POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID DI SEKOLAH LUAR BIASA B (SLB-B) FROBEL MONTESSORI JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi (S. Kom. I)
Oleh : M. Syaghilul Khoir NIM : 106051001851
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1435 H / 2014
POLA KOMUNIKASI GURU AGAMA DAN MURID DI SDLB FROBEL MONTESSORI JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Satjana Komunikasi Islam ( S. Kom. I )
Oleh
M. Syaghilul Khoir NIM : 106051001851
Pembimbing
NITP
: 196012021995031001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF IDDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID DI SEKOLAH LUAR BIASA B FROBEL MONTESSORI JAKARTA TIMUR telah diajukan dalam sidang munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi U1N SyarifHidayatullah Jakarta pada Tanggal5 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Komunikasi ( S. Kom. I ) pada program studi Komunikasi Penyiaran Islam. Jakarta, 5 Desember 2014
Sidang Munaqasah Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
llo.TTn l'U..C
Penguji I
l';lJP
: 19760917 200112 2002
thurokhmah, M.Si : 19830610 200912 2001
Penguji ll
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,……….
M. Syaghilul Khoir
ABSTRAK M. Syaghilul Khoir Pola Komunikasi Guru Agama Dan Murid Di SLB Frobel Montessori Condet Balekambang Kramat Jati Jakarta Timur Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Komunikasi guru dan murid memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik dan efektif. Komunikasi antara guru dengan peserta didik yang normal dalam proses pembelajaran sudah biasa dilakukan akan tetapi bagaimana dengan komunikasi antara guru dengan murid yang mengalami gangguan pendengaran (Tuna Rungu) dalam proses pembelajaran. SDLB Frobel Montessori merupakan salah satu lembaga pendidikan luar biasa yang ada di daerah Condet Balekambang yang mengajarkan peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran (Tuna Rungu). Bagi masyarakat yang ada di lingkungan Condet Balekambang adanya SLB Frobel Montessori sangat membantu terutama bagi orang tua yang mempuyai anak berkebutuhan khusus terutama anak yang mengalami gangguan pendengaran (Tuna Rungu) karena SLB tersebut mengupayakan pemakaian alat bantu mendengar agar komunikasi yang dilakukan antara murid dengan guru dalam proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif.
Dari pemaparan diatas tersebut ditemukan rumusan masalah: Bagaimana pola komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi), komunikasi kelompok antara guru Agama dengan siswa SDLB tuna rungu? Teori yang digunakan adalah pola komunikasi guru dan siswa. Teori Husaini Usman dalam karyanya “ Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan” ada lima pola komunikasi yaitu pola komunikasi sebagai aksi, pola komunikasi sebagai interaksi, pola komunikasi multi arah dengan interaksi, pola komunikasi multi arah, pola komunikasi melingkar. Metode penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yaitu berdasarkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis mengenai pokok permasalahan yang akan dikaji. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan analisa data- data hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi yang diterapkan guru dengan murid di SDLB Frobel Montessori adalah Komunikasi Interpersonal (komunikasi antar pribadi) dan Komunikasi Kelompok. Komunikasi Interpersonal dengan pola komunikasi sebagai interaksi yang diterapkan di SDLB Frobel Montessori berjalan efektif dalam proses pembelajaran Agama Islam karena langsung dipraktekkan melalui gerakan dan gambar-gambar sehingga anak-anak mudah paham. Tetapi ada sedikit hambatan jika murid bertanya dan guru kurang jelas dengan apa yang ditanyakan murid maka murid disuruh untuk menulis apa yang ingin ditanyakan kepada gurunya. Dan komunikasi kelompok dengan pola komunikasi multi arah dan dengan pola komunikasi melingkar yang dilakukan antara guru dan murid SDLB kurang efektif jika diterapkan di dalam Proses belajar Agama di dalam kelas karena anak-anak tidak fokus belajarnya dan lebih banyak bercanda dan ngobrol, jadi jika ingin menggunakan komunikasi kelompok guru harus aktif memperhatikan setiap murid dan di bimbing terus untuk fokus belajar dan di ingatkan supaya tidak bercanda.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirabbil alamin, hanyalah ucapan rasa syukur sebesar-besarnya yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia dan rahmatnya berkat izin dan ridhonya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pola Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Luar Biasa Frobel Montessori Jakarta Timur ”. sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir sebagai syarat kelulusan Strata Satu (s1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dari penulis ini, banyak pihak yang membantu dan memberikan do’a, bimbingan, dorongan dan motivasi yang begitu banyak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya terutama kepada kedua orang tua tercinta, tersayang Ibunda Hj. Siti Zahroh (Alm) dan Ayahanda H. Rojak yang selalu sabar membantu serta memberikan dukungan moril, materi, dan spiritual kepada saya. Dan penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Pembantu Dekan I Bapak Suparto, M. Ed, Ph.D dan pembantu dekan III Bapak Drs. Sunandar M.Ag . 3. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang selalu memberikan motivasi kepada mahasiswanya agar tetap semangat menyelesaikan kuliahnya. 4. Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si
selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam, terima kasih telah memberikan masukan agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Masran, MA selaku dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sekaligus menjadi dosen pembimbing skripsi saya. Terima kasih banyak bapak tanpa bantuan dan motivasi bapak skripsi ini tidak akan terselesaikan. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmunya serta membimbing mahasiswanya tanpa lelah, mudah-mudahan setiap tetes keringat yang mengalir dari tubuhnya menjadi motivasi kami untuk lebih giat lagi belajar serta mengamalkan ilmu yang telah diberikan. 7. Staf dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama, yang telah membantu penulis dalam pemenuhan referensi buku. 8. Kepala Sekolah , Staf Guru dan Pengurus yang ada di SLB Frobel Montessori Condet Jakarta Timur yang selalu membantu dlam memberikan data dan informasi. 9. Keluarga yang ada dirumah k Fahmi, Ade Ghozali, dan Ade Muji yang selalu mensuport saya dalam mengerjakan skripsi ini. 10. Teman- teman KPI C 2006 yang selalu sabar dalam memberikan semangat dan motivasi. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis berharap semoga tulisan yang serba sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Demikianlah ucapan terimakasih penulis mudah-mudahan Allah SWT membalas semua amal perbuatan Bapak, Ibu, Saudar dan teman-teman berikan kepada penulis. Wassalamualaikum. Wr. Wb Penulis M. Syaghilul Khoir
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 11 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................................ 12 D. Metodologi Penelitian ....................................................................... 13 E. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 16 F. Tekhnik Penulisan ............................................................................. 17
BAB II. LANDASAN TEORI A.
Pengertian Pola Komunikasi .......................................................... 19
B.
Macam-macam Pola Komunikasi .................................................. 22
C.
Pola Komunikasi Guru dan Murid……………………………….. 24
D.
Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu .............................................. 36
BAB III. GAMBARAN UMUM SDLB FROBEL MONTESSORI A.
Sejarah terbentuknya SLB Frobel Montessori...............................
60
B.
Profil SDLB Frobel Montessori.....................................................
61
C.
Visi dan Misi SDLB Frobel Montessori ........................................ 64
D.
Sarana dan Prasarana SDLB Frobel Montessori ………………… 65
E.
Keadaan Guru dan Siswa SDLB Frobel Montessori...................... 66
BAB IV. HASIL PENERAPAN POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID A.
Penerapan Pola Komunikasi Intrapersonal Dalam Pembelajaran Agama Islam Di SDLB-B Frobel Montessori .............................. 71
B.
Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama Islam Di SDLB-B Frobel Montessori …………………………… 74
C.
Hasil Observasi Pola Komunikasi Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SDLB-B Frobel Montessori .............................. 81
BAB V. PENUTUP A.
Kesimpulan ................................................................................... 104
B.
Saran .............................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107 LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui
komunikasi.
Komunikasi
merupakan
medium
penting
bagi
pembentukan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan diri sendiri dan orang lain, bergaul, bersahabat, mencintai atau mengasihi orang lain dan sebagainya. Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari seorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil jika adanya pengertian serta kedua belah pihak saling memahaminya. Dengan kata lain, komunikasi sangat penting, seperti halnya dengan bernafas. Tanpa komunikasi tidak akan ada hubungan dan kesepian dalam menjalani aktivitas. Ada beberapa bentuk komunikasi yang kita kenal, yaitu: a. Komunikasi Personal (personal communication) b. Komunikasi Kelompok c. Komunikasi Organisasi (organization communication) d. Komunikasi Massa (mass communication)
Komunikasi personal (antarpribadi) bersifat transaksional, sebuah hubungan manusia yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Biasanya komunikasi itu bertujuan untuk mengelola hubungan bahkan sampai pada pembentukan konsep diri. Hubungan antar pribadi yang berkelanjutan dan terus menerus akan memberikan semangat, saling merespon tanpa adanya manipulasi, tidak hanya tentang menang atau kalah dalam berargumentasi melainkan tentang pengertian dan penerimaan1. 1
Beebe, S.A., Beebe, S.J., & Redmond M.V.,”Interpersonal Communication : Relating to Others (5th ed.)”, Boston : Pearson Education 2008, pp. 3-5
1
2
Dalam komunikasi antarpribadi tidak hanya tertuju pada pengertian melainkan ada fungsi dari komunikasi antarpribadi itu sendiri. Fungsi komunikasi adalah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain2. Dalam kegiatan apapun komunikasi antarpribadi tidak hanya memiliki ciri maupun karakter tertentu, tetapi juga memiliki tujuan agar komunikasi antarpribadi tetap berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut: a. Untuk memahami dan menemukan diri sendiri. b. Menemukan dunia luar sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. c. Membentuk dan memelihara hubungan yang bermakna dengan orang lain, d. Melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat mengubah sikap dan perilaku sendiri dan orang lain, e. Komunikasi antarpribadi merupakan proses belajar f. Mempengaruhi orang lain g. Mengubah pendapat orang lain h. Membantu orang lain3 Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentuknya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi. Bila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap positif mengenai dirinya sendiri, 2
Cangara, Hafied H, “Pengantar Ilmu Komunikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, hal. 56 3 Sugiyo. “Komunikasi Antar Pribadi”,Semarang Unnes Press 2005, hal. 9
3
seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif. Individu dengan konsep diri positif cenderung akan menimbulkan tingkah laku yang baik terhadap lingkungan sosialnya. Sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri/sifat) yang dimilikinya4.
Hal
ini
termasuk
persepsi
individu
akan
sifat
dan
kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Di era yang modern ini sangatlah penting bagi setiap individu untuk memahami maupun mengenal konsep diri. Namun bagaimana dengan mereka yang lahir dengan keterbatasan fisik. Padahal hidup mestilah dihormati bagaimanapun wujud nya bagi setiap orang, pada dasar nya tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan dirinya dilahirkan dalam keadaan cacat. Keadaan cacat tersebut dapat menjadikan manusia merasa rendah diri, bahkan merasa tidak berguna, dan selalu bergantung pada bantuan dan belas kasihan orang lain. Manusia penyandang cacat pada umumnya memiliki keterbatasan tertentu sesuai dengan jenis cacatnya. Begitu juga dengan penyandang tunarungu, stigma yang diberikan masyarakat normal sering kali digambarkan sebagai seseorang yang tidak berdaya, tidak mandiri dan menyedihkan, sehingga terbentuk persepsi dan prasangka bahwa penyandang tunarungu itu patut dikasihani, selalu butuh perlindungan dan bantuan. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada Pasal 5 Ayat (2) dan pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa:
4
Dayakisni, Tri dan Hudaniah, “Psikologi Sosial”, Malang: UMM Press 2003, hal. 65
4
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakatistimewa. Secara yuridis formal anak luar biasa memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikannya diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa5 [UUSPN Pasal 4 ayat (1)]. Anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu) sering kali menimbulkan masalah tersendiri. Menurut Mangunsong, yang dimaksud dengan “anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan luar biasa6. Menurut Moores, “tunarungu adalah kondisi dimana individu tidak mampu mendengar dan hal ini tampak dalam wicara atau bunyi-bunyian, baik dengan derajat frekuensi dan intensitas7 (dalam Mangunsong)”. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal dan non verbal. Menurut Purba, komunikasi verbal (verbal communication) meliputi: komunikasi lisan (oral communication) & komunikasi tulisan (written communication). Sementara yang termasuk dalam komunikasi non verbal
5
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Citra Umbara. Bandung: 2006. Hal : 77 6 Mangunsong, F & dkk. “Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa”, Jakarta : Lembaga Pengembangan Saranan Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia 1998, hal. 66. 7 ibid
5
(non verbal communication) terdiri dari: komunikasi kial (gestural communication) dan komunikasi gambar (pictorial communication) 8. Dalam Undang-undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran tahun 1954 No. 12 Bab V pasal 7 ayat 5 dikatakan bahwa: Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir batin yang layak. Bertitik tolak dari alasan di atas, maka Yayasan Frobel Montessori menyediakan guru konselor yang bertugas untuk membantu para siswa/i tunarungu. Adapun tugas dari guru konselor tersebut adalah: 1. Membina hubungan baik antara konselor dengan siswa/i tunarungu 2. Menolong siswa/i tunarungu untuk dapat menerima dirinya sendiri dan membantu untuk membentuk konsep dirinya. 3. Membimbing siswa/i tunarungu dalam proses pendidikan nya. Semua siswa yang ada di SLB-B Karya Murni ini adalah manusia yang berpotensi
yang layak dikembangkan untuk dapat mencapai
kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Seorang siswa tunarungu yang dalam kesehariannya mengalami banyak kelemahan karena keterbatasan pendengaran,
membutuhkan
layanan
konseling
untuk
membantunya
memecahkan masalah dan membentuk konsep diri yang baik agar dia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan berperilaku positif. Pembentukan konsep diri seorang siswa/i tunarungu akan dapat berjalan dengan efektif apabila dalam prosesnya menggunakan komunikasi antarpribadi yang meliputi komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi antarpribadi akan sangat mempengaruhi hubungan antarpribadi antara konselor dengan siswa/i tunarungu. Apabila seorang konselor dapat menjalin komunikasi antarpribadi yang baik terhadap siswa/i tunarungu dan terdapat kesepahaman makna maka akan terdapat hubungan timbal balik diantara 8
Purba. Amir, dkk., “Pengantar Ilmu Komunikasi”, Medan 2006, Pustaka Bangsa Press, hal. 36
6
keduanya. Sehingga siswa/i tunarungu dapat mengungkapkan isi hatinya yang dapat memudahkan konselor dalam membantu pembentukan konsep diri siswa/i tunarungu tersebut. Potensi-potensi
dasar
atau
fitrah
manusia
tersebut
harus
diaktualisasikan dan ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu dalam kehidupan nyata melalui proses pendidikan sepanjang hayat9. Sehingga kelak dapat dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Hal tersebut tidak terkecuali bagi anak-anak yang memiliki kekurangan fisik berupa cacat sebagian atau beberapa bagian anggota tubuh (abnormal) seperti tunarungu yang memiliki kekurangan berupa cacat pendengaran, karena kekurangan itulah sehingga anak-anak yang tunarungu memerlukan perhatian khusus. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada Bab IIII pasal 5 ayat 2 yang berbunyi: Warga yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus10. Ketetapan dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran11. Bagi mereka yang tunarungu, pemerintah telah menyediakan Sekolah Luar Biasa (SDLB). Lembaga ini diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan yang sama seperti lembaga pendidikan pada umumnya, sehingga anak-anak yang tunarungu dapat memperoleh pendidikan dan keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal kehidupannya kelak agar tidak menjadi beban bagi orang lain khususnya orang tua dan keluarganya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An- Nisa’ ayat 9.
9
Muhaimin, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005, hal. 152 10 Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Citra Umbara. Bandung: 2006. Hal.77 11 Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes, “Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan”,(Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2006, Hal.1
7
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”( Q.S. An- Nisa’ ayat 9).
Oleh karena itu, Bagi anak-anak yang mengandung cacat fisik/mental mendapatkan perlakuan yang sama bahkan mereka juga berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak-anak yang lainnya. Dalam beberapa hal, kehilangan pendengaran dapat mengakibatkan ketidak mampuan belajar yang lebih serius dibanding kehilangan penglihatan. Kemahiran dan kemampuan menggunakan bahasa simbol biasanya lebih sulit bagi seorang anak dengan gangguan pendengaran (hearing impairment) disbanding seorang anak yang mengalami gangguan penglihatan (IIIisual impairment). Anak yang tidak dapat mendengar atau tidak dapat mendengar dengan baik akan memiliki kesulitan dalam proses ini dan tugas-tugas perkembangan lainnya. Pada dasarnya, anak dengan gangguan pendengaran kemungkinan menghadapi rintangan-rintangan yang besar dalam bidangbidang pembentukan personal, sosial, dan akademis. Penting untuk dipahami semua
guru
mengenai
rintangan-rintangan
ini
sehingga
mereka
mempersiapkan diri untuk membantu siswa dengan gangguan pendengaran dalam mengatasi rintangan tersebut12.
12
J. David Smith,”Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua”, Penerbit Nuansa, Bandung. 2006, Hal. 267
8
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya. Kurikulum di Sekolah Dasar Luar Biasa (SD-LB) ini tidak jauh berbeda dengan kurikulum di SD pada umumnya. Untuk membekali mereka agar dapat hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, maka di SDLB ini diajarkan berbagai ketrampilan dan pendidikan agama. Pendidikan agama sangat penting dalam membina rohani mereka. Walaupun fungsi pendengaran mereka mengalami gangguan, tetapi jiwa mereka tidak minder dan pesimis karena ketidaksempurnaan yang ada pada tubuh mereka. Guru yang “mumpuni” adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan belajarmengajar di kelas melalui program pembelajaran individual dengan memperhatikan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan pembelajaran ini kita kenal dengan nama lain sebagai individualized educational program (IEP). Selama proses kegiatan pembelajaran, guru kelas ditantang untuk dapat memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk kelainan-kelainan perilaku yang muncul, agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar13. Pelaksanaan pendidikan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) ini di bimbing oleh guru atau di sebut dengan instruktor. Seorang guru harus mempunyai kompetensi yang tinggi, sebab dengan kompetensi tersebut seorang pendidik dapat menguasai dan mengolah bahan pelajaran, mampu mengelola proses belajar-mengajar mampu memilih dan memakai metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik, mengingat kondisi peserta didik di SDLB ini adalah anak yang tidak bisa bicara dan mendengar 13
Prof. Dr. Bandi Delphie, M.A., S.E, “Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus,”PT. Refika Aditama, Bandung 2006, Hal. 1-2
9
(Tunarungu Wicara), sehingga perlu adanya keprofesionalan dari seorang pendidik dalam kegiatan belajar-mengajar. Tugas Guru adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa melalui
interaksi
komunikasi
dalam
proses
belajar-mengajar
yang
dilakukannya. Keberhasilan Guru dalam menyampaikan materi sangat tergantung pada kelancaran interaksi komunikasi antara Guru dengan siswanya. Ketidaklancaran komunikasi membawa akibat terhadap pesan yang diberikan Guru. Guru dalam suatu sekolah merupakan elemen yang paling esensial. Ia merupakan pendiri sekolah, sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu sekolah semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi Gurunya. Di sebuah sekolah Guru merupakan salah satu pemicu minat murid untuk menuntut ilmu. Dalam hal pembelajaran, Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian para murid baik dalam tata cara bergaul dan bermasyarakat dengan sesama murid lainnya. Untuk terciptanya hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah sistem komunikasi yang baik dengan menggunakan metode-metode pengajaran di dalamnya. Metode pengajaran dan materi pelajaran yang diajarkan seorang Guru khususnya Guru agama kepada murid ditentukan oleh seberapa jauh kedalaman ilmu pengetahuan sang Guru dan yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dalam norma-norma agama. Sedangkan tujuan dari metode pengajaran Guru agama lebih mengutamakan niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Guru agama disini tidak hanya sekedar Guru tetapi menjadi seorang da’i, di dalam metode penyampaiannya adalah tentang agama. Proses komunikasi tersebut selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan majunya ilmu pengetahuan. Pada awalnya manusia hanya mengenal komunikasi melalui suara. Komunikasi semacam ini terbatas pada jarak dekat dan face to face saja. Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak,
10
komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.14 Dan pada umumnya
komunikasi
merupakan
aktifitas
dasar
manusia,
dengan
berkomunikasi melakukan sesuatu hubungan, karena manusia adalah makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan satu sama lain saling membutuhkan. Hubungan individu yang satu dengan yang lainnya dapat dilakukan dengan berkomunikasi. Dengan komunikasi, manusia mencoba pula manusia melaksanakan kewajibannya.15 Dalam perspektif agama, bahwa komunikasi sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia dalam bersosialisasi. Manusia dituntut agar pandai dalam berkomunikasi. Hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an surat Ar-Rahman ayat 1-4 yang berbunyi:
Artinya : (Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara (Ar-Rahman ayat 1-4).
Komunikasi dalam istilah pendidikan dikenal sebagai komunikasi instruksional, dan komunikasi ini merupakan salah satu aspek fungsi komunikasi untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar sebagai komunikan dalam situasi instruksional yang terkondisi. Misalnya Guru disamping sanggup mengajar untuk memberikan instruksi kepada pelajar. Komunikasi instruksional ini lebih mengarah kepada pendidikan dan pengajaran, bagaimana seorang pengajar memiliki kerja sama dengan muridnya, sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Komunikasi instruksional merupakan satu bentuk atau pola 14
H.A.W. Widjaja, “Ilmu Komunikasi Pengantar Studi”, Jakarta, 2000, PT. Rineka Cipta, Cet, ke-2, hal.26 15 Toto Tasmara, “Komunikasi Dakwah”,Jakarta, 1997, Gaga Media Pratama, Cet ke-2, hal.6
11
komunikasi dalam dunia pendidikan dan pengajaran dapat terjadi dimana saja. Berangkat dari keprihatinan yang dialami siswa/i tunarungu ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang dilakukan di SLB-B Frobel Montessori Condet Jakarta Timur karena peneliti melihat bahwa ada beberapa siswa/i tunarungu seperti kehilangan interaksi dikarenakan keterbatasan fisik yang mereka miliki, kurangnya kasih sayang dari orang disekitarnya begitu juga dengan kurangnya konsep diri. Dengan latar belakang tersebut penulis terdorong untuk menelesuri kembali pola komunikasi antara Guru dan murid di SDLB Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur. Melihat fenomena diatas cukup penting sekali pola komunikasi Guru dalam suatu kegiatan belajar mengajar, karena itu menggugah penulis untuk mengangkat permasalahan judul “Pola Komunikasi Guru dan Murid Di SDLB Frobel Montessori Jakarta Timur”.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah SDLB Frobel Montessori mempuyai ada 2 kelas SDLB B dan SDLB C maka penulis membatasi penelitian hanya pada pola komunikasi Guru dan murid tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa B Tuna Rungu dan Tuna Wicara dan bentuk komunikasi pola komunikasi Verbal dan Non Verbal pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDLB Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur.
2. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang akan dibahas, maka penulis merumuskan masalah tersebut yaitu: a. Bagaimana implementasi pola komunikasi yang digunakan Guru terhadap murid di SDLB Frobel Montessori?
12
b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung antara Guru dan murid?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui implementasi pola komunikasi antara Guru dan murid dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di SDLB Frobel Montessori. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui Guru dalam penyampaian materi pendidikan, yang berkaitan dengan masalah pola komunikasi yang digunakannya dan faktor yang mendukung pola komunikasinya.
Manfaat Penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi khazanah kepustakaan atau ilmu pengetahuan kepada mahasiswa/i terutama Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tentang pola komunikasi Guru dan murid yang dilakukan di SDLB. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan memberikan sumbangan atau masukan bagi para Guru yang menyampaikan materi atau dalam praktek.
13
D. Metodologi Penelitian Untuk memperoleh data sesuai dengan apa yang diperlukan maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pola komunikasi guru dan murid di SDLB Frobel Montessori Jakarta Timur. 2. Metode Penelitian Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representatif
dalam
penelitian ini, maka penulis menggunakan metode deskriptif analisis melalui pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif ini bertujuan
untuk
mendeskripsikan
atau
menggambarkan
secara
sistematis faktual dan akurat mengenai faktor-faktor sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Adapun secara deskriptif adalah bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh penerapan metode kualitatif 16. Menurut Jalaluddin Rakhmat metode penelitian deskriptif analisis bertujuan mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan
gejala
yang
ada,
mengidentifikasi
masalah
atau
memberikan kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang17. 3. Subjek dan objek penelitian Subjek peneliti adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah 16
Lexy, J Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, Bandung, 2007, PT. Rosdakarya, Cet. Ke-23, hal.9-10 17 Jalaluddin Rakhmat, “Metode Penelitian deskriptif”, Bandung, 2002, Remaja Rosdakarya, h.25.
14
beberapa orang yang berkaitan dengan program belajar mengajar di SDLB Frobel Montessori. 4. Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) B Frobel Montessori yang berlokasi di Jl. Gang Masjid Al- Mabruk Condet Balekambang No.63 Kramat Jati Jakarta Timur 13530 Telp: (021) 8001637. 5. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah wakil populasi yang akan diteliti.18 Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi dan Tenaga Guru serta non Guru SDLB B Frobel Montessori tahun ajaran 2012-2013 sejumlah 24 orang. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas III dan Guru SDLB B Frobel Montessori tahun ajaran 2012-2013 sejumlah 5 orang. 6. Tahapan Penelitian a. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Interview (wawancara) Yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu penulis sebagai pewawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada individu yang bersangkutan.19 Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan orang-orang yang terlibat sebagai Guru di SDLB Frobel Montessori dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola komunikasi dalam proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan dalam peneliti ini. Tanya jawab tidak hanya dilibatkan kepada 18
Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta 1996, Rineka Cipta,cet. Ke-10, edisi revisi, hal. 117 19 Lexy, J Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, Bandung, 2007, PT. Rosdakarya, Cet. Ke-23, hal.18.
15
Guru saja, tetapi kepada siswa guna sebagai cross check. Sedangkan
teknik
wawancara
semistruktur yakni campuran antara wawancara
wawancara
yang
digunakan
adalah
struktur dan tidak berstruktur. 2) Observasi (pengamatan) Penulis
melakukan
memperoleh
data
pengamatan yang
secara
diperlukan.20
langsung Observasi
untuk atau
pengamatan secara langsung merupakan metode pertama yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Teknik Observasi atau pengamatan yang peneliti gunakan adalah bersifat langsung dengan mengamati objek yang diteliti, yakni bagaimana pola komunikasi Guru dan murid yang dilaksanakan di SDLB Frobel Montessori. Dan mengenai kegiatan belajar mengajar dalam pelajaran agama. 3) Dokumentasi Yaitu
teknik
pengumpulan
data
melalui
pengumpulan
dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi. Dokumentasi dapat dilakukan untuk mencari data mengenai permasalahan yang diteliti dari berbagai macam dokumen seperti: arsip-arsip milik SDLB Frobel Montessori ataupun tulisan-tulisan lain yang memiliki keterkaitan dengan bahasan penelitian ini. b. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dapat dilakukan dengan cara: (a) persiapan, (b) penyeleksian. Persiapan dilakukan dengan menyiapkan seluruh data lapangan, baik yang berupa rekaman, catatan lapangan, maupun foto. Data yang berupa rekaman suara ditranskrip atau disalin dalam bentuk tulisan, sedangkan data yang berupa foto dideskripsikan sesuai gambar. Setelah semua terkumpul, peneliti memulai menyeleksi data sesuai dengan objek . 20
Winayno Suyakhmad, “Pengantar Penelitian Ilmiah”, Bandung 1986, Penerbit Tarsifi, Cet.ke-7, hal.162.
16
c. Analisis Data Pada fase ini merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil kesimpulan-kesimpulan yang benar melalui proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan penganalisaan data hasil peneliti yang berwujud kata-kata. Setelah itu peneliti berusaha untuk menganalisa data dengan menyusun kata-kata kedalam tulisan yang lebih luas.
E. Penelitian Terdahulu Setelah penulis melakukan tinjauan kepustakaan baik di Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan di Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menemukan judul yang sejenis yaitu: 1. Pola Komunikasi Guru Agama dan Murid di SMP An-Nurmaniyah Ciledug Tanggerang. Karya Laily Syahidah tahun 2009. Ia menggunakan pendekatan metode penelitian kuantitatif. Skripsi ini membahas tentang bagaimana pola komunikasi guru dalam belajar mengajar di SMP AnNurmaniyah sebatas pada guru agama dan murid dikelas III. 2. Pola Komunikasi Guru dan Murid Pada Lembaga Bimbingan Belajar Bintang Pelajar. Karya Rosalina tahun 2009. Ia menggunakan metode kualitatif deskriptif. Skripsi ini membahas tentang pola komunikasi antara guru dan murid yang terjadi di dalam kelas pada lembaga bimbingan belajar Bintang Pelajar. Dan pola komunikasi yang digunakan adalah pola komunikasi guru-murid, murid-guru, murid-murid. 3. Pola Komunikasi Guru Agama Terhadap Siswa Dalam Pembinaan Ibadah Di SMP Islam Al- Syukro Ciputat. Karya Eka Irwati tahun 2011. Ia menggunakan metode kualitatif deskriptif. Skripsinya membahas tentang pola komunikasi agama terhadap siswa dalam pembinaan ibadah yang menggunakan dua pola komunikasi yaitu komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok.
17
4. Pola Komunikasi Guru dan Murid Dalam Mengenalkan Kalimat Thayyibah Pada PAUD AMANAH Di Benda Tanggerang. Karya Rizki Amelia2011. Ia menggunakan metode penelitan kualitatif deskriptif. Skripsinya membahas tentang pola komunikasi guru dan murid dalam mengenalkan kalimat thayyibah menggunakan pola komunikasi kelompok kecil dalam memberi pengetahuan tentang kalimat thayyibah, dan pola komunikasi antar pribadi untuk menilai pengucapan dan pemahaman murid
terhadap
kalimat
thoyyibah,
dan
proses
penyampaiannya
menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.
Adapun perbedaan skripsi yang penulis skripsi lebih kepada: 1. Pola Komunikasi Guru Agama dan Murid di SDLB B Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur pada tahun ajaran 2012/2013. 2. Menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Skripsi ini membahas tentang bagaimana pola komunikasi guru terhadap siswa kelas III dalam belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di SDLB Tunarungu Frobel Montessori. 3. Strategi Pola Komunikasi yang dilakukan Guru untuk menyampaikan materi kepada siswa tunarungu dengan menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan penelitian ini, secara sistematis penulisan laporan hasil penelitian di bagi kedalam lima bab yang terdiri dari sub-sub. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan.
18
BAB II Tinjauan Teori Terdiri dari Konsep Pola Komunikasi, Pengertian dan Bentuk Pola Komunikasi, Macam-macam Pola Komunikasi, Penerapan Komunikasi di Sekolah, Pengertian Komunikasi. BAB III Metodologi Penelitian Terdiri dari Profil SDLB Frobel Montessori, Sejarah SDLB Frobel Montessori, visi dan Misi SDLB Frobel Montessori, Fasilitas SDLB Frobel Montessori, dan Jumlah Guru yang mengajar di SDLB Frobel Montessori. BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan Terdiri dari Analisa Pola Komunikasi Guru dan Murid di SDLB Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur, Pola Komunikasi yang digunakan Guru Terhadap Murid di SDLB Frobel Montessori, Pola Komunikasi Guru yang paling dominan terhadap murid di lingkungan sekolah. BAB V Penutup Berisikan tentang kesimpulan dan saran bagian terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
19
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pola Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Wilbur Schramm mengatakan bahwa kata komunikasi itu berasal dari bahasa Latin: Communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti common (sama). Dengan demikian apabila kita akan mengadakan komunikasi, maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain. Sama di sini maksudnya adalah sama makna1. Menurut Cherrey, komunikasi adalah menekankan pada proses hubungan, sedangkan Gode berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses yang menekankan pada sharing atau pemilikan2. Jadi, jika mengadakan suatu komunikasi dengan satu pihak lain, maka kita menyatakan gagasan kita untuk mendapatkan komentar dari pihak lain mengenai suatu objek tertentu. Theodorson (dalam Liliweri) mengatakan bahwa komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu kelompok kepada kelompok lain terutama dengan menggunakan simbol3. Sedangkan Panji Anogoro dan Ninik Widiyanti (dalam Liliweri) memberi definisi komunikasi sebagai berikut4: komunikasi merupakan kapasitas individu dan kelompok lain. 2. Pengertian Pola Komunikasi Pola komunikasi merupakan serangkaian dua kata, karena keduanya mempunyai keterkaitan makna. Sehingga mendukung dengan makna lainnya, maka lebih jelasnya dua kata tersebut akan diuraikan tentang penjelasannya masing-masing. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti bentuk atau sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap yang mana pola dapat 1
Effendy, Onong Uchjana, “Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi”, Bandung 2003, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 9 2 Liliweri, Alo, “Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat”, Bandung 1997, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 5 3 Op.cit, hal. 11 4 Op. Cit, jal. 104
19
20
dikatakan contoh atau cetakan.5 Dalam Kamus Ilmiah Populer “pola” diartikan sebagai model, contoh, pedoman (rancangan).6 Pola pada dasarnya adalah sebuah gambaran tentang sebuah proses yang terjadi dalam
sebuah
menganalisa
kejadian kejadian
sehingga
memudahkan
tersebut,
dengan
seseorang
tujuan
agar
dalam dapat
meminimalisasikan segala bentuk kekurangan sehingga dapat diperbaiki. Secara etimologis, kata komunikasi berasal dari bahasa latin “communication” dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”, maksudnya orang yang menyampaikan dan yang menerima mempunyai persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan.7 Sedangkan pola komunikasi itu sendiri merupakan gabungan dua kata antara pola dan komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk penyampaian suatu pesan yang sistematis oleh seseorang dengan melibatkan orang lain8. Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) pola komunikasi (atau yang disebut dengan model komunikasi) yakni9: 1)
Proses Komunikasi Secara Linear Istilah linear mengandung makna lurus. Jadi proses linear berarti perjalanan dari satu titik lain secara lurus. Dalam konteks komunikasi proses secara linear adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi linear ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face to face communication) maupun dalam situasi komunikasi bermedia (mediated communication).
5
Departemen Pendidikan nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3”, Jakarta 2002, Balai Pustaka, hal.885. 6 Puis A. Partanto dan M. dahlan al-Barrry, “Kamus Ilmiah Populer”, Surabaya 1994, Penerbit Arkola,hal.605. 7 Djamalul Abidin Ass, “Komunikasi dan bahasa Dakwah”, Jakarta 1996, Penerbit Gema Insani Press , hal. 16 8 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung 1986, Alumni, cet. ke-2, hal.4 9 ibid
21
2)
Proses Komunikasi Secara Sirkular Sirkular sebagai terjemahan dari perkataan “circular” secara harfiah berarti bulat, bundar atau keliling sebagai lawan dari perkataan linear tadi yang bermakna lurus. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses secara sirkular itu adalah terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator, oleh karen itu ada kalanya feedback tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah “ respon“ atau tanggapan komunikasi terhadap pesan yang ia terima dari komunikator.
3)
Proses Komunikasi Secara Sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikasi dalam proses secara sekunder ini semakin lama semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih yang didukung pula oleh teknologi-teknologi lainnya yang bukan teknologi komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu alat utama penunjang terjadinya
interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut antara orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia dan tidak akan terjadi tanpa adanya syarat-syarat sebagai berikut10: 1) Adanya kontak sosial (social contact) yang dapat diartikan secara harafiah bersama-sama menyentuh, dengan istilah lain kontak fisik (face to face) ditekankan dalam pengertian ini. Namun, seiring perkembangan jaman, maka kontak sosial tidak selalu harus diawali dengan kontak fisik (face to face) karena dengan keberadaan teknologi seperti telepon maupun surat kabar memungkinkan seseorang mampu
10
Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 61
22
melakukan kontak sosial melalui media perantara yang lain. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu: a. Antara orang perorangan yang terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses di mana anggota masyarakat yang baru, mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota. b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya. c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. 2) Adanya komunikasi ini berarti bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain.
3. Macam-macam Pola Komunikasi Pada dasarnya ada beberapa pola komunikasi, yakni komunikasi intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri), komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi), komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.
1) Komunikasi Intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri). Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dalam diri sendiri yaitu proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses pengolahan informasi melalui panca indra dan sistem saraf.11 Bahwa manusia apabila dihadapi dengan suatu pesan untuk mengambil keputusan menerima ataupun menolaknya akan mengadakan terlebih 11
hal.39
Sasa Djuarsa Sendjaja, “Pengantar Komunikasi”, Jakarta 1998, Universitas Terbuka,
23
dahulu suatu komunikasi dengan dirinya (proses berfikir). Dalam proses berfikir ini seseorang menimbang untung rugi usul yang diajukan oleh komunikator.12
2) Komunikasi Interpersonal (komunikasi antar pribadi) Komunikasi antar pribadi adalah proses paduan penyampaian pikiran dan perasaan oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan melakukan kegiatan tertentu.13 Secara umum komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai proses pertukaran informasi diantara komunikator dengan komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis berupa percakapan. Komunikasi interpersonal dampaknya dapat dirasakan pada waktu itu juga oleh pihak yang terlibat.14
3) Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang (komunikator) dengan sejumlah orang (komunikasi) yang berkumpul bersama-sama dalam satu kelompok.15 Komunikasi kelompok ini mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, proses komunikasi terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara kepada khalayak yang lebih besar dan tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung secara kontinue dan bisa dibedakan sumber dan penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan terencana dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu.16
12
Phil, Astrid Susanto, “Komunikasi Dalam Teori dan Praktek”, Bandung: Mandar Maju, 1992. Cet. Ke-1, h.4 13 Onong Uchjana Efendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990, cet. Ke-5, h. 126 14 Sr. Maria Assumpte Rumanti OSF, Dasar-dasar Public Relation Teori dan Praktis, Jakarta: Grasindo, 2002, cet. Ke-1, h.88 15 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1986, cet. ke-2, h.5 16 Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005, cet. Ke-2, h.33
24
4. Pola Komunikasi Guru dan Murid Komunikasi merupakan peristiwa sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Hovland, Janis, dan Kelly dalam Jalaluddin mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (ussualy verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience)”. Komunikasi yang dilakukan melalui lambang verbal (katakata) hendaknya memberikan stimulus kepada audiens dalam interaksi yang dilakukannya. Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah : 1) proses belajar yang meliputi aspek kognitif (berfikir) dan afektif (merasa), 2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang atau disebut komunikasi, dan 3) mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, bermain peran, identifikasi, proyeksi, agresi, dan lain-lain17. Proses pembelajaran di kelas merupakan suatu interaksi antara Guru dengan siswa dan suatu komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam suasana eduakatif untuk pencapaian tujuan belajar18. Dalam proses pembelajaran ini, kedua komponen tersebut yaitu interaksi dan komunikasi harus saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal. Menurut Husaini Usman pola-pola komunikasi di kelas antara G (Guru) dan S (siswa) dapat berlangsung sebagai berikut19 : 1. Pola Guru – Siswa G
(komunikasi sebagai aksi, hanya berlangsung satu arah. Siswa tidak berperan aktif dan Guru lebih aktif)
S
17
S
S
Rakhmat Jalaluddin, 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya,
hal. 3 18
Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013. 19 http: //www.uns.ac.id/data/sp5.pdf
25
2. Pola Guru – siswa – Guru G
(ada balikan atau feedback bagi Guru, komunikasi sebagai interaksi kedua belah pihak. Guru dan siswa sama aktif)
S
S
S
3. Pola Guru – siswa – siswa – Guru G (komunikasi multi arah dengan interaksi yang optimal) S
S
S
4. Pola Guru – siswa – siswa – Guru, siswa – siswa G
(komunikasi multi arah, kelas lebih hidup. Semua terlibat dalam menciptakan suasana belajar yang memotivasi)
S
S
S
S
5. Pola melingkar G
(setiap
siswa
mengemukakan
mendapat
giliran
sambutan,
untuk tidak
diperkenankan mengemukakan pendapat 2 kali apabila siswa lain
belum mendapat
giliran) S
S
S
S S
Situasi dalam pembelajaran terjadi dalam beberapa pola komunikasi diatas. Adanya berbagai bentuk atau pola ini dapat mengembangkan potensi siswa tetapi pemilihan jenis komunikasi yang akan digunakan Guru sangat bergantung pada kondisi siswa di kelas serta kebutuhan pembelajaran. Bisa
26
juga Guru memadukan pola-pola yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Misalnya : pada tahap apersepsi Guru cenderung menggunakan pola kedua. Setelah dirasa pembelajaran membosankan, beralih pada pola keempat, dan seterusnya. Belajar
– mengajar sebagai
suatu proses
komunikasi
yang
menekankan aspek kognitif mengandung makna bahwa Guru sebagai pemberi informasi akan menyampaikan gagasan atau konsep kepada siswanya. Setelah siswa mendapatkan gagasan dari Guru, siswa akan mengubahnya menjadi kode – kode di dalam pikirannya sehingga pengetahuan yang ada menjadi milik siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sama dengan gagasan yang dimiliki oleh Guru saat menyampaikan materi (tidak miskonsepsi). Pengetahuan yang ada pada tiap siswa dapat ditularkan kepada siswa yang lain. Jadi, dalam hal ini Guru harus memberikan stimulus pada siswa secara tepat
agar
komunikasi
Guru
dapat
menggerakkan
siswa
untuk
mengkomunikasinkannya kembali dengan yang lain. Menurut Shintya, proses komunikasi edukatif selain untuk transfer pengetahuan (kognitif)
juga merupakan suatu proses yang mentransfer
sejumlah norma (afektif). Norma-norma ini harus ditransfer oleh Guru kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, wajar jika komunikasi ini tidak hanya berproses pada tingkat pemahaman siswa pada materi saja tetapi juga mengandung muatan norma-norma yang patut dan tidak patut dilakukan oleh siswa. Adanya komunikasi edukatif ini dapat dijadikan sebagai jembatan yang mendukung pengetahuan yang diterima siswa dan perbuatan yang dilakukannya sehingga tingkah laku siswa sesuai dengan pengetahuan yang diterimanya20. Menurut Hasibuan dalam Shintya, pola komunikasi Guru yang efektif dalam pembelajaran adalah pola pembelajaran yang didalamnya terjadi interaksi dua arah antara Guru dan siswa. Artinya, Guru tidak harus selalu menjadi pihak yang dominan yang berperan sebagai pemberi informasi saja 20
Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013, hal. 3
27
tetapi Guru juga harus memberikan stimulus bagi siswa agar tergerak lebih aktif. Komunikasi yang dilakukan Guru harus mampu menggugah motivasi siswa untuk terlibat mengisi dan menemukan makna pembelajaran21. Siswa akan menjadi lebih aktif ketika mereka memiliki rasa kebersamaan di kelas tersebut (sense of kolektive). Rasa kebersamaan ini dapat dibina dari komunikasi yang dilakukan Guru ataupun siswa yang lain agar dirinya merasa di terima (Sense of membershif). Perasaan diterima inilah sebagai salah satu komponen yang dapat menumbuhkembangkan siswa. Ketika seseorang diterima, dihormati, dan disenangi orang lain dengan segala bentuk keadaan dirinya, maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan penerimaan dirinya. Keadaan dimana siswa merasa diterma dapat menjadi modal untuk menumbuhkan motivasi diri yang dapat meningkatkan prestasi belajar. Salah satu komunikasi Guru yang dapat memberikan motivasi pada siswa adalah Guru peduli dan paham terhadap apa yang sedang mereka ajarkan serta mengkomunikasikannya dengan siswa bahwa apa yang sedang mereka pelajari adalah sesuatu yang penting dan bermanfaat. Dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh Guru akan menimbulkan inspirasi baru bagi siswanya dan lebih meningkatkan perhatian siswa pada materi. Kenyataan di sekolah sering menunjukkan bahwa komunikasi antara Guru dan siswa masih relatif kurang. Siswa dalam mempelajari materi yang diberikan Guru, kebanyakan masih sulit menerima dan memahami sehingga prestasi yang dimiliki siswa masih rendah. Guru dalam memberikan materi kepada siswa tidak selalu memperhatikan tingkat pemahaman siswa, apakah siswa sudah paham, bagian manakah yang masih sulit, apakah perlu diulangi, dan lain-lain. Sehingga dari adanya balikan (feedback) dari Guru siswa merasa diterima dan tergerak lebih aktif mengikuti pembelajaran.
21
Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013., hal. 1
28
Salah satu komunikasi yang membuat siwa tergerak untuk lebih aktif adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya langsung dijawab oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget bahwa perumusan pertanyaan merupakan salah satu bagian yang penting dan paling kreatif dalam pendidikan. Guru harus memberikan apresiasi terhadap segala bentuk komentar ataupun jawaban siswa dan tidak diperkenankan memberikan umpan balik yang negatif22. Melihat pada pola kelima bahwa siswa tidak diperkenankan untuk mengemukakan jawaban dua kali apabila siswa lain belum mendapat giliran, maka hal ini menjadi sesuatu yang dapat dipahami bersama ketika peraturan ini dikomunikasikan di awal yaitu sebelum pertanyaan-pertanyaan diberikan. Pola semacam ini terkadang dibutuhkan agar semua siswa mendapat kesempatan yang sama. Ketika Guru mendapatkan jawaban ataupun komentar siswa, maka Guru harus memberikan apresiasi dengan mengatakan bahwa jawaban atau komentar yang mereka kemukakan adalah benar atau jawaban mereka bagus namun belum tepat. Jika tidak dilakukan balikan dan Guru cenderung tidak peduli dengan jawaban siswa, maka siswa merasa bahwa jawaban yang mereka kemukakan adalah jawaban yang tidak bermutu. Sedangkan, Guru sendiri akan kehilangan hubungannya dengan siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Kennedy (2004) dalam Affiral dan Rafidah (2009) yang mengemukakan23 : “teachers with dismissing (avoidant) attachments style may have difficulty recognizing their own lack of warmth, trust, and sensitivity in their relationship with their students’. Persepsi Guru terhadap siswanya akan mempengaruhi komunikasi yang mereka lakukan. Sebisa mungkin Guru tetap menjaga komunikasi yang positif dikelas dan tidak memberikan suatu penghakiman (judgement) bahwa siswa ini cantik, pintar, bodoh, malas, suka membuat gaduh di kelas, dll. 22
dalam Dahar, 1996 Affizal dan Rafidah. “Teacher – Student Attachment and Teachers’s Attitudes Towards Work”. Diambil dari : Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 24, 2009. Diakses tanggal : 18 Mei 2013 23
29
Pandangan semacam ini akan membuat Guru kurang diperhatikan oleh siswa dan menimbulkan kondisi pembelajaran yang kurang kondusif untuk peningkatan prestasi belajar siswa. Maka, Guru harus memandang semua siswa dengan pandangan yang positif agar dari komunikasi yang dibina ini dapat membantu dan memberikan dukungan untuk mengembangkan potensi siswa. Komunikasi efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Setiap kali Guru melakukan komunikasi, sebenarnya bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan tetapi juga membangun sebuah hubungan interpersonal. Menurut Jalaluddin, komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tidakan24. Pengertian. Komunikasi yang dilakukan Guru pada siswa harus menimbulkan pengertian. Pengertian disini menyangkut penerimaan yang cermat pada isi pesan, ide, atau gagasan seperti yang dikemukankan oleh Guru. Kegagalan dalam menerima isi pesan secara cermat dapat menimbulkan kesalah pahaman. Maka, ketika Guru mengkomunikasikan materi, gagasan, ataupun penanaman konsep, Guru harus memberikannya sejelas mungkin dan sebisa mungkin peduli pada pemahaman siswa. Kesenangan. Tidak semua komunikasi yang dilakukan Guru ditujukan untuk penyampaian materi atau gagasan agar membentuk pengertian dari siswa. Tetapi juga digunakan untuk membentuk kesenangan pada siswa dalam mengikuti pembelajaran yang nantinya dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar. Sebuah survey nasional terhadap 1.000 siswa berusia 13 – 17 tahun menyebutkan bahwa beberapa karakter penting yang harus dimiliki Guru adalah selera humor yang baik yang mampu membuat siswa
24
hal. 13
Rakhmat Jalaluddin, “Psikologi Komunikasi”. Bandung 2008,Remaja Rosdakarya,
30
tertarik dan menyukai pelajaran yang diajarkan25. Guru yang berkomunikasi secara menyenangkan ini mampu memotivasi siswa dalam belajar, maka sebaiknya Guru harus bersikap humoris dan luwes kepada siswa. Guru juga harus memilih kata-kata yang sekiranya sesuai dengan siswa, tidak menyindir, tidak terlalu memaksa siswa untuk melakukan hal seperti yang Guru inginkan. Motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran lebih mudah terbentuk pada Guru yang mengadakan komunikasi dengan menambahkan kelucuan-kelucuan yang wajar dalam kegiatan pembelajarannya. Mempengaruhi sikap.
Guru melalui komunikasi persuasif dapat
mempengaruhi siswa untuk melakukan hal-hal yang positif. Misalnya : mengajak untuk berkonsentrasi selama pembelajaran, mengajak untuk mencintai materi yang dibahas. Telah dikatakan diatas bahwa komunikasi tidak hanya untuk aspek kognitif saja tetapi juga aspek afektif. Guru yang dapat mempengaruhi sikap siswa selama pembelajaran dapat meningkatkan perhatian dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hubungan yang makin baik.
Komunikasi interpersonal yang
dilakukan dapat mempengaruhi hubungan interpersonal Guru dan siswa. Dalam menumbuhkan siswa, Guru harus mengadakan relasi yang lebih dekat dengan siswa. Relasi yang dekat ini dapat didukung dengan adanya komunikasi yang baik. Misalnya : Guru tidak memberikan judgement bahwa siswa ini cantik, pintar, bodoh, dll. Guru harus memberikan apresiasi pada siswa ketika mereka memberikan jawaban atas pertanyaan dan tidak menolak jawaban yang dikemukakan siswa, Dengan mengetahui kebutuhan siswa bahwa mereka ingin diterima di kelas, maka Guru harus menciptakan iklim yang kondusif di kelas dimana siswa yang satu harus berhubungan baik dengan siswa yang lainnya. Komunikasi inilah yang dapat menimbulkan relasi Guru dan siswa menjadi lebih hangat, dekat, dan menyenangkan.
25
Kristiandi, 2009. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan Motivasi Belajar di Kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan. Diambil dari http://respository.usu.ac.id/ hal. 15
31
Disini, komunikasi interpersonal menjadi kunci terbentuknya hubungan yang lebih baik. Tindakan. Efektivitas komunikasi Guru diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh siswa. Untuk menciptakan tindakan nyata pada siswa, Guru harus lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap, serta menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik. Jadi, terbentuknya tindakan nyata pada siswa adalah titik akhir dari jaringan komunikasi yang dilakukan untuk menumbuhkembangkan siswa. Normanorma yang ditanamkan pada siswa akan diaktualisasikan siswa secara nyata jika dikomunikasikan Guru dengan baik. Misalnya : mengajak untuk rajin belajar, lebih rajin membaca, dan bersikap aktif saat pembelajaran. Maka, dalam hal ini siswa harus ditanamkan dulu 4 komponen diatas. Jadi,
komunikasi
yang
dilakukan
Guru
di
kelas
dapat
menumbuhkembangkan siswa jika komunikasi tersebut dilakukan secara efektif dan menyenangkan, dengan memperhatikan unsur-unsur diatas, yaitu : terbentuk pengertian yang cermat, terciptanya kesenangan, mempengaruhi sikap, tercipta hubungan interpersonal yang makin baik, dan terbentuknya tindakan positif pada siswa. Dengan kelima unsur ini, maka Guru dapat menumbuhkembangkan
siswa
baik
menumbuhkan
motivasi
belajar,
penerimaan diri, dan prestasi yang lebih baik.
5. Pola Komunikasi Guru dan Siswa Tuna rungu Kebutuhan setiap manusia tanpa terkecuali untuk berkomunikasi merupakan hal yang tidak dapat ditunda lagi keberadaannya. Kemampuan dalam berkomunikasi yang dibutuhkan oleh manusia ini didukung dengan keberadaan frame of reference agar komunikasi berjalan dengan lancar. Selain itu, kelengkapan panca indera yang layaknya dimiliki oleh setiap manusia juga menjadi salah satu modal yang cukup penting demi terjalinnya komunikasi yang efektif. Idealnya, keberadaan frame of reference dan panca indera yang lengkap merupakan salah satu pendukung utama dari terjalinnya komunikasi yang efektif.
32
Namun, tidak semua manusia terlahir dalam keadaan fisik yang sempurna. Ketidaksempurnaan itu adalah keberadaan anak-anak yang terlahir dengan cacat fisik atau biasa disebut dengan ketunaan. Salah satu ketunaan yang menghambat kemampuan anak-anak dalam berkomunikasi adalah tunarungu. Tunarungu merupakan salah satu kelemahan yang menjadikan seseorang sulit berkomunikasi seperti orang normal pada umumnya. Hal ini disebabkan kekurangan mereka dalam hal pendengaran dan kemampuan berkomunikasi baik secara verbal dan nonverbal layaknya orang biasa. Tidak berlebihan rasanya jika kebutuhan dalam hal berkomunikasi pada anak tunarungu harus segera dipenuhi, karena kemampuan dalam hal berkomunikasi merupakan salah satu penunjang dalam kehidupan sosial di masyarakat. a. Pola komunikasi Interpersonal Menurut Rogers bersama D. Lawrence Kincaid dalam Cangara26, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Dengan komunikasi maka terbentuk interaksi antara orang satu dengan yang lain yang dapat dipahami bersama-sama. Anak tunarungu karena mengalami gangguan dalam pendengaran maka dalam komunikasinya kebanyakan menggunakan bahasa isyarat dan yang mengerti hanyalah sesama anak tunarungu serta guru yang mengajarnya. Menurut Sadjaah bina bicara merupakan suatu upaya untuk tindakan baik perbaikan upaya koreksi maupun upaya pelurusan dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata agar dimengerti oleh orang yang diajak bicara27. Dalam latihan bina bicara anak tunarungu dilatih untuk bicara dengan pengucapan yang baik dan benar ejaannya maupun penggunaan bahasa yang tepat.
26
Cangara, Hafied H, “Pengantar Ilmu Komunikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, hal. 56 27 Sadjaah (1995:
33
Bina bicara
diberikan kepada
individu
agar
anak
dapat
mengfungsikan alat bicaranya secara terampil dan berani bicara sehingga anak dapat berkomunikasi secara wajar seperti masyarakat pada umumnya. Pemberian bina bicara ini diberikan kepada anak tunarungu yang lebih ditetaknkan pada komunikasi antar teman yang ada di kelas. Apabila
anak
tunarungu
dalam
satu
kelas
dibiasakan berkomunikasi dengan baik dan benar maka anak setiap hari akan terbiasa berkomunikasi dengan baik dan benar. Interaksi sosial ini erat kaitannya dengan keberadaan komunikasi interpersonal sebagai bentuk dasar dari komunikasi antarmanusia. Ini berarti bahwa setiap manusia tanpa terkecuali membutuhkan kemampuan komunikasi, baik dalam bentuk komunikasi verbal maupun nonverbal, sebagai kemampuan dasar mereka yang paling dibutuhkan agar mampu berkomunikasi dan mampu mengkomunikasikan secara timbal balik kepada orang lain. Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi pesan secara langsung pula. Komunikasi interpersonal sendiri sangat sarat dengan berbagai bentuk komunikasi verbal dan nonverbal yang terbentuk didalamnya. Komunikasi verbal menekankan keberadaan interaksi bahasa sebagai alat utama dalam melakukan komunikasi dengan persona lain. Bahasa dapat dibayangkan sebagai kode, atau sistem simbol, yang digunakan untuk membentuk pesan-pesan verbal kita28. Komunikasi nonverbal menekankan aspek komunikasi pada setiap gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara bahkan juga keheningan29. . 28
Joseph A. Devito, “Komunikasi Antar Manusia”, Jakarta 1997,Professional Book,
29
Ibid, hal. 177
hal. 119
34
Kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal, secara mendasar telah dimiliki oleh manusia normal yang memiliki panca indera yang lengkap. Namun sayangnya, kelengkapan panca indera ini tidak dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Sehingga, dibutuhkan bimbingan khusus bagi mereka yang memiliki kekurangan panca indera agar mereka juga dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan orang lain dalam kehidupannya. Bimbingan khusus ini diwujudkan dalam bentuk institusi formal yaitu sekolah luar biasa. Menjawab kebutuhan ini, maka salah satu sekolah luar biasa yang ada di Condet Jakarta Timur, yaitu SDLB-B YPFM (Yayasan Pendidikan Frobel Montessori) mencoba memberikan fasilitas khusus bagi anak tunarungu dalam memberikan bekal dasar kemampuan agar mereka mampu hidup mandiri dalam kehidupan bermasyarakat dengan memiliki kemampuan berkomunikasi. Hal utama yang menjadi dasar perhatian dan penting dalam penelitian ini adalah keberadaan guru dan murid tunarungu itu sendiri. Anak dengan kebutuhan khusus tunarungu memiliki kebutuhan spesial dalam pendidikan yang tidak bisa dipenuhi oleh sekolah normal pada umumnya. Keberadaan guru di sekolah luar biasa menjadi sebuah panasea tersendiri bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya dan anak tunarungu pada khususnya. Hak terhadap pengetahuan, ilmu, dan informasi tentang dunia luar tidak akan dapat mereka penuhi tanpa adanya arahan dan bimbingan dari sekolah formal yang memberikan guru dengan kemampuan khusus membimbing anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Maka pendidikan di bangku sekolah menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi agar anak tunarungu dapat memperoleh pendidikan yang setara dengan anak normal lainnya, utamanya dalam berkomunikasi. Pendidikan bagi anak tunarungu sendiri juga bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan bagi para guru tunarungu, karena seringkali mereka harus memikirkan cara-cara tersendiri di luar pemikiran guru sekolah normal, terutama yang berhubungan dengan
35
peningkatan kemampuan komunikasi murid tunarungu yang mereka bimbing sehari-hari. b. Pola komunikasi kelompok Dasar teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi kelompok dan 3 (tiga) teori utama lain yaitu strategi komunikasi, komunikasi verbal dan nonverbal, dan kemampuan komunikasi yang digunakan sebagai alat penguat munculnya penelitian ini sekaligus sebagai alat untuk melakukan analisis dari hasil penelitian. Komunikasi kelompok adalah proses dalam menghasilkan pesan antara beberapa orang dalam situasi yang memungkinkan untuk melakukan timbal balik baik dari pembicara dan pendengar30. Komunikasi interpersonal merupakan bentuk dasar dari komunikasi yang dilakukan oleh manusia tiap waktu, sehingga disadari atau tidak komunikasi interpersonal telah menjadi kebutuhan dalam kehidupan masayarakat. Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan31. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan. Strategi komunikasi ini digunakan oleh komunikator kepada komunikan agar pesan dari komunikator dapat tersampaikan pada komunikan. Jika strategi komunikasi yang diterapkan oleh komunikator berhasil, maka tidak hanya sekedar pesan dari komunikator kepada komunikan saja yang tersampaikan, tetapi juga akan mampu melakukan perubahan pada diri komunikan dengan mudah dan cepat.
30
Judy Pearson, et.al. “Human Communication Second Edition”, New York: McGrawHill, 2006, hal: 19 31 Onong Uchjana Effendy , “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi”, Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2003, hal: 301
36
Komunikasi verbal atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih dalam kegiatan komunikasi, sedangkan bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami suatu komunitas32. Sedangkan komunikasi nonverbal identik dengan penggunaan lambang-lambang yang pemaknaannya dibentuk secara bersama maupun lambang-lambang yang berhubungan dengan panca indera (body movement,
facial
communication,
eye
communication,
touch
communication). Menurut Judy Pearson kemampuan komunikasi dapat dipelajari oleh semua orang dengan memahami pentingnya perbedaan persepsi tiap orang, peraturan self-concept dalam komunikasi, bahasa verbal, dan aturan komunikasi nonverbal33. Lebih lanjut, Pearson mengungkapkan bahwa anda harus mau membuka diri anda dengan kehadiran orang lain, anda harus memahami orang lain dengan mendengarkan secara hati-hati dan teliti, anda harus menerima walau memahami kondisi dan bertindak sesuai dengan kebiasaan seringkali interaksi tersebut tidak berjalan lancar atau sukses34.
B. Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu 1. Pengertian Tunarungu Dalam
mendefinisikan
gangguan
pendengaran
(hearing
disorders) dari sudut pandang kebutuhan pembelajaran, sangat penting untuk mempertimbangkan tingkat beratnya kehilangan pendengaran (hearing loss) dan usia seseorang ketika kehilangan pendengarannya mulai terjadi. Tingkat berat-ringannya hearing loss sangat penting diketahui agar fungsi pendengaran yang mungkin masih tersisa (residual hearing) bias 32
Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) hal:237 33 Judy Pearson, et al. Op.cit., hal: 157 34 Loc.cit., hal: 157
37
digunakan secara optimal. Usia pada saat kehilangan pendengaran merupakan pertimbangan yang penting, disebabkan hubungannya dengan pertumbuhan bahasa. Jika gangguan pendengaran terjadi pada masa sebelum anak mengenal bahasa lisan (prelingual), efek gangguan ini akan lebih besar dibanding jika terjadi setelah bahasa lisan anak berkembang (postlingual). Semakin
dewasa
usia
anak
saat
mengalami
gangguan
pendengaran, akan lebih besar kesempatan bagi si anak untuk menguasai konsep bahasa yang signifikan dan kemampuan konseptual (conceptual skills). Istilah gangguan pendengaran (hearing impairment) dipakai dalam menjelaskan baik orang yang benar-benar “tuli” maupun yang hanya “sulit mendengar”. Sulit mendengar merupakan gangguan pendengaran (hearing impairment) yang bisa bersifat permanent maupun sementara, yang jelas berpengaruh pada prestasi pembelajaran anak. Sedangkan Tuli adalah suatu gangguan pendengaran (hearing impairment) yang sangat berat sehingga si anak tidak bisa melakukan proses informasi bahasa melalui pendengaran, dengan ataupun tanpa alat pengeras suara, yang dengan jelas mempengaruhi prestasi pembelajaran akademis (Federal Register).35 2. Faktor-faktor penyebab Tunarungu Banyak informasi tentang sebab-sebab terjadinya kerusakan organ pendengaran yang mengakibatkan penderitanya mengalami kelainan pendengaran (Tunarungu). Kondisi ketunarunguan yang dialami anak, dihubungkan dengan kurun waktu terjadinya, yaitu sebelum anak lahir (prenatal), saat anak lahir (neonatal), atau sesudah anak lahir (posnatal). Secara terinci determinan ketunarunguan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah anak dilahirkan dapat diuraikan sebagai berikut:
35
J. David Smith. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa Cetakan I 2006 Hal: 270
38
1) Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi ketika anak masih berada dalam kandungan ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dalam kandungan antara lain sebagai berikut: a) Hereditas atau keturunan Banyak informasi yang mengindikasikan terjadinya keadaan genetis
yang
berbeda
dapat
mengarah
terjadinya
sebuah
36
ketunarunguan . Secara genetic, gangguan pendengaran dapat ditularkan oleh orangtua kepada anak-anaknya, baik itu gen-gen resesif (orangtua mempunyai pendengaran normal) maupun gengen dominan (salah satu atau keduanya mempunyai dasar gangguan pendengaran secara genetik)37.Factor itu erat kaitannya dengan anggota keluarga terutama ayah dan ibu. Anak yang mengalami ketunarunguan karena di antara anggota keluarganya ada yang mengalami ketunarunguan. b) Maternal Rubella Maternal rubella yang dikenal sebagai penyakit cacar air jerman, atau campak. Virus penyakit tersebut berbahaya jika menyerang seseorang wanita ketika tiga bulan pertama waktu kehamilan sebab dapat memengaruhi atau berakibat buruk terhadap anak atau bayi yang dikandungnya38. c) Pemakaian Antibiotika Over Dosis Ada beberapa obat-obatan antibiotika yang jika diberikan dalam jumlah besar akan mengakibatkan ketunarunguan atau kecacatan yang lain. Adapun obat-obatan yang besar pengaruhnya terhadap gangguan pendengaran atau tunarungu pada anak semasa dalam kandungan antara lain: dihydrostreptomicyn, neomicin,
36
Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006 Hal: 64 37 J. David Smith. Op.cit. Hal: 279 38 Ibid Hal: 66
39
kanamicin, dan strepromycin. Pengaruh buruk obat tersebut dapat menimbulkan tunarungu sensoniural (tunarungu saraf). d) Toxoemia Ketika sang ibu sedang mengandung, karena suatu sebab tertentu sang ibu menderita keracunan pada darahnya (toxoemia). Kondisi ini dapat berpengaruh pada rusaknya placenta atau janin yang dikandungnya, akibatnya ada kemungkinan sesudah bayi itu lahir akan menderita tunarungu. 2) Keturunan saat lahir (neonatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi saat anak
dilahirkan.
Ada
beberapa
kondisi
yang
menyebabkan
ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dilahirkan antara lain sebagai berikut: a) Lahir Prematur Prematur adalah proses bayi yang terlalu dini sehingga berat badannya atau panjang badannya relative sering di bawah normal, dan jaringan-jaringan tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih mudah terkena anoxia (kekurangan oxigen). Bayi yang lahir prematur sebagai salah satu penyebab anak menjadi tunarungu. b) Rhesus Factors Setiap manusia sebenarnya mempunyai jenis darah yang biasa disebut rhesus, disingkat Rh. Jenis darah yang ada pada manusia adalah jenis darah A-B-AB-O. Pada jenis darah tersebut ada rhesus yang positif dan ada rhesus yang negative, kedua rhesus tersebut dapat dilihat pada pemeriksaan sel-sel darah merah. Jika dalam pemeriksaan sel-sel darah seseorang pada permukaan sel-sel darahnya mengandung rhesus disebut rhesus positif. Sebaliknya jika dalam pemeriksaan darah bersangkutan tidak menampakkan tanda-tanda tersebut dapat digolongkan pada orang-orang yang punya rhesus negatif. Jika jenis rhesus darah anak tidak sesuai dengan rhesus ibu yang mengandungnya, selama itu pula anak yang dilahirkan akan
40
mengalami abnormalitas (kelainan), dan sebaliknya jika rhesus darah sesuai maka anak yang dilahirkan akan normal. 3) Ketunarunguan setelah lahir (posnatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak dilahirkan oleh ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi setelah dilahirkan antara lain sebagai berikut. a) Penyakit meningitis cerebralis Meningitis cerebralis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak. Terjadinya ketunarunguan ini karena pada pusat susunan saraf pendengaran mengalami kelainan akibat dari peradangan tersebut. Jenis ketunarunguan akibat peradangan pada selaput otak ini biasanya jenis ketunarunguan perseptif. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya peradangan yang fatal harus berhati-hati dalam menjaga bagian-bagian yang vital di daerah kepala, agar tidak mengalami kecelakaan yang berakibat fatal. b) Infeksi Ada kemungkinan sesudah anak lahir kemudian terserang penyakit campak
(meales),
stuip,
thypus,
influenza,
dan
lain-lain.
Keberadaan anak yang terkena infeksi akut akan menyebabkan anak mengalami tunarungu perspektif karena virus-virus akan menyerang bagian-bagian penting dalam rumah siput (cochlea) sehingga mengakibatkan peradangan. c) Otitis media kronis Keadaan
ini
menunjukkan
di
mana
cairan
otitis
media
(kopoken=jawa) yang berwarna kekuning-kuningan tertimbun di dalam telinga bagian tengah. Kalau keadaannya sudah kronis atau tidak terobati dapat menimbulkan gangguan pendengaran, karena hantaran suara yang melalui telinga bagian tengah terganggu. Pada penderita secretory otitis akan menderita ketunarunguan konduktif. Bedanya cairan mengental dan menyumbat rongga telinga bagian tengah, dan terjadi pembesaran adenoid, sinusitis dan seterusnya
41
sehingga terjadilah alergi pada alat pendengaran. Penyakit ini sering terjadi pada masa anak-anak39. Kondisi ini seringkali dibarengi oleh rasa sakit di telinga, namun tidak selalu40.
3. Ciri-ciri Anak Tunarungu Berikut ini ada beberapa ciri khas tunarungu menurut Sumadi dan Talkah. 1) Fisik. Secara fisik, anak tunarungu ditandai dengan sebagai berikut: a) Cara berjalan yang biasanya cepat dan agak membungkuk yang disebabkan adanya kemungkinan kerusakan pada alat pendengaran bagian keseimbangan, b) Gerakan matanya cepat, agak beringas; menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di sekitarnya, c) Gerakan anggota badannya cepat dan lincah yang terlihat pada saat mereka sedang berkomunikasi menggunakan gerakan isyarat dengan orang di sekelilingnya, d) Pada waktu bicara pernafasannya pendek dan agak terganggu, e) Dalam keadaan biasa (bermain, tidur, tidak bicara) pernafasannya biasa. 2) Intelegensi. Intelegensi anak tunarungu tidak banyak berbeda dengan anak normal pada umumnya, namun mereka sukar untuk menangkap pengertianpengertian yang abstrak, sebab dalam hal ini memerlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun tulisan, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal intelegensi potensial tidak berbeda dengan anak normal, tetapi dalam hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah. 3) Emosi.
39 40
Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 69 J. David Smith. Op.cit. Hal: 279
42
Kurangnya pemahaman akan bahasa lisan dalam berkomunikasi seringkali menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti terjadinya kesalahpahaman, karena selain tidak mengerti oleh orang lain, anak tunarungu pun sukar untuk memahami orang lain. Bila pengalaman demikian terus berlanjut akan menimbulkan tekanan pada emosinya dan dapat menghambat perkembangan kepribadiannya dengan menampilkan sikap-sikap negative, seperti menutup diri, bertindak secara agresif atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. 4) Sosial. Dalam kehidupan social, anak tunarungu mempunyai kebutuhan yang sama dengan anak normal lainnya, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, baik interaksi antar individu, individu dengan kelompok atau keluarga dan dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas. 5) Bahasa. Ciri anak tunarungu dalam hal bahasa ialah sebagai berikut: a) Miskin dalam perbendaharaan kata, b) Sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, c) Sulit mengartikan kata-kata abstrak, d) Kurang menguasai irama dan gaya bahasa41. 4. Klasifikasi Anak Tunarungu Deci-Bell (disingkat dB) merupakan suatu unit yang digunakan dalam mengukur tingkat kekerasan atau intensitas suara. Ukuran deci-Bell digunakan sebagai indicator rentang intensitas suara yang dapat diterima seseorang42. Menurut kaidah hasil yang diberlakukan dalam tes pendengaran, “Seorang dikategorikan normal pendengarannya apabila hasil tes pendengarannya dinyatakan angka 0 dB”. Kondisi hasil tes pendengaran 41
Anneke Sumampouw dan Setiasih. “Profil Kebutuhan Remaja Tunarungu”. Anima, Indonesia Psychological Journal, Vol. 18, No, 4, Juli 2003, Hal: 380 42 J. David Smith. Op.cit. Hal: 271
43
yang menunjukkan angka “0” mutlak tersebut jarang atau hampir tidak ada, sebab derajat minimum setiap orang masih ditemui kehilangan ketajaman pendengarannya. Seseorang yang kehilangan ketajaman pendengaran sampai 0-20 dB masih dianggap normal. Sebab pada kenyataannya orang kehilangan pendengaran pada gradasi sampai 20 dB tidak menunjukkan kekurangan yang berarti. Orang yang kehilangan ketajaman pendengaran sampai batas tersebut masih dapat merespons macam peristiwa bunyi atau percakapan secara normal. Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut43: 1) Gangguan Pendengaran Sangat Ringan Siswa yang mengalami gangguan pendengaran sangat ringan slight hearing lost) mengalami kehilangan pendengaran antara 27- 40 deciBell. Mereka hanya mengalami kesulitan dalam mendengar suara yang sayup-sayup atau dari jarak yang jauh. Meskipun mereka tidak mengalami kesulitan disekolah, akan lebih baik jika mereka mendapatkan tempat duduk yang cukup nyaman bagi rentang pendengaran mereka. 2) Gangguan Pendengaran Taraf Ringan Siswa yang mengalami gangguan pendengaran taraf ringan (mild hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 41-55 deci-Bell. Mereka mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan kecuali dalam jarak 3 samapi 5 kaki dan saling berhadapan. Mereka akan kehilangan sebanyak 50% diskusi kelas jika tidak diobati44. Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antara lain: a) Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat. b) Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.
43 44
Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 58 J. David Smith. Op.cit. Hal: 272
44
c) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika berada
pada
posisi
tidak
searah
dengan
pandangannya
(berhadapan). d) Untuk
menghindari
kesulitan
bicara
perlu
mendapatkan
bimbingan yang baik dan intensif. e) Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kels khusus, dan Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) untuk menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, serta latihan kosakata. 3) Gangguan Pendengaran Taraf Sedang Siswa dengan gangguan pendengaran taraf sedang (moderate hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 56-70 deci-Bell. Adapun ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut adalah: a) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak normal. b) Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya, jika ia diajak bicara. c) Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara, terutama pada huruf konsonan. d) Kesulitan
menggunakan
bahasa
dengan
benar
dalam
percakapan. e) Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta perlu menggunakan alat bnatu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya.
45
4) Gangguan Pendengaran Taraf Berat Siswa yang mengalami kesulitan berat dalam mendengar (severe hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 71-90 deciBell. Mereka hanya dapat mendengar suara yang keras jika suara itu dekat dengan telinga. Bahkan dengan pengeras suara sekalipun yang ada dalam alat bantu dengar, mereka mempunyai kesulitan dalam mendengar bunyi-bunyi ucapan dengan baik atau dengan tepat. Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus dalam belajar bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar sebab anak yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara spontan. Oleh sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu pendidikan, artinya mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi tunarungu. Pada intensitas suara tertentu mereka terkadang dapat mendengar suara keras dari jarak dekat, seperti gemuruh pesawat terbang, teter mobil, dan sejenisnya. Kebutuhan pendidikan anak tunarungu kelompok ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca bibir, latihan pembentukan kosakata. 5) Gangguan Pendengaran Taraf Sangat Berat Siswa dengan kesulitan sangat berat (profound hearing loss) dalam mendengar telah kehilangan pendengara antara 91 deci-Bell lebih. Mereka mungkin mendengar suara yang sangat keras tertentu namun umumnya mereka hanya mengetahui getarannya saja. Pada umumnya, mereka mengandalkan penglihatan daripada pendengaran sebagai alat utama dalam berkomunikasi45. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu dalam kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan .menggunakan metodemetode pengajaran yang khusus, seperti visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan indranya yang tersisa. 45
J. David Smith. Op.cit. Hal: 273
46
Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: 2) Tunarungu Konduktif Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam dan dindingdinding labirin mengalami gangguan. Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya getaran suara atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, yaitu tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga (cerumen) atau kemasukan benda-benda asing lainnya dan ketiga tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes) sehingga efeknya dapat menyebabkan hilangnya daya hantaran organ tersebut. 3) Tunarungu Perseptif Ketunarunguan tipe perseptif disebabkan terganggunya organorgan pendengaran
yang
terdapat
dibelahan
telinga
bagian
dalam.
Sebagaimana diketahui organ telinga di bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang dihantarkan oleh organorgan pendengaran di belahan telinga bagian luar dan tengah. Oleh karena itu, tunarungu tipe ini disebut juga tunarungu saraf (saraf yang berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara). 4) Tunarungu Campuran Ketunarunguan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut telah
terjadi
campuran
antara
ketunarunguan
konduktif
dan
ketunarunguan perspektif. 5. Karakteristik Kecerdasan Anak Tunarungu Distribusi kecerdasan yang dimiliki anak tunarungu sebenarnya tidak berbeda denagn anak normal umumnya. Hal ini disebabkan anak
47
tunarungu ada yang memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata (superior), rata-rata (average), maupun di bawah rata-rata (subnormal). Namun untuk menggambarkan secara riil keragaman kecerdasan anak tunarungu seringkali mengalami kesulitan. Untuk mengetahui kondisi kecerdasan anak tunarungu memerlukan cara yang agak berbeda dibandingkan dengan anak normal umumnya. Kehilangan pendengaran yang dialami anak tunarungu berdampak pada kemiskinan kosakata, kesulitan berbahasa dan berkomunikasi, efeknya dapat menyebabkan sangat signifikan tentang apa yang tidak dapat dan apa yang dapat dilakukan oleh anak tunarungu maupun anak normal. Atas dasar itulah dalam menyajikan perangkat tes apapun terhadap anak tunarungu, hendaknya mempergunakan perintah-perintah yang akurat dan mudah dipahami anak tunarungu. Cruickshank mengemukakan bahwa anak tunarungu seringkali memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang tampak terbelakang. Kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami oleh anak, melainkan juga tergantung kepada potensi kecerdasan yang dimilikinya. Rangsangan mental serta dorongan dan lingkungan sekitar dapat memberikan kesempatan bagi anak tunarungu untuk mengembangkan kecerdasannya. 6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu Salah satu modal yang utama dalam proses penyesuaian adalah kepribadian. Kepribadian pada dasarnya merupakan sifat dan sikap seseorang
yang
akan
menentukan
cara-cara
yang
unik
dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.. oleh karena itu, untuk dapat mengetahui kepribadian seseorang, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungannya, demikian juga pada anak tunarungu. Kepribadian seseorang seperti yang banyak dibicarakan para ahli, bahwa dalam perkembangannya banyak ditetntukan oleh lingkungannya, terutama lingkungan keluarga. Pada tahun-tahun pertama perkembangan anak, intervensi orang tua atau
48
keluarga dapat memberikan kontribusi yang cukup besarterhadap pembentukan kerangka kepribadian anak. Oleh karena itu, harmonis tidaknya perkembangan social dan kepribadian seseorang anak, tergantung pada proses komunikasi yang terjalin antara anak dengan lingkungannya (keluarga dan masyarakat sekitar), demikian pula yang terjadi pada anak tunarungu. Salah satu perangkat pengukuran berupa skala, yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan kematangan social anak tunarungu yaitu The Veneland Social Maturity Test. Dari beberapa peneliti yang menggunakan skala ini menunjukkan bahwa: 1) Anak tunarungu tingkatan kematangan sosialnya berada di bawah tingkatan kematangan social anak normal. 2) Anak tunarungu dari orang tua yang tunarungu juga menunjukkan elative matang daripada anak tunarungu yang dari orang tua normal. 3) Anak tunarungu yang bersal dari residential school (sekolah berasrama) menunjukkan social immaturity. Sebagai bagian yang integral dari masyarakat yang mendengar, anak tunarungu tidak dapat lepas dari nilai social yang berlaku dan harus dilaksanakan. Oleh karena itu , penerimaan nilai-nilai social bagi anak tunarungu merupakan jembatan dalam pengembangan kematangan social sebab kematangan social merupakan salah satu ayarat yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam penyesuaian social di masyarakat. Siregar berpendapat untuk mencapai kematangan social, anak tunarungu setidaknya memiliki: a) Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai social dan kebiasaankebiasaan di masyarakat; b) Mempunyai
kesempatan
yang
banyak
untuk
menerapkan
pengetahuan-pengetahuan tersebut; c) Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman diatas; d) Struktur kejiwaan yang sehat dapat mendorong motivasi yang baik;
49
Hal-hal yang dipersyaratkan dia atas, selain berlaku pada anak tunarungu
sebenarnya
pula
pada
orang-orang
yang
normal
pendengarannya, bedanya akibat kehilangan pendengaran menyebabkan anak tunarungu sulit dalam mencapai kondisi tersebut sehingga kematangan
sosialnya
sukar
dicapai
dengan
sempurna.
Derajat
kematangan yang dicapai seseorang memang sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, salah satu diantaranya adalah pengalaman hidup pada tahun-tahun pertama kehidupannya, yakni hubungan antara anak dengan orang tua. Jadi, sifat hubungan yang terjadi antara anak dengan orang tua pada tahun-tahun pertama kehidupannya akan menentukan corak hubungan antara anak dengan lingkungan social sekitar dikemudian hari. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan secara kontinu, Van Uden berhasil mencatat beberapa sifat kepribadian anak tunarungu yang berbeda dengan anak normal, antara lain: a) Anak tunarungu lebih egosentris. b) Anak tunarungu lebih tergantung pada orang lain dan apa-apa yang sudah dikenal. c) Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan. d) Anak tunarungu lebih memerhatikan yang konkret. e) Anak tunarungu lebih miskin dalam fantasi. f) Anak tunarungu umumnya mempunyai sifat polos, sederhana, tanpa banyak masalah. g) Perasaan anak tunarungu cenderung dalam keadaan ekstrem tanpa banyak nuansa. h) Anak tunarungu lebih mudah marah dan lekas tersinggung. i) Anak tunarungu kurang mempunyai konsep tetntang hubungan. j) Anak tunarungu mempunyai perasaan takut akan hidup yang lebih besar. k) Dengan memahami karakteristik kepribadian anak tunarungu secara spesifik dalam kaitannya dengan proses penyesuaian social, maka harus diupayakan langkah-langkah untuk mengeliminasi
50
masalah-masalah yang akan menghambat anak tunarungu dalam melakukan penyesuaian social secara akurat. Semakin dini diketahui letak kelainan dan karakteristiknya, maka akan semakin baik pelaksanaan intervensi habilitasinya. Habilitasi anak berkelainan pendengaran atau tunarungu yang diketahui sejak lahir, dimaksudkan untuk mengembangkan strategi apa yang diperlukan bagi pola anak dalam belajar, komunikasi, maupun penyesuaian secara psikologis46.
C. Bahasa Isyarat untuk Siswa Tunarungu Penguasaan bahasa sangat penting bagi seorang individu untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan yang ingin diperolehnya selain sebagai alat utama dalam berkomunikasi. Namun hingga saat ini pengertian teori mengenai bahasa belum ada yang baku, banyak pendapat mengenai teori bahasa yang berbeda-beda bergantung pada latar belakang keilmuan yang dirumuskan oleh para ilmuwan. Menuru ilmu linguistik, sebagai ibunya bahasa, definisi bahasa adalah “ a system of communication by symbols, i.e., through the organs of speech and hearing, among human beings of certain group or community, using vocal symbols processing arbitrary conventional meanings.”47 Sedang menurut pada ahli antropologi, “Sandi konseptual sistem pengetahuan, yang memberikan kesanggupan kepada penutur-penuturnya guna menghasilkan dan memahami ujaran48. Jika kita merujuk pada definisi bahasa di atas, maka penggunaan bahasa hanya dapat dilakukan jika organ pendengaran dan berbicara kita berfungsi, sehingga informasi yang berupa simbol sandi konseptual secara vokal dapat tersampaikan kepada penerima pesan. Bahasa juga terbatas penggunaan pada suatu komunitas dimana bahasa 46
Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006. Hal: 85 47 Alwasilah, A.Chaedar.1990. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa .Hlm. 82 48 Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer Edisi Kedua.Jakarta. Erlangga.Hlm. 79.
51
tersebut diangkat untuk disetujui dan dipahami bersama pengertiannya. Karena itulah kita mengenal perbedaan bahasa bergantung pada tiap kebudayaan atau kelompok manusia yang menggunakannya. Bahasa dapat bersifat arbitrer atau mana suka, asalkan makna kata tersebut dapat diterima secara komunitas dan disetujui sebagai bentuk bahasa. Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada penggunaan organ pendengaran dan bicara saja, jauh sebelum bahasa lisan terbentuk manusia telah mengenal bentuk bahasa lain, yakni bahasa tubuh dimana komunikasi menggunakan alat gerak tubuh untuk membentuk simbol tertentu yang membentuk makna tertentu.
Penggunaan bahasa tubuh tersebut
diaplikasikan ke dalam bentuk bahasa isyarat sebagai bentuk komunikasi kaum tuna rungu. Kaum tuna rungu tidak mampu memanfaatkan alat bicara mereka sehingga mereka akan menggunakan alat gerak tubuh yang lain untuk mengekspresikan maksud mereka, dan penerima akan menerima simbolsimbol tubuh tersebut sebagai sebuah pesan. Bahasa isyarat merupakan alat komunikasi utama pada kaum tuna rungu dimana ciri bahasa tersebut memanfaatkan indra penglihatan dan alat gerak tubuh.
52
Gambar 1. Bahasa Isyarat huruf. Sumber : Kamus SIBI
Gambar 2. Bahasa Isyarat angka. Sumber : Kamus SIBI
Bahasa isyarat berkembang dan memiliki karakteristik yang berlainan pada tiap negara. Di Indonesia, bahasa isyarat yang telah diberlakukan secara nasional adalah SIBI atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia dikembangkan menurut kaidah-kaidah pengembangan
53
sistem yang isyarat yang merupakan salah satu kriteria untuk membuat sistem isyarat yang tepat guna bagi pelajar tuna rungu, yaitu49: 1) Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili tata bahasa/ sintaksis bahasa indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat indonesia. 2) Tiap isyarat dalam sistem yang disusun harus mewakili satu kata dasar yang berdiri sendiri atau tanpa imbuhan, tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa perkecualian bagi dikembangkannya isyarat yang mewakili satu makna. 3) Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial, budaya, dan ekologi bangsa indonesia. 4) Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kejiwaan siswa. 5) Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan bahasa siswa, termasuk metodologi pengajaran. 6) Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak dipergunakan oleh kaum tuna rungu. 7) Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat. 8) Isyarat dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan maknanya. Artinya wujud isyarat harus secara visual memilliki unsur pembeda makna yang jelas, tetapi sederhana dan indah/ menunjukkan sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untuk dikembangkan), jelas dan mantap (tidak berubah-ubah artinya). Berdasar pada ciri-ciri kaum tuna rungu dalam berkomunikasi, yakni menggunakan bahasa isyarat. Maka dapat kita simpulkan bahwa cara utama kaum tuna rungu dalam memahami makna bahasa adalah dengan memahami hal-hal yang mereka lihat. Seringnya mereka terbiasa melihat bentuk simbol isyarat secara berulang akan membentuk makna bahasa dalam diri mereka dan jika simbol tersebut digunakan dalam satu komunitas kaum tuna rungu 49
Kamus SIBI
54
yang sama maka hal itu sudah menjadi bentuk bahasa. Perbedaan bentuk makna bahasa pada orang normal ternyata juga terjadi pada kaum tuna rungu. Antara komunitas kaum tuna rungu satu dengan kaum tuna rungu lainnya juga terjadi perbedaan istilah dalam penggunaan bahasa isyarat, hal ini terjadi karena adanya perbedaan budaya dimana tuna rungu tersebut tinggal. Minimnya pengetahuan orang tua terhadap kondisi tuna rungu mengakibatkan tuna rungu terlambat dalam mendalami bahasa. Simbolsimbol visual yang akan dijadikan referensi untuk diajarkan pada anak tuna rungu harus disesuaikan dengan ciri budaya dimana anak tuna rungu tersebut tinggal. Penggunaan gambar yang akan digunakan untuk menjelaskan makna kata juga harus disesuaikan dengan karakteristik budaya anak tuna rungu tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi anak tuna rungu dengan hal-hal yang dilihatnya dan mereka alami di lingkungan tempat tinggalnya. Secara garis besar unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri atas garis, bentuk, warna, dan tekstur (Azhar Arsyad, 1997:109-110). Garis, adalah kumpulan dari titik-titik. Dengan demikian terdapat banyak jenis garis, diantaranya adalah :
Gambar 3. Macam-macam garis. Sumber visualiasi penulis
Bentukan sebuah garis juga dapat menimbulkan persepsi tertentu pada penglihatnya. Bentukan garis yang hitam tebal akan menimbulkan sifat keras dan kuat bentukan garis yang tipis akan menimbulkan sifat lembut dan halus. Garis putus-putus akan menimbulkan kesan bayangan atau menandakan
55
adanya sebuah pergerakan dari tempat semula. Garis dapat dibentuk untuk menunjukan ekspresi wajah manusia yang digunakan untuk menunjukan sifatsifat manusia.
Gambar 4. Bentukan garis dapat membentuk ekspresi
56
Bentuk, adalah sebuah konsep simbol yang dibangun atas garis-garis atau gabungan garis dengan konsep-konsep lainnya. Seperti pada contoh di bawah ini : Hubungan garis-garis yang tampak pada gambar tersebut tampak menjadi sebuah bentuk yakni “mobil”.
Gambar 5. Gabungan garis membentuk simbol “mobil”. sumber visualisasi penulis
Warna, digunakan untuk memberi kesan pemisahan atau penekanan, juga untuk membangun keterpaduan, bahkan dapat mempertinggi tingkat realisme dan menciptakan respon emosional tertentu
Gambar 6. Warna dapat menciptakan kesan emosional. Sumber visualisasi penulis
57
Gambar 7. Kombinasi warna playful
Bentuk
pembelajaran
bahasa
yang
digambarkan
juga
harus
disesuaikan dengan level usia anak dalam menangkap makna sebuah gambar. Level pembelajaran ini sama halnya dengan level pembelajaran bahasa pada anak normal dimana tahapantahapannya terjadi secara berurutan. Sehingga jika diperlihatkan dalam diagram level usia tersebut dapat digambarkan seperti berikut.
58
Gambar 8. Level Pola Bahasa Manusia
Level ini digunakan untuk membentuk pola bahasa pada anak tuna rungu. Level usia tersebut adalah :
Untuk anak tuna rungu usia 0-6 tahun dapat dikenalkan terlebih dahulu terhadap bentukan huruf dan angka sebelum beranjak kepada pengenalan kata-kata. Bahasa isyarat huruf dan angka dapat dikenalkan pada tahap usia ini.
Selanjutnya menginjak usia 6-10 tahun pengenalan kata-kata dasar dengan penjelasan gambar dengan ciri single picture atau gambargambar tunggal yang mewakili satu kata
Menginjak usia 10-12 tahun, anak tuna rungu sudah dianggap mampu untuk memahami bentukan gambar bercerita dengan penjelasan kata dalam bentuk kalimat sederhana. Pola kalimatnya mengikuti struktur pola kalimat dalam bahasa Indonesia. Yakni dengan struktur SubjekPredikat-Objek-Keterangan (SPOK)
Pada usia 12 – 16 tahun, memasuki masa remaja, anak tuna rungu sudah mampu untuk memahami kalimat dalam sebuah paragraf bercerita. Penggunaan gambar penjelas sudah semakin minim karena
59
perbendaharaan kata sudah dianggap cukup. Dan anak tuna rungu sudah mulai belajar berbahasa melalui pengalaman langsung dengan dunia sekitarnya.
Usia 16 tahun ke atas perkembangan bahasa sudah cukup pesat dan hanya perlu penambahan istilah-istilah kiasan dalam bahasa Indonesia yang dapat mereka peroleh dengan berinteraksi dengan orang-orang normal. Kecakapan berbahasa akan bertambah seiring denga seringnya aktivitas komunikasi.
60
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA FROBEL MONTESSORI
1. Sejarah singkat SDLB Frobel Montessori Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan Nasional seperti yang tersurat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut ditempuh dengan berbagai usaha, agar mutu pendidikan dan kesempatan belajar terlaksana dengan baik. Usaha tsb. Termasuk pula bagi anak berkebutuhan khusus (cacat). Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara Pemerintah, orang tua dan Masyarakat. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tunarungu Frobel Montessori adalah salah satu unit di Yayasan Frobel Montessori yang memberikan pelayanan pada jenjang pendidikan Taman Kanak - kanak Luar Biasa (TKLB). Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tunarungu Frobel Montessori adalah salah satu unit di Yayasan Frobel Montessori yang memberikan pelayanan pada jenjang pendidikan Taman Kanak - kanak Luar Biasa (TKLB). Sejak berdirinya sampai saat ini sudah meNazeylaskan siswa sebanyak 57 orang peserta didik. Dari jumlah peserta didik melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) di Frobel Montessori. Pada saat ini Sekolah Luar Biasa Frobel Montessori menangani 50 peserta didik, terdiri dari 7 rombongan dari kelas I sampai IX. Domisili siswa tersebar diwilayah Jabodetabek. SDLB Frobel Montessori memiliki seorang Kepala Sekolah, 1 orang Wakil Kepala Sekolah yang diberikan tugas mengajar Bina Wicara. Tenaga Pendidik Berjumlah 8 orang guru yang diberi tugas sebagai guru kelas 5 orang, guru ketrampilan 1 orang, Guru Bina Wicara 1 orang, Guru Bina 60
61
Komunikasi Persepsi Bunyi 1 orang. Dalam melaksanakan kegiatan sehari – hari SDLB Frobel Montessori dinabtu 1 orang tenaga Tata Usaha. Untuk
melaksanakan
kegiatan
pembelajaran
SDLB
Frobel
Montessori menggunakan sarana 10 ruang kelas, 1 ruang Bina Wicara, 1 ruang Ketrampilan, 1 ruang BKPBI, 1 ruang Guru, 1 Ruang Kepala Sekolah, 1 ruang TU, 1 ruang Dapur, 1 ruang Audiologi, 1 ruang Pelatihan, 1 ruang Aula, toilet untuk Guru / Karyawan, peserta didik putra/putri, 1 ruang Komite Sekolah. Komite Sekolah berfungsi membantu proses berlangsungnya pendidikan di SDLB Frobel Montessori. SDLD Frobel Montessori memiliki program yang mengacu pada program SDLB dan Reguler, berlangsung selama 8 tahun dari kelas I – IV. SDLB Frobel Montessori juga memberikan kesempatan bagi peserta didik yang mampu menyelesaikan program SDLB kurang dari 8 tahun.
2. Profil Sekolah SDLB Frobel Montessori Condet Jakarta Timur.
1.
Identitas Sekolah Nama Sekolah
: SLB – B Frobel Montessori
Satuan Pendidikan
: SDLB
NIS
: 100780
Status Sekolah
: Swasta
Alamat Sekolah
: Jl. Masjid Al – Mabruq, No.18 Condet Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Telepon Sekolah
: ( 021) 8001637
Tahun Berdiri
: 1983
Kepemilikan Tanah
: Yayasan
Status Banguan
: Yayasan
Luas Tanah
: 500
62
2.
Sumber Daya Sekolah a.
Keadaan Peserta Didik 1) Jumlah Peserta Didik
b.
: 40 orang
Keadaan Guru 1) PNS
: 7 orang
2) Guru Bantu
: 7 orang
3) GTY
: 2 orang
Latar belakang Pendidikan Guru
S1 PLB
: 5 orang
SGPLB
: 3 orang
SMA
: 3 orang
Gambar 10. SLB Frobel Montessori
63
3. Analisis, Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan Analisis SWOT sebagai impletansi dari Permen 22, 23, dan 24 tahun 2006 pada SDLB SLB – B Frobel Montessori.
No. 1
Fungsi dan Faktor
Kondisi Ideal
Kondisi Nyata
Siap
Tidak
Faktor Internal 1.1.Komite Sekolah
Mendukung
Mendukung -
V
Belum semua guru mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan 40 % S1 PLB
V
15 %
V
1.4.Sarana Prasarana
Lengkap memedai Aksebilitas memadai
Belum lengkap dan memadai Belum memadai
V
1.5.Biaya
Terpenuhi
Masih belum terpenuhi
1.6.Pengawas Sekolah
Mendukung
Mendukung
V
Mendukung
Mendukung
V
-
1.2.Pendidikan
1.3.Tenaga kependidikan
2
Persiapan
Mengajar sesuai dengan latra belakang pendidikan
-
Jenjang S1
-
-
Minimal berijazah SMA
-
V
Faktor Eksternal 2.1.Dinas Pendidikan Kota
64
2.2. Lingkungan Masyarakat
Mendukung
Kurang Mendukung
V
4. Tujuan, Visi dan Misi SLB Frobel Montessori a. Tujuan Sekolah Tujuan pendidikan SLB-B Frobel Montessori adalah : 1) Terwujudnya pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat TKLB. 2) Terwujudnya program kurikulum dan ekstra kulikuler siswa SDLB yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setaraf / sama dengan SD. 3) Terwujudnya pelayanan pendidikan di tingkat SDLB untuk dipersiapkan melanjutkan pendidikan peserta didik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 4) Memberikan kesempatan pada peserta didik yang pandai untuk menyelesaikan pendidikan di SDLB lebih cepat dari yang sudah ditentukan (akselerasi).
b. Visi Sekolah ”Terwujudnya pemberdayaan Tuna Rungu seoptimal mungkin sehingga berkembang menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa kepada Tuhan YME, berguna bagi diri sendiri, masyarakat, nuasa dan bangsa.”
c. Misi Sekolah 1) Mencegah, mengurangi dampak keTunarunguan melalui kegiatan assesment psikologis dan audiometris serta mengupayakan peakaian alat bantu mendengar serta mengupayakan pemakaian alat bantu mendengar serta efektif.
65
2) Membuka kesempatan pendidik bagi anak tuna rungu pada satuan pendidikan di TKLB, TK reguler atau pindahan dari SDLB lain dan SD reguler. 3) Menyediakan berbagai jalur dan program pendidikan pendidikan sesuai perkembangan kemampuan siswa. 4) Mengupayakan
tamatan
SDLB
yang
mempunyai
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (SMPLB atau SMP reguler). 5) Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SDLB. 6) Memberikan pembinaan agama sesuai dengan agama/kepercayaan yang dianut peserta didik. 7) Berupaya menyediakan berbagai fasilitas dan sarana penunjang untuk berbagai macam mata pelajaran. 8) Menyediakan berbagai kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai. 9) Membimbing orang tua agar memiliki pengetahuan seperti sikap yang tepat dan efektif bagi anak Tunarungu usia sekolah. 10) Mengupayakan sosialisasi tentang hakekat keTunarunguan. 11) Mengupayakan sumber daya manusia yang berdedikasi dan profesional.
5. Fasilitas SLB Frobel Montessori Condet Jakarta Timur 1) Bangunan Utama Terdiri dari : Ruang Perkantoran Ruang Belajar Ruang Ketrampilan Runag Perpustakaan Ruang Asesmen Ruang Tamu Ruang UKS Ruang Praktik Salon Kamar Kecil Halaman Upacara Bender
66
2) Unit gedung olahraga dan latihan orientasi mobilitas / AULA 3) Unit Asrama Siswa 4) Unit Dapur dan tempat makan 5) Tempat Ibadah/ Mushola 6) Tempat Parkir
6. Keadaan Guru dan Tenaga Non Guru di SLB B Frobel Montessori Sekolah Luar Biasa-B Frobel Montessori memiliki 10 Guru yang kompeten dalam bidang pengajaran anak luar biasa, khususnya anak-anak yang memiliki kelainan/tunarungu. Dari 10 Guru yang di miliki Sekolah Luar Biasa-B Frobel Montessori ini terdapat enam Guru yang mempunyai kualifikasi mengajar di sekolah luar biasa. Akan tetapi hal ini bukanlah penghambat bagi Guru-Guru yang lain yang tidak mempunyai kualifikasi mengajar di sekolah luar biasa untuk meningkatkan profesionalitas mengajarnya di SDLB-B Frobel Montessori ini. Untuk Guru agama Islam maupun agama Katholik atau Kristen diatasi dengan cara memanfaatkan Guru bidang studi yang beragama Islam maupun Katholik atau Kristen. Dan Guru bidang studi ini merangkaprangkap mata pelajaran yang lain. Tugas administrasi dilakukan oleh kepala sekolah dan Guru. Tenaga pesuruh merangkap sebagai pengemudi kendaraan untuk antar jemput siswa dengan. Adapun banyak Guru SDLB-B Frobel Montessori berjumlah 11 orang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat tabel di bawah ini.
67
Tabel 2. Data Guru dan Tenaga Non Guru di SDLB-B Frobel Montessori Status
No
Nama
Jabatan
Pendidikan
Guru Kelas
1
Nunung Nurjanah
Kep Sek
SGPLB
Artikulasi
PNS
2
Suprihatin S.Pd.
Guru
S1
Guru Kelas
PNS
3
Nur Enny Setyawati S.Pd.
Guru
S1
Guru Kelas
PNS
4
Dra. Sri Wahyuni
Guru
S1
Guru Kelas
PNS
5
Hartoyo S.Pd.
Guru
S1
Guru Kelas
PNS
6
Nani Rustiatin
Guru
SGPLB
Guru Kelas
PNS
7
Ngadiyo
Guru
SGPLB
Guru Kelas
PNS
8
Undarwati S.Pd.
Guru
S1
Guru Kelas
Guru Bantu
9
Yudi Kristiyanto
Guru / TU
SMA
10
Nurma Setyawati
Guru
SMA
11
MI. Sri Hartati
Guru
SMA
Guru Ketrampilan Guru Ketrampilan Guru Ketrampilan
Pegawai
GTY GTY GTY
7. Keadaan Siswa SDLB-B Frobel Montessori Siswa merupakan salah satu dari beberapa faktor pendidikan. Siswa dan Guru sangat erat kaitannya dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana observasi yang dilakukan penulis, bahwa keadaan siswa di sekolah menengah pertama luar biasa tunarungu ini memiliki keterbatasan berbicara dan mendengar. Disini, Guru di tuntut untuk berperan aktif dalam menyampaikan materi pelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh, siswa tingkat Sekolah Dasar di SDLB-B Frobel Montessori berjumlah 46 siswa.
68
Siswa tingkat Sekolah Dasar di SDLB-B Frobel Montessori ini mayoritas beragama islam sedangkan yang beragama Kristen berjumlah 7 siswa. Gambaran mengenai keadaan siswa SDLB-B Frobel Montessori dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3. Data Siswa di SDLB-B Frobel Montessori Tahun Ajaran 2013-2014
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Alya Humairoh Muhammad Raihan Aprilia Dwi Zahra Dwi Yunanda Oktaviera Rizka Aprilia Hasanah Dezan Ilyas Rozi M. Alfarizi Afena Muhammad Ali Bhagas Zuhalda Bhagus Zuhaldy Risnawati Winda Safitri Kornelius Yogi Wiryanto Ika Wulandari Dewi Nurmala Sari Dwianto Candra Putra Nani Aliya Arrayan Bagus Novranda Zahwa Assabila Umar Adzan Bahri Muslim Haris Sella Sekar Dianti Nazeyla Afrilia Putri Rusman Hadi Nul Islam
Kelas I I I I I I I I I II II II II II II II II II II III III III III III
Jenis Kelamin P L P P P L L L L L P P L P P L P L P L L P P L
Agama Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Kristen Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam
69
Tabel 2. Jumlah Siswa tiap kelas berdasarkan Jenis Kelamin di SDLB-B Frobel Montessori Tahun Ajaran 2013-2014
No
Jenis kelamin
Kelas
Jumlah
I
II
III
1
Laki-laki
5
3
3
11
2
Perempuan
4
7
2
13
9
10
5
24
Jumlah
Series1; perempuan ; 13; 54%
Series1; lakilaki; 11; 46%
Gambar 4. Jumlah Siswa berdasarkan Jenis Kelamin di SDLB-B Frobel Montessori Tahun Ajaran 2013-2014
8. Kurikulum Sekolah Luar Biasa Kurikulum
yang berlaku di SDLB sebagian besar telah
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Secara proporsional kurikulum pada SDLB menitikberatkan pada program keterampilan
42%
dan
SMPLB
menitikberatkan
pada
program
keterampilan 62% . KTSP adalah kurikulum operasional yang di susun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan . KTSP terdiri dari
70
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, strukrur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan ,kalendar pendidikan dan silabus . KTSP terdiri kelompok mata pelajaran muatan lokal dan Pengembangan diri . pada satuan pendidikan SDCB dan SMPCB terdapat program khusus , di mana setiap satuan Pendidikan disesuaikan dengan jenis kegunaan perserta didik . KTSP mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, Dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan perkerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global . kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau Mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada SDLB , dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktek cukup proposional .
71
BAB IV HASIL PENERAPAN POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID
A. Penerapan Pola Komunikasi Intrapersonal Dalam Pembelajaran Agama Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori
Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara self dengan God. Komunikasi intrapersonal dalam pembelajaran Agama Islam bagi anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori terjadi melalui aktivitas berdo'a, bersyukur dan instrospeksi diri. Penerapan pola komunikasi dalam pembelajaran Agama Islam bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori dalam dilihat dari cara Guru dalam memberikan nasehat melalui pesan nonverbal yang ditampakkan. Guru Agama Islam tidak hanya memerintah tanpa melakukan tetapi selalu memberikan contoh kepada muridnya melalui kedisiplinan Guru dalam kehidupan sehari-hari, seperti memberikan contoh dalam sholat berjamaah. Di sini Guru tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Dengan sikap Guru seperti itu, maka dengan sendirinya murid akan mengikuti Guru dalam berjamaah. Selain itu, dalam semua disiplin Guru selalu menunjukkan bahwa dia adalah contoh yang baik bagi muridnya karena murid akan menitu semua yang dilakukan Gurunya. Disini terlihat bahwa transformasi nilai akhlak yang baik dapat dilakukan dengan member nasehat pada semua kegiatan.
Dalam proses belajar pembelajaran anak tunarungu yaitu memakai bahasa bibir dan bahasa isyarat. Bahasa isyarat ada dua macam yang pertama bahasa isyarat per-abjad dan yang kedua bahasa isyarat bentuk per-kalimat. Biasanya bahasa isyarat seperti ini sebagai pelengkap bahasa bibir saja. Hal tersebut sebagaimana yang di ungkapkan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd selaku Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B Frobel Montessori, sebagai berikut: 71
72
“dalam pembelajaran anak tunarungu, kita harus tahu kebutuhan tentang pembelajaran anak tunarungu, anak tunarungu dalam pembelajaran harus memakai bahasa isyarat atau bahasa bibir sebisa mungkin dengan memakai bahasa bibir bagaimana caranya kita, yaitu antara Guru dan siswa harus berhadapan dan pelan pelan dan pelan sebisa mungkin anak itu bisa membaca gerak bibir kita dan tidak boleh terhalangi dari pandangan anak1.”
Sedangkan dalam proses belajar mengajar di haruskan memakai media atau alat bantu supaya siswa mudah untuk menerima pelajaran. Karena siswa yang berkebutuhan khusus khususnya tunarungu tidak bisa menerima atau lambat untuk menerima pelajaran secara langsung tanpa adanya media. Hal tersebut sebagaimana yang di ungkapkan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd selaku Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B Frobel Montessori, sebagai berikut: “pembelajaran di usahakan dengan menggunakan media gambar, benda karena anak tunarungu sangat sulit untuk menggambarkan bentukbentuk abstrak, contohnya pembelajaran IPA kita menerangkan tentang ikan itu sebaiknya ada bendanya, anak bisa melihat bisa mengeksplorasi benda itu, pembelajaran IPS menggunakan peta/globe anak bisa melihat benda itu bahwa globe seperti itu seperti ini. Kalau kita menerangkan biasa tanpa ada gambar atau benda itu sulit di bayangkan untuk anak tunarangu, jadi lebih bagus ada media, kalau pembelajaran PAI kita menerangkan tentang sholat, tata cara sholat yang benar sebaiknya dalam bentuk praktek, Guru memberi contohnya dulu kemudian murid menirukan. Kalau ada yang salah Guru membetulkan2. memberikan nasehatnya dalam kegiatan Adapun untuk mengetahui seberapa efektif proses dalam kegiatan belajar pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas sebagaimana yang dikemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd selaku Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B Frobel Montessori, sebagai berikut:
1
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-1100 2 Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
73
“……….Jadi ketika saya menerangkan satu pokok bahasan anak itu tidak bertanya atau diam Guru yang bertanya, jadi ilmu yang saya sampaikan atau ditranferkan sudah dimengerti apa belum kalau tetap diam saya pakai umpan balik, kalau siswanya tidak bertanya jadi saya yang bertanya atau menanyai siswa, jadi saya bisa mengevaluasi berapa persen materi yang di serap oleh siswa itu3 Sedangkan untuk mengetahui kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh para siswa tunarungu dalam menerima pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd selaku Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B Frobel Montessori, sebagai berikut: “Kalau menurut pengamatan saya kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh siswa tunarungu itu berbeda-beda. Yang pertama tergantung pada tingkat kecerdasannya anak, dan yang kedua minat siswa itu untuk belajar dan mengulang-ulang materi materi yang sudah di sampaikan oleh Guru di sekolah, dan yang ketiga tergantung dari tingkat ketulian siswa tersebut biasanya anak yang masih mempunyai sisa pendengaran itu lebih bagus penyerapan materi daripada anak yang total tingkat ketuliannya, kalau pencapaian ketuntasan minimal semuanya hampir bisa mencapai tingkat ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah ini4.” Tentunya dalam proses belajar pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu ini tidaklah mudah pasti terdapat kendala atau problematika yang menghambat jalannya proses pembelajaran ini. Adapun kendala atau problematika dalam pembelajaran agama islam pada siswa tunarungu. Sebagaimana yang di kemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd sebagai Guru Pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut: “Hambatan pertama adalah komunikasi sebab apa untuk proses kegiatan belajar pembelajaran, transfer ilmu yang penting adalah pertama melihat, pendengaran dan pengalaman anak dan anak tunarungu dia kekurangan pendengaran sehingga hambatannya itu komunikasi kalau komunikasinya sudah sulit untuk transfer ilmu juga sulit untuk pembelajarannya kita sulit5.” 3
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00 4 Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00 5 Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
74
Sama halnya dengan jawaban kepala sekolah yang sependapat dengan Guru Pendidikan Agama Islam tentang hambatan-hambatan yang di hadapi oleh Guru Pendidikan Agama Islam selama proses belajar pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas beliau mengatakan: “Hambatan pada anak tunarungu pada umumnya terletak pada gangguan pendengaran sehingga hubungannya dengan ilmu pengetahuan untuk pemahamannya sulit karena kurangnya pembendaharaan kata sangat terbatas6.” Untuk mengatasi atau solusi dari problematika Pendidikan Agama Islam hal ini di kemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd sebagai Guru Pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut: “untuk mengatasi hal seperti ini dia tidak bisa mendengar selama ini kita pakai adalah 1. bahasa bibir, jadi kita menerangkan materi secara pelan,pelan dan pelan anak bisa melihat dan membaca mimik kita sehingga anak sudah bisa mengartikan apa yang saya ucapkan atau Guru apa yang diucapkan. 2. kalau bahasa bibir belum sempurna kita selingi dengan bahasa isyarat, anak itu akan lebih mengerti pakai bahasa isyarat. Terus 3. ada juga pakai media penglihatan anak kan normal tidak ada kecacatan materi juga saya tulis juga biasanya rangakuman atau apa-apa. Dengan media gambargambar jadi anak bisa mengeksplorasi bias mengartikan bisa menjelaskan dari gambar-gambar tersebut yang ke 4 dengan audiovisual yaitu lihat film jadi anak tahu dari cerita-cerita itu dan melihat gerakan-gerakan cerita tersebut7. B. Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori adalah dengan 1. bahasa bibir, jadi kita menerangkan materi secara pelan,pelan dan pelan anak bisa melihat dan membaca mimik kita sehingga anak sudah bisa mengartikan
6
Wawancara dengan Nunung Nurjanah, S.Pd (Kepala Sekolah) pada tanggal 28 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11.00 7 Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
75
apa yang saya ucapkan atau Guru apa yang diucapkan. 2. kalau bahasa bibir belum sempurna kita selingi dengan bahasa isyarat, anak itu akan lebih mengerti pakai bahasa isyarat. 3. ada juga pakai media penglihatan anak kan normal tidak ada kecacatan materi juga saya tulis juga biasanya rangakuman atau apa-apa. Dengan media gambar-gambar jadi anak bisa mengeksplorasi bias mengartikan bisa menjelaskan dari gambar-gambar tersebut yang ke 4 dengan audiovisual yaitu lihat film jadi anak tahu dari cerita-cerita itu dan melihat gerakan-gerakan cerita tersebut. Sebagaimana implementasi atau pelaksanaan pendidikan pada umumnya. Pendidikan siswa tuna rungu dsn tuna wicara juga memerlukan sarana pendidikan seperti yang dikatakan oleh salah satu Guru SDLB-B Frobel Montessori. “Pelaksanaan PAI di sini hampir sama dengan anak normal kurikulumnya juga hampir sama tapi ada modifikasinya jadi mungkin lebih sedikit pencapaian materi di banding anak normal dan juga seandainya, 1 sub pokok pembahasan di anak normal 1 minggu sudah selesai, tapi kalau di anak berkebutuhan khusus khususnya tunarungu mungkin 1 bulan atau 2 minggu baru selesai jadi di sesuaikan dengan kebutuhan siswa.8” Sama halnya dengan jawaban Nunung Nurjanah, S.Pd yang sependapat dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd tentang implementasi strategi Pendidikan Agama Islam beliau mengomentari: "Biasanya pembelajaran anak normal 1X harus selesai supaya anak memperhatikan kalau anak berkebutuhan khusus khususnya anak tunarungu itu harus berulang-ulang agar mengerti, dan pencapaian materi disesuaikan dengan siswanya walaupun kita sudah memakai kurikulum9. Dari hasil wawancara tersebut dapat di ketahui bahwa pelaksanaan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam hampir sama atau tidak jauh berbeda dengan sekolahan pada umumnya. Dan juga kurikulumnya hampir sama dengan kurikulum yang ada di sekolah yang lain. Akan tetapi kurikulum
8
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00 9 Wawancara dengan Nunung Nurjanah, S.Pd (Kepala Sekolah) pada tanggal 28 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11.00
76
yang ada di tingkat SD Luar Biasa B Frobel Montessori ini dimodifikasi karena di SDLB-B Frobel Montessori ini merupakan sekolah untuk anak yang mengalami keterbatasan pendengaran dan keterbatasan berbicara atau disebut dengan tunarungu-wicara dan kurikulumnya di sesuaikan dengan keadaan siswa jadi untuk pencapaian materi lebih sedikit di banding dengan anak normal. Tentunya dalam proses belajar pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu ini tidaklah mudah pasti terdapat kendala atau problematika yang menghambat jalannya proses pembelajaran ini. Adapun kendala atau problematika dalam pembelajaran agama islam pada siswa tunarungu. Sebagaimana yang di kemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd sebagai Guru Pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut: “Hambatan pertama adalah komunikasi sebab apa untuk proses kegiatan belajar pembelajaran, transfer ilmu yang penting adalah pertama melihat, pendengaran dan pengalaman anak dan anak tunarungu dia kekurangan pendengaran sehingga hambatannya itu komunikasi kalau komunikasinya sudah sulit untuk transfer ilmu juga sulit untuk pembelajarannya kita sulit10.” Sama halnya dengan jawaban kepala sekolah yang sependapat dengan Guru Pendidikan Agama Islam tentang hambatan-hambatan yang di hadapi oleh Guru Pendidikan Agama Islam selama proses belajar pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas beliau mengatakan: “Hambatan pada anak tunarungu pada umumnya terletak pada gangguan pendengaran sehingga hubungannya dengan ilmu pengetahuan untuk pemahamannya sulit karena kurangnya pembendaharaan kata sangat terbatas11.” Dalam kegiatan pembelajaran agama islam pada siswa tunarungu seorang guru memaparkan bentuk sajian materi yang mudah dicerna dengan
10
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00 11 Wawancara dengan Nunung Nurjanah, S.Pd (Kepala Sekolah) pada tanggal 28 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11.00
77
bahasa pemahaman mereka sehingga para siswa tunarungu faham tanpa mengurangi isi yang ada pada materi tersebut. Adapun materi untuk anak tunarungu adalah sebagai berikut: a. Materi Materi Pendidikan Agama Islam untuk tunarungu yang di gunakan adalah mengacu Kurikulum Pendidikan Luar Biasa SD-LB. Pembelajaran pendidikan agama islam di sesuaikan dengan kondisi peserta didik yang berkebutuhan khusus tunarungu. Kelas III SD Semester 1 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Al-Qur’an Menjelaskan hukum bacaan “AlMenerapkan hukum bacaan “ Syamsiyah dan “Al- Qamariyah Al-Syamsiyah dan “Al- Membedakan hukum bacaan “AlQamariyah Syamsiyah dan “Al- Qamariyah Menerapkan bacaan “AlSyamsiyah dan “Al-Qamariyah 2. Aqidah Menunjukkan tanda-tanda adanya Meningkatkan keimanan Allah SWT kepada Allah SWT melalui Membaca ayat-ayat Al-Qur‟an pemahaman sifat-sifatnya yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah SWT Menyebutkan arti ayat-ayat AlQur‟an yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah SWT Menampilkan prilaku sebagai cerminan keyakinan akan sifatsifat Allah SWT 3. Memahami Asmaul Husna Sebutkan arti ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan 10 Asmaul Husna mengamalkan isi kandungan 10 Asmaul Husna 4. Akhlak jelaskan pengertian tawadhu, taat, Membiasakan perilaku terpuji qana‟ah, dan sabar Menampilkan contoh-contoh perilaku tawadhu, taat, qana‟ah, dan sabar Membiasakan perilaku tawadhu, taat, qana‟ah, dan sabar
78
Kelas III SD Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 5. Fiqih Menjelaskan ketentuan-ketentuan Memahami ketentuanshalat wajib ketentuan thaharah (bersuci) Mempraktikkan sholat wajib 6. Memahami tata cara Shalat Menjelaskan ketentuan-ketentuan sholat wajib Mempraktikkan sholat wajib 7. Memahami Tata Cara Shalat Menjelaskan pengertian shalat Jamaah dan munfarid (sendiri) jamaah dan shalat munfarid Mempraktikkan shalat jamaah dan shalat munfarid 8. Tarikh dan Hadlarah Menjelaskan sejarah Nabi Memahami Sejarah Nabi Nuhammad SAW pada masa Muhammad SAW periode Mekkah Menjelaskan misi Nabi Muhammad SAW untuk manusia dan agama
b. Metode “Biasanya untuk PAI medianya pakai buku teks, gambar, jus amma untuk baca tulis al-qur‟an, memakai media, audiovisual ada film yang menerangkan tentang akidah, akhlak dan sholat, anak melihat contohcontoh film tersebut, film tersebut ada pendidikannya itu sudah beberapa kali saya putarkan di situ anak-anak saya suruh member tanggapan12”. Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa metode media ini bagi siswa atau anak tunarungu sangat penting sekali. Karena dengan melihat dan menyaksikan lebih mudah untuk menerima pelajaran. Baik secara langsung maupun tidak langsung c. Metode Berkaitan dengan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang di pakai memang sangat banyak seperti metode ceramah, metode Tanya jawab, metode diskusi, dan metode praktek.
12
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
79
Metode pada dasarnya memberi petunjuk kepada apa yang akan diajarkan oleh guru atau kegiatan guru, yaitu menerapkan apa yang harus dilakukan oleh guru. Metode mengajar yang di gunakan oleh guru sangat menentukan kegiatan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas mengingat kondisi siswa di SD-LB Frobel Montessori ini adalah anak tunarungu yang memiliki keterbatasan pendengaran dan keterbatasan bicara (tunarungu-wicara), maka guru harus bisa memilih metode yang tepat agar tujuan dari pembelajaran tersebut bisa tercapai. Dari hasil pengamatan dan observasi dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd di ketahui bahwa metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa tunarungu adalah sebagai berikut : 1) Metode demonstrasi Metode demonstrasi
(praktek) sengaja di
pilih untuk
dipergunakan terlebih dulu dari pada metode ceramah, hal ini di lakukan agar siswa lebih siap dan lebih bisa memahami pelajaran dalam menggunakan metode demonstrasi, guru mempraktikkan atau memperlihatkan suatu cara melakukan sesuatu untuk menunjukkan suatu benda atau cara kerja misalnya praktik shalat, membagikan daging qurban waktu idul adha yang berhubungan dengan pelajaran. Dengan metode demonstrasi (praktik) ini siswa lebih mengerti. Sesuai dengan yang di katakana oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd sebagai berikut: “……..guru memberi contoh sholat, memberi contoh gerakan yang benar, memberi contoh bacaan yang benar baru siswa mempraktekkan atau menirukan kalau ada yang salah gurunya membenarkan terus untuk ada acara-acara hari besar Islam mungkin romadhan setiap siang diusahakan sholat dhuhur bersama atau berjama‟ah. Setelah sholat dhuhur bersama ada kultum (kuliah 7 menit) tentang pendalaman PAI itu di sesuaikan dengan kamampuan anak. Pada bulan ramadhan juga ada pondok ramadhan sekitar empat hari sampai 1 minggu kita gunakan atau pakai kegiatan program Islam seperti ada mengaji, ceramah, sholat tarawih bersama terus acara yang lain, pada idul adha kita juga mempelajari anak untuk berqurban, kita umumkan kepada anak atau orang tua siapa yang mau berkorban dan dalam kegiatan tersebut yang menyembelih,
80
membagikan ke masyarakat dan yang menjadi panitia itu melibatkan siswa dengan dikoordinasi oleh guru agama islam di situ kita juga mempelajari siswa nanti kalau sudah masuk ke masyarakat dia sudah faham atau terampil dan tidak canggung13. Dari pernyataan di atas bahwa pembelajaran kepada siswa tunarungu lebih di tekankan kepada praktik. Karena dengan metode demonstrasi siswa lebih cepat mengerti atau faham. Kalau proses pembelajaran hanya dengan menerangkan saja siswa tunarungu ini sulit untuk menerima pelajaran. Karena siswa seperti ini tidak bias untuk membayangkan sesuatu yang abstrak. Jadi untuk proses pembelajarannya harus nyata yaitu dengan cara di praktikkan atau dengan menggunakan media. 2) Metode ceramah Metode ceramah merupakan cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada siswasiswanya. Sebagaimana yang di katakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd sebagai berikut: “Selain dengan metode demonstrasi metode caramah tetep saya gunakan untuk memperjelas tentang suatu hal kepada siswa. Karena bagaimanapun metode ceramah biasanya saya gunakan untuk menjelaskan materi-materi yang memang perlu penjelasan lebih lanjut dengan tetep menggunakan bahasa isyarat14.” 3) Metode Tanya jawab “Terkait dengan penggunaan metode saya juga mengadakan metode Tanya jawab dengan siswa saya pada awal pelajaran dimana agar mengetahui kesiapan siswa dan juga untuk melatih kecakapan dalam berkomunikasi selain itu saya juga mengadakan Tanya jawab pada akhir pelajaran juga sebagai evaluasi pembelajaran saya selama di kelas15”.
13
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00 14 Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00 15 Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
81
Dengan adanya metode Tanya jawab guru bisa mengetahui seberapa persen materi yang di serap oleh siswa tersebut dan juga bisa efektif dalam proses belajar pembelajaran
4) Metode Problem Solving (pemecahan masalah) “ada juga saya menggunakan pendekatan metode Problem Solving (pemecahan masalah), jadi saya bentuk kerja kelompok dan kalau ada masalah saya terangkan bagaimana cara pemecahannya seperti ini setelah itu kita diskusikan bersama yang terbaik pakai pemecahannya bagaimana16.” Dari hasil wawancara di atas bahwa dengan penggunaan metode Problem Solving dan metode kelompok ini siswa di bentuk menjadi beberapa kelompok setelah itu siswa di beri suatu permasalahan atau materi dari suatu permasalahan tersebut siswa di beritahu bagaimana cara pemecahannya yang tepat.
C. Hasil Observasi Pola Komunikasi Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Mei 2013 di ketahui bahwa pola komunikasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dikatagorikan lancar, hal ini dapat di tunjukkan dengan adanya proses kegiatan belajar mengajar, adanya interaksi yang aktif antara Guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan juga adanya hubungan yang erat antara Guru dan siswa waktu di dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam pelaksanaan strategi Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif, dan menyenangkan (PAKEM) dan Contextual Teaching and Learning (CTL) guru melakukan langkah-langkah pembelajaran Pendidikan Agama Islam.:
16
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
82
Berdasarkan observasi yang peneliti temui dilapangan pada tanggal 23 Mei, hari senin, jam 11.00-12.30 yang dibimbing oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd (guru Pendidikan Agama Islam) terlihat bahwa siswa tunarungu kelas III sedang melaksanakan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada bab sholat wajib dengan penggunaan strategi CTL (Contextual Teaching and Learning) yang mana pada waktu itu proses pembelajarannya siswa dibawa ke musholah untuk melaksanakan praktek sholat mahgrib dan subuh serta siswa laki-laki praktek sholat untuk menjadi imam. Peneliti mengamati dengan adanya penggunaan strategi tersebut bahwa siswa-siswi tunarungu tampak senang karena dengan strategi CTL dan PAKEM anak tunarungu dapat melakukan secara langsung atau secara nyata dengan penggunaan strategi PAKEM dan CTL siswa tunarungu dapat memahami bagaimana tata cara sholat yang benar dan dapat dilakukan 5 waktu setiap harinya. Observasi dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Observasi pertama adalah observasi terhadap kondisi obyektif kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori. Peneliti mengadakan observasi terhadap 5 orang siswa dan upaya yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan bahasa reseptif dan ekspresif siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori.
a. Deskripsi Siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori. Hasil observasi yang terhadap lima siswa beragama Islam dapat direkam atau dihimpun adalah sebagai berikut: 1) Subjek penelitian kesatu Subjek penelitian kesatu bernama Muslim Haris, usia 10 tahun, laki-laki
jenis
ketunarunguan
berat
dan
kemampuan
bahasa
reseptifnya sebagai berikut: a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat
83
melakukan, misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain. b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kemampuan ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain. Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan yang dikemukakan guru. c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan oleh urunya, contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek langsung mengatakan bahwa bukan “sore” tetapi “pagi”; (2) guru mengatakan hari ini adalah “Rabu”, subjek mengatakan salah,hari ini “kamis”; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya “merah”, subjek mengatakan bukan, itu warna “hijau”, dan lainlain. d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru menunjukkan tulisan arab kata “Bismillahirrahmanirrahim”, lalu menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata “Muslim sholat maghrib berjamaah”, lalu menyuruh subjek membaca;
(3)
guru
menunjukkan
tulisan
arab
kata
“Alhamdulillahirrobbil „alamin”, lalu menyuruh subjek membaca; dan lain-lain. e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan subjek,misalnya : (1) subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya. Dalam penelitian ini peneliti melihat perkembangan bahasa reseptif Muslim cukup baik/positif. Ada banyak pertanyaan yang diajukan kepada subjek dan subjek dapat menjawab pertanyaan tersebut. Misalnya : “ Muslim siapa yang menulis di buku ini?” Ia
84
menjawab,”Muslim”; guru bertanya, “dimana Nazeyla?” Muslim menjawab,
“Nazeyla
belum
dating,mungkin
Nazeyla
sakit”.
Kemudian guru menyuruh untuk mengambil beberapa bola berwarna merah dari keranjang bola, Muslim dapat melakukannya. Demikian juga, ketika guru menyuruh mengambilkan beberapa warna bola lainnya. Setelah itu guru meminta tolong Muslim memberikan tiga bola yang berwarna hijau kepada Rusman, dan Muslim melakukan. 2) Subjek penelitian kedua Subjek penelitian kesatu bernama Rusman Kamil, usia 10 tahun, laki-laki jenis ketunarunguan berat dan kemampuan bahasa reseptifnya sebagai berikut: a) Mamahami setiap sapaan dan pertanyaan sederhana. Kemampuan ini dapat dilihat dari sapaan dan klaimat-kalimat pertanyaan yang di lontarkan guru.misalnya pada kalimat: (1) Selamat pagi Rusman, selamat pagi ibu, jawab Rusman; (2) Rusman dimana Ibu Nani? Rusman menunjukkan kearah pintu, yang mau mengatakan bahwa ibu Nani ke luar; (3) Rusman hari ini kamu membawa apa? Rusman menunjukkan mainannya; (4) Rusman mainan kamu berbentuk apa? Rusman menjawab, berbentuk robot. Anak dapat menjawab pertanyaan sederhana yang diajukan kepadanya. b) Mampu memahami perintah-perintah sederhana. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat perintah berikut ini : (1) Rusman silakan duduk; (2) Rusman ambil bukumu; (3) ayo berdoa, ayo makan, ayominum, ayo berdiri, ayo pulang,ayo pergi. c) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat dilihat dari dan kalimat yang dituliskan subyek, misalnya : (1) Rusman dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) Rusman dapat menulis namanya sendiri, orang tua, teman dan guru; (3) Rusman dapat menulis percakapan dari papan tulis dan lain-lain. d) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kemampuna ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan
85
yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain. Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan yang dikemukakan guru. e) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya, contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek langsung mengatakan bahwa bukan “sore” tetapi “pagi”; (2) guru mengatakan hari ini adalah “Rabu”, subjek mengatakan salah,hari ini “kamis”; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya “merah”, subjek mengatakan bukan, itu warna “hijau”, dan lainlain. Dalam penelitian ini peneliti melihat perkembangan bahasa reseptif Rusman cukup baik/positif. Ada banyak pertanyaan yang diajukan kepada subjek dan subjek dapat menjawab pertanyaan tersebut. Misalnya : “ Rusman siapa yang menulis di buku ini?” Ia menjawab,”Rusman”; guru bertanya, “dimana Nazeyla?”
Rusman
menjawab, “Nazeyla ada dikelas”. Kemudian guru menyuruh untuk mengambil beberapa bola berwarna merah dari keranjang bola, Rusman dapat melakukannya. Demikian juga, ketika guru menyuruh mengambilkan beberapa warna bola lainnya. Setelah itu guru meminta tolong Rusman memberikan tiga bola yang berwarna hijau kepada Rusman, dan Rusman melakukan.
3) Subjek penelitian ketiga Subjek penelitian kesatu bernama Umar Kamil, usia 10 tahun, laki-laki
jenis
ketunarunguan
berat
dan
kemampuan
bahasa
reseptifnya sebagai berikut: a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat melakukan,misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain.
86
b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kemampuan ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain. Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan yang dikemukakan guru. c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya, contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek langsung mengatakan bahwa bukan “sore” tetapi “pagi”; (2) guru mengatakan hari ini adalah “Rabu”, subjek mengatakan salah,hari ini “kamis”; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya “merah”, subjek mengatakan bukan, itu warna “hijau”, dan lainlain. d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru menunjukkan tulisan arab kata “Bismillahirrahmanirrahim”, lalu menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata “Muslim sholat maghrib berjamaah”, lalu menyuruh subjek membaca;
(3)
guru
menunjukkan
tulisan
arab
kata
“Alhamdulillahirrobbil „alamin”, lalu menyuruh subjek membaca; dan lain-lain. e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan seubjek,misalnya : (1) subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya.
4) Subjek penelitian keempat Subjek penelitian kesatu bernama Sella Refis, usia 10 tahun, perempuan jenis ketunarunguan sedang dan kemampuan bahasa reseptifnya sebagai berikut:
87
a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat melakukan,misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain. b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kemampua ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain. Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan yang dikemukakan guru. c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya, contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek langsung mengatakan bahwa bukan “sore” tetapi “pagi”; (2) guru mengatakan hari ini adalah “Rabu”, subjek mengatakan salah,hari ini “kamis”; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya “merah”, subjek mengatakan bukan, itu warna “hijau”, dan lainlain. d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru menunjukkan tulisan arab kata “Bismillahirrahmanirrahim”, lalu menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata “Muslim sholat maghrib berjamaah”, lalu menyuruh subjek membaca;
(3)
guru
menunjukkan
tulisan
arab
kata
“Alhamdulillahirrobbil „alamin”, lalu menyuruh subjek membaca; dan lain-lain. e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan seubjek,misalnya : (1) subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya.
88
5) Subjek penelitian kelima Subjek penelitian kesatu bernama Nazeyla Qotrunnada, usia 11 tahun, perempuan jenis ketunarunguan sedang dan kemampuan bahasa reseptifnya sebagai berikut: a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat melakukan,misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain. b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kemampua ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain. Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan yang dikemukakan guru. c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya, contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek langsung mengatakan bahwa bukan “sore” tetapi “pagi”; (2) guru mengatakan hari ini adalah “Rabu”, subjek mengatakan salah,hari ini “kamis”; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya “merah”, subjek mengatakan bukan, itu warna “hijau”, dan lainlain. d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru menunjukkan tulisan arab kata “Bismillahirrahmanirrahim”, lalu menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata “Muslim sholat maghrib berjamaah”, lalu menyuruh subjek membaca;
(3)
guru
menunjukkan
tulisan
arab
kata
“Alhamdulillahirrobbil „alamin”, lalu menyuruh subjek membaca; dan lain-lain.
89
e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan seubjek,misalnya : (1) subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya.
Observasi terhadap pola komunikasi pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam Guru dan siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori dilakukan di dua tempat yaitu di kelas, selama berlangsungnya proses belajar mengajar dan di luar kelas, yaitu pada saat siswa istirahat. Selama kurang lebih satu bulan, peneliti mengadakan observasi terhadap
upaya
guru
dalam
mengembangkan
pola
komunikasi
pembelajaran terhadap siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori. Guru yang mengajar siswa kelas III ini sebanyak lima orang. Semua guru berperan dalam setiap pemberian materi pembelajaran. Mereka secara bergantian memberi atau membahas materi yang ditentukan.ketika seorang guru mengajar, maka dua orang guru lainnya mendampingi anak, supaya anak sungguh-sungguh member perhatian terhadap pembelajaran yang dipelajari, dan satu orang guru menulis percakapan hari ini yang bersangkutan pada buku harian,menulis PR siswa di buku tugas siswa,menulis soal latihan yang harus dikerjakan siswa, dan memeriksa pekerjaan rumah siswa serta member catatan kepada orang tua. Dari ketiga guru yang ada, peneliti hanya mengamati seorang guru yang telah ditunjuk oleh kepala sekolah yang menjadi sumber informasi bagi peneliti. Hasil pengamatan terhadap upaya yang dilakukan oleh Nur Eni Setiawati, SPd dapat dideskripsikan sebagai berikut. Proses belajar dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul 11.00. pembelajaran yang diberikan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu, kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal meliputi : memberi salam dan menyapa siswa, berdoa dan latihan suara kegiatan inti meliputi : percakapan, pengolahan balon percakapan, membaca,
90
Tanya jawab, latihan artikulasi dan menulis. Kegiatan akhir meliputi : perbaikan dan bimbingan, pemberian PR dan berdoa. Materi pembelajaran tidak dipersiapkan oleh Ibu Nur sebelumnya, karena materi berasal dari anak. Materi tersebut diangkat berdasarkan media yang dibawa anak dari rumah. Media yang dibawa berupa sajadah, peci, mukenah, sarung dan tasbih. Anak-anak umumnya sudah datang sebelum pukul 08.00. maka sebelum pembelajaran dimulai anak-anak mengumpulkan PR mereka terlebih dahulu. Setelah itu anak menyimpan tasnya di sudut kelas. Ketika pembelajaran dimulai, masing-masing anak mengambil kursi dan diatur dalam bentuk setengah lingkaran, tanpa dilengkapi meja tulis. Kemudian Ibu Nur mulai mengajar dan duduk sejajar dengan siswa. Posisi ini sangat ideal, karena sesuai dengan prinsip keterarah wajahan. Dengan demikian, siswa dapat mengamati gerak bibir dan mimik muka Ibu Nur selama pelajaran berlangsung. Sedangkan guru pendamping, duduk disamping siswa atau di belakang siswa tugas guru pendamping ini adalah mendampingi siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan senantiasa mengajak siswa untuk memperhatikan guru yang sedang memberikan materi. Ketika semua siswa sudah dikondisikan untuk belajar, maka Ibu Nur pun memulai pembelajarannya dengan kegiatan awal yakni memberi salam kepada sesama guru dan siswa, lalu dilanjutkan dengan menyapa siswa melalui pertanyaan-pertanyaan sederhana seputar kegiatan yang telah dilakukan siswa dirumah. Contohnya sebagai berikut : siswa disuruh memperhatikan ujaran guru, lalu Ibu Nur mulai menyapa guru satu per satu dengan mengucapkan “Assalamu‟alaikum, selamat pagi Ibu Nani”, dan sebelum ibu Nani membalas sapaan tersebut, anak-anak mengarahkan tangannya kepada ibu Nani. Setelah anak-anak mengarahkan tangannya kearah ibu Nani, maka ibu Nani mengatakan “Waalaikumsalam, selamat pagi semua,” anak-anak menjawab ” Assalamu‟alaikum, selamat pagi ibu Nani” begitu seterusnya sampai semua guru mendapat giliran. Ini merupakan bagian
91
dari proses latihan bagi anak untuk membaca ujaran. Setelah semua guru disapa barulah menyapa siswa. Siswa disapa satu persatu. Contoh: “Assalamu‟alaikum, selamat pagi Muslim”. Anak yang disebut namanya harus
menunjukkan
dirinya,
dan
teman-temannya
juga
harus
mengarahkan tangannya ke arah anak yang namanya disebutkan. Anak yang disebut namanya harus membalas sapaan guru dengan mengatakan “Waalaikumsalam, selamat pagi ibu dan selamat pagi teman-teman.” Pagi itu Ibu Nur mengelabui anak-anak dengan mengatakan “selamat malam anak-anak” dan anak-anak dengan spontan mengatakan
“ibu
salah” dan serempak mengatakan “selamat pagi”. Setelah memberi salam selesai Ibu Nur menanyakan anak-anak satu persatu. Contoh : “Rusman apakah kamu sudah sarapan?” Rusman menjawab sudah ! tadi pagi sarapan apa? Rusman menjawab sesuai dengan apa yang mereka makan. Kegiatan awal yang kedua adalah berdoa. Ibu Nur mengajak siswa mengatakan marilah berdoa. Setelah Ibu Nur mengajak mereka, anakanak langsung mengambil sikap berdoa dan mengucapkan doa secara bersama-sama antara siswa dan guru. Ada yang bisa mengucapkan dan ada juga yang masih sebatas meniru. Kegiatan awal yang ketiga adalah Ibu Nur mengajak siswa untuk latihan suara. Latihan suara dilakukan dengan meraba huruf vokal seperti “aaaaaaa…iiiiiiii…uuuuuu….eeeeee…ooooo…” dan dilanjutkan dengan meraba
huruf
konsonan,
seperti
“la…la…la…lo…lo…lo…ba…ba…ba….dst biasanya mereka melafal ini diikuti dengan gerakan. Contoh saat melafal huruf vocal “aaaaa……iiiiii…..dst” anak bersama guru melakukan gerakan seperti pesawat sedang terbang. Ketika melafal huruf “ba…ba…ba…” guru dan anak melakukan gerakan seperti bermain ciluba, atau menghentakan kaki ke lantai dan pada saat melafal huruf “ta…ta…ta…” tangan dipukulpukulkan dipaha dan seterusnya. Ibu Nur selalu memberikan penghargaan kepada setiap siswa yang mampu mengeluarkan suara. Tujuannya adalah untuk memotivasi siswa.
92
Motivasi yang diberikan berupa kata-kata pujian misalnya: Ibu Nur mengatakan bagus, hebat, atau sekedar menggambar bintang atau bunga ditangannya. Ibu Nur pandai mengajak siswa sehingga pada saat Ibu Nur mengajar anak-anak begitu antusias. Setelah kegiatan awal usai maka dilanjutkan dengan kegiatan inti terdiri dari beberapa tahap antara lain: a) Percakapan Percakapan terjadi berdasarkan ungkapan spontan siswa. Materi percakapan diangkat berdasarkan pengalaman yang dialami dan dilihat oleh siswa, juga berdasarkan media atau benda yang dibawakan dari rumah. Pada saat memulai percakapan, Ibu Nur selaku pengajar selalu bertanya sekarang kita mau bicara tentang apa? biasanya siswa akan memberikan
tanggapan
dengan
menceritakan
pengalaman
yang
dialaminya atau menunjukkan benda atau media yang dibawakan. Ibu Nur menangkap dan membahas ungkapan siswa dan menuliskan dalam balon percakapan. Gambaran kegiatan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut: Ibu Nur Anak-anak
: hari ini kita mau bicara tentang apa? : menunjukkan peci, sajadah, mukenah dan tasbih yang bawa mereka.
Ibu Nur
: oh….Nazeyla mempunyai mukenah baru
Sella
: ada 2 mukenah (dengan menunjukkan jarinya yang mau mengatakan bahwa mukenah ada 2, termasuk mukenah miliknya)
Ibu Nur
: ya……betul mukenahnya ada 2
Umar
: ada warna putih dan biru
Rusman
: mama Rusman mempunyai mukena.
Ibu Nur
: ya…..perempuan kalau sholat memakai mukenah
Muslim
: saya sholat
Umar
: sholat sholat
Ibu Nur
: sholat itu penting
93
Nazeyla
: penting
Sella
: penting ya
Ibu Nur
: ya…ibadah kepada Allah
Muslim
: ibadah…… Allah…..
Ibu Nur
: siapa yang menciptakan kita?
Umar
: Allah
Ibu Nur
: siapa yang menciptakan pohon?
Sella
: Allah
Ibu Nur
: siapa yang menciptakan ayah ibu?
Rusman
: Allah
Ibu Nur
: perlu tidak berterima kasih kepada Allah?
Nazeyla
: perlu
Ibu Nur
: berterima kasih kepada Allah dengan sholat.
Nazeyla
: sholat…..ya……sholat
Dalam proses percakapan, Ibu Nur berupaya agar seluruh siswa terlibat dalam percakapan. Setiap siswa mengungkapkan pengalaman, dan pikirannya secara lisan maupun isyarat kemudian menuliskannya dengan kalimat langsung. Ibu Nur membahaskan ungkapan pengalaman siswa dengan bahasa yang sederhana. Ibu Nur membahaskan juga setiap benda atau media yang dibawakan siswa, dengan mengolahnya dalam bentuk percakapan. Kemudian Ibu Nur meluaskan percakapan itu melalui balon percakapan, sehingga dalam sehari maksimal anak mempelajari dua sampai tiga kalimat. Selama percakapan berlangsung, guru memberikan penguatan bagi siswa yang aktif, dan siswa yang kurang aktif diberikan penguatan juga, tapi penguatan negatif. Demikian juga, bagi siswa yang memberikan respon yang kurang tepat. Selama melakukan percakapan siswa dikondisikan untuk benar-benar memperhatikan guru, karena tidak terjadi proses menulis di papan tulis. Jadi percakapan dilakukkan dengan lisan. Setelah proses percakapan selesai barulah ditulis dalam bentuk balon percakapan.
94
b) Balon Percakapan Setelah proses percakapan lisan selesai maka Ibu Nur membuat balon percakapan. Balon percakapan dibuat untuk mengetahui apa saja yang dibicarakan dan siapa saja yang berperan dalam percakapan itu sehingga memudahkan siswa untuk memahami apa saja dan siapa saja yang menyampaikan pengalamannya. Gambar pembuatan balon percakapan seperti dalam contoh berikut:
Nazeyla membawa mukenah
Muslim
Muslim …….. berkata
Ada warna putih dan biru Umar Umar….. menambah
Setelah selesai maka balon percakapan dibahas dalam bentuk percakapan misalnya : Muslim berkata “Nazeyla membawa mukenah”. Umar menambah “ada warna putih dan biru”. Setiap pembuatan balon percakapan Ibu Nur menggambarkan juga siswa yang telah ikut bagian dalam percakapan tersebut. Setelah itu Ibu Nur juga menggaris bawahi kosa kata baru yang telah dibahas bersama. Untuk menguatkan pemahaman siswa dengan kata-kata baru tersebut, maka dilakukan dramatisasi. Dramatisasi yang dilakukan dengan memeragakan,
menunjukkan
ataupun
mengisyaratkan.
Misalnya
95
memperagakan untuk kata kerja seperti, “Sella sholat”, kata “sholat” didramatisasikan. Balon percakapan yang dibuat biasanya belum ditulis secara lengkap, dan yang melengkapi adalah siswa sendiri melalui proses Tanya jawab yang dilakukan antara Ibu Nur dan siswa. Setelah balon percakapan diolah dan sudah ditulis dengan lengkap barulah dilanjutkan dengan kegiatan membaca balon percakapan. c) Kegiatan membaca Ibu Nur dan siswa membaca bersama-sama percakapan yang telah divisualisasikan. Pada saat kegiatan membaca Ibu Nur
dan siswa
melakukan gerakan dengan memukulkan tangan di atas paha dengan tujuan siswa tahu jedanya saat membaca saat membaca dalam arti tidak menonton. Mula-mula Ibu Nur yang membaca, dan pada saat Ibu Nur membaca siswa dikondisikan untuk memperhatikan ujaran Ibu Nur . Ibu Nur
membaca sebanyak dua kali. Setelah itu Ibu Nur
dan siswa
membaca bersama-sama, kemudian semua siswa dan terakhir individu per-individu. Kegiatan terakhir dari kegiatan membaca ini adalah Ibu Nur membacakan kosa kata baru dan siswa menunjukkan kata yang diajarkan guru. Lalu digaris bawahi oleh siswa dengan spidol. Kemudian dibacakan secara berulang-ulang oleh siswa, sampai siswa dapat menyebutkannya dengan benar. d) Kegiatan Tanya Jawab Kegiatan berikutnya adalah kegiatan Tanya jawab. Ibu Nur melakukan Tanya jawab kepada siswa. Tanya jawab dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah atau belum memahami percakapan yang telah dibahas bersama-sama. Contohnya sebagai berikut: Ibu Nur
: siapa membawa mukena?
Anak -anak
: Nazeyla
Ibu Nur
: siapa membawa mukena?
Anak-anak
: Sella
96
Ibu Nur
: untuk apa mukena?
Anak -anak
: untuk sholat
Ibu Nur
: siapa yang menciptakan kita?
Anak-anak
: Allah
Ibu Nur
: siapa yang menciptakan ayah ibu?
Anak-anak
: Allah
Ibu Nur
: siapa yang menciptakan gunung…..pohon…?
Anak-anak
: Allah
Ibu Nur
: siapa yang menciptakan awan…..matahari…?
Anak-anak
: Allah
Ibu Nur
: perlukah kita bersyukur?
Anak-anak
: perlu
Ibu Nur
: bagaimana cara kita bersyukur?
Anak-anak
: sholat
Jika siswa belum mengerti maka guru membantunya dengan menggunakan bahasa isyarat. Bahasa isyarat dipakai kalau siswa benarbenar kurang memahami. Jadi isyarat hanya untuk menjelaskan, bagian yang kurang jelas bila menggunakan oral atau ujaran. e) Latihan artikulasi Setelah kegiatan Tanya jawab, dilanjutkan dengan kegiatan latihan artikulasi. Latihan artikulasi ini dilakukan Ibu Nur oleh semua guru pendamping. Kegiatan ini dilakukan agar siswa dapat mengucapkan kata-kata yang baru muncul dalam percakapan. Kegiatan ini dilakukan beberapa kali dan sebisa mungkin sampai siswa dapat mengucapkannya. Setelah itu Ibu Nur
bertanya kepada siswa apa yang telah mereka
ucapkan. Jika mereka mengucapkan suatu nama benda, maka mereka akan menunjukkan jenis bendanya, dan jika mereka mengucapkan kata kerja maka siswa disuruh untuk mengucapkan kata-kata tersebut beberapa kali sampai mereka bisa mengucapkan dan memahami arti kata yang mereka ucapkan itu. f) Kegiatan menulis
97
setelah kegiatan artikulasi selesai, Ibu Nur melanjutkan pembelajaran dengan kegiatan menulis. Kegiatan menulis dibagi dalam tiga kegiatan yakni: pertama, menulis di udara, yang dilakukan Ibu Nur dan siswa, kedua kegiatan menulis di papan tulis dan yang ketiga, adalah kegiatan menulis di buku latihan. Kegiatan menulis di udara dilakukan guru dan siswa secara bersamaan, lalu siswa sendiri. Kegiatan ini dilakukan beberapa kali sampai gerakan tangan siswa membentuk tulisan yang dimaksud. Kedua, adalah kegiatan menulis di papan tulis. Siswa disuruh memperhatikan ujaran guru, lalu siswa meniru, kemudian ditulis dipapan tulis. Kata-kata yang ditulis adalah kata-kata yang baru muncul dan yang merupakan inti dari percakapan dari hari yang bersangkutan. Ibu Nur
mengajari siswa menulis dan menggunakan huruf tegak
bersambung dan semua pendapat giliran. Dalam kegiatan menulis ini, siswa berada dalam tahap meniru, karena yang ditulis adalah kata-kata baru. Selesai menulis, Ibu Nur menyuruh siswa membaca apa yang dituliskan sekaligus memperbaiki artikulasi yang kurang tepat yang diucapkan siswa. Ibu Nur selalu berusaha agar siswa dapat memahami apa yang dituliskan sekaligus memperbaiki artikulasi yang kurang tepat yang diucapkan siswa. Ibu Nur
selalu berusaha agar siswa dapat
memahami apa yang mereka tulis, dengan bertanya beberapa kali dan sebisa mungkin siswa mendramatisasikan. Setelah siswa benar-benar memahani kata-kata yang telah mereka tulis, siswa disuruh duduk. Sebelum guru memanggil siswa untuk menulis di papan tulis, guru pendamping, terlebih dahulu mengajari siswa di kursinya masingmasing, sementara guru pengajar mendampingi anak yang sedang menulis dipapan tulis. Ketiga, adalah kegiatan menulis di buku latihan. Dalam buku latihan tersebut guru pendamping telah menulis sebagian percakapan yang telah dibahas bersama, tetapi belum lengkap dan siswalah yang melengkapi, sehingga menjadi
sebuah percakapan yang sempurna.
98
Kemudian dalam buku latihan siswa tersebut, guru menulis satu kalimat yang masih berkaitan dengan percakapan dari hari yang bersangkutan lalu siswa diberi kesempatan untuk meniru tulisan yang telah ditulis guru dibuku tugasnya. Kalimat yang telah ditulis siswa sebanyak lima kalimat atau lebih. Selama siswa menulis Ibu Nur dan guru pendamping lainnya mendampingi siswa sehingga selesai tepat waktu, memperbaiki atau membetulkan tulisan siswa. Ibu Nur tidak memaksa siswa untuk menulis dengan rapid an bagus. Pada tahap ini siswa diarahkan untuk mengenal huruf dan melatih motorik halusnya. Tuntutan untuk menulis yang rapi akan dilakukan pada kelas lanjutan yakni kelas persiapan. Setelah selesai menulis, buku latihan dikumpulkan kembali kepada guru untuk dikoreksi. Melakukan Kegiatan akhir adalah Ibu Nur melakukan bimbingan dan perbaikan. Bimbingan dilakukan terhadap siswa yang masih sulit memahami pembelajaran pada hari tersebut dan perbaikan dilakukan bagi mereka yang belum dapat menyelesaikan tugasnya. Setelah itu menyerahkan PR untuk dikerjakan di rumah. Perjalanan jika siswa bertanya tentang apa yang mereka lihat, guru bias menjelaskan secara rinci. Peneliti melihat Ibu Nur aktif bertanya, kepada siswa tentang apa saja yangt mereka lihat selama dalam perjalanan. Contoh: ketika melewati daerah bukit banyak pohon dan perkebunan teh yang dapat dilihat. Ada siswa yang langsung berteriak “ooahh…..pohon banyak”, tetapi ada juga siswa yang kurang spontan, sehingga Ibu Nur yang harus memberikan pertanyaan, misalnya itu apa? Siswa akan menjawab sesuai dengan apa yang mereka lihat atau apa yang mereka ketahui. Kalau tidak bisa dijawab secara oral siswa akan menjawab dengan menggunakan isyarat. Ibu Nur dalam kegiatan inti selalu memperkenalkan hal-hal baru kepada siswa, baik berupa benda maupun peristiwa atau pengalaman yang dialami dan yang dilihat. Contoh: pada tanggal 16 Mei peneliti bersama guru ikut mendampingi siswa dalam kegiatan ini. Kami pergi
99
ke daerah peternakan kambing. Sesampai di sana, semua siswa diberi kebebasan untuk berbuat apa saja termasuk memberi makan kambing atau sekedar mengelus-elus. Pada umumnya siswa sudah mengetahui nama hewan ini yakni “kambing” begitu masuk ke daerah itu semua berteriak “kambing….kambing….”. Kemudian Ibu Nur
bertanya,
kambing suka makan apa? Semua siswa diam lalu Ibu Nur menjelaskan bahwa, kambing suka makan rumput. Siswa meniru ucapan Ibu Nur sambil memegang rumput. Ibu Nur menjelaskan juga bagian-bagian dari kambing, misalnya bulu, jenggot, tanduk, dan ekor. Ibu Nur menjelaskan peristiwa-peristiwa yang dialami siswa pada saat itu juga, san akan lebih detail dijelaskan kalau siswa sudah masuk kelas. Ibu Nur menanyakan apa yang mereka lihat selama dalam perjalanan. Setiap siswa mengungkapkan isi pikiran mereka melalui pengalaman yang mereka lihat atau yang mereka alami. Siswa mengungkapkan melalui bahas oral dan dibantu juga dengan menggunakan bahasa isyarat. Ibu Nur membahaskan pengalaman siswa secara sempurna, sehingga terbentuklah sebuah percakapan. Selain kegiatan eksplorasi, kegiatan yang dilakukan di luar kelas adalah kegiatan menari, senam mulut dan olahraga. Peneliti melihat bahwa selama kegiatan menari ini, Ibu Nur menjelaskan terlebih dahulu jenis gerakan dan arah gerakan. Apakah maju atau mundur, kiri atau kanan, melompat, bertepuk tangan, pinggul digoyang dan lain-lain. Contoh: anak-anak disuruh berbaris, lalu Ibu Nur memberikan instruksi, anak-anak gerakan pertama kedua kaki digoyangkan. Mana kaki? Semua anak akan menunjukkan kakinya. Lalu kata “goyang” di jelaskan dengan mempraktekkannya. Setelah siswa paham Ibu Nur , guru pendamping dan siswa melakukan gerakan tersebut bersama-sama. Gerakan kedua dan seterusnyapun selalu dijelaskan seperti pada gerakan pertama. Cotoh: kalau maju, Ibu Nur menjelaskan majun itu seperti apa, mundur seperti apa, melompat dan seterusnya. Ibu Nur mengajak siswa untuk meniru ucapannya. Contoh: guru dan murid bersamaan
100
mengatakan ayo maju…ayo mundur…ayo ke kanan….ayo kekiri dan seterusnya. Demikian juga halnya saat melakukan senam mulut, Ibu Nur menjelaskan gerakan apa saja yang dilakukan. Contoh: pada waktu Ibu Nur
mengajari anak untuk menjulurkan lidah maka Ibu Nur
mempraktekkan bagaimana lidah dijulurkan, demikian juga ketika mengajari gerakan melipat lidah, memoncongkan bibir dan lain-lain. Peneliti melihat Ibu Nur akan menjelaskan secara detail sampai anak memahami “menjulur itu bagaimana, melipat bagaimana”. Ketika berolahraga, Ibu Nur menjelaskan semua gerakan yang mau dilakukan siswa, seperti pada kedua kegiatan diatas. Contoh: sekarang kita menggerakan tangan ke kiri dan ke kana. Ini adalah “tangan”. Kemudian siswa meniru ucapan guru. Gerakan ke kiri dan ke kanan juga diperagakan, sampai anak mengetahui konsep kiri dan kanan. Kemudian untuk mengetahui bahwa siswa sudah memahaminya, Ibu Nur bertanya, hal-hal yang sudah dijelaskan sebelumnya misalnya: mana tangan? Mana kiri? Mana kanan? Kalau anak sudah paham maka dilanjutkan dengan gerakan baru. Dan begitulah selanjutnya, sampai siswa memahami gerakan tersebut. Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Mei 2013 di ketahui bahwa materi pembelajaran umumnya berasal dari ungkapan siswa dalam sebuah percakapan. Guru menangkap dan menuliskan percakapan tersebut dalam sebuah balon percakapan. Setelah diolah dalam balon percakapan, guru mengajak siswa untuk membaca percakapan tersebut secara bersama-sama. Dalam proses membaca mula-mula yang membaca adalah guru. Kemudian guru dan siswa dan yang
terakhir
adalah
siswa
sendiri,
dan
semua
mendapat
giliran.berikutnya guru menyebutkan kata-kata baru dari percakapan yang baru saja dibahas yang juga merupakan kata-kata inti dalam percakapan tersebut. Ketika guru menyebutkan kata-kata baru tersebut, siswa memperhatikan apa yang diucapkan guru. Setelah itu, guru
101
menyuruh siswa untuk mengulanginya dan jika siswa bisa, maka guru menyuruh siswa untuk menggaris bawahi kata itu dengan spido. Semua siswa mendapat giliran untuk itu. Untuk menambah pemahaman siswa akan benda yang mereka bawa juga peristiwa yang mereka alami, maka guru mendramatisasikan sesuai dengan peristiwa tersebut. Kegiatan berikut adalah artikulasi. Latihan artikulasi dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung yang difokuskan pada kata-kata yang baru muncul dalam percakapan. Tujuannya agar siswa bisa menyebutkan kata-kata baru tersebut dengan baik. Kegiatan selanjutnya adalah Tanya jawab. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah siswa sudah benar-benar memahami percakapan yang baru saja dibahas. Kegiatan terakhir sesudah Tanya jawab adalah kegiatan menulis. Baik menulis di papan tulis maupun di buku tugas. Jadi secara detailnya telah diungkapkan dalam hasil observasi di atas. Hasil observasi dan wawancara memiliki banyak kesamaan. Visualisasi merupakan salah satu hal yang penting dalam pembelajaran siswa tuna rungu, karena salah satu cirri anak tunarungu adalah pemata. Dengan visualisasi, siswa akan lebih cepat memahami maksud tulisan tersebut. Untuk visualisasi biasanya guru menempelkan gambar atau foto di atas tulisan. Akan tetapi jika tidak ada media yang sesuai dengan percakapan, guru akan menggambarkannya di papan tulis. Gambar yang ditunjukkan sebisa mungkin yang sederhana, dan mudah dipahami siswa. Penggunaan media dalam satuan pembelajaran sangatlah penting. Apalagi berhadapan dengan anak-anak tunarungu. Karena itu guru bekerja sama dengan orang tua, menyediakan media yang diperlukan.media yang digunakan berupa benda, foto,gambar atau benda aslinya. Media pembelajaran sebagian besar dibawakan siswa, juga yanga da disekita lingkungan sekolah. Selebihnya akan disediakan sekolah jika dipandang perlu. Media-media tersebut misalnya, foto yaitu
102
untuk memperkenalkan anggota keluarga, gambar-gambar misalnya: gambar binatang, gambar pakaian, gambar alat-alat makan, gambar alat transportasi, gambar buah-buahan, kartu kata, kartu gambar dan kalender untuk memperkanalkan hari, tanggal,bulan dan tahun. Selain itu digunakan juga benda aslinya apakah yang dibawa siswa atau yang ada di lingkungan sekitar sekolah. Perkembangan bahasa anak tunarungu merupakan awal dari keberhasilan seseorang siswa untuk dapat memahai dan mengungkapkan sesuatu. Sebenarnya, teknik dalam pemebelajaran yang diberikan para guru ini tidak jauh berbeda dengan guru-guru yang ada di SLB B lainnya, namun soal tanggung jawab moral yang sering dimaknai berbeda oleh setiap orang. Menurut Ibu Nur bahwa para guru, berusaha menanggung kelelahan. Dikatakan demikan karena tugas guru dalam kelas ini lumayan berat. Mereka harus selalu siap untuk membahas semua peristiwa yang dialami siswa, baik waktu berada di kelas maupun berada diluar kelas entah itu pada waktu istirahat,beroleharaga,menari ataupun pada waktu senam mulut. Contoh : ketika ada teman jatuh, siswa akan langsung memberitahu kepada salah seorang guru bahwa temannya terjatug. Guru datang ketempat kejadian. Sbelum guru menolong siswa, guru memanggil semua siswa dan mengatakan “aduh……Umar terjatuh”. Kemudian anak disuruh masuk kelas untuk membahas kejadian yang dialami. Dikelas guru langsung menulis kata “terjatuh” kemudian guru akan bertanya siapa yang terjatuh? Anak-anak akan menjawab Umar. Guru akan mengulang kata tersebut beberapa kali dan sebisa mungkin siswa mapu mengucapkannya hingga pada pembuatan kalimat yakni “Umar terjatuh di halaman”. Demikaan juga kalau siswa melihat teman sedang jajan, sedang menangis, dan lain-lain. Intinya adalah guru membahasakan semua apa yang dialami siswa selama mereka masih berada di sekolah. Upaya lain yang dilakukan guru adalah menjalin kerja sama dengan orangtua. Kerja sana yang dilakukan guru adalah dengan
103
memberi tahu perkembangan dan keadaaan siswa dan apa yang mesti dilakukan orang tua selama anak berada dirumah. Pertama, guru selalu mengingatikan bahwa saat anak ingin berbicara jangan dihentikan, biarkanlah dia bicara apa saja dan orangtua harus mendengarkan. Pada saat bicara harus diperhatikan keterarahwajahan dan diharapkan untuk menggunakan oral dan bicaralah secara perlahan-lahan. Orangtua juga harus mendampingi anak saat mengerjakan tugas atau PR .orangtua atau anggota keluarga lain sebisa mungkin memberi penjelasan saat anak kurang paham dengan apa yang dilakukannya. Selain itu, orangtua wajib melanjutkan kegiatan yang dilakukan dari sekolah dengan alasan bahwa siswa banyak menghabiskan waktunya dirumah dari pada disekolah. Jadi peran orangtua sangat besar untuk perkembangan bahasa anak. Hal yang harus dilakukan adalah orangtua harus selalu mengajak anak untuk berbicara.
104
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pola komunikasi belajar mengajar PAI di SDLB-B Frobel Montessori dapat disimpulkan bahwa komponen dalam pola komunikasi pembelajaran di SDLBB Frobel Montessori yaitu,: 1. Tujuan, yang hendak dicapai sebagaimana tujuan pendidikan pada umumnya yaitu mencapai tujuan pendidikan nasional. Hanya saja pada siswa Tunarungu dalam segi ketrampilan, baik ketrampilan baca tulis, bahasa maupun ketrampilan tangan, begitu juga pada pendidikan agama, tujuannya pada segi ketrampilan, baik fisik maupun psikis. Sedangkan untuk komponen Materi yang diajarkan berdasarkan kurikulum dari KTSP. Adapun dalam menyajikan lebih diturunkan bobotnya. Selain itu ditunjang dengan materi tambahan yaitu bacaan surat-surat pendek. 2. Metode yang digunakan dalam interaksi belajar mengajar yaitu, satu materi dengan delapan metode diantaranya: metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, Pemberian tugas, drill, karya wisata dan ditambah dengan metode pembiasaan dan bernyanyi .Alat yang digunakan berupa alat materi yaitu buku-buku PAI sesuai dengan masing-masing kelas, dan alat non materi berupa kata-kata yaitu nasihat, perintah dan larangan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa nasional. Evaluasi yang digunakan evaluasi harian dan semesteran. Struktur Peristiwa Belajar mengajar, sebagaimana sekolah pada umumnya, sistem tatap muka, berdasarkan tata jenjang SDLB yang berkapasitas tiap kelasnya 1-7 siswa. Struktur pencapaiannya bersifat terbuka dari mulai tujuan yang telah tersusun rapi, sedangkan prosedur pencapaiannya dikembangkan pada saat KBM berlangsung. 3. Penerapan pola komunikasi dalam pembelajaran Agama Islam bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori dalam dilihat dari cara Guru
104
105
dalam memberikan nasehat melalui pesan nonverbal yang ditampakkan. Guru Agama Islam tidak hanya memerintah tanpa melakukan tetapi selalu memberikan contoh kepada muridnya melalui kedisiplinan Guru dalam kehidupan sehari-hari, seperti memberikan contoh dalam sholat berjamaah. Di sini Guru tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Dengan sikap Guru seperti itu, maka dengan sendirinya murid akan mengikuti Guru dalam berjamaah. 4. Penerapan Pola Komunikasi Interpersonal Dalam Pembelajaran Agama Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori yaitu memakai bahasa bibir dan bahasa isyarat. Bahasa isyarat ada dua macam yang pertama bahasa isyarat per-abjad dan yang kedua bahasa isyarat bentuk per-kalimat. Biasanya bahasa isyarat seperti ini sebagai pelengkap bahasa bibir saja. 5. Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori adalah dengan 1. bahasa bibir, jadi kita menerangkan materi secara pelan,pelan dan pelan anak bisa melihat dan membaca mimik kita sehingga anak sudah bisa mengartikan apa yang saya ucapkan atau Guru apa yang diucapkan. 2. kalau bahasa bibir belum sempurna kita selingi dengan bahasa isyarat, anak itu akan lebih mengerti pakai bahasa isyarat. 3. ada juga pakai media penglihatan anak kan normal tidak ada kecacatan materi juga saya tulis juga biasanya rangakuman atau apa-apa. Dengan media gambar-gambar jadi anak bisa mengeksplorasi bias mengartikan bisa menjelaskan dari gambar-gambar tersebut yang ke 4 dengan audiovisual yaitu lihat film jadi anak tahu dari cerita-cerita itu dan melihat gerakan-gerakan cerita tersebut.
B. Saran 1. Kepada guru Pendidikan Agama Islam agar dalam proses kegiatan belajar mengajar hendaknya memakai dan memadukan metode yang lebih banyak agar dapat membantu pemahaman siswa. Artinya disesuaikan dengan
106
materi, karena metode yang dipakai pada SDLB B Frobel Montessori dalam satu materi harus sampai enam atau delapan metode. 2. Kerjasama antara pihak pengelola yayasan kepala sekolah dan staf yang lainnya lebih dieratkan, dalam meningkatkan mutu pengajaran siswa SDLB B Frobel Montessori. 3. Kerjasama dengan orang tua siswa harus terjalin lebih meningkat demi tercapainya proses belajar mengajar yang baik. 4. Adakanlah proses belajar mengajar secara kompetitif/kompetisi antara siswa secara sehat, baik antar individu maupun kelompok. 5. Tambahkan kegiatan ekstra keagamaan lebih ditekankan pada praktek baca tulis Al-Qur’an. 6. Kepada
Pemerintah
khususnya
Pemerintahan
Agama
hendaknya
memberikan skala prioritas pada Pendidikan Agama Islam bagi SDLB-B Frobel Montessori penyandang tuna rungu dan tuna wicara.. 7. Pengadaan buku-buku agama yang disesuaikan dengan kurikulum lebihlebih buku bagi siswa untuk bisa dipelajari di rumah lebih diupayakan.
107
DAFTAR PUSTAKA Affizal dan Rafidah. “Teacher – Student Attachment and Teachers’s Attitudes Towards Work”. Diambil dari : Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 24, 2009. Diakses tanggal : 18 Mei 2013 Alwasilah, A.Chaedar.1990. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa .Hlm. 82 Anneke Sumampouw dan Setiasih. “Profil Kebutuhan Remaja Tunarungu”. Anima, Indonesia Psychological Journal, Vol. 18, No, 4, Juli 2003, Hal: 380 Beebe, S.A., Beebe, S.J., & Redmond M.V.,”Interpersonal
Communication
Relating to Others (5th ed.)”, Boston : Pearson Education 2008, pp. 3-5 Cangara, Hafied H, “Pengantar Ilmu Komunikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, hal. 56 Dayakisni, Tri dan Hudaniah, “Psikologi Sosial”, Malang: UMM Press 2003, hal. 65 Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, hal:237 Departemen Pendidikan nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3”, Jakarta 2002, Balai Pustaka, hal.885. Djamalul Abidin Ass, “Komunikasi dan bahasa Dakwah”, Jakarta 1996, Penerbit Gema Insani Press , hal. 16 Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006 Hal: 64 Effendy, Onong Uchjana, “Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi”, Bandung 2003, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 9 _____________________, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1986, cet. ke-2, h.5 H.A.W. Widjaja, “Ilmu Komunikasi Pengantar Studi”, Jakarta, 2000, PT. Rineka Cipta, Cet, ke-2, hal.26 107
108
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada Press, Yogyakarta, 2005: 31 http: //www.uns.ac.id/data/sp5.pdf J. David Smith,”Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua”, Penerbit Nuansa, Bandung. 2006, Hal. 267 Jalaluddin Rakhmat, “Metode Penelitian deskriptif”, Bandung, 2002, Remaja Rosdakarya, h.25. Joseph A. Devito, “Komunikasi Antar Manusia”, Jakarta 1997,Professional Book, hal. 119 Judy Pearson, et.al. “Human Communication Second Edition”, New York: McGraw-Hill, 2006, hal: 19 Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer Edisi Kedua.Jakarta. Erlangga.Hlm. 79. Kristiandi, 2009. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan Motivasi Belajar di Kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan. Diambil dari http://respository.usu.ac.id/ hal. 15 Lexy, J Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, Bandung, 2007, PT. Rosdakarya, Cet. Ke-23, hal.9-10 Liliweri, Alo, “Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat”, Bandung 1997, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 5 Mangunsong, F & dkk. “Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa”, Jakarta : Lembaga Pengembangan Saranan Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia 1998, hal. 66. Muhaimin, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005, hal. 152 Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005, cet. Ke-2, h.33 Phil, Astrid Susanto, “Komunikasi Dalam Teori dan Praktek”, Bandung: Mandar Maju, 1992. Cet. Ke-1, h.4 Prof. Dr. Bandi Delphie, M.A., S.E, “Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus,”PT. Refika Aditama, Bandung 2006, Hal. 1-2
109
Puis A. Partanto dan M. dahlan al-Barrry, “Kamus Ilmiah Populer”, Surabaya 1994, Penerbit Arkola,hal.605. Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013. Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013, hal. 3 Purba. Amir, dkk., “Pengantar Ilmu Komunikasi”, Medan 2006, Pustaka Bangsa Press, hal. 36 Rakhmat
Jalaluddin,
“Psikologi
Komunikasi”.
Bandung
2008,Remaja
Rosdakarya, hal. 13 Sasa Djuarsa Sendjaja, “Pengantar Komunikasi”, Jakarta 1998, Universitas Terbuka, hal.39 Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 61 Sr. Maria Assumpte Rumanti OSF, Dasar-dasar Public Relation Teori dan Praktis, Jakarta: Grasindo, 2002, cet. Ke-1, h.88 Sugiyo. “Komunikasi Antar Pribadi”,Semarang Unnes Press 2005, hal. 9 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta 1996, Rineka Cipta,cet. Ke-10, edisi revisi, hal. 117 Toto Tasmara, “Komunikasi Dakwah”,Jakarta, 1997, Gaga Media Pratama, Cet ke-2, hal.6 Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Citra Umbara. Bandung: 2006. Hal : 77 Winayno S uyakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: tarsifi,1986), Cet.ke-7, h.162. Winayno Suyakhmad, “Pengantar Penelitian Ilmiah”, Bandung 1986, Penerbit Tarsifi, Cet.ke-7, hal.162.
.. J ·
-r-~mor
: Istimewa
Lamp
: 1·b~rkas : PERMOHONAN PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI
. Hal
Yang terhormat,
Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Di Tempat
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Salam silaturrahim saya sampaikan, semoga· Bapak/Ibu selalu dalam lindungan Allah SWT, serta selalu sukses dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Amin. Sehubungan, untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1 ), maka salah satu syaratnya yaitu menyelesaikan tugas akhir penulisan skripsi. Oleh karena itu saya yang bertanda tangan di bawah ini:
•
Nama
: M. Syaghilul Khoir
Nim
: 106051001851
Semester
: X (Sembilan)
Jurusan
: Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas
: Dakwah dan Komunikasi
Bermaksud mengajukanjudul proposal yaitu "POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID DI SLB
FROBEL MONTESSORI CONDET BALEKAMBANG KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR" Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini saya lampirkan: 1. Abstraksi Outline 2. Proposal Penelitian Skripsi 3. Daftar Pustaka Sementara Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perhatian Bapak/lbu, saya ucapkan termakasih.
Wassalamu'alaikum WR. Wb. Jakarta, 20 Januari 2011 Mengetahui,
"
~~enasihat Akademik
Dra. Hj. Asriyati Jamil 1\..TT'll.f"
\
t/'\rf\~11\A'10~1
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIOAYATUtLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU DAI<WAH DAN ILMU KOMUNIKASI Telepon/Fax: (021) 7432728 I 74703580
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Indonesia
Website: www.fdkuinjalcarta.ac.ld. E-mail:
[email protected]
Nomor : Un.01/F5/KM.01.3/ ~rfj /2011 Lamp : 1 (Satu) bundel Hal : Penelitian!Wawancara
Jakarta,1 Peb.ruari 2011
Kepada Yth.
Kepala Sekolah SLB-B Frobel Montessori Condet Bale Kambang Kramat Jati Jakarta Timur Assalamu 'alai/cum Wr. Wb. Dengan hormat bersama ini kami sampaikan bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi DIN SyarifHidayatullah Jakarta di bawah ini, Nama Nomor Pokok Jurusan /Semester
: M. Syaghilul Khoir 106051001851 : Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) I X
bermaksud melaksanakan penelitian/wawancara untuk bahan penulisan skripsi yang berjudul Pola Komunikasi Guru dan Murid di SLB-B Frobel Montessori Condet Bale Kambang Kramat Jati Jakarta Timur. Sehubungan dengan itu, kami memohon kepada Bapak kiranya berkenan menerima mahasiswa kami tersebut dalam pelaksanaan penelitian/wawancara dimaksud. Atas perhatian dan perkenan Bapak kami ucapkan terima kasih. Wassalamu 'alaikum Wr. Wb. Dekan,
Tembusan: I. Pembantu Dekan Bidang Akademik 2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
YAYASAN PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIAS.A
FROBEL MONTESSORI Gg. Masjid AI-Mabruq, Condet Balekambang Rt. 011/ 03 Kramat Jati- Jakarta Timur 13530 Telp. ( 021 ) 8001637
SURAT KETERANGAN NO : 58/ YPSLB/ U /2013
Yang. bertanda· tangano di bawtili- ini-· kepala.· SLH R· Frobel Montessori- Condet · Balekambang,. Jakarta Timur menerangkan :
M. Sy.agbilul Khoir
Nama
c:
NIM:
: 106051001851
Juru8an.
: .Komunikas.i- Pen}iaran- Islam U1N Syarif Hidayatullab· J·akart11-
Adalah benar nama tersebut di atas telab mengadakan penelitian dan pengambilim·
data di SLB B Frobel Montessori g~ menyelesaikan tugas akhir (skrpsi ). Demikian Surat Keterangan ini kami· buat untuk dipergunakan sebagai mana mestinya.
Jakarta, 19 Mei 2013
Kepala
Lampiran 1
FOTO-FOTO KEGIATAN DI SDLB B FROBEL MONTESSORI
Gambar 1 Papan nama Yayasan Pembinaan Sekolah Luar Biasa SLB B / C Frobel Montessori yang berada di dalam lingkungan sekolah.
Gambar 2 Guru sedang mengajarkan murid-murid berhitung dengan menggunakan jari tangan di dalam kelas, anak-anak mengikuti semua gerakan yang diperagakan oleh gurunya.
Lampiran 2
Gambar 3 Tiga siswa dan dua siswi yang memiliki keterbatasan tuna rungu mengikuti ujian nasional (UN) tingkat SD di Sekolah Luar Biasa (SLB) Frobel Montessori di Condet Balekambang, Jakarta Timur, meskipun dalam murid dalam kondisi keterbatasan yaitu tuna rungu pemerintah tetap memperhatikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.
Gambar 4 Guru mengajarkan siswa dan siswi tuna rungu untuk belajar mandiri meskipun dalam kondisi berkebutuhan khusus seperti mengajarkan para murid-murid belajar menggosok pakaian mereka masing-masing.
Lampiran 3
Gambar 5 Guru sedang mengajarkan murid satu persatu membaca di dalam kelas, murid- murid sangat serius melihat apa yang di ajarkan dan di sampaikan oleh guru.
Gambar 6 Guru sedang mengajarkan seorang siswi belajar tentang daerah atau wilayah-wilayah dengan menggunakan media bantuan yaitu Globe dan senter untuk lebih jelas melihat daerah yang di tunjukkan. Seorang siswa sangat serius mengikuti pelajran yang disampaikan oleh gurunya.
Lampiran 4
Gambar 7 Guru mengajarkan materi tentang matahari di dalam kelas kemudian murid-murid diajak langsung keluar untuk melihat matahari diluar kelas secara langsung agar murid dapat paham sebab klo dijelaskan secara abstrak murid kurang paham jadi harus disesuaikan dengan materi yang bersifat nyata dan mempraktek kannya secara langsung.
Lampiran 5
Gambar 8 Guru mengajarkan anak- anak tentang sholat dengan cara langsung mempraktekkan gerakan sholat secara bersamaan kemudian satu persatu anak memperaktekkan gerakan sholat tersebut.
Gambar 9 Poster-poster atau gambar tentang gerakan-gerakan sholat merupakan sarana pendukung agar anak-anak dapat mudah memahami dan mencerna apa yang disampaikan oleh guru terutama materi pendidikan sholat.
Lampiran 6
Gambar 10 Poster-poster atau gambar tentang gerakan-gerakan sholat merupakan sarana pendukung agar anak-anak dapat mudah memahami dan mencerna apa yang disampaikan oleh guru terutama materi pendidikan sholat.
Lampiran 7
Form Wawancara Kepada
: Nunung Nurjanah S.P.d
Jabatan
: Kepala Sekolah SDLB Frobel Montessori
Tempat
: SDLB Frobel Montessori
Pukul
: 11. 00 Wib.
1. Bagaimana komunikasi antara sesama guru di dalam lingkungan SLB Frobel Montessori? Jawab : Al-hamdulillah baik- baik saja. 2. Bagaimana komunikasi yang dilakukan antara kepala sekolah dengan guruguru di lingkungan SLB Frobel Montessori? Jawab : Alhamdulillah baik-baik saja, jika ada permasalahan dislingkungan SLB Frobel Montessori diselesaikan dengan cara musyawarah. 3. Bagaimana komunikasi yang dilakukan antara guru dengan murid? Jawab : Bagus dengan menggunakan bahasa oral (bibir) dan menggunakan bahasa isyarat. 4. Apa komunikasi yang digunakan di lingkungan SLB Frobel Montessori? Jawab : Dengan menggunakan Komunikasi Interpersonal (Antar Pribadi) dan menggunakan Komunikasi Kelompok. 5. Bagaimana sejarah terbentuknya SLB Frobel Montessori? Jawab : Awalnya ada sebuah keluarga besar mempunyai 7 anak dan 3 diantaranya mengalami tuna rungu, kemudian mereka bersepakat mendirikan sekolah luar biasa tuna rungu tujuan nya selain untuk mendidik anaknya juga membantu orang-orang dilingkungan sekitar yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Awalnya mereka menggunakan dana sendiri dan berjuang hingga sampai saat ini dapat bantuan dari pemerintah.
Lampiran 8
6. Apa tujuan didirikannya SLB Frobel Montessori? Jawab : Mendorong peserta didik yang memiliki kelainan fisik dan mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketarampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan
sosial
budaya
dan
alam
sekitar
serta
dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja datau mengikuti pendidikan dan pelatihan selanjutnya. Agar peserta didik memiliki kemampuan dasar Bina Diri , pengetahuanmKepribadian serta keterampilan dasar yang memadai dan bermanfaat b agi peserta didik untu hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjutannya ( SMPLB-C1 ) 7. Apa Visi dan Misi SLB Frobel Montessori? Jawab : Visi : Terwujudnya pemberdayaan Tuna Rungu seoptimal mungkin sehingga berkembang menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa kepada Tuhan YME, berguna bagi diri sendiri, masyarakat, nuasa dan bangsa.” Misi : a. Mencegah,
mengurangi
dampak
keTunarunguan
melalui
kegiatan
assesment psikologis dan audiometris serta mengupayakan pemakaian alat bantu mendengar secara efektif. b. Membuka kesempatan pendidik bagi anak tuna rungu pada satuan pendidikan di TKLB, TK reguler atau pindahan dari SDLB lain dan SD reguler. c. Menyediakan berbagai jalur dan program pendidikan pendidikan sesuai perkembangan kemampuan siswa.
Lampiran 9 d. Mengupayakan
tamatan
SDLB
yang
mempunyai
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (SMPLB atau SMP reguler). e. Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SDLB. f. Memberikan pembinaan agama sesuai dengan agama/kepercayaan yang dianut peserta didik. g. Berupaya menyediakan berbagai fasilitas dan sarana penunjang untuk berbagai macam mata pelajaran. h. Menyediakan berbagai kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai. i. Membimbing orang tua agar memiliki pengetahuan seperti sikap yang tepat dan efektif bagi anak Tunarungu usia sekolah. j. Mengupayakan sosialisasi tentang hakekat keTunarunguan. k. Mengupayakan sumber daya manusia yang berdedikasi dan profesional.
8. Apa program yang ada di lingkungan SLB Frobel Montessori? Jawab : Program belajar akademis sesuai dengan kurikulum sama seperti program belajar anak-anak pada umumnya yang meliputi bidang studi : IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa Indonesia. Program Khusus : Bina Persepsi Bunyi Irama dan Bina Wicara (Pembetulan pengucapan atau artikulasi). Ekskul : Melukis, pramuka, menari, komputer dan olahraga.
Lampiran 10
9. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat komunikasi di SLB Frobel Montessori? Jawab
:
Alat bantu mendengar sehingga anak dapat mudah menerima apa yang disampaikan oleh guru, peran guru yang senantiasa terus bersabar mendidik dan membimbing murid sampai bisa. Dan yang menghambat komunikasi yaitu sulitnya murid memahami apa yang disampaikan oleh guru dan mengalami keterlambatan berpikir. 10. Bagimana penerapan Komunikasi Interpersonal (Antar Pribadi) di lingkungan SLB Frobel Montessori? Jawab : Berjalan efektif walaupun ada sedikit hambatan jika guru kurang jelas dengan apa yang dibicarakan murid maka murid disuruh untuk menulis apa yang ingin disampaikan kepada gurunya.
11. Bagaimana penerapan Komunikasi Kelompok di lingkungan SLB Frobel Montessori? Jawab : Kurang efektif jika diterapkan di dalam kelas karena anak-anak tidak fokus belajarnya dan lebih banyak bercanda dan ngobrol, jadi jika ingin menggunakan komunikasi kelompok guru harus aktif memperhatikan setiap murid dan di bimbing terus untuk fokus belajar dan di ingatkan supaya tidak bercanda.
12. Fasilitas apa saja yang dapat mendukung program di lingkungan SLB Frobel Montessori? Jawab : Alat bantu dengar (ABM), Gambar-gambar, tulisan, kumpulan nama benda yang ada dilingkungan sekitar. Untuk fasilitas Olahraga dilingkungan SLB Frobel Montessori yaitu Lapangan luas yang digunakan untuk senam, badminton, dan atletik yaitu lari matras.
Responden
Nunung Nurjanah S.P.d
Pewawancara
M. Syaghilul Khoir
Lampiran 12
Form Wawancara Kepada
: Undarwati S.P.d
Jabatan
: Guru Kelas SDLB Frobel Montessori
Tempat
: SLB Frobel Montessori
Pukul
: 11. 00 Wib.
1. Sudah berapa tahun ibu mengajar di lingkungan SLB Frobel Montessori khusus nya dikelas tuna rungu? Jawab : Saya sudah mengajar disini selama 21 Tahun. 2. Mengapa ibu tertarik untuk mengajar anak- anak tuna rungu? Jawab : Ini panggilan dari hati saya. 3. Apa kendala yang ibu hadapi di dalam mengajar siswa tuna rungu di kelas? Jawab : Jika membahas materi yang bersifat abstrak seperti cerita Nabi anak-anak kurang mengerti. Anak- anak hanya mengerti materi yang bersifat nyata yang ada disekitar lingkungan sekolah seperti Kursi dan lain sebagainya. 4. Apa faktor yang mendukung ibu dalam mengajar siswa tuna rungu di kelas? Jawab : Dengan menggunakan Alat bantu dengar (ABM), gambar-gambar benda yang ada disekitar lingkungan sekolah, tulisan-tulisan benda-benda yang ada di sekitar lingkungan sekolah. 5. Bagaimana pelaksanaan proses belajar pendidikan Agama Islam? Jawab : Alhamdulillah sudah efektif.
Lampiran 13
6. Bagaimana cara mengetahui kemampuan dan pemahaman anak tuna rungu dalam menerima pelajaran pendidikan Agama Islam? Jawab : Anak-anak dapat mengetahui waktu sholat misalkan sekarang waktunya jam 12 siang kemudian anak-anak ditanya sudah waktunya sholat apa sekarang? Kemudian anak-anak menjawab sholat dzuhur bu. 7. Apa kendala yang ibu hadapi dalam proses pembelajaran pendidikan Agama Islam di kelas dan apa solusinya? Jawab : Anak-anak tidak dapat mengerti bacaan-bacaan sholat, tidak mengerti Bahasa Arab sehingga guru harus mengganti Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia agar dapat dimengerti. 8.
Materi apa saja yang dipelajari oleh anak dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam? Jawab : Materi tentang sholat lima waktu, dan materi tentang wudhu.
9. Media apa yang digunakan oleh guru untuk pengajaran pendidikan Agama Islam? Jawab: Gambar gerakan-gerakan orang sedang sholat, boneka-boneka gerakan sholat, dan gambar-gambar orang sedang berwudhu. 10. Bagaimana penerapan metode pengajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran pendidikan Agama Islam? Jawab : Dengan menggunakan metode demonstrasi atau praktek secara langsung dan dengan diskusi interaktif. 11. Bagaiman komunikasi Interpersonal (Antar pribadi) yang diterapkan di dalam proses belajar di kelas dan apa hambatannya? Jawab : Berjalan efektif walaupun ada sedikit hambatan jika guru kurang jelas dengan apa yang dibicarakan murid maka murid disuruh untuk menulis apa yang ingin disampaikan kepada gurunya.
Lampiran 14
12. Bagaiman komunikasi Kelompok yang diterapkan di dalam proses belajar di kelas dan apa hambatannya? Jawab : Kurang efektif jika diterapkan di dalam kelas karena anak-anak tidak fokus belajarnya dan lebih banyak bercanda dan ngobrol, jadi jika ingin menggunakan komunikasi kelompok guru harus aktif memperhatikan setiap murid dan di bimbing terus untuk fokus belajar dan di ingatkan supaya tidak bercanda.
Lampiran 15 Form Wawancara Nama
: Ibu Eni
Kepada
: Orang tua murid
Tempat
: Di halaman SLB Frobel Montessori
Pukul
: 10. 00 Wib.
1. Apa pendapat anda tentang SLB Frobel Montessori yang ada di lingkungan Condet Balekambang? Jawab : SLB Frobel Montessori sangat baik pendidikannya sesuai dengan yang dibutuhkan anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak saya. 2. Apa pendapat anda tentang guru yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Gurunya sangat baik-baik dan sabar dalam mengajarkan murid nya sampai mereka bisa paham materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. 3. Bagaimana komunikasi anda dengan guru-guru SLB Frobel Montessori? Jawab : Komunikasi nya berjalan dengan baik sama orang tua murid, guru selalu memberitahukan sama orang tua jika anaknya mengalami banyak perkembangan selama proses belajar sehingga orang tua mengetahui sudah seberapa banyak pemahaman yang di dapat anaknya di kelas. 4. Bagaimana pandangan anda terhadap kinerja guru-guru yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Kinerja guru yang saya lihat di SLB Frobel Montessori sudah baik. Guru-guru mampu mengajarkan anak-anak dengan baik. 5. Bagaimana dengan fasilitas yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Menurut saya fasilitas yang ada dilingkungan SLB Frobel Montessori sudah lengkap seperti: Alat bantu dengar (ABM), Gambar-gambar, tulisan, kumpulan nama benda yang ada dilingkungan sekitar. Untuk fasilitas Olahraga
Lampiran 16
dilingkungan SLB Frobel Montessori yaitu Lapangan luas yang digunakan untuk senam, badminton, dan atletik yaitu lari matras.
6. Program apa saja yang anda ketahui yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Program: Melukis, pramuka, menari, komputer dan olahraga.
7. Apa tanggapan anda terhadap program yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Programnya bagus selama dapat mendukung perkembangan anak didik.
8. Apakah harapan anda terhadap program- program yang sudah di jalankan oleh SLB Frobel Montessori? Jawab : Harapan saya dengan adanya program-program tersebut mampu mengasah bakat yang dimiliki anak berkebutuhan khusus untuk terus kreatif dan aktif.
9. Apakah yang anda harapkan dengan adanya SLB Frobel Montessori di lingkungan Condet Balekambang? Jawab : Saya berharap dengan adanya SLB Frobel Montessori mampu menampung dan mendidik anak-anak didik yang memiliki kebutuhan khusus karena di lingkungan daerah Condet masih minim sekali sekolah-sekolah untuk anakanak berkebutuhan khusus.
Responden
Ibu Eni
Pewawancara
M. Syaghilul Khoir
Lampiran 17 Form Wawancara Nama
: Bapak Ghani
Kepada
: Orang tua murid
Tempat
: Di halaman depan SLB Frobel Montessori
Pukul
: 12. 00 Wib.
1. Apa pendapat anda tentang SLB Frobel Montessori yang ada di lingkungan Condet Balekambang? Jawab : SLB Frobel Montessori menurut saya sudah baik dalam mengajar di kelas sesuai dengan yang dibutuhkan anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak saya. 2. Apa pendapat anda tentang guru yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Gurunya sangat baik-baik dan sabar, teliti dalam mengajarkan murid nya sampai mereka bisa paham materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. 3. Bagaimana komunikasi anda dengan guru-guru SLB Frobel Montessori? Jawab : Komunikasi nya berjalan dengan baik sama orang tua murid, guru selalu memberitahukan
sama
orang
tua
jika
anaknya
mengalami
banyak
perkembangan selama proses belajar sehingga orang tua mengetahui sudah seberapa banyak pemahaman yang di dapat anaknya di kelas. 4. Bagaimana pandangan anda terhadap kinerja guru-guru yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Kinerja guru yang saya lihat di SLB Frobel Montessori sudah baik. Guru-guru mampu mengajarkan anak-anak dengan baik, sabar sampai anak-anak bisa.
Lampiran 18
5. Bagaimana dengan fasilitas yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Menurut saya fasilitas yang ada dilingkungan SLB Frobel Montessori sudah lengkap seperti: Alat bantu dengar (ABM), Gambar-gambar, tulisan, kumpulan nama benda yang ada dilingkungan sekitar. Untuk fasilitas Olahraga dilingkungan SLB Frobel Montessori yaitu Lapangan luas yang digunakan untuk senam, badminton, dan atletik yaitu lari matras. 6. Program apa saja yang anda ketahui yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Program: Melukis, pramuka, komputer dan olahraga. 7. Apa tanggapan anda terhadap program yang ada di SLB Frobel Montessori? Jawab : Programnya bagus selama dapat mendukung perkembangan anak didik agar mereka tidak jenuh belajarnya formal terus. 8. Apakah harapan anda terhadap program- program yang sudah di jalankan oleh SLB Frobel Montessori? Jawab : Harapan saya dengan adanya program-program tersebut mampu mengasah bakat yang dimiliki anak berkebutuhan khusus untuk terus kreatif dan aktif. 9. Apakah yang anda harapkan dengan adanya SLB Frobel Montessori di lingkungan Condet Balekambang? Jawab : Saya berharap dengan adanya SLB Frobel Montessori mampu menampung dan mendidik anak-anak didik yang memiliki kebutuhan khusus karena di lingkungan daerah Condet masih jarang sekali sekolah-sekolah untuk anakanak berkebutuhan khusus kebanyakan yang ada hanya sekolah-sekolah formal.
Responden
Pewawancara
Bapak Ghani
M. Syaghilul Khoir