PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PROFIL PERESEPAN DAN EVALUASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2005
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Fitriani NIM : 028114109
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii
Jika kamu merasa lelah dan tidak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia,Tuhan tau betapa keras engkau berusaha Ketika kamu memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi, Tuhan sudah membuka mata dan memanggil namamu . . . . .
Tidak penting berapa kali anda jatuh tetapi yang penting adalah berapa kali anda bangkit kembali (Abraham Lincoln)
Kupersembahkan Skripsiku ini kepada: Yesus Kristus & Bunda Maria atas bimbingan dan kasih-Nya Bapak dan Mama tercinta sebagai bakti dan penghargaanku Saudara-saudaraku tersayang Mas Anto terkasih dan Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PROFIL PERESEPAN DAN EVALUASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2005”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis. 2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes yang telah membimbing dan memberikan kritik dan saran kepada penulis. 3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis. 4. Seluruh staf rekam medik di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. 5. Bapak dan Mama untuk kasih sayang, doa tulus, dukungan dan kepercayaannya yang selalu bisa meyakinkan penulis untuk melakukan yang terbaik. 6. Saudara-saudara penulis: Bang Agus, Ce Emi dan Petro, Veri, Devi atas doa dan dukungan serta sukacita yang diberikan. 7. Saudara- saudaraku atas doa dan dukungan yang telah diberikan. 8. Kak Veron, Bastian, kak Berta atas semua jasanya dalam memulai kehidupan di Yogyakarta 9. Seluruh keluarga Mas Anto untuk dukungannya selama ini. 10. Indri Novianto atas doa, perhatian, bantuan serta pengalaman hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI v
11. Saudara-saudaraku Linda Yunita, Linda Bor, Wiwi, Siska, Fina, Tupix, Hen Gere, farah, Langatan atas semua kesempatan untuk lebih menikmati hidup. 12. Rendeng dan keluarga kecilnya atas semua bantuan, keceriaan dan dukungan yang telah diberikan. 13. Teman-temanku Wira, Duma, Reni, Devi, Via, Tori, Erni, Ulin, Nia, Isna, Tari, atas kebersamaan selama ini 14. Semua teman-teman praktikum kelompok D dan kelas B angkatan 2002 untuk semua dukungan dan bantuan selama ini. 15. Teman-teman KKN: Nana, Wawan, Tomi, Datu, Mei, Inge. 16. Temen-temen kost: Idha, Vina, Sri, Kristin, Tiar, Dani, dan Semua orang terdekat di hati yang dengan tulus mengiringi langkah kaki penulis, dahulu dan sekarang, selalu dan selamanya. 17. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Yogyakarta, 18 Agustus 2007 Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii
INTISARI Hipertensi merupakan kejadian yang sering terjadi pada lanjut usia dan merupakan salah satu risiko terjadinya komplikasi-komplikasi berupa penyakit stroke, jantung, diabetes melitus dan ginjal. Penelitian ini bertujuan mengetahui profil peresepan dan evaluasi interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Tujuan khusus untuk mengetahui karakteristik pasien, golongan dan jenis obat antihipertensi, jumlah, cara pemberian obat, interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain. Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik yang bersifat retrospektif. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pengambilan data dan tahap penyelesaian data. Dari hasil penelitian diperoleh kasus hipertensi sebanyak 81 pasien, berdasarkan umur terdapat 66,7% terjadi pada usia 65-≤75 tahun dan pada usia 76-≤90 tahun terdapat 30,9% serta pada umur diatas 91 tahun sebesar 2,5%. Dilihat dari jenis kelamin, jumlah wanita sebesar 61,8% dan laki-laki (38,3%). Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VII prehipertensi sebesar 7,4%, hipertensi tingkat 1 sebesar 24,7% dan hipertensi tingkat 2 sebesar 67,9%. Jenis penyakit yang banyak menyertai pasien adalah stroke (41,8%). Rata-rata pasien menginap selama 9 hari. Obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah ACE inhibitor (28,5%). Jumlah obat antihipertensi yang banyak digunakan yaitu tunggal sebesar 55,5%. Cara pemberian obat secara oral sebesar 90,9% sedangkan injeksi sebesar 9,1%. Interaksi yang paling sering terjadi adalah interaksi diuretik dan ACE inhibitor yaitu sebesar 25,9%. Interaksi obat antihipertensi dengan obat lain yang paling banyak terjadi yaitu ACE Inhibitor dan antasida sebanyak 28,6%.
Kata kunci : hipertensi, geriatri, profil peresepan, interaksi obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI viii
ABSTRACT Hypertension is incident commonly experienced by older people and one of the risks that result such stroke, heart attack, diabetes mellitus and kidney. This research aimed at knowing the prescription profile and the evaluation of antihypertension interaction in geriatric patient in Treatment Installation of Panti Rapih Hospital of Yogyakarta. The specific goal is to know the geriatric patient characteristics, medicines type and category, the amount of medicine, medicines taking method, the treatment duration and the interaction potential between antihypertension medicine and other antihypertension medicine and interaction between antihypertension medicine and other medicine This research is an observational research with non analytical descriptive plan. The steps of the research covers collecting data and data analysis. From the research, it can be obtained the case of hypertension consist of eighty patients, based on the age, there are 66,7% for 65 - ≤75 years old patient, 30,9% % for 76 - ≤90 year old patient, 2,5% for above 91 years old consist of 38.3% men and 61.8% women. While based on the sex total male who suffer from the diseases were lesser than female. The classification of the hypertension based on the JNC VII was prehypertension (7,4%), hypertension level 1 (24.7%) and 67.9% in level 2. The type of hypertension experienced by the patients mostly include in stroke by 41.8%. Patients stay in the hospital 9 day on the overage The antihypertension drugs commonly used in was ACE inhibitor by 28.7%. Total antihypertension drugs largely used was single by 55.5%. Orally medicine given is 90.9% and 9.1% by injection. The most interaction happened between diuretic and ACE inhibitor are 25,9%.The most interaction between antihypertension medicine and other medicine happened between ACE inhibitor and antasida by 28,6%. Keywords: hypertension, older, prescription profile, drugs interaction
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... ...
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
v
INTISARI ........................................................................................................
vi
ABSTRACT ......................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xiv
BAB I. PENGANTAR .................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Perumusan Masalah ...................................................................
3
C. Keaslian Penelitian .....................................................................
3
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
4
E. Tujuan Penelitian .......................................................................
5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...........................................................
6
A. Hipertensi ...................................................................................
6
1. Definisi ......................................................................................
6
2. Penyebab ..................................................................................
7
3. Patofisiologi .............................................................................
7
4. Manifestasi Klinis .....................................................................
8
5. Diagnosis ...................................................................................
9
6.Tujuan dan Sasaran Pengobatan..................................................
9
7. Strategi Terapi............................................................................
10
B. Obat Antihipertensi ....................................................................
15
1. Diuretik ................................................................................
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI x
2. Beta Bloker ..........................................................................
16
3. Vasodilator ...........................................................................
17
4. ACE Inhibitor .......................................................................
17
5. Antagonis Kalsium ...............................................................
18
6. Antagonis Reseptor Angiotensin II .. ....................................
18
7. Antihipertensi Bekerja di Sentral .... .....................................
19
C. Obat Non Antihipertensi ............................................................
20
1. Obat Antihiperlipidemia ........................................................
20
2. Obat Antiangina .....................................................................
21
3. Obat Analgesik ......................................................................
21
4. Obat Gout ..............................................................................
22
D. Penggunaan Obat Rasional .........................................................
22
E. Geriatri ........................................................................................
24
a. Farmakokinetika usia lanjut ...................................................
24
b. Perubahan farmakodinamik usia lanjut ..................................
26
C. Interaksi Obat .............................................................................
27
1. Interaksi farmasetika ..............................................................
29
2. Interaksi farmakokinetika ......................................................
29
3. Interaksi farmakodinamik ......................................................
30
D. Keterangan Empiris ....................................................................
31
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
32
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................. .. .
32
B. Definisi Operasional ................................................................ ..
32
C. Subyek Penelitian .......................................................................
33
D. Bahan Penelitian ... ......................................................................
33
E. Lokasi Penelitian ... .....................................................................
34
F. Tata Cara Pengumpulan Data .....................................................
34
G. Tata Cara Analisis Hasil .............................................................
35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
36
A. Gambaran Subjek Uji..................................................................
36
1. Pasien ditinjau dari Jenis Kelamin .................... ....................
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xi
2. Pasien ditinjau dari Umur .. ...................................................
37
3. Klasifikasi Pasien berdasarkan JNC VII ............................
38
4. Penyakit Lain yang Menyertai Pasien Hipertensi ................
39
5. Lama perawatan pasien hipertensi geriatri .. .........................
41
B. Profil Peresepan Obat Antihipertensi .. .......................................
43
1. Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi ... ...........................
43
2. Golongan dan Jenis Obat Non Antihipertensi ......................
47
3. Jumlah Obat .........................................................................
49
4. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi dengan Diagnosis .................................................................
53
5. Cara pemberian obat ............................................................
55
C. Evaluasi Interaksi Obat ....................................... .......................
56
1. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lain ..............................................................
58
a. diuretik dan ACE inhibitor ...............................................
59
b. diuretika dan AH yang bekerja di sentral .........................
59
c. diuretika dan β-bloker ......................................................
59
d. diuretika dan antagonis kalsium .......................................
59
e. diuretika dan antagonis reseptor angiotensin II ................
59
f. ACE inhibitor dan AH yang bekerja di sentral ................
60
g. ACE inhibitor dan antagonis kalsium ...............................
60
h ACE inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin II .......
60
i AH yang bekerja di sentral dan beta-bloker .....................
60
j. AH yang bekerja di sentral dan antagonis kalsium ..........
61
k. AH bekerja disentral dan antagonis reseptor angiotensin II ..................................................................
61
l. beta-bloker dan antagonis kalsium ...................................
61
m. beta-bloker dan antagonis reseptor angiotensin II ..........
61
n. antagonis kalsium dan antagonis reseptor angiotensin ....
62
2. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain .................
62
a. ACE inhibitor dan antidiabetik .........................................
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xii
b. ACE inhibitor dan antasida ...............................................
64
c. ACE inhibitor dan NSAIDs ..............................................
64
d. ACE inhibitor dan alupurinol ...........................................
65
e. loop diuretik dan NSAIDs ................................................
65
f. loop diuretik dan kolestiramin .........................................
66
g. beta-bloker dan antasida ..................................................
66
h. beta-bloker dan NSAIDs ..................................................
67
C. Rangkuman Pembahasan .............................................................
67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
69
A. Kesimpulan ................................................................................
69
B. Saran ...........................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ...
71
LAMPIRAN ................................................................................................. .
74
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiii
DAFTAR TABEL Tabel I.
halaman Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Pasien >18 Tahun Menurut Joint National Committee VII ............... …………………
II.
Modifikasi Pola Hidup dalam Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII.. ............................................................................
III.
12
Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Proses Kinetika pada Geriatri......................................................................................
V.
11
Panduan Pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien dengan Indikasi Penyulit Menurut JNC VII .... .............................................
IV.
6
26
Distribusi Jenis Diagnosis Penyakit Lain yang menyertai Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005...................................................................................................
VI.
Lama perawatan pasien hipertensi geriatri di instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005...........................................................
VII.
39 42
Distribusi Jenis dan Golongan Obat Antihipertensi yang digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 .......................................................................................
VIII.
Distribusi Golongan dan Jenis Obat Lain Berdasarkan Kelas Terapi yang Digunakan di Instalasi RSPR Tahun 2005 ...............................
IX.
52
Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Geriatri Menurut JNC VII ................................................................
XII.
49
Distribusi Penggunaan Kombinasi tiga Golongan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri di Instalasi RSPR Tahun 2005 .......................
XI.
47
Distribusi Jumlah Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005..............
X.
44
53
Persentasi Cara Pemberian Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap RSPR Tahun 2005 ....................................................................
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiv
XIII.
Distribusi Interaksi Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 .......................................................................................
56
XIV. Distribusi Interaksi Jenis Obat Anithipertensi dengan Jenis Obat Antihipertensi di Instalasi RSPR Tahun 2005 ......................... XV.
57
Distribusi Interaksi dan Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan Obat Lain di Instalasi Rawat Inap RSPR Tahun 2005 ......................................................................................
63
XVI. Distribusi Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain di Instalasi Rawat Inap RSPR Tahun 2005 ...........................................
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xv
DAFTAR GAMBAR Gambar
halaman
1. Algoritma Terapi Hipertensi berdasarkan JNC VII
................................
14
2. Klasifikasi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit panti Rapih tahun 2005 .....................................
36
3. Distribusi Umur Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Tahun 2004 .........................................................
38
4. Klasifikasi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan JNC VII di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005
..................................................
39
7. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi secara Tunggal di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005 ............................
50
8. Distribusi Penggunaan Kombinasi Dua Jenis Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005 ..............................
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xvi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
halaman
1. Umur, Jenis kelamin, Diagnosis Penyakit, Lama Inap, Golongan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri Berdasarkan Rekam Medis di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 .......................
74
2. Data Umum Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ..............................
77
3. Daftar Diagnosa Kematian Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ..........................................................................................
103
4. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ......
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan di negara maju dan mempunyai angka kejadian yang tinggi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena kebiasaan makanan dan pola hidup sehari-hari. Hipertensi cenderung meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah ke pola hidup negara industri. Data penderita hipertensi masyarakat Indonesia sesuai laporan WHO menunjukkan bahwa kira-kira 50% penderita hipertensi tidak mengetahui dan tidak sadar bahwa tekanan darah mereka meninggi dan dari 50% orang yang diketahui menderita hipertensi hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (Darmojo, 2004). Usia lanjut menurut WHO adalah seseorang dengan umur 65 tahun atau lebih sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah yang berusia diatas 60 tahun. Di negara-negara maju, lebih dari 60% populasi geriatri menderita hipertensi (Darmojo, 2004). Laporan dari studi penyakit jantung Framingham menunjukkan bahwa setelah usia pertengahan dan lanjut usia 90% mengalami hipertensi di dalam sisa hidupnya. Hipertensi pada lansia merupakan salah satu risiko yang paling penting untuk terjadinya komplikasi-komplikasi berupa penyakit jantung, diabetes dan stroke, sehingga hipertensi memerlukan penanganan yang tepat dan segera (Siburian, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Di Indonesia penduduk dengan usia ≥ 65 tahun jumlahnya terus meningkat dan mereka merupakan pengguna obat yang paling utama. Timbulnya berbagai penyakit akan meningkat dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu, pasien lanjut usia memerlukan lebih banyak obat terutama bagi mereka yang menderita bermacam-macam penyakit (Prest, 2003). Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah salah satu rumah sakit swasta yang berada di Yogyakarta yang terletak di jalan Cik Dik Tiro nomor 30. Rumah Sakit Panti Rapih mempunyai misi menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh secara ramah, adil, profesional, ikhlas, hormat dan semangat Katolik yang gigih membela hak hidup insani dan berpihak kepada yang berkekurangan (Anonim,1998). Rumah Sakit Panti Rapih merupakan rumah sakit rujukan yang cukup besar dengan jumah pasien yang cukup banyak untuk diteliti dibandingkan dengan lembaga pelyanan kesehatan lain. Sebagai lembaga pelayanan kesehatan, RSPR terlibat dalam penanganan pasien hipertensi geriatri. Tercatat pada tahun 2003 RSPR merawat 166 pasien hipertensi geriatri (31,3%) dari 530 pasien hipertensi. Pada tahun 2004 merawat 121 pasien hipertensi geriatri (25,7%) dari 471 pasien hipertensi. Berdasarkan daftar diagnosa kematian, hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta sepanjang tahun 2005 menduduki peringkat ketiga. Melihat cukup banyaknya kasus hipertensi terjadi pada pasien geriatri, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seperti apakah profil peresepan obat antihipertensi dan evaluasi interaksi obat antihipertensi pada geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat disusun perumusan masalah - masalah sebagai berikut ini, seperti apa: 1. karakteristik pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 yang meliputi jenis kelamin, umur, klasifikasi hipertensi menurut VII, penyakit penyerta, lama perawatan? 2. gambaran profil peresepan antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi golongan dan jenis obat antihipertensi, golongan dan jenis obat non antihipertensi, jumlah obat antihipertensi, kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII serta cara pemberian? 3. evaluasi interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain? C. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan Lidia (2005) dengan judul Profil Peresepan Antihipertensi pada Pasien Lanjut Usia di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta tahun 2002. Penelitian ini berbeda dalam hal lokasi dan waktu penelitian. Penelitian ini menggunakan lokasi instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih dan waktu penelitian yaitu tahun 2005. Penelitian tentang profil peresepan serupa juga pernah dilakukan oleh Prasetyo (2005) yaitu tentang Profil Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta tahun 2004. Penelitian ini berbeda dalam hal objek, lokasi dan waktu penelitian serta evaluasi interaksinya. Penelitian ini menggunakan instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 dan objek yang diteliti lebih spesifik yaitu pasien hipertensi geriatri. Evaluasi interaksi pada penelitian ini membahas interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain sedangkan penelitian Prasetyo (2005) hanya membahas tentang interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain. D. Manfaat Penelitian Tinjauan profil peresepan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat teoritis Dapat digunakan sebagai informasi untuk mengembangkan konsep pelayanan farmasi di rumah sakit. 2. Manfaat praktis a. hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk bahan pertimbangan mutu pelayanan kesehatan melalui penggunaan obat secara rasional khususnya pada pasien lanjut usia. b. dapat dijadikan referensi untuk penyusunan standar terapi di suatu rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil peresepan dan evaluasi interaksi antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, khususnya tentang: a. karakteristik pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, yang meliputi jenis kelamin, umur, klasifikasi hipertensi menurut JNC VII, penyakit penyerta, lama perawatan. b. profil peresepan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, yang meliputi golongan dan jenis obat antihipertensi, golongan dan jenis obat non antihipertensi, jumlah obat antihipertensi, kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII, serta cara pemberian. c. evaluasi interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih dan diukur lebih dari satu kali kesempatan (Chobanian, Bakris, Black, Cushman, Green, and Joseph, 2003). Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII mengklasifikasikan tekanan darah untuk usia 18 tahun ke atas menjadi empat kelompok yaitu tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi tingkat 1, dan hipertensi tingkat 2. Pasien yang tekanan darahnya berada dalam kategori prehipertensi memiliki risiko dua kali lebih besar untuk terkena hipertensi dibanding dengan orang yang tekanan darahnya lebih rendah (Chobanian, et al., 2003). Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Pasien >18 Tahun Menurut Joint National Committee VII (Chobanian, et al., 2003) Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi Hipertensi tingkat 1 Hipertensi tingkat 2
120-139 140-159 ≥160
80-89 90-99 ≥100
2. Penyebab Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial atau primer adalah hipertensi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
tidak jelas penyebabnya, biasanya disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Bukti epidemiologis menunjuk pada faktor genetik dan pola gaya hidup yang diduga sebagai penyebab terjadinya hipertensi essensial (William, 2001). Hipertensi dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Meskipun demikian munculnya hipertensi lebih berhubungan dengan pola hidup bukan keturunan. Pola hidup antara lain stres, asupan garam, dan alkohol (Clarke and Hebron, 1999). Berbeda dari hipertensi essensial, hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya. Penyebabnya adalah pengunaan obat yang dapat meningkatkan tekanan darah, sebagai contoh kortikosteroid, sibutramin, eritropoetin. Penyebab lain adalah penyakit penyerta seperti ginjal, endokrin (Chobanian, et al., 2003). 3. Patofisiologi Tekanan darah adalah hasil dari curah jantung dan resistensi perifer yang dapat dirumuskan: Tekanan Darah = Curah Jantung x Total Resistensi Perifer. Jika curah jantung mengalami kenaikan dan resistensi pembuluh darah perifer normal maka tekanan darah akan meningkat. Resistensi perifer dipengaruhi oleh viskositas darah, diameter pembuluh darah. Viskositas darah yang semakin meningkat membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi pula agar darah dapat mengalir melalui pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi diperlukan untuk mendorong darah melalui pembuluh darah yang mengalami penyempitan (Setiawati dan Bustami, 1995). Pengaturan tekanan darah dikontrol oleh saraf simpatis. Baroreseptor perifer yang mendeteksi adanya perubahan mengirim pesan ke pusat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
kardiovaskuler di otak bagian medula. Hal ini akan memacu saraf untuk mengubah tekanan darah. Stimulasi pada adrenoreseptor ß1 di jantung akan meningkatkan kontraksi jantung. Stimulasi pada adrenoreseptor ß2 dalam arteri mengakibatkan vasodilatasi, sedangkan stimulasi pada adrenoreseptor 1 di arteri mengakibatkan vasokonstriksi (Saseen dan Carter, 2005). Pengaturan tekanan darah juga dipengaruhi ginjal melalui sistem renin angiotensin-aldosteron.
Renin
merupakan
enzim
yang
diproduksi
di
juktaglomerular. Jika ada perubahan tekanan darah di ginjal dan berkurangnya kadar natrium, klorida, kalium maka renin akan dilepaskan dari juktaglomerular aparatus. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I di dalam darah, kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi. Angiotensin II juga dapat menstimulasi sintesis aldosteron dari adrenal korteks sehingga terjadi peningkatan tekanan darah (Saseen dan Carter, 2005). 4. Manifestasi Klinis Hipertensi jarang memperlihatkan gejala yang spesifik sehingga pasien yang didiagnosis hipertensi kebanyakan dari mereka merasa sehat. Tanda utama hipertensi primer adalah kenaikan tekanan darah. Manifestasi lain seperti hidung berdarah dan mudah lelah (Clarke and Hebron, 1999). Keluhan lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah antara lain pusing, cepat lemas, dan impotensi. Gejala lain akibat komplikasi hipertensi adalah gangguan penglihatan, neurologi, jantung dan gangguan fungsi ginjal (Santoso, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
5. Diagnosis Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang terjadi pada pengukuran berulang. Diagnosis digunakan sebagai prediksi terhadap konsekuensi yang dihadapi pasien (Benowitz, 2001). Menurut JNC VII, diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan sekurang-kurangnya dua kali pengukuran tekanan darah pada saat yang berbeda. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata tekanan darah diastolik 90 mmHg atau tekanan darah sistolik 140 mmHg. Diagnosis hipertensi boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran bila tekanan darah diastolik ≥120 mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥210 mmHg (Setiawati dan Bustami,1995). Parameter Mean Arterial Pressure (MAP) dapat digunakan untuk menggambarkan tekanan darah. Pada tekanan darah normal nilai MAP adalah 70100 mmHg. Mean Arterial Pressure =
(TDS − TDD ) + TDD, dimana TDS adalah 3
tekanan darah sistolik dan TDD adalah tekanan darah diastolik. Sebagai contoh, jika tekanan darah sistolik 120 mmHg dan tekanan darah diastolik 80 mmHg maka MAP adalah 93 mmHg, dimana nilai 93 mmHg terdapat dalam range tekanan darah normal. 6.Tujuan dan Sasaran Terapi Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler akibat tekanan darah tinggi. Ini berarti tekanan darah harus diturunkan hingga tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil mengendalikan faktor-faktor resiko kardiovaskuler lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
(Anonim, 2000). Pada Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII menyatakan
sasaran tekanan darah yang ingin dicapai untuk sebagian besar pasien kurang dari 140/90 mmHg atau kurang dari 130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes melitus atau penyakit ginjal kronis. Kebanyakan pasien hipertensi khususnya yang berumur lebih dari 50 tahun akan mencapai sasaran tekanan darah diastolik setelah tekanan darah sistoliknya tercapai. Oleh karena itu fokus utama sebaiknya pada pencapaian sasaran tekanan darah sistolik (Chobanian, et al., 2003). Pada umumnya obat-obat antihipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi curah jantung atau menurunkan resistensi perifer. Pada hipertensi sistolik dibutuhkan terapi obat yang efektif menurunkan tekanan sistolik namun juga memperhatikan tekanan diastolik (Anonim, 2001). 7. Strategi Terapi Strategi penatalaksanaan hipertensi meliputi beberapa tahap yaitu, memastikan bahwa tekanan darah benar-benar mengalami kenaikan pada pengukuran berulang kali, menentukan target dalam penurunan tekanan darah, melakukan terapi non farmakologis meliputi pengamatan secara umum terhadap pola hidup pasien, kemudian terapi farmakologis meliputi pengoptimalan penggunaan obat tunggal antihipertensi dalam terapi, bila perlu berikan kombinasi penggunaan obat antihipertensi, dan melakukan monitoring secara rutin. Terapi hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis dan terapi farmakologis (Greene and Harris, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
Terapi non farmakologis dilakukan dengan modifikasi pola hidup yang berguna untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Modifikasi pola hidup terbukti dapat menurunkan tekanan darah, menambah efektifitas penggunaan obat antihipertensi, dan menurunkan resiko kardiovaskuler. Modifikasi utama pola hidup yang dapat menurunkan tekanan darah antara lain penurunan berat badan pada kasus obesitas, pengurangan asupan kalium, asupan natrium, dan kalsium, melakukan kegiatan fisik seperti olahraga ringan, dan mengurangi konsumsi alkohol (Chobanian, et al., 2003). Tabel II. Modifikasi Pola Hidup dalam Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII (Chobanian, et al., 2003) Perkiraan Modifikasi Rekomendasi penurunan tekanan darah (mmHg) Penurunan berat Menjaga berat badan normal (Body 5-20 per 10 Kg badan Mass Index 18,5-24,9 kg/m2) penurunan berat badan Mengkonsumsi buah-buahan, 8-14 Pola makan sayuran, dan makanan rendah kadar lemak Kurangi asupan natrium < 2,4 gram Kurangi asupan perhari 2-8 natrium Olahraga teratur seperti aerobik Aktivitas fisik 4-9 ringan minimal 30 menit per hari Membatasi konsumsi alkohol, pada 2-4 pria tidak lebih dari 30 ml etanol per Kurangi alkohol hari dan pada wanita tidak lebih dari 15 etanol ml per hari Terapi farmakologis dilakukan dengan pemberian obat-obat antihipertensi secara rasional. Biasanya pemilihan obat antihipertensi terwujud dalam resep dokter. Peresepan yang rasional meliputi tepat dosis, tepat pasien, tepat penderita,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
tepat penderita, tepat cara pemberian, tepat jumlah atau frekuensi serta lama pemberian, tepat secara ekonomis, tepat pemberian informasi, tepat monitoring efek samping obat. Proses terapi hipertensi membutuhkan waktu yang panjang dan biasanya pengobatan hipertensi berlangsung seumur hidup. Untuk itu, dibutuhkan strategi terapi yang tepat dan rasional (Prastowo,1995). Pengobatan dengan antihipertensi harus dimulai dengan dosis yang terendah obat tersebut yang masih efektif menurunkan tekanan darah. Dosis dinaikkan bila efek terapeutik yang sesuai belum tercapai. Kombinasi dengan obat antihipertensi lain diberikan bila tekanan darah masih tetap belum terkendali. Ganti obat antihipertensi dengan golongan lain bila tidak ada respon atau tidak ditoleransi oleh pasien (Rahardjo, 2001). Tabel III. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien dengan Indikasi Penyulit Menurut JNC VII (Chobanian et al, 2003) Antihipertensi yang direkomendasikan Indikasi Penyulit Gagal jantung Infark miokard Penyakit koroner Diabetes melitus Ginjal kronik Stroke
Diuretika
ACE Inhibitor
Beta-bloker
Antagonis reseptor angiotensin II
Antagonis Ca
Antagonis aldosteron
√
√
√
√
-
√
-
√
√
-
-
√
√
√
√
-
√
-
√
√
√
√
√
-
-
√
-
√
-
-
√
√
-
-
-
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Algoritme dari penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC VII: Modifikasi gaya hidup
Tidak mencapai sasaran terapi tekanan darah (<140/90 mmHg atau <130/ 80 mmHg untuk pasien dengan penyakit diabetes dan ginjal) Terapi farmakologi
Hipertensi tanpa penyakit tambahan
Hipertensi dengan penyakit tambahan
Hipertensi tingkat 1
Hipertensi tingkat 2
umumnya menggunakan Diuretik jenis Thiazid dapat dianjurkan ACE inhibitor, ARB, beta-bloker,CCB, atau kombinasi
kombinasi dua jenis obat antihipertensi (diuretik jenis tiazid dan ACE inhibitor atau ARB, beta-bloker, CCB )
Obat antihipertensi sesuai dengan indikasi penyakit penyulit. Obat antihipertensi lain ACE inhibitor, ARA, betabloker, atau kombinasi
Target tekanan darah tidak tercapai
Lakukan peningkatan dosis atau tambahan obat antihipertensi hingga target tekanan darah tercapai, konsultasikan dengan ahli hipertensi
Gambar 1. Algoritma Terapi Antihipertensi berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
B. Obat Antihipertensi Terapi antihipertensi pada pasien hipertensi usia lanjut dapat mengurangi kematian akibat kardiovaskuler dan komplikasi dengan penyakit lain pada pasien lanjut usia dengan hipertensi sistolik secara bermakna (Saseen dan Carter, 2005). 1. Diuretik Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer (Benowitz, 2001). Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke volume yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan darah (Saseen dan Carter, 2005). Obat-obat diuretik yang digunakan dalam terapi hipertensi yaitu : a. diuretik golongan tiazid Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII merekomendasikan diuretik tiazid sebagai antihipertensi pilihan pertama dalam terapi hipertensi tanpa penyakit penyerta. Tiazid merupakan diuretik yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus distal. Diuretik tiazid mulai bekerja 1-2 jam setelah pemberian secara oral dengan durasi selama 12-24 jam. Sebagai contoh bendrofluazid, klortalidon, klorotiazid, klopamid, indapamid (Anonim, 2000). b. diuretik kuat Dalam terapi hipertensi, diuretik kuat merupakan antihipertensi yang lebih kuat dibanding dengan diuretik tiazid. Diuretik kuat bekerja menurunkan tekanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
darah dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada ascending loop henle dan di tubulus distal ginjal. Sebagai contoh yaitu frusemid, bumetanid, torasemid (Anonim, 2000). c. diuretik hemat kalium Diuretik hemat kalium merupakan antagonis aldosteron. Mekanisme kerjanya dengan cara berkompetisi dengan aldosteron pada bagian reseptor di tubulus distal, sehingga dapat menghambat efek aldosteron pada otot halus arteriola dengan baik, meningkatkan eksresi garam dan air, mencegah kehilangan kalium dan ion hidrogen (Lacy dkk, 2003). Jenis diuretik ini merupakan diuretik lemah. Obat-obat yang termasuk dalam golongan diuretik ini adalah amilorid, spironolakton, dan triamteren. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah atau mengurangi efek hipokalemia dari diuretik lain (Setiawati dan Bustami, 1995). Diuretik hemat kalium berguna untuk menghindari terjadinya deplesi kalium yang berlebihan (Benowitz, 2001). 2. Penghambat Adrenergik (beta-bloker) Mekanisme kerja beta-bloker sebagai antihipertensi masih belum jelas. Diperkirakan ada beberapa cara pengurangan denyut jantung dan kontraktilis miokard menyebabkan curah jantung berkurang. Selain itu adrenoreseptor β juga terletak pada permukaan membran dari sel juxtaglomerular dan penyekat adrenoreseptor β menghambat pelepasan renin. Penghentian penggunaan penghambat β secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba dengan nilai tekanan darah diatas nilai sebelum terapi. Untuk menghindari hal ini, maka dosis pemberian penghambat β ditingkatkan bertahap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
selama selama 1 sampai 2 minggu sebelum akhirnya melanjutkan pemakaian obat ini (Saseen dan Carter, 2005). Obat-obat beta-bloker yang sering digunakan adalah yang sering digunakan adalah atenolol, betaksolol, labetolol 3. Vasodilator Obat antihipertensi golongan ini menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos vaskuler sehingga menurunkan tahanan vaskuler sistemik yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Penurunan tahanan arteri menimbulkan respon kompensasi oleh baroreseptor dan sistem saraf simpatis. Termasuk dalam kelas terapi ini adalah hidralazin dan minoxidil (Benowitz, 2001). Kompensasi yang terjadi akibat aktifitas baroreseptor seperti peningkatan aliran keluar sistem saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan curah jantung, dan pelepasan renin. Selain itu juga terjadi retensi air dan garam yang mana hal–hal tersebut diatas melawan efek hipotensi dari vasodilator. Oleh karena itu, pemberian vasodilator harus diberikan bersama dengan diuretik dan penghambat β untuk mengatasi adanya kompensasi dari baroreseptor (Saseen dan Carter, 2005). 4. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE inhibitor) Penghambat enzim pengkonversi angiotensin dianggap sebagai terapi kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien hipertensi (Chobanian, et al., 2003). Penghambat enzim konversi angiotensin bekerja dengan cara menghambat pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Selain itu juga menghambat degradasi vasodilator poten yaitu bradikinin (Williams, 2000). Penghambat enzim pengkonversi angiotensin juga merangsang sintesis dari beberapa substansi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
vasodilator termasuk prostaglandin E2 dan protasiklin. Peningkatan bradikinin akan meningkatkan efek hipotensi dari penghambat ACE sehingga menyebabkan batuk kering (Saseen dan Carter, 2005). Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) memfasilitasi terbentuknya angiotensin II yang mempunyai peran penting dalam pengaturan tekanan darah arteri. Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) terdistribusi dalam banyak jaringan dan terdapat dalam beberapa tipe sel yang berbeda, tetapi secara umum ACE terletak pada sel endotelial. Oleh karena itu, produksi utama angiotensin II terletak di pembuluh darah bukan di ginjal (Saseen dan Carter, 2005). Obat-obat golongan ini diindikasikan untuk hipertensi pada diabetes dengan nefropati. Pada beberapa pasien, obat golongan ini menyebabkan penurunan tekanan darah yang sangat cepat. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah kaptopril, benazepril, enalapril maleat (Anonim, 2000). 5. Antagonis Kalsium Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat gerakan ion kalsium yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium lambat ke dalam sel otot polos, otot jantung dan saraf. Dengan berkurangnya kadar kalsium bebas dalam sel-sel tersebut menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh darah, kontraksi otot jantung. Penurunan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan penurunan curah jantung (Anonim, 2000). Contoh obat golongan ini adalah nifedipin, diltiazem, amlodipin, nimodipin, verapamil dan felodipin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
6. Antagonis Reseptor Angiotensin II Antagonis Reseptor Angiotensin II mempunyai sifat menghambat yang mirip dengan ACE inhibitor. Perbedaannya obat-obat golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tidak menimbulkan efek samping batuk kering. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah losartan, valsartan, kandesartan (Anonim, 2000). Penghambat ACE menghambat efek dari angiotensin II yang berasal dari jalur sistem renin angiotensin–aldosteron, sedangkan antagonis reseptor angiotensin II menghambat angiotensin II dari semua jalur. Antagonis reseptor angiotensin II secara langsung menghambat reseptor angiotensin II tipe 1 yang menyebabkan vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi saraf simpatis, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriola efferent pada glomerulus. Antagonis reseptor angiotensin II tidak menghambat reseptor angiotensin II tipe 2. Oleh karena itu, keuntungan dari stimulasi reseptor angiotensin II tipe 2 seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan dan penghambatan pertumbuhan sel tetap berlangsung ketika obat antagonis reseptor angiotensin II digunakan. Pada pasien hipertensi dengan diabetes nefropati, perkembangan keparahan diabetes nefropati berkurang secara signifikan dengan terapi antagonis reseptor angiotensin II. (Saseen dan Carter, 2005). 7. Antihipertensi Bekerja di Sentral Klonidin salah satu obat golongan ini bekerja dengan jalan menstimulasi reseptor α2 susunan saraf pusat. Stimulasi ini menyebabkan pengurangan aliran simpatis dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan denyut vagal. Dipercaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
juga bahwa stimulasi perifer dari presinaptik reseptor α2 dapat menyebabkan pengurangan aktifitas saraf simpatis. Pengurangan aktifitas saraf simpatis bersamaan dengan peningkatan aktifitas saraf parasimpatis, dapat menurunkan denyut jantung, curah jantung, dan tahanan perifer. Klonidin sering digunakan untuk terapi hipertensi berat (Saseen dan Carter, 2005). C. Obat Non Antihipertensi 1. Obat Antihiperlipidemia Hiperlipidemia
adalah
suatu
keadaan
patologis
akibat
kelainan
metabolisme lemak darah yang ditandai dengan meningginya kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia), trigliserida (hipertrigliseridemia) atau kombinasi keduanya. Antihiperlipidemia adalah obat yang digunakan unutk menurunkan kadar lipid plasma Menurunkan kadar lipid plasma dapat menurunkan resiko aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit yang ditandai dengan penebalan pembuluh darah dan hilangnya elastisitas arteri. Sebagai contoh obat golongan ini adalah golongan fibrat dan statin (Setiawati dan Bustami, 1995). Fibrat adalah suatu derivat asam isobutirat yang diubah oleh esterase serum menjadi asam klofibrat. Mekanisme kerja obat ini dapat merangsang enzim lipoprotein lipase (LPL) sehingga bersihan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) meningkat. Kadar High Low Density (HDL) meningkat secara tidak langsung akibat menurunnya kadar trigliserida VLDL. Senyawa HDL memiliki kemampuan untuk mengambil kolesterol yang tertimbun dalam pembuluh darah. Selain itu karena menghambat sintesa kolesterol dalam hati dan merangsang sekresi kolesterol ke dalam empedu dan feses, obat ini juga dapat menurunkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
kadar kolesterol dalam jaringan (Setiawati dan Bustami, 1995). Statin bekerja dengan menghambat secara kompetatif enzim HMG CoA reduktase yaitu enzim untuk sintesis kolesterol (Anonim, 2000). 2. Obat Antiangina Angina atau nyeri disebabkan oleh timbunan metabolit di dalam otot jantung. Angina pektoris merupakan penyakit nyeri dada hebat yang terjadi akibat aliran darah koroner tidak cukup memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh jantung. Pemberian obat antiangina bertujuan untuk mengatasi dan mencegah serangan angina pektoris dan mencegah serangan angina jangka panjang. Contoh obat antiangina seperti nitrat (Setiawati dan Bustami, 1995). Nitrat merupakan obat yang dapat mengobati serangan angina dengan cara mendilatasi vena perifer dan pembuluh darah koroner. Dilatasi vena menyebabkan penurunan aliran balik ke jantung sehingga tekanan darah diastolik akan menurun. Tekanan diastolik yang menurun akan menyebabkan pula penurunan resistensi perifer sehingga menyebabkan tekanan sistolik menurun (Setiawati dan Bustami, 1995). 3. Obat Analgesik Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat. Penggunaan berulang dapat menyebabkan ketergantungan dan toleransi. Sebagai contoh obat yang termasuk dalam golongan analgesik opioid adalah morfin, kodein, dekstromoramid. Pada umumnya obat yang termasuk dalam golongan non opioid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
tidak menimbulkan banyak efek samping. Nalokson merupakan contoh obat dari golongan non opioid (Anonim, 2000). 4. Obat Gout Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai oleh atritis akut berulang karena endapan monosodium urat di persendian dan tulang rawan. Pengobatan gout bertujuan untuk meredakan dan mencegah serangan gout berulang. Serangan gout akut dapat diobati dengan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) seperti sulindak, diklofenak indometasin, kolkisin. Untuk pengobatan gout jangka panjang dapat digunakan alupurinol, probenesid (Setiawati dan Bustami, 1995). D. Pengobatan Rasional Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat-obat yang sesuai kebutuhan klinik dan dalam dosis yang tepat. Adapun kriteria-kriteria penggunaan obat yang rasional adalah sebagai berikut: 1. obat tepat yaitu mempertimbangkan kemanjuran, keamanan dan ekonomis bagi pasien. 2. indikasi tepat yaitu alasan penulisan resep didasarkan pada pertimbangan medis yang baik. 3. cara penggunaan obat tepat mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi pemberian, dan lama pemberian. 4. pemberian obat disertai dengan penjelasan yang tepat kepada pasien atau keluarganya (Siregar, 2005). Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika resiko yang mungkin terjadi tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
obat. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan, misalnya meningkatnya efek samping obat, meningkatnya kegagalan pengobatan, meningkatnya resistensi antimikroba dan sebagainya. Latar belakang terjadinya masalah penggunaan obat bersifat kompleks karena berbagai faktor ikut berperan, seperti faktor yang berasal dari dokter, pasien dan sarana pelayanan yang tidak memadai (Anonim, 2000). Untuk tercapainya tujuan pengobatan yang efektif, aman, ekonomis, maka pemberian obat harus memenuhi prinsip-prinsip farmakoterapi sebagai berikut : 1. indikasi tepat 2. pemilihan obat yang tepat, yakni obat yang aman, ekonomis dan sesuai dengan kondisi pasien 3. dosis dan cara pemberian obat secara tepat 4. penilaian kondisi pasien dan informasi untuk pasien harus tepat 5. Pemberian obat pada lansia harus diupayakan serasional mungkin. Pemberian obat yang rasional pada lansia dapat dilakukan dengan cara jumlah obat yang diberikan harus seminimal mungkin, sebaiknya dosis obat yang diberikan pada lansia dikurangi (dosis rendah). Pendengaran, penglihatan dan ingatan yang menurun mengurangi kepatuhan pasien sehingga sebaiknya dilakukan penjelasan tentang penyakit dan pengobatannya. Perlu juga diperhatikan wadah obat, sebaiknya mudah dibuka dan terbuat dari bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
transparan karena lansia seringkali mengenal obat dari bentuk dan warna. Kemasan harus memberikan petunjuk yang jelas (Martono, 2004). E. Geriatri Menurut data dari USA-Bureau of the Sensus tahun 2000 jumlah lanjut usia sebesar 7,28% dari jumlah populasi dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lanjut usia di Indonesia akan meningkat sebesar 11,34%. Selain itu pada tahun 2025 Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan lansia terbesar didunia. Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dengan mempertahankan struktur fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (Martono, 2004). Faktor fisiologik dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Semakin lanjut usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsional anatomi akan semakin besar. Penurunan fungsional anatomi organ-organ tersebut menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit pada organ tersebut. Selain itu faktor psikologi juga dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Masalah psikologi yang dialami oleh golongan lansia adalah mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang terjadi seperti kemunduran badaniah. Dengan bertambahnya umur kecepatan bergerak dan daya berpikir akan menurun sehingga golongan ini seringkali dianggap terlalu lamban. Selain itu pada wanita lansia faktor psikologik terjadi pada masa menopouse (Martono, 2004). Banyak obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia akan menimbulkan banyaknya masalah termasuk polifarmasi, peresepan yang tidak tepat dan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
kepatuhan. Polifarmasi merupakan problem utama dalam kelompok pasien ini. Semakin banyak jumlah obat yang diterima pasien maka makin besar pula resiko efek samping obat, interaksi obat dan interaksi obat-penyakit. Pemakaian obat pada lansia didasarkan pada perubahan farmakokinetik serta farmakodinamik, karena hal tersebut akan berkaitan dengan perubahan fisiologik pada organ dan sistem tubuh yang mempengaruhi respon tubuh terhadap obat (Sumartono, 2003). 1. Farmakokinetika lansia Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat untuk mencapai efek terapeutik yang diharapkan. Perubahan-perubahan farmakokinetik pada pasien lanjut usia memiliki peranan penting dalam bioavailbilitas obat tersebut (Prest, 2003). Perubahan farmakokinetik yang dialami orang lanjut usia antara lain terjadi pada mekanisme absorpsi. Bertambahnya usia kemungkinan dapat mengakibatkan perubahan kecepatan sejumlah obat yang diabsorsi. Absorbsi obat di lambung dan di usus secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang berarti. Penurunan aliran darah dan motilitas usus tidak mengurang jumlah obat yang diabsorbsi. Tetapi bila obat yang diabsorbsi mengalami metabolisme lintas maka obat yang masuk ke sirkulasi darah akan semakin kecil (Martono, 2004). Dengan bertambahnya usia, faktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan plasma, dan aliran organ akan mengalami perubahan. Pada usia lanjut komposisi tubuh total air dalam tubuh akan menurun sehingga menyebabkan penurunan volume distribusi obat yang larut air. Akibatnya konsentrasi obat dalam plasma akan meningkat. Jumlah albumin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
menurun dengan bertambahnya usia. Obat-obat yang akan terikat dengan protein, sehingga konsentrasi obat bebas akan meningkat. Perubahan aliran darah organ akan mengakibatkan penurunan perfusi pada anggota gerak, hati, otot jantung dan otak. Obat- obat yang mempunyai daya kelarutan dalam lemak yang tinggi akan terdistribusi lebih luas sehingga kerja obat akan menjadi lebih lambat (Prest, 2003). Penderita lanjut usia biasanya mengalami penurunan metabolisme yang menyebabkan meningkatnya bioavailabilitas obat dalam darah. Perubahan tersebut disebabkan adanya gangguan metabolisme lintas pertama sehingga menurunkan kapasitas metabolisme obat di hati. Kapasitas fungsi hepar pada lansia juga menurun, sehingga massa dan aliran darah sudah berkurang . Metabolisme obat di hepar berlangsung dengan katalis atau aktivitas enzim. Aktivitas enzim ini dapat dirangsang oleh obat (inducer) seperti rimpafisin, diazepam dan dapat dihambat oleh inhibitor seperti alupurinol, simetidin (Martono, 2004). Perubahan paling berarti yang terjadi pada usia lanjut ialah berkurangnya fungsi ginjal. Dengan bertambahnya umur aliran darah, filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli ginjal teraus mengalami reduksi. Hal ini menyebabkan ekskresi obat berkurang, akibatnya terjadi perpanjangan intensitas kerja obat. Selain itu, perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah penurunan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerulus berkurang, akibatnya konsentrasi obat dalam jaringan meningkat. Pada pasien lanjut usia perlu penyesuaian dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
terutama obat-obat yang mempunyai indeks terapi sempit seperti digoksin dan aminoglikosida (Bustami, 2001). Tabel IV. Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Proses Kinetika pada Lanjut Usia (Martono, 2004) Perubahan Fisiologi pada Lansia Penurunan permukaan absorsi Penurunan aliran darah Penurunan pH saluran cerna Perubahan motilitas saluran cerna Penurunan cairan tubuh total Penurunan massa tubuh tidak berlemak Penurunan albumin serum Penurunan aliran darah hepar Penurunan aktivitas enzim Penurunan induksi enzim Penurunan aliran darah ginjal Penurunan aliran glomerulus Penurunan sekresi tubulus
Perubahan dalam Proses Farmakokinetika
absorbsi
distribusi
metabolisme ekskresi
2. Perubahan farmakodinamik usia lanjut Perubahan farmakodinamik pada lansia dapat mengubah respon terhadap obat. Respon seluler pada lansia akan mengalami penurunan. Penurunan kemampuan menjaga keseimbangan hameostatis terkait penurunan endokrin dan respon organ, perubahan pada reseptor dan tempat perubahan respon jaringan sasaran itu sendiri dapat menyebabkan perubahan respon terhadap obat (Prest, 2003). Pada umumnya obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimia seluler intesitas pengaruhnya akan menurun, misanya agonis beta untuk mengobati asma diperlukan dosis yang lebih besar. Sebaliknya obat yang bekerja dengan menghambat proses biokimia seluler maka efek farmakologik obat akan meningkat sehingga menyebabkan efek toksik (Martono, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
F. Interaksi Obat Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai perubahan efek satu obat akibat obat lain yang diberikan bersamaan atau bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah. Interaksi obat dapat membahayakan baik dengan meningkatkan toksisitas obat atau dengan mengurangi khasiatnya. Namun interaksi beberapa obat bersifat menguntungkan (Prest, 2003). Interaksi yang menguntungkan misalnya (1) penisilin dengan probenesid, probenesid dapat menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penisilin dalam plasma; (2) kombinasi obat antihipertensi, dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping; (3) kombinasi obat anti kanker juga dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping (Setiawati dan Bustami, 1995). Interaksi obat yang berakibat merugikan, misalnya warfarin jika diberikan bersama dengan fenilbutason, fenilbutason menghambat metabolisme warfarin sehingga kadar warfarin dalam tubuh meningkat yang akan menyebabkan pendarahan (Stockley, 1994). Penilaian potensial interaksi obat mempertimbangkan manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh interaksi dan arti klinis dari interaksi tersebut. Arti klinis dari interaksi obat berhubungan dengan jenis dan besarnya efek yang ditimbulkan. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan yaitu memonitoring keadaan pasien dan mengganti terapi untuk mencegah efek samping yang berbahaya. Faktor utama yang mendefinisikan arti klinis dari interaksi obat yaitu significance rating yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
terdiri atas onset dari timbulnya efek, potensi keparahan dari interaksi, dan dokumentasi manifestasi klinis dari interaksi yang telah terjadi (Tatro, 2001). Onset didefinisikan kecepatan efek klinis yang dapat timbul dari suatu interaksi. Onset dibedakan menjadi dua yaitu cepat dan tertunda. Dikategorikan cepat jika efek klinis yang muncul dalam 24 jam setelah pemberian dan dibutuhkan tindakan segera untuk mengatasi efek yang timbul sedangkan onset tertunda adalah efek klinis dari interaksi obat yang timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu setelah pemberian dan tidak diperlukan tindakan segera untuk mengatasi efek yang timbul (Tatro, 2001). Tingkat keparahan terdiri dari mayor, moderat, dan minor. Keparahan interaksi tergolong mayor jika efek yang terjadi membahayakan jiwa pasien atau dapat menyebabkan kerusakan permanen. Keparahan interaksi tergolong moderat jika efek yang terjadi dapat menyebabkan perburukan status kesehatan pasien sehingga mungkin dibutuhkan rawat inap di rumah sakit, perawatan yang lebih lama atau terapi tambahan. Keparahan interaksi minor jika efek yang timbul biasanya ringan atau mungkin tidak timbul dan tidak mempengaruhi outcome terapi dan tidak dibutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2001). Dokumentasi diartikan sebagai tingkat kepercayaan bahwa suatu interaksi dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Dokumentasi berdasarkan literatur primer dan juga berdasarkan interaksi yang pernah terjadi. Dokumentasi dibagi menjadi lima yaitu established, probable, suspected, possible, dan unlikely. Dikategorikan established jika terbukti terjadi pada suatu penelitian yang terkontrol baik. Dikategorikan probable jika efek dari interaksi sangat mungkin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
terjadi tetapi belum terbukti secara klinis. Dikategorikan suspected jika efek dari interaksi mungkin terjadi, terdapat data yang baik tetapi butuh penelitian lebih lanjut. Dikategorikan possible jika efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data yang ada sangat terbatas. Dikategorikan unlikely jika terjadinya efek dari interaksi diragukan dan tidak ada data bukti klinis yang baik tentang perubahan efek klinis (Tatro, 2001). Ada beberapa keadaan dimana obat berinteraksi dengan mekanisme yang unik. Menurut mekanisme kerja interaksi obat dibagi menjadi: 1. interaksi farmasetika Interaksi ini terjadi jika antara dua obat yang diberikan secara bersamaan menyebabkan inkompatibilitas atau terjadi reaksi langsung, umumnya terjadi diluar tubuh dan berakibat hilangnya efek farmakologik obat yang diberkan. Sebagai contoh penisilin dan aminoglikosida (Anonim, 2000). 2. interaksi farmakokinetika Interaksi farmakokinetik adalah interaksi terjadi apabila suatu obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan demikian interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam tubuh untuk menimbulkan efek farmakologiknya (Anonim, 2000). Interaksi dalam absorpsi dapat mengubah kecepatan absorpsi atau jumlah total obat yang diabsorpsi. Pengurangan jumlah total obat yang diabsorpsi dapat berakibat pada pengobatan yang tidak efektif
Sebagai contoh pemberian
kolestiramin menyebabkan berkurangnya absorpsi furosemid (Anonim, 2000). Interaksi dalam proses distribusi terjadi bila obat-obat dengan ikatan protein yang lebih kuat menggeser obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Hal ini mengakibatkan peningkatan konsentrasi obat bebas dalam darah sehingga dapat meningkat efek toksik, misalnya fenitoin, warfarin, tolbutamid (Prest, 2003). Interaksi metabolisme terjadi bila suatu obat menghambat metabolisme obat lain, sehingga kadar obat lain dalam plasma meningkat dan menyebabkan peningkatan efek toksik sebagai contoh pemberian rifampisin dengan kontrasepsi oral (Anonim, 2000). Interaksi dalam ekskresi terjadi bila obat mempengaruhi ekskresi obat lain sehingga dapat mempengaruhi konsentrasi obat lain dalam plasma. Sebagai contoh pemberian metotreksat dengan obat anti inflamasi non steroid yang menyebabkan meningkatnya kadar metotreksat (Fradgley, 2003). 3. interaksi farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi akibat kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama (Fradgley, 2003). Kebanyakan interaksi farmakodinamik dapat diperkirakan kejadiannya sehingga bisa dihindari sedini mungkin apabila dokter yang bersangkutan mengetahui mekanisme kerja obat tersebut (Setiawati dan Bustami, 1995). Mekanisme interaksi farmakodinamik secara garis besar dapat dibagi menjadi: a. sinergis interaksi ini terjadi bila dua obat yang mempunyai efek farmakologi sama digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, penggunaan metotreksat dengan kotrimoksazol dapat menyebabkan megaloblastosis sumsum tulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
belakang karena keduanya merupakan antagonis asam folat. Suplemen kalium dapat menyebabkan hiperkalemia bagi pasien yang memperoleh pengobatan dengan diuretik hemat kalium seperti amilorida, triamteren (Stockley, 1994). b. antagonis antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan. Sebagai contoh, antikoagulan dapat memperlama waktu penjendalan darah yang akan dihambat oleh vitamin K. Contoh lain yaitu penisilin yang bersifat bakterisida akan menghambat sintesa dinding sel bakteri, memerlukan sel yang terus tumbuh dan membelah diri. Dengan adanya tetrasiklin yang bersifat bakteriostatik akan menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri (Stockley, 1994). G. Keterangan Empiris Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mendapatkan
informasi
tentang
karakteristik pasien meliputi umur, jenis kelamin, distribusi penyakit lain, lama perawatan. Profil peresepan obat antihipertensi meliputi golongan dan jenis, jumlah obat, kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII dan cara pemberian. Evaluasi interaksi meliputi interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Penelitian mengenai Profil Peresepan dan Evaluasi Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005 ini merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non analitik. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data retrospektif dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar catatan medis pasien hipertensi geriatri yang terjadi selama tahun 2005. B. Definisi Operasional 1. Profil peresepan yaitu gambaran peresepan obat pada pasien geriatri hipertensi yang menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 yang meliputi golongan dan jenis obat, jumlah obat, kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII dan cara pemberian. 2. Pasien hipertensi geriatri (usia lanjut) adalah pasien yang berumur ≥65 tahun dengan diagnosis hipertensi dan menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. 3. Penyakit penyerta adalah penyakit lain yang menyertai selain penyakit hipertensi pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005 seperti jantung, diabetes melitus. 4. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan kelas terapinya yang digunakan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
4. Jenis obat adalah obat dengan nama generik obat dan nama dagang yang digunakan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005. 5. Jumlah obat antihipertensi adalah jumlah golongan obat antihipertensi yang digunakan bersama oleh setiap pasien hipertensi geriatri. 6. Lama perawatan adalah jumlah hari dari mulai pasien masuk hingga diperbolehkan pulang bagi pasien hipertensi geriatri. 7. Cara pemberian obat adalah cara penggunaan obat pasien hipertensi geriatri di Instalansi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005, seperti oral, injeksi. 8. Interaksi obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempengaruhi obat lain yang diberikan dalam waktu yang bersamaan dan dapat menyebabkan efek yang menguntungkan maupun merugikan antara obat antihipertensi yang dikaji secara teoritis dengan mengacu kepada Drugs Interaction, (Stockley, 1994) dan Informatorium Obat Nasional Indonesia, (Anonim, 2000), Drug Interaction Facts, (Tatro, 2001). C. Subyek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi geriatri rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. D. Bahan Penelitian Bahan-bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi catatan medik (medical record) pasien hipertensi geriatri selama tahun 2005 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
E. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sub Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rapih Jalan Cik Dik Tiro no 36 Yogyakarta. F. Tata Cara Pengumpulan Data Penelitian mengenai profil peresepan obat dan evaluasi interaksi antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 meliputi dua tahap yaitu: 1. tahap pengambilan data Proses pengambilan data diawali dengan penelusuran jumlah pasien geriatri yang menderita hipertensi selama tahun 2005, didapatkan data total pasien hipertensi geriatri selama tahun 2005 sebanyak 81 pasien, kemudian dilakukan pencatatan data rekam medik dari 81 pasien tersebut yang meliputi : nomor registrasi, nama, umur, jenis kelamin, macam obat, cara pemberian, tanggal masuk dan tanggal keluar pasien, penyakit penyerta, tekanan darah pasien sebelum dan sesudah perawatan. 2. tahap penyelesaian data Penyelesaian data meliputi proses pencatatan data yaitu mencatat data pasien yang ada di lembar rekam medis ke dalam catatan khusus dan disajikan dalam bentuk tabel. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode deskriptif menggunakan buku-buku standar dan literatur yang ada seperti Informatorium Obat Nasional Indonesia (Anonim, 2000), dan Drugs Interaction (Stockley, 1994 ), Drug Interaction Facts, (Tatro, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
G. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh informasi tentang presentasi (%): 1. jenis kelamin pasien hipertensi geriatri. 2. umur pasien berdasarkan WHO yaitu kelompok umur elderly (usia 65-≤75), old (usia 76-≤90), dan very old (usia ≥91). 3. tingkatan hipertensi berdasarkan JNC VII yaitu prehipertensi, hipertensi tingkat 1, dan hipertensi tingkat 2. 4. penyakit lain selain hipertensi yang menyertai pasien geriatri 5. lama perawatan, dikelompokkan berdasarkan lama perawatan yang diberikan pada pasien. 6. jenis dan golongan obat yang diberikan, dihitung dari jumlah jenis dan golongan obat tertentu yang digunakan dibagi jumlah keseluruhan obat antihipertensi dikalikan 100%. 7. penggunaan obat antihipertensi secara tunggal maupun kombinasi. 8. kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII, dikelompokan menjadi dua yaitu berdasarkan jumlah obat dan berdasarkan penyakit penyulit. 9. cara pemberian obat yang digunakan, dikelompokkan berdasarkan cara pemberian obat yang diberikan pada pasien. 10. potensial interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain dikelompokkan berdasarkan jenis dan golongan obat antihipertensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah total kasus hipertensi selama tahun 2005 sebanyak 440 kasus, pasien geriatri (≥ 65 tahun) sebanyak 106 kasus. Data yang diambil sebanyak 81 kasus, hal ini dikarenakan ada data yang tidak lengkap meliputi ada pasien yang meninggal dunia, tidak adanya obat antihipertensi yang dipakai. Deskripsi umum hasil penelitian dan pembahasan akan disajikan sebagai berikut ini. A. Karakteristik Pasien Hipertensi Geriatri Proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati kartu status rekam medik penderita. Pasien yang diteliti adalah seluruh penderita hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005. Dicatat nomor registrasi, nama, umur, jenis kelamin, macam obat, cara pemberian, tanggal masuk dan tanggal keluar pasien, penyakit penyerta, tekanan darah pasien sebelum dan sesudah perawatan. 1.
Distribusi Jenis Kelamin Pasien Geriatri
Klasifikasi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi
38,3%
61,7%
Pria
Wanita
Gambar 3. Klasifikasi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit panti Rapih tahun 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
Gambar 3 menunjukkan angka kejadian hipertensi pada wanita lebih besar dibanding pria. Dari 81 kasus yang ada 50 kasus (61,7%) terjadi pada wanita dan pada pria sebanyak 31 kasus (38,3%). Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah yaitu stres dan menopouse. Secara psikologis wanita lebih rentan terhadap stres dibanding pria. Stres dapat meningkatkan hormon adrenalin dan noradrenalin sehingga pembuluh darah akan menyempit. Selanjutnya akan terjadi kenaikan tekanan darah. Menurut Phillip (2005), wanita lebih banyak menderita penyakit kardiovaskuler setelah menopouse. Hal ini berhubungan dengan berkurangnya hormon estrogen setelah menopouse. Hormon estrogen dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi karena menyebabkan vasodilatasi arteri jantung. Namun tidak berarti bahwa setiap wanita yang sudah menopouse akan mengalami kenaikan tekanan darah. 2.
Distribusi Umur Pasien Geriatri Dalam penelitian ini klasifikasi umur lansia dibagi menjadi tiga yaitu
elderly (usia 65 - ≤75), old (usia 76 - ≤90) dan very old (usia ≥91). Distribusi penderita hipertensi geriatri berdasarkan kelompok umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih selama tahun 2005 dari 81 kasus terdapat 54 kasus (66,7%) terjadi pada usia 65 - ≤75 tahun, pada usia 76 - ≤90 tahun terdapat 25 kasus (30,9%) serta pada usia ≥91 tahun sebanyak 2 kasus (2,5%). Distribusi umur pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih ditunjukkan pada gambar 4 di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Distribusi Umur Pasien Hipertensi 2,5% 30,9%
66,7% Elderly
Old
Very old
Gambar 4. Distribusi Umur Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005. Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa angka kejadian hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih selama tahun 2005 paling banyak diderita pada kelompok elderly (65 - ≤75 tahun). Meningkatnya tekanan darah pada lansia mungkin disebabkan pola hidup yang tidak sehat saat masih muda. Menurut Darmojo (2004), tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat bertambahnya pengapuran atau pengerasan pembuluh darah perifer sehingga elastisitasnya berkurang. Selanjutnya akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer, akhirnya tekanan darah meningkat. 3.
Klasifikasi Pasien Hipertensi Berdasarkan JNC VII Dalam penelitian ini, JNC VII digunakan sebagai acuan untuk
mengelompokkan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih. Dari data yang diperoleh pasien hipertensi geriatri yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005 sebagian besar merupakan pasien hipertensi tingkat 2 (≥160/100 mmHg) sebanyak 55 kasus (67,9%), hipertensi tingkat 1 sebanyak 20 kasus (24,7%) dan prehipertensi hanya 6 kasus (7,4%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
67,9%
Prosentase (% )
70.00% 60.00% 50.00%
Prehipertensi
24,7%
40.00% 30.00% 20.00%
Hipertensi tingkat 1 Hipertensi tingkat 2
7,4%
10.00% 0.00%
Klasifikasi Hipertensi
Gambar 5.
Klasifikasi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan JNC VII di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien hipertensi terbanyak adalah pasien hipertensi tingkat 2. Hal ini dikarenakan hipertensi tidak memberikan gejala khas sehingga pasien tidak menyadari kalau sebenarnya mereka sudah menderita hipertensi. Pasien baru menyadari ketika tekanan darahnya diukur sudah mencapai hipertensi tingkat 2. Keadaan ini sesuai dengan William (2001) yang menyatakan bahwa orang yang menderita hipertensi tidak menyadarinya karena hipertensi berjalan terus menerus seumur dan sering tanpa adanya keluhan khas selama belum terjadi komplikasi pada organ tubuh. Mengingat hipertensi sering kali tidak memberikan gejala untuk jangka panjang maka sebaiknya walaupun belum mencapai usia 65 tahun sangat diperlukan pengontrolan tekanan darah secara rutin, khususnya pada pasien yang memiliki orangtua atau saudara yang menderita hipertensi. 4.
Distribusi Penyakit Lain Hipertensi pada lansia merupakan salah satu risiko terjadinya komplikasi-
komplikasi berupa penyakit jantung, stroke, ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
sehingga hipertensi memerlukan penanganan yang tepat dan segera. Pada penelitian ini, pasien hipertensi geriatri yang dirawat di RSPR memiliki penyakit lain yang menyertainya. Diagnosis penyakit lain yang menyertai pasien hipertensi geriatri adalah stroke, diabetes mellitus, ginjal, jantung, dislipidemia, Urinary Tract Infection (UTI), asma, dispepsia, hipoglikemia, dan hiperglikemia. Jumlah pasien dengan diagnosis penyakit lain yang menyertai pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap RSPR tahun 2005 ditunjukkan pada tabel V. Tabel V. Distribusi Jenis Diagnosis Penyakit Lain yang Menyertai Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005 No
Diagnosis
Jumlah pasien
Persentasi (%)
1
Stroke
23
41,8
2 3
Diabetes mellitus Ginjal
5 5
9,1 9,1
4
Jantung
4
7,3
5
Urinary Tract Infection (UTI)
1
1,8
6
Asma
2
3,6
7
Dislipidemia
2
3,6
8
Dispepsia
3
5,5
9 10
Hipoglikemia Hiperglikemia Total
2 2 55
3,6 3,6 100
Penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien hipertensi geriatri adalah stroke sebanyak 23 kasus (41,8%). Tekanan darah yang meningkat menyebabkan pembuluh darah pecah biasanya ditandai dengan pendarahan serebral.
Kondisi
ini
mengakibatkan
otak
kekurangan
oksigen
akibat
penyumbatan pecahnya pembuluh darah sehingga menimbulkan kelumpuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
setengah badan. Oleh karena itu, penting dilakukan penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi untuk mengurangi resiko stroke. Penyakit lain yang menyertai pasien hipertensi geriatri adalah diabetes melitus sebanyak 5 kasus (9,1%). Diabetes melitus merupakan penyakit penyerta pada pasien hipertensi geriatri karena pasien mengalami gangguan metabolisme glukosa akibat faktor usia. Dengan meningkatnya kadar gula dalam darah menyebabkan terjadinya penumpukan gula dalam darah. Akibatnya hormon insulin tidak mampu mengubah gula yang lebih tersebut dan kepekaan terhadap insulin akan berkurang. Mekanisme ini dapat menyebabkan tekanan arteri meningkat. Menurut Kiongdo (1996), penderita usia lanjut yang menderita diabetes melitus dan hipertensi dapat mengalami arterosklerosis sehingga meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu sangat penting dilakukan pengukuran glukosa darah secara teratur. Dalam penelitian ini terdapat 5 kasus (9,1%) pasien yang menderita penyakit ginjal. Hal ini disebabkan faktor usia, dimana fungsi renal pada usia lanjut mengalami penurunan. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan lesi pada pembuluh darah perifer dan kapiler glomerulus sehingga menurunkan fungsi filtrasi glomerulus. Oleh sebab itu obat-obat yang diekskresikan atau dimetabolisis melalui ginjal, memerlukan penyesuaian dosis. Perkembangan kerusakan ginjal pada hipertensi biasanya ditandai oleh meningkatnya proteinuria. Proteinuria dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara efektif (William, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
5.
Lama Perawatan Faktor yang menyebabkan pasien harus melakukan rawat inap yaitu
karena banyak keluhan kesehatan baik keluhan utama maupun komplikasinya yang dianggap serius atau tidak ada anggota keluarga yang merawat pasien. Lamanya perawatan pasien hipertensi di rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih sangat beragam. Bila kondisi penyakit pasien parah maka pasien tersebut akan lebih lama menginap dibanding pasien dengan kondisi penyakit yang ringan. Tabel VI. Distribusi Lama Menginap Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 No
Lama menginap (hari)
Jumlah pasien
Persentasi (%)
1 2
1 2
1,2 8,6
3 4
3 4
1 7 8 6
5
5
8
9,9
6
6
7
8,6
7 8 9 10
7 8 9 10
12 4 6 3
14,8 4,9 7,4 3,7
11 12
11 12
7 1
8,6 1,2
13
13
2
2,5
14
14
1
1,2
15
17
3
3,7
16 17
18 19
1 1
1,2 1,2
18
20
1
1,2
19
21
2
2,5
81
100
Total
9,9 7,4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Dari tabel VI dapat dilihat bahwa jangka waktu perawatan yang paling lama adalah 21 hari (2,5%), sedangkan jangka waktu perawatan yang paling cepat adalah 1 hari (1,2 %). Lama perawatan yang paling banyak adalah 7 hari (14,8%) dan rata-rata lama perawatan adalah 9 hari. Hasil data di atas menunjukkan bahwa pada umumnya lama perawatan pasien geriatri lebih dari satu hari yang mungkin dikarenakan kondisi pasien yang mulai melemah dan membutuhkan penanganan khusus sehingga kebanyakan dokter menyarankan agar pasien menjalani rawat inap lebih dari 1 hari. B. Profil Peresepan Obat Profil peresepan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dilihat berdasarkan golongan dan jenis obat antihipertensi, golongan dan jenis obat non antihipertensi, jumlah obat antihipertensi yang digunakan, kesesuaian pemilihan obat dengan diagnosis, cara pemberian obat antihipertensi. 1.
Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan Terapi hipertensi digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan
mencegah komplikasi penyakit lain yang terkait dengan tingginya tekanan darah. Menurut JNC VII obat antihipertensi yang disarankan adalah diuretik, angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, antagonis reseptor angiotensin II, beta-bloker, dan obat yang bekerja di sentral, serta vasodilator. Golongan dan jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih ditunjukkan pada tabel VII.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Tabel VII. Distribusi Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 No
Golongan Obat
Jumlah Kasus
Persentasi (%)
25
19,1
perindopril
1
0,8
ramipril
4
3,1
imidapril
8
6,1
amlodipin
18
13,7
nifedipin
12
9,2
2
1,5
7
5,3
3
2,3
18
13,7
3
2,3
klonidin
13
9,9
valsartan
13
9,9
losartan
4
3,15
Jenis Obat kaptopril
1.
2.
ACE inhibitor
Antagonis Ca
diltiazem HCl karvedilol 3
Beta- bloker
4
Diuretika
5 6
Antihipertensi bekerja di sentral Antagonis reseptor angiotensin II Total
bisoprolol fumarat furosemid indapamida
131
100
Total Persentasi (%)
28,5
24,6
7,7
16,2 10,0 13,1 100
Pada tabel VII dapat dilihat antihipertensi yang banyak digunakan adalah ACE inhibitor, diikuti antagonis Ca, diuretika, antagonis reseptor angiotensin II, antihipertensi bekerja disentral, beta-bloker. Jika dibandingkan dengan penelitianpenelitian terdahulu, penelitian Lidia (2005) menunjukkan bahwa ACE inhibitor lebih sering diberikan pada pasien lanjut usia, diikuti antagonis Ca, diuretik, antihipertensi bekerja sentral, antagonis reseptor angiotensin II, vasodilator, betabloker. Penelitian Prasetyo (2005) juga menyebutkan bahwa ACE inhibitor lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
banyak digunakan, diikuti antagonis Ca, diuretik, antagonis reseptor angitensin II, antihipertensi bekerja sentral. Sama seperti penelitian Lidya (2005) dan Prasetyo (2005), pada penelitian ini antihipertensi yang banyak digunakan adalah ACE inhibitor sebanyak 28,5%. Golongan ACE inhibitor yang banyak digunakan adalah kaptopril sebesar 19,1%. Tentu saja hal ini berbeda dengan JNC VII dan standar pengobatan Rumah Sakit Panti Rapih yang merekomendasikan diuretik sebagai obat hipertensi pilihan pertama. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor bermanfaat dan aman digunakan oleh pasien lanjut usia terutama pada dosis yang rendah serta efektif mengurangi resiko stroke (Saseen dan Carter, 2005). Menurut Massie (2002), keuntungan penggunaan ACE inhibitor relatif memiliki sedikit efek samping dibandingkan dengan antihipertensi lain. Angiotensin converting enzyme inhibitor juga dianjurkan pada pasien dengan nefropati diabetes karena dapat mengurangi proteinuria dan dapat menstabilkan fungsi ginjal. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selain ACE inhibitor, antihipertensi yang banyak digunakan adalah antagonis kalsium sebesar 24,6%. Pedoman pengobatan RSPR dan JNC VII menyebutkan antagonis kalsium sebagai salah satu golongan antihipertensi tahap pertama. Antagonis kalsium dapat mengurangi kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pasien lanjut usia dengan hipertensi sistolik (Saseen dan Carter, 2005). Menurut Harvey dan Woorward (2001) antagonis kalsium terbukti memiliki efektifitas, keamanan, dan dapat ditoleransi oleh pasien lanjut usia. Selain itu pemilihan antagonis sebagai antihipertensi didasarkan pada keefektifannya menurunkan tekanan darah dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
dapat menetralkan efek metabolik. Golongan antagonis kalsium yang banyak digunakan pada penelitian ini yaitu amlodipin sebesar 13,7%. Golongan obat ketiga yang banyak digunakan adalah diuretik sebanyak 16,2%. Hal ini dikarenakan diuretik berkhasiat menurunkan tekanan darah terutama pada penderita lanjut usia dan efek antihipertensi berlangsung lebih lama serta efektif dalam dosis yang rendah (Saseen dan Carter, 2005). Golongan diuretik yang paling banyak digunakan adalah furosemid sebanyak 18 kasus (13,7%). Keadaan ini tidak sesuai dengan JNC VII yang merekomendasikan diuretik tiazid sebagai antihipertensi pilihan pertama dalam terapi hipertensi. Furosemid termasuk dalam golongan diuretik kuat. Antagonis reseptor angiotensin II yang banyak diresepkan adalah valsartan sebesar 9,9% (13 kasus). Walaupun bukan antihipertensi pilihan pertama, tapi antihipertensi golongan ini masih banyak diresepkan. Efek samping antagonis reseptor angiotensin II kurang lebih sama dengan ACE inhibitor. Obat-obat golongan ini dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien yang harus menghentikan terapi dengan ACE inhibitor akibat batuk kering. Penggunaan antagonis kalsium lebih sedikit dibandingkan dengan ACE inhibitor karena menurut Massie (2002), antagonis reseptor angiotensin II memiliki harga yang lebih mahal dan pengalaman penggunaan jangka panjang masih terbatas. Obat antihipertensi yang paling sedikit digunakan dalam terapi hipertensi pada geriatri di RSPR adalah beta-bloker yaitu sebesar 7,7%. Penggunaan betabloker pada penderita hipertensi yang disertai gagal ginjal kronik dapat memperburuk fungsi ginjal. Beta-bloker lebih efektif diberikan pada populasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
dengan aktivitas renin yang tinggi seperti pasien muda (Massie, 2002). Menurut Mycek (2001), adanya komplikasi penyakit pada usia lanjut dapat menurunkan efektifitas beta-bloker. Penyakit yang dapat mengurangi efek terapeutik penggunaan beta-bloker, misalnya penyakit ginjal, asma dan gagal jantung. 2.
Golongan dan Jenis Obat Non antihipertensi yang Digunakan Pada penelitian ini pasien geriatri juga menerima obat lain selain obat
antihipertensi. Penggolongan obat non antihipertensi dilakukan dengan mengacu pada Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Dari data yang ada dapat kita ketahui bahwa terdapat 88 macam obat non antihipertensi yang diberikan pada pasien hipertensi geriatri. Tabel VIII. Distribusi Golongan dan Jenis Obat Non Antihipertensi Berdasarkan Kelas Terapi yang Digunakan pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR Tahun 2005 Obat Kelas Terapi Golongan Jenis Obat Jumlah Persentasi Kasus (%) Antiangina Nitrat isosorbit 12 13,6 dinitrat Statin simvastatin 6 6,8 Antihiperlipi atorvastatin 4 4,5 Kardiovaskuler demia Resin penukar falterol 1 1,1 Antikoagulan
ion Antifibrinolitik
Inotropik Positif
Glikosida jantung
Antiepilepsi Susunan Saraf Pusat
Psikofarmaka Obat Mual dan Vertigo
Antidepresan Antihipnotik
asam traneksamat digoksin diazepam klobazam pirasetam sentralin estazolam metoklopra mid domperindon betahistin hidroklorida
2
2,3
1
1,1
3 2 1 1 3 1
3,4 2,3 1,1 1,1 3,4 1,1
1 5
1,1 5,7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Lanjutan Tabel VIII Teofilin
aminopilin
1
1,1
Antiasma
Stimulan adrenoreseptor
salbutamol
1
1,1
Obat batuk dan ekspektoran
ekspektoran
dekstrometor
3
3,4
Saluran Nafas
Saluaran Cerna
Analgesik Gizi dan darah
Penyakit otot dan sendi Hormonal
Antitukak
Analgesik Non Opioid Analgesik Opioid Vitamin Mineral Obat untuk penyakit reumatik dan gout Antidiabetik
fan
Antagonis reseptor H2
ranitidin
7
8,0
Khelator
sukralfat
2
2,3
dipiron asam mefenamat tramadol
4 1
4,5 1,1
1
1,1
Seng
asam folat garam seng
4 1
4,5 1,1 8,0
Obat Gout AINS
alupurinol ketoprofen
7 5
5,7
diklofenak glibenklamid
4 4
4,5 4,5
88
100
Antidiabetik oral Total
Dari data tabel VIII obat non antihipertensi yang paling banyak diberikan adalah antiangina sebanyak 12 kasus (13,6%) dan antihiperlipidemia sebanyak 11 kasus (12,4%). Kelas terapi antiangina yang digunakan adalah golongan nitrat yang bekerja dengan merelaksasi otot polos pembuluh vena sehingga tekanan darah menurun. Obat golongan ini juga dapat memperbaiki sirkulasi koroner pada penderita aterosklerosis koroner dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner. Obat antihiperlipidemia pada penderita hipertensi dibutuhkan untuk mengurangi kadar lipid dalam pembuluh darah sehingga dapat meningkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
elastisitas pembuluh darah. Pada penelitian ini, obat antihiperlipidemia yang banyak digunakan adalah golongan statin sebanyak 11 kasus. Dari data tabel VIII, obat untuk penyakit otot dan sendi yang banyak digunakan adalah golongan AINS sebanyak 9 kasus sedangkan golongan antigout sebanyak 7 kasus. Menurut IONI (2000), AINS memiliki efek analgesik yang bertahan lama sehingga efektif pada pengobatan nyeri berulang akibat radang. Biasanya serangan gout akut diobati dengan AINS sedangkan alupurinol tidak efektif dalam mengatasi serangan akut. 2.
Jumlah Obat Antihipertensi yang ideal adalah antihipertensi yang memenuhi kriteria
seperti efektif lebih dari 24 jam dengan dosis rendah, mempunyai respon yang tinggi untuk semua kelompok penderita hipertensi, tidak memiliki efek samping dan harganya murah. Kriteria obat antihipertensi yang ideal sulit dicapai dengan monoterapi. Oleh karena itu dilakukan percobaan untuk mencapai terapi obat antihipertensi yang ideal dengan mengkombinasikan obat antihipertensi tambahan dalam dosis rendah (Neutel, 2002). Variasi jumlah obat untuk penderita hipertensi dapat dilihat pada tabel IX. Tabel IX. Distribusi Jumlah Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 No
Jumlah Antihipertensi
Jumlah kasus
Persentasi (%)
1
Tunggal
45
55,5
2
2 kombinasi
25
30,9
3
3 kombinasi
11
13,6
Total
81
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Dari data tabel IX, dapat dilihat pemberian obat tunggal sebanyak 45 kasus (55,5%), pemberian 2 macam kombinasi sebanyak 25 kasus (30,9%) sedangkan pemberian 3 macam kombinasi antihipertensi sebanyak 11 kasus (13,6%). Jumlah obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah pemberian tunggal. Pada pasien lanjut usia sebaiknya diberi terapi kombinasi obat antihipertensi. Pemberian tunggal kurang efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien lansia dengan beragam patologi.
Penggunaan Obat Antihipertensi secara Tunggal
Prosentase (%)
35% 30%
33,3%
ACE Inhibitor
31,1%
Antihipertensi Bekerja di Sentral
25% 20% 15% 10%
15,6% 8,9%
5%
11,1%
β-bloker Antagonis Ca Antagonis reseptor angiotensin II
0%
Obat Antihipertensi
Gambar 8. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005. Menurut Neutel (2002), terapi kombinasi sangat efektif menurunkan tekanan darah pada lanjut usia. Terapi kombinasi memiliki dosis yang lebih kecil sehingga efek samping yang terjadi relatif lebih rendah. Keuntungan lain dari terapi kombinasi adalah biaya terapi yang lebih murah dibandingkan dosis monoterapi. Data pada gambar 8 memperlihatkan bahwa penggunaan ACE inhibitor secara tunggal mempunyai persentasi paling besar yaitu 15 kasus (33,3%), diikuti antagonis Ca secara tunggal sebanyak 14 kasus (31,1%), beta-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
bloker sebanyak 7 kasus (15,6%), antagonis reseptor angiotensin II sebanyak 5 kasus (11,1%), antihipertensi bekerja di sentral sebanyak 4 kasus (8,9%). Penggunaan Obat Antihipertensi Dua Kombinasi
Prosentase (%)
40% 35%
Diuretik dan Antagonis Ca 36,0%
Diuretik dan ACE Inhibitor
30% 25% 20% 15% 10% 5%
20,0% 16,0%
ACE Inhibitor dan Antagonis reseptor angiotensin II ACE Inhibitor dan Antihipertensi bekerja di
sentral 8,0% 8,0% 4,0%
4,0%
0%
Obat Antihipertensi
ACE Inhibitor dan Antagonis Ca 4,0%
Antihipertensi bekerja sentral dan Antagonis Ca Antagonis Ca dan Antagonis reseptor angiotensin II ß-bloker dan Antagonis Ca
Gambar 9. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Dua Kombinasi di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005. Pemberian dua kombinasi antihipertensi pada pasien lanjut usia dilakukan dengan menggabungkan dua obat antihipertensi dari kelas yang berbeda dan bekerja secara sinergis (Raharjo, 2001). Pemberian dua kombinasi dapat diberikan bila terapi dengan satu macam obat gagal untuk mencapai sasaran. Obat kedua ditambahkan dengan dosis yang rendah dan tidak meningkatkan dosis obat pertama. Hal ini untuk memaksimalkan efek penurunan tekanan darah dengan efek samping seminimal mungkin. Pada penelitian ini pemberian dua kombinasi yang paling banyak diberikan adalah golongan diuretik dan ACE inhibitor yaitu sebanyak 9 kasus (36,0%) karena kombinasi ini memiliki efek yang sinergis dalam menurunkan tekanan darah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Tabel X. Distribusi Penggunaan Kombinasi Tiga Golongan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 No
Kombinasi Tiga Golongan Obat Antihipertensi
Jumlah
Persentasi (%)
1
Diuretik, ACE inhibitor, antagonis kalsium
2
18,2
2
Diuretik, ACE inhibitor, antagonis reseptor angiotensin II
2
18,2
3
Diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II
2
18,2
4
Diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis kalsium
1
9,1
5
Diuretika, beta-bloker, antagonis reseptor angiotensin II Diuretik, ACE inhibitor, antihipertensi bekerja di sentral
1
9,1
1
9,1
6 7
ACE inhibitor, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II
1
9,1
8
ACE inhibitor, beta-bloker, antagonis reseptor angiotensin II
1
9,1
Total
11
100
Dari data tabel X dapat kita ketahui bahwa terdapat 11 kasus penggunaan tiga macam kombinasi obat antihipertensi. Penggunaan tiga macam kombinasi antihipertensi mempunyai persentasi yang lebih besar yaitu kombinasi (diuretik, ACE inhibitor, antagonis kalsium), (diuretik, ACE inhibitor, antagonis reseptor angiotensin II), (diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II) masing-masing sebanyak 2 kasus (18,2%). Kombinasi tiga obat antihipertensi digunakan untuk pengobatan hipertensi berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
3.
Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi Berdasarkan JNC VII Pada penelitian ini data yang diperoleh tidak dibandingkan dengan standar
yang ada di Rumah Sakit Panti Rapih karena standar pengobatan yang ada kurang lengkap. Panduan penatalaksanaan hipertensi yang disusun oleh JNC VII direkomendasikan untuk pasien hipertensi agar target penurunan tekanan darah dapat tercapai. Kelas terapi obat yang direkomendasikan JNC VII merupakan hasil pertimbangan dari berbagai klinik tentang keuntungan penggunaan obat antihipertensi tertentu dengan indikasi penyulit tertentu. Untuk melihat kesesuaian pemilihan obat antihipertensi dilakukan dengan cara membandingkan dengan Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII. Tabel XI. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Penyulit Berdasarkan JNC VII di Instalasi Rawat Inap RSPR Tahun 2005 Keterangan Penyakit penyulit No Sesuai Tidak Sesuai 1
Stroke
20
3
2 3 4 5
Asma Ginjal Jantung Dispepsia
2 4 2 3
1 2 -
6
Dislipidemia
2
-
7
Diabetes mellitus
5
-
38
6
Total
Dari data tabel XI terlihat bahwa jumlah pemilihan antihipertensi dengan penyakit penyulit yang sesuai dengan JNC VII sebanyak 38 kasus sedangkan yang tidak sesuai dengan JNC VII sebanyak 6 kasus. Antagonis reseptor angiotensin II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
dan ACE inhibitor merupakan terapi yang direkomendasikan oleh JNC VII untuk pasien hipertensi dengan penyakit ginjal karena dapat melindungi ginjal. Namun pada pasien dengan penyakit ginjal penggunaan beta-bloker tidak dianjurkan. karena dapat memperburuk penyakit ginjal. Pada penelitian ini terdapat satu pasien yang mengalami penyakit ginjal, sehingga pemberian beta-bloker tidak dianjurkan untuk pasien tersebut. Angiotensin converting Enzyme inhibitor atau antagonis reseptor angiotensin II merupakan first line bagi pasien hipertensi dengan diabetes melitus. Kedua obat ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga kadar gula dalam darah menurun. Diuretik, beta-bloker dan antagonis kalsium juga bisa digunakan dalam terapi hipertensi dengan diabetes melitus (Saseen dan Carter, 2005). Pasien dengan penyakit stroke mendapat terapi antihipertensi antagonis kalsium. Menurut JNC VII sebaiknya pasien dengan penyakit stroke mendapat obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan diuretik. Pada penelitian ini terdapat 2 pasien hipertensi dengan penyakit jantung mendapat terapi antagonis kalsium. Pasien hipertensi dengan penyakit jantung sebaiknya tidak mendapat terapi antihipertensi antagonis Ca karena dapat memperparah penyakit jantung tersebut. 3.
Cara Pemberian Dari data tabel XII dapat diketahui bahwa prosentase terbesar cara
pemberian obat antihipertensi pada geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005 yaitu pemberian obat antihipertensi dengan cara peroral sebanyak 120 kasus (90,9%), sedangkan pemberian secara injeksi sebanyak 12 kasus (9,1%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
Tabel XII. Prosentase Cara Pemberian Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 No
Cara Pemberian
Jumlah
Persentasi (%)
1
Oral
120
90,9
12 132
9,1 100
2
Injeksi Total
Cara pemberian injeksi sedikit digunakan karena lebih mahal, nyeri, dan pengunaannya harus dilakukan oleh tenaga medis, serta obat yang telah disuntikkan tidak dapat ditarik kembali. Menurut Benowitz (2001), obat antihipertensi yang diberikan secara injeksi berguna untuk mempercepat penurunan tekanan darah, sedangkan penggunaan obat antihipertensi peroral berguna untuk mengontrol tekanan darah secara bertahap. Pemberian secara oral banyak digunakan karena perawatan hipertensi membutuhkan jangka waktu yang panjang sehingga membutuhkan cara pemberian yang mudah dilakukan, paling aman dan murah, serta efek samping yang relatif lebih ringan. Menurut Bustami (2001), pemberian terapi secara oral pada pasien lanjut usia harus memperhatikan bahwa pasien lanjut usia seringkali sulit menelan tablet yang besar. Sebaliknya juga pasien yang penglihatannya sudah berkurang atau tangannya kaku sulit memegang tablet berukuran kecil. C. Evaluasi Interaksi Antihipertensi Untuk melihat interaksi obat dilakukan dengan cara membandingkan dengan literatur yaitu Drugs Interaction, Stockley (1994) dan Informatorium Obat Nasional Indonesia, Anonim (2000), Drug Interaction Facts, Tatro (2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
1.
Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lain Tabel XIII. Distribusi Interaksi Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan Obat Antihipertensi Lainnya Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005
No
Golongan
Golongan
Interaksi
Jenis Interaksi
Jumlah kasus
Persentasi (%)
1
Diuretik
ACE inhibitor
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
15
25,9
2
Diuretik
Antihipertensi bekerja sentral
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
5
8,6
3
Diuretik
Beta-bloker
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
1
1,7
4
Diuretik
Antagonis Ca
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
7
12,1
5
Diuretik
Antagonis reseptor angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
5
8,6
6
ACE inhibitor
Antihipertensi bekerja sentral
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
5
8,6
7
ACE inhibitor
Antagonis Ca
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
5
8,6
8
ACE inhibitor
Antagonis reseptor angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
2
3,5
Beta-bloker
Meningkatkan resiko hipertensi
Farmakodinamik
1
1,7
Antihipertensi bekerja di sentral Antihipertensi bekerja di sentral Antihipertensi bekerja di sentral
Antagonis Ca
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
3
5,2
Antagonis reseptor angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
2
3,5
12
Beta-bloker
Antagonis Ca
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
1
1,7
13
Beta-bloker
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
2
3,5
14
Antagonis Ca
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik
4
6,9
58
100
9 10 11
Antagonis reseptor angiotensin II Antagonis reseptor angiotensin II Total
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Tabel XIV. Distribusi Interaksi Jenis Obat Antihipertensi dengan Jenis Obat Antihipertensi Lainnya Di Instalasi RSPR Tahun 2005 No
Jenis Obat Antihipertensi
Jenis Obat Antihipertensi
Jenis Interaksi
Jumlah Kasus
Persentasi (%)
1
furosemid
Kaptopril
farmakodinamik
9
15,5
2
furosemid
klonidin
farmakodinamik
5
8,6
3
furosemid
valsartan
farmakodinamik
2
3,5
4
furosemid
losartan
farmakodinamik
3
5,2
5
furosemid
perindopril
farmakodinamik
1
1,7
6
furosemid
ramipril
farmakodinamik
3
5,2
7
furosemid
amlodipin
farmakodinamik
2
3,5
8
furosemid
nifedipin
farmakodinamik
3
5,2
9
furosemid indapamid
karvediol
farmakodinamik
1
1,7
10
imidapril
farmakodinamik
2
3,5
11
indapamid
amlodipin
farmakodinamik
2
3,5
12
kaptopril
nifedipin
farmakodinamik
1
1,7
13
kaptopril
valsartan
farmakodinamik
2
3,5
14
kaptopril
klonidin
farmakodinamik
4
6,9
15
ramipril
nifedipin
farmakodinamik
2
3,5
16
ramipril
klonidin
farmakodinamik
1
1,7
17
imidapril
amlodipin
farmakodinamik
1
1,7
18
imidapril
nifedipin
farmakodinamik
1
1,7
19
amlodipin
karvediol
farmakodinamik
1
1,7
20
amlodipin
klonidin
farmakodinamik
1
1,7
21
amlodipin
valsartan
farmakodinamik
4
6,9
22
klonidin
nifedipin
farmakodinamik
2
3,5
23
klonidin
valsartan
farmakodinamik
1
1,7
24
klonidin
losartan
farmakodinamik
1
1,7
25
klonidin
karvediol
farmakodinamik
1
1,7
26
valsartan
karvediol
farmakodinamik
2
3,5
58
100
Total
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Dalam terapi hipertensi, dokter dengan pertimbangan tertentu akan memberikan satu atau lebih obat antihipertensi pada pasien lansia. Pemberian antihipertensi lebih dari satu dapat menimbulkan interaksi obat. Dalam penelitian ini potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain terjadi pada 58 pasien atau sebesar 71,6% dari total 81 pasien hipertensi geriatri. a. diuretik dan ACE inhibitor Data tabel XIII menunjukkan bahwa kombinasi diuretik dan ACE inhibitor paling banyak digunakan yaitu sebesar 25,9%. Interaksi jenis obat antihipertensi yang banyak terjadi dalam golongan ini adalah interaksi furosemid dan kaptopril sebanyak 9 kasus (15,5%). Menurut Stockley (1994) kombinasi ini efektif dalam menurunkan tekanan darah karena mempunyai efek sinergis tetapi dapat menyebabkan hipokalemia karena penggunaan furosemid dan menyebabkan meningkatnya efek hipotensif (bisa ekstrim). Secara teoritis kombinasi ini mempunyai onset tertunda dimana efek klinis dari interaksi obat timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu setelah pemberian. Tingkat keparahan interaksi ini bersifat minor yaitu efek yang timbul biasanya ringan atau tidak timbul dan tidak dibutuhkan terapi tambahan. Tingkat kepercayaan dikategorikan suspected yaitu efek interaksi mungkin terjadi, tetapi butuh penelitian lebih lanjut (Tatro, 2001). Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dilakukan penyesuaian dosis dengan pemberian dosis pertama harus diberikan dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan atau dengan mengurangi dosis diuretik atau bahkan menghentikan pemberian diuretik (Stockley, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
b. diuretik dan antihipertensi bekerja di sentral Pada penelitian ini interaksi jenis obat antihipertensi yang banyak terjadi dalam golongan ini adalah interaksi furosemid dan klonidin sebanyak 5 kasus (8,6%). Kombinasi ini dapat meningkatkan efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000). Kombinasi antihipertensi bekerja di sentral dengan tiazid dianjurkan untuk memperkuat efeknya tetapi sebaiknya dosis diturunkan untuk mengurangi efek samping (Tjay dan Rahardjo, 2002). c. diuretik dan beta-bloker Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada furosemid dan karvedilol sebanyak 1,7%. Interaksi ini dapat meningkatkan efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000). d. diuretik dan antagonis Ca Dalam penelitian ini, interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini banyak terjadi pada furosemid dan nifedipin sebesar 5,2%. Kombinasi ini memberikan efek yang merugikan karena antagonis kalsium hanya memberikan penambahan efek yang kecil bila digunakan bersama diuretik (Anonim, 2000). e. diuretik dan antagonis reseptor angiotensin II Pada penelitian ini interaksi jenis obat antihipertensi yang banyak terjadi dalam golongan ini adalah interaksi furosemid dan losartan sebesar 5,2%. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat meningkatkan efek hipotensif (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
f. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antihipertensi bekerja di sentral Pada penelitian ini interaksi jenis obat antihipertensi yang banyak terjadi adalah interaksi kaptopril dan klonidin sebanyak 4 kasus (8,6%). Kombinasi ini menyebabkan efektivitas kaptopril akan tertunda dan efek hipotensif timbul secara berlebihan. Penatalaksanaan interaksi ini dengan cara menurunkan dosis kaptopril (Stockley, 1994). Keadaan ini sesuai Setiawati dan Bustami (1995) yang menyatakan bahwa Pemberian ACE inhibitor bersama klonidin sebaiknya dihindari
karena
dapat
menimbulkan
efek
hipotensif
yang
berat
dan
berkepanjangan. g. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antagonis Ca Interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada ramipril dan nifedipin sebanyak 2 kasus (3,5%). Kombinasi ini memberikan efek yang baik karena dapat meningkatkan efek hipotensif (Anonim, 2000). h. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin II Interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada kaptopril dan valsartan sebesar 3,5 %. Kombinasi ini menyebabkan meningkatnya efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000). i. antihipertensi bekerja di sentral dan beta-bloker Pada penelitian ini interaksi antar jenis obat antihipertensi terjadi pada klonidin dan karvedilol sebesar 1,7%. Interaksi ini juga menyebabkan meningkatnya tekanan darah secara drastis saat penggunaan klonidin dihentikan. Oleh karena itu, terapi dengan beta-bloker perlu dihentikan sebelum menggunakan klonidin (Stockley, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
j. antihipertensi bekerja di sentral dan antagonis reseptor angiotensin II Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000). Prosentase interaksi antihipertensi bekerja di sentral dan antagonis reseptor angiotensin II dalam penelitian ini sebesar 3,5%. k. antihipertensi bekerja di sentral dan antagonis Ca Interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada klonidin dan nifedipin sebesar 3,5%. Menurut Stockley (1994), bila digunakan secara bersamaan menyebabkan efek hipotensif. Pada penggunaan klonidin yang perlu diperhatikan adalah penghentian secara tiba-tiba yang dapat mengakibatkan krisis hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah secara drastis. Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan cara monitoring efek hipotensif yang mungkin terjadi. l. beta-bloker dan antagonis Ca Kombinasi beta-bloker dengan antagonis Ca aman dan bermanfaat untuk terapi hipertensi. Bila dikombinasi dengan nifedipin, diltiazem aman tetapi perlu diperhatikan untuk pasien dengan gagal jantung kemungkinan menjadi lebih parah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring efek hipotensif yang mungkin terjadi (Stockley, 1994). Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada amlodipin dan karvedilol sebesar 1,7%. m. beta-bloker dan antagonis reseptor angiotensin II Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif. Tujuan pemberian obat antihipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah kembali ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
normal, maka kombinasi obat ini menghasilkan interaksi yang menguntungkan (Anonim, 2000). Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi valsartan dan karvedilol sebanyak 2 kasus (3,5%). n. antagonis kalsium dan antagonis reseptor angiotensin II Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini banyak terjadi pada amlodipin dan valsartan sebanyak 4 kasus (6,9%). Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000). 2.
Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain Pasien lanjut usia sering menerima bermacam-macam obat untuk penyakit
dan gejala yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan bertambahnya resiko interaksi obat antihipertensi dengan obat lain. Potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain terjadi pada 21 pasien (25,9%). Tabel XV. Distribusi interaksi Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan Obat Lain di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 No
Obat Antihipertensi
1
ACE inhibitor
2 3
Loop diuretik Beta-bloker
Obat Lain
Jenis Interaksi
Antidiabetik
Farmakodinamik
3
14,3
Antasida
Farmakokinetik
6
28,6
NSAIDs
Farmakodinamik
4
19,1
Alupurinol
Farmakodinamik
4
19,1
NSAIDs
Farmakodinamik
1
4,8
Kolestiramin
Farmakokinetik
1
4,8
Antasida
Farmakokinetika
1
4,8
NSAIDs
Farmakodinamik
1
4,8
21
100
Total
Jumlah Persentasi Kasus (%)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Tabel XVI. Distribusi Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain Berdasarkan Significance Rating dan Konsekuensi Klinis di Insatalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 *) Significance Rating Obat Antihipertensi
Obat Lain
Konsekuensi Klinis Onset
Tingkat keparahan
Tingkat kepercayaan
-
-
-
Antasida
cepat
minor
possible
NSAIDs
-
-
-
berkurangnya efektivitas kaptopril
Alupurinol
cepat
mayor
possible
NSAIDs
cepat
minor
probable
reaksi hipersensitivitas efektivitas frusemid akan berkurang
Kolestiramin
cepat
moderat
suspected
Absorbsi frusemid berkurang
Antasida
-
-
-
absorbsi β-bloker berkurang
NSAIDs
tertunda
moderat
Probable
efek beta-bloker berkurang
Antidiabetik ACE inhibitor
Loop diuretik
Beta-bloker
peningkatan efek hipoglikemik antasida akan mengurangi absorpsi kaptopril
Keterangan: tanda - = tidak tercantum dalam literatur Tatro, 2001. a. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antidiabetik Mekanisme interaksi ini belum diketahui dan hanya terjadi pada sedikit orang saja. Ada pendapat yang menyebutkan kombinasi ini menyebabkan peningkatan efek hipoglikemik karena peningkatan pemakaian glukosa dan meningkatnya sensitivitas insulin. Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan cara monitoring penggunaan (Stockley, 1994). Persentasi interaksi angiotensin converting enzyme inhibitor dan antidiabetik dalam penelitian ini sebanyak 3 kasus (14,3%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
b. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antasida Antasida dapat mengurangi absorbsi kaptopril di gastrointestinal sehingga mengurangi efektivitas kaptopril sebagai antihipertensi. Secara teoritis kombinasi ini mempunyai onset cepat dimana efek klinis muncul dalam waktu 24 jam setelah pemberian dan memiliki tingkat keparahan tergolong minor yaitu efek yang timbul biasanya ringan atau tidak timbul dan tidak dibutuhkan terapi tambahan. Kombinasi ini juga mempunyai tingkat kepercayaan interaksi possible, dimana efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data yang ada sangat terbatas. Untuk menghindari efek samping sebaiknya pemberian antasida 1-2 jam setelah pemberian kaptopril (Tatro, 2001). Persentasi interaksi angiotensin converting enzyme inhibitor dan antasida pada penelitian ini sebanyak 6 kasus (28,6%). c. angiotensin converting enzyme inhibitor dan NSAIDs Kombinasi ini menyebabkan berkurangnya efektivitas kaptopril. Bila digunakan bersama-sama maka akan menghambat sintesis prostalglandin sehingga efektivitas kaptopril sebagai antihipertensi berkurang. Untuk menghindari efek samping ini, sebaiknya dosis kaptopril ditingkatkan dan monitoring tekanan darah (Stockley, 1994). Dari hasil penelitian, interaksi angiotensin converting enzyme inhibitor dan NSAIDs sebanyak 4 kasus (19,1%). d. angiotensin converting enzyme inhibitor dan alupurinol Mekanisme interaksi ini belum diketahui. Kemungkinan kombinasi ini dapat menyebabkan meningkatnya reaksi hipersensitivitas. Alupurinol dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas, sehingga bila diberikan bersama kaptopril
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
yang bersifat dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas maka menyebabkan reaksi sensitivitas berat (Tatro, 2001). Secara teoritis onset yang ditimbulkan interaksi ini adalah onset tertunda, dimana efek klinis dari interaksi obat yang timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu setelah pemberian. Pemberian kombinasi ini sebaiknya hati-hati karena mempunyai tingkat keparahan mayor yang dapat membahayakan jiwa pasien atau dapat menyebabkan kerusakan permanen. Tingkat kepercayaan interaksi ini bersifat possible yaitu efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data yang ada sangat terbatas. Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan cara monitoring penggunaan atau dengan memberi terapi hipersensitivitas (Stockley, 1994). Pada penelitian interaksi angiotensin converting enzyme inhibitor dan alupurinol sebanyak 4 kasus (19,1%). e. loop diuretik dan NSAIDs Dengan adanya NSAIDs akan menghambat sintesis prostaglandin renal, sehingga tekanan darah renal akan meningkat. Akibatnya efektivitas furosemid akan berkurang (Stockley, 1994). Secara teoritis onset yang ditimbulkan interaksi ini adalah onset cepat, dimana efek klinis muncul dalam waktu 24 jam setelah pemberian. Efek klinis dari interaksi ini bersifat minor yaitu efek yang timbul biasanya ringan atau tidak timbul dan tidak dibutuhkan terapi tambahan. Kombinasi ini juga mempunyai tingkat kepercayaan probable yaitu interaksi yang timbul sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti secara klinis (Tatro, 2001). Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan cara monitoring penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
dan bila perlu dosis furosemid ditingkatkan (Stockley, 1994). Persentasi interaksi loop diuretik dan NSAIDs dalam penelitian ini sebanyak 1 kasus (4,8%). f. loop diuretik dan kolestiramin Kombinasi
ini
menyebabkan
absorbsi
furosemid
berkurang.
Kolesterotiramin merupakan resin penukar ion yang dapat mengikat furosemid dalam usus sehingga menyebabkan efek furosemid berkurang (Stockley, 1994). Secara teoritis onset yang ditimbulkan interaksi ini adalah onset cepat dan mempunyai tingkat keparahan moderat, dimana efek yang timbul menyebabkan memperburuk kesehatan pasien. Tingkat kepercayaan interaksi ini dikategorikan suspected yaitu efek dari interaksi ini mungkin terjadi, tetapi butuh penelitian lebih lanjut (Tatro, 2001). Untuk menghindari efek samping ini sebaiknya furosemid diberikan 2-3 jam sebelum pemberian kolestiramin (Stockley, 1994). Dari hasil penelitian, interaksi loop diuretik dan kolestiramin sebanyak 1 kasus (4,8%). g. beta bloker dan antasida Mekanisme interaksi ini belum pasti, akan tetapi ada pendapat yang mengatakan kemungkinan berhubungan dengan tertundanya pengosongan lambung yang disebabkan oleh antasida, akibatnya absorbsi beta-bloker berkurang. Penatalaksanaan interaksi ini perlu dilakukan penyesuaian dosis (Stockley, 1994). Dari hasil penelitian, sebanyak 1 kasus (4,8%).
interaksi
beta-bloker dan antasida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
h. beta bloker dan NSAIDs Kombinasi ini menyebabkan efek beta-bloker berkurang. Mekanisme interaksi ini adalah NSAIDs akan menghambat sintesis prostaglandin ginjal sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah. Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan dosis frusemid dan monitoring tekanan darah (Stockley, 1994). Secara teoritis kombinasi ini mempunyai onset tertunda dimana efek klinis dari interaksi obat timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu setelah pemberian. Interaksi ini juga mempunyai tingkat keparahan moderat sehingga mungkin dibutuhkan rawat inap di rumah sakit atau terapi tambahan. Tingkat kepercayaan interaksi ini dikategorikan probable jika efek dari interaksi sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti secara klinis (Tatro, 2001). Persentasi interaksi beta-bloker dan NSAIDs dalam penelitian ini sebanyak 1 kasus (4,8%). D. Rangkuman Pembahasan Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman profil peresepan dan evaluasi interaksi antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non analitik. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pengambilan data dan tahap penyelesaian data. Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medik atau kartu permintaan obat pasien geriatri Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bila ditinjau dari karakteristik pasien, jenis kelamin pasien hipertensi geriatri yang paling banyak adalah wanita sebesar 61,7% sedangkan pasien pria sebesar 38,3%. Kelompok umur yang paling banyak terjadi hipertensi adalah kelompok umur 65 - ≤75 tahun yaitu sebesar 66,7%. Menurut JNC VII klasifikasi hipertensi yang paling banyak terjadi adalah hipertensi tingkat 2 yaitu sebesar 67,9%, sedangkan hipertensi tingkat 1 sebanyak 24,7% dan prehipertensi sebesar 7,4%. Dilihat dari penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien hipertensi geriatri adalah stroke sebesar 41,8%. Prosentase menginap terbanyak yakni 7 hari (14,8%). Dilihat dari profil peresepan, golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan oleh pasien geriatri adalah ACE inhibitor sebesar 28,5%. Golongan dan jenis obat non antihipertensi yang banyak digunakan adalah obat untuk penyakit reumatik dan gout sebesar 18,2%. Jumlah obat antihipertensi yang banyak digunakan yaitu tunggal sebesar 55,5%, kombinasi dua obat sebesar 30,9%, sedangkan kombinasi tiga obat sebesar 13,6%. Kesesuaian pemilihan antihipertensi berdasarkan penyakit penyulit yang sesuai dengan JNC VII sebanyak 38 kasus, sedangkan yang tidak sesuai sebanyak 6 kasus. Cara pemberian obat secara oral sebesar 90,9%, sedangkan injeksi sebesar 9,1%. Evaluasi
interaksi
obat
antihipertensi
yang
terjadi
antara
obat
antihipertensi dengan antihipertensi lain yang paling sering terjadi adalah interaksi diuretik dan ACE inhibitor yaitu sebesar 25,9%. Interaksi obat antihipertensi dengan obat lain yang paling banyak terjadi yaitu ACE Inhibitor dan antasida sebesar 28,6%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal-hal sebagai berikut ini. 1. Karakteristik pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi jenis kelamin pasien hipertensi geriatri yang paling banyak adalah wanita sebesar 61,7%. Kelompok umur yang paling banyak terjadi hipertensi adalah kelompok umur 65-≤75 tahun sebanyak 54 kasus (66,7%). Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII yang paling banyak adalah pasien hipertensi tingkat 2 sebanyak 55 kasus (67,9%) sedangkan penyakit penyerta yang banyak diderita pasien adalah stroke sebanyak 23 kasus (28,4%) sedangkan rata-rata pasien menginap selama 9 hari. 2. Profil peresepan antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan oleh pasien geriatri adalah ACE inhibitor sebesar 28,5%. Golongan obat non antihipertensi yang banyak digunakan adalah obat untuk penyakit reumatik dan gout sebesar 18,2%. Jumlah obat antihipertensi yang banyak digunakan yaitu tunggal sebanyak 45 kasus (55,5%). Kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII sebanyak 38 kasus. Cara pemberian obat yang banyak digunakan adalah secara oral sebanyak 120 kasus (90,9%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
3. Evaluasi interaksi obat antihipertensi yang terjadi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi interaksi yang paling sering terjadi adalah interaksi diuretik dan ACE inhibitor sebanyak 15 kasus (25,9%) yang memiliki onset tertunda dan tingkat keparahan interaksi bersifat minor. Interaksi obat antihipertensi dengan obat lain yang paling banyak terjadi yaitu ACE Inhibitor dan antasida sebanyak 6 kasus (28,6%) dengan onset cepat dan tingkat keparahan bersifat minor.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberi saran sebagai berikut ini. 1. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai drug related problem dan melihat kondisi subyek secara keseluruhan seperti data laboratorium. 2. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai evaluasi interaksi obat antihipertensi secara prospektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1998, Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit Panti Rapih, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, hal 47-74, 83-90, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2001, Pengendalian Hipertensi: Laporan Komisi Pakar WHO, diterjemahkan oleh Kosasih, P., ITB, Bandung. Benowitz, N.L., 2001, Obat Antihipertensi, dalam Sjabana, D., Rahardjo., Sastrowardoyo, W., Hamzah., dkk, (Editor), Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VIII, 276-304, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Bustami, Z.S., 2001, Obat Untuk Kaum Lansia, edisi kedua, hal 1-19, ITB, Bandung. Chobanian, A. V., Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., Green, L. A., and Joseph, L. I., 2003, The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, The JNC 7 Report, http//www.jama-amaassn.org/cgi/content/full/289.19.2560v1, diakses 20 Februari 2006 Graham-Clarke, E. M. and Hebron, B. S., 1999, Hipertension. in: Clinical Pharmacy and Therapeutic, 247-258, Harcourt Publisher, London. Darmojo, B., 2004, Teori Proses Menua, dalam Darmojo, B., Martono, H., (Editor), Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Edisi III, hal 312, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Fradgley, S., 2003, Interaksi Obat dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A., (Editor), Farmasi Klinis, Edisi VIII, 119-130, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Greene, R. J., Hariss, N. D., 1999, Phatology and Theraupetic for Pharmacist A Basic for Clinic Pharmacy Practice, Second Edition, 93-115, The Pharmaceutical Press, London. Harvey, P. A. and Woodward, M. C., 2001, Management of Hypertension in Older People, Geriatric Therapeutics, Aged Care Servis Austin and Repatriation Medical Centre, Victoria. Katzung, B. G., 2004, Aspek Khusus Farmakologi Geriatrik dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi IV, 487-500, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Kiongdo, G., 1996, Penatalaksana Hipertensi Ringan Menurut Rekomendasi WHO/ISH, 1993, dalam Medika, no.12, tahun XXII, 726, Penerbit PT Grafiti Medika Press, Jakarta. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2003, Drug Information Handbook, Ninth edition, Lexi Comp Inc, Canada, 85-86, 231-233, 246-248, 631-632, 1000-1002. Lidya, T., 2005, Profil Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien Lanjut Usia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Tahun 2002, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Martono, H., 2004, Aspek Fisiologik dan Patologik Akibat Proses Menua, dalam Darmojo, B., Martono, H., (Editor), Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Edisi III, hal 56-60, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Massie, M. D., 2002, Sistemic Hypertension, In Tierney, L. M., Mcphee, S.J., Papodakis,M.A., Current Medical Diagnosis And Treatment (CMDT), 43th edition, Lange Medical Books, MC Graw- Hill, hal 465-481. Mycek, M.J, Harvey, R.A., Champe, P.C., dan Fisher, B.D., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, diterjemahkan oleh Azwar Agoes, edisi II, Widya Medika, Jakarta, 181-193. Nagle, B.A., and Erwin, W.G., 1997, Geriatric, in DiPiro, J.T.,et al. (eds), Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach, 93-96, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut. Neutel, J.M., 2002, The Use of Combination Drug Therapy in The Treatment of Hypertension, www.medscape.com/viewarticle/436706, diakses 21 September 2006. Phillip,
2005, Menopouse Women and Hypertension, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?itool=abstractplus&db=pu bmed&cmd=Retrieve&dopt=abstractplus&list_uids=1274949, diakses tgl 21 januari 2007.
Prastowo, P. C., 1995, Penggunaan Obat Secara Rasional, Warta ISFI Jawa Tengah, Edisi 13, 31-36. Prasetyo, 2005, Profil Peresepan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Ianap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
Prest, M., 2003, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia, dalam Aslam, M., Tan,C.K., Prayitno, A., (Editor), Farmasi Klinis, Edisi VIII, 119-130, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Rahardjo, P. J., 2001, Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi, Simposium on Practical Aspect of Hypertension, Sub bagian Ginjal dan Hipertensi, Bagian IPD, 31-36, FKUI, Jakarta. Santoso, M., 2006, Gambaran Pola Komplikasi Penderita HTN yang Dirawat di RSUD Koja tahun 2004-2006, Cermin Dunia Kedokteran, No 150 Saseen, J.J., Carter, B.L., 2005, Hypertension, in DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.c., Matzke, G.r., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, 185-214, Appleton and Lange, USA. Setiawati, A. dan Bustami, Z. S., 1995, Antihipertensi, dalam Ganiswara, S. G. (Editor), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 315-342. Siburian, 2004, Perhatian Khusus Bagi Lansia Penderita Hipertensi http://www.gizi.net/cgi bin/berita/fullnews.cgi?newsid1078805826,57204, diakses tgl 3 Januari 2007. Siregar, C., 2005, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Buku Kedokteran, Jakarta, Hal 90-92. Stockley, H.I., 1994, Drug Interactions, Black Well Science, USA, 1-11, 353, 357, 358, 362. Sumartono, W. R., Aryatami, K. N., 2003, Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah pada Usia 55 Tahun menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga, http//www.kalbefarma.com/files/cdk/files/05p, diakses 17 September 2005. Tatro, D. S., 2001, Drug Interaction Facts, 6 th edition, Facts and Comparison A Wolters Kluwer Company, hal 21, 45, 55, 237, 245, 451, 783-793, 102. Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan pertama, 781, Gramedia, Jakarta. Williams, H.G., 2001, Hipertensive Vascular Disease, dalam Isselbacher K.J. et al. (eds), Harrison, 15th edition, Principless of Internal Medicine, Vol 1, The McGraw-Hill Company, USA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1.
Umur, Jenis kelamin, Diagnosis Penyakit, Lama Inap, Golongan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri Berdasarkan Rekam Medis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
No
L/P
Umur
Komplikasi
Lama Inap
Kondisi TD
Klasifikasi hipertensi
Diuretika
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
L P P P P P L L P P P P L P P P P P P P L P P P L P P P P L P L
81 th 68 th 78 th 83 th 69 th 65 th 81 th 75 th 65 th 74 th 89 th 85 th 78 th 65 th 75 th 65 th 81 th 76 th 81 th 71 th 65 th 77 th 74 th 65 th 70 th 89 th 69 th 89 th 89 th 68 th 65 th 73 th
Stroke Stroke Stroke Dispepsia
7 hari 17 hari 7 hari 11 hari 6 hari 8 hari 10 hari 4 hari 6 hari 1 hari 13 hari 5 hari 2 hari 5 hari 9 hari 7 hari 11 hari 5 hari 3 hari 4 hari 9 hari 11 hari 11 hari 3 hari 6 hari 3 hari 11 hari 9 hari 8 hari 3 hari 5 hari 7 hari
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Prehipertensi Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Prehipertensi Tingkat 1 Tingkat 1 Tingkat 2 Prehipertensi Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Prehipertensi Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 2
√
Jantung Stroke jantung UTI Ginjal Vertigo Stroke Stroke Stroke Stroke Stroke hipoglikemia Dispepsia Vertigo
Penghambat ACE
Antihipertensi bekerja di sentral √ √
Pengeblok β
Antagonis kalsium
√
Antagonis reseptor angiostensin II √
√ √ √
√
√ √
√
√
√ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √
√
√ √ √
√ √ √
√
√ √ √ √ √ √
√ √
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
L P P P P P P L L P P P L L L L L P P P L L L P P P L L L L L L P L P
86 th 65 th 80 th 66 th 80 th 87 th 65 th 65 th 72 th 71 th 73 th 76 th 80 th 74 th 66 th 66 th 71 th 66 th 66 th 77 th 65 th 69 th 93 th 75 th 77 th 70 th 65 th 69 th 70 th 70 th 68 th 65 th 82 th 76 th 70 th
Stroke Vertigo Stroke Asma Diabetes Melitus Asma Dislipidemia Stroke Stroke Stroke Stroke Diabetes Melitus Hipoglikemia Ginjal kronik Stroke Stroke Hiperglikemia Stroke Stroke Ginjal diabetes Diabetes melitus Stroke Vertigo Vertigo Hiperglikemia
7 hari 6 hari 7 hari 2 hari 10 hari 8 hari 7 hari 3 hari 3 hari 21 hari 11 hari 5 hari 9 hari 9 hari 8 hari 3 hari 4 hari 2 hari 5 hari 30 hari 10 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7 hari 12 hari 11 hari 9 hari 19 hari 17 hari 4 hari 3 hari 5 hari 2 hari 17 hari
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 1 Prehipertensi Tingkat 2 Tingkat 2 Prehipertensi Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 2
√ √ √ √ √ √ √
√
√
√ √ √
√
√ √ √ √ √ √
√
√ √
√
√ √
√
√ √ √
√ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √ √
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
L P P L L P P L L L P P
73 th 80 th 70 th 75 th 65 th 73 th 72 th 65 th 65 th 91 th 74 th 70 th
80 81
P P
70 th 75 th
Dislipidemia Vertigo Stroke Jantung Ginjal Stroke Jantung Stroke Ginjal, diabetes melitus Diabetes Melitus -
7 hari 2 hari 6 hari 2 hari 21 hari 1 hari 20 hari 14 hari 7 hari 11 hari 6 hari 4 hari
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Tingkat 1 Tingkat 1 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 1 Tingkat 1
7 hari 2 hari
↓ ↓
Tingkat 2 Tingkat 1
√
√ √
√
√ √
√ √ √ √ √
√
√
√
√
√ √
√
√ √
√ √
√ √
Keterangan : L = laki-laki P = perempuan
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2. Data Umum Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 Pasien 1 No Reg
130610
TD masuk
220/110
TD keluar
130/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Amiodaron HCl
Cordaron
2x1
Oral
Dekstromertofan
Romilar
3x1
Oral
Aritmia supraventrikel dan ventrikel Antitusif
Klonidin
Catapres
3x1
Oral
Hipertensi
Furosemid
Lasik
1x1
IV
Hipertensi
Pasien 2 No reg
033403
TD masuk
220/95
TD keluar
130/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Losartan
Angioten
1x1
Oral
Hipertensi
Metformin HCl
Diabex
2x1
Oral
Antidiabetik
Klobazam
Frisium
3x½
Oral
Terapi epilepsi
Karvedilol
Dibloc
2x½
Oral
Hipertensi
Klonidin
Catapres
3x1
IV
Hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Tramadol HCl
Tramol
3x1
Oral
Nyeri klonik
Amlodipin
Tensivask
3x1
Oral
Hipertensi
Simvastatin
Simvastatin
1x1
Oral
Hiperlipidemia tipe IIa
Pirasetam
Pirasetam
3x1
Oral
Mioklonik kortikal
Pasien 3 No reg
131182
TD masuk
160/90
TD keluar
130/80
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 4 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
410440
190/120
120/60
Kaptopril
Kaptopril
4x1
Oral
Hipertensi
Enerbol
3x1
Oral
Susah berpikir
Amoksisilin
4x1
Oral
Antibiotik
Amoksilin
Pasien 5 No reg
TD masuk
471013
220/130
TD keluar
130/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Kaptopril
Kaptopril
3x1
Oral
Hipertensi
Klonidin
Catapres
3x1
Oral
Hipertensi
Amlodipin
Norvask
3x1
Oral
Hipertensi
Amoksisilin Metoklopramide
amoksisilin Primperan
3x1 1x1
Oral IV
Antibiotik Mual muntah
Pasien 6 No reg
470648
TD masuk
160/100
TD keluar
120/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Amlodipin
Norvask
1x1
Oral
Hipertensi
Simvastatin
Simvastatin
1x1
Oral
Hiperlipidemia tipe IIa
Isosorbitdinitrit
Cedocard
3x1
Oral
Angina
Frusemid
Lasik
1x1
IV
Hipertensi
Pasien 7 No reg
470242
TD masuk
200/120
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Co-desgorin mesilat
Ergotika
1x1
Oral
Migrain
Enziplek
3x1
Oral
Saluran cerna
Kaptopril
2x1
Oral
Hipertensi
160/100 Kaptopril
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 8 No reg
268051
TD masuk
269/150
TD keluar
130/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Tizanidin
Sirdalut
3x1
Oral
Pelemas otot rangka
Diazepam
Diazepam
3x1
Oral
Ansiolitik
Kaptopril
Kaptopril
2x1
Oral
Antihipertensi
Keteprofen
Pronalges
3x1
Oral
Nyeri dan gangguan otot
Diklofenak sodium
Voltaren
1x1
Oral
Radang dan reumatik
Ranitidin
Rantin
2x1
Oral
Ulkus lambung
Estazolam
Esilgan
1x1
Oral
Ansietas
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Klorzoksazon
Myonal
2x1
Oral
Spasme otot rangka
Voltaren
1x1
Oral
Merislon
3x1
Oral
Nyeri dan radang pada penyakit reumatik vertigo
Captopril
1x1
Oral
Antihipertensi
Simvastatin
Simvastatin
1x1
Oral
Hiperkolesterol primer
Siprofloksasin
Ciprofloksasin
2x1
Oral
Antibiotik
Ranitidin
Rantin
1 amp
IV
Ulkus lambung
Pankreatin
Primperan
1 amp
IV
Gangguan saluran cerna
Pasien 9 No reg
471708
TD masuk
130/90
TD keluar
120/80
Natrium diklofenak Betahistin hidroklorida Kaptopril
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 10 No reg
472695
TD masuk
150/100
TD keluar
110/70
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Kaptopril
Capoten
1x1
Oral
Hipertensi
Fenitoin
Phenytoin
2x1
Oral
Epilepsi
Ranitidin
Rantin
2x1
Oral
Tukak lambung
Pasien 11 No reg
249057
TD masuk
170/90
TD keluar
150/90
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Imidapril
Tanapres
1x1
Oral
Hipertensi
Nifedipin
Adalat oros
1x1
Oral
Antihipertensi
Furosemid
Lasix
1x½
Oral
Aspar. K
1x1
Oral
Cedocard
3x1
Oral
Edema karena gagal ginjal, hipertensi Suplemen kalsium untuk obat diuretika Pengobatan angina
Isosorbide dinitrat
Pasien 12 No reg
408220
TD masuk
180/80
TD keluar
130/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Betahistin hidroklorida Domperidon
Merislon
3x1
Oral
Vertigo
Vometa
3x1
Oral
Mual muntah
Fluvastatin
Lescol
3x1
Oral
Hiperkolesterolemia
Diltiazem hidroklorida Sefiksim
Herbeser
1x1
Oral
Angina, hipertensi
Starcef
2x1
Oral
Antibiotik
Alopurinal
Zylonic
1x1
Oral
Batu asam urat
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 13 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
160/90
130/70
CO- degokrin mesilat Karvedilol
Ergotika
1x1
Oral
Memperbaiki fungsi mental
Dibloc
1x1
Oral
Hipertensi
209786
Pasien 14 No reg
471868
TD masuk
190/110
TD keluar
160/100
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Valsartan
Blopres
1x1
Oral
Antihipertensi
Pirasetam
Neurotam
2x1
Oral
Sindrom invulsi pada geriatri
Amoksisilin
Amoxan
3x1
Oral
Antibiotik
Amlodipin besilat
Tensivask
1x1
Oral
Antihipertensi
Nicholin
2x1
IV
Kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Amaryl
1x1
Oral
Antidabetik
Pirasetam
Neurotam
4x1
Oral
Sindrom invulsi pada geriatri
Kaptopril
Capoten
3x1
Oral
Antihipertensi
Siprofloksasin
Ciprofloksasin
2x1
Oral
Antibiotik
Pasien 15 No reg
208143
TD masuk
180/110
TD keluar
160/100
Nama obat
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 16 No reg
472066
TD masuk
200/110
TD keluar
Nama obat Nikotinamid
Nama paten Bekombion F
Aturan pakai 3x1
Cara pakai Oral
Indikasi Sariawan, kerusakan parenkim
Kaptopril
Captopril
2x1
Oral
Hipertensi
Losartan
Angioten
1x1
Oral
Hipertensi
Aspar K
2x1
Oral
Frusemid
Lasix
1x½
Oral
Amoxisilin
Amoxilin
3x1
Oral
Suplemen kalsium untuk obat diuretika Edema karena gagal ginjal. hipertensi Antibiotik
Ranitidin
Rantin
2x1
IV
Ulkus lambung
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Ranitidin
Zantac Amaryl Zyloric
3x1 1x1 1x1
Oral Oral Oral
Tukak lambung Antidiabetes Profilaksis batu asam urat
Valsartan
Blopress Plavix
1x1 1x1
Oral Oral
Atorvastatin
Lipitor
1x1
Oral
Hipertensi Mengurangi keparahan aterosklerosis Hiperkolesterolemia
Kaptopril
Captopril Pletaal Detrusitol
2x1 1x1 2x1
Oral Oral Oral
Frusemid
Lasik
1x1
Oral
Ketosteril
3x1
Oral
140/100
Pasien 17 No reg
TD masuk
TD keluar
Alopurinol
396267
140/70
110/70
Hipertensi Gejala iskemia Mengurangi aktivitas kandung kemih Edema karena gagal ginjal, hipertensi Terapi infusiensi ginjal kronik
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 18 No reg
471953
TD masuk
160/80
TD keluar
120/70
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Aspar K
2x1
Oral
Nikotinamid
Bekombion F
3x1
Oral
Suplemen kalsium untuk obat diuretika Sariawan, kerusakan parenkim
Kaptopril
Captopril
2x1
Oral
Hipertensi
Siprofloksasin
Ciprofloksasin
2x1
Oral
Antbiotik
Alopurinol
Allupurinol
2x1
Oral
Profilaksis batu asam urat
Folavit
2x1
Oral
Suplemen
Bromheksin
Mucoheksin
3x1
Oral
Mukolitik
Frusemid
Lasix
1x1
IV
Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Nama obat Valsartan
Nama paten Blopres
Aturan pakai 1x1
Cara pakai Oral
Indikasi Antihipertensi
Sefaklor
Mediconcef
2x1
Oral
Antibiotik
Natrium diklofenak
Voltaren R
1x1
Oral
Nyeri dan radang pada reumatik
Gingkan
3x1
Oral
Gamgguan peredaran di otak
Pasien 19 No reg
471404
TD masuk
130/70
TD keluar
120/80
Pasien 20 No reg
204189
TD masuk
160/150
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Norvask
1x½
Oral
Hipertensi
Concor
1x½
Oral
Hipertensi
120/70
Amlodipin besilat Bisoprolol fumarat Alprazolam
Xanax
2x1
Oral
Ansietas
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Natrium diklofenak Linkomisin
Catalflan. D
3x1
Oral
Nyeri pada radang
Lincosin
3x1
Oral
Antibiotik
Dipiron
Cetalgin *
3x1
Oral
Sakit kepala
Pasien 21 No reg
234859
TD masuk
189/119
TD keluar
120/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Asetosal
farmasal
1x1
Oral
Demam
Aspar K
1x1
Oral
Isosorbide dinitrat Kaptopril
Cedocard
2X1
Oral
Suplemen kalsium untuk obat diuretika Pengobatan angina
Captopril
2x1
Oral
Hipertensi
Sefriakson
Cefriakson
2x1
Oral
Antibiotik
Frusemid
Lasix
2x1
IV
Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Pasien 22 No reg
470521
TD masuk
220/150
TD keluar
180/100
Nama obat Klonidin hidroklrida Diazepam Seftriakson Valsartan Frusemid
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Citaz Klonidin
2x1 2x1
Oral Oral
Gejala iskemik Hipertensi
Valium Enerbol Cefriakson Aprovel Lasik
1x1 3x1 1x1 1x1 3 x 1 amp
Oral Oral Oral Oral IV
Ansiolitik Glikotropikum Antibiotik Hipertensi Edema, hipertensi
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 23 No reg
230712
TD masuk
170/100
TD keluar
100/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Nimodipin
Nimotop
3x1
Oral
Gangguan neurologik
Asam traneksamat Klonidin hidroklorida
Kalnex
2x1
Oral
Antifibrinolitik
Klonidin
2x1
Oral
Hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Amlodipin
Tensivask
1x1
Oral
Antihipertensi
Valsartan
Aprovel
1x1
Oral
Hipertensi
Klobazam
Frizium
1x1
Oral
ansietas
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Cilostazol
Pletaal
1x1
Oral
Gejala iskemia
Amilodipin besilat
Tensivask
1x1
Oral
Antihipertensi
Nicholin
2x1
IV
Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Pasien 24 No reg
TD masuk
TD keluar
462914
130/70
120/80
Pasien 25 No reg
473182
TD masuk
192/125
TD keluar
150/80
Pasien 26 No reg
TD masuk
TD keluar
24871 2
140/90
120/70
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Imidapril
Tanapres
3x1
Oral
Hipertensi
Lysmin
3x1
Oral
Multivitamin
Enzyplek
3x1
Oral
Nutrisi saluran cerna
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 27 No reg
429713
TD masuk
174/106
TD keluar
150/90
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Simvastatin
Simvastatin
1x1
Oral
Hiperkolesterol primer
Citaz
2x1
Oral
Gejala iskemik
Klonidin
2x1
Oral
Hipertensi
Enerbol
3x1
Oral
Daya pikir menurun
CO- degokrin mesilat
Ergotika
1x1
Oral
Memperbaiki fungsi mental
Klonidin hidroklrida
Pasien 28 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
257052
210/90
130/80
Cilostazol
Citaz
2x1
Oral
Gejala iskemik
Klonidin hidroklrida
Klonidin
2x1
Oral
Hipertensi
Pasien 29 No reg
239415
TD masuk
160/90
TD keluar
140/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Kaptopril
Captopril
2x1
Oral
Hipertensi
Levofloksasin
Reskuin
1x1
Oral
Antibiotik
Bromheksin
Mukoheksin
3x1
Oral
Mukolitik
Ryzen
1x1
Oral
Alergi
Setirizin hidroklorida
Pasien 30 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
2x1
Oral
Hipertensi
14/70
130/70
Diltiazem hidroklorida
Herbeser
245190
Ubi Q
1x1
Oral
Antioksidan
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 31 No reg
TD masuk
TD keluar
428732
165/120
130/70
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Cedocard
1x1
Sublingual
angina
Dipiron
Cetalgin *
3x1
Oral
Sakit kepala
Imidapril
Tanapres
3x1
Oral
Hipertensi
Indapamid
Natrilik
1x1
Oral
Hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Dipiron
Cetalgin*
1x1
Oral
Sakit kepala
Nifedipin
Adalat
1x1
Oral
Hipertensi, angina
Sefriakson
Cefriakson
1x1
Oral
Antibiotik
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Karvedilol
Dibloc
1x1
Oral
Hipertensi
Sertralin
Zolaft
1x1
Oral
Depresi
Ramipril
Triatec
1x1
Oral
Hipertensi
Nicholin
2x1
IV
Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Losartan
Angioten
1x1
Oral
Hipertensi
Simvastatin
Simvastatin
1x1
Oral
Hiperkolesterol primer
Pasien 32 No reg
TD masuk
TD keluar
160329
160/90
120/70
Pasien 33 No reg
122126
TD masuk
180/100
TD kleuar
130/80
Pasien 34 No reg
TD masuk
TD keluar
040825
180/100
150/100
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 35 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
211/91
130/80
Clopidogrel
Plavix
1x1
Oral
Karvedilol
Dibloc
1x1
Oral
Mengurangi keparahan aterosklerosis Hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Nifedipin
Adalat oros
1x1
Oral
Antihipertensi
Levofloksasin
Reskuin
1x1
Oral
Antibiotik
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Pletaal
1x1
Oral
Gejala iskemia
Merislon
3x1
Oral
Vertigo
Starcef
2x1
Oral
Antibiotik
Celebex
2x1
Oral
Osteoatritis
Nifedipin
Adalat
3x1
Oral
Hipertensi, angina
Terbutalin sulfat Ranitidin
Bricasma
3x1
Oral
Asma bronkial
Zantac
2x1
Oral
Tukak lambung
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Clopidogrel
Plavix
1x1
Oral
Karvedilol
Dibloc
1x1
Oral
Mengurangi keparahan aterosklerosis Hipertensi
Ramipril
Triatec
1x1
Oral
Hipertensi
474764
Pasien 36 No reg
TD masuk
TD keluar
475446
220/150
140/80
Pasien 37 No reg
453791
TD masuk
145/90
TD keluar
130/90
Betahistin hidroklorida Sefiksim
Pasien 38 No reg
336829
TD masuk
180/90
TD keluar
150//80
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sefriakson
Cefriakson
2x1
IV
Antibiotik
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Losartan
Angioten
1x1
Oral
Hipertensi
Levofloksasin
Reskuin
1x1
Oral
Antibiotik
Aspar K
2x1
Oral
Lasix
1x1
IV
Ultravita
1x1
Oral
Suplemen kalsium untuk obat diuretika Edema karena gagal ginjal hipertensi Pengobatan defisiensi vitamin
Klonidin hidroklorida
Catapres
3x1
Oral
Hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Bromheksin
Mukoheksin
3x1
Oral
Mukolitik
Kaptopril
Capoten
2x1
Oral
hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Valsartan
Aprovel
1x1
Oral
Hipertensi
Diazepam
Diazepam
1x1
Oral
ansietas
Atorvastatin
Lipitor
3x1
Oral
Hiperkolesterolemia primer
OBH
3x1
Oral
Pengeluaran dahak
Kalnex
3x1
Oral
Fibrinolisis lokal
Pasien 39 No reg
475431
TD masuk
208/144
TD keluar
150/70
Frusemid
Pasien 40 No reg
TD masuk
TD keluar
475461
140/100
120/80
Pasien 41 No reg
268484
TD masuk
180/90
TD keluar
140/80
Asam traneksamat
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 42 No reg
427118
TD masuk
130/80
TD keluar
120/80
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Cedocard
3x1
Oral
Angina
Ubi Q
1x1
Oral
Antioksidan
Levofloksasin
Reskuin
1x1
Oral
Antibiotik
Amlodipin besilat Ranitidin
Norvask
1x1
Oral
Hipertensi
Zantac
2x1
IV
Tukak lambung
Nama obat Klonidin hidroklrida Nifedipin
Nama paten Clonidin
Aturan pakai 3x½
Cara pakai Oral
Adalat
1x1
Oral
Hipertensi, angina
Estazolam
Esilgan
1x1
Oral
Ansietas
Frusemid
Lasik
1x½
Oral
Edema karena gagal ginjal, hipetrensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Valsartan
Diovan
1x1
Oral
Hipertensi
Alprazolam
Xanax
1x1
Oral
Ansietas
Amilodipin besilat
Tensivask
1x1
Oral
Hipertensi, angina
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Nikotinamid
Bekombion F
3x1
Oral
Sariawan, kerusakan parenkim
Pasien 43 No reg
TD masuk
TD keluar
006229
190/120
140/90
Indikasi Hipertensi
Pasien 44 No reg
323423
TD masuk
190/90
TD keluar
170/100
Pasien 45 No reg
TD masuk
TD keluar
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Estazolam
Esilgan
1x1
Oral
Ansietas
Parasetamol
Parasetamol
3x1
Oral
Antipiretik
Alopurinol
Allupurinol
1x1
Oral
Profilaksis batu asam urat
Amilodipin besilat
Norvask
1x1
Oral
Hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Valsartan
Blopres
1x1
Oral
Hipertensi
Pasien 46 No reg
478504
TD masuk
220/100
TD keluar
130/70
Amilodipin besilat Siprofloksasin
Cedocard Norvask
3x1 1x1
Oral Oral
Angina Hipertensi
Ciprofloksasin
2x1
Oral
Antibiotik
Nimodipin
Nimotop
3x1
Oral
Gangguan neurologik iskemik
Ranitidin
Rantin
2x1
IV
Ulkus lambung
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Amilodipin besilat
Norvask
1x1
Oral
Hipertensi
Indapamid
Natrilix
1x1
Oral
Hipertensi
Clopidogrel
Plavix
1x1
Oral
Asetosal
Faramasal
1x1
Oral
Mengurangi keparahan aterosklerosis Nyeri ringan
Imidapril
Tanapres
1x1
Oral
Hipertensi
Pasien 47 No reg
478870
TD masuk
160/100
TD keluar
150/90
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 48 No reg
479209
TD masuk
230/120
TD keluar
160/90
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Cilostazol
Citaz
3x1
Oral
Gejala iskemik
Sefriakson
Cefriakson
2x1
Oral
Antibiotik
Ramipril
Triatec
1x1
Oral
Hipertensi
Klonidin hidroklorida Ranitidin
Catapres
2x1
Oral
Hipertensi
Rantin
2x1
IV
Ulkus lambung
Pasien 49 No reg
245378
TD masuk
170/90
TD keluar
160/90
Nama obat
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Amilodipin besilat
Nama paten Tensivask
1x1
Oral
Hipertensi, angina
valsartan
Blopress
1x1
Oral
Hipertensi
Diklofenak sodium
Voltaren
1x1
IM
Radang dan reumatik
Pasien 50 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
1x1
Oral
Hipertensi, angina
170/100
130/90
Bisoprolol fumarat Diazepam
Concor
479454
Diazepam
1x1
Oral
Ansietas
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Konidin hidroklorida Betahistin hidroklorida Aminopilin
Klonidin
2x1
Oral
Hipertensi
Mertigo
3x1
Oral
Vertigo
Aminopilin*
3x1
Oral
Obstruksi jalan nafas, asma akut berat
Pasien 51 No reg
TD masuk
TD keluar
453678 150/100
189750
180/100
160/100
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kaptopril
Kaptopril*
2x1
Oral
Hipertensi ringan
Ultravita
2x1
Oral
Plantacid
3x1
Oral
Tukak lambung
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Pletaal
1x1
Oral
Gejala iskemia
Encepabol F
1x1
Oral
Daya pikr menurun
Ketokonazol
Mycoral
1x1
Oral
Anti jamur
Kaptopril
Capoten
2x1
Oral
Hipertensi
Nifedipin
Adalat Oros
1x1
Oral
Hipertensi, angina
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Imidapril
Tanapres
1x1
Oral
Hipertensi
Isosorbide dinitrat Bromheksin
Cedocard
3x1
Oral
Angina
Mukoheksin
3x1
Oral
Mukolitik
Aspar K
3x1
Oral
Levofloksasin
Reskuin
1x1
Oral
Suplemen kalsium untuk obat diuretika Antibiotik
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Citaz
2x1
Oral
Gejala iskemik
Dilbloc
1x1
Oral
Hipertensi essensial
Pasien 52 No reg
035245
TD masuk
190/100
TD keluar
Nama obat
130/90
Pasien 53 No reg
014422
TD masuk
173/125
TD keluar
105/80
Pasien 54 No reg
046165
TD masuk
160/150
TD keluar
140/90
Karvedilol
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
CO-dergokrin oksalat
Ergotika
1x1
Oral
Untuk pasien geriatri dengan demensia ringan
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Amilodipin besilat Indapamid
Norvask
1x1
Oral
Hipertensi
Natrilix
1x1
Oral
Hipertensi
Isosorbide dinitrat Levofloksasin
Cedocard
3x1
Oral
Angina
Reskuin
1x1
Oral
Antibiotik
Ambroxol
Ambroxol *
3x1
Oral
Mukolitik
Pasien 55 No reg
107400
TD masuk
189/109
TD keluar
130/90
Pasien 56 No reg
481971
TD masuk
160/100
TD keluar
110/70
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Salbutamol
Ventolin exp
3x1
Oral
Asma
Kaptopril
Captopril
2x1
Oral
Hipertensi
Alopurinol
Zyloric
1x1
Oral
Profilaksis batu asam urat
Ketoprofen
Pronalges
3x1
Oral
Nyeri radang dan reumatik
Frusemid
Lasix
3x1
IV
Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Pasien 57 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
448733
150/90
120/80
Amilodipin besilat Atorvastatin
Norvask
1x1
Oral
Hipertensi
Lipitor
1x1
Oral
Hiperkolesterolemia primer
Levofloksasin
Reskuin
1x1
Oral
Antibiotik
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 58 No reg
228640
TD masuk
150/90
TD keluar
140/85
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Nifedipine
Adalat Oros
1x1
Oral
Angina, hipertensi
Ranitidin
Zantac
2x1
Oral
Tukak lambung
Okskarbazepin
Trileptal
2x1
Oral
Epilepsi, tonik klonik primer
Celebrex
1x1
Oral
Osteoatritis
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Citaz
2x1
Oral
Gejala iskemik
Neuratam
2x1
Oral
Sindrom invulsi pada geriatri
Pasien 59 No reg
479277
TD masuk
180/90
TD keluar
160/90
Nama obat
Klonidin hidroklorida Ketoprofen
Klonidin
2x1
Oral
Hipertensi
Pronalges
1x1
Oral
Nyeri radang dan reumatik
Nifedipin
Nipedipin *
2x1
Oral
Angina dan hipertensi
Enoksaaparin
Lovenox
2x1
IV
Pengobatan trombosis vena
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Ramipril
Triatec
1x1
Oral
Hipertensi
Nifedipine
Adalat Oros
1x1
Oral
Angina, hipertensi
Cedocard
2x1
Oral
Angina
Ciprofloksasin
2x1
Oral
Antibiotik
Pasien 60 No reg
316017
TD masuk
180/100
TD keluar
120/70
Siprofloksasin
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 61 No reg
129971
TD masuk
196/110
TD keluar
140/90
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Aspar K
1x1
Oral
Amilodipin besilat Levofloksasin
Norvask
1x1
Oral
Suplemen kalsium untuk obat diuretika Hipertensi
Reskuin
1x1
Oral
Antibiotik
Domperidon
Vometa
3x1
Oral
Mual muntah
Fluvastatin
Lescol
1x1
Oral
Hiperkolesterolemia primer
Celebrex
1x1
Oral
Osteoatritis
Furosemid
Lasix
1x1
IV
Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Kaptopril
Captopril
1x1
Oral
Hipertensi
Imidapril
Tanapres
1x1
Oral
Hipertensi
Asamfolat
Asam folat
3x1
Oral
Vitamin
Furosemid
Lasix
3x1
IV
Osteoastritis, hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Glibenklamid
Glibenklamid
1x1
Oral
NIDDM ringan sedang
Asam mefenamat
Mefinal
3x1
Oral
Nyeri ringan
Pharmaton F
1x1
Oral
Ceradolan
2x1
Oral
Antibioiik
Celebrex
2x1
Oral
Osteoatritis
Pasien 62 No reg
284759
TD masuk
210/100
TD keluar
140/80
Pasien 63 No reg
480402
TD masuk
210/100
TD keluar
130/80 Sefotiam
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Valsartan
Blopres
1x1
Oral
Hipertensi
Seftriakson
Rochepin *
1x1
IV
Antibiotik
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Pletaal
1x1
Oral
Iskemia
Clopidogrel
Plavix
1x1
Oral
aterosklerosis
Valsartan
Blopress
1x1
Oral
Hipertensi
Atorvastatin
Lipitor
1x1
Oral
Hiperkolesterol primer
Salbutiamin
Arcalion
1x1
Oral
Vitamin B1
Nicholin
2x1
IV
Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Bethahistin hidroklorida
Merislion
3x1
Oral
vertigo
Ultravita
1x1
Oral
Pengobatan defisiensi vitamin
Nifedipin
Adalat Oros
1x1
Oral
Hipertensi, angina
Ketoprofen
Pronalges
2x1
Oral
Nyeri radang dan reumatik
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Cilostazol
Pletaal
1x1
Oral
Gejala iskemia
Karvedilol
Dibloc
1x1
Oral
Hipertensi essensial
Nicholin
2x1
IV
Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Pasien 64 No reg
154748
TD masuk
160/110
TD keluar
140/90
Pasien 65 No reg
330402
TD masuk
220/90
TD keluar
180/80
Pasien 66 No reg
496808
TD masuk
150/90
TD keluar
145/90
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 67 No reg
TD masuk
TD keluar
486487
170/90
160/90
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Asam folat
Asam folat
3x1
Oral
Vitamin B12
Nifedipin
Adalat oros
1x1
Ferofumarat
Hemobion *
1x1
Hipertensi Oral
Anemia
Cara pakai
Indikasi
Oral
Antibiotik
Pasien 68 No reg
485865
TD masuk
140/90
TD keluar
Nama obat
Nama paten
CO Amoksiklav
Clanexi
Aturan pakai 3x1
Amilodipin besilat
Norvask
1x1
Oral
Hipertensi
Aspark
2x1
Oral
Suplemen kalsium
Digoksin
Lanoxin
2x½
Oral
Gagal jantung
Furosemid
Lasix
1x1
IV
Osteoastritis. hipertensi
130/70
Pasien 69 No reg
134687
TD masuk
150/100
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Tensivask
1x1
Oral
Hipertensi, angina
140/80
Amilodipin besilat Ketoprofen
Pronalges
3x1
Oral
Nyeri radang dan reumatik
Domperidon
Vometa
3x1
Oral
Sindrom dipepsia
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Aracalion
1x1
Oral
Treatment asthenia
Flunarisin
Unalium
1x1
Oral
Simvastatin
Simvastatin
1x1
Oral
Gangguan peredaran darh serebral dan perifer Hiperkolesterolemia primer
Pasien 70 No reg
504174
TD masuk
140/90
TD keluar
130/80
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kaptopril
Captopril
2x½
Oral
Hipertensi
Dipiron
Novalgin
1x1
Oral
Sakit kepala akut dan kronik
Pasien 71 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
504886
160/120
150/90
Alopurinol
Zyloric
1x1
Oral
Kaptopril
Captopril
2x 1
Oral
Profilaksis gout dan batu asam urat Hipertensi
Nama obat
Nama paten Pletaal
Aturan pakai 1x1
Cara pakai Oral
Indikasi Gejala iskemia
Sukralfat
Inpepsa
3x1
Oral
Tukak lambung
Valsartan
Blopress
2x1
Oral
Hipertensi
Klonidin hidroklorida
Catapres
2x1
Oral
Hipertensi
Alopurinol
Allopurinol
3x1
Oral
Kaptopril
Captopril
3x1
Oral
Profilaksis gout dan batu asam urat Hipertensi
Sefriakson
Cefriakson
1x1
Oral
Antibiotik
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Isosorbid dinitrat Furosemid
Cedocard
3 x1
Oral
Angina
Lasix
1x½
Oral
Gagal ginjal akut, hipertensi
KI aspartat
Aspark
1x1
Oral
Suplemen kalsium
Kaptopril
Captopril
3x1
Oral
Hipertensi
Pasien 72 No reg
274284
TD masuk
155/90
TD keluar
150/90
Pasien 73 No reg
320830
TD masuk
170/80
TD keluar
150/80
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 74 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Perindopril
Prexum
1x1
Oral
Hipertensi, gagal jantung
Arcalion
1x1
Oral
Vitamin B1
Sanadryl
3x1
Oral
Batuk basah
Cursil
2x1
Oral
Liver
Sibelium
3x1
Oral
Penyakit pembuluh darah arteri
Exelon
1x1
Oral
Alzheimer
Lasix
1x1
Oral
Gagal ginjal akut, hipertensi
Aspark
1x1
Oral
Suplemen kalsium
Difenhidramin 500385
160/80
110/70
Flunarisin
Furosemid
Pasien 75 No reg
504005
TD masuk
160/100
TD keluar
120/90
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Plavix
1x1
Oral
Pletaal
1x1
Oral
Mengurangi keparahan aterosklerosis Gejala iskemia
Asetosal
Aspilet
1x 1
Oral
Nyeri ringan, demam
Karvedilol
Dibloc
1x1
Oral
Hipertensi essensial
Alopurinol
Zyloric
1x½
Oral
Profilaksis gout dan batu asam urat
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Braxidin
2x1
Oral
Xanax
2x1
Oral
Pengobatan gejala yang disebabkan oleh kecemasan, tukak lambung Ansietas
Pasien 76 No
TD masuk
TD keluar
Alprazolam
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Eupilin
2x1
Oral
Asma bronkial
Myoviton
3x1
Oral
Letih, mudah lelah
Kaptopril
Captopril
2x1
Oral
Hipertensi
Klonidin hidroklorida Frusemid
Clonidin
2x1
Oral
Hipertensi
Extra lasix
IV
Edema , gagal ginjal, hipertensi
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Pletaal
1x1
Oral
Gejala iskemia
Dilbloc
1x1
Oral
Hipertensi essensial
Ariceft
1x1
Oral
Terapi demensia rinagn
Inpepsa
4x1
Oral
Tukak lambung
Nicholin
2x1
Oral
Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Aspark
3x1
Oral
Suplemen kalsium
Kaptopril
Captopril
2x½
Oral
Hipertensi
Simvastatin
Simvastatin
1x1
Oral
Hiperkolesterolemia primer
Garam seng
Zegase
1x1
Oral
Vitamin dan mineral
Levofloksasin Furosemid
Reskuin Lasix
1x1 1x1
Oral Oral
Antibiotik Osteoastritis, hipertensi
Pasien 77 No reg
TD masuk
TD keluar
Karvedilol 426573
220/110
140/80 Sukralfat
Pasien 78 No reg
094657
TD masuk
150/90
TD keluar
130/80
Nama obat
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 79 No reg
TD masuk
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
287737
150/90
140/90
Imidapril
Tanapres
1x1
Oral
Hipertensi
Domperidon
Motilium
3x1
Oral
Mual muntah
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Pletaal
2x1
Oral
Gejala iskemia
Blopress
1x1
Oral
Hipertensi
Amaryl
1x1
Oral
Diabetes melitus tipe II
Mefinal
3x1
Oral
Captopril
3x1
Oral
Hipersensifitas atau tukak pada peradangan Hipertensi
Pasien 80 No
TD masuk
TD keluar
Valsartan 249491
216/118
130/80 Asam mefenamat Kaptopril
Pasien 81 No reg
432020
TD masuk
140/70
TD keluar
Nama obat
Nama paten
Aturan pakai
Cara pakai
Indikasi
Valsartan
Diovan
1x1
Oral
Hipertensi
Bisoprololfumarat
Concor
1x1
Oral
Hipertensi
Atorvastatin
Lipitor
1x1
Oral
Hiperkolesterolemia primer
Enzyplex
2x1
Oral
Saluran cerna
Ergotika
3x1
Oral
Zantac
2x1
Oral
Untuk pasien geriatri dengan demensia ringan Tukak lambung
120/80 CO-dergokrin oksalat Ranitidin
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 Lampiran 3. Daftar Diagnosa Kematian Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
DAFTAR DIAGNOSA KEMATIAN RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA RUANG PERAWATAN : SEMUA NO
NAMA DIAGNOSA
~
ICD-10
LK H/M
PR
JUMLAH
H/M
I
DM
E14
0/
30
0 /30
60
2
STROKE
164------
0/
20
0 /20
40
3
HYPERTENSI (PRIMER)
110
0/
27
0/
36
4
STROKE HAEMORRHAGE
1610
0/
15
0 / 18
33
5
CHF ( CONGESTIVE HEARTT FAILURE
150.0
0/
15
0 / 12
27
6
BAYI LAHIR (BBL (BERAT 1000 - 2499 GR)
P07.1
0/
11
0 / 10
21
7
CH -> CIRRHOSIS HEPATIS
K74.6
0/
9
0 /10
19
8
CONTUSIO CEREBRI
S06.2
0/
13
0/6
19
9
CRF > CHRONIC RENAL FAILURE
N18.9
0/
10
0/7
17
10
IHD (ISCHEMIC HEART DISEASES)
124.9
0/
7
0/8
15
1I
CA PAKU
C34.9
0/
12
0 /2
14
12
SDH (SUBDURAL HEMATOMA - TRAUMATIC)
506.5
0/
10
0 /4
14
13
SEPSIS
A41.9
0/
0 /3
13
14
COPD CHRONIC OBSTRUCTIV PULMONARY DI
J44.9
0/
7
0 /4
11
151.9
0/
4
0/6
10
A09
0/
6
0
10
15 16
DECOMPENSATION CORDIS GE / DIARE ACUT
10
17
BRONCHOPNEMONIA
J18.0
0/
7
0/ 2
9
18
AMI INFERIOR
121.1
0/
3
0 /5
8
FEBBRIS
R50.9
0/
4
0/ 4
8
20
CPC (COR PULMONALE CHRONIC)
127.9
0/
3
0 /4
7
21
ISCHEMIC CEREBRAL
167.8
0/
6
0/ 1
7
22
HEMATEMESIS
K92.0
0/
4
0/ 2
6
23
TM ABDOMEN (JINAK)
D36.7
0/
1
0/
6
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 Lampiran 4. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta HIPERTENSI
BATASAN Hipertensi bila tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar sama dengan 90 mmHg. INDIKASI PERAWATAN Hipertensi gawat darurat (Hypertensive Emergency) dan Hipertensi Gawat (Hypertensive Urgency). DASAR DIAGNOSIS Pemeriksaan Fisik Hipertensi, komplikasi organ target, funduskopi. Laboratorium Darah : Hb, Ht, gula puasa, kreatinin, asam urat, Ca Koesterol (total dan HDL), trigliserida. Urin : Urinalisis. Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiografi dan foto dada. PENGELOLAAN PENDERITA 1. Terapi tanpa obat (untuk hipertensi ringan tanpa komplikasi) : a. Penurunan berat badan b. Pembatasan garam c. Pembatasan akohol
..
2. Terapi obat antihipertensi a. Pendekatan layanan bertingkat : diuretic (Hct), reserpin, hydralazin b. Pendekatan layanan bertingkat individual Langkah 1 Obat pilihan pertama diuretik, beta blocker, penghambat ACE, antagonis kalsium Langkah 2 • Meningkatkan dosis obat pilihan pertama • diganti obat pilihan pertama yang lain • ditambah obat jenis lain (kombinasi 2) diuretik, beta bloker, penghambat ACE, antagonis kalsium Alfa bloker, alfa-2 agonis sentral, reserpin atau vasodilator. Langkah 3 : Ditambah obat ke-3 atau ke-4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
2. Clonidine intravena (dapat diulang sampai 3 kali). Apabila tidak menunjukkan perbaikan dapat diberikan obat per oral : nifedipin sublingual. b. Hipertensi Gawat 1. Furosemid intravena. 2. Clonidine per oral ('loading dose), nifedipin, captopril. PROGNOSIS Baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 KRISIS HIPERTENSI
DEFINISI Krisis hipertensi ditandai oleh kelainan progresif dari fimgsi ginjal, dan otak pada penderita hipertensi berat atau kenaikan mendadak tekanan darah diastolik, biasanya > 120 mmHg. Angka kejadian krisis hipertensi berkisar antara 1-7% dari kasus hipertensi. Krisis lebih sering terjadi pada usia 40 - 60 tahun setelah menderita hipertensi 2-10 tahun. Keadaan yang sering kali berkaitan dengan hipertensi 2-10 tahun. Keadaan yang sering kali berkaitan dengan krisis hipertensi adalah hipertensi esensial, pielonefritis kronik, dan glomerulonefritis. Pada pcnderita usia muda (dibawah 30 tahun) piclonefritis kronik dan glomerulonefritis lebih sering sebagai penyebab. Keadaan lain yaug berkaitan dcn;an krisis hipertensi ini adalah lupus eritematosus sistemik, skleroderma, poliarteritis nodosa, stenosis arteri renalis Imilateral, trombosis atau emboli, toksemia gravidarum, pasca radiasi area ginjal, aldosteron primer, hiperadrenokortisisme, feokromositoma, tumor ginjal dengan produk ektopik rzntin, dan minum efedrina, amfetamina, atau makanan bagi penderita yang sedang minum obat penghambat monoamina oksidase (MAO inhibitor) KLASIFIKASI Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure membedakan krisis hipertensi menjadi dua keadaan, yaitu hipertensi gawat dararut (hypertensive emergency) dan hipertensi gawat (hypertensive urgency). HIPERTENSI GAWAT DARURAT Hipertensi Ensefalopati adalah sindroma klinis akut reversibel sebagai akibat kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat teijadi pada orang normal (notmotensif) yang oleh sesuatu sebab tekanan darahnya mendadak naik misalnya 160/100 mmHg. Pada penderita hipertensi kronik keadaaan ini mungkinn tidak terjadi walau tekanan darahnya mencapai 225 mmHg. Disebutkan bahwa terdapat autoregulasi di otak. Aliran darah di otak berjalan dengan baik. jika tekanan darah arterial rata (mean arterial blood pressure ) berkisar antara 60-120 mmHg, sedang pada penderita hipertensi kronik tekanan arterial ini bergeser ke kanan. Jika tekanan darah arterial rerata melampaui nilai ambang autoregulasi otak, maka akan terjadi hiperfusi dan kebocoran cairan ke jaringan otak sehingga timbul gejala ensefalopati. HIPERTENSI MALIGNA BERAT DENGAN KOMPLIKASI DISFUNGSI ORGAN SASARAN Keadaan ini disebut pula sebagai hipertensi akselerasi (accelerated hypertension). Tekanan darah yang tinggi > 200/130 mmHg akan melibatkan arteriolitis nekrotik di organ sasaran (ginjal dan otak). Terjadi kerusakan arteiole yang progresif yang dapat berakibat nefrosklerosis dan retinopati berupa perdarahan dan eksudasi (KW III), dengan atau tanpa edema papil. Termasuk dalam kategori ini adalah : • Gagal jantung kiri akut disertai edema paru • infark miokard akut atau angina pektoris, unstable • aneurisma aorta disekans (disecting aortic aneurysma)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
Gambaran Klinis Hipertensi Gawat Darurat Tekanan darah Funduskopi Status neurologis Jantung Ginjal Gastrointestinal
: biasanya tekana darah diastolik > 130 mmHg : perdarahan eksudat, dengan / tanpa edema papil : sakit kepala, bingung, defisit fokal,kejang, koma : iktus nyata, hipertrofi, gagal Jantung : oliguria, azotemia : mual, muntah
HIPERTENSI GAWAT Tekanan darah tinggi tanpa disertai disfungsi organ sasaran, akan tetapi potensial menyebabkan komplikasi kerusakan organ sasaran. Oleh karena itu, tekanan harus diturunkan secepatnya (24 Jam). Termasuk dalam kategori ini adalah : • Hipertensi maligna (accelerated hypertension). • Hipertensi perioperatif. • Feokromositoma dan sindroma withdrawl akibat penahentian obat antihipertensi yang mendadak. • Infark otak aterotrombotik dengan hipertensi berat. MANIFESTASI KLINIS Kelainan ginjal, mata, dan susunan saraf pusat mungkin mencolok, akan tetapi perubahan-perubahan pada ketiga organ ini biasanya teilihat selama perjalanan penyakit tekanan darah ini biasanya terlihat se!ama perjalanan Penyakit. Tekanan darah pada umumnya tetapi dapat pula sangat berfluktuasi. Tekanan darah diastolik yang lebih besar dari 120 mmHg sama sekali tidak menunjukkan akan kemungkinan adanya krisis hipertensi. Perubahan awal dari mata dapat berupa eksudat lunak, perdarahan dan edema papil. Edema papil merupakan komponen yang bervariasi terutama pada mereka yang perjalanan penyakitnya pelanpelan, akan tetapi pada mereka yang perjalanannya akut dan progresif edema papil mungkin tidak dijumpai. Edema papil biasanya diikuti oleh neuroretinitis, tetapi dapat pula dijumpai sendirian. Bermacam tingkat kebutaan dapat dijumpai dan dapat pulih dengan terapi yang sesuai. Tetapi harus pula diketahui bahwa perubahan mata mungkin tetap berlanjut sampai beberapa minggu setelah tekanan darah terkontrol. Nekrosis fibrinoid artetiola dengan kebocoran plasma ke sekitamya menimbulkan eksudat cotton wool dan perdarahan bentuk nyala api akibat pecahnya pembuluh darah. Edema papil dapat timbul akibat edema serebri lokal atau menyeluruh. Kebutaan sebagai akibat neuroretinitis dan spasme arteria obliteratif berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Hipertensi ensefalopati mungkin timbul mendadak atau pelan-pelan dan biasanya didahului atau disertai nyeri kepala yang berat. Manifestasi neurologik bervariasi, tetapi biasanva berakhir dengan kejang dan koma. Kelainan primer yang mendasarinya adalah emboli kecil multipel di otak yang berkaitan dengan edema serebri. Proses ini terjadi akibat vasokontriksi yang menyertai tekanan darah yang meninggi. Vasokontriksi arteri di otak lebih ringan dibandingkan vasa perifer, tetapi ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler di otak dan edema. Hipertensi ensefalopati sering sulit dibedakan dengan edema paru pada penderita dengan Hipertensi atai ansietas dengan peninggian tekanan darah yang sementara saja. Perubahan neuro psikiatrik dari ketiga macam penyakit ini sangat mirip. Hipertensi ensefalopati dijumpai pada beberapa kasus iskemia gravidarum dan pada anak atau remaja dengan nefritis akut walaupun tekanan darah sekitar 140/90 mmHg, karena tekanan darah pada kelompok umur ini mungkin sudah menunjukkan peninggian tekanan diastolik 30-50 mmHg. Gagal ginjal seringkali ada dan mungkin mendominasi gambaran klinis krisis hipertensi. Gambaran patologinya berupa nekrosis fibrinoid dan endarteritis arteriole praglomerulus dan arten interlobuler. Akibatnya akan timbul iskemia dan nekrosis glomeruli don timbul gagal ginjal. Selain dari itu, kelainan lain pada ginjal mungkin tampak, misalnya pielonefritis kronik. Krisis hipertensi mungkin timbul mendadak sebagai gagal ginjal akut (GGA) oliguria dengan atau tanpa ensefalopati. Hanya sekitar 40% kasus menunjukkan edema papil, tetapi hampir 50% menunjukkan perdarahan dan/atau eksudat. Krisis hipertensi harus selalu dipikirkan jika menegakkan diagnosis GGA akibat vaskulitis akut, glomerulonefritis, atau ATN (acute tubular necrosis). Uremia progresif merupakan 30-60% kematian akibat hipertensi maligna. Dan telah nyata bahwa akan sangat bermanfaat terhadap pendenita demikian bila tekanan darah diastolilmya diturunkan menjadi sekitar 90-1000 mmHg. Dengan menurunkan tekanan darah akan memperbaild iskemia dan akan diikuti dengan perbaikan fungsi ginjal. walaupun pada beberapa keadaan fungsi ginjal akan tampak memberat pada awal penurunan tekanan darah. Fungsi ginjal umumnya akan mernbaik beberapa minggu atau bulan berikutnya. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan darah secepat dan seaman mungkin. Penurunan tekanan darah secara cepat mengandung resiko hipoperfusi otak. Dianjurkan agar penurunan tekanan darah diastolik jangan kurang dari 110 mmHg. Ke1ompok penderita hipertensi gawat darurat memerlukan rawat map di rumah sakit, sedang hipertensi gawat boleh dilakukan di luar rumah sakit. Evaluasi awal penderita hipertensi gawat darurat dan hipertensi gawat disajikan dalam daftar berikut : • Furusemid 40 mg intravena • Nitroprusida natrium. Dosis diberikan 0,5 - 1,5. Aksi kerjanya sangat cepat, namun memerlukan pemantauan tekanan darah sepanjang pemberian. • Hidralazina (MAO inhibitor). Efeknya memperkuat vasodilator dari epinefiin dan isoproterenol. • Nitrogliserina • Kombinasi fentolamina dan propanolol • Reserpin. Efeknya tidak menentu, dosis 1 mg intramuskuler, diulang dengan dosis dua kali dalam 4 jam setelah pemberian per-tama jika belum diperoleh hasil yang diinginkan. Dosis maksimal sekali beri 10 mg, dosis sehari 20 mg.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Evaluasi Hipertensi Gawat Darurat dan Hipertensi Gawat Anamnesis
• Riwayat hipertensi dan obat yang digunakan • Masukan obat simpatomimetic atau vasopresor • Gejala serebral, kardiovasa, dan gangguan visus Pemeriksaan • Tekanan darah • Funduskopi • Status neuroloeis • Status kardiorespirasi Status hidrasi Pemeriksaan Penunjang • Hematokrit dan darah apus • Urinalisis • Kadar kreatinin, glukosa darah, elektrolit • X-foto thorax • EKG • •
Klonidin. Ptimberian intravena, pada awalnya menaikkan tekanan darah (dapat dicegah dengan pemberian fentolamina. 5 menit sebelum injeksi, atau dengan jaian diencerkan) Intravena klonidin 150 ug ( ampul) diuretika dalam 10 m1 larutan glukusa 5% disuntikkan pelan-pelan (5 menit). Lakukan pengukuran tekanan darah setiap 10 menit. Efek puncak dicapai 30-60 menit setelah pemberian. Jika setelah 40 menit tekanan diastolik masih 120 mmHg pemberian klonidin dapat diulangi. Bila tetap tidak memuaskan boleh diberikan dalam bentuk infus.
Infus Diberikan dengan dosis 0.9 - 1,0 ml Dextrose 5 %. Kecepatan infus disesuaikan dengan respon penurunan tekanan darah diastolik yang diinginkan. --> Intramuskuler Jika diberikan intramuskuler penurunan tekanan darah terjadi pelan-pelan, berlangsung sekitar 4 jam. Dosis maksimal sehari 1200 ug. •
Diazoxida. Daya kerjanya langsung pada otot polos menyebabkan vasodilatasi. Sangat efektif sebagai obat antihipertensi, namun tidak boleh diberikan kepada penderita dengan edema paru, aneurisma aorta disekans, dan perdarahan intraserebral. Dosis 150 mg diberikan intravena dalam 30 detik (bolus, didahului pemberian furosemida 40 mg intravena), atau dengan infus 300-450 mg ( 5 mg/kgBB) dengan kecepatan 15 mg/merit, selama 20-30 menit. Efek hipotensinya berlangsung 4-12 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
BIOGRAFI PENULIS Fitriani, anak ketiga dari pasangan suami-istri David Lauth dan Paulina. Lahir di kabupaten PutussibauKalimantan Barat, 15 Juli 1983. Menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 1995 di Sekolah Dasar Karya Budi. Jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diempuh di SLTP karya Budi, lulus tahun 1998. Pendidikan Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ditempuh di SLTA Karya Budi, lulus tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Farmasi tahun angkatan 2002.