POTENSI DAN KERAGAMAN CADANGAN KARBON HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRI : Kasus di Desa Kertayasa Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat
YUDHISTIRA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK YUDHISTIRA. Potensi dan Keragaman Cadangan Karbon Hutan Rakyat Dengan Pola Agroforestri : Kasus di Desa Kertayasa, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO. Clean Development Mechanism atau Mekanisme Pembangunan Bersih merupakan salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto yang bisa dilaksanakan antara negara berkembang dengan negara maju. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa sektor kehutanan Indonesia memiliki potensi besar dalam pencadangan karbon tersebut, tetapi penelitian dalam bidang ini masih terasa kurang terutama bidang agroforestri. Penelitian ini selain bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis, struktur dan komposisi tegakan pembentuk hutan rakyat, juga untuk mengetahui kemampuan hutan rakyat dengan pola agroforestri pada berbagai umur dalam pencadangan karbon. Objek penelitian ini berupa tegakan hutan rakyat pada berbagai kondisi dan perkembangan umur bertempat di Desa Kertayasa, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data antara lain pemilihan lokasi tegakan yang mewakili kondisi dan umur tegakan secara sampling. Melakukan sensus tegakan, pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan serasah dengan menggunakan plot contoh secara destruktif. Data diolah dengan mengidentifikasi jenis, mencari frekuensi relatif setiap jenis, menghitung biomassa tegakan, biomassa nekromassa, biomassa tumbuhan bawah dan serasah, serta menghitung karbon total kawasan. Hutan rakyat Desa Kertayasa memiliki variasi umur dari muda sampai tua dengan keanekaragaman jenis tanaman pada setiap lahan. Sebanyak 67 jenis pohon dapat diidentifikasi pada contoh pemilikan lahan hutan rakyat Desa Kertayasa. Total potensi rata-rata karbon total pada setiap umur rata-rata tegakan berkisar 33,27-84,15 tonC/ha. Luas bidang dasar tegakan pada setiap umur ratarata berkisar 14,12–27,94 m2/ha. Potensi biomassa bahan hidup berkisar 28,2777,92 tonC/ha dan biomassa bahan mati berkisar 3,15-6,24 tonC/ha. Komponen pada biomassa hidup adalah pohon berkisar 27,12-65,59 tonC/ha, tanaman kopi berkisar 0,80-12,17 tonC/ha dan tumbuhan bawah sebesar 0,15-1,13 tonC/ha. Komponen pada biomassa bahan mati adalah serasah sebesar 3,15-6,24 tonC/ha, tunggak sebesar 0,18-0,76 tonC/ha dan nekromassa sebesar 0,00-3,86 tonC/ha. Jenis sengon, mahoni dan kopi memiliki frekuensi relatif lebih besar dibanding dengan jenis lainnya. Besarnya potensi karbon dan luas bidang dasar dipengaruhi oleh umur rata-rata tegakan. Hubungan nilai prosentase cadangan karbon pada biomassa bahan hidup berbanding terbalik dengan biomassa bahan mati. Cadangan karbon terbesar terdapat pada karbon pohon. Tuntutan ekonomi/kemiskinan mendorong petani menebang pohon sebelum masak tebang atau pada kopi ditebang pada usia produktif (3-4 tahun) hanya untuk kayu bakar. Banyak dijumpai pohon-pohon berdiameter kecil saat dilakukan inventarisasi. Hal ini disebabkan oleh tunggak sisa penebangan yang menghasilkan trubusantrubusan yang tumbuh menjadi pohon pengganti.
ABSTRACT YUDHISTIRA. Potention and Diversity of Community Forest Carbon Reserve with Agroforestry Pattern: Case of Kertayasa Village, Panawangan Sub-Regency, Regency of Ciamis, West Java Province. Counseled by TEDDY RUSOLONO. Clean Development Mechanism (CDM) is one mechanism consisted in Kyoto Protocol which could be done between developing and developed countries. Scientists declared that Indonesian forestry sector has a big potention in carbon reserving, but there’s lack of researches on this field mainly in the field of agroforestry. The objectives of this research is to know species variety, structure and stand composition of community forest, and to know the capability of community forest with agroforestry pattern in variety of age for carbon reserving. The object of this research is a community forest stand in variety of condition and age development in Kertayasa Village, Sub-Regency of Panawangan, Regency of Ciamis, West Java Province. Phases taken in data collection was election of stand location that representing condition and stand age by sampling. Conducting stand census, floor vegetation biomass and offal assessment by using destructive sampling plot. Data was processed by identifying species, calculating relative frequencies of every species, calculating stand biomass, necromass biomass, floor vegetation and offal biomass, and calculating territory total carbon. Community forest of Kertayasa village has age variation from young to old with vegetation diversity of each land. About 67 tree species could be identified in community land ownership sample in Kertayasa village. Total potention of average total carbon of each average stand age ranged in 33,27-84,15 tonC/ha. Stand base scope width of each average age ranged in 14,12-27,94 m2/ha. Living material biomass potention ranged in 28,27-77,92 tonC/ha and dead material biomass ranged in 3,15-6,24 tonC/ha. Component in living biomass is trees that ranged in 27,12-65,59 tonC/ha, coffee trees that ranged in 0,80-12,17 tonC/ha and floor vegetation about 0,15-1,13 tonC/ha. Component of dead material biomass are large offal about 3,15-6,24 tonC/ha, large tree stump about 0,18-0,76 tonC/ha and necromass about 0,00-3,86 tonC/ha. Falcataria, mahagoni and coffee has a quite large frequency compared to other species. Carbon potention and base scope width size affected by stand average age. Relation of carbon reservation percentage value of living material reversed with dead material biomass. The largest carbon reservation consisted in trees carbon. Economic needs motivate farmers to cut trees before its appropriate time or in coffee trees cutted in productive age (3–4 years) just for fuel wood. A large sum of small diameter trees founded while inventorying. It caused by buds from trees stump of the previous cutting that grow to be replacing trees.
POTENSI DAN KERAGAMAN CADANGAN KARBON HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRI : Kasus di Desa Kertayasa Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat
YUDHISTIRA
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Skripsi
Nama NIM
: Potensi dan Keragaman Cadangan Karbon Hutan Rakyat dengan Pola Agroforestri : Kasus di Desa Kertayasa, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat : Yudhistira : E01400061
Disetujui
Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS Ketua Departemen Manajemen Hutan
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 30 Mei 1982 dari ayah Drs. H. Zufri, Apt dan ibu Dra. Hj. Elly Zein, Apt. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2000 lulus dari SMU Negeri 1 Bukittinggi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Ciamis pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di areal HPHTI PT. Wira Karya Sakti (WKS) di Propinsi Jambi.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2004 ini ialah cadangan karbon, dengan judul Potensi dan Keragaman Cadangan Karbon Hutan Rakyat Dengan Pola Agroforestri : Kasus di Desa Kertayasa Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku pembimbing, serta Ibu Riksawati yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Suparman sekeluarga yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2006 Yudhistira
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................x PENDAHULUAN ..................................................................................................1 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................3 Biomassa dan Pengukurannya ........................................................................3 Pengertian Hutan Rakyat dan Agroforestri ....................................................4 Kemampuan Penyimpanan Karbon pada Agroforestri ..................................6 METODE PENELITIAN ........................................................................................8 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................................8 Alat dan Bahan ...............................................................................................8 Pengumpulan Data .........................................................................................8 Pengolahan Data ..........................................................................................10 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................................................12 Deskripsi Wilayah ........................................................................................12 Potensi Sumberdaya Alam ...........................................................................13 Potensi Sumberdaya Manusia dan Sarana Prasarana ...................................14 Keadaan Agroforestri di Desa Kertayasa .....................................................15 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................16 Keragaman Jenis Tumbuhan dan Struktur Tegakan Hutan Rakyat ............16 Sebaran Cadangan Karbon Bagian Atas Permukaan Tanah ........................21 SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................32 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................34 LAMPIRAN ..........................................................................................................36
DAFTAR TABEL Halaman 1
Parameter-parameter biomassa di atas tanah dan metode pengukurannya ...... 4
2
Rumus-rumus pada tahap pengolahan data .....................................................10
3
Nilai konstanta dengan persamaan Ys = a x Dе b ............................................11
4
Nilai kerapatan kayu tunggak dan nekromassa yang sudah diketahui ............11
5
Rekapitulasi penggunaan lahan DAS Citanduy tahun 1991 dan 2003 ...........14
6
Frekuensi sepuluh jenis yang utama pada hutan rakyat di Desa Kertayasa ... 16
7
Sebaran rata-rata jumlah pohon menurut umur rata-rata tegakan (pohon/ha) 17
8
Sebaran rata-rata jumlah tanaman kopi menurut umur rata-rata tegakan (pohon/ha) .........................................................................................20
9
Rata-rata cadangan karbon pada berbagai umur tegakan dirinci menurut sumber biomassanya ........................................................................23
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Jalur ukur pengamatan vegetasi.........................................................................9
2
DAS Citanduy ................................................................................................13
3
Histogram sebaran rata-rata kerapatan pohon menurut umur rata-rata tegakan ...........................................................................................................19
4
Histogram sebaran rata-rata kerapatan tanaman kopi menurut umur rata-rata tegakan ...........................................................................................................21
5
Histogram hubungan rata-rata cadangan karbon tegakan dengan luas bidang dasar tegakan ......................................................................................22
6
Histogram rata-rata cadangan karbon umur rata-rata pada biomassa bahan hidup ....................................................................................................27
7
Histogram rata-rata cadangan karbon umur rata-rata pada biomassa bahan mati ......................................................................................................29
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Identitas pemilik lahan dan keterangan kondisi lokasi agroforestri yang menjadi contoh penelitian .....................................................................37
2
Bentuk petak ukur pada luasan pemilikan lahan ............................................41
3
Frekuensi pohon pada jalur ukur dan pemilik lahan di Desa Kertayasa ........45
4
Rekapitulasi nilai kerapatan pohon dan tanaman kopi pada tegakan agroforestri di Desa Kertayasa .......................................................................47
5
Rekapitulasi nilai luas bidang dasar, biomassa, dan karbon pada tegakan agroforestri di Desa Kertayasa .......................................................................51
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu penyebab dari perubahan iklim dunia. Negara–negara di seluruh dunia berusaha untuk mengatasinya secara bersama-sama. Wujud usaha yang dilakukan yaitu dihasilkannya Protokol Kyoto pada tahun 1997. Protokol Kyoto merupakan implementasi konvensi perubahan iklim diantara negara-negara yang memiliki kepedulian terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi. Isi dari Protokol Kyoto antara lain “kewajiban untuk menurunkan emisi harus dilakukan oleh negara–negara yang memiliki emisi besar antara lain negara industri, negara maju dan negara–negara berkembang yang memiliki emisi relatif kecil”. Ada tiga macam mekanisme yang tertera pada Protokol Kyoto sebagai bentuk usaha menurunkan emisi tersebut. Salah satunya berupa Clean Development Mechanism (CDM) atau Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). Mekanisme ini hanya dapat diikuti oleh negara–negara berkembang termasuk negara Indonesia. Mekanisme ini dilakukan antara negara berkembang dengan negara maju. Negara maju sebagai investor dapat menurunkan target emisinya dengan melakukan proyek–proyek CDM di negara berkembang dan memperoleh Certified Emission Reductions (CERs) dari lembaga independen
internasional,
sedangkan
negara
berkembang
mendapatkan
kompensasi berupa tambahan dana dan alih teknologi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, serta tujuan utama dari konvensi. Hutan rakyat di Indonesia mempunyai peluang untuk ikut serta dalam proyek CDM. Hasil kesepakatan pada CoP 9 (Conference of Parties 9) pada bulan Desember 2003, disepakati Small Scale Project mengenai batas maksimal karbon dioksida yang diserap oleh tegakan hutan per tahun. Batas maksimal yang bisa diperdagangkan sebanyak 8.000 ton CO2/tahun pada luasan 400-800 ha. Berdasarkan kriteria ini, hutan rakyat memenuhi syarat. Beberapa peneliti menyatakan bahwa hutan rakyat dengan pola agroforestri mempunyai potensi yang besar untuk menyerap dan menyimpan karbon dalam bentuk tegakan dalam jangka waktu yang lama. Dalam Djajapertjunda (2003) menyebutkan bahwa kondisi hutan negara akan terus mengalami penurunan baik jumlah maupun kualitasnya, sedangkan kemampuan rehabilitasinya belum menunjukkan langkah-
2 langkah yang meyakinkan. Kondisi tersebut menyebabkan kapasitas serap karbon berkurang seiring dengan penurunan jumlah maupun kualitas hutan. Disinilah pentingnya peran agroforestri untuk menggantikan hutan negara dalam proses penyerapan karbon. Untuk mendukung kesertaan hutan rakyat dengan pola agroforestri dalam CDM, perlu dilakukan studi mengenai potensi cadangan karbon di atas permukaan tanah di hutan rakyat dengan pola agroforestri. Pengelolaan hutan rakyat yang beragam oleh petani dipengaruhi pada pengambilan keputusan yang berdasarkan pengalaman pribadi. Dengan perilaku pengambilan keputusan yang berbeda-beda oleh petani membuat potensi hutan yang beragam baik jenis, struktur, dan komposisi sehingga potensi karbon yang tersimpan didalamnya juga memiliki pola-pola yang beragam. Dengan pertimbangan pengelolaan yang beragam, studi potensi kandungan karbon harus meliputi areal dengan tegakan beragam, seperti studi kasus yang dilakukan di hutan rakyat agroforestri di Desa Kertayasa Kabupaten Ciamis. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menguraikan struktur dan komposisi agroforestri. 2. Menerangkan kemampuan penyediaan karbon pada agroforestri.
TINJAUAN PUSTAKA Biomassa Hutan dan Cara Pengukurannya Biomassa berasal dari kata bio yang artinya hidup dan massa berarti berat. Sehingga kata biomassa dapat diartikan sebagai bobot bahan hidup. Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering tanur ton per unit area. Komponen biomassa hutan yang ditaksir adalah biomassa di atas tanah dan biomassa di bawah tanah. Komponen biomassa di atas tanah sering diukur karena merupakan bagian terbesar dari berat jumlah total biomassa. Tumbuhan banyak menyimpan karbon pada bagian atas permukaan tanah dan hanya bagian kecil tersimpan di akar dan biaya untuk penghitungan biomassa akar cukup besar (Brown 1999). Pendugaan biomassa di atas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon, pengaruh terjadinya deforestasi dan penyerapan karbon secara global (Ketterings et al. 2001). Besarnya cadangan biomassa hutan digunakan untuk memperkirakan kandungan karbon pada vegetasi hutan, karena sekitar 50 % dari biomassa adalah karbon. Biomassa hutan juga dapat digunakan untuk penaksiran perubahan dalam struktur hutan (Brown 1997). Menurut Brown (1999), kandungan karbon utama di hutan yaitu biomassa bahan hidup, biomassa bahan mati, tanah dan produk kayu. Secara garis besar Brown (1997) mengelompokkan metode pendugaan biomassa di atas tanah ke dalam lima kelompok besar yaitu : metode pendekatan pertama berdasarkan data volume yang ada, metode pendekatan kedua berdasarkan tabel tegakan, metode individu, metode untuk perkebunan, metode komponen hutan yang lain. Metode pendekatan pertama berdasarkan data volume yang ada terdiri dari metode persamaan umum, metode volume-berat kerapatan kayu rata-rata, metode faktor perluasan biomassa, metode contoh dari perhitungan terhadap kerapatan biomassa, metode penyesuaian dengan menggunakan faktor perluasan volume, dan metode penggunaan inventaris dari daerah berhutan dan hutan terbuka. Metode pendekatan kedua berdasarkan tabel tegakan terdiri dari metode persamaan regresi biomassa dan metode pendekatan regresi dengan beberapa masalah.
4 Hairiah et. al (2001) mengelompokkan metode pengumpulan data biomassa, tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur dan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter-parameter biomassa di atas tanah dan metode pengukurannya Parameter
Metode
Tumbuhan bawah
Destruktif
Serasah kasar dan halus
Destruktif
Arang dan abu
Destruktif
Tumbuhan berkayu
Destruktif
Pohon-pohon hidup
Non-destruktif, persamaan alometrik
Pohon mati masih berdiri
Non-destruktif, persamaan alometrik
Pohon mati sudah roboh
Non-destruktif, rumus silinder
Tunggak pohon
Non-destruktif, rumus silinder
Sumber: Hairiah et al. (2001)
Pengertian Hutan Rakyat dan Agroforestri Hutan rakyat adalah hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara, dalam satu hamparan dan seringkali disebut sebagai hutan milik. Hutan milik merupakan hutan yang tumbuh pada lahan yang dibebani hak milik. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat. Menurut Hardjanto dalam Suharjito (2000), mengenai hutan rakyat dapat dikemukakan beberapa ciri pengusahaannya sebagai berikut : 1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah. 2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik. 3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran yang diusahakan dengan cara-cara sederhana.
5 4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dan kisaran tidak lebih dari 10 % pendapatan total. Jika dilihat dari jenis tanaman yang dibudidayakan, pada umumnya bentuk hutan rakyat terbagi dua yaitu hutan rakyat murni dan hutan rakyat campuran. Rengganis (2003) membagi hutan rakyat menjadi tiga bentuk, yaitu : 1. Hutan rakyat murni, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur. 2. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. 3. Hutan rakyat agroforestri, yaitu jenis usaha hutan rakyat yang dikombinasikan dengan cabang usaha lainnya seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu. Menurut Nair (1993), agroforestri adalah sebuah sistem penggunaan lahan yang didalamnya tanaman berkayu dan tanaman herba yang dikelola secara campuran maupun dengan zonasi. Dalam pengelolaan kadang-kadang dipelihara juga hewan didalamnya untuk memanfaatkan potensi herba sehingga diperoleh keuntungan yang lebih besar. Keuntungan-keuntungan dari sistem agroforestri antara lain mempertahankan kesuburan tanah, konservasi tanah, peningkatan hasil, mengurangi resiko salah tanam, kemudahan pengelolaan, pengendalian hama dan penyakit dan atau kebutuhan sosial ekonomi yang lebih dari masyarakat lokal. Praktek agroforestri di Indonesia telah dilakukan oleh petani selama berabad-abad, seperti sistem ladang berpindah, kebun campuran (pekarangan) di sekitar rumah dan ladang penggembalaan. Menurut Nair (1993), pola agroforestri di Indonesia sangat bervariasi, dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami
6 pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Kemampuan Penyimpanan Karbon pada Agroforestri Telah banyak studi mengenai kemampuan penyimpanan karbon pada hutan tanaman dan agroforestri. Dari berbagai studi menunjukkan bahwa agroforestri memiliki kemampuan menyimpan karbon lebih besar dari hutan tanaman. Kemampuan agroforestri untuk menyimpan karbon dipengaruhi oleh sistem pemanenan dengan tebang pilih sehingga tegakan masih tersedia, jumlah jenis yang ditanam lebih dari satu sehingga kemampuan penyimpanan karbon merupakan kumulatif dari setiap jenis yang ada. Studi kemampuan menyimpan karbon agroforestri (kebun campuran) di antaranya dilakukan oleh Yuli (2003) di Desa Kracak, Leuwiliang Kabupaten Bogor dan Ginoga (2004) di daerah resapan air sungai Citanduy Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya. Menurut Yuli (2003), penyimpanan karbon pada lahan agroforestri (kebun campuran) yang terdiri dari jenis buah-buahan dan tanaman berkayu dengan dominasi oleh jenis buah-buahan, berkisar antara 21,31-80,78 tonC/ha untuk umur kebun 15-40 tahun. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa pohon yang memiliki diameter cukup besar, kerapatan pohon, didominasi oleh jenis buah-buahan dan sistem pengelolaan yang berbeda-beda. Potensi karbon di daerah resapan Sungai Citanduy di daerah Ciamis sebesar 41,61-85,27 tonC/ha, di daerah Tasikmalaya sebesar 19,51-23,30 tonC/ha (Ginoga et al. 2004). Studi kemampuan menyimpan karbon pada hutan tanaman diantaranya dilakukan di Madiun, Wonosobo, dan Lampung. Di Madiun pada hutan tanaman jenis jati, di Wonosobo jenis sengon dan di Lampung pada perkebunan kopi. Hutan tanaman jati pada kelas KU I-IV (5-40 tahun) mampu menyimpan karbon karbon sebesar 24,48-64,39 tonC/ha dan 13,43-48,18 tonC/ha untuk kelas hutan jati yang produksinya bukan kayu jati (Ojo 2003). Hutan rakyat sengon, berdasarkan umur tegakan, memiliki kemampuan menyimpan karbon total ratarata berkisar antara 10,69-166,24 tonC/ha dan kemampuan menyimpan karbon total meningkat sejalan dengan pertambahan umur tegakan (Sianturi 2004). Hutan tanaman sengon dengan luas bidang dasar pada umur rata-rata tegakan berkisar antara 15,59-33,41 m2/ha memiliki potensi rata-rata karbon berkisar antara 27,47-
7 87,92 tonC/ha (Triantomo 2005). Menurut van Noordwijk et al. (2002) total ratarata biomassa di kebun kopi sistem naungan pada umur 2-30 tahun berkisar antara 92 tonC/ha, 25% dari nilai tersebut adalah serasah, pohon mati dan tunggak. Sedangkan rata-rata total biomassa pada kopi monokultur pada umur 1-21 tahun sebesar 44 tonC/ha, 48 % dari nilai tersebut adalah serasah, pohon mati dan tunggak.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada hutan rakyat yang terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat pada bulan Agustus 2004. Alat dan Bahan Alat-alat ukur yang digunakan di lapangan dalam penelitian ini adalah pita keliling, arit, patok, karung, haga hypsometer, kompas sunto, tambang, golok, alat tulis, tally sheet, kertas kalkir dan kamera. Alat-alat yang dipakai di laboratorium ialah oven, kertas koran, dan timbangan elektronik. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain tegakan hutan berupa pohon-pohon hidup, pohon mati masih berdiri, pohon mati sudah roboh, serasah kasar, dan tumbuhan bawah. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari 2 macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data hasil pengukuran tegakan agroforestri yaitu pohon, tanaman pertanian (tanaman kopi), pohon rebah (nekromassa), tunggak, serasah (serasah kasar), dan tumbuhan bawah. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara menentukan lokasi tegakan agroforestri secara purposif berdasarkan kriteria umur rata-rata dan tapak tumbuh. Pengukuran tegakan agroforestri yang terpilih dilakukan secara sensus pada 20 unit lahan contoh. Masing-masing unit lahan contoh diambil identitas pemilik (nama petani pemilik lahan, luas lahan, lokasi, jenis utama tanaman kehutanan, jenis utama tanaman pertanian, dan umur rata-rata), identitas contoh (nomor sensus, jumlah jalur, arah jalur, tanggal pengukuran, dan nama pengukur), dan keterangan tapak tumbuh (kemiringan lapangan, ketinggian, aspek/arah lereng, posisi tapak, dan bentuk konservasi tanah). Seluruh unit lahan contoh ditetapkan menurut arah jalur B-T atau U-S. Setiap unit lahan contoh dibagi habis dalam jalur ukur dengan lebar 10 m dan panjang untuk setiap kelipatan 10 m. Plot yang digunakan untuk pengukuran pohon berukuran 10 m x 10 m dengan luasan 0,01 ha sebagai unit contoh terkecil. Di dalam plot ukur pohon terdapat petak ukur tumbuhan bawah berukuran 1 m x 1 m dan untuk serasah berukuran 0,5 m x 0,5 m. Jalur ukur pengamatan disajikan dalam Gambar 1.
9
Sub Jalur ——→ ↓
1m
U
0,5 m Keterangan :
10 m 10 m 0,5 m
10 m Jalur
→
1
2
3
4
Tumbuhan bawah Serasah Kasar
1m
10 m Gambar 1 Jalur ukur pengamatan vegetasi. Pengukuran pohon dilakukan dengan cara mengukur dimensi tegakan berupa diameter setinggi dada ≥ 5 cm. Pada pengukuran tanaman pertanian terbagi menjadi 2 macam yaitu mengukur diameter kopi pangkas pada ketinggian 0,5 m dari permukaan tanah dan mengukur diameter kopi yang tidak dipangkas pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah. Khusus untuk tanaman kopi, pengukuran diameter mencakup diameter < 5 cm. Pengukuran juga dilakukan pada pohon rebah (nekromassa), tunggak, serasah (serasah kasar), dan tumbuhan bawah. Pengukuran tumbuhan bawah dan serasah kasar dimulai pada setiap awal jalur dengan menggunakan petak ukur tumbuhan bawah berukuran 1 m x 1 m sebanyak 4 ulangan dan petak ukur serasah kasar berukuran 0,5 m x 0,5 m sebanyak 2 ulangan (Hairiah et al. 1999) pada jalur genap di setiap lokasi pemilikan lahan yang disensus. Jarak antar petak ukur sejauh 10 m dengan penempatan selang seling di antara jalan rintis. Seluruh serasah kasar dan tumbuhan bawah yang berada dalam petak ukur dikumpulkan dan ditimbang berat basahnya. Selanjutnya serasah kasar dan tumbuhan bawah tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven di laboratorium pada suhu 80 0C selama 48 jam untuk mengetahui berat kering tanurnya.
10 Data sekunder yang diperoleh antara lain data monografi Desa Kertayasa, data iklim dan curah hujan, peta lokasi penelitian, letak lokasi, topografi lapangan, pola penggunaan lahan, keadaan tanah, potensi hutan rakyat, luasan hutan rakyat dan pustaka/literatur lainnya mengenai data jenis-jenis pohon agroforestri seperti sengon. Data-data tersebut diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti kantor Kecamatan
Panawangan,
kantor
Proyek
Citanduy,
kantor
Pusat
Studi
Pembangunan Pertanian Pedesaan IPB, dan Perpustakaan Botani Bogor. Pengolahan Data Karbon di atas permukaan tanah dibedakan menjadi 2 macam yaitu karbon biomassa hidup (pohon hidup, tanaman kopi, tumbuhan bawah) dan karbon biomassa mati (serasah, nekromassa, tunggak, pohon/batang kayu mati). Tahapan analisis data yang dilakukan adalah : (1) menghitung Luas Bidang Dasar (LBDs) tegakan, (2) menghitung biomassa tegakan, (3) menghitung karbon tegakan pada setiap petak ukur, jalur, dan total. Rumus yang digunakan dalam setiap tahapan pengolahan data disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Rumus-rumus pada tahap pengolahan data Persamaan
Rumus
Luas Bidang Dasar (LBDs)
LBDsε = π xD
Biomassa setiap jenis pohon bercabang yang belum tersedia persamaan alometriknya Biomassa jenis pohon bercabang yang tersedia persamaan alometrik untuk jenis sengon, mahoni dan kopi Karbon tegakan keseluruhan Kadar air tumbuhan bawah dan serasah kasar
Ys = 0,11 x ρе x Dе 2 + c
Berat kering (biomassa) tumbuhan bawah dan serasah kasar Jumlah total LBDs tegakan (m2)
Keterangan 2 e
40
Ys = a x Dе b
LBDsε = Luas Bidang Dasar (m2) π = 3,14 Dе = Diameter pohon (cm) Ys = Biomassa tegakan (kg/pohon) ρе = Berat jenis pohon (gr/cm3) Dе = Diameter pohon (cm) c = Konstanta = 0,62 Ys = Biomassa tegakan (kg/pohon) Dе = Diameter pohon (cm) a, b = konstanta
Cs = Karbon tegakan keseluruhan (kg/pohon) Ys = Biomassa tegakan (kg/pohon) KA = Kadar air (%) ⎛ BBC − BK C ⎞ ⎟⎟ x100% BBc = Berat basah contoh (kg) KA = ⎜⎜ BK C BKc = Berat kering contoh (kg) ⎝ ⎠
Cs = 0,5 x Ys
BK
=
BB 1 + KA
LBDstots = Σ LBDss
Jumlah total biomassa tegakan (ton/ha)
Ytots = Σ Ys + Σ Yg
Jumlah total karbon tegakan keseluruhan (ton/ha)
Ctots = Σ Cs
BK (Yg = Yl) = Berat kering (kg) BB = Berat basah (kg) KA = Kadar air (%) LBDstots = Jumlah total Luas Bidang Dasar tegakan (m2) LBDss = Luas Bidang Dasar tegakan (m2) Ytots = Biomassa total tegakan (ton/ha) Ys = Biomassa tegakan (kg/ha) Yg = Biomassa tumbuhan bawah (kg/ha) Ctots = Karbon total tegakan keseluruhan (ton/ha) Cs = Karbon tegakan keseluruhan (kg/pohon)
11 Rumus-rumus pada tahap pengolahan data (lanjutan) Persamaan
Rumus
Keterangan
Jumlah total LBDs non tegakan (m2)
LBDstotns = Σ LBDsns
Biomassa tunggak (kg/pohon)
Yb = LBDsb x Ttot b x ρb
Biomassa nekromassa (kg/pohon)
Yn = LBDsn x htot n x ρn
Jumlah total biomassa non tegakan (ton/ha)
Ytotns = Σ Yb + Σ Yn + Σ Yl
Karbon tunggak (kg/pohon) Karbon nekromassa (kg/pohon) Jumlah total karbon non tegakan (ton/ha)
Cb = 0,5 x Yb
LBDstotns = Jumlah total Luas Bidang Dasar non tegakan (m2) LBDs = Luas Bidang Dasar non tegakan (m2) Yb = Biomassa tunggak (kg/pohon) LBDsb = Luas Bidang Dasar tunggak (m2) Ttot b = Tinggi total tunggak (m) ρb = Berat jenis tunggak (kg/m3) Yn = Biomassa nekromassa (kg/pohon) LBDsn = Luas Bidang Dasar nekromassa (m2) htot n = Panjang total nekromassa (m) ρn = Berat jenis nekromassa (kg/m3) Ytotns = Biomassa total non tegakan (ton/ha) Yb = Biomassa tunggak (kg/pohon) Yn = Biomassa nekromassa (kg/pohon) Yl = Biomassa serasah kasar (ton/ha) Cb = Karbon tunggak (kg/pohon) Yb = Biomassa tunggak (kg/pohon) Cn = Karbon nekromassa (kg/pohon) Yn = Biomassa nekromassa (kg/pohon) Ctotns = Karbon total non tegakan (ton/ha) Cb = Karbon tunggak (kg/pohon) Cn = Karbon nekromassa (kg/pohon)
Cn = 0,5 x Yn Ctotns = Σ Cb + Σ Cn
Dalam menghitung biomassa jenis pohon bercabang yang tersedia persamaan alometriknya (Ys = a x Dе b), diperlukan nilai konstanta dari setiap jenis pohon.
Beberapa nilai konstanta untuk penghitungan biomassa dengan
rumus alometrik yang sudah diketahui disajikan dalam Tabel 3. Sedangkan dalam menghitung nilai biomassa tunggak dan nekromassa diperlukan nilai berat jenisnya. Beberapa nilai berat jenis untuk penghitungan biomassa tunggak dan nekromassa yang sudah diketahui disajikan dalam Tabel 4. Tabel 3 Nilai konstanta dengan persamaan Ys = a x Dе b Jenis Sengon
a
b
Sumber
0,058 2,559 -
Mahoni 0,048
2,68 Adinugroho (2002)
Kopi
2,06 van Noordwijk et al. (2002)
0,281
Tabel 4 Nilai kerapatan kayu tunggak dan nekromassa yang sudah diketahui Jenis Tunggak kopi Tunggak kelapa Tunggak sengon Nekromassa
3
Berat Jenis (kg/m ) 0,9 0,9 0,3 0,6
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Deskripsi Wilayah Desa Kertayasa terletak di Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis. Desa ini dapat dicapai dengan angkutan umum melalui ruas jalan yang menghubungkan Ciamis dengan Cirebon lewat Kuningan. Jarak ibukota kabupaten ke Kecamatan Panawangan 34 km (BPS 2002). Tipologi Desa Kertayasa termasuk ke dalam desa hutan. Desa Kertayasa memiliki luas wilayah 1.020,52 ha. Desa Kertayasa terdiri dari 45 RT dan 18 RW. Desa Kertayasa berbatasan dengan Desa Karang Paningal dan Desa Indragiri di sebelah utara, Desa Citeureup di sebelah selatan, Desa Sadewata di sebelah barat dan berbatasan dengan Desa Panawangan dan Desa Purwasari. Desa ini dibagi menjadi 7 dusun yaitu Singgugu, Cilumpang, Cibariwal, Mekarmulya, Dayeuhlandeuh, Cirukem, dan Susuru. Desa Kertayasa beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Rata-rata curah hujan Desa Kertayasa 2.930 mm/tahun. Desa Kertayasa memiliki 10 bulan basah dan 2 bulan bulan kering. Tipe iklim Desa Kertayasa menurut Schmidt dan Ferguson adalah tipe A. Keadaan suhu udara berkisar antara 20 0C sampai 32 0C (BPS 2002). Topografi Desa Kertayasa mempunyai konfigurasi perbukitan yang tajam dan bergelombang dengan formasi geologi yaitu undifferentiated volcanic product dan formasi alluvium. Jenis tanahnya yaitu podsolik merah kekuning-kuningan. Tanah ini mempunyai warna coklat tua kemerah-merahan, profil solum cukup dalam dengan struktur gempal dan tekstur liat serta terbentuk dari bahan induk batuan sediment (Dephutbun 2000). Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan bulan Agustus 2004, Desa Kertayasa memiliki kemiringan lereng 15-70 % dan terdapat pada ketinggian antara 800-1.000 mdpl.
13 Potensi Sumberdaya Alam Desa Kertayasa termasuk ke dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy pada sub DAS Cimuntur. DAS Citanduy merupakan salah satu DAS prioritas di Pulau Jawa karena Sungai Citanduy merupakan sumber air untuk aktivitas pertanian dan perikanan sebagian besar masyarakat Jawa Barat dan Jawa Tengah. DAS Citanduy terdiri dari 6 sub DAS, yaitu sub DAS Citanduy Hulu, sub DAS Cijolang, sub DAS Cimuntur, sub DAS Ciseel, sub DAS Cikawung dan sub DAS Segara Anak (sub DAS Kawunganten) (Dephutbun 2000). DAS Citanduy dapat dilihat pada Gambar 2.
CITANDUY HULU
CIJOLANG CIMUNTUR CIKAWUNG
CISEEL SEGARA ANAK
Gambar 2 DAS Citanduy. Penutupan lahan dan trend perubahan DAS Citanduy dianalisis berdasarkan data satelit landsat tahun 1991 dan 2003 serta pengecekan di lapangan pada bulan Mei 2004 (Prasetyo 2005). Ada 13 tipe penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi. Salah satunya ialah kebun campuran yang merupakan penggunaan terbesar (Tabel 5). Kebun campuran merupakan penggunaan lahan dengan berbagai spesies pohon (buah-buahan dan kayu, sengon/Paraserianthes falcataria) terutama di lahan masyarakat. Kebun campuran bukan merupakan kawasan hutan negara, tetapi merupakan kawasan hutan rakyat yang dimiliki oleh petani. Dari hasil olahan data satelit landsat tahun 1991 dan 2003, diketahui perubahan dalam penggunaan lahan di DAS Citanduy. Terjadi penambahan luas
14 pada hutan alam, kebun campuran, tambak dan pemukiman. Hutan mangrove, hutan tanaman dan sawah mengalami penurunan luasan. Rekapitulasi penggunaan lahan DAS Citanduy tahun 1991 dan 2003 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Rekapitulasi penggunaan lahan DAS Citanduy tahun 1991 dan 2003 Penggunaan Lahan Hutan alam Hutan mangrove Hutan tanaman Kebun campuran Belukar Rumput/alang Upland Lahan terbuka Sawah Tambak Tanah timbul Daerah terbangun Air Tidak ada data Total
Luas (Ha) 1991 2003 40.371,03 45.414,72 10.461,60 7.828,83 105.483,69 73.580,58 93.301,20 127.458,81 23.955,39 27.417,15 11.372,76 11.085,66 44.383,32 18.685,80 29.624,67 27.629,19 47.934,18 44.136,45 0,00 534,51 1.005,66 372,06 23.778,72 34.136,73 8.396,73 21.790,62 34.197,03 34.194,87 474.266 474.266
Perubahan Luas % 5.043,69 1,06 -2.632,77 -0,56 -31.903,11 -6,73 34.157,61 7,20 3.461,76 0,73 -287,10 -0,06 -25.697,52 -5,42 -1.995,48 -0,42 -3.797,73 -0,80 534,51 0,11 -633,60 -0,13 10.358,01 2,18 13.393,89 2,82 -2,16 -0,0005
Sumber : Data olahan dari data satelit landsat tahun 1991 dan 2003
Potensi Sumberdaya Manusia dan Sarana Prasarana Jumlah penduduk Desa Kertayasa adalah 4.060 orang yang terdiri dari 2.020 orang laki-laki dan 2.040 orang perempuan. Jumlah kepala keluarga Desa Kertayasa 1.293 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Kertayasa hidup sebagai petani. Prosentase penduduk dengan profesi petani sebesar 65 %, 25 % sebagai peternak dan industri rumah tangga,
sekitar 10 % sisanya adalah pedagang.
Berkembangnya usaha peternakan menempatkan desa ini sebagai daerah pemasok ayam potong potensial. Transportasi dan irigasi merupakan salah satu sektor pendukung perekonomian yang penting. Sarana angkutan Desa Kertayasa berupa kendaraan colt diesel sebanyak 9 unit dan kendaraan bak terbuka sebanyak 5 unit. Prasarana jalan Desa Kertayasa meliputi jalan beraspal sepanjang 7 km, jalan diperkeras
15 dengan batu sepanjang 12 km dan sisanya jalan tanah. Desa Kertayasa memiliki saluran irigasi sekunder sepanjang 12 km, saluran tersier sepanjang 1 km, dan bendungan DAM sebanyak 10 unit (Monografi Desa Kertayasa 2003). Keadaan Agroforestri di Desa Kertayasa Kondisi hutan rakyat ini memiliki tegakan dengan variasi umur dan jenis yang beragam. Selama pengamatan di lapangan dijumpai umur 1-2 tahun untuk tegakan muda hingga umur 11-12 tahun untuk tegakan tua. Jenis-jenis yang ditanam antara lain sengon, mahoni, huru, petai, jengkol, nangka, cengkeh, puspa, dan afrika. Jenis pilihan utama adalah sengon dan mahoni. Budidaya tanaman yang diterapkan dalam pola agroforestri di Desa Kertayasa masih sederhana. Budidaya tanaman yang sederhana ditunjukkan dengan adanya pemeliharaan kopi dengan sistem pangkas hanya sekitar 25 %. Cara pemeliharaan trubusan (sengon, mahoni dan afrika) rata-rata dibiarkan liar. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman karena persaingan mendapatkan hara dan cahaya. Banyak faktor yang menjadi penghambat perkembangan agroforestri di Desa Kertayasa. Berdasarkan wawancara secara informal dengan penduduk setempat, kendala-kendala yang terjadi ialah modal, luas lahan yang kecil, biaya pemeliharaan yang tinggi, kelangkaan bibit yang berkualitas dan hambatan dalam pemasaran kayu. Selain faktor-faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi perkembangan agroforestri di Desa Kertayasa ialah tidak adanya perhatian khusus dari pemerintah yang sangat dibutuhkan seperti penyuluhan yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam hal pengelolaan dari budidaya, pemanenan, pemasaran dan manajemen usaha secara umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Jenis Tumbuhan dan Struktur Tegakan Hutan Rakyat Keragaman Jenis Tumbuhan pada Hutan Rakyat Dari hasil inventarisasi, variasi jenis tumbuhan yang dihitung pada seluruh pemilikan lahan petani hutan rakyat di Desa Kertayasa yaitu sebanyak 20 pemilikan dan 47 jalur. Dari hasil inventarisasi tersebut ada sebanyak 67 jenis yang dapat diidentifikasi. Untuk selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 6 Frekuensi sepuluh jenis yang utama pada hutan rakyat di Desa Kertayasa No Jenis Pohon Nama Latin 1 Sengon 2 Mahoni 3 Kopi 4 Puspa 5 Afrika 6 Nangka 7 Petai 8 Cengkeh 9 Huru 10Jengkol
Paraserianthes falcataria Swietenia macrophylla Coffea robusta Schima wallichii Maesopsis eminii Artocarpus heterophyllus Parkia speciosa Eugenia aromaticum Litsea glutinosa Pithecellobium jiringa Total
Jenis Produk
Per Jalur Per Pemilik Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi Relatif (%) Relatif (%)
daun, kayu
1,00
8,22
1,00
5,63
kayu
0,96
7,87
1,00
5,63
buah, kayu kayu kayu
0,91 0,79 0,77
7,52 6,47 6,29
0,95 0,95 0,90
5,35 5,35 5,07
buah, kayu
0,72
5,94
0,90
5,07
buah, kayu buah, kayu kayu buah, daun, kayu
0,57 0,53 0,47
4,72 4,37 3,85
0,85 0,75 0,65
4,79 4,23 3,66
0,45
3,67
0,75
4,23
7,17
59,00
8,70
49,00
Dari Tabel 6 diketahui bahwa frekuensi relatif keberadaan pohon sengon dan mahoni sebesar 5,63 % dari total pemilikan lahan, ternyata dua jenis tanaman ini merupakan terbanyak pada setiap pemilikan lahan dibanding jenis tanaman yang lain. Sehingga dua jenis tanaman ini bisa dikatakan sebagai tanaman favorit di Desa Kertayasa. Kombinasi dua jenis tanaman favorit ini merupakan salah satu cara petani untuk memanfaatkan ruang kosong di lahan garapannya di samping jenis tanaman lain. Pemilihan pohon sengon dan mahoni sebagai tanaman favorit karena tanah di Desa Kertayasa disamping cocok untuk ditanam pohon jenis ini, pohon sengon dan mahoni mudah dipelihara, serta pertumbuhannya cepat sehingga dapat memberikan pendapatan lebih cepat pula bagi petani. Penjualan
17 kayu sengon dan mahoni di daerah ini tergolong mudah. Hal ini ditunjang oleh kebutuhan akan kayu ini yang tergolong tinggi. Dipilihnya tanaman pertanian seperti kopi sebagai tanaman sisipan bagi petani di Desa Kertayasa karena kopi tahan terhadap naungan, mudah dipelihara dan berbuah setiap saat. Selain buahnya, kayu pada tanaman kopi juga dapat dimanfaatkan, terutama jika produksi tanaman kopi mengalami penurunan sehingga kayu tanaman kopi dapat dijual per kubik atau dimanfaatkan untuk kayu bakar. Penanaman oleh petani memiliki tujuan untuk menghasilkan kayu dan buah. Untuk memenuhi kebutuhan kayu ditanam jenis kayu antara lain sengon, mahoni, puspa, afrika, dan huru. Sedangkan jenis-jenis penghasil buah yang ditanam antara lain kopi, nangka, petai, cengkeh, dan jengkol. Jenis-jenis tersebut ditampilkan pada Tabel 6. Jumlah jenis baik bentuk kayu maupun buah-buahan disesuaikan dengan selera petani atas keterbatasan lahan dan bibit. Struktur Tegakan pada Hutan Rakyat Tampilan struktur tegakan dilakukan dalam dua cara yaitu horizontal dan vertikal. Secara horinzontal disajikan dari kerapatan pohon/ha pada setiap kelas diameter dan umur rata-rata tegakan. Sedangkan secara vertikal melalui proyeksi tajuk. Tabel 7 Sebaran rata-rata kerapatan pohon menurut umur rata-rata tegakan (pohon/ha) Umur Rata-Rata (tahun) 1–2 3- 4 5–6 7–8 9–10 11-12
Kelas Diameter (cm) 5-10
1.077 1.142 1.004 953 722 534
10-15
15-20
20-25
25-30
30-35
35-40
494 363 375 329 356 355
159 146 167 186 233 254
37 46 125 63 39 59
12 4 29 11 22 28
6 0 8 0 44 6
0 0 4 6 83 3
>40
0 0 0 0 11 17
Total 1.784 1.702 1.713 1.548 1.511 1.254
Pohon-pohon dengan kelas diameter yang lebih kecil dari 5 cm tidak didata karena pertumbuhan pohon tersebut yang masih belum stabil. Di samping itu diduga jumlah pohon tersebut terlalu banyak jika dijadikan ke hektar, sementara
18 jumlah pohon pada kelas diameter ini terlalu sedikit dalam mempengaruhi penyerapan karbon di udara. Pada Tabel 7 di atas diketahui jumlah total pohon terbesar adalah sebanyak 1.784 pohon/ha dengan kisaran umur rata-rata 1-2 tahun, sementara jumlah total pohon terkecil adalah sebanyak 1.254 pohon/ha pada kisaran umur rata-rata 11-12 tahun. Berdasarkan kelas diameternya, jumlah pohon terbesar terdapat pada kelas diameter 5-10 cm pada umur rata-rata 3-4 tahun sebanyak 1.142 pohon/ha. Sedangkan pada kelas diameter 5-10 cm yang memiliki jumlah pohon terkecil sebanyak 534 pohon/ha terdapat pada umur rata-rata 11-12 tahun. Pada kelas diameter 5-10 cm, jumlah pohon mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena belum adanya persaingan pertumbuhan dalam memperoleh cahaya matahari untuk fotosintesis dan makanan berupa unsur hara. Sedangkan pada umur rata-rata 11-12 tahun, jumlah pohon yang berdiameter 5-10 cm mengalami penurunan. Hal ini diduga karena kalah bersaing dengan pohon-pohon yang berdiameter lebih besar dan adanya pohon-pohon yang tidak tahan naungan. Pohon yang berdiameter lebih dari 40 cm baru ditemui pada umur rata-rata 9-10 tahun dengan jumlah pohon sebanyak 11 pohon/ha dan jumlah pohon terbesar dari kelas diameter ini terdapat pada umur rata-rata 11-12 tahun sebanyak 17 pohon/ha. Hal ini diduga oleh kegiatan petani yang menginginkan kayunya sebagai bahan bangunan untuk mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Berdasarkan total jumlah pohon jika dibandingkan dengan jumlah pohon pada setiap umur rata-rata dengan kelas diameter yang berbeda-beda memiliki pola yang tidak teratur. Hal ini menandakan bahwa umur rata-rata tidak mempengaruhi jumlah kerapatan pohon. Aktivitas petani dalam mengelola lahannya, seperti mengisi ketersediaan lahan kosong, jarak tanam yang tidak ditentukan, penebangan pohon untuk keperluan mendesak, ketersediaan bibit di pasar, dan jenis tanaman yang diinginkan untuk ditanam, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kerapatan pohon.
19 1200
Kerapatan pohon (jumlah pohon/ha)
1000 B : 5 - 10 cm 800
C : 10 - 15 cm D : 15 - 20 cm
600
E : 20 - 25 cm F : 25 - 30 cm
400
G : 30 - 35 cm H : 35 - 40 cm
200
I : 40 cm up 0 1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
Umur rata-rata tegakan (tahun)
Gambar 3 Histogram sebaran rata-rata kerapatan pohon menurut umur rata-rata tegakan. Berdasarkan Gambar 3 terlihat jelas bahwa kelas dengan diameter kecil terdapat pada setiap umur rata-rata tegakan. Kelas diameter ini memiliki kerapatan pohon yang sangat tinggi. Sistem tebang pilih merupakan salah satu bentuk dari pengelolaan petani terhadap tegakan. Kelas diameter yang cukup besar pada pohon sengon dan mahoni layak untuk ditebang dan dijual dalam memenuhi kebutuhan hidup petani. Akibat dari penebangan ini menghasilkan ruang kosong, yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman lain tumbuh dan berkembang. Tunggak hasil penebangan dapat menghasilkan trubusan atau tunas baru untuk menggantikan pohon yang telah ditebang sehingga secara berkesinambungan selalu didapatkan pohon-pohon dengan kelas diameter kecil pada saat dilakukan inventarisasi. Pada kelas diameter 20-25 cm merupakan pohon yang sering ditebang pada umur 7-8 tahun, hal ini dapat dilihat dari penurunan jumlah pohon yang begitu mencolok. Diduga karena pohon tersebut sudah memasuki umur masak tebang yaitu pertambahan tumbuh (riap) diameter sudah maksimal sehingga dapat dikatakan pada kelas diameter ini merupakan pohon pilihan petani yang siap ditebang dan dijual kepada konsumen. Pohon sengon dan mahoni merupakan pohon-pohon yang bernilai ekonomis cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan produksi kayu sehingga kedua jenis pohon ini lebih cepat ditebang untuk memenuhi tuntutan pasar dan pemenuhan kebutuhan hidup para petani.
20 Beberapa jenis pohon dengan umur rata-rata 11-12 tahun masih dapat ditemukan pada hutan rakyat di Desa Kertayasa. Bahkan pada umur tersebut memiliki diameter lebih dari 40 cm. Manfaat dibiarkannya pohon tersebut sampai berdiameter lebih dari 40 cm adalah sebagai bahan baku bangunan karena kayunya kuat dan tahan terhadap serangan rayap. Tabel 8 Sebaran rata-rata kerapatan tanaman kopi menurut umur rata-rata tegakan (pohon/ha) Umur RataRata (tahun) 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10 11-12
Kelas Diameter (cm) <5 5-10 259 11 989 158 1.204 333 651 220 3.517 922 1.092 517
≥ 10 4 0 13 33 0 31
Total 274 1.147 1.550 904 4.439 1.640
Pengukuran kelas diameter tanaman kopi dilakukan mulai dari kelas diameter < 5 cm sampai dengan kelas diameter ≥ 10 cm. Hal ini diduga karena diameter tanaman kopi tidak dipengaruhi oleh umur rata-rata tanaman. Pada kelas diameter < 5 cm terdapat jumlah tanaman kopi terbesar yaitu sebanyak 3.517 pohon/ha, dengan umur rata-rata 9-10 tahun. Sedangkan jumlah tanaman kopi terkecil pada kelas diameter ini terdapat pada umur rata-rata 1-2 tahun sebanyak 259 pohon/ha. Kelas diameter ≥ 10 cm memiliki jumlah tanaman kopi terbesar yaitu sebanyak 33 pohon/ha pada umur rata-rata 7-8 tahun dan jumlah tanaman terkecil yaitu sebanyak 4 pohon/ha. Kelas diameter ini juga tidak ditemui tanaman kopi pada umur rata-rata 3-4 tahun dan 9-10 tahun. Hal ini diduga masyarakat menebang tanaman kopi pada umur rata-rata 3-4 tahun karena kebutuhan akan kayu bakar untuk keperluan memasak, sedangkan tanaman kopi pada umur ratarata 9-10 tahun sudah tidak produktif lagi untuk menghasilkan buah kopi sehingga ditebang untuk memberikan ruang tumbuh bagi tanaman lain serta untuk menambah pendapatan petani dari hasil penjualan kayu bakar tersebut.
21
Kerapatan pohon (jumlah pohon/ha)
4000 3500 3000 2500 A : < 5 cm
2000
B : 5 - 10 cm
1500
C : 10 cm up
1000 500 0 1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
Umur rata-rata tegakan (tahun)
Gambar 4 Histogram sebaran rata-rata kerapatan tanaman kopi menurut umur rata-rata tegakan. Pada Gambar 4 terlihat jelas bahwa tingkat kerapatan tanaman kopi pada kelas diameter < 5 cm lebih tinggi daripada kelas diameter 10 cm up. Dari Gambar 4 juga, kita dapat melihat bahwa terjadi fluktuasi pada kelas diameter < 5 cm. Penurunan grafik dimulai pada umur rata-rata 7-8 tahun dan terjadi kembali pada umur rata-rata 11-12 tahun, tetapi mengalami peningkatan jumlah tanaman kopi pada umur rata-rata 9-10 tahun. Penurunan jumlah tanaman kopi yang drastis ini diduga dari cara pengelolaan petani terhadap tanaman kopi. Sedangkan pada kelas diameter 10 cm up tidak begitu terlihat fluktuasinya. Sebaran Cadangan Karbon Bagian Atas Permukaan Tanah Sebaran Cadangan Karbon Total Pengukuran potensi karbon dalam penelitian ini adalah penghitungan potensi karbon di atas permukaan tanah yang terdiri atas karbon pohon, kopi, tumbuhan bawah, serasah, tunggak dan nekromassa. Nilai potensi karbon ditetapkan 50 % dari nilai biomassa (Brown 1997). Sedangkan luas bidang dasar diperoleh dari seluruh tegakan yang berdiameter lebih besar dan sama dengan 5 cm, dengan demikian penutupan lahan dapat diketahui.
22 30
90 80
25
m2/ha
50
15
40
10
30 20
5 0
10 1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
15.73
14.12
19.79
15.39
27.94
23.48
Karbon 27.92
29.95
43.09
30.97
77.76
53.42
LBDs
tonC/ha
70 60
20
0
Umur rata-rata tegakan (tahun)
Gambar 5 Histogram hubungan rata-rata cadangan karbon tegakan dengan luas bidang dasar tegakan. Berdasarkan pengolahan data didapatkan bahwa luas bidang dasar (LBDs) mempunyai hubungan dengan nilai rata-rata potensi karbon tegakan, seiring berjalannya waktu yang dikategorikan ke dalam umur rata-rata tegakan. Luas bidang dasar tegakan memiliki kisaran nilai antara 14,12-27,94 m2/ha. Sementara nilai potensi rata-rata karbon tegakan berada pada kisaran 27,92-77,76 tonC/ha. Dari tampilan Gambar 5 diketahui bahwa nilai rata-rata karbon total masih tetap berada dalam cakupan nilai luas bidang dasar tegakan. Jika dilihat dari trend perubahan grafik terdapat pola yang tidak teratur. Walaupun ada kecenderungan nilai rata-rata karbon total yang hampir selalu mengikuti nilai luas bidang dasar kecuali yang terjadi pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun dan 7-8 tahun. Pada umur rata-rata tegakan tersebut nilai luas bidang dasar tegakan dan nilai rata-rata karbon total saling bertolak belakang karena jika nilai luas bidang dasar mengalami peningkatan, nilai rata-rata karbon total justru mengalami penurunan. Begitu juga sebaliknya, jika nilai luas bidang dasar tegakan mengalami penurunan, nilai rata-rata karbon total mengalami peningkatan. Perubahan ini sangat kecil jika dilihat dari tampilan grafik tetapi sangat berpengaruh terhadap naik atau turunnya nilai penyerapan karbon oleh tegakan. Penyebab dari perubahan tersebut dimungkinkan oleh pola prilaku petani dalam mengelola lahannya.
23 Hal ini menandakan bahwa besar atau kecilnya nilai diameter (D) pada tegakan sangat mempengaruhi luas bidang dasar tegakan dan nilai rata-rata karbon total. Perbedaaan nilai luas bidang dasar tegakan dengan nilai rata-rata karbon total dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu yang mempengaruhi nilai ratarata karbon total ialah biomassa (Y) tegakan total. Dikarenakan nilai karbon merupakan hasil konversi dari biomassa masing-masing tegakan maka persamaan biomassa dihitung melalui nilai variabel yang diambil dari masing-masing persamaan alometrik yang telah diketahui. Jika persamaan alometriknya belum diketahui maka kerapatan kayu (p) dari masing-masing tegakan harus diketahui terlebih dahulu, selanjutnya baru dapat dipakai persamaan alometrik yang telah dibentuk oleh Ketterings et al. (2001) (Y = 0,11pD2+c). Sedangkan nilai luas bidang dasar tegakan hanya dipengaruhi oleh diameter saja (LBDs=¼πD2). Sebaran Cadangan Karbon Menurut Sumber Biomassanya Menurut Brown (1999), kandungan karbon utama di hutan adalah pada biomassa bahan hidup, biomassa bahan mati, tanah dan produk kayu. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada pengukuran karbon di atas permukaan tanah saja terhadap biomassa bahan hidup dan biomassa bahan mati. Sedangkan pengukuran karbon di bawah permukaan tanah tidak dilakukan karena potensi penyerapan karbon terutama oleh akar sangat kecil. Biomassa bahan hidup terdiri dari tegakan dan tumbuhan bawah sedangkan biomassa bahan mati terdiri dari tunggak, serasah dan nekromassa. Tabel 9 Rata-rata cadangan karbon pada berbagai umur tegakan dirinci menurut sumber biomassanya Umur (tahun) 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10 11-12
Karbon Biomassa Hidup (tonC/ha) 28,27 33,32 43,85 32,09 77,92 53,81
Karbon Biomassa Mati (tonC/ha) 5,00 3,15 4,05 6,00 6,24 4,47
Total Karbon (tonC/ha) 33,27 36,47 47,90 38,09 84,15 58,28
Biomassa Hidup (%) 79,78 91,89 91,43 81,27 92,59 90,99
Biomassa Mati (%) 20,22 8,11 8,57 18,73 7,41 9,01
24 Sumber karbon total pada agroforestri kebun campuran lebih banyak dibandingkan dengan agroforestri tegakan murni. Rata-rata karbon total agroforestri kebun campuran berkisar antara 33,27-84,15 tonC/ha. Menurut Triantomo (2005), besarnya potensi karbon total agroforestri tegakan murni pada umur rata-rata tegakan berkisar antara 27,47-87,92 tonC/ha. Nilai karbon total terkecil pada agroforestri kebun campuran lebih besar dibandingkan dengan nilai karbon total terkecil pada agroforestri tegakan murni. Hal ini disebabkan sumber karbon umur rata-rata tegakan termuda pada agroforestri kebun campuran lebih banyak diantaranya tumbuhan bawah, nekromassa dan serasah. Selain itu, jika dilihat dari komposisi jenis yang lebih beragam pada kebun campuran baik yang berdaur pendek (sengon, afrika, huru), daur sedang sampai panjang (mahoni, puspa) dan pohon buah-buahan (kopi, nangka, petai, cengkeh, jengkol) maka agroforestri kebun campuran yang mengkombinasikan hasil kayu dengan daur pohon yang berbeda dan pohon penghasil buah (non kayu) akan mendorong petani untuk menunda penebangan pohon dalam waktu yang lebih singkat. Sehingga agroforestri kebun campuran cenderung berpotensi memiliki persediaan karbon yang lebih besar pada tegakan termuda dibandingkan dengan agroforestri tegakan murni. Sedangkan nilai karbon total terbesar pada agroforestri tegakan murni lebih besar karena tegakan pohon sebagai sumber karbon terbesar lebih rapat. Pertimbangan dalam mengkategorikan antara karbon biomassa hidup dengan karbon biomassa mati adalah untuk mengetahui besarnya prosentase masing-masing komponen. Selain itu juga untuk mengetahui keefektifan dalam monitoring atau pengawasan penyerapan karbon selanjutnya. Oleh karena itu peneliti sengaja memisahkannya dalam pengolahan data. Jika dilihat data dari Tabel 9, biomassa bahan hidup memiliki potensi rata-rata karbon total yang lebih besar daripada biomassa bahan mati. Potensi rata-rata karbon total pada biomassa bahan hidup memiliki kisaran nilai antara 28,27-77,92 tonC/ha, sementara potensi rata-rata karbon total pada biomassa bahan mati berada pada kisaran nilai antara 3,15-6,24 tonC/ha. Perubahan nilai potensi rata-rata karbon total antara biomassa bahan hidup dibandingkan dengan biomassa bahan mati yang sama-sama mengalami
25 peningkatan terjadi pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun ke 5-6 tahun dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun, sedangkan pada umur rata-rata tegakan dari 9-10 ke 11-12 tahun mengalami penurunan. Namun berbeda halnya pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun, nilai potensi rata-rata karbon total pada biomassa bahan hidup mengalami peningkatan sementara pada biomassa bahan mati mengalami penurunan. Sedangkan pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun ke 7-8 tahun mengalami hal yang terbalik yakni nilai potensi rata-rata karbon total pada biomassa bahan hidup mengalami penurunan sementara pada biomassa bahan mati mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa tidak selamanya nilai potensi rata-rata karbon total pada biomassa bahan hidup selalu lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa bahan mati. Ini terbukti pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun ke 7-8 tahun. Diduga bahwa pada salah satu komponen biomassa bahan hidup yang sangat mempengaruhi nilai potensi rata-rata karbon total berupa pohon, telah terjadi penurunan karbon. karena adanya kegiatan penebangan oleh petani hutan rakyat di Desa Kertayasa. Biasanya pada umur ratarata tegakan 5-6 tahun, pohon telah mengalami masak tebang dan baru kemudian pada umur rata-rata tegakan 7-8 tahun petani di Desa Kertayasa memulai aktivitas penebangan pada lahan miliknya. Data Tabel 9 memiliki total nilai rata-rata karbon total dari biomassa bahan hidup dan biomassa bahan mati yang berada pada kisaran nilai antara 33,27-84,15 tonC/ha. Nilai terkecil terdapat pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun dan nilai terbesar terdapat pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun. Peningkatan nilainya terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun, 3-4 tahun ke 5-6 tahun, dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun. Sedangkan penurunan nilainya terjadi pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun ke 7-8 tahun dan 9-10 tahun ke 11-12 tahun. Jika dilihat perbandingan antara nilai total potensi rata-rata karbon total dengan nilai potensi rata-rata karbon total pada biomassa bahan hidup dan biomassa bahan mati terdapat prosentase pencadangan karbon. Nilai potensi pencadangan karbon dari biomassa bahan hidup berada pada kisaran 79,78-92,59 % sementara nilai potensi pencadangan karbon dari biomassa bahan mati berada pada kisaran 7,4120,22 %. Pencadangan karbon terkecil pada biomassa hidup terdapat pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun dan pencadangan karbon terbesar terdapat pada umur
26 rata-rata tegakan 9-10 tahun, sedangkan pencadangan karbon terkecil pada biomassa bahan mati terdapat pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun dan pencadangan karbon terbesar terdapat pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun. Hal ini menandakan bahwa pencadangan karbon pada biomassa bahan hidup dan biomassa bahan mati selalu berbanding terbalik. Perubahan prosentase pencadangan karbon pada biomassa bahan hidup mengalami peningkatan pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun sementara penurunannya terjadi pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun ke 5-6 tahun, 5-6 tahun ke 7-8 tahun, dan 9-10 tahun ke 11-12 tahun. Sedangkan perubahan prosentase pencadangan karbon pada biomassa bahan mati terjadi pada perubahan umur rata-rata tegakan yang terbalik terhadap biomassa bahan hidup. Perubahan prosentase pencadangan karbon pada biomassa bahan mati mengalami peningkatan pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun ke 5-6 tahun, 5-6 tahun ke 7-8 tahun, dan 9-10 tahun ke 11-12 tahun sementara penurunannya terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun. Untuk mengetahui cadangan karbon yang terdapat pada biomassa bahan hidup sebaiknya dilakukan monitoring atau pengawasan melalui pengukuran dan penghitungan karbon kembali pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun dan 11-12 tahun karena pada umur tersebut rentan terjadi penurunan atau pelepasan karbon melalui kegiatan penebangan yang sering dilakukan oleh petani di Desa Kertayasa. Diduga bahwa pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun, petani melakukan penebangan kayu untuk dijual ke pasar. Dengan adanya anggapan petani bahwa pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun, pohon yang merupakan salah satu komponen yang sangat mempengaruhi nilai prosentase pencadangan karbon telah mengalami masak tebang atau sudah siap untuk ditebang. Hasil dari penjualan kayu tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari petani. Sementara pada umur rata-rata tegakan 11-12 tahun, petani Desa Kertayasa menebang pohon tersebut untuk kebutuhan dalam pembuatan rumah, perabotan dan juga sebagai hasil investasi untuk membiayai pendidikan anaknya. Sedangkan cadangan karbon yang terdapat pada biomassa bahan mati juga berguna untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah pada lantai hutan rakyat Desa Kertayasa, namun tidak
27 perlu dilakukan monitoring atau pengawasan untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya karena biomassa bahan mati memiliki cadangan karbon yang sangat kecil. Salah satu cara untuk mengetahui indikator tingkat kesuburan tanah ialah dengan pengukuran kandungan humus yang terdapat di dalam tanah. Serasah kasar yang telah melapuk dan menjadi humus tanah merupakan salah satu komponen yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan biomassa bahan mati. Berikut ini akan dijelaskan dan diuraikan masing-masing komponen dari biomassa bahan hidup berupa pohon, tanaman kopi dan tumbuhan bawah.
80 tonC/ha
60 40 20 0 Pohon
1-2
3-4
5-6
7-8
9-10 11-12
27.12 30.06 40.64 27.75 65.59 48.63 0.80
2.52
3.20
3.21 12.17 4.79
Tumbuhan Bawah 0.36
0.74
0.89
1.13
Kopi
0.15
0.39
Um ur rata-rata tegakan (tahun)
Gambar 6 Histogram rata-rata cadangan karbon umur rata-rata pada biomassa bahan hidup.
Pengertian pohon disini ialah berbagai jenis tanaman kehutanan yang diolah menjadi satu bentuk kelompok tanaman kehutanan. Sedangkan kopi merupakan salah satu jenis yang mewakili tanaman pertanian yang terdapat pada hutan rakyat di Desa Kertayasa, karena kopi dapat menghasilkan buah yang dapat dipanen dalam setiap tahunnya. Berbagai jenis tumbuhan bawah merupakan satu bentuk kelompok yang mewakili tumbuhan herba (under storey). Sedangkan pohon dan kopi mewakili tumbuhan tingkat tinggi. Kebun campuran yang terletak di Desa Kertayasa ini merupakan salah satu bentuk pola dari agroforestri yaitu gabungan dari tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Tampilan dari Gambar 6 di atas, menjelaskan bahwa potensi rata-rata karbon pada pohon sangat mendominasi jika dibandingkan dengan potensi rata-
28 rata karbon pada kopi dan potensi rata-rata karbon tumbuhan bawah pada setiap umur rata-rata tegakan. Nilai potensi rata-rata karbon pada pohon berkisar 27,12-65,59 tonC/ha. Nilai terkecil potensi rata-rata karbon pada pohon sebesar 27,12 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun dan nilai terbesar potensi rata-rata karbon pada pohon sebesar 65,59 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun. Peningkatan nilai potensi rata-rata karbon pada pohon terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun, 3-4 tahun ke 5-6 tahun, dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun sementara penurunan nilai potensi rata-rata karbon pada pohon terjadi pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun ke 7-8 tahun dan 9-10 tahun ke 11-12 tahun. Nilai potensi rata-rata karbon pada tanaman kopi berkisar 0,80-12,17 tonC/ha. Nilai terkecil potensi rata-rata karbon pada tanaman kopi sebesar 0,80 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun dan nilai terbesar potensi rata-rata karbon pada tanaman kopi sebesar 12,17 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun. Peningkatan nilai potensi rata-rata karbon pada tanaman kopi terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun, 3-4 tahun ke 5-6 tahun, 5-6 tahun ke 7-8 tahun, dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun sementara penurunan nilai potensi rata-rata karbon pada tanaman kopi terjadi pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun ke 11-12 tahun. Nilai potensi rata-rata karbon pada tumbuhan bawah berkisar 0,15-1,13 tonC/ha. Nilai terkecil potensi rata-rata karbon pada tumbuhan bawah sebesar 0,15 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun dan nilai terbesar potensi rata-rata karbon pada tumbuhan bawah sebesar 1,13 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 7-8 tahun. Peningkatan nilai potensi rata-rata karbon pada tumbuhan bawah terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun, 3-4 tahun ke 5-6 tahun, 5-6 tahun ke 7-8 tahun, dan 9-10 tahun ke 11-12 tahun sementara penurunan nilai potensi rata-rata karbon pada tumbuhan bawah terjadi pada umur rata-rata tegakan 7-8 tahun ke 9-10 tahun. Persamaan perubahan nilai potensi rata-rata karbon pada pohon, tanaman kopi, dan tumbuhan bawah terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun dan 3-4 tahun ke 5-6 tahun dengan adanya peningkatan perubahan nilai
29 potensi rata-rata karbon. Tanaman kopi dan tumbuhan bawah mengalami peningkatan perubahan nilai potensi rata-rata karbon pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun ke 7-8 tahun namun pohon mengalami penurunan perubahan nilai potensi rata-rata karbon. Lain halnya dengan umur rata-rata tegakan 7-8 tahun ke 9-10 tahun, tumbuhan bawah mengalami penurunan perubahan nilai potensi ratarata karbon. Sedangkan pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun ke 11-12 tahun, pohon dan tanaman kopi mengalami penurunan perubahan nilai potensi rata-rata karbon namun tumbuhan bawah mengalami penngkatan perubahan nilai potensi rata-rata karbon. Hal ini menandakan bahwa komponen biomassa hidup berupa pohon, tanaman kopi dan tumbuhan bawah menyerap karbon pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun sampai dengan umur rata-rata tegakan 5-6 tahun. Diduga komponen biomassa hidup membutuhkan karbon pada usia muda untuk masa pertumbuhannya. Berbeda halnya dengan umur rata-rata tegakan 7-8 tahun dan 11-12 tahun, pohon dan tanaman kopi mengalami penurunan perubahan nilai potensi rata-rata karbon yang diduga dari perilaku penebangan oleh petani di Desa Kertayasa. Sedangkan tumbuhan bawah mengalami peningkatan perubahan nilai potensi rata-rata karbon yang diduga dari perilaku petani di Desa Kertayasa yang tidak melakukan pembersihan lahan. Pembersihan lahan dilakukan oleh petani di Desa Kertayasa setelah kegiatan penebangan. Ini terbukti bahwa pada umur ratarata tegakan 9-10 tahun, tumbuhan bawah mengalami penurunan perubahan nilai potensi rata-rata karbon. 8
tonC/ha
6 4 2 0
1-2
3-4
5-6
7-8
9-10 11-12
Nekromassa 0.078 0.020 0.099 3.855 0.000 0.000 Tunggak
0.638 0.236 0.528 0.487 0.757 0.178
Serasah
4.996 3.147 4.156 5.999 6.235 4.466 Umur rata-rata tegakan (tahun)
Gambar 7 Histogram rata-rata cadangan karbon umur rata-rata pada biomassa bahan mati.
30 Berdasarkan Gambar 7, komponen biomassa bahan mati terdiri dari nekromassa, tunggak, dan serasah. Pengertian nekromassa disini adalah tegakan yang telah mati dan mengalami penyusutan nilai karbon. Tunggak merupakan sisa penebangan yang masih berada di atas permukaan tanah dan diukur dengan tidak mengikutsertakan trubusan yang sedang tumbuh di sekitar tunggak. Serasah yaitu sisa-sisa daun yang jatuh ke lantai hutan dan mengalami pelapukan. Serasah yang diambil untuk diukur dan dihitung adalah serasah kasar karena berguna untuk menghemat waktu, biaya dan tenaga daripada mengambil serasah halus. Komponen biomassa yang memiliki kandungan karbon terbesar terdapat pada serasah jika dibandingkan dengan nekromassa dan tunggak. Nilai potensi rata-rata karbon pada nekromassa berkisar 0,00-3,86 tonC/ha. Nilai terkecil potensi rata-rata karbon pada nekromassa sebesar 0,00 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun dan 11-12 tahun dan nilai terbesar potensi ratarata karbon pada nekromassa sebesar 3,86 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 7-8 tahun. Peningkatan nilai potensi rata-rata karbon pada nekromassa terjadi pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun ke 5-6 tahun, dan 5-6 tahun ke 7-8 tahun sementara penurunan nilai potensi rata-rata karbon pada nekromassa terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun. Nilai potensi rata-rata karbon pada nekromassa yang tidak mengalami perubahan (tetap) terjadi pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun ke 11-12 tahun. Nilai potensi rata-rata karbon pada tunggak berkisar 0,18-0,76 tonC/ha. Nilai terkecil potensi rata-rata karbon pada tunggak sebesar 0,18 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 11-12 tahun dan nilai terbesar potensi rata-rata karbon pada tunggak sebesar 0,76 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 910 tahun. Peningkatan nilai potensi rata-rata karbon pada tunggak terjadi pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun ke 5-6 tahun, dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun sementara penurunan nilai potensi rata-rata karbon pada tunggak terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun, 5-6 tahun ke 7-8 tahun, dan 9-10 tahun ke 11-12 tahun. Nilai potensi rata-rata karbon pada serasah berkisar 3,15-6,24 tonC/ha. Nilai terkecil potensi rata-rata karbon pada serasah sebesar 3,15 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun dan nilai terbesar potensi rata-rata karbon
31 pada serasah sebesar 6,24 tonC/ha terdapat pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun. Peningkatan nilai potensi rata-rata karbon pada serasah terjadi pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun ke 5-6 tahun, 5-6 tahun ke 7-8 tahun, dan 7-8 tahun ke 9-10 tahun sementara penurunan nilai potensi rata-rata karbon pada serasah terjadi pada umur rata-rata tegakan 1-2 tahun ke 3-4 tahun, dan 9-10 tahun ke 11-12 tahun. Persamaan perubahan nilai potensi rata-rata karbon pada nekromassa, tunggak dan serasah terjadi peningkatan pada umur rata-rata tegakan 3-4 tahun ke 5-6 tahun sementara penurunan terjadi pada umur 1-2 tahun ke 3-4 tahun. Nekromassa dan serasah mengalami peningkatan perubahan nilai potensi rata-rata karbon pada umur rata-rata tegakan 5-6 tahun ke 7-8 tahun sementara tunggak mengalami penurunan pada umur rata-rata tegakan tersebut. Hal ini diduga karena belum atau baru dimulainya aktivitas penebangan petani di Desa Kertayasa namun tegakan telah mengalami masak tebang sehingga banyak tegakan yang mati (nekromassa) dan menghasilkan serasah di lantai hutan sementara tunggak dari hasil penebangan masih sedikit. Tunggak dan serasah mengalami peningkatan nilai potensi rata-rata karbon pada umur rata-rata tegakan 7-8 tahun ke 9-10 tahun sementara nekromassa mengalami penurunan pada umur rata-rata tegakan tersebut. Diduga bahwa aktivitas penebangan oleh petani di Desa Kertayasa telah dilakukan. Hal ini terlihat dari banyaknya tunggak dan tumpukan serasah yang terdapat di lapangan berdasarkan hasil pengamatan peneliti. Kemungkinan besar nekromassa telah diambil oleh petani di Desa Kertayasa seiring berjalannya pengambilan kayu dari hasil penebangan di lahan milik mereka untuk keperluan lain (kayu bakar). Pada umur rata-rata tegakan 9-10 tahun ke 11-12 tahun, tunggak dan serasah mengalami penurunan perubahan nilai potensi rata-rata karbon sementara nekromassa tidak mengalami perubahan (tetap). Adanya dugaan bahwa tunggak dan serasah telah mengalami penyusutan karbon sehingga bergabung menjadi humus tanah dan nekromassa tetap tidak ada dikarenakan tidak adanya aktivitas penebangan pada umur rata-rata tegakan sebelumnya (7-8 tahun ke 9-10 tahun).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Struktur dan komposisi penyusun hutan rakyat terdiri dari sengon, mahoni, dan disisipi dengan kopi, puspa, afrika, nangka, petai, cengkeh, huru dan jengkol. Pohon jenis sengon, mahoni dan kopi memiliki frekuensi relatif lebih besar dibanding dengan jenis lainnya. 2. Rata-rata potensi karbon total dari umur rata-rata tegakan berkisar antara 33,27-84,15 tonC/ha. Luas bidang dasar pada umur rata-rata tegakan berkisar antara 14,12-27,94 m2/ha. Besarnya potensi karbon dan luas bidang dasar dipengaruhi oleh umur rata-rata tegakan. 3. Rata-rata potensi karbon biomassa bahan hidup yang berupa pohon, kopi dan tumbuhan bawah pada tiap umur rata-rata berkisar antara 28,27-77,92 tonC/ha atau sebesar 79,78 %-92,59 % dari karbon total. Rata-rata potensi karbon biomassa bahan mati yang berupa serasah, tunggak dan nekromassa tiap umur rata-rata berkisar antara 3,15-6,24 tonC/ha atau sebesar 7,41 %-20,22 % dari karbon total. Hubungan nilai prosentase cadangan karbon pada biomassa bahan hidup berbanding terbalik dengan biomassa bahan mati. 4. Rata-rata potensi karbon pohon sebesar 27,12-65,59 ton/ha; karbon tanaman kopi sebesar 0,80-12,17 tonC/ha; karbon tumbuhan bawah sebesar 0,15-1,13 tonC/ha. Rata-rata potensi karbon serasah berkisar antara 3,15-6,24 tonC/ha; karbon tunggak berkisar antara 0,18-0,76 tonC/ha; karbon nekromassa berkisar antara 0,00-3,86 tonC/ha. Cadangan karbon terbesar terdapat pada karbon pohon. 5. Tuntutan ekonomi/kemiskinan mendorong petani menebang pohon sebelum masak tebang atau pada kopi ditebang pada usia produktif (3-4 tahun) hanya untuk kayu bakar. 6. Pohon-pohon dengan diameter kecil pada saat dilakukan inventarisasi kebanyakan disebabkan tunggak sisa penebangan menghasilkan trubusantrubusan yang tumbuh menjadi pohon pengganti.
33 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara luas bidang dasar dan struktur komposisi tegakan dengan potensi cadangan karbon di daerah yang lain untuk studi perbandingan. 2. Perlu bantuan kepada petani berupa bibit pohon yang nilai ekonomisnya tinggi dan umurnya pendek, beserta pupuknya dengan cara yang mudah dan sederhana terutama masalah urusan birokrasinya, sehingga keinginan untuk menebang lebih awal dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho WC. 2002. Model penaksiran biomassa pohon mahoni (Swietenia macrophylla) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur PT. Perhutani Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 2002. Kabupaten Ciamis Dalam Angka Tahun 2002. Ciamis: Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis dengan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Ciamis. Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. Rome, Italy: FAO Forestry Paper 134. Brown S. 1999. Guidelines for Inventorying and Monitoring Carbon Offsets in Forest Based Projects. Winrock International, Arlington, VA. [Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2000. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Cijolang DAS Citanduy. Bandung: Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai Cimanuk-Citanduy. Djajapertjunda H. 2003. Mengembangkan Hutan Milik di Jawa. Bandung: Alqaprint Jatinangor. Ginoga K, Wulan YC, Djaenudin D. 2002. Potential of Indonesian Smallholder Agroforestry in The CDM: A Case Study in The Upper Citanduy Watershed Area. Working Paper CC12, 2004. ACIAR Project ASEM 2002/066. http://www.une.edu.au/carbon/CC12.PDF. [07 Oktober 2005]. Hairiah K, Sitompul SM, van Noordwijk M, Palm CA. 2001. Methods for sampling carbon stocks above and below ground. Bogor. Indonesia: ICRAF. Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnudin S. 2003. Pengantar Agroforestri. World Agroforestry Center. Bogor: ICRAF. Haygreen JG, Jim LB. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Hadikusumo SA, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Science Wood Introduction. Ketterings QM, Coe R, van Noordwijk M, Ambaqau Y, Palm CA. 2001. Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and Management 146:199-209. Nair PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Netherlands: Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.
35 Ojo. 2003. Potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah pada hutan tanaman Jati (Tectona grandis) di KPH Madiun, Perum Perhutani unit II, Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Prasetyo LB. 2005. Perubahan Biofisik dan Penggunaan Lahan DAS Citanduy Tahun 2001-2003. Bogor: PSP-IPB. Rengganis. 2003. Perbandingan profil hutan milik di Jepang dan hutan rakyat di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sianturi R. 2004. Potensi karbon di atas permukaan tanah pada hutan rakyat sengon: kasus di Desa Pacekelan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sitaniapessy PM. 1982. Lanjutan Klimatologi Dasar “Klasifikasi dan Iklim Indonesia”. Bogor: FMIPA IPB. Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa Peranannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Triantomo V. 2005. Potensi dan keragaman cadangan karbon hutan rakyat dengan pola agroforestri: kasus di Desa Pacekelan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Van Noordwijk M et al. 2002. Carbon stock assessment for a forest to coffee conversion landscape in Sumber Jaya (Lampung Indonesia): From Allometric Equations to Land Use Change Analysis. Science In China 45:75-86. Yuli. 2003. Prospek pengelolaan agroforestry untuk tujuan perdagangan karbon di Desa Kracak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
37 Lampiran 1 Identitas pemilik lahan dan keterangan kondisi lokasi agroforestri yang menjadi contoh penelitian
No.
1
Nama
Hamidin
Luas (m2)
600
Identitas Pemilik Jenis Lokasi Tanaman Kehutanan Ci Calung (Sukaraja)
Sengon, Balsa, Mahoni, Huru, Calik Angin
2
Sutardi dan Sukmana
600
Sukaraja
Sengon, Mahoni, Afrika, Huru, Pocol, Puspa
3
Suryana
600
Sukaraja
Sengon
Sengon, Balsa, Puspa, Mahoni
4
Rohman
1000
Ci Guluma (Padungdungan)
5
Sadili Bin Suhanta
800
Padungdungan
Sengon, Mahoni
6
Usup Supriyadi Bin Sukarya
600
Ci Pesing (Padungdungan)
Mahoni, Sengon, Afrika
Jenis Tanaman Pertanian Kopi, Salak, Bambu, Nangka, Nenas, Rambutan Kapulaga, Kopi, Nangka, Pala, Enau, Cengkeh, Mangga, Nenas Kopi, Pisang, Kapulaga Kopi, Nangka, Aren, Rambutan, Petai, Cengkeh, Pisang Nangka, Pisang, Tebu, Kapulaga, Singkong Nenas, Kopi, Enau, Nangka
Keterangan Tapak Kemiringan Ketinggian Lapangan (mdpl) (%)
Umur RataRata
No. Sensus
Jumlah Jalur
Arah Jalur
Tanggal Pengukuran
Aspek (Arah Lereng)
Posisi Tapak
Bentuk Konservasi Tanah
3-4
I
2
B-T
21-08-2004
30
810
Barat
Lembah
Terasering Bangku
5-6
II
2
U-S
21-08-2004
35
825
TimurSelatan
Lereng
Terasering Bangku
5-6
III
2
U-S
21-08-2004
30
850
SelatanBarat
Lereng
Terasering Bangku
3-4
IV
2
U-S
22/08/2004
35
840
Selatan
Lereng
Terasering Bangku
7-8
V
2
B-T
22/08/2004
40
825
SelatanBarat
Lereng
Terasering Bangku
5-6
VI
2
U-S
22/08/2004
15
830
Selatan
Lereng
Terasering Bangku
38 Lanjutan
No.
Nama
Luas (m2)
7
Komarudin
600
8
Sudinta
800
9
Yasir
1500
Identitas Pemilik Jenis Lokasi Tanaman Kehutanan Sengon, Ci Pesing Mahoni, (Padungdungan) Afrika, Puspa Sengon, Padungdungan Puspa, II Mahoni
Padungdungan
10
Sutisna
700
Padungdungan
11
Rosadi
1200
Ci Calung (Sukaraja)
12
Sarju
700
Ci Calung (Sukaraja)
13
Engkos Supriyadi
400
Sukaraja
Sengon, Suren, Mahoni, Afrika Sengon, Afrika, Mahoni, Puspa, Akasia Sengon, Mahoni, Afrika Sengon, Mahoni, Afrika, Puspa Mahoni, Sengon, Puspa
Keterangan Tapak Kemiringan Ketinggian Lapangan (mdpl) (%)
Aspek (Arah Lereng)
Posisi Tapak
Bentuk Konservasi Tanah
860
Selatan
Lereng
Terasering Bangku
35
855
SelatanBarat
Punggung
Terasering Bangku
23/08/2004
40
890
SelatanBarat
Punggung
Terasering Bangku
B-T
23/08/2004
25
910
Barat
Lereng
Terasering Bangku
3
B-T
24/08/2004
35
850
Timur
Lereng
Terasering Bangku
XII
2
B-T
24/08/2004
50
850
Selatan
Lereng
Terasering Bangku
XIII
2
B-T
24/08/2004
15
860
Timur
Punggung
Terasering Bangku
Umur RataRata
No. Sensus
Jumlah Jalur
Arah Jalur
Tanggal Pengukuran
Kopi, Petai, Alpukat, Cengkeh, Jengkol
7-8
VII
2
U-S
22/08/2004
45
Nenas, Kopi, Cengkeh
1-2
VIII
3
U-S
23/08/2004
Kopi, Nangka, Nenas, Manggis, Durian, Alpukat, Tangkil
3-4
IX
3
B-T
Nenas, Kelapa, Pisang, Jengkol, Alpukat
1-2
X
3
Kopi, Jengkol, Nangka
11-12 (Afrika)
XI
Kopi, Pisang, Nangka
3-4 (Sengon)
Kapulaga, Pisang, Kopi, Limus, Kelapa, Alpukat, Jengkol
11-12 (Mahoni)
Jenis Tanaman Pertanian
39 Lanjutan
No.
14
15
16
17
18
Nama
Sukarna
Sopandi
Sudinta
Igud
Syarifudin
Luas (m2)
400
600
700
600
500
Identitas Pemilik Jenis Lokasi Tanaman Kehutanan
Sukaraja
Sengon, Mahoni, Ramanten, Afrika, Puspa
Ci Carenang
Sengon, Afrika, Mahoni, Puspa, Akasia, Sampang
Ngawitan
Afrika, Sengon, Akasia, Waru, Puspa, Huru, Mahoni
Leles
Sengon, Puspa, Huru, Mahoni, Afrika, Sampang
Leles
Sengon, Afrika, Puspa, Mahoni
Jenis Tanaman Pertanian Kopi, Pepaya, Alpukat, Nangka, Rambutan, Petai Kopi, Jambu Semarang, Cengkeh, Limus, Nangka, Ramanten Enau, Cengkeh, Petai, Teh, Kopi, Nangka, Jengkol Nenas, Kopi, Nangka, Kapulaga, Petai, Manggis, Jengkol Petai, Cengkeh, Aren, Nenas
Keterangan Tapak Kemiringan Ketinggian Lapangan (mdpl) (%)
Aspek (Arah Lereng)
Posisi Tapak
Bentuk Konservasi Tanah
880
UtaraTimur
Lereng
Terasering Bangku
50
900
SelatanBarat
Lereng
Terasering Bangku
25/08/2004
35
810
Selatan
Lereng
Terasering Bangku
B-T
25/08/2004
28
800
Timur
Lereng
Terasering Bangku
B-T
25/08/2004
70
820
Barat
Lereng
Terasering Bangku
Umur Rata-Rata
No. Sensus
Jumlah Jalur
Arah Jalur
Tanggal Pengukuran
11-12 (Sengon)
XIV
3
U-S
24/08/2004
30
5–6 (Sengon)
XV
2
S-B
24/08/2004
7-8 (Sengon, Afrika)
XVI
2
U-S
9-10
XVII
3
5-6 (Sengon Campuran)
XVIII
2
40 Lanjutan
No.
19
20
Nama
Pandi
Eman
Luas (m2)
600
600
Identitas Pemilik Jenis Lokasi Tanaman Kehutanan
Leles
Sengon, Afrika, Mahoni, Puspa, Huru, Calik Angin
Palasiang
Sengon, Afrika, Huru, Mahoni
Jenis Tanaman Pertanian Kopi, Nangka, Rambutan, Alpukat, Jengkol, Petai, Nenas Alpukat, Nangka, Kopi
Keterangan Tapak Kemiringan Ketinggian Lapangan (mdpl) (%)
Umur RataRata
No. Sensus
Jumlah Jalur
Arah Jalur
Tanggal Pengukuran
3-4
XIX
3
B-T
25/08/2004
40
3-4
XX
2
U-S
25/08/2004
35
Aspek (Arah Lereng)
Posisi Tapak
Bentuk Konservasi Tanah
820
Timur
Lereng
Terasering Bangku
870
SelatanBarat
Punggung
Terasering Bangku
41 Lampiran 2 Bentuk petak ukur pada luasan pemilikan lahan Sensus IV
Sensus I 1
1
2
2
3
3
2
1
B
T
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
2
1
U
S
Sensus II 3 3
2
2
1
S Sensus V U
1 1
2
Sensus III 1
1
2
2
3
3
1
2
U
4
4
3
3
2
2
1
1
1
2
B
T
S
Skala 1 : 500
42 Lanjutan Sensus IX
Sensus VI 1
1
2
2
3
3
1
2
S
U
Sensus VII 3
3
2
2
1
1
1
2
S
5
5
4
4
4
3
3
3
2
2
2
1
1
1
3
2
1
S
U
Sensus X U
Sensus VIII 3
1
2
2
2
1
1
3
1
2
3
S
B
3 1
2
2
2
1
1
3
2
1
T
Sensus XI U
4
4
1
3
3
2
2
2
3
1
1
4
1
2
3
S
U
Skala 1 : 500
43 Lanjutan Sensus XV
Sensus XII 4
3
3
2
2
1
B
T
1 2
1
3
1
2
2
1
3
2
1
2
1
1
1
2
U
Sensus XVI
Sensus XIII 2
S
S
4 B
T
Sensus XIV 2 1
1
1
3
2
1
3
3
2
2
1
1
1
2
U
Sensus XVII
U
T
3 S
1
3
2
2
1
1
2
1
B
Skala 1 : 500
44 Lanjutan Sensus XVIII B
3 2
T
1 2 1 2
1
Sensus XIX 2
2
2
1
1
1
3
2
1
T
S
Sensus XX 3
3
2
2
1
1
1
2
S
U
Skala 1 : 500
45 Lampiran 3 Frekuensi pohon pada jalur ukur dan pemilik lahan di Desa Kertayasa No.
Jenis Pohon
1
Sengon
2
Mahoni
3 4 5 6
Kopi Puspa Afrika Nangka
7 8
Petai Cengkeh
9 10
Huru Jengkol
11 12
Alpukat Tisuk
13
Rambutan
14 15 16
Pakel/Limus Pisang Aren
17 18 19
Akasia Ki Harupat Duku
20 21
Ramanten Bintinu
22 23
Suren Kelapa
24
Calik Angin
25 26 27
Pocol Sampang Ki Taleus
28
Ki Bodas
29 30 31 32 33
Dadap Mangga Ki Jangkar Talingkup Pisitan Monyet Mareme
34
Nama Latin
Jenis Produk
Paraserianthes falcataria Swietenia macrophylla Coffea sp. Schima wallichii Maesopsis eminii Artocarpus heterophyllus Parkia speciosa Eugenia aromaticum Litsea glutinosa Pithecellobium jiringa Persea americana Hibiscus macrophyllus Nephelium lappaceum Mangifera foetida Musa nana Arenga pinnata
daun, kayu
Acacia confusa Rapanea hasseltii Lansium domesticum Melochia umbellata Toona sureni Cocos nucifera Maltatus paniculatus Evodia aromatica Notaphoebe umbelliflora Homalium tomentosum Mangifera indica Claoxylon polot Dysoxylum nutans Glochidion arborescens
Per Jalur Frekuensi Frekuensi Relatif (%) 1,00 8,22
Per Pemilik Frekuensi Frekuensi Relatif (%) 1,00 5,63
kayu
0,96
7,87
1,00
5,63
buah, kayu kayu kayu buah, kayu
0,91 0,79 0,77 0,72
7,52 6,47 6,29 5,94
0,95 0,95 0,90 0,90
5,35 5,35 5,07 5,07
buah, kayu buah, kayu
0,57 0,53
4,72 4,37
0,85 0,75
4,79 4,23
kayu buah, daun, kayu buah, kayu kayu
0,47 0,45
3,85 3,67
0,65 0,75
3,66 4,23
0,40 0,30
3,32 2,45
0,70 0,35
3,94 1,97
buah, kayu
0,28
2,27
0,50
2,82
buah, kayu buah buah, daun, nira kayu kayu buah, kayu
0,23 0,21 0,19
1,92 1,75 1,57
0,45 0,35 0,40
2,54 1,97 2,25
0,19 0,17 0,17
1,57 1,40 1,40
0,35 0,30 0,35
1,97 1,69 1,97
kayu kayu
0,15 0,15
1,22 1,22
0,35 0,25
1,97 1,41
kayu buah, daun, kayu kayu
0,15 0,15
1,22 1,22
0,20 0,25
1,13 1,41
0,13
1,05
0,15
0,85
kayu kayu kayu
0,13 0,11 0,09
1,05 0,87 0,70
0,25 0,25 0,20
1,41 1,41 1,13
kayu
0,09
0,70
0,20
1,13
daun, kayu buah, kayu kayu kayu kayu
0,09 0,09 0,06 0,06 0,06
0,70 0,70 0,52 0,52 0,52
0,10 0,15 0,15 0,15 0,15
0,56 0,85 0,85 0,85 0,85
kayu
0,06
0,52
0,15
0,85
46 Lanjutan No.
Jenis Pohon
Nama Latin
Jenis Produk
35 36 37
Aporosa frutescens Carica papaya Ceiba pentandra
38 39
Sasah Pepaya Kapuk Randu Durian Harendong
40 41 42 43
Pala Ki Hujan Picung Ki Pare
44
Mara
45
Melinjo
Durio zibethinus Astronia spectabilis Myristica fragrans Samanea saman Pangium edule Glochidion capitatum Macaranga rhizinoides Gnetum gnemon
kayu buah, daun kayu, kapuk buah, kayu buah, daun
46
Jambu Biji
Psidium guajava
47
Jambu Monyet
Anacardium occidentale
48
Bambu
49 50
Cokelat Manggis
51 52 53 54 55
Waru Huru Sereh Huru Batu Simpur Jajambean
56 57 58
Pipadali Ki Cehay Ki Teja
59 60 61 62
Pelawan Ki Hiang Ki Putat Ki Malela
63
Laban
Gigantochloa verticillata Theobroma cacao Garcinia mangostana Hibiscus similis Litsea glutinosa Dillenia eximia Sympolocos fasiculata Cinnamomum iners Tristania maingayi Albizzia procera Planchonia valida Podocarpus blumei Vitex pubescens
64
Harendong Raja Salam Sirsak Teh Total
65 66 67
Astronia macrophylla Eugenia polyantha Annona muricata Thea sinensis
Per Jalur Frekuensi Frekuensi Relatif (%) 0,06 0,52 0,06 0,52 0,06 0,52
Per Pemilik Frekuensi Frekuensi Relatif (%) 0,10 0,56 0,15 0,85 0,05 0,28
0,06 0,06
0,52 0,52
0,10 0,10
0,56 0,56
buah, kayu kayu kayu kayu
0,06 0,04 0,04 0,04
0,52 0,35 0,35 0,35
0,15 0,10 0,10 0,10
0,85 0,56 0,56 0,56
kayu
0,04
0,35
0,05
0,28
buah, daun, kayu buah, daun, kayu biji, buah,daun, kayu daun, kayu
0,04
0,35
0,05
0,28
0,04
0,35
0,10
0,56
0,04
0,35
0,10
0,56
0,04
0,35
0,05
0,28
buah buah, kayu
0,04 0,04
0,35 0,35
0,10 0,10
0,56 0,56
kayu kayu kayu kayu kayu
0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
0,17 0,17 0,17 0,17 0,17
0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
0,28 0,28 0,28 0,28 0,28
kayu kayu kayu
0,02 0,02 0,02
0,17 0,17 0,17
0,05 0,05 0,05
0,28 0,28 0,28
kayu kayu kayu kayu
0,02 0,02 0,02 0,02
0,17 0,17 0,17 0,17
0,05 0,05 0,05 0,05
0,28 0,28 0,28 0,28
getah, kayu kayu, daun
0,02
0,17
0,05
0,28
0,02
0,17
0,05
0,28
daun, kayu buah, kayu daun, kayu
0,02 0,02 0,02 12,04
0,17 0,17 0,17 100,00
0,05 0,05 0,05 17,75
0,28 0,28 0,28 100,00
47 Lampiran 4 Rekapitulasi nilai kerapatan pohon dan tanaman kopi pada tegakan agroforestri di Desa Kertayasa
Sensus
Kelas Umur
Jalur
1 1
3-4 2
1 2
5-6 2
1 3
5-6 2
1 4
3-4 2
1 5
7-8 2
1 6
5-6 2
Sub Jalur 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 1 2 3
Kerapatan (pohon/ha) Pohon 12,00 22,00 22,00 7,00 25,00 27,00 23,00 21,00 20,00 20,00 16,00 24,00 28,00 20,00 39,00 18,00 15,00 15,00 15,00 26,00 17,00 19,00 22,00 51,00 38,00 33,00 15,00 23,00 56,00 29,00 92,00 27,00 14,00 16,00 19,00 17,00 32,00 17,00 15,00 32,00 38,00 26,00
Tanaman Kopi 12,00 24,00 23,00 9,00 13,00 3,00 31,00 32,00 22,00 25,00 7,00 25,00 12,00 11,00 24,00 14,00 11,00 17,00 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,00 4,00 9,00 9,00 5,00 8,00 3,00 1,00 2,00 1,00 4,00 8,00 8,00 28,00 11,00 6,00 32,00 21,00 21,00
48 Lanjutan Sensus
Kelas Umur
Jalur
1 7
7-8 2 1
8
1-2
2
3
1
9
3-4
2
3
1 10
1-2
2 3
Sub Jalur 1 2 3 1 2 3 1 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 1 2 3 1 2
Kerapatan (pohon/ha) Pohon 14,00 19,00 12,00 15,00 23,00 31,00 25,00 39,00 47,00 59,00 48,00 18,00 23,00 26,00 35,00 29,00 35,00 24,00 14,00 39,00 34,00 32,00 38,00 21,00 21,00 25,00 30,00 14,00 15,00 17,00 36,00 40,00 38,00 22,00 24,00
Tanaman Kopi 19,00 24,00 21,00 17,00 24,00 22,00 0,00 6,00 0,00 0,00 33,00 14,00 3,00 0,00 18,00 24,00 26,00 19,00 18,00 20,00 22,00 21,00 17,00 14,00 24,00 22,00 24,00 18,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
49 Lanjutan Sensus
Kelas Umur
Jalur
1
11
11-12
2
3
1 12
3-4 2
1 13
11-12 2 1
14
11-12
2 3 1
15
5-6 2
1 16
7-8 2 1
17
9-10
2 3
Sub Jalur 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 1 2 1 2 3 1
Kerapatan (pohon/ha) Pohon 31,00 22,00 15,00 19,00 28,00 27,00 21,00 23,00 17,00 22,00 26,00 18,00 30,00 27,00 20,00 31,00 38,00 36,00 38,00 29,00 16,00 18,00 19,00 20,00 15,00 19,00 17,00 31,00 25,00 25,00 72,00 64,00 48,00 46,00 39,00 29,00 23,00 44,00 43,00 60,00 32,00 20,00 19,00 25,00 21,00 21,00
Tanaman Kopi 11,00 25,00 33,00 25,00 16,00 40,00 37,00 37,00 12,00 17,00 28,00 23,00 6,00 3,00 0,00 17,00 18,00 19,00 10,00 1,00 5,00 0,00 3,00 21,00 15,00 26,00 23,00 0,00 4,00 1,00 7,00 3,00 7,00 0,00 5,00 0,00 3,00 0,00 2,00 15,00 56,00 31,00 48,00 40,00 43,00 46,00
50 Lanjutan Sensus
Kelas Umur
Jalur
1 18
1-2 2 1
19
3-4
2 3 1
20
3-4 2
Sub Jalur 1 2 3 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 3 1 2 3
Kerapatan (pohon/ha) Pohon 37,00 38,00 17,00 58,00 72,00 31,00 33,00 43,00 39,00 43,00 22,00 37,00 18,00 33,00 24,00 24,00 37,00
Tanaman Kopi 1,00 3,00 6,00 0,00 0,00 7,00 25,00 20,00 23,00 18,00 34,00 0,00 0,00 3,00 0,00 1,00 0,00
51 Lampiran 5 Rekapitulasi nilai luas bidang dasar, biomassa, dan karbon pada tegakan agroforestri di Desa Kertayasa
Sensus
Kelas Umur
Jalur
1 1
3-4 2
1 2
5-6 2
1 3
5-6 2
1 4
3-4 2
Sub Jalur 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
LBDs (m2/ha) Pohon
Kopi
0,13 0,16 0,12 0,03 0,15 0,18 0,07 0,30 0,24 0,13 0,09 0,22 0,30 0,08 0,38 0,11 0,19 0,15 0,08 0,14 0,08 0,07 0,10 0,13 0,20 0,18 0,07 0,12
0,00 0,01 0,02 0,01 0,01 0,00 0,04 0,07 0,02 0,04 0,01 0,05 0,02 0,01 0,02 0,03 0,04 0,04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,01 0,01
Biomassa Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 459,25 15,20 0,00 0,00 0,01 578,29 42,13 0,00 0,00 0,00 526,00 77,95 0,00 0,00 0,00 53,12 395,30 230,06 0,00 0,00 495,55 115,85 766,87 0,00 0,13 789,52 217,44 460,12 0,00 0,00 190,80 162,88 0,00 0,00 0,00 1.191,62 275,60 0,00 0,03 0,00 970,88 95,77 0,00 0,00 0,00 473,98 161,76 536,81 0,00 0,00 302,54 44,27 460,12 0,00 0,02 828,23 199,88 38,34 0,01 0,00 1.410,70 70,64 0,00 0,00 0,04 366,22 30,48 0,00 0,00 0,00 2.287,46 76,78 0,00 0,00 0,00 362,68 113,25 996,93 0,00 0,00 852,69 146,38 996,93 0,00 0,00 656,45 159,17 1.226,99 0,00 0,00 222,53 0,00 0,00 0,00 0,00 444,12 0,00 0,00 0,00 0,00 232,60 0,00 0,00 0,00 0,00 201,23 13,56 0,00 0,00 0,00 319,81 0,00 0,00 0,00 0,00 414,99 0,00 536,81 0,00 0,00 696,50 32,41 76,69 0,00 0,00 686,19 22,82 76,69 0,00 0,00 239,86 26,07 76,69 0,00 0,00 319,81 23,59 76,69 0,02 0,00
Serasah 0,00 0,00 0,00 6.834,53 3.597,12 3.956,83 0,00 0,00 0,00 6.474,82 1.798,56 2.877,70 0,00 0,00 0,00 5.035,97 3.237,41 6.834,53 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.079,14 3.237,41 1.798,56 719,42 3.237,41
Karbon Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 229,63 7,60 0,00 0,00 0,00 289,15 21,06 0,00 0,00 0,00 263,00 38,97 0,00 0,00 0,00 26,56 197,65 115,03 0,00 0,00 247,77 57,93 383,44 0,00 0,06 394,76 108,72 230,06 0,00 0,00 95,40 81,44 0,00 0,00 0,00 595,81 137,80 0,00 0,02 0,00 485,44 47,89 0,00 0,00 0,00 236,99 80,88 268,40 0,00 0,00 151,27 22,13 230,06 0,00 0,01 414,11 99,94 19,17 0,00 0,00 705,35 35,32 0,00 0,00 0,02 183,11 15,24 0,00 0,00 0,00 1.143,73 38,39 0,00 0,00 0,00 181,34 56,62 498,47 0,00 0,00 426,34 73,19 498,47 0,00 0,00 328,22 79,58 613,50 0,00 0,00 111,27 0,00 0,00 0,00 0,00 222,06 0,00 0,00 0,00 0,00 116,30 0,00 0,00 0,00 0,00 100,61 6,78 0,00 0,00 0,00 159,90 0,00 0,00 0,00 0,00 207,50 0,00 268,40 0,00 0,00 348,25 16,21 38,34 0,00 0,00 343,10 11,41 38,34 0,00 0,00 119,93 13,04 38,34 0,00 0,00 159,90 11,80 38,34 0,01 0,00
Serasah 0,00 0,00 0,00 3.417,27 1.798,56 1.978,42 0,00 0,00 0,00 3.237,41 899,28 1.438,85 0,00 0,00 0,00 2.517,99 1.618,71 3.417,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 539,57 1.618,71 899,28 359,71 1.618,71
52 Lanjutan
Sensus
Kelas Umur
Jalur
1 5
7-8 2
1 6
5-6 2
1 7
7-8 2 1
8
1-2
2
3
Sub Jalur 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 1 2 3 1 2 3
LBDs (m2/ha) Pohon
Kopi
0,23 0,08 0,23 0,29 0,07 0,14 0,18 0,03 0,19 0,10 0,09 0,16 0,29 0,19 0,07 0,21 0,10 0,26 0,23 0,21 0,08 0,15 0,14 0,11 0,19 0,14 0,12 0,08
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,06 0,02 0,01 0,05 0,03 0,05 0,05 0,03 0,04 0,00 0,01 0,00 0,00 0,02 0,05 0,00 0,00
Biomassa Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Serasah Bawah 581,57 10,99 0,00 0,04 0,00 0,00 237,95 17,57 0,00 0,10 0,03 0,00 720,83 1,47 0,00 0,00 0,15 0,00 1.032,39 3,86 2.147,24 0,00 0,00 8.633,09 240,91 10,25 1.226,99 0,00 0,00 3.597,12 665,92 18,40 230,06 0,00 0,00 1.079,14 688,37 46,80 1.533,74 0,00 0,00 22.661,87 89,25 36,19 1.840,49 0,00 0,00 3.956,83 575,56 70,31 0,00 0,00 0,00 0,00 306,16 26,51 0,00 0,00 0,00 0,00 301,86 29,68 0,00 0,00 0,00 0,00 526,45 219,19 1.993,87 0,00 0,07 6.115,11 747,99 74,04 766,87 0,00 0,00 2.158,27 693,62 54,03 843,56 0,00 0,06 2.158,27 243,31 206,41 0,00 0,00 0,00 0,00 763,05 112,22 0,00 0,00 0,00 0,00 412,39 210,33 0,00 1,11 0,00 0,00 1.716,54 219,24 920,25 0,00 0,02 5.755,40 776,83 106,25 1.150,31 0,00 0,01 5.755,40 695,41 148,92 536,81 0,00 0,00 7.194,24 309,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 524,94 34,70 0,00 0,00 0,00 0,00 499,89 0,00 383,44 0,00 0,02 6.474,82 288,75 0,00 536,81 0,00 0,01 3.956,83 842,01 86,84 460,12 0,00 0,00 1.438,85 678,57 215,65 0,00 0,00 0,00 0,00 419,64 3,57 0,00 0,00 0,00 0,00 232,37 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Karbon Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Serasah Bawah 290,79 5,49 0,00 0,02 0,00 0,00 118,97 8,79 0,00 0,05 0,01 0,00 360,42 0,73 0,00 0,00 0,07 0,00 516,19 1,93 1.073,62 0,00 0,00 4.316,55 120,45 5,13 613,50 0,00 0,00 1.798,56 332,96 9,20 115,03 0,00 0,00 539,57 344,18 23,40 766,87 0,00 0,00 11.330,94 44,63 18,09 920,25 0,00 0,00 1.978,42 287,78 35,16 0,00 0,00 0,00 0,00 153,08 13,26 0,00 0,00 0,00 0,00 150,93 14,84 0,00 0,00 0,00 0,00 263,22 109,59 996,93 0,00 0,03 3.057,55 374,00 37,02 383,44 0,00 0,00 1.079,14 346,81 27,01 421,78 0,00 0,03 1.079,14 121,66 103,20 0,00 0,00 0,00 0,00 381,53 56,11 0,00 0,00 0,00 0,00 206,19 105,17 0,00 0,56 0,00 0,00 858,27 109,62 460,12 0,00 0,01 2.877,70 388,42 53,12 575,15 0,00 0,01 2.877,70 347,71 74,46 268,40 0,00 0,00 3.597,12 154,59 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 262,47 17,35 0,00 0,00 0,00 0,00 249,95 0,00 191,72 0,00 0,01 3.237,41 144,38 0,00 268,40 0,00 0,01 1.978,42 421,01 43,42 230,06 0,00 0,00 719,42 339,29 107,83 0,00 0,00 0,00 0,00 209,82 1,78 0,00 0,00 0,00 0,00 116,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
53 Lanjutan
Sensus
Kelas Umur
Jalur
1
9
3-4
2
3
1 10
1-2
2 3
Sub Jalur 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 1 2 3 1 2
LBDs (m2/ha) Pohon
Kopi
0,17 0,20 0,19 0,10 0,08 0,30 0,21 0,20 0,12 0,18 0,13 0,09 0,14 0,14 0,06 0,05 0,08 0,15 0,14 0,01 0,06
0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 0,02 0,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Biomassa Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 568,57 80,41 0,00 0,00 0,00 659,77 88,17 0,00 0,00 0,00 603,70 65,65 0,00 0,00 0,00 316,73 69,71 0,00 0,00 0,00 310,63 91,81 0,00 0,00 0,00 1.076,58 97,19 76,69 0,00 0,00 733,70 107,35 76,69 0,00 0,00 652,78 84,29 690,18 0,00 0,00 360,34 81,80 230,06 0,00 0,00 607,33 95,21 153,37 0,00 0,00 553,94 83,83 0,00 0,00 0,00 267,16 43,68 0,00 0,00 0,00 479,66 95,28 0,00 0,00 0,00 504,82 97,75 0,00 0,00 0,00 143,53 0,00 0,00 0,00 0,00 107,46 0,00 0,00 0,00 0,00 163,31 0,00 76,69 0,00 0,01 366,50 0,00 76,69 0,00 0,00 335,97 0,00 76,69 0,00 0,03 24,93 0,00 0,00 0,00 0,00 165,50 0,00 0,00 0,00 0,00
Serasah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5.755,40 3.956,83 2.158,27 1.798,56 3.237,41 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3.237,41 6.115,11 1.079,14 0,00 0,00
Karbon Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 284,28 40,20 0,00 0,00 0,00 329,89 44,08 0,00 0,00 0,00 301,85 32,83 0,00 0,00 0,00 158,36 34,86 0,00 0,00 0,00 155,31 45,90 0,00 0,00 0,00 538,29 48,60 38,34 0,00 0,00 366,85 53,67 38,34 0,00 0,00 326,39 42,15 345,09 0,00 0,00 180,17 40,90 115,03 0,00 0,00 303,67 47,61 76,69 0,00 0,00 276,97 41,91 0,00 0,00 0,00 133,58 21,84 0,00 0,00 0,00 239,83 47,64 0,00 0,00 0,00 252,41 48,88 0,00 0,00 0,00 71,77 0,00 0,00 0,00 0,00 53,73 0,00 0,00 0,00 0,00 81,65 0,00 38,34 0,00 0,00 183,25 0,00 38,34 0,00 0,00 167,98 0,00 38,34 0,00 0,01 12,47 0,00 0,00 0,00 0,00 82,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Serasah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.877,70 1.978,42 1.079,14 899,28 1.618,71 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.618,71 3.057,55 539,57 0,00 0,00
54 Lanjutan
Sensus
Kelas Umur
Jalur
1
11
11-12
2
3
1 12
3-4 2
1 13
11-12 2 1
14
11-12
2 3
Sub Jalur 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 1 2 1 2 1 1
LBDs (m2/ha) Pohon
Kopi
0,31 0,12 0,36 0,19 0,29 0,28 0,29 0,21 0,22 0,17 0,47 0,18 0,24 0,15 0,16 0,15 0,11 0,09 0,20 0,40 0,17 0,23 0,31 0,32 0,12 0,12 0,29
0,02 0,03 0,06 0,04 0,02 0,06 0,05 0,03 0,02 0,03 0,03 0,03 0,01 0,00 0,00 0,03 0,02 0,03 0,02 0,00 0,01 0,00 0,01 0,05 0,02 0,05 0,05
Biomassa Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 926,40 68,55 0,00 0,00 0,00 336,38 111,38 0,00 0,00 0,06 1.677,74 219,83 0,00 0,00 0,02 588,66 154,62 0,00 0,00 0,00 1.205,11 65,75 230,06 0,00 0,00 1.092,98 225,00 306,75 0,00 0,00 1.355,33 187,60 306,75 0,00 0,00 671,40 134,98 306,75 0,00 0,00 862,19 79,34 0,00 0,00 0,00 540,65 107,36 0,00 0,00 0,01 2.375,67 134,74 0,00 0,00 0,00 681,22 104,35 0,00 0,00 0,00 894,85 27,70 0,00 0,00 0,00 449,16 18,81 0,00 0,00 0,00 481,89 0,00 0,00 0,00 0,00 434,29 125,58 76,69 0,00 0,00 349,21 86,89 613,50 0,00 0,00 254,26 133,52 306,75 0,00 0,02 654,24 64,74 1.150,31 0,00 0,01 1.545,68 3,72 0,00 0,00 0,00 634,32 53,03 0,00 0,00 0,00 874,12 0,00 690,18 0,00 0,00 1.269,84 23,59 460,12 0,00 0,01 1.321,34 196,67 0,00 0,00 0,00 245,48 79,71 0,00 0,00 0,00 469,26 209,40 306,75 0,00 0,00 1.460,10 204,90 0,00 0,00 0,00
Serasah 0,00 0,00 0,00 0,00 5.755,40 3.956,83 3.956,83 5.395,68 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5.035,97 3.597,12 3.956,83 719,42 0,00 0,00 5.395,68 4.676,26 0,00 0,00 3.597,12 0,00
Karbon Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 463,20 34,28 0,00 0,00 0,00 168,19 55,69 0,00 0,00 0,03 838,87 109,92 0,00 0,00 0,01 294,33 77,31 0,00 0,00 0,00 602,56 32,88 115,03 0,00 0,00 546,49 112,50 153,37 0,00 0,00 677,66 93,80 153,37 0,00 0,00 335,70 67,49 153,37 0,00 0,00 431,10 39,67 0,00 0,00 0,00 270,33 53,68 0,00 0,00 0,00 1.187,83 67,37 0,00 0,00 0,00 340,61 52,17 0,00 0,00 0,00 447,43 13,85 0,00 0,00 0,00 224,58 9,40 0,00 0,00 0,00 240,95 0,00 0,00 0,00 0,00 217,15 62,79 38,34 0,00 0,00 174,61 43,44 306,75 0,00 0,00 127,13 66,76 153,37 0,00 0,01 327,12 32,37 575,15 0,00 0,01 772,84 1,86 0,00 0,00 0,00 317,16 26,52 0,00 0,00 0,00 437,06 0,00 345,09 0,00 0,00 634,92 11,79 230,06 0,00 0,01 660,67 98,34 0,00 0,00 0,00 122,74 39,85 0,00 0,00 0,00 234,63 104,70 153,37 0,00 0,00 730,05 102,45 0,00 0,00 0,00
Serasah 0,00 0,00 0,00 0,00 2.877,70 1.978,42 1.978,42 2.697,84 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.517,99 1.798,56 1.978,42 359,71 0,00 0,00 2.697,84 2.338,13 0,00 0,00 1.798,56 0,00
55 Lanjutan
Sensus
Kelas Umur
Jalur
1 15
5-6 2
1 16
7-8 2 1
17
9-10
2 3 1
18
1-2 2
Sub Jalur 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 1 2 1 2 3 1 1 2 3 1 2
LBDs (m2/ha) Pohon
Kopi
0,21 0,19 0,17 0,33 0,29 0,28 0,18 0,20 0,09 0,23 0,17 0,15 0,27 0,28 0,20 0,29 0,18 0,47 0,35 0,26 0,31 0,16 0,39 0,30
0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,01 0,00 0,01 0,00 0,01 0,00 0,00 0,02 0,08 0,05 0,06 0,05 0,07 0,07 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00
Biomassa Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 950,87 0,00 0,00 0,00 0,00 701,66 11,43 0,00 0,00 0,00 737,99 3,06 0,00 0,00 0,00 1.003,07 38,62 306,75 0,00 0,06 932,06 10,82 536,81 0,00 0,00 1.218,34 19,40 383,44 0,00 0,00 498,57 0,00 0,00 0,00 0,01 597,36 25,31 0,00 0,00 0,00 331,86 0,00 0,00 0,00 0,00 856,72 24,64 0,00 0,14 0,00 651,58 0,00 766,87 0,00 0,02 530,78 18,56 920,25 0,00 0,00 864,23 64,27 1.226,99 0,03 0,00 1.651,06 313,90 0,00 0,00 0,01 985,74 206,47 0,00 0,00 0,04 1.098,07 228,46 76,69 0,00 0,02 577,25 190,87 306,75 0,00 0,00 2.240,44 260,57 76,69 0,00 0,00 1.624,56 284,30 0,00 0,00 0,01 873,89 26,42 0,00 0,00 0,00 1.061,53 12,94 0,00 0,00 0,00 640,73 8,86 0,00 0,00 0,00 1.398,10 0,00 306,75 0,00 0,00 1.005,49 0,00 766,87 0,02 0,12
Serasah 0,00 0,00 0,00 5.035,97 2.517,99 4.316,55 0,00 0,00 0,00 0,00 5.035,97 3.597,12 2.877,70 0,00 0,00 7.913,67 5.395,68 5.395,68 0,00 0,00 0,00 0,00 6.474,82 8.633,09
Karbon Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 475,44 0,00 0,00 0,00 0,00 350,83 5,71 0,00 0,00 0,00 368,99 1,53 0,00 0,00 0,00 501,54 19,31 153,37 0,00 0,03 466,03 5,41 268,40 0,00 0,00 609,17 9,70 191,72 0,00 0,00 249,28 0,00 0,00 0,00 0,01 298,68 12,66 0,00 0,00 0,00 165,93 0,00 0,00 0,00 0,00 428,36 12,32 0,00 0,07 0,00 325,79 0,00 383,44 0,00 0,01 265,39 9,28 460,12 0,00 0,00 432,11 32,13 613,50 0,02 0,00 825,53 156,95 0,00 0,00 0,00 492,87 103,23 0,00 0,00 0,02 549,03 114,23 38,34 0,00 0,01 288,62 95,44 153,37 0,00 0,00 1.120,22 130,29 38,34 0,00 0,00 812,28 142,15 0,00 0,00 0,00 436,95 13,21 0,00 0,00 0,00 530,76 6,47 0,00 0,00 0,00 320,36 4,43 0,00 0,00 0,00 699,05 0,00 153,37 0,00 0,00 502,75 0,00 383,44 0,01 0,06
Serasah 0,00 0,00 0,00 2.517,99 1.258,99 2.158,27 0,00 0,00 0,00 0,00 2.517,99 1.798,56 1.438,85 0,00 0,00 3.956,83 2.697,84 2.697,84 0,00 0,00 0,00 0,00 3.237,41 4.316,55
56 Lanjutan
Sensus
Kelas Umur
Jalur
1 19
3-4
2 3 1
20
3-4 2
Sub Jalur 1 2 1 2 1 2 1 2 3 1 2 3
LBDs (m2/ha) Pohon
Kopi
0,18 0,06 0,07 0,14 0,12 0,06 0,30 0,09 0,20 0,17 0,10 0,16
0,01 0,03 0,03 0,03 0,02 0,03 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00
Biomassa Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 641,94 20,76 0,00 0,00 0,00 242,00 111,02 0,00 0,00 0,00 188,74 114,92 76,69 0,00 0,01 2.414,41 110,81 76,69 0,00 0,00 356,41 94,21 0,00 0,00 0,00 478,88 117,15 0,00 0,00 0,00 1.044,26 0,00 0,00 0,00 0,00 275,54 0,00 0,00 0,00 0,00 658,32 31,59 0,00 0,00 0,00 594,25 0,00 2.223,93 0,00 0,00 329,87 0,46 1.380,37 0,00 0,00 500,90 0,00 1.226,99 0,00 0,00
Serasah 0,00 0,00 4.676,26 6.115,11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 719,42 719,42 719,42
Karbon Hidup (kg/ha) Mati (kg/ha) Tumbuhan Pohon Kopi Nekromassa Tunggak Bawah 320,97 10,38 0,00 0,00 0,00 121,00 55,51 0,00 0,00 0,00 94,37 57,46 38,34 0,00 0,00 1.207,21 55,41 38,34 0,00 0,00 178,20 47,10 0,00 0,00 0,00 239,44 58,57 0,00 0,00 0,00 522,13 0,00 0,00 0,00 0,00 137,77 0,00 0,00 0,00 0,00 329,16 15,80 0,00 0,00 0,00 297,12 0,00 1.111,96 0,00 0,00 164,94 0,23 690,18 0,00 0,00 250,45 0,00 613,50 0,00 0,00
Serasah 0,00 0,00 2.338,13 3.057,55 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 359,71 359,71 359,71