POTENSI DAN MITIGASI BANJIR KOTA MEDAN Makmur Ginting Program Study Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara Jl.Sei Bilah No. 42 A Medan E-mail: rumahgugung07@ yahoo.com
ABSTRAK Medan adalah ibukota Propinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dan kota terbesar di luar Pulau Jawa. Luas wilayah kota Medan adalah 265,1 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 2.109.330 jiwa. Ada tiga sungai yang melintasi Kota Medan yakni Sungai Belawan, sungai Percut dan Sungai Deli. Perubahan tata guna lahan pada watershed ketiga sungai tersebut cukup cepat. Dalam tahun 2011 ini kota Medan telah dikejutkan oleh dua kali kejadian banjir yakni banjir sungai Deli dan sungai Babura (anak sungai Deli) yang dinilai ekstrim yakni berturut-turut pada bulan januari 2011 dan bulan April 2011. Kejadian kedua banjir tersebut mengakibatkan ribuan penduduk kena dampaknya dan sebagian diantaranya harus mengungsi. Potensi banjir kiriman yang mengancam kota Medan meningkat dari waktu-kewaktu. Potensi ancaman banjir tersebut terlihat pada kejadian banjir tanggal 1 April 2011 yang lalu. Dari data lapangan yang dikumpulkan, besarnya debit banjir sungai Babura dibagian hilir pada tanggal 1 April 2011 adalah 209 m3/det. Tinggi genangan dibagian upstream jembatann Jl.Zainul Arifin dengan debit tersebut adalah bervariasi antara 0,5 meter hingga 3 meter lebih (retarding). Besarnya debit banjir sungai Babura dipengaruhi oleh intensitas curah hujan yang jatuh pada watershednya, dan curah hujan tersebut adalah merupakan parameter yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable). Faktor lain yang mempengaruhi debit banjir tersebut ialah respon dari watershed sungai Babura yakni terkait dengan koefisien limpasan (runoff coefficient), yang pada prinsipnya parameter ini dapat dikendalikan (controllable). Dengan demikian maka, kegiatan mitigasi yang dapat dilakukan ialah berkaitan dengan pengendalian parameter limpasan dan rekayasa hidrolis penampang sungai. Kegiatan mitigasi banjir kota Medan telah mulai dilakukan sejak tahun 1980-an yakni melalui proyek MUDP-I, MUDP-II dan MMUDP. Khusus untuk sungai Babura belum pernah ditangani sejauh ini, dan menurut study MUDP dilaporkan bahwa kapasitas penampang sungai babura (natural) rata-rata adalah sebesar 69 m3/det. Melihat potensi banjir kota Medan, terutama akibat banjir sungai maka kegiatan mitigasi yang direkomendasikan antara lain ialah: normalisasi sungai Babura dan Deli untuk mampu mengatasi debit banjir return period 30 tahun; daerah sempadan sungai supaya dibebaskan dari permukiman penduduk; tata ruang pada watershed sungai Babura, Deli, Belawan dan Percut harus segera di tetapkan menjadi peraturan daerah dan substansinya harus mampu mengendalikan koefisien runoff maksimal 0,45; dan menyiapkan sistim peringatan dini (early warning system) bagi masyarakat yang tinggal di dekat alur sungai. Kata Kunci: rekayasa, penataan lingkungan dan peringatan dini.
1.
LATAR BELAKANG
Kota Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ke tiga di Indonesia dan terbesar diluar pulau jawa. Kota Medan sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan berkembang dengan pesat, dan pada saat ini (2011) seluiruh wilayah administrasi Kota Medan sudah terbangun menjadi wilayah permukiman. Desakan pertumbuhan Kota Medan sudah masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan langsung dengan Kota Medan. Luas wilayah administrasi Kota Medan adalah 265,1 km2 atau 26.510 ha; dan menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2000 dan 2010, jumlah penduduk Kota Medan adalah berturut-turut sebesar 1.898.013 jiwa dan 2.109.330 jiwa. Sementara itu, jumlah penduduk Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2010 adalah 1.789.243 jiwa. Secara fisik, wilayah kota Medan dan wilayah perkotaan di Kabupaten Deli Serdang sudah menyatu sehingga perencanaan tata ruang dan penanggulangan banjir harus dilakukan secara terintegrasi. Pada tahun 1995 telah dikenalkan konsep kota metropolitan Mebidang (Medan Binjai Deli Serdang), yakni kota yang secara fisik menyatu tapi dikelola oleh tiga pemerintahan yakni Pemerintah Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai. Maksud daripada pembentukan konsep ini ialah untuk mengintegrasikan penanganan infrastruktur perkotaan, termasuk penanggulangan banjir. Realisasi konsep tersebut kelihatannya tersendat seiring dengan berlakunya undang-undang No 22 tahun 2000 tentang Pemerintahan Daerah (sekarang dirubah menjadi UU No.32 tahun 2004).
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
H-75
Keairan
Ada tiga sungai yang melintasi kota Medan yakni sungai Belawan, sungai Deli dan sungai Percut. Ketiga sungai tersebut mempunyai hulu di gugus Bukit Barisan di wilayah perbatasan Kabupaten Deli Serdang dengan Kabupaten Karo. Sistim drainase primer kota Medan bermuara ke sungai-sungai tersebut. Sungai Babura adalah merupakan anak sungai Deli dengan total luas watershed 99 km2(seluruhnya merupakan wilayah pengembangan wilayah permukiman). Beberapa tahun belakangan ini, kejadian banjir sungai Babura cukup mengejutkan karena daerah genangnnya cukup luas dan tinggi. Adapun kejadian banjir tersebut yakni: kejadian banjir sungai Babura pada tahun 2002 dimana air sungai Babura meluap ke sungai Deli melintasi landasan pacu airport Polonia sehingga menghentikan setiap pendaratan dan keberangkatan pesawat di bandara Polonia hampir 12 jam; kejadian banjir sungai Babura pada tahun 2004 dimana kejadiannya malah lebih besar daripada kejadian pada tahun 2002 dan juga menghentikan aktifits bandar udara Polonia; dan banjir sungai Babura pada bulan April tahun 2011 yang sangat mencengangkan karena hampir merenggut nyawa penduduk disekitar sungai Babura tersebut. Dalam kejadiankejadian banjir tersebut terlihat secara visual terjadi incremental debit banjir dan incremental dampaknya terhadap masyarakat. Disamping permasalahan banjir sungai tersebut diatas, permasalahan drainase di wilayah kota Medan juga cukup memprihatinkan dimana pada berapa kawasan permukiman dibagian wilayah Kota Medan langsung tergenang dalam ukuran waktu hujan 1-2 jam saja. Hal ini telah membuat pihak-pihak terkait kewalahan dan sepertinya mengalami kesulitan untuk menanggulanginya, apalagi belakangan ini masalah banjir sungai Deli, sungai Babura, sungai Percut dan sungai Belawan sudah semakin sering terjadi dan telah mencapai tingkat yang meresahkan masyarakat dan mengkhawatirkan.
2.
RASIONALE
Kota Medan terletak di pantai timur pulau Sumatera dengan ketinggian permukaan tanah bervariasi antara 0 hingga 30 meter diatas permukaan air laut. Kota Medan sebagai pusat perdagangan dan pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Utara menyebabkan perkembangan fisik kota Medan sangat cepat. Perkembangan fisik tersebut pada dasarnya merupakan perubahan land use yang mengarah kepada pengurangan lahan terbuka (pervious surface) atau peningkatan lahan tertutup (impervious surface). Perubahan penggunaan lahan tersebut mempunyai dampak langsung terhadap hidrology permukaan (suface hydrology). Penutupan permukaan tanah oleh lapisan kedap air (impervious materials) seperti lantai bangunan, lapangan parkir, perkerasan jalan raya dan lain sebagainya berarti makin banyak dan makin besar proporsi air hujan yang menjadi runoff. Kontribusi air hujan terhadap air tanah melalui infiltrasi dan perkolasi makin kecil. Jadi, dengan terjadinya pengembangan permukiman pada catchment sungai Deli, Belawan, dan Percut maka akan terjadi perubahan pada debit aliran sungai-sungai tersebut, yakni antara lain: (a) Porsi runoff daripada curah hujan akan meningkat, sehingga volume daripada debit akan bertambah; (b) Untuk kejadian curah hujan yang spesifik, respons daripada catchment area akan mempunyai percepatan (accelerated), dengan kemiringan hydrograph yang makin curam; lag-time dan waktu konsentrasi (time to peak) bertambah kecil; (c) Puncak banjir bertambah besar; (d) Pada saat debit minimum (low flow), debit sungai/drainase menjadi lebih kecil karena kontribusi air tanah sudah berkurang; dan (e) Kualitas air pada sungai/darainase menurun karena makin bertambahnya air buangan rumah tangga dan kegiatan perkotaan lainnya. Hal tersebut sedang terjadi di kota Medan dan merupakan permasalahan yang serius untuk ditangani. Land use pada daerah tangkapan hujan (catchment area) sungai-sungai tersebut, terutama pada bagian down stream dan middle stream sudah didominasi oleh kawasan permukiman, dan khusus pada wilayah administrasi kota Medan saat ini sudah mendekati jenuh yakni dengan kepadatan penduduk rata-rata 80 jiwa/ha atau ratio ruang dengan penduduk adalah 125 m2 per kapita. Kondisi wilayah administrasi kota Medan yang sedemikian rupa mengakibatkan desakan pertumbuhan penduduk dan perubahan peruntukan lahan (land use changes) kewilayah penyangganya yakni ke wilayah Kecamatan Medan Johor, Medan Selayang, Namorambe, Patumbak, Pancurbatu, Batang Kuis dan Kecamatan Sunggal. Wilayahwilayah yang disebutkan belakangan ini adalah merupakan wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang dan merupakan bagian middle stream daripada sungai-singai yang melintasi kota Medan. Dengan berlangsungnya perubahan land use pada wilayah-wilayah ini ditambah dengan pengendalian tata-ruang yang lemah maka debit puncah banjir sungai Belawan, Deli, Babura dan Percut akan bertambah dari waktu ke waktu (untuk return period yang sama). Peningkatan debit puncak banjir/volume limpasan air hujan akibat perubahan land use ini dalam hidrology dikenal dengan perubahan koefisien limpasan (incremental runoff coefficient). Incremental runoff coefficient juga terjadi sejalan dengan meningkatnya harga tanah yakni melalui perubahan fungsi dan type/jenis bangunan (renewal) dari bangunan perumahan menjadi perkantoran dan/atau perdagangan atau menjadi perumahan type ruko (dengan atau tanpa revisi tata-ruang ?) dengan Koefisien Dasar bangunan (KDB) yang lebih tinggi (data lapangan menunjukkan hampir kedap air atau C = 1). Disamping itu, kapasitas natural penampang sungai-sungai yang melintasi kota Medan cenderung menurun karena diakibatkan oleh sedimentasi dan desakan bangunan ke daerah sempadan sungai. Masalah banjir kota Medan makin besar karena pemeliharaan saluran drainase dan penampang sungai tidak dilakukan secara regular dan teratur. Banjir pada wilayah Kota Medan (urban storm water) belakangan ini terjadi karena curah hujan yang jatuh pada wilayah kota terhambat pengalirannya ke sungai dan oleh luapan debit sungai Deli dan Babura (river flood). Sungai H-76
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Keairan
Deli, Sungai Babura, Sungai Belawan, dan sungai Percut. Sungai-sungai tersebut adalah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistim drainase kota Medan. Apabila permasalahan incremental debit banjir kota Medan tidak dapat dikendalikan, maka kerugian-kerugian pada masyarakat kota Medan dan pemerintah akan meningkat. Secara garis besar kerugian-kerugian tersebut dapat di kelompokkan sebagai berikut: (a) Kerusakan badan dan permukaan jaringan jalan; (b) Kerusakan rumah/harta benda penduduk dan bangunan umum/bersejarah; ( c) Penyebaran wabah penyakit/penurunan kualitas hidup masyarakat; (d) Mengganggu/menghambat kegiatan ekonomi; (e) Pada skala tertentu mengancam keselamatan jiwa penduduk; dan (f) Persepsi buruk masyarakat terhadap pemerintah.
3.
POTENSI BANJIR
Sungai Deli membelah kota Medan dari arah Selatan ke Utara dengan total luas watershed 358 km2. Dari total luas watershed tersebut, sekitar 200 km2 atau 56% diantaranya telah dan sedang berubah menjadi wilayah terbangun/perkotaan. Wilayah tersebut terdiri dari catchment area sungai Deli bagian downstream (17 km2), sungai Sikambing (40 km2), sungai Babura (99 km2), dan sisi-kiri kanan sungai Deli hingga ke Deli Tua/Namorambe (44 km2). Cathment area selebihnya (158 km2) yakni terhitung dari Delitua/Namorambe hingga Sembahe/Sibolangit/Gunung Sibayak merupakan lahan pertanian, kebun campuran dan hutan tanaman industri dan hutan alam. Kemiringan dasar sungai Deli rata-rata ialah 0,00611 dan pada daerah yang landai atau mild slope ialah 0,0008. Berdasarkan pengamatan kejadian-kejadian banjir di kota Medan maka ancaman banjir yang paling ekstreem ialah apabila banjir sungai Deli dan Babura (river flood) terjadi bersamaan dengan hujan di atas Kota Medan (urban storm water). Sesuai dengan kondisi Topografi kota Medan maka sistim saluran drainase kota Medan jarang yang bermuara ke sungai Belawan sehingga banjir sungai Belawan tidak terlalu banyak mempengaruhi sistim drainase kota Medan. Demikian juga banjir sungai Percut sudah tidak menjadi ancaman karena telah selesai dinormalisasi hingga ke muara yakni untuk debit banjir return period 30 tahun, termasuk menampung pengalihan debit sungai Deli meleluai floodway. Drainase primer sungai Sikambing juga sudah selesai dinormalisasi seluruhnya yakni untuk debit banjir return period 10 tahun. Penampang sungai Deli yang sudah dinormalisasi ialah pada bagian down stream yakni dari Jl.Kejaksaan hingga muara (Belawan) yakni untuk debit banjir return period 20 tahun. Sementara itu, penampang sungai Deli antara Titi Kuning (food way) dan Jl.Kejaksaan masih rawan banjir karena belum di normalisasi. Kapasitas penampang sungai Deli pada bagian ini masih rendah yakni hanya mampu menampung debit banjir return period 2 tahun yaitu sebesar 160 m3/det. Perkiraan debit banjir sungai Deli pada beberapa ruas (section) untuk berbagai return period menurut hasil analisis yang dilaporkan pada study JICA (1992) adalah seperti diperlihatkan pada Gambar-1.
Gambar-1: Perkiraan Debit Banjir Untuk berbagai Return Period (Sumber: Study JICA, 1992) Dari hasil analisis tersebut pada Gambar-1 diatas dapat dilihat bahwa debit banjir sungai Deli pada bagian yang belum dinormalisasi yakni antara Jl.Kejaksaan dan Titi Kuning untuk return period 10 tahun adalah sebesar Q3 = 260 m3/det. Jika debit banjir return period 10 tahun yakni Q3 (260 m3/det) dibandingkan dengan kapasitas penampang pada bagian ini yakni 160 m3/det, maka pada kejadian banjir return period 10 tahun akan terjadi potensi banjir yang mengancam permukiman penduduk sebesar 100 m3/det. Selanjutnya, sungai Babura yang merupakan anak sungai Deli adalah sungai yang sangat potensil sebagai ancaman banjir kota Medan karena disamping watershed sungai ini seluruhnya berada pada wilayah penyangga perkembngan kota Medan, pembangunan permukiman sangat pesat di wilayah ini dan penampang sungai ini belum pernah dinormalisasi. Kemiringan dasar sungai Babura rata-rata ialah 0,00236 dan pada daerah landai atau mild slope ialah 0,00187. Menurut hasil study & analisis JICA dan MMUDP, kapasitas penampang sungai Babura yang ada saat ini (natural) hanya mampu menampung debit banjir return period 1 tahun yakni sebesar 69 m3/det. Dari hasil analisis yang tertera pada Gambar-1 diatas dapat diketahui bahwa debit sungai Babura ( yang masuk ke sungai Deli) ialah Qb = Q2-Q3, dan untuk return period 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, 50 tahun dan 100 tahun ialah berturut-turut sebesar Qb10 = 160, m3/det, Qb20 = 190 m3/det, Qb30 = 200 m3/det, Qb50 = 230 m3/det, dan Qb100 = 260 m3/det. Jika SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
H-77
Keairan
dibandingkan dengan kapasitas penampang sungai Babura yakni 69 m3/det, maka potensi banjir sungai babura yang mengancam permukiman penduduk untuk return period 10 tahun ialah sebesar 91 m3/det. Pada saat banjir sungai Babura pada tanggal 1 April 2011 yang lalu aliran pada penampang jembatan Raden Saleh belum submerged sehingga masih dapat digunakan untuk megukur debit (pendekatan) sungai Babura yang masuk ke sungai Deli. Menurut pengamatan dilapangan pada saat banjir tersebut, permukaan air sudah hampir menyentuh lantai jembatan bagian bawah, yang artinya penampang basah aliran pada penampang jembatan tersebut ialah 62,22 m2 seperti diperlihatkan pada Gambar-2.
Gambar-2: Penampang Sungai Babura Dibawah Jembatan Raden Saleh Dengan menggunakan ’Rumus Manning’ dan menggunakan besaran n = 0,018 dan koefisien debit µ=0,7, maka dengan kondisi seperti penampang dan kemiringan aliran sungai Babura diatas diperoleh kecepatan aliran dibawah jembatan Raden Saleh sebesar V = 4,8 m/det dan debit sebesar Q = 0,7 * ( V x A) = 0,8 * (4,8 x 62.22) = 209 m3/det. Hal ini berarti kejadian banjir sungai Babura pada tanggal 1 April 2011 yang lalu melampaui debit banjir return period 30 tahun. Jika dibandingkan dengan kapasitas penampang sungai Babura yakni 69 m3/det, maka besarnya debit banjir yang menggenangi permukiman penduduk ketika itu ialah sebesar 140 m3/det. Dalam kondisi debit banjir sedemikian rupa maka dampak yang ditimbulkannya dilapangan adalah sebagai berikut: jalan Monginsidi tergenang mencapai 1 meter lebih tingginya; bandar udara airport polonia ditutup; tinggi genangan di sekitar Jl.Sei Padang, Kampus USU dan Padang Bulan antara 30 – 100 cm; dan tinggi genangan di beberapa tempat permukiman yang dekat ke bantaran sungai Babura di kawasan Medan Johor dan Simalingkar mencapai 3 m lebih. Keadaan seperti ini bertahan lebih dari 10 jam lamanya atau dengan perkataan lain Kawasan permukiman dibagian upstream jembatan Raden Saleh telah berfungsi berfungsi sebagai retarding basin (lihan foto pada Gambar-3).
Gambar-3 : Kondisi Genangan Banjir Medan 1 April 2011 di Jl. Monginsisdi Potensi ancaman banjir sungai Babura lebih jauh dapat ditelusuri dengan melakukan simulasi hubungan antara curah hujan dan limpasan (run-off). Menurut Rational formula secara matematis hubungan curah hujan dengan runoff siekspresikan dengan persamaan Q = CIA, dimana C adalah koefisien runoff, I adalah intensitas curah hujan dan A adalah luas daerah tangkapan hujan (catchment area). Dari tiga parameter disebelah kanan persamaan tersebut yakni curah hujan ( I ) adalah merupakan variabel yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable variable), koefisien
H-78
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Keairan
runoff ( C) adalah merupakan variable yang dapat dikendalikan (controlable variable), dan luas catcment (A) adalah merupakan konstanta. Berdasarkan debit banjir sungai Babura pada tanggal 1 April tersebut diatas dan dengan menghubungkannya dengan karakteristik catchmen area sungai Babura maka waktu konsentrasi banjir (time of concentration) dapat dihitung dengan menggunakan formula yang diperkenalkan oleh Kirpich (1940), sebagai berikut: (1) Tc = 0,00025 ( L/√S) 0,8 dimana L adalah panjang saluran (channel) terpanjang dalam meter dan S adalah kemiringan saluran rata-rata dalam m/m, dan Tc adalah waktu konsentrasi banjir dalam jam. Dengan memasukkan data karakteristik Sungai Babura yakni panjang saluran/alur sungai terpanjang L = 33,5 km dan kemiringan saluran/alur sungai rata-rata S = 0,00236, maka Tc = 11,7 jam. Selanjutnya, J.Wild & J.K.Hall (1982) memperoleh hubungan antara lamanya hujan dengan intensitas curah hujan untuk berbagai periode ulang untuk Kota Medan adalah seperti diperlihatkan pada Gambar-4. Melalui pendekatan grafik pada Gambar-4 diatas diperoleh hubungan bahwa dengan Tc = 11,7 jam dan dengan kondisi debit sungai Babura pada tanggal 1 April 2011 sebesar 209 m3/det yang mewakili return period 30 tahun, maka intensitas curah hujan pada saat itu diperkirakan sekitar 13 mm/jam.
1 in 30 years 13
Tc = 11,7 jam
Duration, t (hour) Source: Elizabeth M.Shaw, Hydrology in Practice
Gambar-4. Rainfall Intensity-Duration-Frequency Curve for Medan By J.Wild and J.K.Hall (1982) Selanjutnya dengan menggunakan rational formula sebagai berikut : Qp (m3/det) = 0,278 C i (mm/jam) A (km2) (2) dimana luas catchment A = 99 km2, maka diperoleh koefisien runoff sungai Babura ketika banjir tersebut (saat ini) adalah sebesar C = 0,585 (sudah termasuk factor genangan & retardasi). Dalam konteks mitigasi, maka pengendalian koefisien runoff ini adalah merupakan proritas utama yang harus dilakukan. Apabila hal tersebut tidak dikendalikan maka potensi ancaman banjir kota Medan dimasa mendatang akan lebih besar. Hal ini diproyeksikan berdasarkan kondisi lapangan saat ini, dimana diketahui bahwa pembangunan permukiman didaerah tangkapan sungai Babura cukup pesat, yang artinya koefisien runoff akan terus meningkat.
4.
MITIGASI DAMPAK BANJIR
Curah hujan adalah merupakan bagian dari suatu system yakni siklus hidrology dimana intensitas dan kejadiannya tidak dapat dikendalikan oleh manusia (uncontroable parameter). Oleh karena itu maka yang dapat dilakukan oleh manusia ialah memahami system tersebut dan hidup berdampingan dengannya. Secara alamiah, walupun lingkungan tidak diganggu oleh manusia sama sekali, potensi terjadinya banjir pada daerah-daerah dataran rendah seperti Medan tetap saja ada. Hanya intensitas dan daya rusaknya akan lebih besar apabila lingkungan dirusak oleh aktivitas manusia. Seorang naturalis dunia yang terkenal Aldo Leopold menyatakan arti dengan kata-kata tentang tingkah laku manusia terhadap lingkungannya sebagai berikut:” Humans do not seem to be able to understand a system that they
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
H-79
Keairan
did not build; instead, they seemingly must partially destroy and rebuild the system before its use limitations are understood and appreciated”. Sekarang mari kita perhatikan proyek-proyek penanggulangan (mitigasi) banjir kota Medan yang sudah dilaksanakan dan yang direncanakan kedepan sebagaimana diuraikan berikut ini. Setelah itu, coba kita renungkan kata-kata Aldo Leopold tersebut diatas, apakah sindiran tersebut berlaku bagi kita/masyarakat kita dan bangsa kita atau tidak?. Salah satu upaya penanggulangan banjir (mitigasi) yang dapat dilakukan ialah meningkatkan kapasitas penampang sungai dan/atau saluran drainase seperti normalisasi saluran drainase atau sungai dan pembangunan tanggul sungai. Upaya lainnya ialah dengan menampung sebagian volume limpasan curah hujan tersebut dalam reservoir atau retarding basin sehingga debit yang masuk ke penampang sungai menjadi berkurang. Sistim drainase dan sungaisungai di kota Medan telah mulai ditangani secara teknis sejak awal tahun 1980-an, yakni melalui kegiatan ’Medan Urban Development Project (MUDP)’ dan ’Medan Metropolitan Urban Development Projects (MMUDP)’ yang dilaksanakan melalui tahapan MUDP-1 ( 1981-1990; MUDP-2 (1991- 2000), dan MMUDP (2000-2008). Dana pembangunan infrastruktur perkotaan dan penanganan normalisasi sungai pada proyek-proyek ini berasal dari pinjaman luar negeri yakni antara lain dari Asian Development Bank (ADB) dan dari Japan Bank of International Cooperation (JBIC). Pada tahun 1990, JICA dari Jepang menyusun sebuah study tentang management watershed Belawan-Padang (Belawan-Padang Integrated Watershed Development Study) yakni meliputi seluruh watershed yang ada pada dan diantara sungai Belawan dan Sungai Padang di Propinsi Sumatera Utara. Kota Medan berada pada wilayah study ini. Proyek-proyek normalisasi sungai-sungai diwilayah Kota Medan dan sekitarnya, setelah tahun 1990-an diinisialisasi berdasarkan study tersebut. Proyek-proyek mitigasi banjir kota Medan secara hidrolis yang sudah dilaksanakan antara lain ialah: (1) noemalisasi penampang sungai Deli dari muara hingga Jl.Kejaksaan untuk debit banjir return period 20 tahun; (2) normalisasi penampang sungai percut dari muara hingga Jl.Sisingamangaraja (outlet floodway) untuk debit banjir return period 30 tahun; (3) floodway Deli-Percut dari Titi Kuning ke Jl.Sisingamangaraja (Amplas) untuk mengalihkan kelebihan debit banjir sungai Deli diatas return period 20 tahun; (4) normalisasi drainase primer sungai Sikambing untuk debit banjir 10 tahun; dan (5) normalisasi penampang sungai Belawan dari muara hingga Kampung Lalang untuk debit banjir return period 20 tahun; dan saluran-saluran primer ditengah kota Medan. Study JICA (1992) merekomendasikan pembangunan pembangunan reservoir serbaguna dibagian upstream sungai Percut, sungai Belawan dan sungai Deli untuk melindungi kota Medan dari debit banjir dengan return period yang lebih tinggi ( 50 dan 100 tahun). Untuk jelasnya, rancangan mitigasi secara hidrolis tersebut dapat dilihat pada Model sungai Deli dan sungai Percut pada Gambar-5.
Amplas
FLOODWAY DELI-PERCUT
Titi Kuning Belum dinormalisasi
Jl. Kejaksaan
Source: Hasil study JICA 1992
Legend:
= penanpang sungai yang sudah normalisasi Gambar-5: Model Sungai Deli dan Percut
Biaya perencanaan dan pembangunan proyek-proyek mitigasi tersebut diatas telah mencapai triliunan rupiah (pinjaman luar negeri), namun permasalahan banjir kota Medan masih tetap ada dan malah potensi ancamannya H-80
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Keairan
cenderung meningkat. Melihat pada keadaan ini, sepertinya pembangunan sarana dan prasarana pengendalian banjir kota Medan kejar-kejaran dengan peningkatan potensi ancaman banjir itu. Untuk meningkatkan perlindungan terhadap ancaman banjir kota Medan dari kondisi sekarang ini diperlukan biaya triliunan rupiah lagi. Pertanyaannya ialah, apakah APBN dan APBD Propsu serta APBD Kota Medan mampu mendanai proyek-proyek fisik tersebut secara terus-menerus dan apakah sebanding dengan apa yang dilindungi?. Sesungguhnya, kegiatan atau upaya untuk mengurangi dampak negatif (mitigasi) banjir dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain ialah : (a) membangun sarana dan prasarana pengendalian banjir secara hidrolis; (b) menata dan menjaga lingkungan melalui pengendalian tata ruang (land use master plan) yang ketat sehingga risiko banjir minimum; (c) mendidik masyarakat untuk memahami dampak pengerusakan lingkungan dan turut berpartisipasi menjaga lingkungan hidup yang baik; ( d) mendidik masyarakat untuk turut berpartisipasi menjaga dan merawat sarana dan prasarana pengendalian banjir; (e) mendidik masyarakat untuk mengetahui tanda-tanda datangnya banjir dan cara-cara menyelamatkan diri; dan (f) menyediakan sarana/system peringatan dini (early warning system). Dari enam alternative upaya mitigasi tersebut, sejauh ini, baru kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pengendalian banjir (fisik/hidrolis) saja yang dilakukan untuk kota Medan.
5.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan uraian atas tinjauan potensi banjir kota Medan diatas maka penulis membuat kesimpualn dan rekomendasi sebagai berikut:
Kesimpulan (1) Kota Medan secara natural terletak didaerah dataran rendah dan dilalui oleh tiga sungai besar sehingga secara alamiah (natural) rawan terhadap banjir. Potensi ancaman banjir tersebut meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan kawasan permukiman di kota Medan dan daerah penyangganya; (2) Sampai batas penanggulangan debit banjir return period 30 tahun, penanganan sungai Deli dan sungai Babura, sungai Belawan perlu dituntaskan. (3) Upaya mitigasi dan penanggulangan banjir kota Medan untuk debit banjir dengan return period yang lebih besar harus diintegrasikan antara pembangunan reservoir/dan atau retarding basin dengan penataaan ruang. (4) Untuk menghindari korban jiwa, maka sistim peringatan dini (earli warning sytem perlu diperkenalkan kepada masyarakat yang bermukim disepanjang bantaran sungai. (5) Pembangunan sarana dan prasarana pengendalian banjir kota Medan mahal dan peningkatan perlindungan terhadap ancaman banjir dari kondisi saat in sangat tergantung kepada kemampuan keuangan Negara dan kebijakan politik; (6) Kebijakan tata ruang (land-use master plan) Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang perlu dievaluasi karena perkembangan yang terjadi sekarang dilapangan terlihat kurang memperhatikan aspek urban hidrologis/bahaya banjir; dan (7) Masyarakat masih belum memiliki pemahaman yang benar/proporsional tentang bahaya banjir dan penyebabnya serta upaya partisipatif untuk mengurangi dampaknya hampir belum ada.
Rekomendasi (1) Pemerintah Propinsi Sumatera Utara perlu segera menetapkan Land Use-Master Plan kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang secara terintegrasi dan ditetapkan sebagai produk hukum yang kuat dan diawasi dengant ketat; (2) Land Use-Master Plan yang sudah ditetapkan sebagai produk hukum melalui perda sebaiknya jangan dirubahrubah substansinya pada setiap pergantian penguasa karena kalau selalu dirubah-rubah maka pada saatnya nanti biaya untuk menata kembali sistim penanggulanagan banjir kota Medan menjadi mahal sekali (bongkarpasang);. (3) Pemerintah kota Medan sebaiknya mulai merancang dan memetapkan peil banjir pada seluruh wilayah administrasi kota Medan sehingga dapat dipergunakan sebagai patokan pembangunan sarana dan prasarana kota, termasuk perumahan dan jalan kota; (4) Pemerintah kota Medan dihimbau untuk mendesign lapangan parkir dan penutup halaman pertokoan diseluruh kota Medan untuk menggunakan jenis pavemet yang permeable guna mengurangi volume runoff; (5) Pemerintah Kota Medan dihimbau untuk menambahi ruang taman dan penanaman pohon di seluruh wialayah kota Medan, kalau perlu dengan konsep relokasi permukiman. Hal itu diperlukan karena menurut penelitian yang dilakukan oleh American Forest Oficials yang diterbitkan pada Journal of Environmental, Denver 2000: Delapan persen kanopi pepopohonan di wilayah perkotaan dapat mengurangi volume runoff sebesar tiga persen; dan (6) Pemerintah Kota Medan dihimbau untuk bekerjasama dengan Pemerintah kabupaten Deli Serdang dalam penataan ruang pada watershed Deli, babura, belawan dan percut. Penelitian menunjukkan bahwa pembangunan perumahan dengan type cluster sangat effektif untuk mengurangi volume runoff pada daerah perkotaan.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
H-81
Keairan
DAFTAR PUSTAKA Elizabeth M.Shaw: Hidrology in Practice, Van Nostrand Reinhold (UK) Co.Ltd., 1983. Richard H.French: Open Channel Hydraulics, Mc Graw-Hill, 1985. Robert J. Reimold: Watershed Management, Mc Graw Hill, 1998. Badan Statistik Negara: Sensus Penduduk Tahun 2000 dan 2010; Kota Medan Dalam Angka 2010; dan Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka 2010. JICA,: The Study on Belawan-Padang River Basin Development,Final Report, 1992.. Directorate General of Human Settlements: Metropolitan Mebidang Urban Development Programme, Final Report,No.24.1, 1995
H-82
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011