 42,5% (17 kasus) dan kejadian pre-eklampsia yang dialami nullipara di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 sebesar 2,5% (1 kasus). Dari data yang dikumpulkan tidak ditemukan kasus multipara dengan paritas lebih dari empat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
4. Distribusi Macam Persalinan
28,20% 71,80%
Pervaginam
Per-abdominal
Gambar 4. Distribusi Macam Persalinan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Distribusi macam persalinan pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 terbanyak dengan cara per-
abdominal sebesar 71,8% (28 kasus) sedangkan macam persalinan dengan cara pervaginam sebesar 28,2% (11 kasus). Dari pengumpulan data didapatkan ada 40 kasus pre-eklampsia dan 39 pasien dari 40 pasien melahirkan pada tahun 2005. Macam persalinan per-abdominal paling banyak dipilih pada kasus pre-eklampsia khususnya
jika
terdapat
kontraindikasi
induksi
persalinan
atau
terdapat
kontraindikasi persalinan pervaginam. Tindakan persalinan dengan cara perabdominal dilakukan untuk mengakhiri kehamilan bila keadaan janin telah matur sehingga pre-eklampsia tidak bertambah parah. Persalinan dengan cara perabdominal juga menjadi alternatif persalinan bila keadaan pasien tidak dapat membaik dengan pengobatan konservatif dan pasien dianggap tidak dapat lagi meneruskan kehamilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
5. Distribusi Diagnosis Utama
17,50%
82,50%
Pre-eklampsia ringan
Pre-eklampsia berat
Gambar 5. Distribusi Diagnosis Utama Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Distribusi diagnosis utama pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 terlihat pada gambar 5. Persentasi kasus pre-eklampsia terbanyak yaitu pre-eklampsia berat sebesar 82,5% (33 kasus) sedangkan persentasi pre-eklampsia ringan hanya sebesar 17,5% (7 kasus). Penentuan diagnosis ini berdasarkan perjalanan penyakit pasien dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium serta tanda–tanda
yang dialami pasien yang
mengindikasikan adanya perburukan kondisi pasien. Diagnosis pre-eklampsia berat ditetapkan salah satunya bila tekanan darah > 160/110 mmHg diukur dalam keadaan relaks (minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his. Wanita hamil yang mempunyai tekanan darah yang tinggi selama masa kehamilan perlu mendapat perhatian khusus tetapi terkadang hal menyebabkan kurang diperhatikannya gangguan pada sistem organ, seperti pada kasus beberapa wanita hamil dengan sindrom Hemolysis Elevated Liver Enzyme and Low Platelet Count (HELLP) mengalami kondisi kritis karena adanya komplikasi edema paru, gagal ginjal akut atau kerusakan hati dan pasien ini mengalami sedikit kenaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
tekanan darah atau tidak mengalami kenaikan tekanan darah, dan hanya sedikit proteinuria (Sibai, 1996). Sebagai tambahan 20% diantara wanita yang menderita pre-eklampsia dan kemudian berkembang menjadi eklampsia memiliki tekanan diastolik dibawah 90 mmHg. Hal ini menyebabkan pentingnya memperhatikan gejala-gejala yang mengindikasikan adanya perburukan kondisi pasien dan tidak hanya berpatokan pada nilai tekanan darah dan proteinuria (Sibai, 1996). 6. Distibusi Tekanan Darah sistolik
47,50% 52,50%
TD Sistolik 130-160 mmHg
Td Sistolik >160 mmHg
Gambar 6. Distribusi Tekanan Darah Sistolik Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas 2 dari 3 tanda utama. Salah satunya adalah hipertensi. Pasien dinyatakan pre-eklampsia bila tekanan darah sistolik ≥140mmHg dan dikategorikan pre-eklampsia berat bila tekanan darah Tekanan darah >160mmHg. Dari pengambilan data di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 didapatkan data tekanan darah sistolik ibu hamil berkisar antara 130–200mmHg, baik kejadian pre-eklampsia berat maupun pre-eklampsia ringan. Dari gambar 6 dapat diketahui bahwa tekanan darah sistolik >160 mmHg mempunyai persentasi yang lebih besar yaitu 52,5% sebanyak 21 kasus dan tekanan darah sistolik antara 130–160mmHg sebesar 47,5% sebanyak 19 kasus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik
25,00%
75,00%
TD Diastolik 80-110 mmHg
Td Diastolik >110 mmHg
Gambar 7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Pasien dinyatakan pre-eklampsia bila tekanan darah diastolik ≥90mmHg dan dikategorikan pre-eklampsia berat bila tekanan darah Tekanan darah >110mmHg. Dari pengambilan data di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005 didapatkan data tekanan darah diastolik ibu hamil berkisar antara 80–120mmHg, baik kejadian pre-eklampsia berat maupun pre-eklampsia ringan. Dari gambar 7 dapat diketahui bahwa tekanan darah diastolik 80–110mmHg mempunyai persentasi yang lebih besar yaitu 75% sebanyak 30 kasus dan tekanan darah diastolik >110mmHg sebesar 25% sebanyak 10 kasus. B. Profil Peresepan Obat Antihipertensi Profil peresepan obat antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dilihat berdasarkan jenis dan golongan obat antihipertensi yang digunakan, jumlah penggunaan obat antihipertensi secara tunggal maupun kombinasi, cara pemberian obat antihipertensi, lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya yang digunakan oleh setiap pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
1. Jenis dan Golongan Obat Antihipertensi Yang Digunakan Untuk mencegah kejadian kelainan serebrovaskular pada kehamilan akibat hipertensi yang semakin parah, pemberian antihipertensi dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Antihipertensi diberikan bila tekanan sistolik >160 mmHg, tekanan diastolik >105–110mmHg atau bila mulai terlihat gangguan pada organ target seperti hipertropi ventrikel kiri, penurunan fungsi ginjal (Chanprapaph, 2004). Prevalensi terjadinya kematian perinatal dan terhambatnya perkembangan janin akan meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah pada wanita hamil dengan proteinuria atau tanpa proteinuria, sehingga perlunya terapi antihipertensi untuk mencegah kematian perinatal dan terhambatnya perkembangan janin (Rey, 1997). Pemberian antihipertensi pada wanita hamil dengan tekanan darah tinggi mampu meningkatkan hasil terapi perinatal yang mana pemberian antihipertensi mampu menurunkan angka kejadian pre-eklampsia, gangguan pada plasenta, kelahiran prematur dan kematian janin (Sibai, 1996). 45,00%
40,60%
40,00%
Persentase
35,00%
Metildopa
31,20%
Klonidin
30,00%
Nifedipin
25,00%
Amlodipin besilat
20,00%
15,60%
15,00% 10,00% 5,00%
Furosemid Spironolakton Kaptopril
4,70% 1,60%
3,10% 1,60%1,60%
Terazosin
0,00% Jenis Obat Antihipertensi
Gambar 8. Distribusi Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
Persentase(%)
45,30% Antihipertensi bekerja sentral
32,80%
Antagonis kalsium Diuretika
17,20%
Penghambat ACE Penghambat α 1,60%
3,10%
Golongan obat Antihipertensi
Gambar 9. Distribusi Golongan Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa jenis obat antihipertensi yang paling banyak digunakan oleh pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 adalah metildopa sebesar 40,6%. Menurut Gifford dkk (2000), dalam The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, metildopa adalah obat pilihan untuk terapi antenatal dalam jangka panjang sedangkan hidralazin, nifedipin atau labetolol untuk treatment hipertensi akut pada masa kehamilan. Dari gambar 9 dapat diketahui bahwa golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan oleh pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 adalah golongan antihipertensi yang bekerja sentral yaitu sebesar 45,30%. Penggunaan golongan obat antihipertensi antagonis kalsium sebesar 32,8%, penggunaan golongan obat diuretika sebesar 17,2%, penggunaan golongan obat penghambat α sebesar 3,1%, dan penggunaan golongan obat penghambat ACE sebesar 1,6%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Metildopa bekerja dengan jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak sehingga akan menghambat kerja saraf simpatis. Hal ini mengakibatkan penurunan denyut jantung, penurunan curah jantung dan juga mengakibatkan menurunnya vasokonstriksi yang akan menurunkan tahanan perifer. Efek dari hal-hal tersebut diatas akan menurunkan tekanan darah (Schenbrenner, 2002). Penggunaan metildopa pada penelitian ini sebesar 40,6 %. Metildopa merupakan obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk terapi pre-eklampsia dan penggunaan metildopa pada trimester ketiga tidak mempengaruhi uteroplasenta atau hemodinamik dari janin (Saseen dan Carter, 2005). Lebih lanjut telah diketahui bahwa metildopa merupakan obat antihipertensi yang sangat aman berdasar pada data pemantauan selama 7,5 tahun yang menyebutkan bahwa tidak ditemukan efek samping pada perkembangan anak (Saseen dan Carter, 2005). Klonidin bekerja dengan cara yang sama dengan metildopa yaitu dengan jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak sehingga akan menghambat kerja saraf simpatis. Hal ini mengakibatkan penurunan denyut jantung, penurunan curah jantung dan juga mengakibatkan menurunnya vasokonstriksi yang akan menurunkan tahanan perifer. Efek dari hal-hal tersebut diatas akan menurunkan tekanan darah (Schenbrenner, 2002). Menurut Rey dkk (1997), dalam Report of The Canadian Hypertension Society Consensus Conference, klonidin merupakan obat lini ketiga untuk terapi pre-eklampsia ringan. Penggunaan klonidin mempunyai keefektifan yang sama dengan metildopa dalam menurunkan resiko hipertensi berat. Penggunaan klonidin pada penelitian ini sebesar 4,7%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Nifedipin merupakan obat golongan antagonis kalsium yang bekerja dengan cara menghambat pergerakan transmembran dari ion Ca2+ sehingga kontraksi otot pembuluh darah berkurang yang pada akhirnya menurunkan tekanan darah. Nifedipin lebih berpengaruh pada pembuluh darah dan kurang berpengaruh pada miokardium (Anonim, 2000). Antagonis kalsium juga merupakan alternatif obat antihipertensi, sediaan oral nifedipin telah digunakan tetapi tidak disetujui oleh The Food and Drug Administration (FDA) karena telah dilaporkan memberikan efek hipotensi disertai gangguan pada janin. Penggunaan nifedipin pada penelitian ini sebesar 31,2%. Furosemid merupakan diuretika kuat yang bekerja dengan menghambat reabsorpsi cairan dari ascending loop henle dalam tubulus ginjal. Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan obat ini. Furosemid bekerja dalam 1 jam setelah pemberian oral dan diuresis sempurna dalam 6 jam, sehingga jika perlu dapat diberikan 2 kali dalam satu hari tanpa mengganggu tidur. Pada pemberian secara intravena, furosemid menunjukkan efek puncak dalam waktu 30 menit (Anonim, 2000). Penggunaan furosemid pada penelitian ini sebesar 15,6%. Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium sehingga dapat mengurangi efek hipokalemia yang dapat terjadi pada penggunaan diuretik tiazid maupun diuretik kuat. Spironolakton memperkuat kerja tiazid atau diuretika kuat dengan cara mengantagonisasi aldosteron. Spironolakton merupakan diuretik yang lemah (Anonim, 2000). Penggunaan spironolakton pada penelitian ini sebesar 1,6%. Terazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang spesifik. Terazosin menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat pengambilan katekolamin pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
sel otot polos yang akan menyebabkan vasodilatasi (Saseen dan Carter, 2005). Penggunaan terazosin pada penelitian ini sebesar 3,1%. Amlodipin besilat merupakan antagonis kalsium yang cara kerjanya sama dengan nifedipin. Amlodipin besilat tidak menimbulkan efek inotropik negatif seperti yang ditunjukkan oleh semua golongan obat antagonis kalsium. Masa kerja Amlodipin besilat lebih lama dibanding nifedipin sehingga dapat diberikan sekali sehari (Anonim, 2000). Penggunaan amlodipin besilat pada penelitian ini sebesar 1,6%. Kaptopril menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim pengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga pembentukan angiotensin II terhambat. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang poten sehingga penghambatan pembentukan angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah. Penggunaan kaptopril dikontraindikasikan pada trimester kedua dan ketiga kehamilan karena dapat menimbulkan hipotensi fetal, anuria dan gagal ginjal, terkadang dihubungkan dengan malformasi fetal atau kematian (Benowitz, 2001). Penghambat ACE dan antagonis reseptor angiotensin II merupakan jenis obat antihipertensi yang dikontraindikasikan selama kehamilan. Walaupun kedua jenis obat antihipertensi ini termasuk golongan C untuk obat dalam masa kehamilan pada trimester pertama dan merupakan kategori D untuk trimester kedua dan ketiga, karena kedua jenis obat ini mempunyai potensial teratogenik (Saseen dan Carter, 2005). Dari pengumpulan data diketahui bahwa penggunaan kaptopril digunakan pada saat pasien telah bersalin sehingga tidak akan menimbulkan efek teratogenik. Penggunaan kaptopril pada penelitian ini sebesar 1,6%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
2. Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal maupun Kombinasi Terapi hipertensi dengan menggunakan satu jenis obat sering dihubungkan dengan efek samping yang lebih besar dibandingkan kombinasi obat dengan dosis yang lebih rendah. Hanya rata-rata setengah bagian dari pasien yang terapi dengan 1 jenis obat antihipertensi yang dapat dikontrol tekanan darahnya dengan baik. Setengah bagian dari pasien akan membutuhkan 2 macam kombinasi obat antihipertensi (Neutel, 2002). tidak ada
32,50%
35% persentase 30%
20%
tunggal
25%
25%
20% 17,50%
15% 10%
2,50%2,50%
5% 0% penggunaan obat antihipertensi
2 Macam kombinasi obat antihipertensi 3 macam kombinasi obat antihipertensi 4 macam kombinasi obat antihipertensi 6 macam kombinasi obat antihipertensi
Gambar 10. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal maupun Kombinasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Dari gambar 10 dapat kita ketahui bahwa terdapat 8 orang pasien dari total 40 pasien pre-eklampsia, yang tidak mendapatkan terapi antihipertensi. Dari pengumpulan data diketahui bahwa 5 pasien dari 8 pasien yang tidak mendapatkan antihipertensi
mempunyai
tekanan
darah
<160/105mmHg
sehingga
belum
dibutuhkan antihipertensi dan pasien tersebut tidak menunjukkan gejala impending eklampsia, sedangkan 3 pasien lainnya mempunyai tekanan darah >160/105mmHg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
tetapi tidak mendapat antihipertensi karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda impending eclampsia. Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa persentasi penggunaan obat antihipertensi secara kombinasi lebih besar dibandingkan penggunaan obat antihipertensi secara tunggal yaitu sebesar 47,5%. Penggunaan obat antihipertensi secara tunggal sebesar 32,5%. Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa kombinasi obat antihipertensi yang paling banyak adalah 2 macam kombinasi obat antihipertensi yaitu sebesar 52,6% dari total penggunaan kombinasi obat antihipertensi. Antihipertensi yang ideal memenuhi kriteria sebagai berikut antara lain, efektif lebih dari 24 jam dengan dosis satu kali sehari, mempunyai respon yang tinggi untuk semua kelompok penderita hipertensi, tidak mempunyai efek samping, tidak mempunyai efek samping metabolik dan murah. Karena sulit mencapai kriteria obat antihipertensi yang ideal dengan monoterapi maka telah dilakukan percobaan untuk mencapai terapi obat antihipertensi yang ideal dengan mengkombinasikan obat antihipertensi tambahan dengan dosis rendah (Neutel, 2002). 90,00%
84,60%
80,00%
Persentase
70,00% 60,00% Metildopa
50,00%
Nifedipin
40,00%
Furosemid
30,00% 20,00% 10,00%
7,70%
7,70%
0,00% Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan secara Tunggal
Gambar 11. Distribusi Penggunaan Jenis Obat Antihipertensi Secara Tunggal di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Data pada gambar 11 memperlihatkan distribusi penggunaan jenis obat antihipertensi secara tunggal di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan metildopa secara tunggal mempunyai persentasi paling besar yaitu 84,6% (11 kasus) sedangkan persentasi penggunaan nifedipin dan furosemid secara tunggal masingmasing sebesar 7,7% atau masing-masing sebanyak 1 kasus. Metildopa merupakan obat yang paling banyak digunakan para dokter sebagai obat antihipertensi lini pertama untuk terapi hipertensi dalam kehamilan berdasarkan laporan yang ada bahwa penggunaan metildopa tidak mempengaruhi aliran darah di plasenta dan hemodinamik dari janin (Gifford dkk, 2000). Menurut Rey dkk (1997), dalam Report of The Canadian Hypertension Society Consensus Conference, metildopa merupakan obat lini pertama untuk mengatasi pre-eklampsia ringan. Penggunaan antagonis kalsium (nifedipin) untuk terapi hipertensi dalam kehamilan khususnya pada kasus pre-eklampsia masih menjadi kontroversi. Sediaan oral nifedipin telah digunakan tetapi tidak disetujui oleh The Food and Drug Administration (FDA) karena telah dilaporkan memberikan efek hipotensi disertai gangguan pada janin (Sassen dan Carter, 2005). Nifedipin merupakan obat antihipertensi lini pertama selain hidralazin dan labetalol untuk mengatasi preeklampsia berat yang akut (Rey dkk, 1997). Penggunaan diuretik (furosemid) untuk terapi pre-eklampsia masih kontroversi karena secara teoritis diketahui bahwa pasien pre-eklampsia mengalami penurunan volume plasma sehingga pemberian diuretik akan lebih menurunkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
volume plasma sehingga membahayakan kondisi janin, tetapi hubungan ini belum diketahui secara pasti. Karena itu, diuretik tidak digunakan sebagai obat lini pertama. Menurut Friedman dan Polifka (2000), penggunaan furosemid tidak mengindikasikan risiko kelainan bawaan pada anak dari wanita yang menggunakan furosemid. Sebuah meta analisis dari 9 penelitian acak yang melibatkan lebih dari 7000 subjek yang menggunakan diuretik, menyatakan bahwa penggunaan diuretik pada wanita hamil dapat mengurangi kemungkinan wanita hamil mengalami edema dan atau hipertensi dan juga menyatakan bahwa penggunaan diuretik pada wanita hamil tidak peningkatan efek samping pada janin. Diuretik aman digunakan bila diindikasikan dan dapat menunjukkan respon yang baik seperti antihipertensi yang lain dan penggunaan diuretik tidak dikontaindikasikan pada kehamilan kecuali pada kasus yang mana perfusi uteroplasenta wanita hamil telah menurun (Gifford dkk, 2000). Walaupun data mengenai penggunaan diuretik pada wanita hamil yang menderita hipertensi masih jarang, tetapi The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy menyetujui penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan darah pada masa kehamilan (Gifford dkk, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
60,00%
Persentase
50,00%
50,00% Metildopa dan Nifedipin
40,00%
Metildopa dan Furosemid
30,00% 20,00% 10,00%
Nifedipin dan Furosemid
20,00% 20,00% 10,00%
Nifedipin dan Nifedipin
0,00% Kombinasi 2 Jenis Obat Antihipertensi
Gambar 12. Distribusi Penggunaan Kombinasi 2 Jenis Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Data pada gambar 12 menunjukkan bahwa kombinasi antara metildopa dan nifedipin mempunyai persentasi terbesar yaitu 50%. Penelitian tentang penggunaan metildopa dan nifedipin dalam menurunkan tekanan darah untuk terapi preeklampsia setelah melahirkan adalah efektif (Rey, 1997). Kombinasi metildopa dan furosemid mempunyai persentase yang sama dengan kombinasi antara nifedipin dan furosemid yaitu sebesar 20%. Kombinasi antara nifedipin dengan nifedipin sebesar 10%. Kombinasi dua obat antihipertensi akan meningkatkan respon sekitar 70%90%. Pasien yang lain akan membutuhkan 3 atau lebih kombinasi obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah (Neutel, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
Tabel III. Distribusi Penggunaan Kombinasi >2 Jenis Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 N0 Kombinasi >2 Jenis Obat Antihipertensi Jumlah Perse ntase (%) 1 Metildopa, Nifedipin dan Nifedipin 1 11,1 2 Metildopa, Nifedipin dan Terazosin 1 11,1 3 Metildopa, Nifedipin dan Spironolakton 1 11,1 4 Metildopa, Nifedipin dan Furosemid 2 22,3 5 Metildopa, Nifedipin dan Klonidin 1 11,1 6 Nifedipin, Amlodipin dan Nifedipin 1 11,1 7 Nifedipin, Furosemid, Metildopa, Klonidin 1 11,1 8 Metildopa, Kaptopril, Nifedipin, Klonidin, Furosemid, 1 11,1 Teratozin Total 9 100,0 Dari data tabel III dapat kita ketahui bahwa terdapat 9 kasus penggunaan lebih dari 2 macam kombinasi obat antihipertensi. Penggunaan 3 macam kombinasi antihipertensi mempunyai persentasi yang lebih besar dibandingkan penggunaan >3 macam kombinasi yaitu sebesar 7 kasus dari 9 kasus yang ada. Terdapat masingmasing 1 kasus untuk penggunaan 4 macam kombinasi dan 6 macam kombinasi obat antihipertensi. Pada penggunaan 6 macam kombinasi obat antihipertensi, digunakan kaptopril yang dikontraindikasikan untuk ibu hamil karena bersifat teratogenik. Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa penggunaan kaptopril pada pasien diberikan setelah pasien melahirkan sehingga penggunaan kaptopril tidak akan membahayakan janin. Adapun jumlah pasien yang mengalami pre-eklampsia post partum sebanyak 7,5% (3 pasien) dari total 40 pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
3. Cara Pemberian Obat Antihipertensi Jumlah obat antihipertensi yang digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 pada pasien pre-eklampsia sebanyak 64. Cara pemberian obat antihipertensi dapat diberikan melalui bermacam-macam cara seperti peroral, intravena, sublingual, dan sebagainya. Pemilihan cara pemberian obat memperhatikan beberapa hal seperti kondisi pasien, efek yang diharapkan, dan sebagainya. Dari data tabel III, dapat kita lihat persentasi cara pemberian obat antihipertensi yang paling besar di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 pada pasien pre-eklampsia.
No 1 2 3
Tabel IV. Distribusi Cara pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 Cara Pemberian Jumlah Persentase (%) Per oral 56 87,5 Intravena (i.v) 6 9,4 Sublingual (s.l) 2 3,1 Total 64 100,0 Dari data tabel IV terlihat bahwa persentasi terbesar cara pemberian obat
antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 pada pre-eklampsia yaitu pemberian obat antihipertensi dengan cara peroral sebesar 87,5%. Cara pemberian intravena sebesar 9,4% dan cara pemberian sublingual sebesar 3,1%. Menurut Brown, dkk (2000) pemberian obat untuk kasus pre-eklampsia pada awalnya harus diberikan dengan cara peroral kecuali bila pasien menunjukkan tanda eklampsia yang tertunda. Cara pemberian obat secara oral mempunyai keuntungan antara lain mudah digunakan, efek samping yang relatif lebih ringan, serta biaya obat yang dibutuhkan lebih ringan dibandingkan dengan cara penggunaan yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Obat antihipertensi yang diberikan secara injeksi berguna untuk mempercepat penurunan tekanan darah, sedang penggunaan obat antihipertensi peroral berguna untuk mengontrol tekanan darah secara bertahap (Benowitz, 2001). Dari pengumpulan data diketahui bahwa penggunaan jenis obat antihipertensi dengan cara pemberian sublingual yaitu nifedipin. Sublingual nifedipin digunakan pada kasus pre-eklampsia berat yang akut. Pemberian nifedipin dengan cara sublingual bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat, tetapi penggunaan nifedipin secara sublingual harus dengan pengawasan karena dapat menyebabkan krisis hipotensi yang dapat membahayakan pasien. Pada penggunaan sublingual nifedipin tidak akan menimbulkan hipoperfusi plasenta, tetapi penelitian tentang ini masih terbatas (Rey, 1997). Menurut Lacy dkk (2003), penggunaan sublingual nifedipin sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi krisis dan gangguan pada janin. 4. Lama Perawatan Lama perawatan adalah waktu antara pasien masuk hingga pasien keluar meninggalkan rumah sakit. Variasi lama perawatan dalam penelitian ini berkisar antara 2-11 hari. Dari tabel V dapat dilihat bahwa lama perawatan pasien pre-eklampsia sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi kondisi pasien terkait tingkat keparahan penyakit, stabilnya tekanan darah, kondisi pasca bedah dan keinginan pribadi pasien atau keluarga pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Tabel V. Distribusi Lama Perawatan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 No Lama Perawatan (hari) Jumlah Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
5 4 8 8 3 4 3 1 3 1 40
12,5 10,0 20,0 20,0 7,5 10,0 7,5 2,5 7,5 2,5 100,0
Dari data tabel V dapat terlihat bahwa persentasi lama perawatan yang paling banyak yaitu selama 4 hari dan 5 hari sebesar masing-masing 20%. Lama perawatan tercepat adalah 2 hari (12,5%) dengan 5 pasien dan lama perawatan terlama adalah 11 hari (2,5%) dengan 1 pasien. Menurut Sudhaberata (2001), pasien boleh pulang bila dalam 3 hari perawatan setelah pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia ringan dan keadaan pasien tetap baik dan stabil. 5. Interaksi antara Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya Interaksi obat dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan dengan literatur, yaitu Drug Interaction Facts, Tatro (2001) dan Informatorium Obat Nasional Indonesia, Depkes (2000). Pemberian dua atau lebih obat tersebut dapat saja menimbulkan kemungkinan terjadinya interaksi, meskipun interaksi tersebut belum tentu merugikan. Interaksi yang mungkin terjadi dikelompokkan menjadi interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Tabel VI. Distribusi Interaksi Jenis Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 Jenis Obat Jenis Obat Persentase No Jumlah Antihipertensi Antihipertensi (%) 1. Metildopa Nifedipin 11 23,9 2. Metildopa Furosemid 6 13,0 3. Metildopa Terazosin 2 4,3 4. Metildopa Kaptopril 1 2,2 5. Metildopa Spironolakton 1 2,2 6. Nifedipin Furosemid 5 10,8 7. Nifedipin Klonidin 3 6,5 8. Nifedipin Kaptopril 1 2,2 9. Nifedipin Terazosin 2 4,3 10. Furosemid Kaptopril 1 2,2 11. Furosemid Klonidin 1 2,2 12. Furosemid Terazosin 1 2,2 13. Klonidin Kaptopril 1 2,2 14. Klonidin Terazosin 1 2,2 15. Kaptopril Terazosin 1 2,2 46 100 Jumlah Tabel VII. Distribusi Interaksi dan Sifat Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 Jenis Obat Jenis Obat No. Sifat Interaksi Antihipertensi Antihipertensi 1. Metildopa Nifedipin Meningkatkan efek hipotensif 2. Metildopa Furosemid Meningkatkan efek hipotensif 3. Metildopa Terazosin Meningkatkan efek hipotensif 4. Metildopa Kaptopril Meningkatkan efek hipotensif 5. Metildopa Spironolakton Meningkatkan efek hipotensif 6. Nifedipin Furosemid Meningkatkan efek hipotensif 7. Nifedipin Klonidin Meningkatkan efek hipotensif 8. Nifedipin Kaptopril Meningkatkan efek hipotensif Nifedipin Meningkatkan efek hipotensif dan 9. Terazosin bisa ekstrim Furosemid Meningkatkan efek hipotensif dan 10. Kaptopril bisa ekstrim 11. Furosemid Klonidin Meningkatkan efek hipotensif Furosemid Meningkatkan efek hipotensif dan 12. Terazosin bisa ekstrim 13. Klonidin Kaptopril Meningkatkan efek hipotensif 14. Klonidin Terazosin Meningkatkan efek hipotensif 15. Kaptopril Terazosin Meningkatkan efek hipotensif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
Dari data tabel VI dapat kita ketahui bahwa interaksi paling banyak adalah interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%. Interaksi metildopa dengan furosemid sebesar 13 % dan interaksi nifedipin dengan furosemid sebesar 10,8%. Interaksi nifedipin dengan klonidin sebesar 6,5%. Interaksi metildopa dengan terazosin dan nifedipin dengan terazosin masing-masing sebesar 4,3%. Interaksi metildopa dengan kaptopril, metildopa dengan spironolakton, nifedipin dengan kaptopril, furosemid dengan kaptopril, furosemid dengan klonidin, furosemid dengan terazosin, klonidin dengan kaptopril, klonidin dengan terazosin, dan kaptopril dengan terazosin masing-masing sebesar 2,2%. Potensial interaksi yang mungkin terjadi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya menurut Tatro (2001) dan Anonim (2000) adalah interaksi furosemid dengan kaptopril, nifedipin dengan terazosin dan interaksi furosemid dengan terazosin. Potensial interaksi ini terjadi pada 2 pasien dari total sampel 40 pasien. a. Metildopa dengan nifedipin Interaksi yang terjadi antara metildopa dengan nifedipin akan meningkatkan efek hipotensif dari metildopa. Kombinasi obat ini menghasilkan interaksi yang menguntungkan (Anonim, 2000). b. Metildopa dengan furosemid Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dari metildopa. Kombinasi obat ini menghasilkan interaksi yang menguntungkan (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
c. Metildopa dengan terazosin Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dari metildopa dan menguntungkan (Anonim, 2000). d. Metildopa dengan kaptopril Interaksi yang terjadi menguntungkan karena kombinasi ini meningkatkan efek hipotensif (Anonim, 2000). e. Metildopa dengan spironolakton Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif (Anonim, 2000). f. Nifedipin dengan furosemid Interaksi
yang
terjadi
adalah
meningkatkan
efek
hipotensif
dan
menguntungkan (Anonim, 2000). g. Nifedipin dengan klonidin. Interaksi nifedipin dengan klonidin akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara nifedipin dengan klonidin dalam penelitian ini sebesar 6,5%. h. Nifedipin dengan kaptopril Interaksi nifedipin dengan kaptopril akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara nifedipin dengan kaptopril dalam penelitian ini sebesar 2,2%. i. Nifedipin dengan terazosin Interaksi nifedipin dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini dan bisa ekstrim pada dosis pertama terazosin. Pemberian obat ini secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
bersamaan harus memperhatikan pengaturan dosis pertama untuk terazosin karena obat ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama dan dapat menyebabkan kolaps karena hipotensi (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara nifedipin dengan terazosin dalam penelitian ini sebesar 4,3%. j. Furosemid dengan kaptopril Interaksi furosemid dengan kaptopril dapat menyebabkan meningkatnya efek hipotensif dan bisa ekstrim sehingga dosis kaptopril harus dikurangi bila diberikan bersama furosemid (Anonim, 2000). Kaptopril dapat menurunkan efek dari furosemid, mungkin karena penghambatan produksi angiotensin II oleh kaptopril. Pasien yang diberikan kaptopril dan furosemid secara bersamaan perlu dipantau jumlah cairan tubuh dan berat badannya (Tatro, 2001). Persentasi interaksi antara furosemid dengan kaptopril dalam penelitian ini sebesar 2,2%. k. Furosemid dengan klonidin Interaksi furosemid dengan klonidin akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara furosemid dengan klonidin dalam penelitian ini sebesar 2,2%. l. Furosemid dengan terazosin Interaksi furosemid dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini dan bisa ekstrim pada dosis pertama terazosin. Terazosin menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama dan dapat menyebabkan kolaps karena hipotensi sehingga pemberian
furosemid
bersama
terazosin
harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
memperhatikan pengaturan dosis pertama untuk terazosin (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara furosemid dengan terazosin dalam penelitian ini sebesar 2,2%. m. Klonidin dengan kaptopril Interaksi klonidin dengan kaptopril akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara klonidin dengan kaptopril dalam penelitian ini sebesar 2,2%. n. Klonidin dengan terazosin Interaksi klonidin dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara klonidin dengan terazosin dalam penelitian ini sebesar 2,2%. o. Kaptopril dengan terazosin Interaksi kaptopril dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara kaptopril dengan terazosin dalam penelitian ini sebesar 2,2%. Dari pengumpulan data diketahui bahwa terdapat interaksi antar golongan yang sama yaitu interaksi antara metildopa dengan klonidin, nifedipin dengan nifedipin, nifedipin dengan amlodipin besilat, dan interaksi antara furosemid dengan spironolakton. Interaksi-interaksi tersebut hanya terjadi sesaat karena pemberian klonidin, nifedipin, amlodipin besilat, dan spironolakton hanya diberikan sekali saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
C. Rangkuman Hasil dan Pembahasan 1. Persentasi karakteristik penderita pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 berdasarkan: a. kelompok umur, dari 40 kasus paling tinggi terjadi pada kelompok umur 20– 34 tahun yaitu sebesar 77,5% (31 kasus), sedangkan untuk kelompok umur ≥35 tahun sebesar 22,5% (9 kasus) dan tidak terdapat pasien pre-eklampsia yang berusia kurang dari 19 tahun. b. usia kehamilan, pasien pre-eklampsia paling banyak terjadi pada usia kehamilan 37–42 minggu yaitu sebesar 60% (24 kasus), sedangkan pada usia kehamilan <37 minggu sebesar 40% (16 kasus) dan tidak terdapat kejadian pre-eklampsia pada usia kehamilan >42 minggu. c. distribusi paritas, pasien pre-eklampsia paling banyak terjadi pada primipara yaitu sebesar 55 % (22 kasus), sedangkan pre-eklampsia yang dialami oleh multipara sebesar 42,5% (17 kasus). d. distribusi macam persalinan, pasien pre-eklampsia paling banyak dengan cara per-abdominal sebesar 71,8% (28 kasus) sedangkan macam persalinan dengan cara pervaginam sebesar 28,2% (11 kasus). e. distribusi diagnosis utama, pasien pre-eklampsia paling banyak yaitu preeklampsia berat sebesar 82,5% (33 kasus) sedangkan persentasi preeklampsia ringan hanya sebesar 17,5% (7 kasus). f. distribusi tekanan darah sistolik, pasien pre-eklampsia paling banyak pada tekanan darah sistolik >160 mmHg mempunyai persentasi yaitu 52,5% (21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
kasus) sedangkan tekanan darah sistolik antara 130–160 mmHg sebesar 47,5% (19 kasus). g. distribusi tekanan darah diastolik, pasien pre-eklampsia paling banyak pada tekanan darah diastolik 80–110mmHg sebesar 75% (30 kasus) sedangkan tekanan darah diastolik >110mmHg sebesar 25% (10 kasus). 2. Golongan obat antihipertensi yang digunakan pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 secara umum meliputi antihipertensi yang bekerja sentral 45,3%, antagonis Ca 32,8%, diuretik 17,2%, penghambat α 3,1% dan penghambat ACE 1,6%. 3. Variasi jumlah obat antihipertensi yang digunakan yaitu tunggal sebesar 32,5% (13 kasus), dua kombinasi sebesar 25% (10 kasus), tiga kombinasi sebesar 17,5% (7 kasus), 4 kombinasi sebesar 2,5% (1 kasus), dan 6 kombinasi sebesar 2,5% (1 kasus). 4. Cara pemberian obat secara oral 87,5%, secara injeksi 9,4%, dan secara sublingual 3,1%. 5. Lama menginap tercepat adalah 2 hari sebanyak 5 kasus (12,5%) dan lama menginap terlama adalah 11 hari sebanyak 1 kasus (2,5%). Persentasi menginap terbanyak yakni 20% dengan lama menginap selama 4 hari dan 5 hari masingmasing 8 kasus. 6. Potensial interaksi yang terjadi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi terdapat pada 2 pasien. Secara umum interaksi yang paling sering terjadi adalah interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut di bawah ini. 1. Kejadian pre-eklampsia paling banyak terjadi pada usia 20-34 tahun sebesar 77,5% dan diagnosis utama paling banyak dengan diagnosis pre-eklampsia berat sebesar 82,5%. 2. Jenis obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah metildopa sebesar 40,6% dan golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah antihipertensi yang bekerja sentral sebesar 45,3%. 3. Jumlah obat antihipertensi yang digunakan secara tunggal sebesar 32,5% dan secara kombinasi sebesar 47,5% 4. Cara pemberian obat antihipertensi paling banyak dengan cara peroral sebesar 87,5%. 5. Lama perawatan terbanyak selama 4 hari dan 5 hari, masing-masing sebesar 20% 6. Interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya yang paling sering terjadi adalah interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. perlu diteliti lebih lanjut mengenai drug related problem pada pasien preeklampsia. 2. perlu diteliti lebih lanjut mengenai potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat lain yang digunakan bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
DAFTAR PUSTAKA Abalos, E., Duley, L., Steyn, D.W., Henderson-Smart, D.J., 2001, Antihypertensive drug therapy for mild to moderate hypertension during pregnancy (Cochrane Review), http://www.cochrane.org/reviews/en/ab002252.html diakses 14 Oktober 2006. Anonim, 1993, Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Buku Panduan Acara Dies Rumah Sakit Panti Rapih ke-64, 7-12. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 6,7,10,48-75, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Armanza, F., Karkata, M.K., 2005, Kadar Asam Urat Sebagai Prediktor Luaran Pengelolaan Preeklampsia Berat Preterm, Cermin Dunia Kedokteran, tahun 2005, No. 146, 29-32. Benowitz, N.L., 2001, Obat Antihipertensi dalam Katzung, B. G., Sjabana, D., Rahardjo., Sastrowardoyo, W., Hamzah., dkk, (Editor), Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VIII, 276-304, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Brown, M.A., Hague, W.M., Higgins, J., Lowe, S., McCowan, L., Oats, J., dkk., 2000, The detection, Investigation and Management of Hypertension in Pregnancy: Executive Summary, http://www.racp.edu.au/asshp/asshp.pdf#search=%22%22the%20detection% 20investigation%20and%20management%20of%20hypertension%20in%20p regnancy%22%22, diakses 28 September 2006. Chanprapaph, P., 2004, Update in preeclampsia, http://www.medassocthai.org/journal/files/Vol87_No3_104.pdf, diakses 18 September 2006. Friedman, J.M., Polifka, J.E., 2000, Teratogenic Effect of Drugs A resource for Clinicians,Edisi II, 104, 159, 302, 456-457, 496, 647, 665, The Johns Hopkins University Press, USA. Gifford , R.W., August, P.A., Cunningham, G., Green, L.A., Lindheimer, M.D., McNellis, D., dkk., 2000, National High Blood pressure Education Program: Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy, http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/heart/hbp/hbp_preg.pdf, diakses 23 September 2006. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2003, Drug Information Handbook, Ninth edition, Lexi Comp Inc, Canada, 85-86, 231-233, 330-332, 631-632, 910-911, 1000-1002, 1284-1285, 1325-1327, 1724.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Mansjoer. A., Suprohaita, Wardani, W.I., Setyowulan, W., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, 270-273, Media Aesculapius FKUI, Jakarta. Manuaba, I. B. G., 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, 403 – 425, Penerbit buku EGC. McCombs, J., 1997, Therapeutic Consideration in Pregnancy and Lactation, in Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.c., Matzke, G.r., Wells, B.G., Posey, L.M., (Editor), Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Third Edition, 1568-1570, Appleton and Lange, USA. Neutel, J.M., 2002, The Use of Combination Drug Therapy in The Treatment of Hypertension, www.medscape.com/viewarticle/436706, diakses 21 September 2006. Oates, J.A., Brown, N.J., 2001, Antihypertension Agents and The Drug Therapy of Hypertension, dalam Hardman, J.G., Limbird, L.E., (Editor), Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 871-894, McGraw Hill, USA. Rey, E., Lelorier, J., Burgess, E., Lange, I.R., Leduc, L., 1997, Report of The Canadian Hypertension Society Consensus Conference: 3 Pharmacologic Treatment of Hypertensive Disorders in Pregnancy, http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1228354, diakses 12 Oktober 2006. Saseen, J.J., Carter, B.L., 2005, Hypertension, dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.c., Matzke, G.r., Wells, B.G., Posey, L.M., (Editor), Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, 185-214, Appleton and Lange, USA. Schenbrenner, D.S., Cleveland, L., Venable, S., 2002, Drugs Affecting Blood Pressure, dalam Schenbrenner, D.S., (Editor), Drug Therapy in Nursing, 492528, Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia. Sibai,
B.M., 1996, Treatment of Hypertension in Pregnant Woman, http://content.nejm.org/cgi/reprint/335/4/257, diakses 12 Oktober 2006.
Sudhaberata, K., 2001, Profil Penderita Pre-eklampsia–Eklampsia di RSU Tarakan, Kaltim, http://www.tempo.co.id/medika/arsip/022001/art-2.htm, diakses 28 April 2006. Sudinaya, I.P., 2003, Insiden Preeklampsia Eklampsia di Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, No. 139, 13-15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Wagner, L.K., 2004, Diagnosis and Management www.aafp.org/afp, diakses 20 September 2006.
of
Preeclampsia,
Winknjosastro, H., 2002, Ilmu Kebidanan, Edisi III , Cetakan ke 6, 281- 293, Bina Pustaka, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Lampiran 1. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
STANDAR PELAYANAN MEDIK RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA (1998)
PROTOKOL PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA PREEKLAMPSIA RINGAN
RAWAT JALAN
MEMBAIK
PREEKLAMPSIA RINGAN
PREEKLAMPSIA BERAT
EKLAMPSIA
BEROBAT JALAN
TERMINASI > 37 MINGGU
SYARAT TD < 140/90 mmHg IG < 0
DIPERTA HANKAN
< 37 MINGGU
Terminasi bila ditemui salah satu keadaan ini: IG >8 HPL/Estriol/CTG hasilnya abnormal, IUGR
> 37 MINGGU TERMINASI
< 37 MINGGU Terminasi bila dijumpai salah satu keadaan ini
Gejala Impending eklampsia, 6 jam sesudah terapi medisinal tensi naik, 24 jam sesudah terapi medisinal tidak ada perbaikan, IUGR, HPL/Estriol/CTG abnormal, HELLP syndrome
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2. Data Umum Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
DATA UMUM PASIEN No
No. Reg
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
458917 443937 309268 452979 276922 281287 440917 279089 234606 358749 473552 256236 120631 296055 501520 461263 284553
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Nama Pasien
Umur (thn)
Usia kehamilan (minggu)
Keha milan ke
Diagnosis
Macam persalinan
Berat badan anak (gram)
inpartum Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Pervaginam Per-abdominal Pervaginam Pervaginam Pervaginam Pervaginam Pervaginam Pervaginam Pervaginam Pervaginam Pervaginam Pervaginam Per-abdominal
Jenis kelam in anak L L L L P P P L P L L L P L P P/P
2725 2300 3975 2460 2110 2400 3020 3250 2640 2440 2755 3310 2020 2275/2075
Lama perawat an (hari) 3 7 7 4 3 6 8 4 2 2 4 2 5 2 4 2 5
NY. Retno NY. Meity NY. Marni NY. Wening NY. Emiyati NY. Lilies NY. Sri rahayu NY. Ngatiningsih NY. Danik NY. Antari NY. Dewi NY. Fitria NY. Hesti NY. Eka NY.Kusumarhani NY. Ade NY. Ambar
32 28 29 27 40 42 32 38 29 30 36 24 33 26 40 33 32
33 36 37 38 39-40 34-35 34 32 (post partum) 39 40-41 40-41 32 40 40-41 38 38
1 1 1 1 3 3 1 4 1 2 1 2 4 1 2 2 1
418516 456793 469161 468572
NY. Kanti NY. Kamelia NY. Halimah NY. Astutik
31 24 21 38
40-41 36-37 40 33-34
1 1 1 3
452672 449305 000642 428623 076398 342659 486364
NY. Paramita NY. Rini NY. Astrid NY. Ana NY. Rida NY. Diyanti NY. Tri
21 29 26 27 33 32 27
36 40-41 36-37 Cukup bulan Tepat HPL 38 35
1 1 1 1 4 4 1
PEB PEB PEB, Eclampsia, Infertil PER, DKP PEB PEB PEB PEB PEB PER PEB, HPP PEB PEB PER PEB PER PEB, HELLP syndrome, gemelli PER, DKP, Obesitas PEB, Eclampsia PEB, DKP PEB, Impending eclampsia, suspect HELLP syndrome PEB, Obesitas PEB PEB PEB PEB PER PEB, gemelli
Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal
P P L P
3880 2740 4220 1710
4 10 4 11
Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal
L L L L L L L/P
2770 3890 2440 2930 3600 3500 -
5 3 5 7 4 8 8
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
No
No. Reg
29 30 31
491378 492420 493487
32 33
Nama Pasien
Berat badan anak (gram)
Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal
Jenis kelam in anak P P L
2430 2910 2310
Lama perawat an (hari) 6 3 10
Per-abdominal Per-abdominal
P P
3560 2430
5 7
Per-abdominal Per-abdominal
P L
2930 2000
4 9
Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal Per-abdominal
L L L L P
2990 2890 2120 3100
5 10 6 5 5
Umur (thn)
Usia kehamilan (minggu)
Keha milan ke
Diagnosis
Macam persalinan
NY. Tanti NY. Bintarti NY. Pairah
30 39 27
35 40-41 35-36
1 1 1
488369 495419
NY. Eka Nur NY. Sri H
27 26
38-39 38-39
2 1
34 35
203122 079378
NY. Prasetya NY. Hesti
29 38
39-40 35
2 2
36 37 38 39 40
502314 267386 007336 476454 293637
NY. Sumiyah NY. Erin NY. Asti Nur NY. Oki NY. Nur .S
24 28 33 29 37
39 37-38 34-35 36 38-39
2 2 1 1 2
PEB PER, Serotinus PEB, eklampsia, prematuritas PEB, Obesitas PEB, Fetal Compromise, IUGR PEB PEB, Eclampsia, Prematuritas, growth retardation PEB, kista demoid PEB PEB PEB PEB
Keterangan: PEB : Pre-eklampsia Berat PER : Pre-eklampsia Ringan IUGR : Intra uterine growth retardation DKP : Disposisi kepala panggul HPP : Hemorragic post partum HPL : Hari perkiraan lahir Serotinus: Kehamilan lewat 2 minggu dari HPL L : laki-laki P : Perempuan
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3. Gejala, Tanda Fisik dan Data Laboratorium Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
GEJALA, TANDA FISIK DAN DATA LABORATORIUM No. Reg
Keluhan
TD awal (mmHg)
TD post partum (mmHg)
TD akhir (mmHg)
Proteinuria
edema
Trombosit ( 150-450)103
SGOT (0-32) U/l
SGPT (0-31) U/l
30,8
27,9
Ureum darah (10-50) mg/dl
Cr darah (0,5-0,9) mg/dl
Bakteri
Asam Urat (2,4-5,7) mg/dl
458917
Pusing
180/110
-
150/100
+1
Ya
443937 309268
Pusing Pusing, nyeri epigastrum, kejang Mual muntah Pusing, penglihatan kabur Pusing, mual muntah Pusing, mual muntah Pusing, penglihatan kabur, nyeri
160/100 170/110
130/90 130/80
130/80 150/100
+1 +4
Ya -
197 70
18,5 107,9
10,6 146,8
8 44
0,3 1,4
+ +
5,3 11,3
150/100 160/90
110/70 140/90
120/80 130/80
+1
Ya -
258 166
17,8 18,4
7,3 12,2
15 13
0,6 0,6
++ +
5,6 -
170/120
150/110
150/100
+2
-
195
26
14,9
20
0,6
-
7,2
150/100
130/80
130/90
+2
-
213
73,6
50
31
1,2
+
10,8
170/110 190/120
140/110 160/100
130/80 140/90
+1 -
-
143 104
-
-
-
-
+ -
-
150/100 170/110 150/110 180/100 140/100 170/100 150/90 140/100
110/80 140/90 130/90 160/90 130/90 160/80 140/90 130/90
120/60 120/90 140/100 160/100 130/90 140/80 140/90 130/80
+2 +1 +2
-
197 145 289 213 73
21,1 21 25,9 12,8 19,8 40,8
16,5 21,4 14,5 12,5 17,2 35,5
19 13 16 22 17 20
0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,8
+ + +
7 7 6,6 4,6
452979 276922 281287 440917 279089 234606 358749 473552 256236 120631 296055 501520 461263 284553
7,1
4,5 7,9
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
epigastrum 418516 456793
469161 468572
452672 449305 000642 428623 076398 342659 486364 491378 492420 493487 488369 495419 203122
penglihatan kabur, nyeri epigastrum, eklampsia Pusing, mual muntah Pusing, penglihatan kabur, kejang Pusing, penglihatan kabur Nyeri epigastrum Nyeri epigastrum Nyeri epigastrum Nyeri epigastrum Pusing, kejang Nyeri epigastrum Kejang Pusing, nyeri epigastrum
130/90 170/110
90/60 150/110
140/90 110/80
+2
-
73
7,8 53,2
7,7 27,7
17 31
0,6 0,7
+ +
6,3 8,5
180/110
150/100
160/110
+2
-
138
27
4,8
13
0,8
-
5
200/120
130/100
140/100
+2
-
119
781,9
799,6
68
1,1
+
13,1
160/100 170/100
120/80 140/90
115/80 140/90
-
-
265 213
35,8 26,4
22,7 13,5
12 16
0,5 0,7
+ -
2,7 7,2
160/100
140/100
130/100
+3
Ya
165
26,2
11
20
0,5
+
6,4
200/100
140/90
160/100
+1
-
280
8,8
6
15
0,5
+
6,2
180/120 120/80
150/100 130/80
140/90 100/60
+2 +2
-
186 190
17,1 13,1
12,4 6,8
15 10
0,6 0,5
+ +
4,4 4,3
140/100
140/90
120/80
+1
Ya
186
24,7
17,7
26
0,7
+
8,9
160/100 140/90 200/120
110/90 140/90 170/110
120/90 120/70 150/100
+2 +1 -
Ya
215 230 220
14,4 10,7 27,4
3,7 5,5 19,3
16 17 16
0,7 0,7 0,6
+ -
7,2 5 8,3
150/90
130/90
120/80
-
-
304
12,4
21,3
16
0,6
-
5,7
170/100 150/100
160/90 150/100
150/90 120/80
-
-
131 186
20,9 33,3
28,2 19,3
18 11
0,4 0,5
-
4,6 5,3
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
079378 502314 267386 007336 476454 293637
Pusing, kejang Pusing Pusing Pusing Pusing Pusing
190/120
160/110
150/100
+4
Ya
109
35,1
17,6
32
0,9
+
-
170/120 170/120 180/120 160/100 180/120
160/100 180/100 160/100 100/100 150/90
100/60 140/90 140/100 140/100 130/100
+1 +1 +2 +1
Ya Ya Ya -
230 245 224 292 246
21 25,3 16,7 58,9 24,4
12,6 18,3 8,1 71,8 13,7
17 19 12 22 9
0,7 0,7 0,7 0,8 0,4
+ ++ -
8,3 6,5 3,8 5,4 5,5
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4. Daftar Obat yang Digunakan oleh Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti rapih Yogyakarta tahun 2005
DAFTAR OBAT YANG DIGUNAKAN No. Reg
TD awal (mmHg)
Diagnosis Metildopa
Obat antihipertensi yang digunakan Golongan Obat Dosis Aturan Obat pakai Antihipertensi bekerja sentral 250 mg 3x1
Nama obat
458917
180/110
PEB
Nifedipin
Antagonis kalsium
443937
160/100
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
309268
170/110
PEB, eclampsia, infertil
_
_
Cara pemberian Oral
5 mg
2x1
Oral
250 mg
3x1
Oral
_
_
_
Obat lain yang digunakan Nama obat Golongan obat Folamil Trombo aspilet Ossoral Kalmethason Allupurinol Hystolan Ossoral Amoxicillin Vitamin C Kalnex Adona Pronalges Methergin Sanprima Mefinal Diazepam
Vitamin Anti platelet Mineral Kortikosteroid Obat Relaksan uterus Mineral Antibiotik Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Oksitosik Antibiotik Analgesik CNS Deppresant
Rocephin Alinamin F Vitamin C Rantin
Antibiotik Vitamin Vitamin Antagonis reseptor H-2 Analgesik Anti konvulsan Kortikosteroid CNS deppresant Analgesik Antibiotika Antianemia Vitamin
Tramal MgSO4 Kalmethason Valium Toradol Amoxan Biosanbe Moloco B12
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
452979
276922
281287
440917
150/100
160/90
170/120
150/100
PER, DKP
PEB
PEB
PEB
Furosemid
Nifedipin
Metildopa
Metildopa
Diuretika kuat
Antagonis kalsium
Antihipertensi bekerja sentral
Antihipertensi bekerja sentral
20 mg
10 mg
250 mg
250 mg
1x1
3x1
3x1
3x1
Oral
Oral
Oral
Oral
Mefinal Methyl ergometrin CDR Sanprima F Clasef Methergin Prosogam
Analgesik Oksitosik
Adona Kalnex Pronalges
Vitamin dan mineral Antibiotika Antibiotika Oksitosik Penghambat pompa proton Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik
Fluimucil Folamil Amoxicillin Pronalges Prolacta Ossoral Syntocinon Methergin
Mukolitik Vitamin Antibiotika Analgesik Hormon Mineral Oksitosik Oksitosik
Clasef Vitamin C Adona Kalnex Profenid Sanprima F CDR Mefinal Fitolac
Antibiotika Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Herbal
Hystolan Folamil Ossoral Sanprima F Kalmethason Amoxicillin
Relaksan uterus Vitamin Mineral Antibiotka Kortikosteroid Antibiotika
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
279089
170/110
PEB
234606
190/120
PEB
358749
473552
150/100
170/110
PER
PEB, HPP
Furosemid
Diuretika kuat
40 mg
1x1
Oral
Spironolakton
Diuretika hemat kalium
25 mg
1x1
Oral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
Nifedipin
Antagonis kalsium
_
Metildopa
_
Antihipertensi bekerja sentral
3x1
Oral
250 mg
1x1
Oral
10 mg
1x1
Oral
_
_
_
250 mg
250 mg
3x1
Oral
Epidosin Diazepam Progynova Syntocinon Methergin Pimperan Kalnex Adona Mefinal Hemobion Methyl ergometrin CDR Syntocinon Methergin Amoxicillin Hemobion Becom C Ultraproc Methyl ergometrin Becom C Amoxicillin Pronalges Epidosin Progynova Sanprima F Syntocinon Methergin Methyl ergometrin Mefinal CDR Valium Progynova Profenid Syntocinon
Antispasmodikum CNS deppresant Hormon Oksitosik Oksitosik Anti mual/muntah Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Antianemia Oksitosik Vitamin dan mineral Oksitosik Oksitosik Antibiotika Antianemia Vitamin Antihemoroid Oksitosik Vitamin Antibiotika Analgesik Antispasmodikum Hormon Antibiotika Oksitosik Oksitosik Oksitosik Analgesik Vitamin dan mineral CNS deppresan Hormon Analgesik Oksitosik
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Methergin Kalnex Adona Hemobion Sanprima F Methyl ergometrin CDR Mefinal Non flamin Lactulac
256236
120631
150/110
180/100
PEB
PEB
Metildopa
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
250 mg
3x1/2
3x1
Oral
Oral
Sanprima F Methyl ergometrin Mefinal Diazepam Moloco B12 CDR Epidosin Progynova Syntocinon Methergin Syntocinon Methergin Valium MgSO4 Obimin F Aspilet Epidosin Progynova Cytotec Amoxicillin Becom C Asam mefenamat
Oksitosik Antifibrinolitik Hemostatikum Antianemia Antibiotika Oksitosik Vitamin dan mineral Analgesik Analgesik Gangguan Saluran cerna Antibiotika Oksitosik Analgesik CNS deppresan Vitamin Vitamin Antispasmodikum Hormon Oksitosik Oksitosik Oksitosik Oksitosik CNS deppresan Anti konvulsan Vitamin Anti platelet Antispasmodikum Hormon Oksitosik Antibiotika Vitamin Analgesik
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
296055
501520
461263
284553
140/100
170/100
150/90
140/100
PER
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
125 mg
3x1
Oral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
3x1
Oral
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
3x1
Oral
PEB
PER
PEB, HELLP syndrome, gemelli
Metildopa
_
Antihipertensi bekerja sentral
_
250 mg
_
3x1/2
_
Oral
_
Progynova Cytotec Syntocinon Methergin Amoxicillin CDR Asam mefenamat Methyl ergometrin Epidosin Amoxicillin Syntocinon Methergin Epidosin Progynova Cytotec Becom C Pronalges Vitamin B1 Epidosin Progynova Cytotec Amoxicillin Asam mefenamat CDR Moloco B12 Methyl ergometrin Clasef Vitamin C Adona Kalnex Profenid Syntocinon
Hormon Oksitosik Oksitosik Oksitosik Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Oksitosik Antispasmodikum Antibiotika Oksitosik Oksitosik Antispasmodikum Hormon Oksitosik Vitamin Analgesik Vitamin Antispasmodikum Hormon Oksitosik Antibiotika Analgesik Vitamin dan mineral Vitamin Oksitosik Antibiotika Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik Oksitosik
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
418516
456793
130/90
170/110
PER, DKP, obesitas
_
_
_
_
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Nifedipin
Antagonis kalsium
5 mg
2x1
Oral
Terazosin
Penghambat α
1 mg
1x1/2
Oral
_
PEB, eclampsia
Theragram M Ceftriaxone Tramal Plantacid Sanprima F Methyl ergometrin CDR Mefinal Moloco B12 Sanprima F Moloco B12 Methyl ergometrin Mefinal CDR Ceftriaxone Vitamin C Methergin Kalnex Adona Profenid Petidin Valium Sanmol Ossoral Folamil Mefinal Trileptal Dilantin Profenid Dulcolax Vitamin C CDR Sanprima F Ceftriaxon Cytotec Kalnex
Vitamin dan mineral Antibiotika Analgesik Antasida Antibiotika Oksitosik Vitamin dan mineral Analgesik Vitamin Antibiotika Vitamin Oksitosik Analgesik Vitamin dan mineral Antibiotika Vitamin Oksitosik Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Analgesik CNS deppresan Antipiretik Mineral Vitamin Analgesik Anti konvulsan Anti konvulsan Analgesik Laksatif Vitamin Vitamin dan mineral Antibiotika Antibiotika Oksitosik Antifibrinolitik
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Adona Rantin
469161
468572
452672
180/110
200/120
160/100
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
1 ampul
intravena
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
12,5 mg
3x1
Oral
10 mg
3x1
Oral
150 mcg
½ ampul
intravena
PEB, DKP
Metildopa PEB, impending eclampsia, Kaptopril suspect HELLP syndrome Nifedipin
PEB, obesitas
Penghambat ACE Antagonis kalsium
Klonidin
Antihipertensi bekerja sentral
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
1 ampul
intravena
Terazosin
Penghambat α
0,5 mg
1x1
Oral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Fenitolin Nicholin Cefasol Toradol Metrofusin Profenid Pimperan Sangobion Starcef Clyndamicin Enzyplex Celebrex MgSO4 Adona F Dexamethason Diazepam Aspilet Amoxicillin Profenid Presmaston Clasef Toradol Metrofusin Epedrin Starcef Clyndamicin Celebrex Enzyplex Adrenalin Obat batuk Ceftriaxone Methergin Adona Kalnex
Hemostatikum Penghambat pompa proton Antikonvulsan obat kerusakan saraf Antibiotika Analgesik Antiprotozoa Analgesik Anti mual/muntah Antianemia Antibiotika Antibiotika Enzim pencernaan AINS Antikonvulsan Hemostatikum Kortikosteroid CNS deppresan Anti platelet Antibiotika Analgesik Aborsi habitual Antibiotika Analgesik Anti protozoa Bronkodilator Antibiotika Antibiotika AINS Enzim pencernaan Obat untuk syok Obat batuk Antibiotika Oksitosik Hemostatikum Antifibrinolitik
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
449305
170/100
PEB
000642
160/100
PEB
428623
200/100
PEB
_
_
_
_
_
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Amlodipin besilat
Antagonis kalsium
5 mg
1x1
Oral
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Analgesik Antibiotika Oksitosik
Profenid Sanprima F Methyl ergometrin CDR Mefinal Moloco B12 Valium Broadcef Vitamin C Alinamin F Profenid Calsii gluconas Ossodrox Non flamin Pronalges Prolactin Becom C Hemobion Lynoral
Vitamin dan mineral Analgesik Vitamin CNS deppresan Antibiotika Vitamin Vitamin Analgesik Kalsium glukonat Antibiotika Analgesik Analgesik Hormon Vitamin Antianemia Hormon
Sanprima F Ceftriaxone Vitamin C Adona Kalnex Methergin Profenid Plantacid Velosef CDR Moloco B12 Mefinal Hemobion
Antibiotika Antibiotika Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Oksitosik Analgesik Antasida Antibiotika Vitamin dan mineral Vitamin Analgesik Antianemia
MgSO4 Rocephin Ceradolan
Anti konvulsan Antibiotika Antibiotika
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nifedipin
076398
342659
486364
180/120
120/80
140/100
PEB
Antagonis kalsium
_
_
5 mg
_
2x1
_
Oral
_
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
2x1
Oral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
2x1
Oral
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
1x1
Oral
PER
PEB, gemelli
Toradol Profenid Narfoz
Analgesik Analgesik Antagonis 5HT3
Ossadrox Pronalges Nonflamin Ossoral Folamil Becom C Alinamin F Kalnex Broadcef Toradol
Antibiotika Analgesik Analgesik Mineral Vitamin Vitamin Vitamin Antifibrinolitik Antibiotika Analgesik
Clasef Vitamin C Alinamin F Kalnex Adona Methergin Profenid Syntocinon Mefinal Moloco B12 Sanprima F Plantacid CDR Hemobion Methyl ergometrin Sanprima F CDR Mefinal Cytotec Ossoral Kalmethason Sanmol
Antibiotika Vitamin Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Oksitosik Analgesik Oksitosik Analgesik Vitamin Antibiotika Antasida Vitamin dan mineral Antianemia Oksitosik Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Oksitosik Mineral Kortikosteroid Antipiretik
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nifedipin
491378
160/100
PEB
Metildopa
Antagonis kalsium
140/90
PER, serotinus
493487
200/120
PEB, eklampsia, prematuritas
2x1
Oral
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
_
_
_
_
_ 492420
10 mg
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
1 kali
intravena
Ceftriaxone Vitamin C Alinamin F Kalnex Adona Naropin Profenid Toradol Diazepam
Antibiotika Vitamin Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Anestesi lokal Analgesik Analgesik CNS deppresan
Sanprima F CDR Mefinal Methyl ergometrin Moloco B12 Valium Kalmethason Ceftriaxon Vitamin C Kalnex Adona Profenid Sanprima F Methyl ergometrin Mefinal Moloco B12 CDR Adona Kalnex Profenid Vitamin C Ceftriaxone
Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Oksitosik
Ossadrox MgSO4 Kalmethason Aspilet
Antibiotika Anti konvulsan Kortikosteroid Anti platelet
Vitamin CNS deppresan Kortikosteroid Antibiotika Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Antibiotika Oksitosik Analgesik Vitamin Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik Vitamin Antibiotika
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
_
_
_
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Diuretika kuat
40 mg
1 kali
Oral
_
_
488369
150/90
PEB, obesitas
495419
170/100
PEB, fetal Nifedipin compromise, IUGR Furosemid
203122
150/100
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
079378
190/120
PEB, eclampsia, prematuritas, growth retardation
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Evion Valium Ceftriaxon Profenid Ceftriaxone Methergin Cordarone Zegase Naropin Petidin HCl Profenid Sanprima F CDR Moloco B12 Narfoz Alinamin F Mefinal
Vitamin CNS deppresan Antibiotika Analgesik Antibiotika Oksitosik Anti aritmia Mineral Anestesi lokal Analgesik Analgesik Antibiotika Vitamin dan mineral Vitamin Obat mual/muntah Vitamin Analgesik
MgSO4 Toradol Ceradolan Profenid Starcef Clindamicin Celebrex Plantacid Valium Profenid Cefasol Metrofusin Toradol Bisolvon Petidin
Antikonvulsan Analgesik Antibiotika Analgesik Antibiotika Antibiotika AINS Antasida CNS deppresan Analgesik Antibiotika Anti protozoa Analgesik Oat batuk Analgesik
MgSO4 Kalmethason Evion Aspilet Dumocalsim
Antikonvulsan Kortikosteroid Vitamin Anti platelet Mineral
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Furosemid
502314
170/120
PEB, demoid
kista Metildopa Nifedipin
267386
007336
170/120
180/120
PEB
Diuretika kuat
20 mg
1 kali
Intravena
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Antagonis kalsium
10 mg
1 kali
Sublingual
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
1x1
Oral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Klonidin
Antihipertensi bekerja sentral
0,150 mg
2 kali
Intravena
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
1 kali
Sublingual
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
PEB
Ceradolan Profenid Cetalgin Bellaphen Moloco B12 Bactrim F Syntocinon
Antibiotika Analgesik Analgesik Antimigren Vitamin Antibiotika Oksitosik
Mefinal Ceftriaxon Vitamin C Kalnex Adona Pronalges Sanprima F Methyl ergometrin CDR Moloco B12 MgSO4 Apilet Evion Cytotec Progynova Valium Prolic Sangobion Neurosanbe Kalmethason
Analgesik Antibiotika Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Antibiotika Oksitosik
Sanprima F Mefinal CDR Moloco B12 Methergin Diazepam Sanadryl Folamil
Antibiotika Analgesik Vitamin dan mineral Vitamin Oksitosik CNS deppresan Obat batuk Vitamin
Vitamin dan mineral Vitamin Antikonvulsan Anti platelet Vitamin Oksitosik Hormon CNS deppresan Antibiotika Antianemia Multivitamin Kortikosteroid
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ossoral Kalmethason Prosogan Ceftriaxon Kalnex Adona Pronalges
476454
293637
160/100
180/120
250 mg
3x1
Oral
5 mg
3x1
Oral
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
1x1
Oral
Klonidin
Antihipertensi bekerja sentral
75 mg
3x1/2
Oral
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
Nifedipin
Antagonis kalsium
Metildopa
PEB
PEB
Mineral Kortikosteroid Penghambat pompa proton Antibiotika Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik
Sanprima F Methyl ergometrin Mefinal Kalmethason Ceftriaxon Vitamin C Adona Pronalges Syntocinon Valium
Antibiotika Oksitosik
Sanprima F Methyl ergo metrin Mefinal Ceftriaxone Vitamin C Kalnex Adona Pronalges Syntocinon CDR Moloco B12
Antibiotika Oksitosik
Analgesik Kortikosteroid Antibiotika Vitamin Hemostatikum Analgesik Oksitosik CNS deppresan
Analgesik Antibiotika Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Oksitosik Vitamin dan mineral Vitamin
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
Lampiran 5. Tingkatan evidence I. Penelitian acak yang menunjukkan perbedaan statistik yang signifikan pada sedikitnya satu outcome yang penting (kelangsungan hidup, major illness) atau jika perbedaan statistik tidak signifikan, hasil dari sebuah penelitian acak dengan ukuran sampel yang adekuat hingga meniadakan 25% perbedaan resiko relatif dengan kekuatan 80%. II. Penelitian acak yang tidak terdapat pada kriteria level I. III. Penelitian tidak acak dengan subjek kontrol yang homogen dan dilakukan dengan prosedur yang sistematik (tidak berdasarkan salah satu perlakuan yang cocok untuk setiap pasien) atau merupakan analisis subgroup pada penelitian acak. IV. Penelitian Case series (sedikitnya 10 pasien) dengan riwayat subjek kontrol berasal dari penelitian lain. V. Penelitian case series (sedikitnya 10 pasien) tanpa subjek kontrol VI. Laporan kasus (kurang dari dari 10 pasien) Tingkatan rekomendasi A. Rekomendasi berdasarkan 1 penelitian atau lebih pada level I B. Bukti klinis terbaik yang berada pada level II C. Bukti klinis terbaik yang berada pada level III D. Bukti klinis terbaik yang berada pada level yang lebih rendah dari level III dan terdiri atas pendapat dugaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 Lampiran 6. Lembar Pengumpulan Data Profil Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien Preeklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 No. Reg : Nama
Kehamilan ke:
:
Umur : Usia Kehamilan : Tgl masuk:
Macam persalinan :
Tgl persalinan:
Jenis kelamin bayi:
Tgl keluar
Kelainan :
BB:
Lama perawatan: Status keluar : GEJALA DAN TANDA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
TD masuk :
pusing penglihatan kabur nyeri epigastrum mual / muntah kejang koma
TD post partum : TD Keluar : Proteinuria : Edema :
Diagnosis :
DATA LAB
Komplikasi :
Trombosit : SGOT : SGPT : Ureum : Kreatinin Asam urat : Bakteri :
PENGOBATAN Nama Obat
Rute
Dosis obat
Frekuensi
Golongan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
BIOGRAFI PENULIS
Beatrix Marendeng lahir di kota Palopo pada bulan Juli 1982 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Lahir dari pasangan Frans Rimbun dan Christina ulfa. Lulus TK Kristen Palopo tahun 1990, SDN 84 Salolo tahun 1996, SLTP Katolik Makale 1999, SMU Stella Duce 1 tahun 2002, dan kemudian menempuh pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.