UNIVERSITAS INDONESIA
PRODUKSI ASPAL DARI ASBUTON DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN ASAM ASETAT
SKRIPSI
ILLYIN A B 0806333152
FAKULTAS TEKNIK, DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JUNI 2012
Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PRODUKSI ASPAL DARI ASBUTON DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN ASAM ASETAT
SKRIPSI \
Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia
ILLYIN A B 0806333152
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA JUNI 2012 i Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Illyin A B
NPM
: 0806333152
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 27 Juni 2012
ii Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama
: Illyin A B
NPM
: 0806333152
Program Studi : Teknik Kimia Judul Skripsi
: “Produksi Aspal Dari Asbuton dengan Ekstraksi Menggunakan Asam Asetat”
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Prof. Dr. Ir. M. Nasikin, M.Eng
( .............................. )
Penguji
: Ir. Dewi Tristantini, M.T., Ph.D
( .............................. )
Penguji
: Prof. Dr. Ir. Slamet, M.T.
( .............................. )
Penguji
: Dr. Muhamad Sahlan, S.Si., M.Eng.
( .............................. )
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 27 Juni 2012
iii Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan seminar ini tepat pada waktunya. BerkatNya, penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi dengan judul
“Produksi Aspal dari Asbuton dengan Ekstraksi Menggunakan Asam Asetat” untuk memenuhi tugas skripsi, salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan seminar ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang kepada: (1) Prof. Dr. Ir. M. Nasikin, M.Eng, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan seminar ini serta membantu akademik perkuliahan selama ini; (2) Ir. Yuliusman, M. Eng., selaku kordinator seminar Teknik Kimia FTUI; (3) Dr. Ir. Nelson Saksono, MT., selaku pembimbing akademik yang selalu membantu segala urusan akademis saya; (4) Para dosen Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah memberikan ilmu dan wawasannya; (5) Drs. Lang Gassa, M.Si dan Musrifa, serta keluarga besar yang selalu memberi doa restu dan semangat selama mengerjakan seminar ini; (6) Rekan satu bimbingan: Antonius Stevan, Hendra Fauzi, Ivan Mery Devianto
dan Juherianto yang sudah memberi dukungan, membantu pencarian sumber, dan saling bertukar wawasan serta informasi yang ada; (7) Teman-teman Departemen Teknik Kimia, khususnya angkatan 2008, yang selalu memberikan informasi dan bantuan semangat; dan (8) Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah seminar ini, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
iv Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Penulis menyadari bahwa dalam makalah seminar ini masih terdapat tak pernah retak. Oleh karena itu, penulis banyak kekurangan, ibarat gading yang
mengharapkan
kritik
dan
saran
yang
membangun
sehingga
dapat
menyempurnakan seminar ini dan melaksanakan perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, demi pengembangan bangsa ini. .
Depok, 27 Juni 2012 Illyin A B
v Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KEPENTINGAN AKADEMIS TUGAS AKHIR UNTUK
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Illyin A B
NPM
: 0806333152
Program Studi : Teknik Kimia Departemen
: Teknik Kimia
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty – Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “PRODUKSI ASPAL DARI ASBUTON DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN ASAM ASETAT” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 27 Juni 2012 Yang menyatakan
(Illyin A B)
vi Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
ABSTRAK Indonesia mengimpor 500.000 ton aspal minyak per tahun walaupun memiliki potensi Asbuton sebesar 677 juta ton. Pelarut anorganik dapat mengestrak aspal dari batuannya sampai 100%, seperti HCl. Masalahnya, mahalnya proses yang menggunakan pelarut yang mahal membuat industri ini sulit berkembang. Penggunaan asam asetat dengan konsentrasi rendah maupun tinggi dapat digunakan untuk melarutkan pengotor CaCO3 dalam asbuton secara sempurna. Pelarutan CaCO3 akan semakin besar dengan dilakukannya peningkatan suhu dan konsentrasi sampai pada kondisi optimum, yaitu 3 M asam asetat dan suhu operasi 80oC. Dari proses pelarutan ini menghasilkan aspal dengan kualitas yang cukup tinggi, yaitu 67,08%.
Kata Kunci: Asbuton, ekstraksi aspal, asam asetat, kalsium karbonat
ABSTRACT Even though has a potential of 677 million tonnes Asbuton, Indonesia import 500,000 tons of asphalt per year. Inorganic solvents can extract bitumen from the rock until 100%, such as HCl. The problem is the expensive process requiring expensive solvent so the method can’t be applied. The use of acetic acid with low and high concentrations can be used to dissolve impurities asbuton CaCO 3 in perfectly. CaCO3 dissolution will be even greater with increasing temperature and concentration until optimum conditions; there are 3 M acetic acid and the 80 °C operating temperature. With this dissolution, process produces asphalt with a high quality which is 67.08%. Keyword: Asbuton, bitumen extraction, acetic acid, calcite (calcium carbonate)
vii Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ vi ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3 1.4 Batasan Masalah .................................................................................... 3 1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................ 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1. Aspal Buton ........................................................................................... 5 2.2. Proses Pengolahan Aspal Buton ............................................................. 8 2.3. Asam Asetat ........................................................................................ 10 2.4. Karakterisasi Asbuton .......................................................................... 11 BAB 3 METODE PENELITIAN ...................................................................... 15 3.1 Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 15 3.3 Variabel Bebas dan Variabel Terikat .................................................... 16 3.4 Alat dan Bahan .................................................................................... 16 3.5 Prosedur Penelitian .............................................................................. 16 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 23 4.1. Kandungan CaCO3 dalam sampel ........................................................ 23 4.2. Kondisi Operasi Optimum ................................................................... 23 4.3. Hasil Ekstraksi ..................................................................................... 29 4.4. Perbandingan Proses Ekstraksi ............................................................. 30 BAB V PENUTUP ........................................................................................... 32 5.1. Kesimpulan.......................................................................................... 32 5.2. Saran ................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 33
viii Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 3. 1. Gambar 4. 1. Gambar 4.2. Gambar 4. 3. Gambar 4.4. Gambar 4.5.
Skema Mekanisme Pelarutan Calcite sebagai Fungsi Suhu dan pH ....... 11 Susunan Peralatan Ekstraksi dengan Soklet .......................................... 13 Diagram alir penelitian ......................................................................... 15 Pengaruh Suhu terhadap Pelarutan CaCO3 dalam Asbuton .................... 24 Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Encer terhadap Jumlah CaCO3 yang Terlarut ........................................................................................ 25 Larutan Asam Asetat ................................. 26 Larutnya Asphaltene dalam Hubungan Waktu Pelarutan dengan Jumlah Pengotor yang Terlarut menggunakan Asam Asetat Pekat ......................................................... 27 Hubungan Konsentrasi terhadap Pelarutan CaCO3 dalam Asbuton ........ 28
ix Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tabel 2. 2. Tabel 2. 3. Tabel 2. 4. Tabel 4. 1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4. 6. Tabel 4.7. Tabel 4.8.
Hasil Pengujian Kandungan Bitumen dalam Asbuton ..................... 6 Komposisi zat pada aspal Buton dan aspal minyak ......................... 7 Kandungan mineral dalam aspal Buton di daerah Kabungka ........... 8 Sifat Termodinamika reaksi CaCO3 dengan beberapa asam .......... 10 Pengaruh Suhu terhadap Pelarutan CaCO3 dalam Asbuton............. 23 Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Konsentrasi Rendah terhadap CaCO3 Terlarut ............................................................... 25 Pengaruh Rasio Padatan dengan Larutan (solid to liquid ratio) Asam Asetat Berkonsentrasi Rendah Terhadap CaCO3 Terlarut..... 27 Pengaruh Waktu pada Pelarutan Asbuton dengan Asam Asetat Pekat ............................................................................................. 27 Pengaruh Konsentrasi terhadap Pelarutan Asbuton dengan Asam Asetat Pekat .................................................................................. 28 Pengaruh Rasio Padatan dengan Larutan (solid to liquid ratio) dengan Menggunakan Asam Asetat Pekat terhadap CaCO3 Terlarut ......................................................................................... 29 Hasil Ekstraksi Asbuton dengan Asam Asetat ................................ 30 Perbandingan Kondisi Operasi dan Kualitas Produk pada Pelarutan dengan Asam untuk Produksi 1 kg Aspal ....................... 31
x Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, fasilitas umum di Indonesia belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya. Contohnya, infrastruktur lalu
lintas negeri ini masih banyak dikeluhkan masyarakat akibat jalanan berlubang yang berdampak pada produktifitas yang menurun (Kompas, 2010), sampai kecelakaan (Detiknews, 2011). Indonesia sendiri hanya mampu memproduksi aspal dari minyak sebanyak 900.000 ton per tahun, dimana Pertamina hanya mampu memproduksi aspal 600.000 ton per tahun dan Sarana Karya sebanyak 300.000 ton per tahun, dan sisanya diimpor untuk memenuhi 1,4 juta ton aspal pada tahun 2006 (Setiawan dkk., 2011). Di lain pihak, Indonesia memiliki salah satu potensi aspal alam dunia, yaitu Asbuton. Potensi tersebut merupakan salah satu cadangan aspal alam terbesar di dunia yang mencapai 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak berdasarkan data Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum (PUSJATAN PU). Namun, belum adanya metode yang tepat untuk diterapkan dalam skala industri membuat lambatnya perkembangan industri tersebut. Kandungan aspal di dalam asbuton mampu menggantikan aspal minyak karena kualitasnya lebih baik daripada aspal minyak. Pengujian dilakukan oleh Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum dan hasilnya dituangkan dalam Sertifikasi Uji Kelayakan Teknis No. 06.1.02.485701.33.11.002
di mana penggunaan Asbuton dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan sudah sangat layak dan dapat segera dilaksanakan di Indonesia, bahkan di dunia. Beberapa kajian pendukung juga telah dilakukan dari aspek kekuatan (Harry, 2006) dan fatigue (Subagio, 2003) dimana kualitasnya memenuhi syarat untuk menggantikan aspal minyak. Melihat kesempatan ini, sangat sayang jika potensi ini tidak dikembangkan secara maksimal. Salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan asbuton adalah ekstraksi. Pengembangan mengenai ekstraksi aspal ini 1 Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
2
sudah dilakukan cukup lama, baik dengan pelarut organik maupun anorganik. Penggunaan pelarut organik, seperti Normal Propyl Bromide, d-Limonene, dan
trikloroetilena/TCE (Gardiner dan Nelson, 2000) cukup banyak digunakan diluar negeri. Di Indonesia, salah satu paten yang mulai digunakan adalah kerosin
(Sayono, 2000). Penelitian lain melengkapi paten tersebut, yaitu dengan metode countercurrent (Novia, 2001) dan cocurrent (Purwono dkk., 2005). Namun, penggunaan pelarut organik membutuhkan ekstraktor bertingkat dan destilator
yang menggunakan banyak energi. Penggunaan pelarut anorganik menjadi salah satu pilihan terbaik yang dapat mengestrak aspal dari batuannya sampai 100%. Salah satu paten yang menerapkan metode ini adalah penggunaan HCl (Lisminto, 1996). Masalahnya, mahalnya bahan baku HCl membuat industri ini belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, kedua metode di atas sangat sulit diterapkan dalam skala industri. Kandungan mineral dalam batuan Asbuton itu sendiri terdiri atas 72,90% 86,66% CaCO3 dan sisanya adalah MgCO3, CaSO4, CaS dan mineral-mineral lainnya (Siswosoebrotho dkk., 2005). Kandungan mineral ini mengurung aspal yang terkandung di dalamnya sehingga mobilisasi aspal ke luar batuan sulit terjadi (Affandi, 2006). Untuk mengatasi masalah ini, asam dapat digunakan untuk melarutkan pengotor dalam asbuton. Dalam aplikasinya, asam digunakan untuk melarutkan batuan atau kerak mineral dalam sumur minyak yang dipilih berdasarkan reaksinya, kelarutannya, keekonomiannya, dan penanganannya (Rahim dan Petrick, 2004). Selain HCl, asam yang bisa digunakan adalah asam asetat. Walaupun reaksi yang dihasilkan lebih lambat dibandingkan HCl dan H2SO4, asam asetat memiliki laju reaksi yang lebih tinggi 10 – 11 kali
dibandingkan asam organik lainnya (Wagner, 1978). Dalam aplikasinya, asam asetat digunakan karena factor ekonomi dan ketersediaan (Economides dkk., 1994). Oleh karena itu, asam asetat sangat menguntungkan jika digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi aspal dalam asbuton. Penelitian ini diharapkan memberikan solusi dalam perkembangan industri aspal di Indonesia, khususnya penggunaan asbuton. Penelitian ini menghasilkan metode yang efektif dalam pelarutan pengotor dalam asbuton dan dapat
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
3
diterapkan dalam skala industri. Harapannya, metode ini mampu meningkatkan pemanfaatan asbuton dan membuka industri yang berdaya saing dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini antara lain : 1. Apakah CaCO3 dalam batuan aspal Buton dapat dilarutkan dengan asam asetat?
2. Bagaimana kondisi optimum proses pelarutan dengan asam asetat? 3. Bagaimana rasio masukan antara asam asetat dengan aspal Buton yang baik untuk memperoleh bitumen secara efektif ? 1.3 Tujuan Penelitian Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian tentang pelarutan batuan aspal Buton ini dengan asam asetat, antara lain : 1. Memperoleh bitumen dalam batuan aspal Buton dengan melarutkan batuan aspal Buton. 2. Mengetahui rasio masukan asam asetat dengan Asbuton yang efektif untuk memperoleh bitumen secara maksimal. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini yaitu : 1. Sampel batuan aspal Buton yang digunakan berasal dari daerah Lalewe. 2. Pelarut yang digunakan berupa asam asetat. 1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dilakukan dengan membagi tulisan menjadi tiga bab, antara lain: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah yang dibahas, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
4
Bab ini berisi penjelasan mengenai informasi tentang konsumsi aspal Buton, proses pengolahan aspal Buton, di Indonesia, cadangan aspal
asam format, asam asetat, dan pengujian kalsium karbonat. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, variabel bebas, variabel terikat, bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian, serta prosedur penelitian. DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
BAB 2 PUSTAKA TINJAUAN
2.1.
Aspal Buton
2.1.1. Konsumsi Aspal di Indonesia Sejak tahun 3800 sebelum masehi, aspal telah digunkan untuk membangun
batu dan blok. Kemudian, aspal juga digunakan untuk membuat reservoir, kanal, dan kolam antiair. Penggunaan umum untuk aspal sendiri adalah sebagai pengikat agregat untuk pembuatan jalan dan terus berkembang dalam dunia modern sekarang ini. Penggunaan aspal yang cukup kecil digunakan sebagai pelapis anti air atau media vitrivication untuk menyelubungi material radioaktif. Untuk di Indonesia, aspal sendiri digunakan sebagai pembuatan jalanan. Konsumsi aspal itu tak lain digunakan untuk pembangunan proyek jalanjalan di seluruh Indonesia. Aspal yang digunakan tersebut telah disediakan dari produksi dalam negeri dan impor luar negeri. Indonesia sendiri hanya mampu memproduksi aspal dari minyak sebanyak 900.000 ton per tahun, dimana Pertamina hanya mampu memproduksi aspal 600.000 ton per tahun dan Sarana Karya sebanyak 300.000 ton per tahun, dan sisanya diimpor untuk memenuhi 1,4 juta ton aspal pada tahun 2006 (Setiawan dkk., 2011). Sisanya tentu harus dipenuhi dengan melakukan impor aspal minyak yang sangat bergantung dengan tingginya harga minyak dunia yang mencapai $109,84 per barel berdasarkan data OPEC Maret 2011. Walaupun impor aspal telah dilakukan, masih banyak hal yang masih
dikeluhkan dengan masyarakat akibat minimnya kualitas jalanan. Salah satu hal yang dimasalahkan adalah jalanan rusak potensial menurunkan produktivitas, khususnya di Bandung (Kompas, 2010). Menurunnya produktivitas ini dihubungkan dengan masyarakat yang menjadi mudah stress dan frustasi, terutama ketika berada di jalan. Parahnya lagi, minimnya lalulintas yang tidak sempurna dapat menyebabkan kecelakaan (Detiknews, 2011). Banyaknya masalah ini dapat dijadikan indikator bahwa Indonesia masih membutuhkan aspal dalam pembangunan, khususnya aspal kualitas baik, seperti hasil ekstraksi Asbuton. 5 Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
6
2.1.2. Potensi Aspal Buton
Aspal alam terdiri atas senyawa organik dan mineral dan mengandung sejumlah air yang terkandung di alam. Komponen organik terdiri dari campuran kompleks dari hidrokarbon, asphaltenes, dan senyawa organik lain dengan kandungan sulfur, oksigen, dan nitrogen. Kandungan lainnya adalah logam vanadium, nikel, besi dan logam lainnya (Yen dan Chilingar, 2000). Keberadaan
aspal alam Indonesia telah ditemukan sejak beberapa puluh tahun yang lalu, bahkan sebelum bangsa ini mendapat kemerdekaan. Aspal alam tersebut ditemukan di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara pada tahun 1926 oleh Hetzel. Potensi tersebut merupakan salah satu cadangan aspal alam terbesar di dunia yang mencapai 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak berdasarkan data Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum (PUSJATAN PU). Data lain menyebutkan potensi tersebut tersebar pada areal seluas seluas 162.160 ha (Investor, 2011). Melihat potensi ini, Asbuton tersebut diperkirakan masih bisa digunakan selama 120 tahun ke depan. Tabel 2. 1 Hasil Pengujian Kandungan Bitumen dalam Asbuton (Siswosoebrotho dkk., 2005)
2.1.3. Karakteristik Aspal Buton Aspal Buton terdiri dari kandungan aspal dan mineral. Pada prinsipnya, bitumen mengandung 3 komponen penting yang mempengaruhi karakteristik bitumen tersebut, yaitu asphaltene, resin, dan minyak. Kandungan aspal di dalam asbuton mampu menggantikan aspal minyak karena kualitasnya lebih baik daripada aspal minyak. Kandungan aspal dalam Asbuton tersebut mencapai Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
7
40,9% dengan karakteristik yang terlihat dari Tabel 2.1. Pengujian lainnya juga Jembatan Departemen Pekerjaan Umum dilakukan oleh Pusat Penelitian Jalan dan
dan hasilnya dituangkan dalam Sertifikasi Uji Kelayakan Teknis No. 06.1.02.485701.33.11.002 di mana penggunaan Asbuton dalam pembangunan dan
pemeliharaan jalan sudah sangat layak dan dapat segera dilaksanakan di Indonesia, bahkan di dunia. Beberapa kajian pendukung juga telah dilakukan dari aspek kekuatan (Harry, 2006) dan fatigue (Subagio dkk., 2003) dimana
kualitasnya memenuhi syarat untuk menggantikan aspal minyak. Berbagai tes yang dilakukan menghasilkan kriteria yang sesuai dengan British Standard dalam penggunaannya sebagai Hot Rolled Asphalt Mix untuk jalan padat lalulintas (Subagio dkk., 2003). Berdasarkan nilai penetrasinya, bitumen dalam asbuton tergolong Bitumen 30/40 yang memiliki harga jual mencapai 625 USD/ton untuk pasar Indonesia (Isfahan, 2011). Tabel 2. 2. Komposisi zat pada aspal Buton dan aspal minyak (Kurniadji, 2007)
Partikel aspal alam yang berasal dari Kabungka umumnya keras dengan kandungan asphaltene tinggi dan kandungan maltene lebih rendah dibandingkan dengan aspal minyak. Semakin tinggi kandungan asphaltene, maka bitumen semakin keras, makin kental, makin tinggi titik lembeknya dan makin rendah harga penetrasinya. Resin (malthene) akan mengurangi kualitas aspal karena sifatnya yang lengket, elastis dan bersifat viscous (Cherstsey, 1966). Tingginya kandungan asphaltene ini yang membuat kualitas asbuton lebih baik dibandingkan aspal minyak seperti yang terlihat pada Tabel 2.3 di atas (Kurniadji, 2007) karena sifatnya yang kuat dan tahan panas. Kandungan mineral dalam batuan Asbuton itu sendiri terdiri dari 72,90% 86,66% CaCO3 dan sisanya adalah MgCO3, CaSO4, CaS dan mineral-mineral Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
8
lainnya seperti yang tergambar dalam Tabel 2.4. Kandungan mineral ini mengurung aspal yang terkandung di dalamnya sehingga mobilisasi aspal ke luar batuan sulit terjadi (Affandi, 2006). Tingginya kandungan CaCO3 ini dapat memaksimalkan ekstraksi bitumen dalam direkayasa dengan melarutkannya untuk
Asbuton.
Tabel 2. 3. Kandungan mineral dalam aspal Buton di daerah Kabungka (Siswosoebrotho dkk., 2005)
2.2.
Proses Pengolahan Aspal Buton
2.2.1. Ekstraksi Aspal Buton Pada awalnya, aspal-aspal disana hanya diolah oleh PT Perusahaan Aspal Negara. Selanjutnya, ada juga BUMN PT Sarana Karya dan ada beberapa investor swasta lainnya yang mulai ikut menanam modal di dunia aspal alam Buton. Lokasi yang berpotensial menjadi daerah penambangan asbuton di Pulau Buton yaitu Waisiu, Kabungka, Winto, Wariti, Lawele dan Epe yang tersebar sekitar 70.000 ha dari Teluk Sampolawa disebelah Selatan sampai ke Teluk Lawele di
sebelah Utara.
PT. Buton Asphalt Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang berhasil mengolah Asbuton menjadi aspal siap pakai. Salah satu produknya adalah Buton Rock Asphalt (BRA). Produk yang diproduksi berbentuk granular berukuran 1,2 mm ini merupakan hasil pengolahan aspal alam yang melewati proses pemilahan, penghancuran, dan pengeringan. BRA ini kemudian digunakan sebagai bituminous modifier untuk campuran aspal minyak dalam pengerasan jalanan. Dalam halaman web Global Trade Alibaba, BRA dijual dengan harga Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
9
mencapai 250 USD/ton. Namun, pengembangan ini hanyalah memodifikasi batuan aspal itu sendiri tanpa mengolah aspal murni yang terkandung di
dalamnya. Belum ada industri yang berhasil mengekstrak bitumen dalam Asbuton tersebut secara ekonomis.
Berdasarkan banyak penelitian di Indonesia yang spesifik membahas ekstraksi dalam Asbuton, pelarut yang bisa digunakan adalah kerosin (Sayono, 2000), n-heksana (Purwono dkk., 2005), dan TCE (tricloroethilen). Novia (2001)
juga telah melakukan penelitian mengenai ekstraksi multi-stage counter current. Sebaliknya, Purwono (2005) juga telah secara teknis meneliti mengenai ekstraksi Asbuton dengan menggunakan metode multi-stage cross current dengan pelarut n-haksana. Namun tak satupun yang berhasil diterapkan dalam skala industri. 2.2.2. Pelarutan Batuan Aspal Salah satu metode alternatif untuk mendapatkan aspal yang terperangkap adalah dengan cara melarutkan CaCO3 pada larutan asam. Lisminto (1996) meneliti bahwa penggunaan pelarut anorganik juga bisa diterapkan dalam skala industri. Pelarut anorganik yang digunakan adalah HCl. Kandungan CaCO 3 dalam aspal yang mencapai 80% dapat larut dalam asam klorida menurut reaksi di bawah ini. 2HCl + CaCO3 + aspal
CaCl2 + H2 O + CO2 + aspal
(2.1)
Dalam paten tersebut dijelaskan, bahan baku asbuton yang berbentuk pecahan dengan ukuran tertentu diumpankan dalam bejana pencampur dan menuangkan sejumlah pelarut anorganik (HCl 33%) sambil diaduk dengan kecepatan tertentu. Kemurnian tinggi yang diperoleh disebabkan reaksi reaksi ion yang terjadi seperti
terlihat pada persamaan di atas. Paten ini sangat cocok diterapkan di Indonesia karena bentuk Asbuton yang memiliki kandungan CaCO3 yang cukup besar menutupi bitumen di dalamnya. Namun, sampai saat ini, metode ini pun belum berhasil menjadi industri besar dalam mengekstraksi bitumen dalam Asbuton. Mahalnya harga bahan baku yaitu HCl menjadi salah satu pertimbangan dalam realisasi industri ini.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
10
2.3.
Asam Asetat
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH3COO- di mana
pKa = 4,76 dan konsentrasi 1 M, 0,1 M dan 0,01 M menghasilkan pH 2,4, 2,9, dan 3,4 berturut-turut. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur
keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Tabel 2. 4. Sifat Termodinamika reaksi CaCO3 dengan beberapa asam (Castle dkk, 2004)
Serupa dengan asam format, asam asetat sering digunakan sebagai scale remover (Fernier dan Barber, 1998). Scale adalah endapan yang terbentuk pada permukaan yang kontak dengan air sebagai akibat dari perubahan fisik atau kimia. Scale dapat dihilangkan dengan cara penambahan asam. Kalsium karbonat larut di dalam asam klorida, asam format, asam asetat dan asam sulfamik. Kondisi termodinamika reaksi CaCO3 dengan beberapa asam ditampilkan dalam Tabel 2.5. Asam asetat juga sering digunakan dalam acidizing well bore karena nilai keekonomiannya
dan ketersediaannya.
Berdasarkan kelarutan asam
ini,
konsentrasi yang digunakan berada pada rentang 10% - 15% yang tergantung pada suhu operasi dan aditif yang ditambahkan (Economides dkk., 1994). Kelarutan kalsit (CaCO3) dalam asam asetat telah dipelajari secara mendalam oleh barbagai peneliti. Kelarutan kalsium karbonat mencapai 0,4 lb/gal (39,88 g/l) asam asetat 15% (Middle East and Reservoir Review, 2003). Kelarutan kalsit dalam asam asetat sendiri dipengaruhi oleh laju perpindahan Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
11
reaktan ke permukaan, kinetika reversible reaction pada permukaan, dan laju perpindahan produk menjauhi permukaan. Pada pH yang rendah, kelarutan kalsit
hanya dipengaruhi oleh perpindahan massa sampai pH mencapai 3,7 (Freed dan sebagai fungsi suhu dan pH dijelaskan Fogler, 1998). Konsep kelarutan kalsit
dalam Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2. 1. Skema Mekanisme Pelarutan Calcite sebagai Fungsi Suhu dan pH (Sjoberg dan Rickard, 1983)
2.4.
Karakterisasi Asbuton
2.4.1. Metode ASTM C 25-06 Metode yang digunakan untuk menentukan kemampuan penetralan material yang mengandung kalsium dan untuk mengetahui persentase kalsium karbonat (% CaCO3) didalamnya adalah metode pengujian Calcium Carbonate
Equivalent (CCE). Alat-alat yang digunakan dalam metode ini adalah pH meter, mechanical stirrer, dan sieve. Bahan yang digunakan adalah indikator (mixed indicator atau PP), HCl 1 N yang telah distandarkan dan larutan standar NaOH (0.5 N). Sebelum bahan itu dilakukan uji kandungannya, sampel harus dipreparasi dengan cara dipanaskan terlebih dahulu. Selanjutnya, sampel ditimbang dan dipanaskan sampai suhu 110 ± 5 oC kemudian mencatat kembali massanya untuk mengukur kandungan air sampel. Sampel akan dihancurkan sampai berukuran 250 µm dan meletakkannya dalam wadah kedap udara. Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
12
Larutan NaOH standar dibuat dengan melarutkan 20 g NaOH dalam 150 ml air yang bebas dari CO2. Larutan itu didinginkan sampai suhu 25 oC dan dilarutkan sampai 1 L. Laarutan itu harus disimpan dalam botol polyethylene yang bebas karbonasi untuk mencegah absorbsi CO2 dari udara. Larutan tersebut
kemudian diuji dengan HCl yang telah distandarkan dengan menitrasi NaOH yang telah dibuat. Larutan HCl distandarisasi dengan menggunakan Na2CO3 standar. Na2CO3 standar dibuat dengan mengeringkan Na 2CO3 pada wadah pelebur pada
suhu 250 oC selama 4 jam dan dinginkan dalam desikator. Menimbang secara akurat 4,4 g Na2CO3 kering dan masukkan dalam labu 500 mL. Masukkan 50 mL air bebas CO2, kocok perlahan untuk melarutkannya, dan tambahkan 2 tetes indikator 0,1% methyl red dalam alkohol. Melakukan titrasi sampel dengan HCl sampai larutan berwarna kemerahan, panaskan perlahan sampai warna menghilang. Dinginkan larutan sampai suhu ruangan dan lanjutkan titrasi. Melakukan titrasi, pemanasan dan pendinginan terus sampai pada pemanasan terakhir dimana warna merah tidak akan menghilang. Perhitungan normalitas menggunakan persamaan berikut ini. 𝐀=
𝟏𝟖,𝟖𝟕𝐁
(2.2)
𝐂
di mana A adalah normalitas HCl, B adalah massa Na2CO3 dan C adalah volume larutan HCl yang digunakan. Ada dua metode standar pengujian CaCO3, yaitu Indicator Titration Method (dilakukan pada penelitian ini) dan Potentiometric Titration Method. Untuk mengukur kandungan CaCO3, kita menimbang 4,6 g sampel dengan ketelitian 0,1 mg dan memasukkannya ke dalam labu erlenmeyer 500 mL, menambahkan 100 mL 1 N HCl standard an memanaskannya dengan perlahan selama 5 menit. Sampel itu akan didinginkan lalu dilakukan titrasi menggunakan 0,5 N NaOH dengan indikator PP. Besar nilai CCE kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan : %𝐂𝐚𝐂𝐎 𝟑(𝐝𝐫𝐲) =
𝟓,𝟎𝟎𝟒𝟓 𝐕𝟏𝐍𝟏 −𝐕𝟐𝐍𝟐 𝐖
(2.3)
di mana 𝑉1 adalah volume HCl yang digunakan dalam mL, 𝑁1 adalah normalitas HCl, 𝑉2 adalah volume NaOH yang digunakan untuk titrasi, 𝑁2 adalah normalitas NaOH, dan W adalah massa sampel yang digunakan. Untuk persen massa keseluruhan, kita bisa menggunakan persamaan berikut ini : Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
13
𝐁
%𝐂𝐚𝐂𝐎𝟑(𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥) = 𝟏 − 𝐀 − 𝐀
× %𝐂𝐚𝐂𝐎𝟑(𝐝𝐫𝐲)
(2.4)
di mana A adalah massa total dan B adalam massa kering sampel. 2.4.2. SNI 03-3640-1994
Metode pengujian kadar beraspal dengan cara ekstraksi menggunakan alat soklet merupakan metode yang bertujuan untuk mengetahui kadar aspal dalam
campuran. Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini harus memenuhi sertifikat kalibrasi. Persyaratan benda uji adalah sebagai berikut : 1)
benda uji harus dalam keadaan kering;
2)
benda uji harus dibagi empat secara merata;
3)
berat mineral atau agregat dalam campuran beraspal harus dihitung dari jumlah berat mineral yang ada dalam kertas saring ditambah berat mineral yang ada dalam larutan aspal.
Gambar 2.2. Susunan Peralatan Ekstraksi dengan Soklet (SNI 03-3640-1994)
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : 1)
timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1 gram;
2)
alat soklet (lihat Gambar 2.2) terdiri dari : Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
14
a.
labu ekstraksi;
b.
tabung pendingin;
c.
tabung ekstraksi;
3)
pemanas listrik); alat pemaras (pembakar gas atau
4)
oven dengan pengatur suhu (110 ± 5)°C.
Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah : 1)
trichlor Ethylen (C2H2Cl3) teknis sebanyak 1 liter;
2)
kertas saring.
Metode ini digunakan sebagai salah satu metode pengukuran kualitas aspal yang digunakan dan diproduksi.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada Laboratorium Rekayasa Proses dan Produk Kimia (RPKA) yang terletak di Departemen Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia. Diagram alir penelitian yang akan dilakukan antara lain. Mulai
Persiapan Alat
Preparasi Bahan
Pelarutan CaCO3 dengan Variasi Suhu, Waktu, Konsentrasi, dan Rasio Padatan dengan Larutan
Pengukuran Kandungan Bitumen dengan SNI 03 – 3640 – 1994
Pengukuran Kadar CaCO3 dengan ASTM C25 - 06
Analisa dan Pembahasan
Selesai Gambar 3. 1. Diagram alir penelitian
15 Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
16
3.3 Variabel Bebas dan Variabel Terikat Pada penelitian ini, variable bebas yang digunakan adalah suhu, waktu,
konsentrasi asam, dan rasio padatan dengan larutan. Untuk melihat pengaruhnya, massa padatan yang tersisa dan massa variable terikat yang digunakan adalah
aspal yang diperoleh.
3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Alat
Peralatan yang dibutuhkan antara lain:
Gelas kimia
Termometer
Gelas ukur
Stirrer dan Magnet Stirrer
Corong gelas
pH meter
Oven
Sistem Reaktor
Spatula
Alat uji FTIR
Alu/Grinder
Alat uji SEM
Saringan 20 mesh
Tangki gas CO2
Kertas Saring
Lab set
Pengaduk
Piknometer
Neraca analitik
Soklet (Extraction set)
3.4.2 Bahan Bahan yang dibutuhkan antara lain :
Sampel batuan Asbuton
NaOH
Asam Asetat
Na2CO3
HCl
Air demin
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Persiapan dan Perancangan Alat a. Membilas setiap peralatan tersebut dengan air. b. Mencuci setiap peralatan yang akan digunakan dengan menggunakan acetone. c. Mengeringkan setiap peralatan dengan udara terkompresi. Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
19
3.5.2 Preparasi Bahan
a. Batuan aspal Buton
Batuan aspal Buton sebelum masuk proses perlu dilakukan preparasi terlebih ukuran asbuton secara manual dengan dahulu, yaitu dengan mengecilkan
diameter rata-rata 2 mm b. Larutan asam
i.
Melarutkan asam organik dari asam organik glasial dengan air demin
ii.
Larutan dibuat sebanyak 500 ml asam asetat 9 M agar mudah
dilarutkan iii.
Menitrasi larutan dengan HCl yang telah distandarkan untuk mengetahui normalitas larutan secara akurat.
c. HCl standar i.
Melarutan HCl distandarisasi dengan menggunakan Na2CO3 standar.
ii.
Mengeringkan Na2CO3 pada wadah pelebur pada suhu 250 oC selama 4 jam dan dinginkan dalam desikator.
iii.
Menimbang secara akurat 4,4 g Na2CO3 kering dan masukkan dalam labu 500 mL.
iv.
Memasukkan 50 mL air bebas CO2, kocok perlahan untuk melarutkannya, dan tambahkan 2 tetes indikator 0,1% methyl red dalam alkohol.
v.
Menitrasi sampel dengan HCl sampai larutan berwarna kemerahan, panaskan perlahan sampai warna menghilang.
vi.
mendinginkan larutan sampai suhu ruangan dan lanjutkan titrasi.
vii.
Melakukan titrasi, pemanasan dan pendinginan terus sampai pada
pemanasan terakhir dimana warna merah tidak akan menghilang. viii.
Menghitung normalitas menggunakan persamaan 2 berikut ini. 𝐀=
𝟏𝟖,𝟖𝟕𝐁
…(2.2)
𝐂
di mana A adalah normalitas HCl, B (gram) adalah massa Na 2CO3 dan C (mL) adalah volume larutan HCl yang digunakan. d. NaOH standar i.
Melarutkan 20 g NaOH dalam 150 ml air yang bebas dari CO2
ii.
Mendinginkan larutan sampai 25 oC dan larutkan sampai 1 L Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
20
iii.
Menitrasi larutan dengan HCl yang telah distandarkan untuk mengetahui normalitas larutan.
3.5.3 Pengukuran Kadar CaCO3 (ASTM C25-06)
a. Untuk mengukur kandungan CaCO 3 sebenarnya, sampel yang digunakan merupakan sampel yang belum dipreparasi b. Menimbang asbuton untuk 3 sampel, masing-masing 5 gram.
c. Melarutkan sampel dalam pelarut komersil untuk mengurangi kadar aspal. d. Mengeringkan hasil ekstraksi dan menghitung massa padatan (pengotor). e. Menghitung kandungan padatan % padatan =
massa padatan massa asbuton
× 100%
(3. 1)
f. Memasukkan sampel dalam gelas beaker 500 ml dan menambahkan 100 ml 1 N HCl g. Memanaskan perlahan selama 5 menit h. Mendinginkan dan titrasi kelebihan asam dengan 0,5 N NaOH dengan indikator PP. i.
Menghitung persentase CaCO3 dengan persamaan 3 dan 4 berikut ini. %𝐂𝐚𝐂𝐎 𝟑(𝐝𝐫𝐲) =
𝟓,𝟎𝟎𝟒𝟓 𝐕𝟏𝐍𝟏 −𝐕𝟐𝐍𝟐
%𝐂𝐚𝐂𝐎𝟑(𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥) = 𝟏 −
(2.3)
𝐖 𝐀−𝐁 𝐀
× %𝐂𝐚𝐂𝐎 𝟑(𝐝𝐫𝐲)
(2.4)
di mana V1,2 (mL) dan N1,2 (N)adalah volume dan normalitas untuk HCl dan NaOH berturut-turut, W (gram) adalah massa sampel, A adalah massa awal sampel dan B adalah massa kering sampel.
3.5.4 Pelarutan CaCO3 dalam Asbuton
a. Menimbang massa batuan aspal yang sudah dihancurkan sebanyak 2 gram. b. Memasukkan batuan aspal tersebut ke dalam masing-masing gelas beaker yang diletakkan di atas stirrer. c. Memasukkan 25 mL larutan asam dengan konsentrasi tertentu. d. Menyalakan stirrer dengan kecepatan 50 rpm dan menunggu selama rentang waktu tertentu. e. Memisahkan aspal hasil produksi dengan larutan menggunakan kertas saring.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
21
f. Memanaskan aspal dan padatan sisa hingga suhu 150oC untuk mengurangi kadar air selama 30 menit.
g. Menimbang dan mencatat massa aspal terproduksi. dengan persamaan sebagai berikut. h. Menghitung persentase massa terlarut massa terlarut = massa asbuton-massa aspal
(3.2)
massa terlarut
(3.3)
massa terlarut
(3.4)
% sampel terlarut = massa asbuton × 100% % padatan terlarut = massa × 100% asbuton×persentase padatan
i.
Mengulangi langkah a sampai h untuk variasi suhu, konsentrasi, waktu dan massa.
3.5.5 Pengukutan Kandungan Aspal (SNI 03-3640-1994) a.
timbang kertas saring yang telah dibentuk sesuai diameter tabung ekstraksi dengan ketelitian 0,1 gram (a gram);
b.
masukkan benda uji ke dalam kertas saring;
c.
timbang kertas saring berisi benda uji (b gram);
d.
masukkan kertas saring berisi benda uji ke dalam tabung ekstraksi yang telah disiapkan;
e.
tambahkan pelarut hingga benda uji terendam semua, biarkan 15 menit;
f.
tambahkan sisa pelarut pada tabung ekstraksi sehingga pelarut turun ke labu ekstraksi;
g.
pasang tabung pendingin dan alirkan air melalui tabung pendingin;
h.
nyalakan pemanas atur pemanas sehingga kecepatan tetesan pelarut satu sampai dua tetes per menit;
i.
hentikan pengujian setelah pelarut yang ada dalam tabung ekstraksi menjadi jernih;
j.
keluarkan kertas saring yang berisi mineral dari tabung ekstraksi dan masukkan ke dalam gelas kimia, diamkan pada suhu kamar.
k.
keringkan kertas saring yang berisi mineral pada oven dengan suhu 110 oC;
l.
timbang kertas saring yang berisi mineral sampai beratnya tetap (f gram);
m. hitung kadar aspal dalam sampel dengan persamaan %kadar aspal =
b−a − f−a b−a
× 100%
(3.5)
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
22
3.5.6 Pengukuran Densitas Padatan
a.
Mempersiapkan piknometer;
b.
kosong; Menimbang massa dari piknometer
c.
Memasukkan air demin ke dalam piknometer hingga penuh;
d.
Menutup piknometer dan menimbang kembali massa dari piknometer berisi
air demin. e.
Menghitung densitas dari air dengan persamaan berikut, Massa air = Massa Piknometer Berisi − Massa Piknometer Kosong ρ air (gr/ml) =
massa air
(3.6) (3.7)
volume piknometer
f.
Meninbang sejumlah aspal kemudian memasukkan ke dalam piknometer.
g.
Menimbang kembali piknometer yang berisi air dan aspal;
h.
Menghitung densitas aspal dengan persamaan massa sisa air = massa piknometer isi aspal dan air -massa aspal
(3.8)
volume sisa air = massa sisa air × ρ air
(3.9)
volume aspal = volume piknometer − volume sisa air
(3.10)
ρ aspal (gr/ml) =
massa aspal
(3.11)
volume aspal
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
BAB 4 DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1.
Kandungan CaCO3 dalam sampel Uji kandungan CaCO3 dalam aspal buton dilakukan dengan metode ASTM
C25-06. Pada proses ini, sampel diekstrak terlebih dahulu dengan pelarut komersil
untuk mengurangi kandungan aspal dalam padatan. Kandungan aspal akan menghambat proses pelarutan padatan sehingga pelarutan aspal harus lebih dulu dilakukan. Selebihnya, prosesnya akan mengikuti prosedur dalam ASTM C25-06. Berdasarkan pengujian ini, kandungan CaCO3 yang diperoleh dalam sampel adalah 69,66% dimana kandungan CaCO3 rata-rata dalam asbuton di daerah Lawele adalah 72,90% (Siswosoebrotho dkk, 2005). Kedua nilai ini cukup dekat dan perbedaannya disebabkan masalah distribusi bahan tambang di Lawele yang tidak merata. 4.2.
Kondisi Operasi Optimum Kondisi operasi optimum ini diperoleh dari variasi suhu dan konsentrasi
yang diuji lebih jauh efektifitasnya. Pengujian dilakukan bertahap dengan konsentrasi rendah dan dioptimasi dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Sebagai kondisi operasi yang vital, penentuan suhu optimum sangat dibutuhkan. Variasi suhu dilakukan dimana variable tetap yang digunakan adalah massa asbuton (2 g) konsentrasi asam (6 M), volume asam (25 ml) dan waktu (15 menit). Faktor suhu sangat diperhatikan melihat tingginya suhu akan berpengaruh pada kebutuhan
energi dan keekonomian proses. Tabel 4. 1. Pengaruh Suhu terhadap Pelarutan CaCO3 dalam Asbuton
No 1 2 3 4
o
Suhu ( C) Persentase Asbuton yang Terlarut Persentase CaCO3 Terlarut 40 9,014% 20,83% 60 16,59% 38,34% 80 29,57% 68,33% 95 29,54% 68,26%
23 Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
24
Jumlah CaCO3 Terlarut (%)
70%
60% 50%
40%
30%
20% 20
40
60 Suhu (oC)
80
100
Gambar 4. 1. Pengaruh Suhu terhadap Pelarutan CaCO3 dalam Asbuton
Untuk pengujian dengan variasi suhu diperoleh data yang terlihat pada Tabel 4.1 di atas. Dari hasil di atas terlihat bahwa peningkatan suhu akan berpengaruh pada kelarutan CaCO3 dalam sampel. Kecilnya pelarutan yang terjadi disebabkan oleh aspal yang menutupi sebagian besar padatan yang terkandung di dalamnya. Dari data di atas juga terlihat bahwa suhu optimum untuk proses ini adalah 80oC dimana peningkatan pengotor terlarut terhadap suhu yang terjadi tidak begitu besar seperti terlihat pada Gambar 4.1 di atas. Suhu tersebut sangat dekat dengan bitumen softening point asbuton, yaitu 85oC (BAI, 2009). Pada suhu tersebut, aspal mulai mengencer sehingga kontak asam dengan pengotor semakin besar dan pelarutan maksimal pun terjadi pada kondisi tersebut. 4.2.1. Konsentrasi Rendah Pengujian kedua yang dilakukan adalah variasi konsentrasi asam asetat dengan konsentrasi rendah agar penggunaan asam pekat dapat dihindari. Pengujian konsentrasi ini dilakukan pada suhu optimum, yaitu 80 oC, selama 1 jam. Dari hasil variasi tersebut diperoleh data yang terlihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
25
Konsentrasi Rendah terhadap CaCO Terlarut Tabel 4.2. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat 3
No 1 2 3 4
Konsentrasi (M) 1 2 3 4
Persentase Sampel yang Terlarut 23,08% 34,40% 52,23% 52,89%
Persentase CaCO3 terlarut 53,33% 79,48% 100,0% 100,0%
Persentase Aspal Terlarut 0,000% 0,000% 23,65% 25,37%
Jumlah CaCO3 Terlarut (%)
100%
90% 80% 70% 60% 50% 0
1
2 Konsentrasi (M)
3
4
Gambar 4.2. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Encer terhadap Jumlah CaCO3 yang Terlarut
Pelarutan
yang
dilakukan
membuktikan
pekatnya
asam
akan
meningkatkan kelarutan CaCO3. Namun, walaupun konsentrasi ditingkatkan, pelarutan CaCO3 cenderung tetap dengan asam asetat 4 M karena CaCO3 yang terlarut sudah mencapai 100%. Dari hasil pelarutan ini diperoleh konsentrasi optimum adalah 3 M (18% massa) asam asetat. Sebagai perbandingan, asam asetat yang biasa digunakan untuk acidizing pada sumur minyak adalah 10% 15% (Economides dkk., 1994). Selain itu, pelarutan magnesia (MgO2) dengan suhu asam asetat mencapai konversi maksimum pada penggunaan asam 2 M pada
298 K (Demirbas, 2006) Namun, penggunaan asam asetat yang lebih pekat akan meningkatkan aspal yang terlarut. Dari 3 komponen penting yang mempengaruhi karakteristik aspal, yaitu asphaltene, resin, dan minyak, asphaltene memiliki kepolaran yang paling besar. Asam asetat dengan momen dipole 6,2 berada pada rentang momen dipole asphaltene, yaitu 4,4 – 6,7 (Goual dan Firoozabadi, 2004) sehingga kepolaran dapat dianggap sama. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi konsentrasi asam asetat yang digunakan, semakin banyak asphaltene yang berkurang. Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
26
Larutnya asphaltene dalam proses pelarutan bisa dilihat dari Gambar 4.3 dimana larutan yang dihasilkan berwarna kecoklatan.
Gambar 4. 3. Larutnya Asphaltene dalam Larutan Asam Asetat
Disamping hasil pelarutan yang maksimal, kandungan aspalthene yang membuat karakter keras pada asbuton terlarut sebagian dalam proses karena kepolarannya mendekati kepolaran asam asetat. Kondisi optimum yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu suhu operasi 80oC dan penggunaan 3 M asam asetat, diuji keefektivitasannya dengan melakukan variasi rasio masukan antara larutan asam dengan asbuton. Dari hasil pengujian ini diperoleh data pada Tabel 4.3 di bawah. Data tersebut menunjukkan peningkatan rasio masukan akan mengurangi jumlah padatan yang telarut. Peningkatan jumlah sampel asbuton akan meningkatkan jumlah aspal yang ada sehingga pelarutan akan semakin terhambat dan padatan yang terlarut semakin kecil. Selain itu, penurunan kelarutan disebabkan jumlah raektan yang semakin terbatas per satuan massa sampel. Dari hasil uji ini diperoleh bahwa rasio padatan dengan larutan yang disarankan adalah 0,15 dimana feed ratio yang dihasilkan adalah 1,8 : 8,2 : 1 untuk perbandingan
massa antara asam asetat, air dan asbuton berturut-turut.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
27
Larutan (solid to liquid ratio) Asam Asetat Tabel 4.3. Pengaruh Rasio Padatan dengan Berkonsentrasi Rendah Terhadap CaCO3 Terlarut
Rasio Padatan dengan Larutan (g/ml) 0,100 0,125 0,150
No 1 2 3
Persentase Sampel yang Terlarut 52,23% 46,82% 43,42%
Persentase CaCO3 Terlarut 100,0% 100,0% 100,0%
Persentase Aspal Terlarut 23,65% 9,353% 0,370%
4.2.2. Konsentrasi Tinggi
Melihat waktu reaksi untuk proses tersebut cukup lama (1 jam), penelitian diarahkan untuk meningkatkan konsentrasi asam asetat untuk mempercepat waktu reaksi. Hal ini ditunjang oleh teori L’Chatelier dimana reaksi akan semakin cepat saat konsentrasi reaktan ditingkatkan. Sebagai pengujian awal, waktu divariasikan dengan menggunakan asam asetat 9 M. Dari proses ini diperoleh data sebagai berikut. Tabel 4.4. Pengaruh Waktu pada Pelarutan Asbuton dengan Asam Asetat Pekat
Jumlah Asbuton Terlarut (%)
No Konsentrasi Persentase Sampel yang Terlarut 1 15 37,44% 2 30 44,61% 3 45 45,69% 50% 45% 40% 35%
30% 0
15
30
45
Waktu (menit) Gambar 4.4. Hubungan Waktu Pelarutan dengan Jumlah Pengotor yang Terlarut menggunakan Asam Asetat Pekat
Berdasarkan data di atas, peningkatan waktu tinggal sangat mempengaruhi jumlah padatan yang terlarut. Semakin lama waktu tinggalnya, pelarutan yang Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
28
terjadi semakin besar. Namun, pada 30 menit ke atas, pelarutan cenderung konstan dan menjadi waktu optimum dalam pelarutan dengan asam asetat pekat karena konversi sudah medekati 100%. Pada waktu yang sama, magnesite (MgCO3) mengalami pelarutan maksimal dengan menggunakan 3 M asam asetat
pada suhu 70oC (Lacin dkk., 2005).
Dengan waktu optimum tersebut dilakukan percobaan untuk penentuan konsentrasi optimum asam asetat pekat yang digunakan. Konsentrasi asam asetat
pekat ini divariasikan mulai dari 3M, 6M, sampai 9M untuk mengetahui pengaruh pekatnya larutan pada pelarutan CaCO3 dalam asbton. Berikut adalah data hasil pelarutan dengan asam asetat pekat. Dari hasil pelarutan tersebut diperoleh bahwa kondisi optimum untuk proses ini adalah penggunaan asam asetat 6 M (36% massa) seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.5 di bawah. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa tingginya konsentrasi asam yang digunakan maka semakin besar pula persentase aspal yang terlarut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 4.5. Pengaruh Konsentrasi terhadap Pelarutan Asbuton dengan Asam Asetat Pekat
No
Konsentrasi
1 2 3
3 6 9
Persentase Sampel yang Terlarut 31,17% 45,33% 47,75%
Persentase CaCO3 terlarut 72,0% 100,0% 100,0%
Persentase aspal terlarut 0,000% 5,47% 11,80%
Jumlah CaCO3 Terlarut (%)
100%
90%
80%
70% 0
3
6
9
Konsentrasi (M) Gambar 4.5. Hubungan Konsentrasi terhadap Pelarutan CaCO3 dalam Asbuton
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
29
Tabel 4. 6. Pengaruh Rasio Padatan dengan Larutan (solid to liquid ratio) dengan Menggunakan Asam Asetat Pekat terhadap CaCO 3 Terlarut
No 1 2 3 4
Rasio Massa Asbuton dengan Volume Asam (g/ml) 0,08 0,12 0,16 0,20
Persentase Sampel yang Terlarut 49,31% 46,00% 45,26% 38,31%
Persentase CaCO3 terlarut 100,0% 100,0% 100,0% 88,52%
Persentase aspal terlarut 15,93% 7,178% 5,236% 0,000%
Dari kondisi optimum yang diperoleh, yaitu penggunaan 6 M asam asetat selama 30 menit pelarutan, kemudian diuji rasio masukan asam asetat dan asbuton. Dari data yang terlihat pada Tabel 4.6, penggunaan rasio massa per volume masih dapat digunakan secara optimum pada perbandingan 0,16 dimana perbandingan massa asam, air, dan asbuton secara berturut-turut adalah 3,75 : 2,5 : 1. 4.3.
Hasil Ekstraksi Untuk melihat kualitas aspal yang diperoleh dilakukan pengujian SNI 03-
3640-1994 dan densitas. Dari percobaan tersebut diperoleh data yang terlihat pada Tabel 4.7. Berdasarkan data yang diperoleh, asbuton yang digunakan memiliki kandungan aspal awal sekitar 37,86% berdasarkan hasil perhitungan dengan SNI 03-3640-1994 dimana kandungan aspal dalam batuan asbuton berkisar antara 29,5 sampai 40,9% (Siswosoebrotho dkk., 2005). Sedangkan, aspal yang diproduksi dengan penggunaan asam asetat memiliki kandungan aspal sebesar 67,08% (18 % asam asetat) dan 62,42 (36% asam asetat). Nilai ini yang digunakan untuk melihat densitas teoritis yang dimiliki oleh aspal terproduksi. Data yang diperoleh
menunjukkan densitas aspal yang diperoleh mendekati nilai teoritisnya sehingga data ini bisa dianggap akurat karena kesalah teoritis dibawah 15%.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
30
Asbuton dengan Asam Asetat Tabel 4.7. Hasil Ekstraksi
Aspal dari Pelarutan Asam Encer 67,08% 1,36
Sifat
Asbuton
Kandungan Aspal Densitas Densitas Teoritis dari Kandungan Aspal Kesalahan Teoritis
37,86% 1,49
4.4.
1,70 12,2%
Aspal dari Pelarutan Asam Pekat 62,42% 1,40
1,30
1,35
4,93%
3,35%
Perbandingan Proses Ekstraksi Proses di atas merupakan hasil pelarutan menggunakan asam asetat 3 M
dan 6 M. Terlihat bahwa penggunaan asam asetat 6 M akan menghabiskan banyak bahan baku dibandingkan penggunaan asam asetat 3 M. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan asam asetat berkonsentrasi tinggi akan meningkatkan kelarutan asphaltene sehingga kualitas aspal yang dihasilkan menurun. Secara kuantitatif, penggunaan asam asetat 3 M juga menghasilkan produk yang lebih baik dibandingkan asam asetat 6 M. Melihat berbagai keuntungan di atas, pengaruh waktu yang tidak jauh berbeda, yaitu antara 1 jam dan 0,5 jam, dapat diabaikan. Hasil penelitian ini kemudian dibandingkan dengan penggunaan asam HCl (Lisminto, 1996) seperti yang terlihat pada Tabel 4.8 di bawah. Dari tinjauan hasil, produk yang dihasilkan memiliki kemurnian yang lebih rendah dibandingan pelarutan yang menggunakan HCl. Hal ini disebabkan tingginya kekuatan asam klorida dibandingkan asam asetat. Namun, dari segi harga, harga bahan baku
untuk asam asetat lebih murah dibandingkan dengan asam klorida. Perhitungan harga dilakukan dengan membandingkan harga (Integra, 2010) dengan spesifikasi tertentu dengan spesifikasi yang dibutuhkan, yaitu sebagai berikut. Harga Asam = Harga Katalog ×
Spesifikasi yang diinginkan Spesifikasi katalog
(4. 1)
Dari perbandingan tersebut, penggunaan asam asetat dapat menghasilkan proses yang lebih komersil dibandingkan dengan penggunaan asam asetat dilihat dari segi biaya bahan baku.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
31
Tabel 4.8. Perbandingan Kondisi Operasi dan Kualitas Produk pada Pelarutan dengan Asam untuk Produksi 1 kg Aspal
No Perbandingan 1 Konsentrasi Jumlah Pemakaian Asbuton dengan 2 kandungan 40% aspal (kg) 3 Waktu (jam) 4 Jumlah Asam (l) 5 Kemurnian Aspal 6 Harga Asam 500 ml (USD) 7 Harga Total Asam (USD)
Asam Asetat 18% 36% 2,3
2,2
1 0,5 15,35 13,81 67,08% 62,42% 4,82 9,64 148,03 266,25
Asam Klorida 33% 1,5 3,61 100% 25,54 184,43
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
BAB V PENUTUP
5.1.
Kesimpulan 1.
Asam asetat dapat digunakan sebagai pelarut pengotor dalam asbuton untuk meningkatkan kemurniannya. Dari penelitian ini, kualitas
asbuton meningkat dari 37,86% menjadi 67,08%. 2.
Dalam proses optimum yang diperoleh, asam asetat digunakan bersama air dan asbuton dengan perbandingan 1,8 : 8,2 : 1 pada suhu 80oC selama 1 jam.
5.2.
Saran 1.
Optimasi masih dapat dilakukan dengan melakukan tinjauan perpindahan massa agar kemurnian aspal terproduksi bisa mendekati 100%
2.
Tinjauan keekonomian masih dibutuhkan untuk merealisasikan industri ini.
32 Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
33
DAFTAR PUSTAKA
Asbuton Lawele Sebagai Bahan Pada Affandi, F. (2006). Hasil Pemurnian Campuran Beraspal Untuk Perkerasan Jalan. Jurnal Jalan-Jembatan, Vol. 23. Cherstsey, S. (1966). The Shell Bitumen Handbook, Rivershell House. Demirbas, A. (2006). Acetic acid leaching of magnesia from magnesite via calcination. Indian Journal of Chemical Technology, Vol. 13. Detiknews. (2011). Kecelakaan Akibat Jalanan Rusak, Dinas Pekerjaan Umum Bisa Dituntut [Online]. Available: http://www.detiknews.com/read/2011/02/08/091620/1562246/10/kecelaka an-akibat-jalanan-rusak-dinas-pekerjaan-umum-bisa-dituntut. [Accessed 28 February 2011]. Economides, M. J., Hill, A. D. dan Ehlig-Economides, C. (1994). Petroleum Production Systems, Prentice Hall Petroleum Engineering Series, New Jersey. Gardiner, M. S. dan Nelson, J. W. (2000). Use Of Normal Propyl Bromide Solvents For Extraction And Recovery Of Asphalt Cements. Auburn University. Harry, F., Subagio B.S, Siswosoebrotho B.I. (2006). Evaluasi Modulus Kekakuan dari Campuran Lataston Lapis Aus memakai Asbuton Lawele. Prosiding KRTJ, IX. Integra. (2010). Fine Chemical Price List, INTEGRA CHEMICAL COMPANY, Washington. Investor. (2011). Potensi Aspal Buton Capai 3,8 Miliar Ton [Online]. Available: http://www.investor.co.id/energy/potensi-aspal-buton-capai-38-miliarton/4203 [Accessed 28 February 2011]. Isfahan. (2011). Asia Destinations Prices of Bitumen [Online]. Isfahan Bitumen Production Group Co. [Accessed July 1st 2012]. Kompas. (2010). Infrastruktur, Jalan Rusak Turunkan Produktivitas [Online]. Available: http://regional.kompas.com/read/2010/04/15/13521795/Jalan.Rusak.Turun kan.Produktivitas [Accessed 28 February 2011]. Kurniadji. (2007). Modul Trainer of Trainee : Bahan Aspal dan Asbuton untuk Perkerasan Jalan. In: Puslitbang Jalan Dan Jembatan & Direktorat Jenderal Bina Marga, D. P. U. (ed.). Lacin, O., Donmez, B. dan Demir, F. (2005). Dissolution kinetics of natural magnesite in acetic acid solutions. International Jurnal of Mineral Processing, Vol. 75, 91 - 99. Lisminto. (1996). Paten: Proses Pembuatan Aspal Murni dan Komposisi Aspal Modifikasi. Indonesia Aplikasi Paten ID 010445. Novia. (2001). Perpindahan Massa pada Ekstraksi Aspal Buton dengan Metode Continuous Countercurrent. Purwono, S., Murachman, B., Yulianti, D. T. dan Suwati. (2005). Koefisien Perpindahan Massa pada Ekstraksi Aspal Buton dari Kabungka dan BauBau dengan Pelarut n-Heksan. Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
34
DAFTAR PUSTAKA (LANJUTAN)
Rahim, Z. R. dan Petrick, M. (2004). "Sustained Gas Production From Acid Fracture Treatments in the Khuff Carbonates, Saudi Arabia: Will Proppant Fracturing Make Rates Better? Field Example and Analysis”. SPE Annual Technical Conference and Exhibition Texas: SPE Paper 90902. Sayono. (2000). Paten: Proses Ekstraksi untuk Pemurnian Aspal dengan Menggunakan Pelarut Organik. Indonesia Aplikasi Paten ID 0004877. Setiawan, D., Gumilar, T. dan Julianto. (2011). Gelapnya Nasib Aspal Lokal [Online]. www.majalahtrust.com. Available: http://www.majalahtrust.com/ekonomi/sektor_riil [Accessed 25 Februari 2011]. Siswosoebrotho, B. I., Kusnianti, N. dan Tumewu, W. (2005). Laboratory Evaluation Of Lawele Buton Natural Asphalt In Asphalt Concrete Mixture. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, 857 - 867. Subagio, B. S., Karsaman R.H., Fahmi, I. (2003). Fatigue Characteristics of HRA Mix using Indonesian Rock Asphalt (Asbuton) as a filler. Proceedings of EASEC IX. Bali, Indonesia. Subagio, B. S., Karsaman, R. H. dan Fahmi, I. (2003). Fatigue Characteristics of HRA Mix using Indonesian Rock Asphalt (Asbuton) as a filler. Proceedings of EASEC IX. Bali, Indonesia. Wagner, F. S. (1978). Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology: Acetic acid, New York, Wiley. Yen, T. F. dan Chilingar, G. V. (2000). Asphaltenes and asphalts, Elsevier Science.
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
LAMPIRAN DATA HASIL PENELITIAN
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Lampiran: Data hasil penelitian
LAMPIRAN
Pengaruh suhu terhadap padatan terlarut Berikut adalah data hasil ekstraksi 2 gram asbuton dengan menggunakan asam asetat 6 M selama 1 jam.
Tabel 1. Data hasil ekstraksi untuk mencari suhu optimum
Sampel
T (oC)
1 2 3 4 5 6 7 8
40 60 80 95
Asbuton (gr)
Penyaring (gr)
2,011 2,004 2,014 2,001 2,007 2,006 2,043 2,008
0,341 0,491 0,402 0,449 0,547 0,454 0,535 0,530
Hasil ekstraksi (gr) 2,124 2,361 2,076 2,124 2,027 1,801 1,937 1,981
Asbuton hasil Ekstraksi (gr) 1,783 1,870 1,674 1,675 1,480 1,346 1,402 1,452
Padatan terlarut (g) 0,228 0,134 0,339 0,327 0,527 0,660 0,641 0,557
Ekstraksi asbuton dengan asam asetat berkonsentrasi rendah Berikut adalah data hasil ekstraksi 2 gram asbuton dengan menggunakan variasi asam setat berkonsentrasi rendah pada suhu optimum selama 1 jam. Tabel 2. Data hasil ekstraksi menggunakan asam asetat berkonsentrasi rendah
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8
Konsentrasi Asbuton Penyaring (M) (gr) (gr) 1 2 3 4
2,004 2,009 2,002 2,004 2,004 2,006 2,010 2,007
0,408 0,347 0,407 0,267 0,365 0,353 0,509 0,472
Hasil ekstraksi (gr) 1,956 1,885 1,852 1,449 1,330 1,303 1,463 1,410
Asbuton Padatan hasil Ekstraksi terlarut (gr) (g) 1,549 0,456 1,538 0,471 1,445 0,557 1,183 0,821 0,965 1,039 0,950 1,056 0,955 1,056 0,938 1,069
Dari konsentrasi optimum yang diperoleh, percobaan dilakukan kembali dengan melakukan variasi massa terhadap ekstraksi asbuton dengan menggunakan asam asetat berkonsentrasi rendah, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini. Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Lampiran: Data hasil penelitian (lanjutan)
Tabel 3. Data hasil ekstraksi asbuton menggunakan asam asetat dengan variasi massa sampel
Sampel
Asbuton (gr)
Penyaring (gr)
1 2 3 4 5 6
2,004 2,006 2,530 2,504 3,004 3,015
0,365 0,353 0,360 0,372 0,359 0,368
Hasil ekstraksi (gr) 1,330 1,303 1,619 1,789 2,055 2,221
Asbuton hasil Ekstraksi (gr) 0,965 0,950 1,259 1,417 1,696 1,710
Padatan terlarut (g) 1,039 1,056 1,271 1,087 1,309 1,305
Ekstraksi asbuton dengan asam asetat berkonsentrasi tinggi Berikut adalah data variasi waktu terhadap ekstraksi 2 gram asbuton menggunakan 9 M asam asetat pada suhu 80oC. Tabel 4. Data hasil ekstraksi asbuton menggunakan asam asetat berkonsentrasi tinggi dengan variasi waktu
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (menit)
Asbuton (gr)
Penyaring (gr)
15
2,000 2,014 2,009 2,018 2,036 2,003 2,015 2,013
0,593 0,536 0,483 0,543 0,423 0,563 0,458 0,469
30 45 60
Hasil ekstraksi (gr) 1,856 1,784 1,622 1,635 1,525 1,655 1,553 1,595
Asbuton hasil Ekstraksi (gr) 1,263 1,248 1,139 1,092 1,101 1,092 1,095 1,126
Padatan terlarut (g) 0,737 0,765 0,870 0,926 0,934 0,911 0,920 0,887
Ekstraksi dilakukan kembali dengan melakukan variasi konsentrasi asam selama 45 menit. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Data hasil ekstraksi asbuton menggunakan asam asetat berkonsentrasi tinggi
Sampel 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi Asbuton Penyaring (M) (gr) (gr) 3 6 9
2,003 2,000 2,036 2,024 2,018 2,007
0,377 0,395 0,418 0,437 0,543 0,414
Hasil ekstraksi (gr) 1,764 1,764 1,574 1,501 1,635 1,426
Asbuton Padatan hasil Ekstraksi terlarut (gr) (g) 1,387 0,616 1,369 0,631 1,156 0,881 1,064 0,960 1,092 0,926 1,012 0,995 Universitas Indonesia
Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Lampiran: Data hasil penelitian (lanjutan)
Dengan menggunakan konsentrasi optimum, ekstraksi dilakukan kembali dengan terhadap pelarutan dan diperoleh data melihat pengaruh peningkatan massa
sebagai berikut. Tabel 6. Data ekstraksi asbuton menggunakan asam asetat berkonsentrasi tinggi dengan variasi massa asbuton
Sampel
Asbuton (gr)
Penyaring (gr)
1 2 3 4 5 6
2,009 2,024 3,005 3,015 4,008 4,014
0,380 0,437 0,330 0,295 0,334 0,290
Hasil ekstraksi (gr) 1,360 1,501 2,006 1,870 2,454 2,561
Asbuton hasil Ekstraksi (gr) 0,980 1,064 1,676 1,575 2,121 2,270
Padatan terlarut (g) 1,028 0,960 1,329 1,440 1,887 1,743
Pengukuran kadar aspal hasil ekstraksi dengan metode SNI 03-3640-1994 Berikut adalah data pengukuran kandungan aspal dalam asbuton dan produk hasil ekstraksi menggunakan asam asetat. Untuk meningkatkan keakurasian data, pengujian dilakukan 2 kali untuk tiap sampel dan dihitung nilai rata-ratanya. Tabel 7. Data pengukuran kandungan aspal dengan menggunakan metode 03-3640-1994
SNI 03-3640-1994
Massa sampel beraspal Massa sampel + kertas saring Massa kertas saring kosong Massa hasil ekstraksi Massa aspal yang terekstrak Kandungan aspal Nilai rata-rata
Asbuton
Hasil ekstraksi asam asetat berkonsentrasi rendah 3 4
Hasil ekstraksi asam asetat berkonsentrasi tinggi 5 6
1
2
4,003
4,003
0,955
0,938
1,575
2,349
4,816
4,882
2,249
1,933
2,456
3,379
0,813
0,879
1,295
0,995
0,881
1,030
3,295
3,321
1,674
1,240
1,417
1,995
1,521
1,510
0,575
0,694
1,038
1,384
38,0% 37,7% 37,9%
60,3% 73,9% 67,1%
65,9% 58,9% 62,4%
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Lampiran: Data hasil penelitian (lanjutan)
Perhitungan densitas aspal dengan menggunakan piknometer densitas padatan dengan menggunakan Berikut adalah data hasil perhitungan
piknometer. Tabel 8. Data hasil perhitungan densitas aspal dengan menggunakan piknometer
Kriteria perhitungan Massa piknometer Massa piknometer berisi aquades Massa aspal Massa piknometer berisi aquades dan aspal Densitas aquades Massa aquades yang terbuang Volum aquades yang terbuang Volum aspal Densitas aspal Nilai rata-rata
11,72
11,73
Hasli ekstraksi asam asetat berkonsentrasi rendah 15,11 15,11
16,48
16,47
25,58
25,57
25,57
25,56
0,180
0,180
0,068
0,068
0,194
0,197
16,54
16,54
25,59
25,59
25,61
25,62
0,952
0,948
1,047
1,047
1,046
1,045
4,64
4,63
10,41
10,42
10,30
10,31
4,874
4,884
9,948
9,954
9,849
9,864
0,126 1,428
0,116 1,551
0,052 1,313
0,046 1,479
0,151 1,283
0,136 1,446
Asbuton
1,490
1,396
Hasli ekstraksi asam asetat berkonsentrasi tinggi 15,11 15,11
1,365
Perbandingan densitas teoritis dengan densitas percobaan Berikut adalah data hasil perbandingan densitas hasil percobaan dengan densitas secara teoritis menggunakan kandungan aspal dalam sampel. Tabel 9. Data perhitungan densitas teoritis dan perbandingannya dengan densitas percobaan
Kriteria Perhitungan Basis Massa Massa Aspal Massa CaCO3 Densitas Aspal Densitas CaCO3 Volume Aspal Volume CaCO3 Volume Total Densitas Teoritis
Asbuton 100,0 37,86 62,14 1,030 2,800 36,75 22,19 58,95 1,696
Hasli ekstraksi asam asetat berkonsentrasi rendah 100,0 67,08 32,92 1,030 2,800 65,13 11,76 76,88 1,301
Hasli ekstraksi asam asetat berkonsentrasi tinggi 100,0 62,42 37,58 1,030 2,800 60,60 13,42 74,02 1,351
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012
Lampiran: Data hasil penelitian (lanjutan)
Percobaan
1,490
1,365
1,396
Kesalahan Teoritis
12,2%
4,93%
3,35%
Universitas Indonesia Produksi aspal..., Illyin A. B, FT UI, 2012