POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK)
USAHA PENGOLAHAN TAPIOKA
1
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
2
KATA PENGANTAR Cetakan syariah Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan dan penyediaan informasi. Salah satu informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia adalah buku pola pembiayaan. Sampai saat ini, telah tersedia 106 judul komoditi. Buku pola pembiayaan tersebut semua mengunakan sistem konvensional (suku bunga). Untuk mendukung perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang makin pesat pada tahun-tahun terakhir ini, Bank Indonesia mengusahakan penyediaan buku pola pembiayaan dengan sistem syariah. Buku pola pembiayaan syariah yang disediakan merupakan konversi dari data dan informasi buku yang sudah diterbitkan, meskipun beberapa sudah dilakukan pembaharuan data, tapi bagi peminat yang ingin memanfaatkannya disarankan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Dari 106 judul buku pola pembiayaan yang sudah tersedia, sampai dengan tahun 2009 Bank Indonesia telah mengkonversikan ke sistem syariah sebanyak 30 judul buku. Tahun 2010 ini, satu diantara buku pola pembiayaan yang dikonversikan ke sistem syariah adalah usaha budidaya pengolahan tepung tapioka. Diantara sekian banyak akad pembiayaan syariah, usaha budidaya pengolahan tepung tapioka tersebut dibiayai dengan akad murabahah (jual beli). Pemilihan akad tersebut mengacu pada karateristik dari komponen yang dibiayai. Akad murabahah sesuai untuk pembiayaan komponen fisik seperti mesin dan bahan baku. Keragaman jenis akad tersebut memberi kemudahan baik bagi LKM maupun nasabah untuk menentukan komponen yang perlu untuk dibiayai dengan dana pinjaman syariah. Penyusunan pola pembiayaan dengan sistem syariah ini, Bank Indonesia memperoleh bantuan dari banyak pihak, khususnya PT. Bank
i
Syariah Mandiri*) serta berbagai nara sumber korespodensi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan syariah ini, Bank Indonesia cq Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) menyampaikan terimakasih. Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini dan atau ingin mengajukan pertanyaan terkait isi dalam buku ini dapat menghubungi: DKBU - Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM (TP3KU), Bank Indonesia dengan alamat: Gedung D, Lantai 8, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110 Telp: (021) 381-7412, Fax: (021) 351 – 8951 Email:
[email protected] Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM dan Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta, November 2010 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
*) PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah PT. Bank Negara Indonesia Syariah PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia PT. Bank Syariah Mega Indonesia
ii
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA No
Unsur Pembiayaan
Uraian
1
Jenis Usaha
Industri Pengolahan Tepung Tapioka
2
Skala Usaha
Usaha Kecil
3
Lokasi Usaha
Kabupaten Lampung Timur
4
Dana yang diperlukan
-
5
Sumber Dana
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan modal sendiri
6
Plafon Pembiayaan dan a. Plafon pembiayaan dari LKS kontribusi nasabah - Pembiayaan investasi Rp102.000.000,- Pembiayaan modal kerja Rp152.100.000,b. Kontribusi nasabah - Biaya investasi Rp163.000.000,- Biaya modal kerja Rp102.684.375,- Total Rp265.684.375,-
7
Akad Pembiayaan
Kebutuhan pembiayaan syariah untuk usaha pengolahan tepung tapioka dipenuhi dengan akad murabahah (jual beli), hal ini karena sifat kebutuhan pembiayaan adalah untuk pembelian mesin dan bahan baku
8
Jangka waktu pembiayaan
Jangka waktu kredit adalah 4 tahun , tanpa tenggang waktu
Investasi Rp265.000.000,Modal Kerja Rp254.784.375,Total Rp519.784.375,-
iii
9
Perhitungan margin
Merujuk pada kesepakatan dan kelaziman akad jual beli dengan mempertimbangkan expected return bank
10
Tingkat margin bank (murabahah)
8,0%
11
Periode pembayaran pembiayaan
Angsuran pokok dan margin dibayarkan setiap bulan
12
Pola Usaha - Periode Proyek - Kapasitas Produksi -
Tingkat Teknologi Produk yang dihasilkan Pemasaran produk
5 tahun 12 Ton tapioka/per hari atau Rp10.800.000,Mekanik Sederhana Tepung tapioka dan Onggok Tepung tapioka dijual ke agen dengan harga Rp 900 /kg dan Onggok dijual ke agen pabrik saus dan obat nyamuk dengan harga Rp 300/kg
13
Kelayakan Usaha
a. Total margin yang diperoleh dari pembiayaan investasi dan modal kerja adalah Rp36.648.000,b. Usaha pengolahan tepung tapioka, mampu menghasilkan keuntungan yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban pembiayaan kepada LKS c. Usaha pengolahan tepung tapioka layak untuk diusahakan
iv
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................... RINGKASAN .............................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR FOTO ........................................................................................... DAFTAR BAGAN .......................................................................................
i iii v vii vii vii
I
Pendahuluan ..................................................................................
1
II
Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ............................................... 2.1. Profil Usaha ......................................................................... 2.2. Pola Pembiayaan ................................................................
5 5 8
III
Aspek Pemasaran .......................................................................... 3.1. Permintaan dan Penawaran ............................................. 3.1.1. Permintaan ................................................................ 3.1.2. Penawaran................................................................. 3.1.3. Persaingan ................................................................. 3.2. Persaingan dan Peluang Pasar ......................................... 3.2.1.Harga .......................................................................... 3.2.2. Jalur Pemasaran Produk ........................................... 3.2.3. Kendala Pemasaran .................................................
9 9 9 10 11 11 11 12 13
IV
Aspek Produksi ............................................................................. 4.1. Loksai Usaha ...................................................................... 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan ....................................... 4.3. Bahan Baku ........................................................................ 4.4. Tenaga Kerja ......................................................................
15 15 15 16 16
v
4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9.
Teknologi ........................................................................... Proses Produksi .................................................................. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ...................................... Produksi Optimum ............................................................. Kendala Produksi ...............................................................
17 17 21 21 21
V
Aspek Keuangan ............................................................................ 5.1. Pemilihan Usaha ................................................................ 5.2. Pemilihan Paket Usaha dan Pembiayaan ......................... 5.3. Asumsi ............................................................................ 5.4. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional........... 5.5. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja ......... 5.6. Produksi dan Pendapatan .................................................. 5.7. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point (BEP) .............. 5.8. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ......................... 5.9. Analisis Sensitivitas Kelayakan Proyek ............................
23 23 24 27 29 31 32 33 35 37
VI
Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan ....................... 6.1. Aspek Sosial Ekonomi ........................................................ 6.2. Dampak Lingkungan ..........................................................
39 39 39
VII
Penutup ........................................................................................ 7.1. Kesimpulan ........................................................................ 7.2. Saran ............................................................................
41 41 42
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
43
vi
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
DAFTAR TABEL 2.1. 2.2. 3.1. 3.2. 4.1. 4.2. 5.1. 5.2. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7.
Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong .................................. Perusahaan, Kapasitas Produksi dan Sumber Dana ..................... Ekspor Tapioka Indonesia tahun 1997 .......................................... Perkembangan Harga Tapioka ...................................................... Fasilitas dan Peralatan Produksi.................................................... Perbedaan Teknologi Pengolahan Tapioka .................................. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan ........................ Komponen Biaya Investasi Pengolahan Tapioka.......................... Kebutuhan Modal Kerja dan Investasi ......................................... Proyeksi Produksi dan Pendapatan............................................... Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP) ........................... Proyeksi Arus Kas ...........................................................................
5 6 10 12 15 17 28 29 32 33 34 36
DAFTAR FOTO 1.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Singkong......................................................................................... Pencucian Singkong ....................................................................... Pemerasan / Pengepresan.............................................................. Tepung Hasil Endapan yang Siap Dikeringkan ............................ Pengeringan Tapioka dengan Sinar Matahari ............................. Tepung Tapioka ............................................................................
1 18 19 20 20 21
DAFTAR BAGAN 3.1.
Alur Pemasaran Produk .................................................................
12
vii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB I PENDAHULUAN
Singkong (manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Singkong merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka.
Foto 1.1: Singkong Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu industri pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan
1
Pendahuluan produksinya sangat tergantung pada musim, kedua; semi modern yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (oven) dalam melakukan proses pengeringan dan yang ketiga; full otomate yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas. Selain menghasilkan tepung, pengolahan tapioka juga menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava. Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari wilayah Pulau Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara permintaan pasar luar negeri berasal dari beberapa negara ASEAN dan Eropa. Di Indonesia, industri tepung tapioka memiliki asosiasi yaitu Assosiasi Tepung Tapioka Indonesia (ATTI) yang berpusat di Jakarta. Keberadaan asosiasi ini belum begitu dirasakan oleh pihak-pihak terkait terutama petani yang tidak dapat menikmati harga singkong sesuai dengan kesepakatan antara pemda, petani dan pengusaha. Sementara pengusaha tidak dapat memperoleh bahan baku secara langsung dari petani. Asosiasi ini diharapkan dapat berperan dalam pengendalian harga pasar tepung tapioka, harga bahan baku serta akses permodalan bagi pengusaha, sehingga industri tapioka dapat berkembang dalam rangka memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.
2
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Industri tapioka mulai marak tahun 1980-an. Dalam melakukan usaha selama ini, industri pengolahan tapioka menggunakan modal sendiri dan sebagian menggunakan modal dari perbankan dan bantuan dari BUMN serta kemitraan. Di kabupaten Lampung Timur usaha ini cukup berkembang dan pemerintah telah mempermudah perizinan dan aktif melakukan pembinaan, disamping itu hampir seluruh perbankan di Lampung Timur membiayai usaha ini. Industri tapioka yang terdapat di Propinsi Lampung, terutama yang berada di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah survei dalam penyusunan buku ini, pada tahun 2003 memiliki 38.964 hektar lahan untuk penanaman singkong yang menghasilkan 592.358 ton singkong dan memiliki 31 perusahaan menengah besar yang terdaftar di Dinas Pertanian, disamping puluhan perusahaan menengah kecil yang merupakan industri tapioka rakyat (Dinas Pertanian Lampung Timur, 2004). Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang kegiatan usaha pengolahan tepung tapioka, maka dalam buku lending model ini beberapa aspek yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek produksi, aspek keuangan, aspek ekonomi dan aspek lingkungan akan dijelaskan. Selanjutnya dalam rangka menyebarluaskan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat luas, maka buku pola pembiayaan usaha pengolahan tepung tapioka ini akan di ungguh (up load) dalam Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) yag sudah terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui website Bank Indonesia (www. bi.go.id).
3
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1.
Profil Usaha
Ubi kayu atau singkong merupakan bahan baku utama industri tapioka. Di Propinsi Lampung, pabrik tapioka dapat mengolah sekitar 40005000 ton perhari. Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu wilayah penghasil utama singkong. Tabel berikut ini menyajikan perkembangan luas areal dan jumlah produksi pada tahun 2003. Tabel 2.1. Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong Kecamatan
Luas (hektar)
Produksi (ton)
Metro Kibang
512
9,417
Batanghari
344
11,325
Sekampung
710
9,375
Marga Tiga
2,755
30,488
Sekampung Udik
1,468
28,207
Jabung
1,433
13,978
Pasir Sakti
98
1,140
Waway Karya
919
11,450
Labuhan Maringgai
563
5,003
Mataram baru
325
4,973
Bandar Sri Bawono
616
10,792
Melinting
578
9,042
Gunung Pelindung
55
1,838
Way Jepara
485
6,350
5
Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Braja Selebah
515
8,025
Labuhan Ratu
3,789
54,145
Sukadana
9,810
147,838
Bumi Agung
1,740
31,924
Batanghari Nuban
8,269
135,992
936
8,858
Raman Utara
2,261
37,745
Purbolinggo
144
3,310
Way Bungur
639
11,183
38,964
592,398
Pekalongan
Jumlah Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur
Jumlah perusahaan tepung tapioka yang tercatat pada Dinas Pertanian Lampung Timur saat ini sebanyak 31 perusahaan dengan kapasitas 56.927,08 ton. Tabel 2.2. menyajikan perusahaan tapioka di Kabupaten Lampung Timur dengan kapasitas produksinya. Tabel 2.2. Perusahaan, Kapasitas Produksi, dan Sumber Dana Kecamatan Batanghari
6
Nama Perusahaan
Kapasitas (ton)
Sumber Dana
PT Wira Kencana
6.500,00
Swasta
Adi Perdana PT Eka Inti Tapioka PT Sumber Agung Hendra Sumardi Sumber Maju Anugrah Jaya Sejahtera Mandiri Tohalo Kopastara
6.000,00 1.600,00 1.350,00 547,20 547,20 820,80 410,40 n.a
Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta n.a
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka
Pekalongan
Sukadana
Bumi Agung Labuhan Ratu Way Jepara Sekampung Udik Raman Utara
Ngudi Makmur Wahyu Utama Surya Perdana Warga Sehati I Warga Sukabumi Warga Sehati II Sinar Metro Wonosari Mini Surya Pudana Muara jaya Sido Rukun Rukun Santosa Sido Rukun Harapan Sejahtera Surya Perdana Lestari Jaya PT Bumi Acid PT Umas Jaya
Sentral Intan Way Raman Waliyem Way Bungur Subur Jaya Jumlah 31 perusahaan Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur
820,00 382,04 383,04 339,00 n.a 665,00 1,440,00 630,00 1,200,00 n.a 638,40 912,00 1.200,00 684,00 450,00 n.a 12.500,00 15.084,00
Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Pembangunan Swasta Swasta Swasta Pembangunan Swasta Swasta Pembangunan Swasta Swasta
n.a n.a 912,00 912,00 56.927,08
Swasta Swasta Swasta Swasta
Dari tabel tersebut diketahui sebagian besar sumber pendanaan usaha berasal dari swasta. Sumber pendanaan yang berasal dari pembangunan merupakan dana pemerintah yang disalurkan melalui dinas pertanian. Sementara industri tapioka yang disurvei belum tercatat di Dinas Pertanian Lampung Timur. Industri tapioka tersebut tergabung pada asosiasi industri tapioka rakyat yaitu Industri Tapioka Rakyat atau ITTARA Mandiri. Sumber pendanaan industri tapioka yang tergabung pada ITTARA Mandiri dari perbankan yaitu BRI, Bank Mandiri, kemitraan dan Pertamina.
7
Profil Usaha dan Pola Pembiayaan 2.2.
Pola Pembiayaan
Dalam menjalankan usaha pengolahan tapioka, sumber modal pengusaha terdiri dari modal sendiri dan atau bantuan pihak lain maupun dari kredit perbankan konvensional dengan proporsi yang sangat beragam. Selain dari modal tersebut, pada beberapa tahun terakhir pengusaha pengolahan tapioka dilokasi kajian juga mendapatkan bantuan permodalan dari PT. Pertamina. Pembiayaan yang berasal dari perbankan meliputi kredit modal kerja dan investasi. Untuk modal investasi, pengusaha wajib memiliki 30% modal investasi dan pihak bank membiayai 70% modal investasi. Tingkat bunga kredit yang disalurkan perbankan di Wilayah Lampung Timur adalah 13% (Bank Mandiri) dan 22% (BRI) per tahun dengan sistem angsuran bulanan, dengan jangka waktu 12 bulan dengan pembayaran efektif menurun. Tingkat bunga kredit yang diperoleh dari BUMN sebesar 6% per tahun dengan jangka waktu 12 bulan, angsuran per bulan dengan pinjaman maksimal Rp50 juta. Sumber pembiayaan selain dari bank konvesional di atas juga dapat berasal dari perbankan syariah. Merujuk pada perkembangan perbankan syariah, maka pada buku ini akan disampaikan contoh pembiayaan syariah. Salah satu contoh alternatif produk syariah yang digunakan untuk pembiayaan usaha pengolahan tapioka adalah murabahah (jual beli). Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis kredit/pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (permodalan), collateral (jaminan) dan condition (kondisi). Usaha pengolahan singkong di wilayah Lampung Timur telah banyak dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas Pertanian Lampung Timur telah mengeluarkan kebijakan tentang harga beli bahan baku di tingkat petani, namun Dinas Industri dan Perdagangan Lampung Timur belum memiliki peraturan khusus yang mengatur perdagangan tapioka terutama kebijakan mengenai harga jual, standar produk serta pemasaran tepung tapioka.
8
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
BAB III ASPEK PEMASARAN
3.1.
Permintaan dan Penawaran
3.1.1. Permintaan a.
Pasar Dalam Negeri Permintaan tepung tapioka di Indonesia cenderung meningkat karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Selama ini, sebagian besar hasil produksi tapioka hanya mampu memenuhi kebutuhan beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Surabaya, Bogor, Indramayu dan Tasikmalaya. Pada tahun 1996 sampai 2001 Indonesia menghasilkan rata-rata 15 sampai 16 juta ton tapioka dari industri tapioka yang berlokasi di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Jumlah produksi tapioka yang terserap pasar dalam negeri sebanyak 13 juta ton dan permintaan dalam negeri mengalami peningkatan 10% per tahun. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan produksi Pulau Jawa dan Sulawesi. (foodmarketexchange.com). Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia. Tepung tapioka Indonesia sangat berpeluang untuk meraih pasar Asia dan Eropa. Ketersediaan lahan dan bahan baku serta tenaga yang murah menyebabkan produk Indonesia mampu bersaing dalam harga. b.
Pasar Ekspor Ekspor tapioka Indonesia telah menjangkau berbagai negara di Asia
9
Aspek Pemasaran dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea (54%) dan Cina (30%) dari total ekspor (Tabel 3.1). Luasnya negara tujuan ekspor di beberapa negara Asia dan Eropa menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini sangat potensial. Tabel 3.1. Ekspor Tapioka Indonesia Tahun 1997 Total Ekspor Negara Tujuan (Dari Berbagai Bentuk) (kg) Korea 120.797.083 Cina 67.502.292 Belanda 20.400.000 Malaysia 2.342.962 Jerman 4.500.000 Swiss 3.000.000 Jepang 762.000 Pilipina 558.000 Taiwan 570.000 Inggris 26.600 Singapura 247.000 Vietnam 697.920 Sumber: Biro Pusat Statistik 1997
Nilai Ekspor (FOB) (US$) 12.125.792 5.473.891 1.371.550 436.884 328.000 165.000 154.570 107.884 85.500 57.399 53.106 41.875
3.1.2. Penawaran Seperti dikemukakan pada bab sebelumnya, produksi tepung tapioka di Lampung Timur pada tahun 2003 mencapai 56.927,08 ton (yang tercatat pada Dinas Pertanian) di mana produksi tersebut belum mampu memenuhi pasar dalam negeri. Selain Kabupaten Lampung Timur terdapat beberapa daerah produksi tapioka lainnya seperti Lampung Tengah, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur maupun Sulawesi. Wilayah nusantara yang subur dan tanaman singkong yang mudah tumbuh menyebabkan potensi pengolahan tepung tapioka semakin terbuka lebar.
10
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 3.1.3. Persaingan dan Peluang Pasar Indonesia adalah produsen nomor dua di Asia setelah Thailand. Produksi rata-rata tapioka Indonesia mencapai 15-16 ton, sedangkan Thailand 30 juta ton tapioka pertahun dan Vietnam berada pada urutan ketiga yaitu 2-3 juta ton tapioka per tahun. Perdagangan bebas yang akan dilaksanakan di masa mendatang akan memberikan dampak positif terhadap produk pertanian Indonesia, termasuk industri tapioka. Ditinjau dari segi harga dan kualitas, tapioka Indonesia dapat bersaing dengan Thailand. Sebagaimana diungkapkan foodmarketexchange.com, bahwa tapioka Indonesia merupakan salah satu ancaman bagi pasar tapioka Thailand. Peluang pasar tapioka Indonesia masih sangat terbuka terutama pasar Eropa seperti Spanyol, Belanda, Jerman, Prancis dan Portugal. Disamping itu pasar dalam negeri yang sampai saat ini belum dapat terpenuhi. 3.2.
Aspek Pemasaran
3.2.1. Harga Harga tepung tapioka ditentukan oleh kualitas tepung tapioka dan harga bahan baku, yakni singkong. Kualitas tepung yang baik adalah tepung tapioka yang berwarna putih dan empuk. Di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah survei regulasi yang mengatur perdagangan singkong dan tepung tapioka belum ada sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan harga yang lebar pada tingkat produsen dan petani. Harga singkong di tingkat petani Rp80,- per kilogram, sementara industri tepung tapioka mampu membeli singkong dengan harga antara Rp165,- hingga Rp225,- per kilogram. Regulasi tersebut dimaksudkan agar petani sebagai produsen bahan baku dapat membiayai dan tetap melangsungkan usahanya. Sementara regulasi perdagangan tapioka
11
Aspek Pemasaran dimaksudkan agar terjadi kestabilan harga. Penurunan harga tapioka ditingkat produsen di Kabupaten Lampung Timur tersebut disebabkan oleh tidak adanya regulasi perdagangan tapioka. Pedagang perantara memiliki peran yang signifikan terhadap penentuan harga tersebut. Tabel 3.2. menunjukkan perkembangan harga tepung tapioka ditingkat produsen dengan kualitas baik mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir ini. Tabel 3.2. Perkembangan Harga Tapioka Tahun 2004 2003 2002 2001
Harga (Rp/kg) 525 - 1.300 800 - 1.600 1.350 - 1.700 1.700 - 1.800
Sumber: Data primer, diolah Harga tepung tapioka Rp525,- sampai Rp1.300,- per kilogram di tingkat pengusaha, sedangkan harga rata-rata Rp800,- sampai Rp900,- per kg, dan harga pada tingkat konsumen akhir mencapai Rp2.300,- per kilogram. 3.2.2. Jalur Pemasaran Produk Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil survei, jalur pemasaran produk tapioka di Lampung Timur masih sederhana. Alur pemasaran tapioka tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini: Bagan 3.1. Alur Pemasaran Produk
PENGUSAHA
PEDAGANG PERANTARA
PENGEPUL
Sumber: Data Primer
12
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
KONSUMEN AKHIR
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Dalam memasarkan tapioka, pengusaha menjual ke pedagang perantara yang kemudian dijual ke pengepul. Dari pengepul tersebut, tapioka didistribusikan ke pasar di Jawa, industri pengolahan yang menggunakan bahan baku tapioka dan pedagang pengecer di pasar. 3.2.3. Kendala Pemasaran Salah satu kendala pemasaran tapioka terletak pada minimnya informasi mengenai harga dan jumlah permintaan pasar yang dapat diperoleh pengusaha. Selain tidak memiliki informasi pasar yang sempurna, belum adanya regulasi mengenai perdagangan seperti standar produk dan pemasaran juga menjadi kendala usaha ini. Disamping itu, mutu bahan baku juga menentukan kualitas tapioka. Kualitas bahan baku sering tidak selalu baik, karena masih banyak petani yang menerapkan pola panen singkong yang tidak optimal, di mana petani sering kali memanen singkong lebih dini dari usia panen yang seharusnya yakni singkong belum berumur 7 bulan. Padahal singkong yang menghasilkan mutu tapioka yang baik berumur lebih dari 7 bulan. Menurunnya kualitas tapioka tersebut menyebabkan rendahnya harga jual tapioka dan tepung tidak bertahan lama. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan pembinaan mulai dari penyediaan bahan baku sampai dengan pemasaran produk. Dalam peyediaan bahan baku diperlukan kemitraan antara petani dan pengusaha agar ketersediaan dan kualitas bahan baku tetap terjaga. Dalam hal pemasaran produk diperlukan regulasi dan pembinaan akses pasar bagi pengusaha industri tapioka.
13
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB IV ASPEK PRODUKSI
4.1.
Lokasi Usaha
Lokasi pengolahan tapioka sebaiknya dipilih wilayah yang memiliki sumber air dan akses yang baik terhadap panas matahari. Panas matahari merupakan faktor produksi yang penting bagi industri pengolahan tapioka, dengan demikian, lokasi usaha yang memiliki akses yang baik terhadap panas matahari akan mendukung keberhasilan usaha pengolahan tapioka, karena umumnya pengusaha kecil pada bidang pengolahan tapioka belum mampu menyediakan teknologi pengeringan tapioka. Ketersediaan air juga sangat penting, terutama untuk pencucian dan penyaringan tepung. 4.2.
Fasilitas Produksi dan Peralatan
Untuk memproduksi tapioka, dengan kapasitas 30 ton singkong per hari dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1. Tabel. 4.1. Fasilitas dan Peralatan Produksi No
Asumsi
Satuan
Jumlah/nilai
1
Mesin Penggerak/Generator
buah
2
2
Mesin Parut
buah
2
3
Mesin Pompa
buah
2
4
Mesin Ayakan
buah
10
5
Bak Kaca
m2
25
6
Bak Penampung
buah
4
15
Aspek Produksi
7
Alat Semprot
buah
1
8
Saringan
buah
10
9
Bambu
buah
1000
10
Pipa
set
1
11
Rak
m2
16
12
Tambir
buah
10.000
13
Mesin Induk
buah
1
14
Timbangan
buah
2
Sumber: Data Primer, diolah Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas fasilitas dan peralatan produksi yang digunakan. Masing-masing peralatan memiliki fungsi yang bebeda. Mesin induk merupakan mesin yang menjadi pusat dari seluruh proses produksi. 4.3.
Bahan Baku
Bahan baku tepung tapioka adalah singkong yang diperoleh melalui pemasok. Singkong yang dipanen setelah berumur 7 sampai 10 bulan akan menghasilkan tapioka berkualitas baik. 4.4.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada industri tapioka tidak memerlukan keahlian khusus. Jumlah tenaga kerja ditentukan oleh kapasitas produksi dan teknologi yang digunakan. Besarnya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan tapioka ditentukan oleh volume produksi. Semakin tinggi volume produksi semakin besar jumlah tenaga kerja yang diserap. Tenaga kerja yang dibutuhkan meliputi seluruh proses produksi dari pengupasan sampai pada pengeringan produk.
16
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 4.5.
Teknologi
Pengolahan tapioka memiliki beberapa tingkatan teknologi. Tingkatan teknologi tersebut adalah tradisional atau mekanik sederhana, semi modern, dan full otomate. Perbedaan teknologi pengolahan tapioka dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini Tabel 4.2. Perbedaan Tekonologi Pengolahan Tapioka Tradisional
Semi Modern
Full Otomate
Pengupasan
Manual
Manual
Mesin
Pencucian
Manual
Manual
Mesin
Pemarutan
Mesin
Mesin
Mesin
Pemerasan
Mesin
Mesin
Mesin
Pengendapan
Manual
Manual
Mesin
Pengeringan
Sinar Matahari
Oven
Mesin
Proses
Sumber: Data Primer Untuk pembuatan tapioka pada industri kecil menggunakan teknologi mekanik sederhana. Pada teknologi ini, sebagian proses produksi menggunakan mesin penggerak untuk melakukan pemarutan dan pengepresan, sedangkan pengeringan masih mengandalkan bantuan sinar matahari. 4.6.
Proses Produksi
1.
Pengupasan Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk memisahkan daging singkong dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih singkong berkualitas tinggi dari
17
Aspek Produksi
2.
singkong lainnya. Singkong yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka dan dijadikan pakan ternak. Pencucian Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremasremas singkong di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan kotoran pada singkong.
Foto 4.1 : Pencucian Singkong 3.
4.
18
Pemarutan Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu : a. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya. b. Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator Pemerasan/Ekstraksi Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu: a. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan cara manual menggunakan kain saring, kemudian diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam ember.
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka b. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang (sintrik). Bubur singkong diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.
Foto 4.2: Pemerasan/Pengepresan
5.
Pengendapan Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan.
19
Aspek Produksi
Foto 4.3: Tepung hasil endapan yang siap dikeringkan 6.
Pengeringan Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara menjemur tapioka dalam nampan atau widig atau tambir yang diletakkan di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung tapioka yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19%.
Foto 4.4: Pengeringan tapioka dengan sinar matahari
20
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 4.7.
Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi
Untuk menghasilkan tepung tapioka yang berkualitas, dibutuhkan singkong yang memiliki kadar tepung tinggi yaitu singkong yang dipanen setelah berusia lebih dari 7 bulan.
Foto 4.5: Tepung Tapioka 4.8.
Produksi Optimum
Produksi optimal tepung tapioka ditentukan oleh kualitas bahan baku. Dengan kualitas bahan baku yang baik, satu ton singkong dapat menghasilkan 400 kilogram tapioka dan 160 kilogram onggok. 4.9.
Kendala Produksi
Kendala dalam industri pengolahan singkong ini adalah ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku sangat penting karena apabila terjadi kelangkaan bahan baku maka produksi akan macet. Untuk itu, kemitraan dengan petani sebagai pemasok bahan baku sangat diperlukan. Disamping untuk menjamin ketersediaan bahan baku, kemitraan ini juga untuk menjamin kualitas bahan baku.
21
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB V ASPEK KEUANGAN
Analisis aspek keuangan diperlukan untuk membantu pihak Lembaga Keuangan Syariah/LKS mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan pembiayaan yang diperoleh dari LKS. Analisis keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pengolahan tepung tapioka. 5.1.
Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah
Produk pembiayaan konvensional hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga. Sedangkan pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel. Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (lampiran 1). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk. Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil
23
Aspek Keuangan diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya. Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak LKS maupun pengusaha guna memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak LKS, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat risiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda. 5.2.
Pemilihan Pola Usaha dan Pembiayaan
5.2.1. Pemilihan Usaha Usaha pengolahan tapioka harus memperhatikan ketersediaan bahan baku, musim dan modal. Untuk usaha yang menggunakan mesin pengering, faktor alam seperti sinar matahari dan musim tidak menjadi kendala yang berarti, namun baik teknologi sederhana, semi modern maupun full otomate faktor ketersediaan air harus tetap diperhatikan. Usaha pengolahan tepung tapioka di Indonesia masih potensial untuk dilaksanakan karena Indonesia masih memiliki lahan yang potensial untuk penanaman singkong, sehingga ketersediaan bahan baku untuk industri tapioka dapat terjamin. Disamping itu, industri pengolahan tapioka dapat dilakukan dengan teknologi yang sederhana dan tidak membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus. 5.2.2. Pola Usaha dan Pembiayaan Pola usaha yang dipilih adalah pengolahan tepung tapioka. Kegiatan
24
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka ini mempunyai prospek usaha yang cukup baik. Mengingat komoditas yang dihasilkan dapat menjadi pengganti dari sumber bahan pakan utama yakni beras. Apabila dilihat dari trend permintaan dari komoditas maka terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Agar menjadi suatu kegiatan usaha yang utuh, maka pola usaha ini merupakan kegiatan yang terintegrasi antara perusahaan pengolah tepung tapioka dan petani singkong sebagai penyedia bahan baku melalui pola kemitraan. Perhitungan analisis keuangan ini didasarkan pada kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka. Model kelayakan usaha merupakan pengembangan usaha yang telah berjalan dan diharapkan dapat mendorong kemandirian usaha serta upaya replikasi usaha ini di wilayah lain. Pada buku ini, model kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka diasumsikan untuk usaha baru atau peremajaan usaha. Kebutuhan pembiayaan yang diperlukan meliputi biaya investasi dan modal kerja yang dipenuhi dengan pembiayaan yang bersumber dari pengusaha dan LKS. Pembiayaan yang diberikan oleh LKS meliputi biaya investasi untuk pembelian mesin penggerak dan mesin ayakan. Sedangkan biaya modal kerja berupa pembelian bahan baku. Jangka waktu pembiayaan investasi selama 3 tahun, sedangkan pembiayaan modal kerja selama 1 tahun dan dapat diperpanjang setiap tahunnya. Merujuk pada system keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, sistem pembiayaan syariah yang sesuai untuk pembiayaan investasi dan modal kerja dimaksud adalah akad murabahah (jual beli). Pertimbangannya adalah karena dengan produk murabahah pengusaha dapat membiayai pengadaan barang/peralatan/mesin/bahan baku sesuai kemampuannya. Di samping itu pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen.
25
Aspek Keuangan 5.2.3. Produk Murabahah Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat). Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain: 1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan. 2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad. 3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan. 4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan. 7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan:
26
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka a. Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah, b. Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. 5.3.
Asumsi
Analisis keuangan suatu proyek terdiri dari proyeksi penerimaan dan pengeluaran selama periode proyek. Analisis keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai pendapatan dan biaya, kemampuan melunasi kredit dan kelayakan proyek. Penyusunan analisa keuangan dalam buku ini menggunakan beberapa asumsi yang didasarkan pada hasil pengamatan lapangan serta masukan dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan serta referensi yang mendukung dalam penentuan parameter yang digunakan. Tabel 5.1. menyajikan asumsi dan parameter yang digunakan dalam analisis keuangan. Tenaga kerja tetap, termasuk di dalamnya tenaga kerja manajerial, berjumlah 6 orang dengan upah Rp750.000 per orang per bulan. Dari hasil survai, pemilik usaha kecil pengolahan tapioka sekaligus bertindak sebagai tenaga manajerial yang gajinya sama dengan tenaga kerja tetap.
27
Aspek Keuangan Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan No
Satuan
Jumlah/Nilai
1
Periode proyek
Asumsi
tahun
5
2
Luas tanah
hektar
3
3
Hari kerja per bulan
hari
25
bulan
12
hari
300
- Kapasitas maksimum per hari
ton
30
- Produksi per bulan
ton
195
- Produksi per tahun
ton
2,340
- Harga tapioka per ton
Rp
900,000
- Produksi onggok per bulan
ton
62
Rp/ton
300,000
- Tapioka
%
25%
- Onggok
%
8%
- Bulan kerja per tahun - Hari kerja tenaga borongan 4
Produksi dan Harga
- Harga onggok 5
6
7
Rendemen per ton bahan baku
Penggunaan tenaga kerja - Tenaga manajerial
orang
- Tenaga kerja tetap
orang
6
- Tenaga kerja borongan
orang
20
Upah tenaga kerja per hari - Tenaga manajerial
Rp/orang
- Tenaga kerja tetap
Rp/orang
25,000
- Tenaga kerja borongan
Rp/orang
15,000
ton
780
Rp/ton
195,000
%
8.0%
tahun
5
8
Bahan Baku per bulan
9
Harga bahan baku
10
Margin Pembiayaan Mudarabah
11
Jangka waktu Pembiayaan
Sumber : Lampiran 2
28
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 5.4.
Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional
a.
Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) untuk melakukan pengolahan tepung tapioka. Biaya investasi industri pengolahan tapioka meliputi perizinan, sewa tanah dan bangunan, mesin dan peralatan. Jumlah biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0 sebesar Rp265.000.000. Selama periode proyek, terdapat beberapa komponen biaya investasi yang harus melakukan reinvestasi pada tahun-tahun berikutnya, antara lain sewa tanah dan bangunan serta peralatan lain seperti kain saringan, rak bambu, dan tambir. Tabel 5.2. Komponen Biaya Investasi Pengolahan Tapioka No. 1 2 3
Jenis Biaya Perijinan Sewa tanah dan bangunan Mesin/Peralatan Jumlah
Nilai (Rp) 0 30,000,000 235,000,000
Persentase 0.00% 11.32% 88.68%
265,000,000
Sumber : Lampiran 3 b.
Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang besarnya tergantung pada jumlah produk. Komponen biaya operasional dalam pengolahan tapioka ini meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead. Tabel 5.3. menunjukkan biaya operasional yang dibutuhkan untuk industri pengolahan tapioka ini.
29
Aspek Keuangan Tabel 5.3. Biaya Operasional Pengolahan Tapioka
No
1
Input
Tenaga kerja - Tetap - Tidak tetap
2
3
4
5
Sub jumlah Bahan baku - Singkong Sub jumlah Biaya overhead - Solar - Listrik - Telepon Sub jumlah Transportasi - Penjualan output Perbaikan dan pemeliharaan alat
Satuan
orang/ bulan orang/ bulan
ton
liter/hari bulan bulan
ton/ bulan bulan
Harga per satuan (Rp)
Nilai per bulan (Rp)
Nilai per tahun (Rp)
750,000
4,500,000
54,000,000
15,000
7,500,000
90,000,000
12,000,000
144,000,000
195,000
152,100,000 152,100,000
1,825,200,000 1,825,200,000
1,850 400,000 2,000,000
1,156,250 400,000 2,000,000 3,556,250
13,875,000 4,800,000 24,000,000 42,675,000
10,000
1,950,000
23,400,000
250,000
250,000
3,000,000
169,856,250
2,038,275,000
Total
Dalam usaha pengolahan tepung tapioka ini modal kerja yang dibutuhkan diasumsikan selama 1,5 bulan, sehingga jumlah modal sebesar Rp254.784.375 Sumber : Lampiran 4
30
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Total biaya operasional yang dibutuhkan pada tahun pertama sejumlah Rp2.038.275.000. Biaya variabel pada tahun selanjutnya diasumsikan konstan karena kapasitas mesin yang tetap, biaya bahan baku merupakan harga yang telah disepakati antara petani, Pemerintah Daerah dan pengusaha. Jumlah tenaga kerja tidak tetap yang terlibat dalam usaha ini tergantung pada kapasitas mesin dan jumlah produksi sedangkan upah tenaga kerja tetap tidak mengalami kenaikan karena menyesuaikan dengan upah minimum propinsi. 5.5.
Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan dana untuk usaha pengolahan tapioka sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya meliputi biaya investasi Rp265.000.000,dan biaya modal kerja sebesar Rp254.784.375,-. Dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS dan dana milik sendiri. Kebutuhan dana investasi, pada contoh untuk usaha baru (start up) atau peremajaan usaha, komponen biaya investasi yang memperoleh pembiayaan LKS hanya untuk pengadaan mesin penggerak (2 unit) dan mesin ayakan (10 unit). Sedangkan peralatan lainnya diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha sebagai kontribusi dalam usaha. Modal kerja merupakan dana yang digunakan untuk operasional usaha. Pada usaha pengolahan tepung tapioka, modal kerja meliputi biaya operasional usaha selama satu setengah bulan. Berkaitan dengan kebutuhan modal kerja, komponen yang dibiayai oleh LKS adalah untuk pengadaan bahan baku berupa singkong sebesar Rp152.100.000,-. Kebutuhan komponen biaya modal kerja yang lain juga diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan. Keperluan dana investasi dan modal kerja merujuk pada asumsi dari contoh pembiayaan syariah ditampilkan pada tabel 5.4.
31
Aspek Keuangan Tabel 5.4. Kebutuhan Modal Kerja dan Investasi No 1
2 3
4
Uraian Total Biaya Investasi Pembiayaan untuk pembelian mesin penggerak, mesin ayakan Total Biaya modal kerja Pembiayaan pembelian bahan baku Total Biaya produksi a. Pembiayaan b. Modal sendiri Total pembiayaan dan margin a. Pembiayaan investasi Margin investasi b. Pembiayaan modal kerja Margin modal kerja c. Total margin
Jumlah (Rp) 265,000,000 102,000,000 254,784,375 152,100,000 519,784,375 254,100,000 265,684,375 290,748,000 102,000,000 24,480,000 152,100,000 12,168,000 36,648,000
Sumber : Lampiran 6 Jangka waktu pembiayaan untuk investasi adalah 3 tahun sedangkan untuk modal kerja adalah 1 tahun tanpa grace period. Pembiayaan modal kerja pada kenyataannya dapat diperpanjang lagi jangka waktunya disesuaikan dengan kemampuan pengusaha membayar. Tingkat margin pembiayaan yang digunakan untuk usaha baru (start up) adalah 8,0%. Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara bertahap dengan cara jumlah pembiayaannya dibagi jangka waktu pembiayaan dengan mempertimbangkan siklus produksinya. 5.6.
Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Output usaha pengolahan tapioka adalah onggok dan tepung tapioka. Dari penjualan output tersebut diperoleh pendapatan sebesar
32
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Rp2.330.640.000 yang diperoleh dari produksi tepung tapioka sebanyak 2.340 ton per tahun dengan harga jual Rp900/kg dan 749 ton per tahun onggok dengan harga jual Rp300/kg. Tabel 5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Harga No
Keterangan
Tapioka 1 Onggok 2 Jumlah Total
Satuan
ton ton
Jumlah
195 62
per satuan (Rp) 900,000 300,000
Pendapatan
Pendapatan
per bulan
per tahun
(Rp)
(Rp)
175,500,000 18,720,000 194,220,000
2,106,000,000 224,640,000 2,330,640,000
Sumber : Lampiran 5 5.7.
Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP)
Proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha pengolahan tapioka mampu memperoleh laba sebesar Rp196.917.760,dengan rata-rata profit margin tiap tahun sebesar 8,92% per tahun dan BEP rata-rata Rp380.238.319,- atau BEP produksi rata-rata 422 ton.
33
34
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Pajak (15%)
Laba setelah pajak
Profit on sales
BEP : Rupiah
D
E
F
G
34,750,193
Sumber : Lampiran 8
- Produksi – Ton
- Rupiah 422
380,238,319
896,997
- Total Biaya
BEP rata-rata
871,058
538
483,857,394
8.45%
196,917,760
- Biaya Operasional
BEP Rp/ton berdasarkan
BEP : Produksi – Ton
R/L sebelum pajak
C
231,667,952
20,328,000
d. Angsuran margin
pembiayaan
0
Angsuran pokok
c.
40,369,048
2,038,275,000
a. Biaya operasional
b. Penyusutan
2,098,972,048
Pengeluaran
B
2,330,640,000
1
Penerimaan
Uraian
A
No
891,797
871,058
430
386,858,001
8.89%
207,260,560
36,575,393
243,835,952
8,160,000
0
40,369,048
2,038,275,000
2,086,804,048
2,330,640,000
2
891,797
871,058
430
386,858,001
8.89%
207,260,560
36,575,393
243,835,952
8,160,000
0
40,369,048
2,038,275,000
2,086,804,048
2,330,640,000
3
Tahun
888,309
871,058
358
321,809,099
9.19%
214,196,560
37,799,393
251,995,952
0
0
40,369,048
2,038,275,000
2,078,644,048
2,330,640,000
4
888,309
871,058
358
321,809,099
9.19%
214,196,560
37,799,393
251,995,952
0
0
40,369,048
2,038,275,000
2,078,644,048
2,330,640,000
5
Tabel 5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP)
891,442
871,058
2,112
1,901,191,594
8.92%
1,039,831,998
183,499,764
1,223,331,762
36,648,000
0
201,845,238
10,191,375,000
10,429,868,238
11,653,200,000
Jumlah
Aspek Keuangan
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 5.8.
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan tapioka dan onggok selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional dan biaya tetap termasuk angsuran pokok pembiayaan, angsuran margin pembiayaan dan pajak penghasilan. Evaluasi untuk kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban angsuran kepada LKS. Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan diawal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 8,0% p.a., usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian usaha pengolahan tepung tapioka tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan. Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), Pay Back Period (PBP). Nilai IRR misalnya bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR, maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (LKS dan pengusaha).
35
36
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
254,784,375
519,784,375
519,784,375
2. Biaya Modal Kerja 3. Biaya Variabel/ Operasional 4. Angsuran Pokok Pembiayaan 5. Angsuran Margin Pembiayaan 6. Pajak (15%)
Total Arus Keluar
Arus Keluar untuk menghitung IRR Total Arus Kas untuk menghitung IRR Kumulatif Arus Kas 0
0
265,000,000
0
Arus Masuk untuk menghitung IRR Arus Keluar
1. Biaya Investasi
519,784,375
0
265,684,375
Total Arus Masuk
4. Nilai sisa
3. Modal Sendiri
152,100,000
b. Modal Kerja
0
102,000,000
0
a. Investasi
2. Pembiayaan
1. Penerimaan
Arus Masuk
Uraian
Sumber : Lampiran 9
D
C
B
A
No
8,160,000 36,575,393
20,328,000 34,750,193
51,186,807
51,186,807
2,073,025,193
234,816,414
183,629,607
2,104,850,393
2,147,010,393
34,000,000
186,100,000
2,279,453,193
2,038,275,000
30,000,000
2,330,640,000
2,330,640,000
0
0
0
0
3
418,446,021
183,629,607
2,104,850,393
2,147,010,393
36,575,393
8,160,000
34,000,000
2,038,275,000
30,000,000
2,330,640,000
2,330,640,000
0
0
0
0
2,330,640,000
Tahun
2,330,640,000
2
2,038,275,000
0
2,330,640,000
2,330,640,000
0
0
0
0
2,330,640,000
1
Tabel 5.7. Proyeksi Arus Kas
622,078,295
203,632,274
2,127,007,726
2,127,007,726
37,799,393
0
0
2,038,275,000
50,933,333
2,330,640,000
2,330,640,000
0
0
0
0
2,330,640,000
4
942,598,664
320,520,369
2,106,074,393
2,106,074,393
37,799,393
0
0
2,038,275,000
30,000,000
2,426,594,762
2,426,594,762
95,954,762
0
0
0
2,330,640,000
5
Aspek Keuangan
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 5.9.
Proyeksi Perolehan Margin Pembiayaan
Pola Pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha Pengolahan Tepung Tapioka adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan satu contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha baru atau peremajaan usaha. Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin 8,0% per tahun, selama 3 tahun untuk modal investasi dan 1 tahun untuk modal kerja, menghasilkan margin sebesar Rp36.648.000,-. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun. Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha/sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada lampiran10.
37
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
38
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
BAB VI ASPEK EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1.
Aspek Sosial Ekonomi
Dilihat dari aspek ekonomi dan sosial, usaha pengolahan tapioka memiliki dampak yang positif. Banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha ini, diantaranya adalah petani singkong, masyarakat, dan pengusaha itu sendiri. Pihak-pihak yang terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan dari usaha tersebut. Dampak lain selain kenaikan pendapatan adalah bahwa usaha pengolahan tapioka mampu menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja pengolahan tapioka diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara tidak langsung mengurangi jumlah pengangguran. 6.2.
Dampak Lingkungan
Usaha pengolahan tepung tapioka ini menghasilkan limbah padat, cair dan udara. Sebagian limbah ini ada yang dapat dimanfaatkan lagi secara ekonomis. Limbah padat atau sering disebut onggok merupakan bahan baku pembuat saus dan obat nyamuk bakar. Limbah padat yang lain adalah kulit singkong yang banyak dimanfaat untuk pupuk dan pakan ternak. Limbah cair dari usaha ini digunakan untuk mengairi sawah sekitar lokasi pabrik sehingga keberadaan industri tepung tapioka ini sangat bermanfaat bagi petani. Polusi udara yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat karena terletak jauh dari pemukiman masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada limbah dari usaha pengolahan tapioka ini yang merugikan baik makhluk hidup maupun lingkungan yang tinggal di sekitarnya.
39
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
40
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
BAB VII PENUTUP
7.1.
Kesimpulan
1. Peluang pasar komoditi tepung tapioka baik untuk ekspor maupun pemenuhan dalam negeri masih terbuka dan berpotensi memberikan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi tapioka di Indonesia. Dilihat dari potensinya, sumber daya lahan dan sumber daya manusia untuk pengembangan produksi tapioka di Indonesia masih banyak tersedia di berbagai daerah. 2. Kendala yang dihadapi oleh pengusaha dalam pengembangan usaha tapioka antara lain masalah bahan baku dan pemasaran tapioka. Masalah bahan baku disebabkan oleh harga jual singkong dari petani yang rendah sehingga petani tidak dapat membiayai usaha penanaman singkong, sedangkan masalah pemasaran tapioka disebabkan oleh minimnya informasi yang diperoleh pengusaha mengenai harga dan jumlah permintaan pasar. 3. Kebutuhan usaha pengolahan tepung tapioka yang dapat dibiayai oleh LKS adalah pembelian mesin penggerak, mesin ayakan dan bahan baku. 4. Akad murabahah sesuai untuk pembiayaan yang peruntukkannya adalah pengadaan barang/peralatan/mesin/bahan baku. Akad ini memberi keleluasaan bagi pengusaha untuk memilih barang dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan kemampuan keuangannya. 5. Analisis aspek keuangan memperlihatkan bahwa dengan asumsi pendirian usaha baru atau peremajaan usaha, dengan produk murabahah (jualbeli), maka diperlukan modal usaha sebesar Rp519.784.375,- yang terdiri dari modal investasi sebesar Rp265.000.000,- dan modal kerja sebesar
41
Penutup Rp254.784.375,-. Modal tersebut diasumsikan berasal dari pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebesar Rp254.100.000,- dan dari pemilik/pengusaha sebesar Rp265.684.375,-. 6. Berdasarkan analisis kelayakan keuangan usaha pengolahan tepung tapioka layak untuk diusahakan. Dengan masa proyek 5 tahun dan tingkat margin 8,0%, usaha ini dapat membayar kewajiban kepada LKS dan menghasilkan keuntungan yang memadai bagi pengusahanya. 7. Pengembangan usaha pengolahan tepung tapioka memberikan manfaat yang positif dari aspek social ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat, dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan. 7.2.
Saran
1. Untuk menjaga kestabilan harga baik harga bahan baku dan harga tapioka pengusaha harus mengoptimalkan fungsi asosiasi atau perkumpulan pengusaha tepung tapioka. 2. Untuk menjaga ketersediaan bahan baku dan keberlangsungan usaha, setiap pengusaha diharapkan bermitra dengan petani, dengan memberikan perhatian terhadap masalah penanaman ubi yang menentukan kualitas tapioka dengan menyertakan pemberian pupuk organik di samping pupuk anorganik (seperti urea) dan mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah serta memperhatikan umur tanam ubi. 3. Meskipun usaha ini layak dibiayai oleh LKS, namun LKS perlu untuk melakukan analisis pembiayaan yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian LKS.
42
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
LAMPIRAN
43
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1
Pengenalan Pola Pembiayaan Syariah .................
45
Lampiran 2
Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan Tapioka .................................................
50
Lampiran 3
Biaya Investasi ........................................................
51
Lampiran 4
Biaya Operasional per tahun ................................
52
Lampiran 5
Proyeksi Pendapatan .............................................
53
Lampiran 6
Proyeksi Perolehan Margin Pembiayaan Pengolahan Tapioka ..............................................
54
Lampiran 7
Proyeksi Pendapatan dan Biaya ............................
55
Lampiran 8
Proyeksi Laba Rugi Usaha .....................................
56
Lampiran 9
Proyeksi Arus Kas ...................................................
57
Lampiran 10
Pola Pembiayaan Syariah pada Perbankan Syariah ....................................................................
58
44
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Lampiran 1. Pengenalan Pola Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Syariah Bank syariah menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Ini di dorong oleh makin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang halal. Pun karena jumlah penduduk Muslim di Indonesia yang paling banyak di dunia, merupakan potensi bagi keuangan syariah untuk menjadi bagian dalam pembiayaan ekonomi masyarakat. Prinsip pembiayaan syariah yang mendasar adalah: 1. Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan dana maupun pihak yang menyediakan dana 2. Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang menyertai pembiayaan tersebut. Untuk mendukung prinsip-prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi yang memadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang proposional. Jenis informasi yang dimaksud antara lain: 1. 2. 3. 4.
Informasi data nasabah Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil Proyeksi laporan keuangan Akad pembiayaan
Lebih lanjut penjelasan dari informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
45
DAFTAR LAMPIRAN a.
Informasi data nasabah
Menyeleksi calon nasabah yang dapat dipercaya untuk memperoleh pembiayaan dilakukan melalui uji kelayakan nasabah. Uji kelayakan bentuknya berupa form pengisian yang memuat data pribadi dan data usaha calon nasabah. Pengisian form dilakukan melalui wawancara secara individual dan kunjungan ke tempat tinggal dan tempat usaha. Informasi dari uji kelayakan ini sebagai pertimbangan apakah calon bisa menjadi nasabah atau tidak. Sekaligus juga menentukan jenis pembiayaan yang sesuai untuk nasabah bersangkutan. b.
Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil
Informasi data penjualan/pembelian/ penyewaan riil merupakan data usaha yang sudah terjadi di lapangan. Data riil ini menjadi dasar perhitungan dari akad yang sudah disepakati. Dengan demikian tereliminer kerugian baik yang dirasakan oleh debitur maupun kreditur karena pelaksanaan akad dilandasi dengan data riil. Informasi ini bentuknya berupa form isian, yang diisi secara rutin sesuai dengan siklus usahanya oleh nasabah. Contoh bentuk form yang diberikan sesuai dengan jenis usahanya dan kebijakan LKS masing-masing. c.
Proyeksi laporan keuangan
Proyeksi laporan keuangan merupakan pelengkap informasi dalam menentukan persetujuan usulan pembiayaan usaha dari nasabah. Proyeksi dari laporan keuangan yang dimaksud terdiri dari proyeksi arus kas, proyeksi laba (rugi) dengan analisa kelayakan seperti NPV, IRR, BEP, B/C ratio, PBP, dan lain-lain. Proyeksi ini dibuat atas dasar asumsi-asumsi yang relatif tetap sepanjang umur usaha yang dibiayai. Sedangkan dalam hukum syariah
46
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka semua transaksi harus riil. Oleh sebab itu dalam menentukan besaran nominal untuk bagi hasil tidak bisa merujuk pada hasil proyeksi (relatif tetap) tetapi harus merujuk pada transaksi riil (relatif berfluktuasi sesuai dinamika usahanya). d.
Akad pembiayaan
Akad pembiayaan merupakan kesepakatan antara shahibul maal dan mudharib. Akad ini sebagai landasan hukum syariah bagi transaksi pembiayaan. Akad pembiayaan sesuai dengan jenis pembiayaan usaha nasabah. Produk pembiayaan syariah bermacam-macam, sebagaimana tersaji pada tabel di bawah ini: Tabel Pengenalan Produk Syariah Prinsip Dasar
Jenis – jenis
Bagi Hasil Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing and (Profit Sharing) Participation) Adalah penanaman dana dari shahibul maal (pemilik modal) untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua shahibul maal berdasarkan bagian dana/modal masing-masing. Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Adalah akad kerjasama antara 2 pihak di mana pihak shahibul maal menyediakan modal dan pihak mudharib menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi berdasarkan nisbah sesuai dengan kesepakatan. Pembagian nisbah dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing).
47
DAFTAR LAMPIRAN
Al-Muzara’ah (Harverst-Yield Profit Sharing) Adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Al Musaqah (Plantation Management Fee Based on Certain Portion of Yield) Adalah bentuk sederhana dari Al-muzara’ah di mana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Jual Beli (Sale and Payment Sale)
Bai’ Al Murabahah (Deferred Payment Sale) Adalah akad jual beli sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Barang yang dimaksud adalah barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya. Bai’ as Salam (in front Payment Sale) Adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dengan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. Bai’ Al – Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture) Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan
Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
48
Al-Ijarah (operational Lease) Adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka
AL- Ijarah Al Muntahia bit – Tamlik (Financial Lease with Purchase Option) Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Jasa (Fee-Based Al Wakalah (Deputyship) Services) Adalah penyerahan, pedelegasian atau pemberian mandat kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan Al-Kafalah (Guaranty) Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, atau mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin. Al-Hawalah (Transfer service) Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya Ar-Rahn (Mortgage) Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis Al-qardh (soft and Benevolent Loan) Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan
49
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan Tapioka No Asumsi 1 Periode proyek 2 Luas tanah 3 Hari kerja per bulan - Bulan kerja per tahun - Hari kerja tenaga borongan 4 Produksi dan Harga - Kapasitas maksimum per hari - Produksi per bulan - Produksi per tahun - Harga tapioka per ton - Produksi onggok per bulan - Harga onggok 5 Rendemen per ton bahan baku - Tapioka - Onggok 6 Penggunaan tenaga kerja - Tenaga manajerial - Tenaga kerja tetap - Tenaga kerja borongan 7 Upah tenaga kerja per hari - Tenaga manajerial - Tenaga kerja tetap - Tenaga kerja borongan 8 Bahan Baku per bulan 9 Harga bahan baku 10 Margin Pembiayaan Mudarabah 11 Jangka waktu Pembiayaan
50
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Satuan tahun hektar hari bulan hari
Jumlah/Nilai 5 3 25 12 300
ton ton ton Rp ton Rp/ton
30 195 2,340 900,000 62 300,000
% %
25% 8%
orang orang orang
6 20
Rp/orang Rp/orang Rp/orang ton Rp/ton % tahun
25,000 15,000 780 195,000 8.0% 5
51
unit m2 unit unit unit
- Bambu
- Pipa
- Rak
- Tambir
- Mesin Induk
- Timbangan
Sewa tanah dan bangunan
Mesin/Peralatan
2
3
Jumlah
Perijinan
Jenis Biaya 0
265,000,000
235,000,000
30,000,000
Nilai (Rp)
Jumlah Biaya Investasi
Sub jumlah
1
No.
unit
- Saringan
- Peralatan lainnya
unit unit
- Alat Semprot
m2 unit
- Bak Penampung
- Mesin Anyakan
- Bak Kaca
unit unit
- Mesin Pompa
unit unit
Mesin/Peralatan
3
hektare
- Mesin Parut
Sewa tanah dan bangunan
Satuan
- Mesin Penggerak/Generator
Perijinan
2
Jenis Biaya
1
No.
Lampiran 3. Biaya Investasi
88.68%
11.32%
Persentase 0.00%
2
1
10000
16
1
1000
10
1
4
25
10
2
2
2
3
0
Jumlah
3,750,000
15,000,000
6,000
2,500,000
800,000
3,000
30,000
8,500,000
4,000,000
12,000,000
5,700,000
1,400,000
800,000
22,500,000
10,000,000
Harga per satuan 0
265,000,000
235,000,000
3,000,000
7,500,000
15,000,000
60,000,000
2,500,000
800,000
3,000,000
300,000
8,500,000
16,000,000
12,000,000
57,000,000
2,800,000
1,600,000
45,000,000
30,000,000
Nilai (Rp)
5
10
10
3
3
5
5
3
5
7
10
10
10
10
10
1
0
Umur Ekonomis
40,369,048
40,369,048
600,000
750,000
1,500,000
20,000,000
833,333
160,000
600,000
100,000
1,700,000
2,285,714
1,200,000
5,700,000
280,000
160,000
4,500,000
0
Penyusutan pertahun (Rp)
95,954,762
95,954,762
0
3,750,000
7,500,000
20,000,000
833,333
0
0
100,000
0
4,571,429
6,000,000
28,500,000
1,400,000
800,000
22,500,000
0
0
Nilai Sisa
52
Input
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) bulan Total
ton/bulan 250,000
10,000
1,850 400,000 2,000,000
195,000
ton
liter/hari bulan bulan
750,000 15,000
Harga per satuan (Rp)
orang/bulan orang/bulan
Satuan
Modal kerja yang dibutuhkan diasumsikan selama 1,5 bulan Jumlah Modal Kerja Rp 254,784,375
1 Tenaga kerja - Tetap - Tidak tetap Sub jumlah 2 Bahan baku - Singkong Sub jumlah 3 Biaya overhead - Solar - Listrik - Telepon Sub jumlah 4 Transportasi - Penjualan output Perbaikan dan 5 pemeliharaan alat
No
Lampiran 4. Biaya Operasional per tahun
23,400,000
13,875,000 4,800,000 24,000,000 42,675,000
1,825,200,000 1,825,200,000
54,000,000 90,000,000 144,000,000
Nilai per tahun (Rp)
250,000 3,000,000 169,856,250 2,038,275,000
1,950,000
1,156,250 400,000 2,000,000 3,556,250
152,100,000 152,100,000
4,500,000 7,500,000 12,000,000
Nilai per bulan (Rp)
DAFTAR LAMPIRAN
Jumlah Total
ton
2 Onggok
62
195
Satuan Jumlah
ton
Keterangan
1 Tapioka
No
Lampiran 5. Proyeksi Pendapatan
300,000
900,000
Harga per satuan (Rp)
194,220,000
18,720,000
175,500,000
Pendapatan per bulan (Rp)
2,330,640,000
224,640,000
2,106,000,000
Pendapatan per tahun (Rp)
Usaha Pengolahan Tepung Tapioka
53
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 6. Proyeksi Perolehan Margin Pembiayaan Pengolahan Tapioka No 1 2 3
4
Uraian
Jumlah (Rp)
Total Biaya Investasi
265,000,000
Pembiayaan untuk pembelian mesin penggerak, mesin ayakan
102,000,000
Total Biaya modal kerja
254,784,375
Pembiayaan pembelian bahan baku
152,100,000
Total Biaya produksi
519,784,375
a. Pembiayaan
254,100,000
b. Modal sendiri
265,684,375
Total pembiayaan dan margin
290,748,000
a. Pembiayaan investasi
102,000,000
Margin investasi
24,480,000
b. Pembiayaan modal kerja
152,100,000
Margin modal kerja
12,168,000
c. Total margin
36,648,000
Keterangan: Angsuran pengembalian pembiayaan
A
1 tahun
12 bulan
Margin
8.0% (setara flat rate per tahun) 102,000,000
Pembiayaan Investasi Jangka waktu
3 tahun
Besarnya margin
24,480,000
Uang muka
B
Angsuran pokok per tahun
34,000,000
Angsuran margin per tahun
8,160,000 152,100,000
Pembiayaan modal kerja Jangka waktu Besarnya margin Uang muka
54
0
1 tahun 12,168,000 0
Angsuran pokok per tahun
152,100,000
Angsuran margin per tahun
12,168,000
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
55
1
3
2
No
-
-
-
897,062,054
179,412,411
Total surplus
Rata-rata per tahun
(519,784,375)
519,784,375
Total pengeluaran
Surplus
254,784,375
Jumlah b
292,365,000
2,038,275,000
2,038,275,000
3,000,000
23,400,000
Transportasi
Pemeliharaan dan Perbaikan alat
42,675,000
Biaya Overhead
144,000,000 1,825,200,000
2,330,640,000
24,640,000
2,106,000,000
1
Bahan Baku
254,784,375
265,000,000
235,000,000
30,000,000
0
Tenaga Kerja
Modal kerja
b. Biaya Operasional
jumlah a
mesin/peralatan
sewa tanah
a. investasi
Pengeluaran
Total pendapatan
c.Nilai Sisa
b. Onggok
a.Tapioka
Pendapatan
Uraian
Lampiran 7. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
262,365,000
2,068,275,000
2,038,275,000
3,000,000
23,400,000
42,675,000
1,825,200,000
144,000,000
30,000,000
30,000,000
2,330,640,000
224,640,000
3
262,365,000
2,068,275,000
2,038,275,000
3,000,000
23,400,000
42,675,000
1,825,200,000
144,000,000
30,000,000
30,000,000
2,330,640,000
224,640,000
2,106,000,000
Tahun
2,106,000,000
2
241,431,667
2,089,208,333
2,038,275,000
3,000,000
23,400,000
42,675,000
1,825,200,000
144,000,000
50,933,333
20,933,333
30,000,000
2,330,640,000
224,640,000
2,106,000,000
4
358,319,762
2,068,275,000
2,038,275,000
3,000,000
23,400,000
42,675,000
1,825,200,000
144,000,000
30,000,000
30,000,000
2,426,594,762
95,954,762
224,640,000
2,106,000,000
5
56
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
Pajak (15%)
Laba setelah pajak
Profit on sales
BEP : Rupiah
D
E
F
G
- Produksi - Ton
- Rupiah 422
380,238,319
896,997
- Total Biaya
BEP rata-rata
871,058
538
483,857,394
8.45%
196,917,760
34,750,193
231,667,952
20,328,000
0
- Biaya Operasional
BEP Rp/ton berdasarkan
BEP : Produksi - Ton
R/L sebelum pajak
C
d. Angsuran margin pembiayaan
c. Angsuran pokok
40,369,048
2,038,275,000
a. Biaya operasional
b. Penyusutan
2,098,972,048
Pengeluaran
2,330,640,000
Penerimaan
1
B
Uraian
A
No
891,797
871,058
430
386,858,001
8.89%
207,260,560
36,575,393
243,835,952
8,160,000
0
40,369,048
2,038,275,000
2,086,804,048
2,330,640,000
2
Lampiran 8. Proyeksi Laba Rugi Usaha (Rp)
891,797
871,058
430
386,858,001
8.89%
207,260,560
36,575,393
243,835,952
8,160,000
0
40,369,048
2,038,275,000
2,086,804,048
2,330,640,000
3
Tahun
888,309
871,058
358
321,809,099
9.19%
214,196,560
37,799,393
251,995,952
0
0
40,369,048
2,038,275,000
2,078,644,048
2,330,640,000
4
888,309
871,058
358
321,809,099
9.19%
214,196,560
37,799,393
251,995,952
0
0
40,369,048
2,038,275,000
2,078,644,048
2,330,640,000
5
891,442
871,058
2,112
1,901,191,594
8.92%
1,039,831,998
183,499,764
1,223,331,762
36,648,000
0
201,845,238
10,191,375,000
10,429,868,238
11,653,200,000
Jumlah
57
Total Arus Kas untuk menghitung IRR
Kumulatif Arus Kas
E
0
51,186,807
51,186,807
2,073,025,193
519,784,375
0
2,279,453,193
519,784,375
8,160,000
20,328,000 34,750,193
6. Pajak (15%)
Total Arus Keluar Arus Keluar untuk menghitung IRR
34,000,000
186,100,000
234,816,414
183,629,607
2,104,850,393
2,147,010,393
36,575,393
2,038,275,000
2,038,275,000
254,784,375
30,000,000
2,330,640,000
2,330,640,000
0
0
0
0
3
418,446,021
183,629,607
2,104,850,393
2,147,010,393
36,575,393
8,160,000
34,000,000
2,038,275,000
30,000,000
2,330,640,000
2,330,640,000
0
0
0
0
2,330,640,000
Tahun
2,330,640,000
2
2. Biaya Modal Kerja 3. Biaya Variabel/ Operasional 4. Angsuran Pokok Pembiayaan 5. Angsuran Margin Pembiayaan
0
2,330,640,000
0
265,000,000
2,330,640,000
0
0
0
0
2,330,640,000
1
519,784,375
0
265,684,375
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Total Arus Masuk Arus Masuk untuk menghitung IRR
4. Nilai sisa
3. Modal Sendiri
152,100,000
b. Modal Kerja
0
102,000,000
0
a. Investasi
2. Pembiayaan
1. Penerimaan
Arus Masuk
Uraian
D
B
A
No
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas
622,078,295
203,632,274
2,127,007,726
2,127,007,726
37,799,393
0
0
2,038,275,000
50,933,333
2,330,640,000
2,330,640,000
0
0
0
0
2,330,640,000
4
942,598,664
320,520,369
2,106,074,393
2,106,074,393
37,799,393
0
0
2,038,275,000
30,000,000
2,426,594,762
2,426,594,762
95,954,762
0
0
0
2,330,640,000
5
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 10. Pola Pembiayaan Syariah pada Perbankan Syariah
Jenis Bank
Margin Murabahah
Porsi Bagi Hasil
Margin Istina/ ijaroh
1. BMI
14% -16% efektif
Porsi 5 – 95 bagian, tergantung kondisi usahanya
14% -16% efektif
2. Bukopin Syariah
15% -16% efektif
Porsi 5 – 95 bagian, tergantung kondisi usahanya
Belum ada produk
3. BRI Syariah
15% - 17,5% efektif
Porsi bagi hasil tergantung kondisi usahanya
Belum ada produk
4. BNI Syariah
14% -16% efektif
Porsi bagi hasil tergantung kondisi usahanya
14% -16% efektif untuk ijaroh, sedangkan untuk istina belum ada produk
5. BSM
Belum bisa mengkonfirmasikan besaran margin dan bagi hasil
Keterangan: 1. Data per Januari 2010 2. BMI = Bank Muamalat Indonesia 3. BRI = Bank Rakyat Indonesia 4. BNI = Bank Negara Indonesia 5. BSM = Bank Syariah Mandiri
58
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)