Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011
ISSN 2089-9122
STUDI PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN pH LIMBAH PABRIK TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT Fajrin Anwari, Grasel Rizka Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Unlam Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru 70714 Kalimantan Selatan Telepon/Faks: (0511) 7404878/4773858 E-mail:
[email protected] ABSTRAK Pabrik tahu merupakan salah satu industri kecil, namun dapat menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan akibat limbahnya. Limbah pabrik tahu yang dihasilkan dapat menyebabkan kandungan biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), dan total suspended solid (TSS) yang tinggi, serta pH yang relatif rendah. Untuk menurunkan kandungan limbah yang polutif tersebut digunakan metode aerasi bertingkat yang prinsip kerjanya memperbanyak oksigen terlarut dalam air agar kondisi air limbahnya aman untuk dibuang ke lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari lama waktu aerasi terhadap penurunan kadar BOD, COD, TSS dan pH limbah pabrik tahu menggunakan metode aerasi bertingkat. Kondisi air limbah pabrik tahu yang digunakan sebagai sampel dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar awal BOD, COD, TSS dan pH. Selanjutnya sampel air limbahnya dimasukkan ke dalam kolom yang terdiri dari 5 bagian atau kompartemen. Setiap kompertemen dialirkan udara menggunakan aerator dengan variasi lama waktu sebesar 40, 50, 60, dan 120 menit. Setelah proses aerasi berakhir dilakukan kembali pengujian dengan parameter yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar BOD, COD, dan TSS terkecil terjadi pada kompartemen ke lima dan kondisi waktu aerasi sebesar 120 menit secara berurutan sebesar 5,8264 mg/L, 93,5567 mg/L, dan 323 mg/L dari kadar awal secara berurutan pula sebesar 3468 mg/L, 9064 mg/L, dan 1014 mg/L. Sedangkan pH mengalami peningkatan sebesar 4,78 dari kondisi awal sebesar 4,28. Kata-kata kunci: Limbah tahu, aerasi bertingkat, kompartemen
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pembuatan tahu yang ada di Indonesia pada umumnya masih termasuk dalam industri skala kecil. Walaupun demikian, industri tahu ini menghasilkan limbah cair yang cukup besar dan sangat berpotensi merusak lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan merupakan limbah organik yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah. Penguaraian limbah organik tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen bebas atau secara anaerob. Air limbah industri tahu berasal dari proses pencucian dan perendaman kedelai, serta proses pengepresan dan pencetakan tahu. Selain itu juga bersumber dari sisa proses pencucian peralatan yang digunakan (Kafadi, 1990). 1
Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011
ISSN 2089-9122
Industri tahu pada umumnya menghasilkan air limbah yang polutif, dengan kandungan nilai COD berkisar antara 4000-6000 mg/L. Hal ini berarti bahwa setiap m3 air limbah rata-rata dibutuhkan 5 kg O2. Apabila setiap 100 kg kedelai menghasilkan 2 m3 air limbah maka O2 yang dibutuhkan adalah 10 kg per 100 kg kedelai. Dan kandungan BOD berkisar antara 3000-4000 mg/L. Air limbah industri tahu bersifat biodegradable atau mudah didegradasi secara biologis (Moertinah dan Djarwanti, 2000). Hasil pengujian kualitas air limbah tahu yang dilakukan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL-PPM) Banjarbaru tahun 2008 menunjukkan adanya parameter yang belum memenuhi standar berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan nomor 036 tahun 2008 sebesar 250 mg/L BOD, 200 mg/L TSS, 0,002 mg/L H2S, 0,5 mg/L NH3-N, dan pH berkisar 6,0-9,0. Hasil pengujian sampel awal air limbah industri tahu yang ada di daerah Banjarbaru oleh Balai Riset Dan Standarisasi Industri (BARISTAN) tahun 2010 menunjukkan parameter BOD sebesar 3468 mg/L, COD sebesar 9064 mg/L, TSS sebesar 1014 mg/L dan pH nya sebesar 4,28. Hasil pengujian tersebut dijadikan acuan utama sebagai nilai pembanding dari sampel hasil proses aerasi bertingkat yang dilakukan. Kandungan BOD, COD, TSS dan CO2 terdapat dalam air sungai dari sungai Martapura daerah Desa Dalam Pagar dapat diturunkan dengan menggunakan teknologi aerasi bertingkat. Hasilnya menunjukkan terjadi penurunan yang cukup signifikan pada kondisi waktu aerasi yang lama dan banyaknya kompartemen yang dilewati air sungai tersebut. walaupun hasilnya belum memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan (Mirwan dkk 2010). Kadar TSS yang ada pada limbah minyak pelumas dapat diturunkan sebesar 97,362% menggunakan metode aerasi bertingkat dan adsorpsi dengan waktu proses aerasi sebesar 50 jam (Mursyidah dan Hasanah 2009). Arsawan (2007) menyatakan kandungan BOD, COD, TDS dan TSS pada air limbah mengalami penurunan menggunakan metode aerasi secara gravitasi dengan variasi waktu sebesar 12, 24, 48, dan 72 jam dan laju aliran udara sebesar 0,6 m/s. Dan penurunan terbesar terjadi pada waktu aerasi sebesar 72 jam. Perumusan Masalah Berdasarkan diuraikan tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keefektifan metode aerasi bertingkat dengan variasi waktu tertentu untuk menurunkan kadar BOD, COD, TSS dan pH pada air limbah pabrik tahu?. Tujuan Program Tujuan penelitian ini adalah mempelajari lama waktu aerasi sebesar 40, 50, 60, dan 120 menit terhadap penurunan kadar BOD, COD, TSS dan pH air limbah pabrik tahu menggunakan metode aerasi bertingkat. Kegunaan Program Manfaat dilakukannya program penelitian ini adalah mendapatkan suatu alternatif metode yang murah, sederhana, mudah pengoperasiannya dan memberikan data informasi tentang kemampuan aerasi bertingkat dalam menurunkan kadar BOD,
2
Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011
ISSN 2089-9122
COD, TSS dan pH pada air limbah pabrik tahu. Dan peran nyata kontribusi mahasiswa bagi lingkungan masyarakat sekitar, akademisi dan industri. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat tahun 2010. Sampel air limbah didapatkan dari Pabrik Tahu di daerah Banjarbaru Kalimantan Selatan dengan kondisi suhu air limbah sebesar 390C dan diambil pada musim kemarau dan cuaca yang cerah. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari seperangkat alat aerasi bertingkat (Gambar 1), buret 50 mL, kertas saring whatman, cawan petri, pipet tetes, aerator, corong, botol gelap, erlenmeyer, dan pH meter. Sedangkan bahan yang digunakan terdiri dari air limbah pabrik tahu, asam oksalat 0,01 N, larutan KMnO4 0,01 N, akuades, larutan Tiosulfat 0,025 N, H2SO4 6 N, larutan Amilum 5%, larutan Alkali azida, dan larutan MnSO4 0,1 N.
Tangki penampungan Udara dari aerator
Aerasi 5 kompartemen
Penyangga
1
2 3
Aerator
5
4
Gambar 1. Seperangkat alat aerasi bertingkat. Sampel air limbah pabrik tahu sebelum dimasukkan ke dalam kolom aerasi di lakukan pengujian untuk mengetahui kadar awal dari BOD, COD, TSS dan pH. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam kolom yang memiliki 5 kompartemen dan disertai juga dengan menginjeksikan udara menggunakan aerator pada variasi lama waktu sebesar 40, 50, 60 dan 120 menit secara proses batch agar kadar oksigennya bertambah (lihat Gambar 1). Proses secara batch yaitu air limbah dimasukkan ke dalam kompartemen hingga mencapai batas masing-masing kolom kemudian dialirkan udara hingga variasi waktu yang ditentukan. Setelah proses aerasi selesai, sampel diambil pada tiap variasi waktu untuk dilakukan pengujian kadar BOD, COD, TSS dan pH.
5
5
5
3
Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011
ISSN 2089-9122
HASIL DAN PEMBAHASAN
BOD mg/L
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kompertemen dan lamanya waktu aerasi berpengaruh terhadap jumlah kadar BOD, COD, TSS, dan pH yang didapatkan. Banyaknya jumlah kompertemen dan makin lama waktu aerasi maka makin kecil kadar BOD, COD, dan TSS yang didapatkan serta nilai pH relatif besar yang dapat dilihat pada Gambar 2 sampai dengan Gambar 5. 7.50 7.30 7.10 6.90 6.70 6.50 6.30 6.10 5.90 5.70 5.50
40 menit 50 menit 60 menit 120 menit
1
2
3
4
5
Kompartemen
Gambar 2. Hubungan nilai BOD mg/L dengan jumlah kompartemen pada variasi lama waktu aerasi. Gambar 2. menunjukkan nilai BOD yang paling kecil terdapat pada kompartemen kelima dengan waktu aerasi 120 menit. Jumlah kompartemen dan waktu aerasi mempengaruhi makin kecilnya nilai BOD. Hal ini dikarenakan adanya pemberian oksigen ke dalam air limbah yang dapat membantu pertumbuhan organisme pengurai sehingga menyebabkan laju penguraian meningkat dan populasi organisme tumbuh dengan baik. Hasil pengujian BOD ini menunjukan penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai pengujian awalnya. Hasil ini juga didukung Arsawan (2007) dan Mirwan, et al (2010) bahwa banyaknya jumlah kompartemen dan lamanya waktu aerasi menyebabkan makin kecil nilai BOD yang ada dalam air sungai.
4
COD mg/L
Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011
ISSN 2089-9122 40 menit 60 menit
292.25 277.10 261.95 246.80 231.65 216.50 201.35 186.20 171.05 155.90 140.75 125.60 110.45 95.30 80.15 1
2
3
50 menit 120 menit
4
5
Kompartemen
Gambar 3. Hubungan nilai COD mg/L dengan jumlah kompartemen pada variasi lama waktu aerasi.
TSS mg/L
Gambar 3 menunjukkan hal yang sama dengan Gambar 2, bahwa nilai COD juga menurun seiring dengan banyaknya jumlah kompartemen dan lamanya waktu aerasi. Hal ini juga disebabkan jumlah kebutuhan oksigen telah terpenuhi untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam air limbah pabrik tahu. Pengujian COD biasanya menghasilkan kebutuhan oksigen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengujian BOD. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi. Hasil pengujian COD ini juga menunjukan penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai pengujian awalnya. Hal yang sama juga didukung oleh Arsawan (2007) dan Mirwan, et al (2010) dimana banyaknya jumlah kompartemen dan makin lama waktu aerasi maka nilai COD yang ada dalam air sungai juga makin kecil. 1,100 1,050 1,000 950 900 850 800 750 700 650 600 550 500 450 400 350 300
40 menit 50 menit 60 menit 120 menit
0
1
2
3
4
5
Kompartemen
Gambar 4. Hubungan nilai TSS mg/L dengan jumlah kompartemen pada variasi lama waktu aerasi. 5
Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011
ISSN 2089-9122
Gambar 4 juga menunjukkan nilai TSS berbanding lurus dengan jumlah kompartemen dan lama waktu aerasi. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme aerob yang berfungsi sebagai pengurai dapat tumbuh dengan baik akibat proses aerasi sehingga dapat mempercepat penggumpalan endapan-endapan. Hasil ini juga didukung oleh Tarigan (2003), Arsawan (2007), Mursida dan Nur izzatil (2009), dan Mirwan, et al (2010) bahwa banyaknya jumlah kompartemen dan lamanya waktu aerasi menyebabkan kadar TSS yang ada dalam air juga akan turun. 40 menit 60 menit
4.9
50 menit 120 menit
4.8
pH
4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 0
1
2
3 Kompartemen
4
5
Gambar 5. Hubungan nilai pH dengan jumlah kompartemen pada variasi lama waktu aerasi. Gambar 5 menunjukkan hal sebaliknya bahwa seiring banyaknya jumlah kompartemen dan lamanya waktu aerasi, kecenderungan nilai pH yang didapatkan makin besar. Namun pH yang dihasilkan masih belum mencapai baku mutuyang ditetapkan sebesar 6-7 (Alaerts dan Santika, 1984). Nilai pH limbah cair tapioka dengan variasi waktu aerasi sebesar 24 dan 48 jam mengalami penurunan dari kondisi basa ke kondisi asam (Sola, 1994). Hal tersebut menunjukkan bahwa proses aerasi pada penelitian ini dapat menyebabkan nilai pH bertambah walaupun belum mencapai nilai pH yang telah ditetapkan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penurunan kadar BOD, COD, dan TSS berbanding lurus dengan banyaknya jumlah kompartemen dan lamanya waktu aerasi. Namun nilai pH terjadi sebaliknya. penurunan kadar BOD, COD, dan TSS terkecil terjadi pada kompartemen ke lima dan kondisi waktu aerasi sebesar 120 menit secara berurutan sebesar 5,8264 mg/L, 93,5567 mg/L, dan 323 mg/L dari kadar awal secara berurutan pula sebesar 3468 mg/L, 9064 mg/L, dan 1014 mg/L. Sedangkan pH mengalami peningkatan sebesar 4,78 dari kondisi awal sebesar 4,28.
6
Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011
ISSN 2089-9122
Saran Saran yang ingin disampaikan pada penelitian ini adalah sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil pH yang normal dengan penambahan waktu aerasi yang lebih lama. DAFTAR PUSTAKA Alaerts dan Santika, S., 1984, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional Surabaya. Arsawan, M, et al., 2007. Pemanfaatan Metode Dalam Pengolahan Limbah Berminyak, Universitas Udayana, Bali Djarwanti, Sartamtomo, dan Sukani, 2000. Pemanfaatan Energi Hasil Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu, Laporan Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang Ismail, A F., 2003. Pengolahan Limbah Cair dari Industri Biskuit Dengan Proses Aerasi Bertingkat, Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia Yogyakarta, ISBN 979-97893-0-3. Kafadi, N.M., 1990, Memproduksi Tahu Secara Praktis, Karya Anda Surabaya. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular, 2008. Hasil Pengujian Air Limbah Industri Produk-Produk Makanan Berbahan Baku Kacang Kedelai, Banjarbaru Balai Riset dan Standarisasi Industri (BARISTAN), 2010. Hasil pengujian BOD, COD, TSS, dan pH Air Limbah Industri Tahu, Banjarbaru Mirwan A., Ulfia W., Ade RA., dan Wahidayanti N., 2010, Penurunan Kadar BOD, COD, TSS, CO2 Air Sungai Martapura Menggunakan Tangki Aerasi Bertingkat, Jurnal Kalimantan Scientiae ISSN 0216-2601 Nomor.76 Th.XXVIII. Moertinah, S dan Djarwanti, 2003, Penelitian Identifikasi Pencemaran Industri Kecil Tahu-Tempe di Kelurahan Debong Tengah Kota Tegal dan Konsep Pengendaliannya, Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang Mursyidah dan Nur Izatil H., 2009, Studi Kandungan Tss Dalam Air Yang Tercemar Limbah Minyak Pelumas Dengan Menggunakan Metode Aerasi Dan Adsorbsi Karbon Aktif Dan Zeolit, Laporan Penelitian Program Studi S1 Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru PEMDA KALSEL. 2007. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007 Tentang Peruntukan Dan Baku Mutu Air Sungai. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah, Kalimantan Selatan. Sola L., 1994, Pengembangan dan Uji Coba Peralatan Pengolahan Air Limbah Industri Tempa dan Tahu, Laporan Penelitian, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Tarigan. M.S, 2003, Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) di perairan Raha. Sulawesi Tenggara, Jurnal Makara, Seri Sains volume 7 No.3
7