UNIVERSITAS INDONESIA
EKSTRAKSI BITUMEN DARI BATUAN ASPAL BUTON MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN PELARUT N-HEPTANA, TOLUENA, DAN ETANOL
SKRIPSI
HENDRA FAUZI 0806333114
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2012
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
EKSTRAKSI BITUMEN DARI BATUAN ASPAL BUTON MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN PELARUT N-HEPTANA, TOLUENA, DAN ETANOL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
HENDRA FAUZI 0806333114
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2012
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITIAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Hendra Fauzi
NPM
: 0806333114
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 3 Juli 2012
iii Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
: Hendra Fauzi
NPM
: 0806333114
Program Studi : Teknik Kimia Judul Skripsi
: Ekstraksi Bitumen dari Batuan Aspal Buton Menggunakan Gelombang Mikro dengan Pelarut n-Heptana, Toluena, dan Etanol
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Prof. Dr. Ir. M. Nasikin, M.Eng
(
)
Penguji
: Ir. Dewi Tristantini, M.T., PhD.
(
)
Penguji
: Prof. Dr. Ir. Slamet, M.T.
(
.)
Penguji
: Dr. Muhammad Sahlan, S.Si., M.Eng.
(
)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 3 Juli 2012
iv Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Kimia pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan oleh berbagai pihak kepada saya, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Mohammad Nasikin, M.Eng, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan tenaganya untuk membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA., selaku kepala Departemen Teknik Kimia FTUI. 3. Dr. Ir. Nelson Saksono, M.T., selaku pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing saya hingga semester akhir. 4. Dr. Heri Hermansyah S.T., M.Eng, Dr. Tania Surya Utami, S.T., M.T., dan Ir. Rita Arbianti, M.Si., selaku dosen pemilik oven microwave yang telah mengizinkan saya menggunakan alat tersebut pada penelitian ini. 5. Kedua orangtua dan kakak saya yang senantiasa mendoakan dan mendukung saya baik secara moril maupun materil. 6. Rekan satu bimbingan, Illyin AB, Ivan Mery, dan Juherianto, yang selama penyusunan skripsi saling mengingatkan, bertukar pikiran dan memberi semangat. 7. Destya Nilawati, Indrianti Pramadewi, Nindya Sani W, Gesti Aprilia, Dini Asyifa, Merisa Bestari, Prima A, dan Prima Ernest yang memberikan banyak motivasi dan kebersamaan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 8. Mang Jajat, Mang Ijal, Mas Eko, dan Mas Diki selaku laboran yang telah banyak membantu saya dalam pelaksanaan penelitian di laboratorium.
v Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
9. Teman-teman Teknik Kimia 2008, atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dikarenakan masih terbatasnya ilmu yang saya miliki. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini maupun diri saya sendiri di waktu yang akan datang. Akhir kata, saya berharap skripsi ini mampu memberikan peranan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Depok, 3 Juli 2012
Penulis
vi Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Hendra Fauzi
NPM
: 0806333114
Program Studi : Teknik Kimia Departemen
: Teknik Kimia
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Ekstraksi Bitumen dari Batuan Aspal Buton Menggunakan Gelombang Mikro dengan Pelarut n-Heptana, Toluena, dan Etanol beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 3 Juli 2010 Yang menyatakan
(Hendra Fauzi) vii Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Hendra Fauzi Program Studi : Teknik Kimia Judul : Ekstraksi Bitumen dari Batuan Aspal Buton Menggunakan Gelombang Mikro dengan pelarut n-Heptana, Toluena, dan Etanol Indonesia memiliki deposit Aspal Buton sebesar 650 juta ton dan merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia. Aspal Buton ini memiliki potensi sebagai bahan tambah (additive) atau sebagai bahan substitusi aspal minyak sehingga bila dimanfaatkan secara maksimal maka dapat menghemat devisa negara dengan mengurangi ketergantungan pada aspal impor. Untuk dapat dimanfaatkan sebagaimana aspal minyak maka diperlukan proses pemisahan (ekstraksi) bitumen dari batuan Aspal Buton. Pada penelitian ini Aspal Buton akan diekstraksi menggunakan metode ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro. Ekstraksi dilakukan dengan tiga variasi, yaitu rasio volume pelarut (nheptana : toluena : etanol), variasi volume total pelarut dan waktu ekstraksi. Pada volume pelarut 50 mL dengan rasio volume pelarut n-heptana-toluena-etanol 5:3:2, dan waktu ekstraksi 5 menit, diperoleh yield bitumen sebesar 32,38%. Ekstrak yang didapat kemudian diuji menggunakan FTIR. Hasil spektrum FTIR ekstrak dari ekstraksi Aspal Buton menunjukkan adanya kesamaan dengan spektrum FTIR bitumen. Kata kunci : Aspal Buton, Bitumen, Ekstraksi Aspal Buton, Ekstraksi Gelombang Mikro
viii Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
ABSTRACT Name Study Program Title
: Hendra Fauzi : Chemical Engineering : Extraction of Bitumen from Buton Rock Asphalt Using Microwave with n-Heptane, Toluene, and Ethanol As Solvent
Indonesia has 650 million tons deposit of Buton Asphalt. It is the largest deposit of natural asphalt in the world. Buton asphalt has a potential as an additive or as a substitution of petroleum asphalt, so that when it is fully utilized, it can save foreign exchange by reducing dependence on imported asphalt. A process of bitumen separation (extraction) from the rock of Buton Asphalt is required to be utilized as petroleum asphalt. In this study, Buton Asphalt will be extracted using microwave assisted extraction method. Extraction is conducted with three variations, the ratio of the volume of solvent (n-heptane: toluene: ethanol), total volume of solvent, and extraction time. On the volume of 50 mL of solvent with volume ratio of solvent n-heptane-toluene-ethanol 5:3:2, and extraction time 5 min, obtained bitumen yield 32.38%. The extract is tested using FTIR. The results of FTIR spectrum of the extract from the extraction of Buton Asphalt indicate a similarity with the FTIR spectrum of bitumen. Key Word: Buton Asphalt, Bitumen, Buton Asphalt Extraction, Microwave Assisted Extraction
ix Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................. i HALAMAN JUDUL ................................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................iv KATA PENGANTAR ............................................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................. vii ABSTRAK .......................................................................................................…..viii ABSTRACT ...............................................................................................................ix DAFTAR ISI ............................................................................................................. x DAFTAR ISI (Lanjutan 1) ........................................................................................xi DAFTAR ISI (Lanjutan 2) ...................................................................................... xii DAFTAR ISI (Lanjutan 3) ..................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) .............................................................................. xv DAFTAR TABEL ................................................................................................ ..xvi DAFTAR TABEL (Lanjutan) ................................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4 1.4 Batasan Masalah ............................................................................................. 4 1.5 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 5 x Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR ISI (Lanjutan 1)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6 2.1 Kebutuhan Aspal Nasional .............................................................................. 6 2.2 Aspal Buton .................................................................................................... 6 2.2.1 Deposit Aspal Buton ................................................................................. 6 2.2.2 Karakteristik Aspal Buton ......................................................................... 7 2.2.3 Bitumen Aspal Buton .............................................................................. 10 2.2.4 Ekstraksi Aspal Buton ............................................................................. 11 2.3 Pemilihan Pelarut .......................................................................................... 12 2.4 Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro ................................................ 14 2.4.1 Teori Umum Gelombang Mikro .............................................................. 14 2.4.2 Prinsip Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro .............................. 17 2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi dengan Gel. Mikro............. 20 2.5 Analisis FTIR (Fourier Transform Infrared) .................................................. 23 BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 27 3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................... 27 3.1.1 Skema Alat ............................................................................................. 27 3.1.2 Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 29 3.2 Variabel Penelitian ........................................................................................ 30
xi Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR ISI (Lanjutan 2)
3.3 Alat dan Bahan .............................................................................................. 30 3.3.1 Peralatan ................................................................................................. 30 3.3.2 Bahan - bahan ......................................................................................... 31 3.4 Prosedur Penelitian ........................................................................................ 31 3.4.1 Tahap Preparasi Sampel .......................................................................... 31 3.4.2 Tahap Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro ............................... 32 3.4.3 Tahap Analisis Data Penentuan Yield Optimum ...................................... 34 3.4.4 Tahap Identifikasi Ekstrak Bitumen ........................................................ 34 3.4.1 Uji FTIR ............................................................................................. 35 3.4.5 Uji Viskositas Pelarut dari Setiap Variasi Rasio Pelarut .......................... 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 36 4.1 Analisis Prosedur Penelitian .......................................................................... 36 4.1.1 Tahap Preparasi Sampel Aspal Buton ...................................................... 36 4.1.2 Tahap Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro ............................... 36 4.2 Hasil dan Analisis ......................................................................................... 39 4.2.1 Berat Ekstrak .......................................................................................... 39 4.2.1.1 Variasi Rasio Volume Pelarut .......................................................... 39 4.2.1.2 Variasi Volume Total Pelarut ........................................................... 43
xii Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR ISI (Lanjutan 3)
4.2.1.3 Variasi Waktu Ekstraksi ................................................................... 44 4.2.2 Perbandingan Hasil Ekstraksi Dengan Kadar Bitumen Dalam Aspal Buton ...................................................................................................... 46 4.2.3 Perbandingan Hasil Dengan Ekstraksi Menggunakan Pelarut Komersil dan Kerosin Tanpa Gelombang Mikro ..................................................... 47 4.2.4 Hasil FTIR .............................................................................................. 49 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 52 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 52 5.2 Saran ............................................................................................................. 52 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan 1) ......................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan 2) ......................................................................... 56 LAMPIRAN A ....................................................................................................... 57 LAMPIRAN B ........................................................................................................ 61
xiii Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Lokasi Sebaran Aspal Buton .......................................................... 7 Gambar 2.2 Representatif Struktur Keempat Senyawa Penyusun Bitumen .............. 11 Gambar 2.3 Skema Tahapan Dalam Proses Ekstraksi Padat-Cair............................. 11 Gambar 2.4 Gelombang Elektromagnetik ................................................................ 14 Gambar 2.5 Spektrum Gelombang Elektromagnetik ................................................ 15 Gambar 2.6 Perbedaan Antara Pemanasan Konvensional dan Pemanasan dengan Gelombang Mikro ............................................................................... 16 Gambar 2.7 Efek Gelombang Mikro Pada Air Sebelum dan Sesudah Adanya Gelombang Mikro ............................................................................... 18 Gambar 2.8 Spektrum FTIR Bitumen, Asphaltene, Maltene, Saturates/Aromatic, dan Resin ............................................................................................. 23 Gambar 3.1 Peralatan Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro ....................... 27 Gambar 3.2 Susunan Peralatan Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro Tanpa Sistem Refluks ..................................................................................... 28 Gambar 3.3 Reaktor Kaca dan Penutup Reaktor Kaca Untuk Ekstraksi Gelombang Mikro .................................................................................................. 28 Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 29 Gambar 3.5 Grafik Analisis (a) Grafik Persen Massa Bitumen vs Rasio Volume Pelarut, (b) Grafik Persen Massa vs Volume Total Pelarut, (c) Grafik Persen Massa vs Waktu Ekstraksi ........................................................ 34 Gambar 4.1 Filtrat Hasil Ekstraksi .......................................................................... 38 Gambar 4.2 Ekstrak Bitumen atau Aspal Setelah Proses Evaporasi Pelarut ............. 39 Gambar 4.3 Persen Berat Ekstrak Per Berat Sampel Aspal Buton yang Dihasilkan dari Ekstraksi (t = 15 menit) dengan Variasi Rasio Volume Pelarut ..... 39 Gambar 4.4 Persen Berat Ekstrak Per Berat Sampel Aspal Buton yang Dihasilkan dari Ekstraksi (t = 15 menit) dengan Variasi Volume Total Pelarut ...... 43 Gambar 4.5 Persen Berat Ekstrak Per Berat Sampel Aspal Buton yang Dihasilkan dengan Variasi Waktu Ekstraksi (Volume Pelarut 50 ml) ..................... 45
xiv Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
Gambar 4.6 Spektrum FTIR Ekstrak Dari Ekstraksi Aspal Buton Menggunakan Gelombang Mikro ............................................................................... 49 Gambar 4.7 Spektrum FTIR Bitumen, Asphaltene, Maltene, Saturates/Aromatic, dan Resin ............................................................................................. 51 Gambar B.1 Absorbansi dari Ekstrak Bitumen Hasil Uji FTIR ................................ 61 Gambar B.2 Proses Ekstraksi dengan Gelombang Mikro (microwave) .................... 61 Gambar B.3 Larutan Hasil Ekstraksi ....................................................................... 62 Gambar B.4 Residu dari Hasil Ekstraksi ................................................................. 62
xv Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat Fisik Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele ............................... 8 Tabel 2.2 Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele.............................. 8 Tabel 2.3 Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele (Lanjutan) ............ 9 Tabel 2.4 Komposisi Kimia Mineral Asbuton Kabungka dan Lawele ........................ 9 Tabel 2.5 Sifat-sifat Senyawa Penyusun Bitumen Aspal Alam ................................ 10 Tabel 2.6 Nilai Parameter Kelarutan Hansen dan Hildebrand dari Bitumen, nHeptana, Toluena, dan Etanol .................................................................. 13 Tabel 2.7 Konstanta Fisik Untuk Beberapa Pelarut .................................................. 17 Tabel 2.8 Laju Pemanasan dan Viskositas Pelarut ................................................... 19 Tabel 2.9 Perbandingan Ekstraksi dengan Gelombang Mikro (microwave) dan Metode Ekstraksi yang Lain .................................................................... 20 Tabel 2.10 Titik Didih dari Suhu Dalam Gelombang Mikro Pada Tekanan 175 psig dari Berbagai Pelarut ....................................................................... 22 Tabel 2.11 Spektrum FTIR Asphaltene ................................................................... 25 Tabel 3.1 Peralatan dan Kegunaannya ..................................................................... 30 Tabel 3.2 Peralatan dan Kegunaannya (Lanjutan) .................................................... 31 Tabel 3.3 Bahan-bahan dan Kegunaannya ............................................................... 31 Tabel 3.4 Variasi Rasio Volume Pelarut dengan Volume Etanol 20 ml ................... 32 Tabel 4.1 Nilai Parameter Kelarutan Hansen dan Hildebrand dari Bitumen, Asphaltene, Maltene, n-Heptana, Toluena, dan Etanol ............................. 40 Tabel 4.2 Nilai Parameter Kelarutan Hildebrand Setiap Variasi Rasio Volume Pelarut ..................................................................................................... 41 Tabel 4.3 Viskositas Setiap Variasi Rasio Volume Pelarut ...................................... 42 Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Ekstraksi Dengan Kadar Bitumen Dalam Aspal Buton ...................................................................................................... 47 Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Ekstraksi Dengan Gelombang Mikro dan Tanpa Gelombang Mikro Pada Kondisi Optimum .............................................. 48 Tabel 4.6 Hasil Analisis FTIR dari Ekstrak Aspal Buton ......................................... 50
xvi Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
Tabel A.1 Data dan Perhitungan dari Persentase Aspal Terekstrak oleh Variasi Rasio Volume Pelarut ............................................................................. 57 Tabel A.2 Persentase Aspal Terekstrak Terhadap Variasi Rasio Volume Pelarut ..... 57 Tabel A.3 Persentase Aspal Terekstrak Terhadap Variasi Rasio Volume Pelarut (Lanjutan) ............................................................................................... 58 Tabel A.4 Data dan Perhitungan dari Persentase Aspal Terekstrak oleh Variasi Volume Total Pelarut.............................................................................. 58 Tabel A.5 Persentase Aspal Terekstrak Terhadap Variasi Volume Total Pelarut...... 58 Tabel A.6 Data dan Perhitungan dari Persentase Aspal Terekstrak oleh Variasi Waktu Ekstraksi ..................................................................................... 59 Tabel A.7 Persentase Aspal Terekstrak Terhadap Variasi Waktu Ekstraksi ............. 59 Tabel A.8 Rata-Rata Peningkatan Jumlah Aspal Terekstrak Terhadap Peningkatan Waktu Ekstraksi ..................................................................................... 59 Tabel A.9 Konstanta Karakteristik C dari Viskometer ............................................. 60 Tabel A.10 Data dan Perhitungan dari Viskositas Pelarut Setiap Variasi Rasio Volume Pelarut ....................................................................................... 60
xvii Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebutuhan aspal untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan semakin lama semakin meningkat. Kebutuhan aspal untuk jaringan jalan di Indonesia adalah sekitar 600 ribu sampai 1 juta ton per tahun (Departemen Pekerjaan Umum, 2010). Namun selama ini kebutuhan akan aspal masih sangat tergantung dengan aspal minyak. Sementara itu, produksi kilang minyak Pertamina maksimum adalah sekitar 600 ribu ton per tahun. Secara praktis bisnis, produksi aspal Pertamina di kisaran 450 ribu ton per tahun sehingga sisa kebutuhan aspal dipenuhi dari aspal impor (Esso, Shell, dll). Di Indonesia terdapat cadangan aspal alam dunia tepatnya di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, yang dikenal dengan aspal buton atau asbuton. Deposit asbuton sebesar 650 juta ton, dengan kadar aspal dalam asbuton bervariasi antara 10-35%, yang setara dengan 170 juta ton aspal minyak (Departemen Pekerajaan Umum, 2010). Deposit asbuton ini setara degan kebutuhan aspal untuk 170 tahun ke depan. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia dibandingkan aspal alam lainnya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat pada perkerasan jalan menggantikan aspal minyak. Asbuton itu sendiri dapat digunakan sebagai bahan tambah (additive) atau sebagai bahan substitusi aspal minyak. Asbuton mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Penggunaan asbuton dinilai dapat meningkatkan daya tahan infrastruktur jalan dan jalan tol di Indonesia. Keunggulan asbuton antara lain stabilitas perkerasan lebih tinggi jika dibandingkan dengan aspal minyak. Asbuton juga lebih tahan retak akibat cuaca maupun lingkungan. Asbuton juga dinilai dapat menghemat ketebalan perkerasan hingga 22% serta memiliki produk samping dengan manfaat besar seperti high oil, bentonit, dan mineral (fosfat dan kapur) (Badan Litbang PU, 2010). Oleh karena itu, pemerintah pun mengeluarkan Permen No. 35/2006
1 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
2
tentang peningkatan pemanfaatan asbuton untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan. Asbuton ini berpotensi tinggi untuk digunakan di seluruh jalan Indonesia. Namun sayangnya, pemanfaatan asbuton hingga saat ini masih belum optimal yang disebabkan oleh penggunaan teknologi yang tidak tepat. Selama ini, teknologi yang digunakan untuk mengolah asbuton menjadi suatu campuran aspal yang berkualitas kurang efisien, dan relatif sulit pada pelaksanaannya. Untuk itu berbagai penelitian dikembangkan, salah satunya untuk mendapatkan asbuton murni (bitumen) yang dilakukan dengan cara pemisahan (ekstraksi) aspal murni dari asbuton, yang selanjutnya dapat digunakan langsung sebagai pengganti aspal keras atau sebagai bahan aditif yang akan memperbaiki karakteristik aspal keras. Banyak penelitian di Indonesia yang spesifik membahas mengenai ekstraksi asbuton. Berbagai pelarut telah diuji pada ekstraksi asbuton antara lain, kerosin (Sayono, 2000), n-heksana (Purwono, 2005), TCE (tricloroethilen) dan n-propil bromida (Gardiner, 2000), dan karbon tetraklorida (CCl4) (Aris, 1997). Pelarutpelarut organik yang digunakan pada proses ekstraksi aspal Buton tersebut hanya dapat mengambil sejumlah kecil bitumen dan membutuhkan pelarut dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu, dari metode-metode ekstraksi yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya ternyata belum ada yang berhasil diterapkan dalam skala industri. Untuk mengatasi berbagai kelemahan dari metode-metode ekstraksi yang dilakukan para peneliti sebelumnya, maka pada penelitian ini akan digunakan metode ekstraksi dengan gelombang mikro atau Microwave Assited Extraction (MAE). Metode ini pertama kali digunakan pada tahun 1975 oleh Abu Samra untuk analisis logam dari contoh biologi dan dikembangkan oleh Ganzler pada tahun 1986 untuk mengekstrak lipid, antinutritives dan pestisida dari tanah, benih dan makanan (Mandal, 2007). Metode esktraksi dengan bantuan gelombang mikro memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh gelombang mikro yang merupakan bentuk radiasi non-ionisasi elektromagnetik. Ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro lebih sedikit menggunakan pelarut ±40 mL per 2-5 gram sampel dan mempersingkat waktu ekstraksi ±10-15 menit dengan ekstrak yang didapatkan lebih banyak serta relatif lebih murah (Dean, 1998).
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
3
Pemanfaatan gelombang mikro pada proses ekstraksi sudah banyak dilakukan untuk mengekstraksi senyawa hidrokarbon seperti bitumen dari Aspal Buton, antara lain ekstraksi Xianfeng lignite (Zhiping Lei et al, 2011), ekstraksi oil sands (Sateesh Mutyala et al, 2009), dan ekstraksi Mahakam coal (Y.Li et al, 2001). Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, diketahui bahwa gelombang mikro mampu mengekstraksi senyawa hidrokarbon seperti aspalten dan malten, yang juga terkandung di dalam bitumen dari asbuton. Dari landasan itulah, maka pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro untuk mengekstraksi bitumen dari Aspal Buton. Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi menggunakan microwave yang telah dimodifikasi dengan campuran pelarut n-heptana, toluena, dan etanol. Pada proses ekstraksi, dilakukan variasi rasio volume pelarut n-heptana, toluena dan etanol, variasi volume total pelarut dengan menggunakan rasio volume pelarut optimum, dan variasi terhadap waktu ekstraksi hingga diperoleh kondisi optimum. Selanjutnya, hasil ekstraksi akan dianalisis dengan metode FTIR untuk mengetahui apakah ekstrak yang diperoleh merupakan aspal murni yaitu dengan cara membandingkan spektrum FTIR hasil ekstraksi dengan spektrum FTIR aspal murni. Selain itu, hasil ekstraksi juga akan dihitung persen massa dengan menggunakan perbandingan massa batuan aspal sebelum dan sesudah proses ekstraksi. Penelitian ini akan memberikan hasil ekstraksi bitumen dengan jumlah yang lebih banyak, kualitas yang baik dan dengan sedikit pelarut dan singkatnya waktu ekstraksi serta memiliki nilai jual yang ekonomis dibandingkan ekstraksi konvensional. Maka dari itu, diharapkan penelitian ini mampu memberikan solusi terkait pemanfaatan masalah Aspal Buton. Pemanfaatan Aspal Buton yang ekonomis tentu akan membuat investor tertarik akan peluang usaha aspal ini, sehingga mampu meningkatkan devisa negara, membuka lapangan kerja baru, serta mampu berdaya saing dunia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dikemukakan masalah dalam penelitian ini yaitu :
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
4
1. Bagaimanakah pengaruh rasio volume pelarut n-heptana, toluena, etanol, variasi volume total pelarut dan waktu ekstraksi terhadap yield bitumen yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan gelombang mikro? 2. Berapa persen massa bitumen yang dapat diekstraksi dengan ekstraksi gelombang mikro? 3. Bagaimana kondisi optimum pada proses ekstraksi dengan gelombang mikro sehingga mendapatkan yield bitumen yang maksimum? 1.3 Tujuan Penelitian Ada empat tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian tentang ekstraksi aspal Buton menggunakan gelombang mikro ini, antara lain : 1. Memperoleh bitumen dari batuan aspal Buton dengan menggunakan ekstraksi gelombang mikro. 2. Mengetahui persen massa bitumen yang dapat diekstraksi dengan ekstraksi gelombang mikro. 3. Mengetahui pengaruh rasio volume pelarut n-heptana, toluena, etanol, variasi volume total pelarut dan waktu ekstraksi terhadap yield bitumen yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan gelombang mikro. 4. Mengetahui kondisi optimum pada proses ekstraksi dengan gelombang mikro sehingga mendapatkan yield bitumen yang maksimum. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini yaitu : 1. Sampel batuan aspal Buton yang digunakan berasal dari daerah Lalewe, Sulawesi Tenggara. 2. Sampel batuan aspal Buton akan diekstraksi menggunakan metode ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro atau Microwave Assisted Extraction (MAE). 3. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah campuran pelarut nheptana, toluena, dan etanol. 4. Oven microwave yang digunakan merupakan oven domestik yang dimodifikasi. 5. Uji senyawa hasil ektraksi bitumen dengan menggunakan analisis FTIR.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
5
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dilakukan dengan membagi tulisan menjadi tiga bab, antara lain: BAB I:
PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah yang dibahas, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan.
BAB II:
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi penjelasan mengenai informasi tentang kebutuhan aspal di Indonesia, penjelasan umum mengenai aspal Buton, senyawa penyusun bitumen, dan teori umum mengenai metode ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro (MAE).
BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, variabel bebas, variabel terikat, bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian, serta prosedur penelitian. BAB IV: HASIL DAN ANALISIS Bab ini berisi tentang hasil dari penelitian serta analisis dari hasil penelitian ini. BAB V:
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebutuhan Aspal Nasional Penggunaan aspal untuk pembangunan jalan di Indonesia khususnya jalan nasional tahun 2011 diperkirakan akan meningkat menjadi 700.000 ton, seiring bertambahnya panjang jalan di tanah air (Departemen Pekerjaan Umum, 2010). Meningkatnya panjang ruas jalan nasional dari sekitar 34.000 km menjadi 38.500 km menyebabkan naiknya penggunaan aspal. Secara keseluruhan, kebutuhan aspal untuk ruas jalan di tanah air akan meningkat 10% dari kebutuhan tahun 2010 yang besarnya mencapai 1,2 juta ton (Departemen Pekerjaan Umum, 2010). Selama ini PT Pertamina memenuhi kebutuhan aspal nasional sebesar 450 ribu ton/tahun (Departemen Pekerjaan Umum, 2010). Sisanya dipenuhi dari impor aspal minyak yang sangat bergantung dengan tingginya harga minyak dunia. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan penggunaan aspal Buton sebagai pengganti aspal minyak sehingga dapat menghemat devisa negara untuk mengimpor aspal minyak dari negara-negara penghasil minyak. Tahun 2010 lalu, Pemerintah telah menjalankan program pemanfaatan aspal Buton secara nasional sebanyak 33.477 ton untuk ruas jalan nasional sepanjang 463,2 km jalan yang tersebar di 27 propinsi di Indonesia. Peningkatan pemakaian aspal Buton dapat meningkatkan usia jalan karena pada umumnya kualitasnya lebih tinggi dan juga dapat membantu investor lokal karena pasokanya berasal dari dalam negeri (Departemen Pekerjaan Umum, 2010).
2.2 Aspal Buton 2.2.1 Deposit Aspal Buton Aspal Buton (asbuton) adalah aspal alam yang terkandung dalam deposit batuan yang terdapat di Pulau Buton dan sekitarnya. Jumlah deposit diperkirakan sebesar 650 juta ton, dengan kadar aspal bervariasi antara 10% sampai dengan
6 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
7
40%. Aspal ini berada di dalam tanah dengan variasi kedalaman mulai 1,5 m di bawah permukaan tanah. Aspal alam yang tersedia di Pulau Buton mempunyai cadangan yang sangat besar, merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia. Deposit aspal Buton tersebar dari teluk Sampolawa sampai dengan teluk Lawele sepanjang 75 km dengan lebar 12 km (Gompul, 1991) ditambah wilayah Enreke yang termasuk wilayah kabupaten Muna. Ilustrasi lokasi deposit aspal alam asbuon, diperlihatkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Peta Lokasi Sebaran Aspal Buton
Dari eksplorasi yang dilakukan Alberta Research Council di daerah Lawele (Supriyadi S., Alberta Research Council, 1989) pada 132 titik pengeboran diperoleh hasil bahwa ketebalan asbuton berkisar antara 9 meter sampai 45 meter atau ketebalan rata-rata 29,88 meter dengan tebal tanah penutup 0-17 meter atau rata-rata tebal tanah penutup 3,47 meter pada luas daerah pengaruh asbuton 1.527.343,5 m2. 2.2.2 Karakteristik Aspal Buton Aspal Buton yang terdapat di Pulau Buton, memiliki sifat yang berbedabeda tergantung di daerah mana asbuton tersebut diperoleh. Sampai saat ini dikenal ada dua daerah penambangan asbuton yang banyak dimanfaatkan hasilnya, yaitu di daerah Kabungka dan Lawele. Sifat dari kedua asbuton tersebut
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
8
berbeda, khususnya kandungan bitumennya. Kandungan bitumen dari daerah Lawele sekitar 25-35% dan banyak mengandung silikat, sedangkan Kabungka 1220% dan banyak mengandung karbonat. Hasil pengujian fisik dan analisis kimia dari mineral dan bitumen asbuton hasil ekstraksi, dari deposit di lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 Sifat Fisik Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele (Siswosoebrotho dan Kusnianti, 2005)
Jenis Pengujian
Hasil Pengujian Asbuton padat dari
Asbuton padat
Kabungka
dari Lawele
Kadar aspal, %
20
30,08
Penetrasi, 25oC, 100 gr, 5 detik, 0,1
4
36
Titik lembek, oC
101
59
Daktilitas, 25oC, 5 cm/menit, cm
<140
>140
Kelarutan dalam C2HCl3, %
-
99,6
Titik Nyala, oC
-
198
1,046
1,037
Penurunan berat (TFOT), 163oC, 5 jam
-
0,31
Penetrasi setelah TFOT, % asli
-
94
Titik Lembek setelah TFOT, oC
-
62
Daktilitas setelah TFOT, cm
-
>140
mm
Berat Jenis
Tabel 2.2 Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele (Siswosoebrotho dan Kusnianti, 2005)
Jenis Pengujian
Hasil Pengujian Asbuton padat dari
Asbuton padat dari
Kabungka
Lawele
Nitrogen (N), %
29,04
27,01
Acidafins (A1), %
6,60
9,33
Acidafins (A2), %
8,43
12,98
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
9
Tabel 2.3 Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele (Lanjutan) (Siswosoebrotho dan Kusnianti, 2005)
Jenis Pengujian
Hasil Pengujian Asbuton padat dari
Asbuton padat dari
Kabungka
Lawele
Parafin (P), %
8,86
11,23
Parameter Maltene
2,06
1,50
Nitrogen/Parafin, N/P
3,28
2,41
Kandungan Asphaltene, %
46,92
39,45
Dilihat dari komposisi kimianya, aspal Asbuton dari kedua daerah deposit memiliki senyawa nitrogen yang tinggi dan paramater malten yang baik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Asbuton memiliki pelekatan yang baik dengan agregat dan keawetan yang cukup. Mineral Asbuton didominasi oleh “Globigerines limestone” yaitu batu kapur yang sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang purba foraminifera mikro yang mempunyai sifat sangat halus, relatif keras berkadar kalsium tinggi dan baik sebagai filler pada campuran beraspal. Hasil pengujian analisis kimia mineral Asbuton hasil ekstraksi, dari lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Komposisi Kimia Mineral Asbuton Kabungka dan Lawele
Senyawa
Hasil Pengujian Asbuton dari Kabungka
Asbuton dari Lawele
CaCO3, %
86,66
72,90
MgCO3, %
1,43
1,28
CaSO4, %
1,11
1,94
CaS, %
0,36
0,52
H2O, %
0,99
2,94
SiO2, %
5,64
17,06
Al2O3 + Fe2O3, %
1,52
2,31
Residu, %
0,96
1,05
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
10
2.2.3 Bitumen Aspal Buton Bitumen yang terdapat pada Aspal Buton pada dasarnya disusun dari 4 komponen utama yaitu saturates, aromatics, resin, dan asphaltenes. Masingmasing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan menentukan sifat rheologi dari bitumen. Bitumen merupakan senyawa yang kompleks, utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, Fe, Ca, dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun bitumen aspal alam, Tabel 2.5 Sifat-Sifat Senyawa Penyusun Bitumen Aspal Alam (Nuryanto, 2009)
Asphaltene
Resin
Sangat polar Aromatik kompleks Berat molekul 1000 – 100000 Semakin tinggi asphaltenes, maka bitumen semakin keras, kental, tinggi titik lembeknya, dan semakin rendah harga penetrasinya. Berwarna hitam/coklat amorph
Memiliki sifat rekat yang kuat Berat molekul 500 – 50000 Sebagai dispersing agent atau peptisizer dari asphaltenes Tersusun oleh C dan H dan sedikit O, S, dan N. Berwarna coklat tua Berwujud solid atau semi solid
Aromatik
Bersifat non- polar Berat molekul 300 – 2000 Merupakan 40%-65% dari total bitumen Berwarna coklat tua Berwujud cairan kental
Hidrokarbon Jenuh Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene dan aromatik Bersifat nonpolar Berat molekul 300 – 2000 Merupakan 5%-20% dari total bitumen Berwujud cairan kental
Asphaltenes dan resin yang bersifat polar dapat bercampur membentuk koloid atau micelle dan menyebar dalam aromatics dan saturates. Dengan demikian, maka bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam carbon disulfide, dan disusun utamanya oleh policyclic aromatic hydrocarbons yang sangat kompak (Nuryanto, 2009). Berikut ini adalah gambar struktur keempat senyawa penyusun bitumen.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
11
Gambar 2.2 Representatif Struktur Keempat Senyawa Penyusun Bitumen
2.2.4 Ekstraksi Aspal Buton Ekstraksi merupakan suatu cara yang digunakan untuk operasi yang melibatkan perpindahan senyawa dari suatu padatan atau cairan ke cairan lain yang berfungsi sebagai pelarut. Prinsip dasar ekstraksi adalah berdasarkan kelarutan. Untuk memisahkan zat terlarut yang diinginkan dari fasa padat, maka fasa padat dikontakkan dengan fasa cair. Pada kontak dua fasa tersebut, zat yang terlarut terdifusi dari fasa padat ke fasa cair sehingga terjadi pemisahan komponen padat. Model dari proses ekstraksi padat-cair dapat diandalkan dengan sebuah biji yang ditutupi dengan lapisan poros impermiabel organik. Berdasarkan model kinetika Pawliszyn, senyawa yang berada di permukaan inti, diekstrak dalam beberapa langkah, yaitu desorpsi dari permukaan matriks, difusi ke lapisan poros impermeabel organik menuju larutan, dan solubilisasi senyawa ke dalam pelarut (Letellier dan Budzinski, 1999). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Skema Tahapan dalam Proses Ekstraksi Padat-Cair (AB: desorpsi, BC: difusi, CD: solubilisasi) (Letellier dan Budzinski, 1999)
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
12
Ekstraksi asbuton merupakan ekstraksi padat cair atau leaching dimana terjadi transfer difusi komponen terlarut (bitumen asbuton) dari padatan inert (batuan asbuton) ke dalam pelarut. Pada proses leaching asbuton, dilakukan penghancuran dan penggilingan batuan asbuton sesuai ukuran tertentu sebelum ekstraksi untuk meningkatkan laju leaching karena pelarut lebih mudah berdifusi. Peristiwa ekstraksi bitumen dari Aspal Buton dapat dianggap sebagai rangkaian peristiwa perpindahan massa yang meliputi: 1. Difusi bitumen dari dalam padatan Aspal Buton ke permukaan padatan. 2. Perpindahan massa bitumen dari permukaan padatan ke cairan pelarut dalam pori-pori padatan. 3. Difusi bitumen di dalam cairan pelarut. Ekstraksi Aspal Buton dapat dilakukan secara total hingga mendapatkan bitumen asbuton murni. Ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar bitumen tertentu. Produk ekstraksi asbuton dalam campuran beraspal dapat digunakan sebagai bahan tambah (aditif) aspal atau sebagai bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau setara aspal keras. Ekstraksi aspal alam untuk mendapatkan bitumen telah dilakukan melalui berbagai macam pelarut, seperti heksana, n-heptana, kerosin, algosol, naptha, asam sulfat, TCE (Trichloroethylene), dan karbon tetraklorida (CCl4). Keseluruhan pelarut tersebut memerlukan waktu ektraksi yang berbeda-beda sesuai dengan metode ekstraksi yang digunakan. 2.3 Pemilihan Pelarut Jenis pelarut yang digunakan merupakan faktor penting dalam ekstraksi asbuton. Pada penelitian ini digunakan pelarut n-heptana, toluena, dan etanol untuk memperoleh bitumen melalui proses ekstraksi berbantu gelombang mikro. Adapun pemilihan pelarut-pelarut ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria pemilihan pelarut seperti. a.
Selektivitas Selektivitas pelarut dapat mempengaruhi kemurnian ekstrak yang akan diperoleh. Pelarut yang dipilih harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari sampel yang akan diekstraksi. Pada penelitian ini, pelarut n-heptana digunakan untuk
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
13
melarutkan komponen saturates, aromatics, dan resin yang terkandung di dalam bitumen Aspal Buton. Sementara komponen asphaltene yang terpresipitasi akan larut dalam pelarut toluena. Sedangkan etanol yang bersifat polar digunakan sebagai cosolvent untuk meningkatkan konstanta dielektrik sehingga pemanasan oleh gelombang mikro dapat berlangsung efektif. Ketiga pelarut ini dicampur dengan rasio volume tertentu yang divariasikan agar proses ekstraksi berlangsung hanya satu tahap. b.
Kelarutan Kelarutan suatu pelarut terhadap solut dapat diketahui dengan menggunakan parameter kelarutan total Hildebrand dan parameter kelarutan parsial Hansen. Hubungan antara parameter kelarutan total Hildebrand dengan parameter kelarutan parsial Hansen dinyatakan dalam persamaan 1 (Stefanis dan Panayiotou, 2008): (1) Dimana δd adalah parameter kelarutan Hansen komponen dispersi, δp adalah parameter kelarutan Hansen komponen polar, dan δhb adalah parameter kelarutan Hansen komponen ikatan hidrogen. Berikut ini adalah nilai parameter kelarutan parsial Hansen dan Hildebrand dari bitumen dan pelarut n-heptana, toluena, dan etanol. Tabel 2.6 Nilai Parameter Kelarutan Hansen dan Hildebrand dari Bitumen, n-Heptana, Toluena, dan Etanol (Per Redelius, 2009)
δd MPa0,5
c.
δp MPa0,5
δhb MPa0,5
δt MPa0,5
Bitumen
18,4
3,9
3,6
19,15
n-Heptana
15,3
0
0
15,3
Toluena
18,0
1,4
2,0
18,16
Etanol
15,8
8,8
19,4
26,52
Viskositas Viskositas pelarut berpengaruh pada koefisien difusi dan laju ekstraksi. Viskositas pelarut yang rendah akan meningkatkan koefisien difusi sehingga laju ekstraksi juga meningkat.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
14
d.
Kecocokan dengan Solut Pada umumnya pelarut yang dipilih tidak boleh bereaksi atau menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Baik pelarut n-heptana, toluena, dan etanol tidak menimbulkan reaksi kimia pada asbuton sehingga merupakan pelarut yang cocok karena tidak reaktif.
e.
Titik Didih Pada proses ekstraksi biasanya dilakukan pemisahan ekstrak dari pelarut dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi. Pada proses pemisahan titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat. Untuk memisahkan ekstrak bitumen dari pelarut (n-heptana, toluena, dan etanol) dilakukan pemanasan pada suhu 150oC untuk menguapkan pelarut. Titik didih bitumen berkisar 300oC lebih sehingga pemanasan pada suhu 150oC akan mampu memisahkan pelarut dengan ekstrak bitumen.
2.4 Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro 2.4.1 Teori Umum Gelombang Mikro Gelombang mikto merupakan salah satu jenis gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik timbul akibat adanya perubahan medan listrik yang diikuti oleh perubahan medan magnetik secara terus menerus yang merambat ke segala arah. Medan listrik dan medan magnetik selalu saling tegak lurus dan keduanya tegak lurus terhadap arah perambatan gelombang.
Gambar 2.4 Gelombang elektromagnetik (Mihaela, 2007)
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
15
Gelombang mikro memiliki panjang gelombang antara 1 mm sampai dengan 1 m, atau memiliki frekuensi antara 300 MHz dan 300 GHz (Letellier dan Budzinski, 1999). Gelombang mikro dengan panjang gelombang 1-25 cm secara luas digunakan untuk radar dan telekomunikasi (Stein, 2004). Sedangkan, gelombang mikro dengan frekuensi 2450 MHz atau setara dengan panjang gelombang 12,2 cm digunakan sebagai gelombang mikro. Pada frekuensi tersebut gelombang mikro memiliki energi sebesar 0,23 cal/mo (0,94 J/mol) (Letellier dan Budzinski, 1999).
Gambar 2.5 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Stein, 2004)
Selain pengaplikasian pada komunikasi, gelombang mikro juga memiliki kemampuan untuk mengubah gelombang elektromagnetik dengan energi foton yang terkandung di dalamnya menjadi energi panas. Tidak seperti pemanasan konvensional yang bergantung pada peristiwa konduksi-konveksi yang sebagian besar energinya berpindah ke lingkungan, pemanasan pada gelombang mikro terjadi secara langsung ke target dan selektif. Energi yang dipindahkan merupakan hasil interaksi bahan yang dipanaskan dengan komponen dari medan elektromagnetik. Pemanasan gelombang mikro merupakan pemanasan volumetrik sehingga tidak tergantung pada perpindahan panas dari permukaan bahan ke
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
16
pusatnya (Mihaela, 2007). Berikut Gambar 2.6 yang menggambarkan perbedaan pemanasan gelombang mikro dengan pemanasan konvensional.
Gambar 2.6 Perbedaan antara (a) pemanasan konvensional dan (b) pemanasan dengan gelombang mikro
Pemanasan yang dilakukan memiliki nilai efisiensi yang bergantung pada sifat dielektrik bahan yang dipanaskan yang didefinisikan oleh dua parameter. Konstanta dielektrik (ε’) yang mewakili kepolaran dari molekul di dalam sebuah bidang elektrik. Kemudian adalah dieletric loss factor (ε”), mengukur efisiensi energi gelombang mikro yang diserap dengan mengubahnya menjadi panas. Rasio dari kedua paramater tersebut menghasilkan faktor disipasi (δ). (2) Faktor disipasi merupakan kemampuan dari bahan dalam menyerap gelombang mikro sehingga memanaskan molekul di sekitarnya. Untuk mendapatkan distribusi panas yang maksimum melalui matriks, pemilihan pelarut paling tepat yaitu yang memiliki konstanta dielektrik dan fakor disipasi yang besar. Berikut Tabel 2.7 yang menunjukkan beberapa konstanta dielektrik dan faktor disipasi dari pelarut dari ekstraksi konvensional.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
17
Tabel 2.7 Konstanta fisik untuk beberapa pelarut (Armstrong, 1999)
Loss Factor (ε”)
tan .104
80
12
1500
Aseton
20,7
11,5
5555
Metanol
23,9
15,2
6400
7
1,6
2286
Heksana
1,88
0,00019
0,1
Etil Asetat
6,02
3,2
5316
Pelarut
Konstanta Dielektrik (ε’)
Air
Etanol
2.4.2 Prinsip Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro Ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro yang merupakan proses ekstraksi yang memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh gelombang mikro dalam bentuk radiasi non-ionisasi elektromagnetik (Armstrong, 1999). Energi ini dapat menyebabkan pergerakan molekul dengan migrasi ion dan rotasi dari dua kutub, tetapi tidak mengubah struktur molekulnya. Pada umumnya ekstraksi menggunakan pelarut polar sebagai pengekstraksnya, tetapi ekstraksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut nonpolar, seperti heksana dan toluena dengan cara menambahkan aditif polar ataupun serat yang dapat menyerap gelombang mikro (Armstrong, 1999). Proses rotasi dari molekul dapat dilihat pada gambar berikut:
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
18
Gambar 2.7 Efek Gelombang Mikro Pada Air (a) sesudah adanya gelombang mikro; (b) sebelum adanya gelombang mikro
Dari Gambar 2.7 terlihat pengaruh dari adanya gelombang mikro pada molekulmolekul air, molekul air yang mengalami perlakuan dengan bantuan gelombang mikro membuat molekul air menjadi lebih teratur dan berjajar. Adanya perubahan yang cepat pada perubahan medan listrik pada gelombang mikro membuat adanya penyusunan kembali dipol atau rotasi dipol. Peristiwa rotasi dipol akan mengkonversi energi dari gelombang mikro menjadi bentuk energi kalor akibar adanya rotasi molekul tersebut. Laju pemanasan yang terjadi pada pelarut dipengaruhi oleh tiga faktor : konduksi ionik, viskositas, dan faktor dielektric loss. Ketika menggunakan pelarut organik keterlibatan konduksi ionik dapat diabaikan. Laju pemanasan secara umum meningkat akibat konsentrasi ion juga meningkat di dalam simplisia. Viskositas simplisia mempengaruhi kemampuan untuk menyerap energi
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
19
gelombang mikro karena mempengaruhi perputaran molekul. Ketika molekul “dalam posisi terkunci” karena viskositas molekul, pergerakan molekul berkurang sehingga membuat molekul sulit untuk tersusun dalam bidang gelombang mikro. Hal ini akan menurunkan pemanasan akibat perputaran dua kutub. Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan bahwa faktor disipasi akan mempengaruhi laju pemanasan. Dengan faktor disipasi yang besar, maka lebih cepat panas yang akan dipindahkan ke pelarut. Tabel 2.8 Laju Pemanasan dan Viskositas Pelarut (Armstrong, 1999)
Pelarut
Titik Didih (oC)
Viskositas (cP,
Laju Pemanasan
25oC)
(K/det)
Air
100
0,89
1,01
Aseton
56
0,3
2,2
Metanol
65
0,54
2,11
Etanol
78
0,69
1,2
Heksana
69
0,3
0,05
Etil Asetat
77
0,43
1,78
Faktor-faktor yang mendominasi ekstraksi analit dari matriks dengan bantuan gelombang mikro adalah kelarutan analit dalam pelarut, kinetika perpindahan massa analit dari matriks menjadi larutan, dan kekuatan interaksi dari analit/matriks. Untuk simplisia dengan komposisi yang seragam dan terbatasnya porositas, laju ekstraksi ditemukan oleh difusi analit menuju permukaan partikel matriks. Temperatur yang lebih tinggi akan meningkatkan laju difusi dan mempercepat laju ekstraksi. Ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan ekstraksi dengan metode konvensional. Perbandingan metode ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro dan ekstraksi metode konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
20
Tabel 2.9 Perbandingan ekstraksi dengan gelombang mikro (microwave) dan metode ekstraksi yang lain (Belanger, 1995)
Parameter
Soxhlet
Sonication
Microwave
Supercritical Fluid
Berat sampel
5-10
5-30
0,5-1
1-10
**
**
Heksan-
CO2
* (g) Pelarut
Etanol Volume
>300
300
10-20
5-25
500-1000
500
<100
5-25
Titik didih
Temperatur
40, 70, 100
50, 200
pelarut (ml) Volume bejana (ml) Temperatur o
( C)
ruang
Waktu
16 jam
30 menit
30-45 detik
30-60 menit
Tekanan (atm)
Ambient Atm
Ambient Atm
1-5
150-650
Konsumsi
1
0,05
0,05
0,25
energi * Tergantung pada jenis dan konsentrasi sampel; ** Diklorometana, aseton, heksana, toluena, dan sikloheksana
Dari Tabel 2.9 di atas, dapat dilihat bahwa ekstraksi dengan gelombang mikro (microwave) lebih sedikit menggunakan pelarut (10-20 ml) dibandingkan menggunakan metode ekstraksi soklet dan sonikasi. Selain itu, waktu ekstraksi pada ekstraksi dengan gelombang mikro juga lebih singkat dibandingkan metode ekstraksi lainnya. Hal inilah yang menjadi kelebihan ekstraksi dengan gelombang mikro dibandingkan metode ekstraksi lainnya sehingga pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi dengan gelombang mikro.
2.4.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi dengan Gelombang
Mikro Beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro (Mandal, 2007):
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
21
1.
Sifat Pelarut Pemilihan pelarut yang tepat merupakan dasar untuk proses ekstraksi yang
optimum. Pemilihan pelarut untuk ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro berdasarkan pada kelarutan senyawa ekstrak, interaksi antara pelarut dan simplisia, serta sifat pelarut dalam menyerap gelombang mikro. Pemilihan pelarut seharusnya berdasarkan selektivitas yang tinggi dari komponen matriks yang tidak digunakan. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi konvensional juga dapat digunakan pada ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro. Akan tetapi, sifat dielektrik dari pelarut akan berpengaruh apabila menggunakan metode ekstraksi gelombang mikro. Sifat dielektrik dari pelarut memiliki peranan penting dalam pemanasan dengan bantuan gelombang mikro. Keberhasilan dan selektivitas dari ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro secara signifikan bergantung pada konstanta dielektrik dari pelarut yang digunakan. Etanol merupakan pelarut yang baik karena memiliki konstanta dielektrik sebesar 25,7 dan nilai disipasi yang tinggi sehingga merupakan pengabsorb terbaik pada gelombang mikro. 2.
Volume pelarut Volume pelarut merupakan faktor yang mempengaruhi ekstraksi berbantu
gelombang mikro. Secara umum, volume pelarut harus cukup guna meyakinkan bahwa bahan yang akan diekstrak terendam seluruhnya di dalam pelarut. Volume pelarut yang lebih banyak dapat meningkatkan perolehan ekstrak dalam ekstraksi konvensional, namun dalam ekstraksi berbantu gelombang mikro, volume pelarut yang lebih banyak dapat menghasilkan rendemen yang lebih rendah. 3.
Waktu ekstraksi Secara umum, dengan semakin meningkatnya waktu ekstraksi, maka
jumlah analit terekstrak akan semakin tinggi. Namun bila dibandingkan dengan metode yang lain, ekstraksi dengan pemanasan gelombang mikro membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat. Seringkali waktu ekstraksi 15-20 menit cukup untuk memberikan hasil yang baik. Bahkan pada ekstraksi pektin dari apel hanya membutuhkan waktu 40 detik untuk memperoleh hasil ekstraksi yang optimum. 4.
Daya Gelombang Mikro
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
22
Daya gelombang mikro dan waktu merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi. Kombinasi dari daya yang rendah atau sedang dengan pemaparan yang lebih lama akan membawa hasil yang lebih baik mengingat kombinasi tersebut dapat menghindari terjadinya degradasi termal dari zat yang diinginkan. Secara umum, efisiensi dari ekstraksi dengan waktu ekstraksi yang singkat akan meningkat dengan menaikkan daya gelombang mikro dari 30 hingga 150 W. Namun pada daya yang lebih tinggi (400-1200 W), variasi daya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada rendemen ekstraksi. 5. Karakteristik Matriks Ukuran partikel yang akan diekstraksi umumnya berkisar antara 100 mikrometer hingga 2 mm. Bubuk matriks yang lebih halus dapat meningkatkan luar permukaan ekstraksi yang lebih luas sehingga memperluas bidang kontak dengan pelarut dan meningkatkan penetrasi dari pelarut dan gelombang mikro. 6. Suhu Daya gelombang mikro dan suhu merupakan parameter yang saling berhubungan dan keduanya memerlukan perhatian khusus ketika ekstraksi dilakukan dalam vessel tertutup. Dalam vessel tertutup, suhu mungkin akan mencapai titik didih dari pelarut. Tabel 2.10 Titik Didih dan Suhu dalam Gelombang Mikro Pada Tekanan 175 psig dari Berbagai Pelarut
Pelarut
Titik Didih (oC)
Suhu pada 175 psig
Diklorometana
39,8
140
Aseton
56,2
164
Metanol
64,7
151
Heksana
68,7
-
Etanol
78,3
164
Asetonitril
81,6
194
2-propanol
82,4
145
Petrol eter
35-80
-
Aseton/Heksana (1:1)
52
156
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
23
Tabel 2.10 menunjukkan suhu yang dicapai oleh pelarut dari ekstraksi gelombang mikro di bawah kondisi tekanan tertentu. Naiknya suhu memang akan meningkatkan efisiensi dari proses ekstraksi karena desorpsi dari zat yang diinginkan dari matriks akan meningkat. 2.5 Analisis FTIR (Fourier Transform Infrared) Analisis FTIR merupakan salah satu metode analisis untuk menentukan ikatan-ikatan/gugus fungsi pada suatu senyawa berdasarkan prinsip absorpsi. Pada penelitian ini, analisis FTIR akan digunakan untuk mengetahui apakah ekstrak aspal yang diperoleh merupakan aspal murni. Hal itu bisa diketahui dengan membandingkan hasil FTIR ektrak aspal dengan FTIR aspal murni dari literatur. Adanya senyawa penyusun bitumen tersebut dapat dibuktikan dengan melihat dari hasil spektra FTIR. Spektra IR dari bitumen dan keempat fraksi penyusunnya ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.8 Spektrum FTIR (a) bitumen, (b) asphaltene, (c) maltene, (d) saturate/aromatic dan (e) resin (Songhun Yoon et al, 2009)
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
24
Pada Gambar 2.8, spektra IR dari bitumen dan keempat fraksi penyusunnya ditunjukkan dengan perluasan daerah 4000-400 cm-1. Absorbansi kuat teramati pada 2924, 2855, 1458, dan 1376 cm-1 sesuai dengan distribusi hidrogen alifatik antara struktur -CH2 dan -CH3 yang disebabkan oleh peregangan C-H di -CH3 dan -CH2 bitumen. Pita ini teramati di semua fraksi bitumen dengan pergeseran kecil seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Absorbansi untuk kelompok -CH3 di sekitar 2924 cm-1 adalah umum di semua fraksi. Hal Ini dikarenakan adanya substituen -CH3 pada cincin aromatik di semua fraksi. Bitumen dan semua fraksi menunjukkan absorbansi di sekitar 2855, 1601, 1458, dan 1376 cm-1 dan masing-masing dapat dikaitkan dengan peregangan C-H di -CH3, peregangan C=C, deformasi C-H di -CH2 dan -CH3. Kehadiran bahu pada 1601, 1029, 812, dan 747 cm-1 teramati di bitumen dan dengan sedikit pergeseran di semua fraksi bitumen, karena adanya substituen -CH3 pada cincin aromatik di semua fraksi. Puncak di wilayah antara 1000 cm-1 dan 1300 cm-1 disebabkan adanya struktur belerang. Puncak sekitar 1029 cm-1 bisa disebabkan oleh vibrasi –C-O di alkil-aril eter dan peregangan S=O. Pita spektral pada 747 cm-1 dikaitkan dengan empat atom hidrogen yang berdekatan pada cincin aromatik, dan pita di 812 cm-1 adalah karena adanya dua atau tiga atom hidrogen yang berdekatan. Spektra IR dari aspalten, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7 (b), memiliki puncak bersama-sama pada 810 cm-1 dan 755 cm-1 dengan ekor pada 3052 cm-1 yang menunjukkan adanya cincin aromatik. Asphaltene menunjukkan pita yang berbeda pada 3433 cm-1 sesuai dengan peregangan O-H dan N-H dalam beberapa senyawa yang memiliki ikatan hidrogen. Juga, intensitas relatif dari pita relevan dengan hidrogen alifatik pada 2924, 2855, 1458, dan 1376 cm-1 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan maltene (Gambar 2.7 (c)). Secara umum, spektrum FTIR dari asphaltene dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
25
Tabel 2.11 Spektrum FTIR Asphaltene (Badjah-hadj-ahmed, 2004)
Peak Frequency (cm-1)
Corresponding Group
3600-3100
OH dan NH (strecthing vibration)
3100-3000
OH aromatic (stretching vibration)
3000-2780
-
1701
2953 asymmetric CH3 2920 asymmetric CH2 valence - 2851 symmetric CH2 vibration C=O (valence vibration)
1604
C=C aromatic (valence vibration)
1462
CH2 (asymmetric deformation)
1380
CH3 (symmetric deformation)
930-700
CH aromatic (deformation vibration)
720
CH2 chain (deformation vibration)
Dari Gambar 2.7 (c) dan (d) dapat diamati bahwa tidak ada perbedaan besar antara maltene dan saturate/ aromatik dalam spektrum IR. Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi utama maltene adalah saturate/aromatic. Gambar 2.7 (e) menunjukkan bahwa spektrum dari resin pada 3285 cm-1adalah karena adanya kelompok fungsional O-H dan N-H, yang terkait dengan ikatan hidrogen. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kehadiran kelompok-kelompok senyawa polar. Menurut literatur, titik didih resin lebih tinggi dari saturated/aromatic, yang dapat timbul dari sejumlah besar kelompok polar di resin. Fraksi resin menunjukkan pita tambahan di 3644, 3285, dan 2729 cm-1, masing-masing untuk peregangan O-H pada alkohol non ikatan hidrogen, peregangan O-H dan N-H dalam beberapa senyawa dengan ikatan H dan peregangan C-H pada posisi terdepan di naphtenes. Puncak di sekitar 1706 cm-1 dari maltene dan resin menunjukkan adanya gugus karbonil, yang beresonansi pada jangkauan 1720-1680 cm-1, untuk non ikatan hidrogen dan asam ikatan hidrogen, dan karbonil amida, yang beresonansi di wilayah 1700-1650 cm-1. Juga, sebuah pita yang kuat pada 3644 cm-1 disebabkan peregangan OH fenolik untuk non-ikatan yang beresonansi pada 3610 cm-1. Oleh karena itu, perubahan spektrum IR menurut komponen SARA (Saturate,
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
26
Aromatic, Resin, Asphaltene) menunjukkan bahwa sejumlah senyawa alifatik dan kelompok fungsional bervariasi selama fraksinasi.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian 3.1.1 Skema Alat Berikut ini adalah skema alat yang digunakan dalam proses ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro:
Gambar 3.1 Peralatan Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro
Keterangan: 1. Pengatur Suhu
5. Bantalan reaktor kaca
2. Termokopel
6. Tutup reaktor kaca
3. Reaktor Gelas
7. Pengatur waktu
4. Kondenser
8. Pengatur daya 27 Universitas Indonesia
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
28
Oven gelombang mikro yang digunakan merupakan oven domestik yang biasa digunakan di rumah. Oven tersebut dimodifikasi untuk keperluan ektraksi. Di bagian atap oven dibuat lubang dan disambungkan dengan termokopel. Lubang tersebut digunakan untuk memasang kondenser dan menghubungkan termokopel dengan kabel. Reaktor kaca dan kondenser dihubungkan dengan kepala reaktor. Selain itu, pada bagian atap oven bagian dalam dan luar ditambahkan karet tahan panas untuk mengencangkan reaktor dan kepala reaktor. Di dalam oven juga dipasang tempat dudukan reaktor yang terbuat dari karet tahan panas yang sama. Berikut gambar susunan peralatan pada proses ekstraksi berbantu gelombang mikro.
Gambar 3.2 Susunan peralatan ekstraksi berbantu gelombang mikro tanpa sistem refluks
Gambar 3.3 Reaktor kaca dan penutup reaktor kaca untuk ekstraksi gelombang mikro
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
29
3.1.2 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada Laboratorium Rekayasa Proses dan Produk Kimia (RPKA) yang terletak di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Diagram alir penelitian yang akan dilakukan antara lain. Preparasi sampel Aspal Buton
Ekstraksi Aspal Buton dengan gelombang mikro
Variasi 1 : Rasio Volume Pelarut
optimum
Variasi 2 : Volume Total Pelarut
optimum
Variasi 3 : Waktu Ekstraksi
Pemisahan bitumen ekstrak dari pelarut dengan evaporasi
Analisis Yield Pembahasan Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian
Pada Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa penelitian akan diawali dengan preparasi sampel Aspal Buton. Kemudian, Aspal Buton akan diekstrak dengan metode ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro. Ekstraksi dilakukan dengan tiga variasi, yaitu rasio volume pelarut n-heptana : toluena : etanol, volume total pelarut dan waktu ekstraksi. Setelah mendapatkan kondisi optimum, bitumen ekstrak yang diperoleh dipisahkan dari pelarutnya dengan cara evaporasi. Setelah itu, dilakukan analisis yield. Analisis yield ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak bitumen yang terekstraksi dengan perhitungan persen massa. Sementara
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
30
itu, kandungan bitumen yang terekstraksi dianalisis dengan analisis FTIR. Analisis FTIR ini bertujuan untuk melihat apakah hasil ekstrak yang diperoleh merupakan aspal murni. Hal itu bisa diketahui dengan membandingkan hasil FTIR ekstrak aspal dengan FTIR aspal murni dari literatur.
3.2 Variabel Penelitian Adanya variabel-variabel dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi optimum dalam ekstraksi bitumen dari Aspal Buton. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah
Variabel bebas 1. Rasio volume pelarut (n-heptana : toluena : etanol) 2. Volume total pelarut 3. Waktu ekstraksi
Variabel terikat 1. Yield bitumen
Variabel kontrol 1. Daya gelombang mikro 2. Ukuran Aspal Buton 3. Suhu ekstraksi
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Peralatan Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini beserta kegunaannya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Peralatan dan kegunaannya
No.
Alat
Kegunaan
1.
Alu/Grinder
Memecahkan batuan Aspal Buton sampai ukuran yang diinginkan
2.
Timbangan digital
Menimbang bahan
3.
Oven gelombang mikro
Tempat terjadinya pemanasan
4.
Kondenser
Mendinginkan uap pelarut
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
31
Tabel 3.2 Peralatan dan kegunaannya (Lanjutan)
No.
Alat
Kegunaan
5.
Reaktor Gelas
Tempat terjadinya ekstraksi
6.
Hot Plate Stirrer
Menguapkan pelarut dari filtrat hasil ekstraksi
7.
Alat FTIR
Menganalisa keberadaan bitumen pada ekstrak
8.
Alat-alat gelas, seperti : cawan
Wadah bahan, alat bantu penelitian
petri, gelas ukur, pipet, beaker glass, corong, spatula, dan lainlain
3.3.2 Bahan-Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini beserta kegunaannya dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Bahan-bahan dan kegunaannya
No.
Bahan
Kegunaan
1.
Batuan Aspal Buton
Sebagai sampel yang akan diekstraksi
2.
n-Heptana
Sebagai pelarut
3.
Toluena
Sebagai pelarut
4.
Etanol
Sebagai pelarut
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Tahap Preparasi Sampel Sampel yang digunakan adalah batuan Aspal Buton yang berasal dari daerah Lawele, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Sebelum ekstraksi, batuan Aspal Buton dihancurkan terlebih dahulu menggunakan alu atau grinder sampai ukuran yang diinginkan. Setelah mendapatkan ukuran-ukuran yang lebih kecil, kemudian disaring untuk mendapatkan ukuran yang seragam, yaitu ± 1mm.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
32
3.4.2 Tahap Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro Langkah-Langkah yang dilakukan dalam prosedur ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro adalah sebagai berikut: I.
Variasi Rasio Volume Pelarut 1. Memasukkan sampel Aspal Buton yang telah dipreparasi ke reaktor kaca sebanyak 2 gram. 2. Memasukkan pelarut n-heptana, toluena, dan etanol ke reaktor kaca sejumlah 100 mL dengan variasi rasio volume dari ketiga pelarut tersebut seperti pada tabel berikut. Tabel 3.4 Variasi Rasio Volume Pelarut dengan Volume Etanol 20 mL
No.
n-Heptana (mL)
Toluena (mL)
Etanol (mL)
1.
70
10
20
2.
60
20
20
3.
50
30
20
4.
40
40
20
5.
30
50
20
6.
20
60
20
7.
10
70
20
3. Menyusun alat sesuai dengan Gambar 3.1. 4. Menyalakan oven dengan mengeset pada suhu 78oC. 5. Mengeset waktu ekstraksi pada waktu 15 menit. 6. Setelah selesai ekstraksi, sampel dibiarkan dingin di dalam oven selama 5 menit. 7. Melakukan penyaringan dengan menggunakan corong dan filter paper pada hasil ekstraksi untuk memisahkan larutan ekstrak dan residu. 8. Melakukan pencatatan massa residu hasil penyaringan. 9. Menguapkan larutan ekstrak hasil penyaringan dengan hot plate stirrer di ruang asam pada suhu pemanasan 150oC hingga seluruh pelarut menguap. 10. Setiap ekstrak bitumen diuji kadarnya dengan perhitungan persen massa dan didapatkan rasio volume pelarut yang optimum.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
33
II. Variasi Volume Total Pelarut 1.
Memasukkan sampel Aspal Buton yang telah dipreparasi ke reaktor kaca sebanyak 2 gram.
2.
Memasukkan pelarut n-heptana, toluena, dan etanol dengan rasio volume yang optimum, dan divariasikan dari 25 mL, 50 mL, 75 mL, dan 100 mL.
3.
Menyusun alat sesuai dengan Gambar 3.1.
4.
Menyalakan oven dengan mengeset suhu pada 78oC.
5.
Mengeset waktu ekstraksi pada waktu 15 menit.
6.
Setelah selesai ekstraksi, sampel dibiarkan dingin di dalam oven selama 5 menit.
7.
Melakukan penyaringan dengan menggunakan corong dan filter paper pada hasil ekstraksi untuk memisahkan larutan ekstrak dan residu.
8.
Melakukan pencatatan massa residu hasil penyaringan.
9.
Menguapkan larutan ekstrak hasil penyaringan dengan hot plate stirrer di ruang asam pada suhu pemanasan 150oC hingga seluruh pelarut menguap.
10. Setiap ekstrak bitumen diuji kadarnya dengan perhitungan persen massa dan didapatkan rasio volume pelarut yang optimum.
III. Variasi Waktu Ekstraksi 1.
Memasukkan sampel Aspal Buton yang telah dipreparasi ke reaktor kaca sebanyak 2 gram.
2.
Memasukkan pelarut n-heptana, toluena, dan etanol dengan rasio volume dan volume total yang optimum.
3.
Menyusun alat sesuai dengan Gambar 3.1.
4.
Menyalakan oven dengan mengeset suhu pada 78oC.
5.
Mengeset waktu ekstraksi pada waktu 15 menit dan divariasikan waktu ekstraksi dari 25 menit, 20 menit, 15 menit, 10 menit, sampai 5 menit.
6.
Setelah selesai ekstraksi, sampel dibiarkan dingin di dalam oven selama 5 menit.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
34
7.
Melakukan penyaringan dengan menggunakan corong dan filter paper pada hasil ekstraksi untuk memisahkan larutan ekstrak dan residu.
8.
Melakukan pencatatan massa residu hasil penyaringan.
9.
Menguapkan larutan ekstrak hasil penyaringan dengan hot plate stirrer di ruang asam pada suhu pemanasan 150oC hingga seluruh pelarut menguap.
10. Setiap ekstrak bitumen diuji kadarnya dengan perhitungan persen massa dan didapatkan waktu ekstraksi yang optimum. 3.4.3 Tahap Analisis Data Penentuan Yield Optimum Pada tahap ini dilakukan analisis data yield bitumen berupa persen massa bitumen per 2 gram sampel Aspal Buton yang merupakan fungsi terhadap rasio volume pelarut, volume total pelarut, dan waktu ekstraksi. Tujuan analisis data ini adalah untuk memperoleh nilai rasio volume pelarut n-heptana-toluena-etanol, nilai volume total pelarut yang efisien dan ekonomis, dan waktu ekstraksi yang
Rasio Vol. Pelarut
% Massa bitumen
% Massa bitumen
% Massa bitumen
optimum.
Vol. Total Pelarut
(a)
(b)
Waktu Ekstraksi
(c)
Gambar 3.5 Grafik Analisis : (a) Grafik Persen Massa Bitumen vs Rasio Volume Pelarut, (b) Grafik Persen Massa vs Volume Total Pelarut, (c) Grafik Persen Massa vs Waktu Ekstraksi
Perhitungan % massa bitumen terekstrak (3) Dimana : massa bitumen terekstrak = massa batuan awal – residu ekstraksi
(4)
3.4.4 Tahap Identifikasi Ekstrak Bitumen Identifikasi terhadap ekstrak bitumen dilakukan pada sampel dengan perolehan yield yang paling optimum. Identifikasi yang akan dilakukan bertujuan
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
35
untuk memastikan bahwa ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi Aspal Buton menggunakan gelombang mikro adalah bitumen atau aspal murni. Uji identifikasi dilakukan dengan uji FTIR. 3.4.4.1 Uji FTIR Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak yang diperoleh merupakan aspal murni yaitu dengan cara membandingkan spektrum FTIR hasil ekstraksi dengan spektrum FTIR aspal murni yang didapat dari literatur. Prosedur analisa FTIR, adalah sebagai berikut: 1. Mengaktifkan software winfirst, dan lakukan scanning pada keadaan FTIR belum terisi sampel. 2. Mengoleskan sampel yang akan diuji pada wadah kaca di dalam FTIR. 3. Melakukan scanning sampel menggunakan software. 4. Hasil scanning dapat dilihat pada tampilan layar computer.
3.4.5 Uji Viskositas Pelarut dari Setiap Variasi Rasio Pelarut 1. Mempersiapkan viscometer. 2. Memasukkan pelarut dari setiap variasi rasio pelarut pada percobaan pertama ke dalam viscometer melalui mulut yang lebih besar hingga ketinggiannya mencapai seperempat dari sphere 25 ml. 3. Menyedot minyak jarak dari mulut yang lebih kecil dengan menggunakan vakum hingga ketinggiannya lebih tinggi dari garis pertama (garis yang lebih tinggi). 4. Melepas vakuum dari mulut yang lebih kecil. 5. Menghitung dan mencatat waktu yang dibutuhkan bagi pelarut untuk turun dari garis pertama hingga garis kedua. 6. Melakukan perhitungan koefisien C dari viscometer untuk suhu ruangan dengan metode interpolasi garis linear dimana nilai koefisien C untuk viscometer sebagai berikut, Suhu
40oC
100oC
Koefisien C 0,01631 0,01627
7. Menghitung nilai viskositas masing-masing sampel dengan mengalikan koefisien C hasil interpolasi dengan lama waktu yang dibutuhkan.
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi preparasi sampel Aspal Buton, ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro, dan uji FTIR untuk mengetahui kemurnian dari ekstrak aspal yang didapat dari hasil ekstraksi menggunakan gelombang mikro. 4.1.1 Tahap Preparasi Sampel Aspal Buton Sampel pada penelitian ini adalah Aspal Buton yang diperoleh dalam bentuk batuan-batuan besar berwarna hitam dari Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Sampel Aspal Buton yang masih berukuran besar dihancurkan menjadi ukuranukuran kecil sampai ukuran ±1 mm. Penghancuran ini dilakukan untuk menyeragamkan ukuran batuan Aspal Buton yang akan diekstrak. Mengubah ukuran batuan Aspal Buton menjadi lebih kecil merupakan salah satu upaya untuk memperluas bidang kontak dengan pelarut dan meningkatkan penetrasi dari pelarut dan gelombang mikro pada saat ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro. Hal ini juga akan memperbesar laju perpindahan massa dari sampel Aspal Buton ke pelarut. 4.1.2 Tahap Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro Ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro merupakan proses ekstraksi yang memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh gelombang mikro dalam bentuk radiasi non-ionisasi elektromagnetik (Armstrong, 1999). Proses ekstraksi ini menggunakan gelombang mikro dengan frekuensi 2.450 MHz atau setara dengan panjang gelombang 12,2 cm. Pada frekuensi tersebut gelombang mikro memiliki energi sebesar 0,23 cal/mol (0,94 J/mol) (Letellier dan Budzinski, 1999). Pada proses ekstraksi ini digunakan campuran pelarut n-heptane, toluene, dan etanol. Ketiga pelarut ini dipilih sebagai pelarut dalam proses ekstraksi karena masing-masing pelarut memiliki fungsi khusus yang saling melengkapi. Nheptane dipilih sebagai pelarut karena dapat melarutkan komponen maltene dari 36 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
37
Aspal Buton yaitu saturates, aromatic, dan resin serta mempresipitasikan komponen lainnya dari Aspal Buton yaitu asphaltene. Asphaltene yang terpresipitasi oleh pelarut n-heptane ini dapat dilarutkan oleh toluene sehingga keempat komponen penyusun aspal yaitu saturates, aromatic, resin, dan asphaltene dapat diekstraksi oleh pelarut tersebut. Sementara etanol yang merupakan pelarut polar berfungsi sebagai cosolvent yang dapat menimbulkan proses pemanasan yang dihasilkan dari pergerakan molekul-molekul dengan migrasi ion dan rotasi kedua kutubnya (Letellier dan Budzinski, 1999). Pada penelitian mengenai ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro untuk memperoleh aspal atau bitumen dari Aspal Buton, dilakukan dengan memvariasikan tiga variabel bebas, yaitu rasio volume pelarut, volume total pelarut, dan waktu ekstraksi. Variabel yang pertama adalah rasio volume pelarut. Volume pelarut n-heptane dan toluene divariasikan dari 70 ml n-heptane : 10 ml toluene sampai 10 ml n-heptane : 70 ml toluene dengan perbedaan 10 ml. Sementara itu volume etanol dibuat tetap 20 ml karena fungsinya hanya sebagai cosolvent. Ekstraksi dilakukan dengan berat sampel sebanyak 2 gram dan waktu ekstraksi selama 15 menit. Kemudian setelah diperoleh rasio volume optimum, ekstraksi dilanjutkan dengan variasi volume total pelarut (25 ml, 50 ml, 75 ml, dan 100 ml). Setelah memperoleh kondisi optimum dari kedua variasi yang dilakukan, kemudian ekstraksi dilanjutkan dengan variasi waktu ekstraksi (5, 10, 15, dan 20 menit). Proses ekstraksi aspal atau bitumen dari Aspal Buton terjadi di dalam reaktor kaca yang mengalami penyinaran dengan gelombang mikro. Reaktor kaca dibuat bening agar dapat meneruskan gelombang mikro yang dipancarkan sehingga dapat mengalami kontak dengan sampel dan pelarut. Selama terjadinya penyinaran dengan gelombang mikro, terjadilah pemanasan sebagai akibat langsung dari pertemuan gelombang mikro dengan pelarut dan matriks padatan. Pemanasan dipengaruhi dua fenomena: konduksi ionik dan rotasi dipol. Akibat adanya perubahan medan listrik dari gelombang mikro yang terpancarkan, maka akan terjadi migrasi elektroforetik dari molekul. Akibat adanya hambatan dari larutan menyebabkan tabrakan antar molekul yang akan menimbulkan energi kalor dan meningkatkan suhu sekitarnya. Fenomena
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
38
rotasi dipol merupakan fenomena penyusunan ulang dari molekul-molekul dipol (pelarut polar) akibat adanya perubahan medan listrik yang cepat. Fenomena kedua ini hanya akan terjadi pada frekuensi 2450 Mhz atau frekuensi kerja oven gelombang mikro, di mana komponen listrik dari gelombang mikro berubah 4,9 x 104 kali per detik. (Mandal, 2007). Panas yang ditimbulkan gelombang mikro akan membantu perpindahan massa dari senyawa bitumen atau aspal yang akan diekstrak dari padatan Aspal Buton ke pelarut yang digunakan. Setelah proses ekstraksi, larutan dipisahkan dengan padatan yang telah diekstraksi dengan mengunakan kertas saring. Filtrat merupakan larutan yang mengandung pelarut n-heptane, toluene dan etanol, dan bitumen atau aspal. Filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi berwarna hitam pekat. Setelah pemisahan antara padatan dan filtrat, maka dilakukan penguapan pelarut dari filtrat mengunakan hot plate pada suhu sekitar 150oC, suhu pemanasan ini dijaga suhunya agar senyawa bitumen yang terkandung dalam filtrat tidak terdegradasi dan tetap memiliki karakteristik aspal. Setelah dipisahkan dari pelarutnya, ekstrak kasar yang diperoleh berupa aspal berwarna hitam yang lengket.
Gambar 4.1 Filtrat Hasil Ekstraksi
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
39
Gambar 4.2 Ekstrak Bitumen atau Aspal Setelah Proses Evaporasi Pelarut
4.2 Hasil dan Analisis Pada sub bab ini akan dibahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan beserta analisisnya. 4.2.1 Berat Ekstrak 4.2.1.1 Variasi Rasio Volume Pelarut Hasil ekstraksi pada variasi rasio volume pelarut dapat dilihat pada gambar berikut ini 45,00 40,00 35,00
40,34
41,84
32,44
38,83
40,06 34,67
32,07
Keterangan : berat sampel 2 gram, volume etanol 20 ml
30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 70:10
60:20
50:30
40:40
30:50
20:60
10:70
Gambar 4.3 Persen berat ekstrak per berat sampel Aspal Buton yang dihasilkan dari ekstraksi (t = 15 menit) dengan variasi rasio volume pelarut n-heptana dan toluena
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
40
Pada Gambar 4.3 diperoleh bahwa dengan volume 50 ml n-heptana, 30 ml toluena, dan 20 ml etanol menghasilkan persen berat ekstrak bitumen per berat sampel Aspal Buton paling banyak dibandingkan dengan variasi rasio volume pelarut lainnya. Dengan rasio 50 ml n-heptana, 30 ml toluena, dan 20 ml etanol didapatkan persen berat ekstrak bitumen sebesar 41,8% atau sebesar 0,8423 gram dari 2 gram sampel Aspal Buton yang diekstraksi. Rasio volume dari ketiga pelarut (n-heptana, toluena, dan etanol) yang digunakan pada proses ekstraksi memperlihatkan fenomena fluktuasi, dimana pada rasio volume tertentu, ekstrak yang didapat akan meningkat kemudian menurun lalu meningkat dan menurun kembali seperti terlihat pada gambar 4.3. Hal ini dikarenakan adanya suatu parameter kelarutan dari setiap variasi rasio volume pelarut terhadap ekstrak bitumen yang ingin diperoleh melalui proses ekstraksi. Parameter kelarutan merupakan suatu konsep yang dapat digunakan sebagai paramater pemilihan pelarut. Penggunaan parameter kelarutan dalam pemilihan pelarut adalah berdasar aturan kimia yang telah dikenal yakni “like dissolved like”. Jika gaya antar molekul antara molekul pelarut dan solut memiliki kekuatan yang mirip, maka pelarut tersebut merupakan pelarut yang baik bagi solut tersebut. Parameter kelarutan Hildebrand bagi senyawa polar dan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dinyatakan sebagai akar penjumlahan kuadrat dari parameter kelarutan parsial Hansen (Stefanis dan Panayiotou, 2008). Nilai parameter kelarutan Hansen komponen dispersi (δ d), komponen polar (δp), dan komponen ikatan hidrogen (δhb) dari bitumen, asphaltene, maltene, n-heptane, toluene, dan etanol dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.1 Nilai Parameter Kelarutan Hansen dan Hildebrand dari Bitumen, Asphaltene, Maltene, n-Heptana, Toluena, dan Etanol (Per Redelius, 2009)
δd MPa0,5
δp MPa0,5
δhb MPa0,5
δ MPa0,5
Bitumen
18,4
3,9
3,6
19,15
Asphaltene
19,6
3,4
4,4
20,37
Maltene
17,7
5,8
2,5
18,79
n-Heptana
15,3
0
0
15,3
Toluena
18,0
1,4
2,0
18,16
Etanol
15,8
8,8
19,4
26,52
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
41
Parameter kelarutan Hildebrand dari campuran ketiga pelarut yang digunakan pada penelitian ini (n-heptana, toluena, dan etanol) dapat diestimasi dengan menjumlahkan nilai kelarutan Hildebrand pelarut yang dikalikan dengan fraksi volume masing-masing pelarut. Nilai parameter kelarutan Hildebrand dari masing-masing variasi rasio volume pelarut ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Nilai Parameter Kelarutan Hildebrand Setiap Variasi Rasio Volume Pelarut
Variasi
Fraksi
Fraksi
Fraksi
Volume n-
Volume
Volume
Heptana
Toluena
Etanol
δn-heptana 0,5
δtoluena 0,5
δetanol 0,5
δmix
MPa
MPa
MPa
MPa0,5
1.
70/100
10/100
20/100
10,71
1,82
5,3
17,83
2.
60/100
20/100
20/100
9,18
3,63
5,3
18,11
3.
50/100
30/100
20/100
7,65
5,45
5,3
18,40
4.
40/100
40/100
20/100
6,12
7,26
5,3
18,68
5.
30/100
50/100
20/100
4,59
9,08
5,3
18,97
6.
20/100
60/100
20/100
3,06
10,90
5,3
19,26
7.
10/100
70/100
20/100
1,53
12,71
5,3
19,54
Dari tabel 4.1 dan 4.2, dapat dilihat bahwa nilai parameter kelarutan Hildebrand dari masing-masing variasi rasio volume pelarut (n-heptana, toluena, dan etanol) pada penelitian ini memiliki nilai yang mendekati nilai parameter kelarutan Hildebrand bitumen. Perbedaan nilai parameter kelarutan Hildebrand dari setiap variasi volume rasio pelarut ini menjadi salah satu yang mempengaruhi banyak tidaknya hasil ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi. Nilai parameter kelarutan Hildebrand dari pelarut dengan rasio tertentu yang memiliki nilai yang sama atau mendekati nilai parameter kelarutan Hildebrand dari bitumen yang ingin didapatkan dari proses ekstraksi akan memperbesar kelarutan bitumen di dalam pelarut tersebut sehingga persen berat bitumen juga menjadi lebih besar. Dari tabel 4.2 dapat dilihat pula bahwa pelarut yang memiliki nilai parameter kelarutan Hildebrand yang mendekati nilai parameter kelarutan Hildebrand bitumen yaitu pelarut pada variasi rasio volume ketiga hingga ketujuh. Namun, variasi rasio volume ketiga (50 ml heptana, 30 ml toluena, dan 20 ml etanol) memberikan hasil ekstrak bitumen yang lebih banyak dibandingkan
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
42
dengan variasio rasio volume lainnya meskipun memiliki nilai parameter kelarutan Hildebrand yang lebih kecil dibandingkan variasi rasio volume lainnya kecuali variasi rasio volume kesatu dan kedua. Hal ini dikarenakan setiap pelarut dengan variasi rasio volume yang berbeda-beda memiliki viskositas yang berbeda pula. Selain parameter kelarutan Hildebrand, viskositas pelarut juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil ekstraksi. Viskositas pelarut yang rendah akan meningkatkan koefisien difusi sehingga laju ekstraksi juga meningkat. Dengan meningkatnya laju ekstraksi, maka ekstrak yang didapat pun akan meningkat pula. Selain itu, viskositas pelarut juga mempengaruhi kemampuan untuk menyerap energi gelombang mikro. Viskositas pelarut yang rendah dapat menyerap energi gelombang mikro lebih baik. Hal ini dikarenakan, viskositas molekul yang rendah menyebabkan pergerakan molekul menjadi lebih bebas sehingga membuat molekul pelarut lebih mudah untuk tersusun dalam bidang gelombang mikro. Akibatnya, laju pemanasan pun menjadi meningkat. Adapun viskositas dari setiap variasi rasio volume pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi Aspal Buton ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Viskositas Setiap Variasi Rasio Volume Pelarut
Variasi
Rasio Volume Pelarut (n-
Viskositas (cP, 78oC)
Heptana : Toluena : Etanol) (ml) 1.
70 : 10 : 20
7,96
2.
60 : 20 : 20
7,72
3.
50 : 30 : 20
7,56
4.
40 : 40 : 20
8,08
5.
30 : 50 : 20
7,93
6.
20 : 60 : 20
7,85
7.
10 : 70 : 20
8,04
Dari tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa pelarut yang memiliki viskositas terendah yaitu pelarut dengan variasi rasio volume ketiga (50 ml n-heptana : 30 ml toluena : 20 ml etanol). Viskositas yang rendah dari pelarut akan meningkatkan koefisien difusi sehingga pelarut lebih mudah masuk ke dalam pori-pori batuan Aspal Buton dan melakukan kontak dengan bitumen. Oleh
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
43
karena itu laju ekstraksi juga akan meningkat dan ekstrak bitumen yang dihasilkan juga menjadi lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh dimana pada rasio volume pelarut tersebut (50 ml n-heptana : 30 ml toluena : 20 ml etanol) persen berat ekstrak bitumen yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan variasi rasio volume lainnya dikarenakan viskositasnya yang lebih rendah dan nilai parameter kelarutan Hildebrand yang mendekati nilai parameter kelarutan Hildebrand bitumen.
4.2.1.2 Variasi Volume Total Pelarut Volume pelarut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam suatu proses ekstraksi. Volume pelarut harus cukup guna meyakinkan bahwa seluruh sampel terendam dalam pelarut (Mandal dkk, 2007). Guna mengetahui pengaruh volume total pelarut terhadap berat ekstrak bitumen yang diperoleh, variasi volume total pelarut yang dilakukan adalah 25 ml, 50 ml, 75 ml, dan 100 ml dengan menggunakan rasio volume pelarut optimum yang menghasilkan persen berat ekstrak bitumen paling besar, yaitu 5:3:2. Adapun persen berat ekstrak bitumen per berat sampel Aspal Buton yang berhasil diperoleh dari ekstraksi dengan varisi volume total pelarut adalah seperti yang digambarkan pada grafik berikut ini.
41,84
45,00
40,00 35,00
33,52 29,40
30,94 Rasio nHeptana : Toluena : Etanol =5:3:2
30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 25
50
75
100
Gambar 4.4 Persen berat ekstrak per berat sampel Aspal Buton yang dihasilkan dari ekstraksi (t = 15 menit) dengan variasi volume total pelarut
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
44
Dari Gambar 4.4 dapat disimpulkan bahwa berat ekstrak bitumen cenderung meningkat dengan semakin banyaknya pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi. Hal ini disebabkan dengan semakin banyaknya volume pelarut, maka kontak antara batuan Aspal Buton dengan pelarut campuran n-heptana, toluena, dan etanol akan semakin besar. Sehingga senyawa bitumen yang terdapat di dalam Aspal Buton akan lebih cepat dan lebih banyak yang berpindah dari dalam poripori batuan ke pelarut. Dari variasi yang dilakukan pada volume pelarut dapat disimpulkan bahwa dari 2 gram sampel Aspal Buton yang diekstrak dengan 100 mL pelarut campuran n-heptana, toluena, dan etanol, maka akan diperoleh persen berat ekstrak bitumen per berat sampel Aspal Buton yang maksimum yaitu sebesar 41,8%. Rasio maksimum antara pelarut dan sampel Aspal Buton adalah 100:2 (mL/gr). Hao et al. telah membuktikan bahwa dengan semakin banyak pelarut maka laju ekstraksi yang diperoleh juga akan lebih besar (Mandal, 2007). Dari penelitian ini juga diperoleh hal yang sama, di mana rasio pelarut/padatan dari 25:2 (mL/gr) sampai dengan 100:2 (mL/gr) akan meningkatkan jumlah ekstrak yang didapatkan. Akan tetapi, dari segi keekonomisan biaya produksi, dipilih 50 ml pelarut untuk digunakan pada percobaan selanjutnya dengan variasi waktu ekstraksi. Mengingat pelarut yang digunakan (n-heptana dan toluena) memiliki harga yang lumayan mahal, sehingga pengurangan jumlah pelarut menjadi salah satu cara menghemat biaya bahan baku. Jumlah pelarut yang berlebih juga tidak menguntungkan karena berakibat pada tingginya biaya bahan baku dan pemurnian atau pemisahan pelarut dari ekstrak. Dengan mengurangi pelarut sebanyak 50%, bitumen yang terekstraksi hanya berkurang sebanyak 8,3% dari penggunaan volume pelarut sebanyak 100 ml. Dengan kondisi tersebut, maka produksi bitumen dari proses ekstraksi dengan volume pelarut sebanyak 50 ml terbilang ekonomis.
4.2.1.3 Variasi Waktu Ekstraksi Variasi yang dilakukan berikutnya adalah variasi waktu ekstraksi. Variasi waktu ekstraksi yang dilakukan adalah 5, 10, 15, dan 20 menit dengan mengunakan volume pelarut yang maksimum dalam menghasilkan berat ekstrak
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
45
bitumen, yaitu 50 ml dan sampel Aspal Buton sebanyak 2 gram. Pertimbangan pemilihan waktu ekstraksi adalah waktu yang biasa digunakan dalam ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro, yaitu beberapa detik hingga beberapa menit (15-20 menit) (Mandal, 2007). Dengan rentang waktu 5 menit untuk tiap pengambilan sampel diharapkan dapat mendapatkan perbedaan yang mencolok. Persen berat ekstrak bitumen per berat sampel Aspal Buton yang berhasil diperoleh dari ekstraksi dengan variasi waktu ekstraksi adalah seperti yang digambarkan grafik berikut.
34,00 33,52
33,63 Keterangan : Rasio Volume n-Heptana : Toluena : Etanol (5:3:2), Volume Total 50 ml
33,50 33,00 32,50
32,59 32,38
32,00 31,50 5
10
15
20
Gambar 4.5 Persen berat ekstrak per berat sampel Aspal Buton yang dihasilkan dengan variasi waktu ekstraksi (volume pelarut 50 mL).
Gambar 4.5 memperlihatkan bahwa persen berat ekstrak bitumen semakin besar seiring semakin lamanya waktu ekstraksi. Berat ekstrak bitumen yang diperoleh dari ekstraksi mampu mencapai 33,6% dari jumlah sampel Aspal Buton awal pada waktu ekstraksi 20 menit. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sejenis yang dilaporkan di literatur. Secara umum, waktu optimum dalam ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro berkisar antara 15-20 menit (Mandal dkk., 2007). Hasil ini dipengaruhi oleh adanya sifat dielektrik etanol. Sifat dielektrik dari etanol mempengaruhi proses pemanasan pada ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro. Semakin lama waktu penyinaran gelombang mikro, maka
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
46
etanol semakin cepat panas. Panas yang ditimbulkan gelombang mikro akan membantu perpindahan massa dari senyawa bitumen atau aspal yang akan diekstrak dari padatan Aspal Buton ke pelarut. Hal ini dikarenakan, semakin bertambah suhu pemanasan, maka viskositas bitumen dan pelarut menjadi semakin rendah, sehingga mobilisasi bitumen dari dalam pori-pori ke permukaan batuan Aspal Buton dan difusi pelarut ke dalam pori-pori Aspal Buton menjadi semakin mudah sehingga laju ekstraksi menjadi meningkat. Peningkatan waktu ekstraksi mampu meningkatkan yield bitumen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, peningkatan persentase berat ekstrak bitumen untuk setiap penambahan waktu ekstraksi 5 menit sangat rendah, hanya sebesar 0,42%. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan efisiensi dan keekonomisan produksi bitumen dari Aspal Buton ini, maka waktu ekstraksi yang dipilih adalah 5 menit, dengan berat ekstrak bitumen yang diperoleh dari ekstraksi sebesar 32,38%. Dari ketiga variasi yang telah dilakukan pada penelitian ini, diperoleh suatu kondisi operasi yang efisien dan ekonomis dalam produksi bitumen dari Aspal Buton melalui ekstraksi berbantu gelombang mikro, yang dicapai pada volume total pelarut 50 ml dengan rasio volume n-heptana : toluena : etanol yaitu 5:3:2 dan waktu ekstraksi 5 menit. Kemudian hasil ini akan dibandingkan dengan penelitian lain yang melakukan ekstraksi Aspal Buton dengan pelarut komersil dan kerosin tanpa bantuan gelombang mikro pada subbab berikutnya.
4.2.2 Perbandingan Hasil Ekstraksi dengan Kadar Bitumen Dalam Aspal Buton Kadar bitumen dalam Aspal Buton bervariasi antara 10% sampai dengan 40% (Siswosoebroto dan Kusnianti, 2005). Kadar bitumen mula-mula yang terdapat di dalam batuan Aspal Buton ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar perolehan ekstrak bitumen yang didapatkan dari penelitian ini terhadap kadar bitumen keseluruhan yang terdapat di dalam batuan Aspal Buton. Kadar bitumen di dalam Aspal Buton yang telah diteliti sebelumnya yaitu sebesar 41,64% (Stefan, 2012). Penelitian tersebut menggunakan pelarut komersil yang dipercaya memiliki kemampuan mengekstraksi bitumen atau aspal dari Aspal
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
47
Buton paling baik dibandingkan pelarut-pelarut lainnya. Berikut ini adalah perbandingan hasil ekstraksi bitumen dari Aspal Buton dengan ekstraksi gelombang mikro terhadap kadar bitumen yang terdapat di dalam batuan Aspal Buton. Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Ekstraksi dengan Kadar Bitumen Dalam Aspal Buton
Perolehan Ekstrak Bitumen
Kadar Bitumen di dalam Aspal
Hasil Ekstraksi Menggunakan
Buton (%)
Gelombang Mikro (%)
41,84
41,64
Persen massa ekstrak bitumen pada Tabel 4.4 merupakan hasil terbesar yang diperoleh dari penelitian ini. Sementara itu, kadar bitumen di dalam Aspal Buton berdasarkan penelitian terdahulu menggunakan pelarut komersil tanpa bantuan gelombang mikro (Stefan, 2012). Dari Tabel 4.4, dapat disimpulkan bahwa perolehan ekstrak bitumen melalui ekstraksi menggunakan gelombang mikro dengan pelarut n-heptana-toluena-etanol lebih besar dibandingkan kadar bitumen yang terdapat di dalam batuan Aspal Buton. Dilihat dari perbandingan persen massa ekstrak yang diperoleh dengan kadar bitumen di dalam Aspal Buton pada Tabel 4.4 di atas, maka dapat dikatakan bahwa ekstraksi menggunakan gelombang mikro dengan pelarut n-heptana-toluena-etanol memiliki kemampuan mengekstraksi bitumen sangat baik karena seluruh bitumen atau aspal dapat terekstrak oleh pelarut. Meskipun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji tingkat kemurnian dari ekstrak bitumen yang diperoleh dari penelitian ini.
4.2.3
Perbandingan
Hasil
dengan
Ekstraksi
Menggunakan
Pelarut
Komersil dan Kerosin Tanpa Gelombang Mikro Ekstraksi berbantu gelombang mikro dilaporkan memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan metode ekstraksi yang lain, diantaranya yield ekstrak lebih tinggi, kebutuhan pelarut lebih sedikit, dan waktu ekstraksi lebih singkat. Pada bagian ini, akan dibandingkan hasil ekstraksi berbantu gelombang
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
48
mikro dengan pelarut n-heptana-toluena-etanol dari penelitian ini dengan ekstraksi tanpa bantuan gelombang mikro dengan pelarut komersil dan kerosin dari penelitian lain (Stefan, 2012). Kondisi operasi pada proses ekstraksi Aspal Buton dengan menggunakan pelarut kerosin dan komersil (pelarut yang khusus diimport dari luar negeri untuk ekstraksi bitumen aspal dari Aspal Buton) yaitu waktu ekstraksi 30 menit, massa aspal Buton 2 gram, pelarut ±25 mL, dan ekstraksi berlangsung pada suhu ruang. Adapun perbandingan hasil ekstraksi penelitian ini dengan penelitian lain ditunjukkan oleh Tabel 4.4 berikut. Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Ekstraksi Dengan Gelombang Mikro dan Tanpa Gelombang Mikro Pada Kondisi Optimum
Ekstraksi Gelombang
Dengan Ekstraksi Mikro
Tanpa Ekstraksi
Gelombang Mikro
(pelarut n-heptana- (pelarut komersil)
Tanpa
Gelombang Mikro (pelarut kerosin)
toluena-etanol) Kondisi Operasi: Waktu ekstraksi
5 menit
30 menit
30 menit
Volume pelarut
50 mL
± 25 mL
25 mL
Yield (%)
32,38 %
41,14 %
19,01 %
Dari Tabel 4.5, dapat disimpulkan bahwa ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro membutuhkan waktu ekstraksi lebih singkat dibandingkan dengan ekstraksi tanpa gelombang mikro. Yield bitumen yang diperoleh dengan ekstraksi gelombang mikro lebih tinggi 13,37% dari ekstraksi tanpa gelombang mikro dengan pelarut kerosin dan hanya lebih rendah 8,76% dari pelarut komersil. Bila dilihat dari jenis pelarut dari ketiga pelarut di atas, maka pelarut komersil merupakan pelarut ideal yang dapat mengekstraksi bitumen dari Aspal Buton lebih banyak dibandingkan pelarut lainnya. Hasil produksi bitumen dari Aspal Buton dengan pelarut komersil ini tidak ekonomis karena harganya hampir 3 kali lipat dari harga aspal minyak (Stefan, 2012). Tingginya harga jual Aspal Buton tersebut disebabkan oleh harga pelarut komersil yang relatif mahal dan harus diimport dari luar negeri. Sementara itu, pelarut kerosin harganya relatif lebih ekonomis namun memiliki kemampuan mengekstraksi bitumen yang lebih rendah dibandingkan pelarut komersil dan
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
49
pelarut n-heptana-toluena-etanol pada penelitian ini. Sedangkan pelarut yang digunakan pada penelitian ini (n-heptana-toluena, dan etanol) memiliki kemampuan mengekstraksi bitumen yang lebih tinggi dibandingkan pelarut kerosin dan juga tidak jauh lebih rendah dari pelarut komersil, dan harganya yang juga relatif lebih ekonomis dibandingkan dengan pelarut komersil. Ditambah dengan adanya bantuan gelombang mikro pada proses ekstraksi, menjadikan keseluruhan proses ekstraksi bitumen dari Aspal Buton menggunakan gelombang mikro dengan pelarut n-heptana-toluena-etanol menjadi lebih efisien dan ekonomis dibandingkan metode yang lain karena dapat mempersingkat waktu ekstraksi, kebutuhan pelarut yang sedikit dan memberikan yield bitumen yang tinggi.
4.2.4 Hasil FTIR Berikut hasil uji FTIR dari ekstrak bitumen dalam persentase transmitasi.
ν C=C ν CH sp2 δs CH3
νs CH2, CH3
Gugus hidroksi, primer atau sekunder
νas CH3X, νas CH2, CH3
γ CH3 aro
ν S=O
δasCH2, CH3
CH3-Aryl
Gambar 4.6 Spektrum FTIR ekstrak dari ekstraksi Aspal Buton menggunakan gelombang mikro
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
50
Pada gambar 4.6, spektra IR dari bitumen ditunjukkan dengan perluasan daerah 4000-400 cm-1. Absorbansi kuat teramati pada 2924, 2854, 1454, dan 1376 cm-1 sesuai dengan distribusi hidrogen alifatik antara struktur -CH2 dan -CH3 yang disebabkan oleh peregangan C-H di -CH3 dan -CH2 bitumen. Absorbansi di sekitar 2855, 1601, 1458, dan 1376 cm-1 masing-masing dapat dikaitkan dengan peregangan C-H di -CH3, peregangan C=C, deformasi C-H di -CH2 dan -CH3. Sementara absorbansi di sekitar 1601, 1029, 812, dan 747 cm-1 yang teramati di ekstrak bitumen dikarenakan adanya substituen -CH3 pada cincin aromatik. Puncak di wilayah antara 1000 cm-1 dan 1300 cm-1 disebabkan adanya struktur belerang. Puncak sekitar 1029 cm-1 bisa disebabkan oleh vibrasi –C-O di alkil-aril eter dan peregangan S=O. Pita spektral pada 747 cm-1 dikaitkan dengan empat atom hidrogen yang berdekatan pada cincin aromatik, dan pita di 812 cm-1 adalah karena adanya dua atau tiga atom hidrogen yang berdekatan. Ringkasan dari hasil pembahasan di atas sebagai berikut, Tabel 4.6 Hasil Analisis FTIR dari Ekstrak Aspal Buton
Bilangan Gelombang (cm-1)
Gugus yang Sesuai
3600-3100
OH dan NH (stretching vibration)
3109
CH aromatic (stretching vibration)
2924,6
Asymmetric CH3, CH2 (valence vibration)
2854,3
Symmetric CH3, CH2 (valence vibration)
1604
C=C aromatic (valence vibration)
1454,6
CH2, CH3 assymetric deformation
1032,5
S=O (valence vibration)
930-700
CH aromatic (deformation vibration)
720
CH2 chain (deformation vibration)
Spektrum FTIR dari ekstrak aspal atau bitumen dari Aspal Buton pada gambar 4.6 Memiliki kemiripan dengan spektrum FTIR dari aspal murni. Berikut ini adalah spektrum FTIR aspal murni atau bitumen dan keempat fraksi penyusunnya yang didapat dari literatur ditunjukkan pada gambar 4.7.
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
51
Gambar 4.7 Spektrum FTIR (a) bitumen, (b) asphaltene, (c) maltene, (d) saturate/aromatic dan (e) resin (Songhun Yoon et al, 2009)
Dari gambar 4.7 di atas, dapat dilihat bahwa spektrum FTIR bitumen ekstrak dari ekstraksi Aspal Buton lebih memiliki kemiripan dengan spektrum FTIR bitumen dibandingkan dengan komponen penyusun bitumen seperti asphaltene, maltene, resin, dan aromatic. Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi Aspal Buton menggunakan gelombang mikro merupakan aspal murni atau bitumen.
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1. Diperoleh
ekstrak
berupa
bitumen
dari
ekstraksi
Aspal
Buton
menggunakan gelombang mikro yang ditunjukkan oleh spektrum IR dengan adanya absorbansi kuat pada daerah 2924, 2854, 1604, 1454, 1376, 1032, 930-700 cm-1 yang mewakili gugus CH aromatik, CH3/CH2 simetris dan asimetris, C=C aromatik, S=O, dan rantai CH2 dari senyawa bitumen. 2. Kondisi optimum pada variasi rasio volume pelarut dicapai pada rasio volume 50 ml n-heptana, 30 ml toluena, dan 20 ml etanol dengan yield bitumen yang didapatkan sebesar 41,84%. 3. Kondisi operasi yang efisien dan ekonomis pada variasi volume total pelarut dicapai pada volume total 50 ml dengan yield bitumen yang didapatkan sebesar 33,52%. 4. Kondisi operasi yang efisien dan ekonomis pada variasi waktu ekstraski dicapai pada waktu 5 menit dengan yield bitumen yang didapatkan sebesar 32,38%. 5. Kondisi optimum yield bitumen yang efisien dan ekonomis pada proses ekstraksi dengan gelombang mikro dicapai pada saat volume pelarut 50 ml dengan rasio volume n-heptana-toluena-etanol 5:3:2 dan waktu ekstraksi 5 menit dengan yield yang didapatkan sebesar 32,38%. 5.2. Saran 1. Meneliti optimasi terhadap masing-masing pelarut, n-heptana, toluena, dan etanol dengan memvariasikan rasio volume dari salah satu pelarut sementara kedua pelarut lainnya dibuat tetap, kemudian melakukan hal yang sama untuk pelarut yang lain. 2. Meneliti kelayakan ekonomi dari proses ekstraksi Aspal Buton dengan gelombang mikro berdasarkan volume pelarut yang digunakan, waktu 52 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
53
ekstraksi, dan energi gelombang mikro yang dibutuhkan terhadap yield bitumen atau aspal yang diperoleh. 3. Meneliti kemurnian dari ekstrak bitumen yang diperoleh. 4. Meneliti
sifat
fisik
dari
ekstrak
bitumen
yang
diperoleh
dan
membandingkannya dengan standar bitumen atau aspal yang dipakai untuk perkerasan jalan.
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, S. D. 1999. Microwave-Assisted Extraction for the Isolation of Trace Systemic Fungicides from Woody Plant Material. Doctor Of Philosophy In Chemistry Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia. Badjah-hadj-ahmed. 2004. Fractionation and Analysis of The Asphaltene Extracted From Petroleum. International Conference on Chemistry and Industry, Riyadh, Kingdom Of Saudi Arabia, 10. Belanger, J. M. R. 1995. MAPTM Microwave Assisted Process. OCETA Environmental Technologi & Business, Canada. Dean, J. R. 1998. Extraction Methods for Environmental Analysis. London: John Wiley & Sons Ltd, 165-187. Departemen Pekerjaan Umum. 2010. Pemerintah Tingkatkan Penggunaan Asbuton
Untuk
Penanganan
Jalan
[Online].
Available:
http://www.pu.go.id/2nd_index_Berita.asp?site=ctberita&news=ppw061210 sony.htm&ndate=12/6/2010%201:39:53%20PM. [Accesed 29 April 2011] Gardiner. 2000. Use of Normal Propyl Bromide Solvents for Extraction and Recovery of Asphalt of Cements. NCAT Report 00-06. Hartati, I. 2010. Isolasi Alkaloid Dari Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) dengan Teknik Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro. Tesis Program Pasca Sarjana Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang, 12-17. Lei, Zhiping. 2012. Microwave-assisted extraction of Xianfeng lignite in 1-butyl3-metyl-imidazolium chloride. Journal Fuel, 95, 630-633. Letellier, M. dan Budzinski, H. 1999. Microwave Assisted Extraction of Organic Compounds. Analusis, 27, 259-271. Li, Y., Michels, R., Mansuy, L., Fleck, S., Faure, P. 2002. Comparison of Pressurized Liquid Extraction With Classical Solvent Extraction and Microwave-Assisted Extraction – Application to The Investigation of The Maturation of Mahakam Coal. Journal Fuel, 81, 747-755.
54 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan 1)
Mandal, V. 2007. Microwave Assisted Extraction – An Innovative and Promising Extraction Tool for Medicinal Plant Research. Pharmacognosy Reviews, Vol 1, Issue 1. Mihaela,
N.
S.
2007.
Microwave-Assisted
Extraction
(MAE)
of
Secoisolariciresinol Diglucoside (SDG) from Flaxseed. Master of Science of Bioresource Engineering Department, McGill University, Montreal. Mutyala, S., Fairbridge, C., Pare, J. R. J., Belanger, J. M. R., Siauw, dan Hawkins, R. 2010. Microwave Application to Oil Sands and Petroleum : A Review. Journal Fuel Processing Technology, 91, 127-135. Nuryanto, A. 2009. Aspal Buton (ASBUTON) sebagai Bahan Bakar Roket Padat. Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 7, 1, 36-45. Per Redelius. 2009. Asphaltenes in Bitumen, What They Are and What They Are Not. Road Materials and Pavement Design, 10, 1, 25-43. Purwono, S., Murachman, B., Yulianti, D. T., dan Suwati.
2005. Koefisien
Perpindahan Massa pada Ekstraksi Aspal Buton dari Kabungka dan BauBau dengan Pelarut n-heksan. Forum Teknik.Vol.29, 40-49. Puryani. 2007. Aplikasi Gelombang Mikro (Microwave Oven) dan Gelombang Ultrasonik Sebelum Proses Maserasi Buah Vanili (vanilla planifolla andrews) Hasil Modifikasi Proses Kuring. Skripsi Program Sarjana Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, 11-13 Sayono. 2000. Paten: Proses Ekstraksi untuk Pemurnian Aspal dengan Menggunakan Pelarut Organik. Indonesia patent application. Siswosoebrotho, B. I. & Kusnianti, N. 2005. Laboratory Evaluation of Lawele Buton Natural Asphalt in Asphalt Concretre Mixture. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, 5, 857-867. Sparr Eskilsson, Cecilia, dan Bjorklund, Erland. 2000. Analytical-scale microwave-assisted extraction. Review Journal of Chromatography A, 902, 227-250. Stein, Dale F. 1994. Microwave Processing of Materials. National Academy Press, Washington DC. 55 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan 2)
Stefan, Antoni. 2012. Sintesis Aditif Dari Minyak Jarak Melalui Proses Pirolisis Untuk Meningkatkan Kinerja Kerosene Dalam Ekstraksi Aspal Buton. Skripsi Program Sarjana Teknik Kimia Universitas Indonesia, Depok, 3034. Stefanis, E., Panayiotou, C. 2008. Prediction of Hansen Solubility Parameter With a New Group Contribution Method. International Journal of Thermophysics, 29, 568-585. Yoon, S., Bhatt, S. D., Lee, W., Lee. H. Y., Jeong. S. Y., Baeg. J. O., dan Lee, C. W. 2009. Separation and Characteristic of Bitumen From Athabasca Oil Sand. Korean J.Chem.Eng., 26(1), 64-71.
56 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
LAMPIRAN A
Perhitungan Persentase Aspal Terekstrak Persentase aspal terekstrak dihitung berdasarkan massa batuan yang hilang setelah ekstraksi dibandingkan dengan massa batuan awal, yaitu mengikuti persamaan berikut:
Berikut data batuan aspal awal dan setelah ekstraksi untuk setiap variasi terhadap 2 gram batuan Aspal Buton berserta perhitungannya, 1. Variasi Rasio Volume Pelarut Tabel A.1 Data dan Perhitungan dari Persentase Aspal Terekstrak oleh Variasi Rasio Volume Pelarut
No. Uji
Volume nHeptana (mL) 70
Volume Toluena (mL)
Volume Etanol (mL)
1
Massa Batuan Awal (gr) 2,0209
20
Massa Residu Batuan (gr) 1,3654
Massa Aspal Terlarut (gr) 0,6648
Persentae Aspal Terlarut (%) 32,4360
10
2
2,0250
60
20
20
1,2082
0,6555
40,3358
3
2,0131
50
30
20
1,1708
0,8168
41,8409
4
2,0176
40
40
20
1,3705
0,8423
32,0728
5
2,0242
30
50
20
1,2383
0,6471
38,8252
6
2,0019
20
60
20
1,2000
0,7859
40,0569
7
2,0067
10
70
20
1,3109
0,8019
34,6738
Berikut ringkasan dari hasil perhitungan di atas, Tabel A.2 Persentase Aspal Terekstrak terhadap Variasi Rasio Volume Pelarut
% Aspal Terekstrak
Rasio Volume Pelarut (n-Heptana : Toluena : Etanol) 7:1:2
32,4360
6:2:2
40,3358
5:3:2
41,8409
4:4:2
32,0728 57 Universitas Indonesia
Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
58
Tabel A.3 Persentase Aspal Terekstrak terhadap Variasi Jumlah Pelarut Komersil (Lanjutan)
% Aspal Terekstrak
Rasio Volume Pelarut (n-Heptana : Toluena : Etanol) 3:5:2
38,8252
2:6:2
40,0569
1:7:2
34,6738
2. Variasi Volume Total Pelarut Tabel A.4 Data dan Perhitungan dari Persentase Aspal Terekstrak oleh Variasi Volume Total Pelarut
No. Uji
1
Massa Batuan Awal (gr) 2,0002
Volume Total Pelarut (mL) 25
Massa Residu Batuan (gr) 1,4122
Massa Aspal Terlarut (gr) 0,588
Persentae Aspal Terlarut (%) 29,3970
2
2,0096
50
1,3067
0,7029
33,5222
3
2,0147
75
1,3914
0,6233
30,9376
4
2,0131
100
1,1708
0,8168
41,8409
Berikut ringkasan dari hasil perhitungan di atas, Tabel A.5 Persentase Aspal Terekstrak terhadap Variasi Volume Total Pelarut
Volume Total Pelarut
% (berat ekstrak/berat
(mL)
sampel asbuton)
25
29,3970
50
33,5222
75
30,9376
100
41,8409
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
59
3. Variasi Waktu Ekstraksi Tabel A.6 Data dan Perhitungan dari Persentase Aspal Terekstrak oleh Variasi Waktu Ekstraksi
No. Uji
Waktu Ekstraksi (menit)
1
Massa Batuan Awal (gr) 2,0076
5
Massa Residu Batuan (gr) 1,3576
Massa Aspal Terlarut (gr) 0,65
Persentae Aspal Terlarut (%) 32,3769
2
2,0283
10
1,3673
0,661
32,5888
3
2,0096
15
1,3067
0,7029
33,5222
4
2,0042
20
1,3301
0,6741
33,6343
Berikut ringkasan dari hasil perhitungan di atas, Tabel A.7 Persentase Aspal Terekstrak terhadap Variasi Waktu Ekstraksi
Waktu ekstraksi
% (berat ekstrak/berat
(menit)
sampel asbuton)
5
32,3769
10
32,5888
15
33,5222
20
33,6343
Menghitung peningkatan rata-rata dari aspal yang terekstraksi untuk setiap peningkatan waktu ekstraksi, Tabel A.8 Rata-rata Peningkatan Jumlah Aspal Terekstraksi terhadap Peningkatan Waktu Ekstraksi
Waktu Ekstraksi (menit)
Aspal Terekstrak (%)
delta waktu ekstraksi (menit)
delta Aspal Terekstrak (%)
5
32,3769
5
0,2119
10
32,5888
5
0.9334
15
33,5222
5
0.1121
20
33,6343 5
0,4191
Rata-rata
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
60
Perhitungan Viskositas Pelarut dari Setiap Variasi Rasio Volume Pelarut: Berikut karakteristik konstanta C dari viscometer yang digunakan: Tabel A.9 Kontanta Karakteristik C dari Viskometer
Suhu
Konstanta C
40oC
0,01631
o
100 C
0,01627
Melakukan interpolasi garis lurus terhadap konstanta C tersebut untuk suhu ruangan, yaitu 78oC sebagai berikut,
Menggunakan konstanta karakteristik C untuk menghitung viskositas dari masingmasing pelarut:
Dimana i adalah masing-masing pelarut, sehingga diperoleh viskositas masingmasing pelarut sebagai berikut, Tabel A.10 Data dan Perhitungan dari Viskositas Pelarut Setiap Variasi Rasio Volume Pelarut
Rasio Volume Pelarut
t (s)
Viskositas (cP)
7:1:2
489
7,9632
6:2:2
474
7,7189
5:3:2
464
7,5560
4:4:2
496
8,0771
3:5:2
487
7,9306
2:6:2
482
7,8492
1:7:2
494
8,0446
(n-Heptana : Toluena : Etanol)
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
LAMPIRAN B
Gambar B.1 Absorbansi dari Ekstrak Bitumen Hasil Uji FTIR
61 Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012
62
Gambar B.2 Proses Ekstraksi dengan Gelombang Mikro (microwave)
Gambar B.3 Larutan Hasil Ekstraksi
Gambar B.4 Residu dari Hasil Ekstraksi
Universitas Indonesia Ekstraksi bitumen..., Hendra Fauzi, FT UI, 2012