ANALISIS PUTUSAN No: 94/Pid.B/2003/PN.Ska TERHADAP PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN (Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelas Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh: Anita Indra Prasta NIM: 072211018
JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
Drs. H. Eman Sulaeman, M.H Tugurejo A3 RT 02/RW 01 Tugu Semarang M. Harun, S.Ag, M.H Jl. Mega Permai 2 No. 40, Perum Beringin Koveri. Ngaliyan Semarang PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp
: 4 (empat) eks.
Kpd Yth.
Hal
: Naskah Skripsi
Dekan Fakultas
Syariah A.n. Sdri. Anita Indra Prasta
IAIN Walisongo Semarang Di Semarang
Assalamu'alaikum. Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari : Nama : Anita Indra Prasta NIM : 072211018 Jurusan : Jinayah Siyasah Judul Skripsi : Analisis Putusan No: 94/pid.b/2003/PN.Ska Terhadap Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Pembuktian Di Persidangan (Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera dimunaqasahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Semarang, 23 Desember 2011 Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Eman Sulaeman, M.H. NIP. 196506051992031003
M. Harun, S.Ag. M.H NIP. 197508152008011017
i
ii
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga, skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 26 Januari 2012 Deklarator,
Anita Indra Prasta
iii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan alat bukti petunjuk dalam pembuktian di persidangan dipergunakan dengan benar. Penelitian hukum ini merupakan penelitian deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk dalam penelitian dokumentasi. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Kelas IA Surakarta. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan meliputi: wawancara dan studi kepustakaan baik berupa buku-buku, dokumen. Analisis yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dengan metode interaktif. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa penggunaan alat bukti petunjuk dalam putusan perkara korupsi Pengadilan Negeri Kelas IA Surakarta Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska adalah sebagai alat bukti yang terakhir untuk membuktikan kesalahan terdakwa Ruhimat Natadilaga. Penggunaan alat bukti petunjuk dalam putusan perkara korupsi ini sudah sesuai dan telah memenuhi syarat sahnya sebagai alat bukti serta memenuhi prinsip batas minimum sebagaimana diatur dalam KUHAP. Bahwa dalam penggunaan alat bukti petunjuk terdapat keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa, dan petunjuk. Dalam keterangan saksi inilah tidak semua saksi bisa digunakan, karena dalam persaksian tersebut ada saksi yang disebut dengan saksi (testimonium de audito) ialah keterangan yang didapat atau diperoleh dari keterangan orang lain. Ternyata majelis hakim beranggapan bahwa saksi tersebut dijadikan alat bukti petunjuk untuk menambah keyakinan hakim dalam memutus suatu perkara sehingga kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan bantuan alat bukti petunjuk. Saksi testemonium de audito dilakukan dalam persidangan, dan dalam hukum Islam pun ada yaitu saksi istifadhoh (kabar yang tersebar) ialah berita yang mencapai derajat antara mutawatirdan ahad (orang perorangan), yaitu berita yang sudah menyebar dan sudah menjadi berita di kalangan masyarakat. Tetapi dalam hukum Islam saksi istifadhoh bukan merupakan alat bukti langsung, hanya sebagai persangkaan saja dan tidak mempunyai nilai pembuktian sama sekali dalam hukum Islam. walaupun kesaksian tersebut tidak termasuk alat bukti tetapi berpengaruh pada majelis hakim dalam memutus suatu perkara.
iv
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala ridhla dan bimbingan-Nya, petunjuk serta kekuatan yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, tidak lupa penulis curahkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, shahabat serta para pengikut-Nya yang setia. Skripsi yang berjudul “Analisis Putusan No: 94/Pid.B/2003?PN.Ska Terhadap Alat Bukti Petunjuk Dalam Pembuktian (Dalam Perspektif Hukum Islam)” ini, disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 (S.1) Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saransaran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Yang terhormat Dr. H. Imam Yahya, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang, yang telah merestui pembahasan skripsi ini. 2. Drs. H. Eman Sulaeman, M.H selaku dosen pembimbing I, dan H. M. Harun, S.Ag., M.H, selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, motivasi, masukan, dan saran dengan sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
v
3. Drs. M. Solek. M.Ag, selaku Ketua Jurusan Siyasah Jinayah yang telah mengijinkan penulis untuk menyusun skripsi ini. 4. Bapak ibu dosen, serta segenap karyawan dan karyawati khususnya di Fakultas Syari‟ah yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Sutarto selaku panitera muda hukum yang telah berkenan mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta. 6. Bapak dan ibu tercinta yang telah mengasuh, membimbing dan melindungi serta selalu memberikan do‟a dan dukungan moril ataupun materil yang tiada ternilai harganya. 7. Kakak-kakak penulis yang telah memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 8. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan semangat, sehingga selesai dalam penyusunan skripsi ini. Kepada mereka semua, penulis tidak dapat memberikan apa-apa, kecuali ucapan terima kasih dan permohonan maaf. Semoga Allah SWT. menerima dan meridhlai segala amal perbuatan mereka dan selalu memperoleh rahmat, taufik, serta hidayah-Nya. Setelah melalui proses yang panjang, penulis yakin bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan ini penuh dengan hikmah. Alhamdullilah, dengan segala daya dan upaya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
vi
Walaupun demikian, penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Serta penulis berharap, kajian tentang persoalan yang ada dalam skripsi ini dapat dilanjutkan dan ditumbuh kembangkan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis memohon petunjuk dan berserah diri, serta memohon ampunan dan perlindungan-Nya. Amin. Semarang, 26 Januari 2012 Penulis,
Anita Indra Prasta
vii
Persembahan Skripsi ini kupersembahkan kepada: Orang tua penulis tersayang (Bpk. Zaenal Arifin Achyak dan Ibu Munjiyati) yang selalu memberikan semangat, dan motivasi dalam semua hal terutama dalam menyelesaikan studi. Kakak-kakak penulis (Arie Ardi Winata dan Auliya Rahman) dan beserta seluruh keluarga yang kusayangi yang selalu memberikan semangat. Seluruh teman-teman SJB ‟07 (Udin, Sukron, Arif, Faqih, Fajrin, Ibad, Nunik, Khumaeni, Tohir, Fahri, Hasan, Setiyanto, Ghufron, dan Nasron), yang selalu ada dikala susah dan senang selalu memberikan semangat untuk meraih cita dan asa bersama-sama. Teman-teman kos Amalia II, yang selalu memberikan motivasi dan semangat untuk menjalani hari-hari penulis dengan optimis dan tidak berputus asa. Seluruh pembaca yang budiman dan pecinta ilmu pengetahuan.
viii
MOTTO
َان ِم َّم ْه ِ َوا ْستَ ْش ِه ُدوا َش ِهي َدي ِْه ِم ْه ِز َجا ِل ُك ْم فَإِ ْن لَ ْم يَ ُكىوَا َز ُجلَي ِْه فَ َس ُج ٌل َوا ْم َسأَت... ْ َض َّل إِحْ َداهُ َما فَتُ َر ِّك َس إِحْ َداهُ َما ب ال ُّشهَ َدا ُء َ ْاألخ َسي َوال يَأ َ ْتَس ِ اء أَ ْن ت ِ ض ْى َن ِم َه ال ُّشهَ َد ... ِإ َذا َما ُد ُعىا ...dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil...(QS.Al-Baqarah:282)
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii DEKLARASI .................................................................................................. iv ABSTRAKSI ................................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi PERSEMBAHAN .......................................................................................... viii MOTTO ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x BAB
I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Perumusan Masalah ...................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 D. Telaah Pustaka .............................................................................. 6 E. Metodologi Penelitian .................................................................. 8 F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB
II Tinjauan Umum Tentang Alat Pembuktian A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian ......................................... 14 a. Pengertian Pembuktian .......................................................... 14 b. Sistem Pembuktian ................................................................ 17
x
B. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian .......................................... 19 a. Macam-macam Alat Bukti .................................................... 19 b. Alat Bukti Petunjuk ............................................................... 22 c. Nilai Kekuatan Alat Bukti Petunjuk ..................................... 23 C. Tinjauan Umum Tentang Kesalahan Terdakwa ........................... 25 a. Pengertian Kesalahan ............................................................ 25 b. Pengertian Tersangka Dan Terdakwa .................................... 26 BAB
III
Putusan Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta Nomor:
94/Pid.B/2003/PN.Ska A. Profil Pengadilan Negeri Kals IA Surakarta ................................. 28 B. Putusan
Pengadilan
Negeri
Klas
IA
Surakarta
Nomor:
94/Pid.B/2003/PN.Ska.................................................................. 30 BAB IV
Analisis Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Tindak
Pidana Korupsi A. Analisis Putusan Hakim Dalam Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Tindak Pidana Korupsi, Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska ................................................................. 40 B. Analisis Penggunaan Alat Bukti Dalam Hukum Pidana Islam... 55 BAB V
Penutup A. Kesimpulan ......................................................................... 59 B. Saran-saran .......................................................................... 60 C. Penutup ................................................................................ 61 xi
Daftar Riwayat Hidup Lampiran-lampiran
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari-hari di masyarakat, ada warga negara yang lalai atau dengan sengaja tidak melaksanakan kewajibannya, sehingga hal ini dapat merugikan masyarakat di sekitarnya, bahwa warga masyarakat tersebut telah melanggar hukum, karena kewajiban warga negara tersebut telah diatur dalam aturan-aturan hukum yang berlaku. Seorang hakim harus mempunyai pengetahuan yang luas dan pandai membaca indikasi-indikasi, petunjuk dan situasi, dari perkara yang dajukan kepadanya, baik yang berwujud perkataan maupun perbuatan, sebagaimana kapabilitasnya mengenai hukum. Apabila tidak demikian maka dapat dipastikan kapaitas hukum yang dijatuhkannya akan merugikan pihak-pihak yang semestinya memperoleh hak.1 Seseorang dapat dikatakan melanggar hukum, jika dirinya dengan sengaja ataupun tidak sengaja melanggar aturan hukum yang sudah berlaku, kemudian akan mendapatkan pemeriksaan di pengadilan, dan untuk membuktikan benar atau tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, oleh karena diperlukan adanya suatu pembuktian. Pembuktian menurut Kamus Hukum berasal dari kata “bukti” yang mempunyai arti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa; keterangan
1
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, h.2
1
2
nyata; saksi; tanda.2 Pembuktian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “bukti” yang artinya sesuatu yang menguatkan kebenaran dan kenyataan yang sebenarnya, keterangan nyata, tanda, saksi pengamatan.3 Kata “bukti” jika mendapat awalan pe- dan akhiran –an maka mengandung arti proses perbuatan. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, sebaliknya kalau terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam pasal 184 KUHAP, maka terdakwa dinyatakan bersalah dan akan dijatuhkan pidana. Hakim harus cermat dan berhatihati dalam mempertimbangkan suatu nilai pembuktian.4 Pembuktian dalam arti luas adalah kemampuan tergugat atau penggugat memanfaatkan hukum pembuktian untuk mendukung dan membenarkan hubungan hukum dan peristiwa-peristiwa yang dibantahkan dalam hukum yang diperkarakan, sedangkan dalam arti sempit mengandung pengertian pembuktian hanya diperlukan sepanjang mengenai hal-hal yang dibantah atau hal yang masih disengketakan atau hanya sepanjang yang menjadi perselisihan diantara pihakpihak yang berperkara.5
Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang didakwakan melakukan suatu pelanggaran, dan selanjutnya meminta pemeriksaan
2
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, h. 61 Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Amanah, 1997, h. 80 4 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap: Pemeriksaan Sidang Pengadilan Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali, Edisi Ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, H. 273 5 Ibid, h. 273 3
3
dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.6 Dalam hukum acara pidana ada 3 fungsi hukum acara pidana, yaitu: a. Mencari dan menemukan kebenaran; b. Pemberian keputusan oleh hakim; c. Pelaksanaan keputusan. Dari ketiga fungsi diatas, yang paling penting peranannya ialah “mencari kebenaran”, karena setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan, hakim akan sampai kepada putusan (yang seharusnya adil dan tepat), yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa.7 Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP dan diakui oleh Undang-Undang adalah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa8 Jika dibandingkan dalam HIR, maka ada penambahan alat bukti, yaitu keterangan ahli. Selain itu ada perubahan nama alat bukti yaitu “pengakuan terdakwa” menjadi “keterangan terdakwa”, karena keterangan terdakwa sifatnya 6
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi kedua, Jakarta: Sinar grafika offset, 2008, h.8 7 Ibid.h. 8-9 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan Penjelasan, Surabaya: Karya Anda, h.82
4
hanya mengikat pada diri terdakwa sendiri dan bukan merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Dalam hukum Islam mengenai prinsip-prinsip pembuktian tidak banyak berbeda dengan perundang-undangan berlaku dizaman modern sekarang ini dari berbagai macam pendapat tentang arti pembuktian, maka dalam pengertian ini pembuktian adalah suatu proses mempergunakann atau mengajukan atau mempertahankan alat-alat bukti di muka persidangan sesuai dengan hukum acara yang berlaku, sehingga mampu meyakinkan hakim terhadap kebenaran dalil-dalil yang menjadi dasargugatan atau dalil-dalil yang dipergunakan untuk menyanggah tentang kebenaran dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh pihak lawan.9 Apabila dikomparasikan dengan hukum acara pidana, petunjuk dalam hukum Islam maka maknanya lebih luas, karena dalam hukum Islam batasan dalam mengaplikasikan bahwa petunjuk harus jelas dan mampu meyakinkan hakim. Sementara itu dalam hukum acara pidana alat bukti petunjuk hanya dapat diaplikasikan bila didapat dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa sehingga alat bukti ini terkesan sebagai alat pembuktian yang tidak langsung. 10 Dalam pembuktiannya seseorang harus mampu mengajukan bukti-bukti yang otentik. Keharusan pembuktian ini didasarkan dalam firman Allah SWT, Q.S Al-Maidah: 106, yang berbunyi:
9
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h. 123 10 Ibid, h. 124
5
... Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu...(Q.S AlMaidah: 106) Ayat diatas mengandung makna bahwa bilamana seseorang sedang berperkara atau sedang mendapatkan permasalahan, maka para pihak harus mampu membuktikan hak-haknya dengan mengajukan saksi-saksi
yang
dipandang adil.11 Menurut pasal 188 ayat (1) KUHAP, dirumuskan: “petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.12 Dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk hanya diperoleh dari; 1. Keterangan saksi; 2. Surat; 3. Keterangan terdakwa.13 Hakim harus menggunakan alat bukti petunjuk secara arif dan bijaksana, karena selain mengadakan kecermatan, hakim pun harus jeli tentang persesuaian suatu petunjuk “nyata” dan “utuh” tentang terjadinya tindak pidana. Hakim harus mempertimbangkan putusannya, yang hanya menyimpulkan keterbuktian
11
Anshoruddin, Loc.cit, h. 35 Op.cit, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan Penjelasan.h. 84 13 Ibid 12
6
kesalahan terdakwa dengan alat bukti petunjuk, tetapi tidak menguraikan analisisnya dengan jelas. Penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta karena dalam terdapat kasus tindak pidana yang menggunakan saksi testimonium de audito (keterangan dari orang lain) dalam perkara korupsi ini dilakukan oleh terdakwa yang bernama Ruhimat Natadilaga, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi di PT. Kantor Pos Indonesia Cab. Surakarta seorang diri, dan tanpa ada yang seorangpun yang mengetahui mengetahui. Terdakwa melakukan perbuatan tersebut dengan cara meminta bantuan dari saksi Jonet Wijayanto untuk membantu melakukan pengambilan uang di PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta, tetapi terdakwa tidak memberitahukan bahwa uang yang akan diambil tersebut adalah uang hasil korupsi, kemudian saksi jonet tersebut diberi upah seebesar Rp.50.000,-, aksi terdakwa tersebut dilakukan sebanyak 32 kali dari bulan Maret 2002 sampai bulan Januari 2003. Terdakwa melakukan perbuatan korupsi dengan cara memalsukan nama dan tanda tangan nasabah Bank Bumi Artha dengan no rekening slo 40.20 dan cek tersebut tersebut telah dimusnahkan untuk menghilangkan barang bukti. Terdakwa menghabiskan uang tersebut dengan cara mentranferkan ke rekening pribadinya dan yang sebagian untuk bersenang-senang dengan wanita penghibur. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa kemudian diketahui oleh saksi yang bernama Achmad Fuad Kamali yang bekerja di PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta, dan saksi tersebut memberitahukan kepada karyawan lain yaitu Sony Senjaya dan Jonet Wijayanto bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan korupsi yang merugikan PT.Pos Indonesia Cab. Surakarta sebanyak
7
Rp.127.600.000,-, kemudian Ahmad Fuad Kamali memberitahukan kepada Bank Bumi Artha kepada saksi yang bernama Buntoro, Sajarwo budi lelono, dan Agung Nugroho, bahwa telah terjadi perbuatan korupsi sejak bulam Maret 2002 sampai bukan Januari 2003, ada juga seorang saksi yang bernama Yunita, dia adalah wanita penghibur yang dalam 1 tahun di boking oleh terdakwa sebanyak 1o kali dan diberi upah antara Rp.200.000,- sampai Rp. 300.00,- dan dibelikan Hp merk Nokia seharga Rp. 1.480.000,- di Matahari Singosaren, saksi juga menyebutkan bahwa terdakwa mempunyai banyak wanita simpanan di hotel-hotel sekitar Banjarsari. Dalam kasus tindak pidana korupsi ini saksi Buntoro, Sajarwo budi Lelono, dan Agung Nugroho dijadikan sebagai saksi testemonium de audito karena ketiga saksi tersebut diberitahu oleh Ahmad Fuad Kamali, dan saksi yang bernama Yunita dijadikan sebagai saksi pemberat oleh majelis hakim. Jadi dalam perkara tindak pidana korupsi ini terdapat alat bukti petunjuk lain, seharusnya dalam persidangan saksi testemonium de audito tidak bisa dipergunakan karena saksi tersebut tidak sah menurut undang-undang. Oleh karena itu penulis kemudian tertarik untuk mengkaji dan melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Putusan No: 94/Pid.B/2003/Pn.Skaterhadap Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Permbuktian Di Persidangan (Dalam Perspetif Islam)”
8
B. Rumusan Masalah Pembahasan dalam skripsi ini, akan dibatasi pada permasalahanpermasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah putusan Majelis Hakim dalam penggunaan alat bukti petunjuk terhadap perkara korupsi di Pengadilan Surakarta Putusan Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska ? 2. Bagaimanakah analisis hukum pidana Islam terhadap penggunaan alat bukti petunjuk di Pengadilan Surakarta Putusan Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska ?
C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui putusan Majelis Hakim dalam penggunaan alat bukti petunjuk terhadap perkara korupsi di Pengadilan Surakarta Putusan Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska b. Untuk mengetahui hukum pidana Islam terhadap penggunaan alat bukti petunjuk di Pengadilan Surakarta Putusan Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska D. Telaah Pustaka Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang beberapa karya ilmiah baik berupa buku, jurnal maupun karya ilmiah lainya yang berhubungan dengan skripsi ini. Diantaranya ialah sebagai berikut: Pertama, Studi Analisis Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Tentang Kebolehan Bukti Tulisan Sebagai Alat Bukti, karya Abdul Basid 032111189 fakultas Syari‟ah, menjelaskan bahwa: Pembuktian bertujuan untuk mendapatkan kebenaran suatu peristiwa atau hak yang diajukan kepada hakim. Para praktisi
9
hukum membedakan tentang kebenaran yang dicari dalam hukum perdata dan hukum pidana. Dalam hukum perdata, kebenaran yang dicari oleh hakim adalah kebenaran formal, sedangkan dalam hukum pidana, kebenaran yang dicari oleh hakim adalah kebenaran materiil. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah bahwa bukti tulisan itu dapat dijadikan alat bukti. Alasannya karena surat-surat Rasulullah SAW yang dikirim kepada pegawai dan raja-raja, dan lain sebagainya, semua itu menunjukkan bahwa tulisan dapat dijadikan alat bukti. Oleh karena itu tulisan memberi petunjuk adanya suatu tujuan, maka dia dinilai sebagai ucapan. Itulah sebabnya, talak dipandang jatuh sebab suatu tulisan. Istinbath hukum yang digunakan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah tentang bukti tulisan sebagai alat bukti yaitu hadis dari Abu Khaisamah Zuhair bin Harbin dan Muhammad bin al-Musanna al-'Anazi, hadis riwayat dari Imam Muslim. Kedua, Hasil Tes DNA (Deoxyribonucleic Acid) Sebagai Alat Bukti Alternatif dalam Jarimah Zina, Inayah Yunistianti 2100057, fakultas Syari‟ah, menjelaskan bahwa: Al-Qur‟an dan As-Sunnah merupakan landasan norma masyarakat yang hendak dibangun. Di mana kedua sumber hukum adalah proaktif dan bukan reaktif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (Polimerase Chain Reaction atau PCR) membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA yang hasilnya dimanfaatkan dalam berbagai bidang salah satunya dalam hal pembuktian. Penggunaan tes DNA sebagai alat bukti mulai populer dilakukan di berbagai negara, karena tingkat keakuratannya yang tinggi dan telah teruji. Dalam berbagai bidang baik itu perdata maupun pidana, seperti identifikasi korban, tes paternitas, mendeteksi pelaku pembunuhan, perkosaan dan mengetahui adanya perselingkuhan, yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah pandangan hukum Islam tentang penggunaan tes DNA ini sebagai alat bukti khususnya dalam jarimah perzinaan. Dikhususkan dalam kasus ini, karena dalam Islam formulasi pembuktiannya sudah diatur oleh Fiqh, yaitu dengan iqrar dan kesaksian empat orang laki-laki yang adil. Pandangan Islam terhadap hasil tes DNA sebagai alat bukti tidak terlepas dari maqasid asy-syari‟ah melalui formulasi pembuktian dari alat bukti qarinah. Tes DNA memenuhi kriteria persyaratan qarinah, karena ditilik dari bioteknoloogi dan biomedik, tes DNA mempunyai kepastian sebagai alat bukti dengan tingkat validitas pembuktian yang meyakinkan. Otentisitas tes DNA sebagai alat bukti tidak diragukan lagi karena DNA diambil langsung dari yang terkait tanpa bisa direkasaya hasilnya. Namun kedudukannya dalam hal penetapan hukum pada jarimah zina tidak bisa sebagai alat bukti primer (menggantikan kedudukan alat bukti yang telah diformulasikan), karena keberadaan alat bukti primer tetap dibutuhkan untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana/jarimah tersebut. Sehingga tes DNA disini kedudukannya sebagai alat bukti sekunder, yaitu alat bukti penguat bukti primer. Walau demikian tes DNA mutlak dilaksanakan ketika alat bukti primer memiliki banyak kelemahan sehingga validitasnya diragukan.
10
E. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research), dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran yang mengenai fakta-fakta sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.14 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.15 Sedangkan penelitian kualitatif adalah bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata lisan atau tertulis.16 2. Sumber data Dalam penelitian ini, sumber data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: a. Data primer Data primer adalah data yang diambil langsung dari narasumber yang ada di lapangan17 dengan tujuan agar penelitian bisa mendapatkan hasil yang sebenarnya dari objek yang diteliti.18 Dalam hal ini data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan hakim (Bapak Bintoro. S.H) di Pengadilan Negeri Surakarta. b. Data sekunder 14
Moh. Nasir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999, h. 63 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, h.18 16 Lexy J Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 2000, h. 3 17 Wawancara dengan Bapak. Bintoro. S.H, Tempat Ruang Hakim di Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta, tanggal 2 November 2011, pukul. 09.00 18 Ibid, h. 123 15
11
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan studi dokumen dan juga peraturan perundang-undangan.19 3. Teknik pengumpulan data a. Dokumentasi Dokumentasi yaitu metode yang digunakan dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku-buku, dan lain sebagainya.20 b. Wawancara (Interview) Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu,21 dalam hal ini wawancara bertujuan untuk memperoleh keterangan yang jelas tentang penggunaan alat bukti petunjuk dalam pembuktian kesalahan terdakwa. Wawancara ini meliputi dengan wawancara terhadap hakim.22 Penulis menyusun beberapa pertanyaan yang mengemukakan isu hukum secara tertulis sehingga yang diwawancarai dapat memberikan pendapatnya secara tertulis.23 Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta, untuk mendapatkan keterangan lebih lengkap tentang gambaran alat bukti petunjuk dalam persidangan.
19
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta,2010, h. 123 Muhammad Nazier, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, h.126 21 Op.Cit, Burhan Ashshofa, h. 95 22 Wawancara kepada Bpk. Bintoro SH, Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta, Tgl. 2 November 2011, Pkl. 09.00 23 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Surabaya: Prenada Media, 2005, h. 165 20
12
4. Analisis data Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah analisis data kualitatif yaitu cara penelitian yang menggunakan dan menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan hakim secara tertulis maupun lisan.24 F. Sistematika Penulisan Untuk kemudahan pemahaman dan penelaahan pokok masalah yang dibahas, maka penulis akan menyusun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut: 1. Bagian muka Bagian ini meliputi: halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. 2. Bagian isi Bagian ini meliputi: Bab I
: pendahuluan Bab pendahuluan ini meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II
: Tinjauan Tentang Pembuktian Bab ini meliputi: Tinjauan Umum Pembuktian Dalam KUHAP, Tinjauan Umum Pembuktian Dalam Fiqih Jinayah
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, h. 250
13
Bab III
:Putusan
Pengadilan
Negeri
Klas
IA
Surakarta
No:
94/Pid.B/2003/PN.Ska Bab ini meliputi: Profil Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta, Putusan
Pengadilan
Negeri
Klas
IA
Surakarta
Nomor:
94/Pid.B/2003/PN.Ska. Bab IV
: Analisis penggunaan alat bukti petunjuk dalam putusan No:94/Pid.B/2003/PN.Ska Bab ini meliputi: analisis putusan hakim mengenai penggunaan alat bukti petunjuk dalam kasus tindak pidana korupsi di pengadilan Negeri Surakarta Putusan No: 94/Pid.B/2003/PN.Ska, analisis penggunaan alat bukti petunjuk dalam hukum pidana Islam.
Bab V
: penutup Bab ini meliputi: kesimpulan, saran-saran, dan penutup
3. Bagian akhir Bagian ini berisi: daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan daftar riwayat pendidikan penulis.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUKTIAN A. Tinjauan Umum Pembuktian Dalam KUHAP a. Pengertian Pembuktian Pembuktian secara etimologi berasal dari kata “bukti” yang berarti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Kata bukti jika mendapat awalan pe- maka berarti proses, perbuatan, cara membuktikan, secara terminologi pembuktian berarti usaha untuk menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan.25 Pembuktian menurut Kamus Hukum berasal dari kata “bukti” yang meempunyai arti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa; keterangan nyata; saksi; tanda.26 Membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran atau dalildalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa. 27 Sedangkan menurut Van Bummelen dalam memberikan kepastian yang layak menurut akal (redelijk).28 Pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang caracara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Membuktikan secara yuridis dalam hukum acara pidana tidaklah sama dengan hukum acara perdata, adapun ciri-ciri khusus, yaitu: 25
Depdikbud, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, h. 151 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, h. 61 27 Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001, h. 1 28 Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara, Bandung: Mandar Maju, 2003, h. 11 26
14
15
Dalam hukum acara perdata yang dicari adalah kebenaran formal, yaitu kebenaran berdasarkan anggapan dari pihak yang berperkara. Dalam hukum acara pidana yang dicari adalah kebenaran material, yaitu kebenaran sejati, yang harus diusahakan tercapainya suatu pembuktian. Dalam hukum acara pidana hakim bersifat aktif, yaitu hakim berkewajiban untuk memperoleh bukti yang cukup mampu membuktikan dengan apa yang dituduhkan kepada tertuduh. Jadi dalam hal ini kejaksaan diberi tugas untuk menuntut orang-orang yang melakukan perbuatan yang dapat dihukum.29 b. Sistem Pembuktian Sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti dan dengan cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu dipergunakan dan dengan cara bagaimana hakim harus membentuk keyakinannya.30 Ada beberapa sistem dalam pembuktian, yaitu:31 1.
Sistem suatu ajaran pembuktian yang mengajarkan pada keyakinan hakim. (conviction in time). Dalam sistem ini hakim tidak berpatokan benar atau tidaknya alat bukti yang ada melainkan percaya pada penilaian “keyakinan” hakim semata. Jadi, ketika hakim memutuskan perkara tidak menjadi dasar-dasar putusan. Walaupun ada alat bukti yang cukup dan hakim tidak yakin, maka hakim tidak boleh menjatuhkan pidana,
29
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Bandung: Alumni, 1992, h. 32-33 Hari Sasongko dan Lili Rosita,.Loc.Cit, h. 11 31 Teguh Samudera, loc.cit, h. 14-17 30
16
sebaliknya apabila alat bukti kurang cukup dan hakim yakin, maka terdakwa dinyatakan bersalah. 2.
Sistem ajaran pembuktian yang menyandarkan pada keyakinan hakim (Conviction In Raisone). Sistem ini juga masih mengutamakan penilaian hakim untuk alasan menghukum terdakwa, akan tetapi dalam sistem ini keyakinan hakim disertai dengan alasan yang logis, dan dapat diterima oleh akal sehat, juga tidak semata-mata berdasarkan keyakinan tanpa batas. Jadi hakim harus mendasarkan putusan-putusannya terhadap seorang terdakwa berdasarkan alasan (reasoning), oleh karena itu putusan tersebut harus juga berdasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal (reasonable).
3.
Sistem pembuktian positif (positief wetelijk). Sistem ini merupakan sistem pembuktian yang menyandarkan diri pada alat bukti saja, yakni alat bukti yang telah ditentukan undang-undang. Seorang terdakwa yang melakukan tindak pidana bisa dinyatakan bersalah apabila didasarkan alat bukti yang sah. Teori ini mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan hakim, walaupun hakim yakin akan kesalahan terdakwa tetapi tidak ada bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus di bebaskan.
4.
Sistem pembuktian negatif (negatief wettelijk). Sistem pembuktian ini sangat mirip dengan pembuktian conviction in raisone. Karena ketika hakim melakukan pengambilan keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa terikat maka hakim hanya boleh menyatakan terdakwa
17
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, apabila ia yakin dan keyakinannya tersebut didasarkan pada alat bukti yang sah menurut undang-undang. Dalam sistem ini ada dua (2) hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yakni: a) Wettelijk adalah adanya alat bukti yang telah ditetapkan oleh undang-undang. b) Negatief adalah adanya keyakinan (nurani) dari hakim, yakni berdasarkan bukti-bukti tersebut meyakini kesalahan terdakwa. Alat bukti yang telah ditentukan undang-undang tidak bisa ditambah dengan alat bukti lain, serta berdasarkan keyakinan hakim. Antara alat bukti dengan keyakinan diharuskan adanya hubungan causal (sebab akibat). c. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti Petunjuk Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.32 Penyusunan alat bukti negara-negara common law seperti Amerika Serikat lain dari pada yang tercantum dalam KUHAP. Alat-alat bukti menurut Criminal Procedure Law Amerika Serikat yang disebut forms of evidence, terdiri dari: 1. Real evicende (bukti sungguhan); 32
Op.cit, Teguh Samudera, h. 11
18
2. Documentary evidence (bukti dokumenter); 3. Testimonial evidence (bukti kesaksian); 4. Judical evidence (pengamatan hakim).33 Tidak disebut alat bukti kesaksian ahli dan keterangan terdakwa. Kesaksian ahli digabungkan dengan bukti kesaksian. Real evidence merupakan objek materiil (materiil object) yang meliputi tetapi tidak terbatas atas peluru, pisau, senjata api, perhiasan intan permata, televisi dan lain-lain. Real evidence ini biasa disebut juga dengan bukti yang berbicara sendiri (speakfor it self), karena bukti ini dianggap sebagai bukti yang dipandang paling bernilai dibanding bukti yang lain. Adapun macam-macam alat bukti menurut pasal 184 KUHAP, yakni: a) Keterangan saksi; b) Keterangan ahli; c) Surat; d) Petunjuk; e) Keterangan terdakwa.34 “Hukum acara perdata yang berlaku di pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum”. Ketentuan tersebut menunjukkan kepada hukum acara yang berlaku pada pengadilan negeri yaitu hukum acara perdata yang diatur dalam HIR.35
33
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008, h. 258 Ibid, h. 259 35 Anshoruddin, loc.cit, h. 62 34
19
Mengenai penggunaan alat bukti sebagaimana yang diatur dalam pasal 183 KUHAP, bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah menurut undang-undang ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Menurut pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuainnya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.36 Pasal “188 ayat (2) KUHAP” membatasi kewenangan hakim dalam cara untuk memperoleh alat bukti petunjuk. Hakim tidak boleh sesuka hati dalam mencari petunjuk dari segala sumber-sumber yang dapat dipergunakan mengkontruksi alat bukti petunjuk, terbatas dari alat-alat bukti secara “limitatif” ditentukan dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP. Petunjuk sebagaimana dalam pasal 188 ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: a) Keterangan saksi b) Surat c) Keterangan terdakwa Hanya dari ketiga alat bukti tersebut, maka alat bukti dapat dipergunakan. Dari ketiga sumber inilah persesuaian perbuatan, kejadian atau keadaan dapat dicari dan diwujudkan. Ini merupakan bahwa setiap petunjuk hanya 36
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasannya, Surabaya: Karya Anda, h 84
20
dapat diperoleh dari alat-alat bukti yang sudah ada lebih dahulu, kecuali keterangan ahli. Secara umum dapat dikatakan bahwa kekuatan pembuktian dari pada alat bukti petunjuk tersebut adalah sama dengan kekuatan alat bukti yang sah lainnya. Karena petunjuk ditempatkan pada jajaran yang sama dengan alat bukti lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP. Menurut ketentuan pasal 188 ayat (3) KUHAP, yang memberikan penilaian terhadap kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk adalah hakim. Hakim secara arif dan bijaksana, dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya, menetapkan nilai atau kekuatan pembuktian dari alat bukti petunjuk. Dalam pasal 188 KUHAP perihal alat bukti petunjuk ini dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Secara umum kekuatan pembuktian dari alat bukti petunjuk adalah sama dengan alat bukti lainnya; b) Agar suatu petunjuk memiliki nilai atau kekuatan pembuktian, maka petunjuk-petunjuk
tersebut
harus
mengandung
hubungan
dan
persesuaian antara satu dengan yang lainnya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri; c) Bahwa suatu petunjuk, harus dapat menunjukkan adanya suatu perbuatan, kejadian atau keadaan yang berhubungan dengan tindak pidana dan pelakunya;
21
d) Bahwa hakim tidak terikat dengan alat bukti petunjuk, hakim bebas untuk mempergunakan dan memberikan penilaian terhadap kekuatan alat bukti petunjuk; e) Bahwa alat bukti petunjuk merupakan pelengkap daripada alat bukti lainnya
yang
merupakan
sumber
darimana
petunjuk
tersebut
diperoleh.37 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 38 Oleh sebab itu alat bukti petunjuk berfungsi untuk melengkapi alat bukti yang telah ada, karena tanpa alat bukti lain yang menjadi sumber petunjuk (keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, maka petunjuk tidak mungkin untuk diperoleh).39
37
Hamrat Hamid dan Hasan M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penuntutuan Dan Eksekusi, Jakarta: Sinar Grafika, 1997, h. 212-213 38 Op.Cit, KUHAP, h. 82 39 Op.Cit, Hamrat Hamid dan Hasan M. Husein, h. 211)
22
B. Tinjauan Umum Pembuktian Dalam Fiqih Jinayah a. Pengertian Pembuktian Menurut Sobhi Mahmasoni, yang dimaksud dengan membuktikan suatu perkara adalah: “mengajukan alasan dan memberikan dalil sampai kepada batas yang meyakinkan”40, yang dimaksud meyakinkan ialah apa yang menjadi ketetapan atau keputusan atas dasar penelitian dan dalil-dalil itu.41 Pembuktian secara global merupakan sebutan segala sesuatu yang menjelaskan dan mengungkap kebenaran. Terutama dua orang saksi atau empat orang saksi, atau satu orang saksi yang tidak terhalang haknya untuk menjadi saksi atas nama dua orang saksi. Al-Qur‟an menyebutkan pembuktian tidak hanya semata-mata dalam arti dua orang saksi. Akan tetapi, juga dalam arti keterangan, dalil, dan alasan, baik secara sendiri-sendiri maupun komulasi.42 Acara pembuktian ini merupakan suatu kebenaran, padahal Allah SWT, memerintahkan agar kita memutus perkara berdasarkan kebenaran. Oleh karena itu, acara pembuktian dengan saksi satu orang laki-laki dan sumpah ini merupakan hukum acara pembuktian dalam sistem pembuktian dalam sistem peradilan Islam yang sudah pasti, ditetapkan oleh nash, karena: Pertama, Rasulullah dan para sahabat yang datang sesudahnya telah menerapkannya, dan mereka telah menyatakan bahwa acara pembuktian yang demikian itu batal demi hukum.43 Kedua, perintah Allah SWT dalam firman-Nya: 40
Anshorudin, Loc.cit, h. 26 Ibid 42 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, h.15 43 ibid, h. 131 41
23
ِ )٩٤(..... ُاح ُك ْم بَْي نَ ُه ْم ِِبَا أَنْ َزَل اللَّه ْ َوأَن
Artinya: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah ....” (QS. Al-Maidah: 49)44
Maka, memutus perkara berdasarkan bukti kesaksian satu orang saksi dan sumpah, adalah ketentuan hukum acara yang dikehendaki Allah SWT. Allah berfirman:
ِ فَلِ َذلِك فَادع و ِ ت ِِبَا أَنْ َزَل اللَّهُ ِم ْن َ استَق ْم َك َما أُم ْر ُ آمْن ْ َ ُْ َ َ ت َوال تَتَّبِ ْع أ َْه َواءَ ُه ْم َوقُ ْل ِ ٍ َكِت ..... ألع ِد َل بَْي نَ ُك ُم ْ ت ُ اب َوأُم ْر Artinya: “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu ...” (QS. AsySyuuraa: 15)45 Rasulullah dalam menyelesaikan perkara di antara manusia juga menggunakan acara pembuktian tersebut, dan oleh karena itu ketentuan hukum acara pembuktian dimaksud sudah pasti merupakan keadilan yang diperintahkan oleh Allah SWT.46
44
Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahanya, 1998, Jakarta: CV. Atlas h. 387 Ibid, h. 775 46 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, loc.cit, h. 132 45
24
b. Macam-macam Pembuktian Alat bukti artinya alat untuk menjadi pegangan hakim sebagai dasar dalam memutus perkara, sehingga dengan berpegang kepada alat bukti tersebut dapat mengakhiri sengketa diantara mereka.47 Dipandang dari segi pihak-pihak yang berperkara, alat bukti artinya alat atau upaya yang bisa dipergunakan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim di muka pengadilan. Apabila dilihat dari segi pengadilan yang memeriksa perkara, alat bukti artinya alat atau upaya yang bisa dipergunakan oleh hakim untuk memutus perkara. Jadi alat bukti tersebut sangat diperlukan dalam pengadilan.48 Menurut Ibnu Qoyyin Al-Jauziyyah alat bukti adalah bukti yang diajukan di depan pengadilan untuk menguatkan gugatan. Untuk memberikan dasar kepada hakim akan kebenaran peristiwa yang didalilkan para pihak yang dibebani pembuktian diwajibkan mengajukan alat-alat bukti untuk membuktikan peristiwaperistiwa di muka persidangan.49 Menurut hukum Islam ada 7 (tujuh) macam alat bukti, yaitu: 1. Al Iqrar 2. Al Bayyinah 3. Al Yamin (alat bukti sumpah) 4. An Nukul (penolakan sumpah) 5. Al Qasamah (alat bukti sumpah) 47
Anshorudin, Loc.cit, h. 55 Ibid, h. 56 49 Ibid, h. 56 48
25
6. Ilmu Pengetahuan Hakim 7. Qarinah (petunjuk)50 Menurut hukum Islam tidak semua Qarinah dapat dijadikan alat bukti, qarinah yang bisa dijadikan alat bukti walaupun tidak didukung oleh bukti lainnya disebut qarinah wadhilah yaitu qarinah yang jelas dan meyakinkan yang tidak bisa untuk dibantah lagi oleh manusia berakal. Qarinah tersebut tetap dijadikan sebagai bukti persangkaan dan bisa menjadi alat pembuktian yang langsung jika tidak ada alat bukti yang lain.51 c. Tinjauan umum tentang alat bukti Hukum acara Islam maupun hukum acara perdata, sama-sama menganggap mutlak diperlukan mengenai alat-alat bukti itu, tidak hanya bersandar kepada keyakinan hakim itu sangat subyektif, maka dari itu sewajarnya apabila dari dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa itu menjadi dasar pertimbangan bagi hakim agar tercapai suatu keputusan. Menurut hukum Islam bukti tertulis merupakan bukti yang penting dan pokok, sama dengan hukum acara perdata bukti tertulis merupakan alat bukti yang utama hanya hanya ada di hukum acara Islam. setiap bukti tertulis tidak boleh mengorbankan hukum materiil Islam. Dalam hukum acara Islam, setiap alat bukti terutama bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah
50 51
Anshoruddin, loc.cit, h. 64 Ibid, h. 123
26
berdasarkan nash, sedangkan selain itu, misalnya pengetahuan hakim, pemeriksaan setempat, keterangan ahli, qasamah, dan lain-lain.52
52
Anshoruddin, loc.cit, h. 123
BAB III Putusan Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta No.94/Pid.B/2003/PN.Ska A. Profil Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta beralamat di Jalan Slamet Riyadi No.290 Surakarta. Pengadilan Negeri Surakarta mengalami beberapa kali kenaikan kelas, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I.Tanggal 21 September 1999, Nomor. M.08.AT.01.05 Tahun 1999 Pengadilan Negeri Surakarta naik kelas dari Kelas IB menjadi Kelas IA. Kemudian dari Kelas IA menjadi Klas IA Khusus berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I. tanggal 2 September 2003, Nomor : M.4725.Kp.04.04 TAHUN 2003. Struktur Organisasi
27
28
Adapun visi dari Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta adalah, Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif serta mendapatkan kepercayaan publik, profesional dan memberi pelayanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik. Sedangkan misi dari Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta adalah: a) Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan peraturan, serta memenuhi rasa keadilan masyarakat; b) Mewujudkan Peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur tangan pihak lain; c) Memperbaiki akses pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat; d) Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan; e) Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien, bermartabat dan dihormati; f) Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri tidak memihak dan transparan.
29
B. Putusan Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska Deskripsi Putusan 1. Putusan Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska. identitas terdakwa: Nama lengkap
: RUHIMAT NATADILAGA
Tempat lahir
: Bandung
Umur/tanggal lahir
: 36 tahun/ 23 September 1967
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
:Jl. Mundu No.49, Kel. Kerten, Kec. Laweyan Surakarta
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pegawai PT Pos Indonesia Cab. Surakarta
Pendidikan
: Sarjana D3
Bahwa terdakwa Ruhimat Natadilaga secara berlanjut pada bulan Maret 2002 sampai dengan Januari 2003, yang bertempat di PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta, bahwa karena jabatan terdakwa di bagian Sentral Giro Gabungan sehingga terdakwa dengan mudah menyalahgunakan jabatannya, mula-mula terdakwa mengisi cek PT. POS Indonesia nasabah atas nama Edi Hendrata, kemudian terdakwa memalsukan tanda tangan nasabah tersebut, kemudian terdakwa menyuruh saksi Jonet Wijayanto untuk mencairkan cek tersebut ke PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta, kemudian saksi Jonet Wijayanto membawa cek sesuai persyaratan dengan melampiri KTP aslinya datang ke bagian Sentral Giro
30
Gabungan yang dijabat oleh terdakwa, selanjutnya terdakwa mencocokkan tanda tangan nasabah yang besangkutan dan mengecek apakah jumlah dana yang diambil sesuai dengan rekeningnya, apabila jumlah dana sudah mencukupi, terdakwa sebagai petugas Sentral Giro Gabungan mengesahkan cek tersebut dan menandatangani dan distempel, kemudian nasabah menyerahkan cek tersebut ke bagian loket pembayaran, kemudian oleh petugas loket pembayaran diperiksa apakah cek tersebut sudah memenuhi syarat petugas loket pembayaran menandatangani cek tersebut dan membayar kepada nasabah, selanjutnya cek tersebut diserahkan kembali kepada terdakwa untuk diarsipkan, namun oleh terdakwa cek tersebut dimusnahkan atau dibakar untuk menghilangkan bukti, perbuatan ini dilakukan terdakwa berulang kali sebanyak 32 kali mulai bulan Maret 2002 sampai bulan Januari 2003 dengan jumlah keseluruhan uang yang dipergunakan terdakwa sebanyak Rp. 127.600.000,00, oleh terdakwa uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi. 2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum a. Primair: perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b. Subsidair: perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto UndangUndang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menimbang bahwa, oleh karena surat dakwaan jaksa penuntut umum disusun
dalam
bentuk
subsideritas,
maka
majelis
terlebih
dahulu
mempertimbangkan dakwaan primair tersebut telah terbukti maka dakwaan subsidair tidak perlu dibuktikan lagi; 3. Pembelaan Terdakwa Pada kesempatan yang diberikan kepada majelis hakim kepada terdakwa untuk mengajukan pembelaan, terdakwa secara lisan pada pokoknya mengakui perbuatannya seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum dan terdakwa meminta majelis hakim menghukum seringan-ringannya atau memberikan keringanan hukuman;53 4. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim Menimbang bahwa, dalam dakwaan primair yaitu Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengandung unsur delik sebagai berikut:54
53
Wawancara Dengan Bpk. Bintoro S.H, Hakim Pengadilam Negeri Klas IA Surakarta, Tanggal. 2 November 2011, Pkl. 09.00 54 Putusan Nomor: 94/Pid.B/2003/PN/Ska, hlm. 12
32
a) Setiap orang; b) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi; c) Menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya atau kedudukannya; d) Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dihubungkan dengan barang bukti berupa Giro Pos Dari Kantor Pos Solo, Rekening Giro dari PT Bank Bumi Artha Indonesia Cab. Surakarta dan daftar cek pos yang diuangkan tanpa pendebeturan oleh Supervisor Giro serta dihubungkan keterangan terdakwa maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dibawah ini: Menimbang bahwa, yang dimaksud “setiap orang” dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah siapa saja sebagai subyek hukum yang mampu bertanggung jawab didepan hukum yang didakwa melakukan tindak pidana. bahwa terdakwa Ruhimat Natadilaga setelah diteliti identitasnya adalah orang yang telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi maka menurut Majelis yang dimaksud dengan “setiap orang” tersebut ditujukan kepada Ruhimat Natadilaga, dengan demikian unsur tersebut telah terpenuhi. Menimbang, bahwa unsur kedua “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi”. Bahwa unsur ini bersifat alternatif, sehingga apabila salah satu sudah memenuhi maka unsur yang lain tidak perlu dibuktikan. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Jonet Wijayanto alias Wijayanto
33
dan Ny. Yunita serta pengakuan terdakwa ternyata uang yang berasal dari pencairan cek PT. Pos dan Giro Solo sejumlah Rp.127.600.000,- digunakan untuk kepentingan atau keperluan terdakwa sendiri yang berfoya-foya dengan perempuan di Hotel Jayati Solo dan hotel lain di wilayah Banjarsari Solo dan disamping itu untuk membayar kartu kredit atas nama terdakwa setiap bulannya. Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi. Menimbang bahwa unsur ketiga adalah “menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”. Bahwa terdakwa Ruhimat Natadilaga menjabat sebagai supervisor pada Kantor Pos dan Giro Surakarta yang bertugas mengelola keluar masuknya Cek dan Giro, ternyata berdasarkan keterangan saksi Achmad Fuad Kamali, Sony Senjaya,SE, Buntoro, Agung Nugroho, yang kesemuanya dari Kantor Pos dan Giro Surakarta, terdakwa mulai bulan Maret 2002 sampai dengan bulan Januari 2003 telah menerbitkan cek atas rekening dari PT Bank Bumi Artha Cab. Surakarta sebanyak 32 kali sampai sejumlah Rp.127.600.000,-, sedangkan dana PT Bank Bumi Artha Cab. Surakarta setiap bulannya telah habis diambil oleh PT Bank Bumi Artha Cab. Surakarta sendiri sehingga dana yang dikeluarkan oleh PT Kantor Pos dan Giro Surakarta atas terbitnya cek yang dibuat oleh terdakwa tersebut dipertanggungjawabkan kepada PT Kantor Pos dan Giro Surakarta sehingga PT Kantor Pos dan Giro Surakarta menderita kerugian; Bahwa, semestinya terdakwa sebagai supervisor bertugas mengawasi dan mengelola keluar masuknya cek dan giro pada Kantor Pos dan Giro Surakarta tidak bisa mengeluarkan cek apabila dana dari pemegang rekening yang
34
bersangkutan dalam hal ini PT Bank Bumi Artha Cab. Surakarta tidak ada dananya; Bahwa cek yang dibuat oleh terdakwa setelah dicairkan oleh saksi Jonet Wijayanto atas perintah terdakwa semestinya diserahkan kepada bagian arsip yaitu saksi Buntoro, tetapi cek tersebut disimpan sendiri oleh terdakwa, bahwa hal tersebut bisa dilakukan karena terdakwa menjabat sebagai Supervisor Sentral Giro Gabungan; Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut dimuka Majelis berpendapat bahwa unsur tersebut telah terpenuhi. Menimbang bahwa unsur keempat “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”, bahwa, yang dimaksud dengan keuangan negara adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: 1) Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara baik ditingkat pusat maupun daerah; 2) Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, badan Hukum dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara; Bahwa, terdakwa bekerja pada PT (Persero) kantor Pos dan Giro Surakarta sebagai supervisor Central Giro Gabungan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang sebagian modalnya merupakan Kekayaan Negara;
35
Bahwa akibat perbuatan terdakwa yang telah menerbitkan Cek atau Rekening Giro dari PT Bank Bumi Artha Cab. Surakarta yang tidak ada dananya sehingga dananya tersebut dipartunggjawabkan pada PT (Persero) Kantor Pos dan Giro Surakarta sampai sejumlah Rp.127.600.000,- akibatnya PT Pos dan Giro Surakarta menderita kerugian sebesar Rp.127.600.00,-. Dengan demikian unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” telah terpenuhi. Bahwa, berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di muka Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan Primair yaitu Pasal 3 Undang-Undang R.I No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menimbang bahwa, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta bukti surat berupa Giro yang diterbitkan Kantor Pos dan Giro Surakarta sejumlah 32 lembar, dimulai tanggal 31 Maret 2002 sampai dengan 16 Januari 2003, maka perbuatan terdakwa menerbitkan cek yang tidak terdapat dana dari rekening nasabah yang bersangkutan tersebut merupakan perbuatan yang berlanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 KUHP. Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur tindak pidana yang didakwakan maka terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.
36
Menimbang, bahwa dalam persidangan tidak terdapat adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar yang dapat menghapus kesalahan terdakwa maka terdakwa harus bertanggungjawab menurut hukum atas perbuatan yang dilakukan sehingga terdakwa harus di hukum yang setimpal dengan perbuatannya; Menimbang bahwa, oleh karena dakwaan Primair sudah terbukti maka Dakwaan Subsidair tidak perlu dibuktikan; Menimbang bahwa terdakwa berada dalam tahanan ternyata dalam persidangan tidak terdapat adanya alasan untuk mengeluarkan dari tahanan, maka terdakwa harus diperintahkan untuk tetap berada dalam tahanan Rutan; Menimbang bahwa, oleh karena terdakwa berada dalam tahanan maka berdasarkan ketentuan Pasal 22 Ayat (4) KUHAP masa penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa terbukti telah menikmati hasil kejahatannya yang berakibat merugikan keuangan Negara maka selain dijatuhi pidana penjara, berdasarkan pasal 18 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 terdakwa juga harus di hukum untuk membayar uang pengganti kepada Negara dan apabila tidak mampu membayar, diganti dengan pidana kurungan; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi hukuman pidana maka kepadanya harus dibebani untuk membayar biaya perkara;
37
Menimbang, bahwa tentang barang bukti berupa: 32 (tiga puluh dua) lembar daftar pertanggungjawaban (GIR.10) dan 2 (dua) lembar daftar pertanggungjawaban (GIR. 101) tetap terlampir dalam berkas perkara; Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana yang seadil-adilnya bagi terdakwa perlu dipertimbangkan keadaan yang meringankan maupun keadaa yang memberatkan. Hal-hal yang meringankan:55 a) Terdakwa secara jujur mengakui terus terang akan perbuatannya; b) Terdakwa seorang kepala rumah tangga masih bertanggungjawab memberi nafkah anak dan istrinya; c) Terdakwa belum pernah dihukum d) Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi; e) Perbuatan terdakwa dapat berlangsung secara berlanjut karena lemahnya pengawasan. Hal-hal yang memberatkan: a) Terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya; b) Sebagian hasil kejahatannya untuk berbuat maksiat dengan perempuan lain; c) Perbuatan terdakwa dilakukan ditenganh pemerintah sedang giat-giatnya memberantas KKN dari para aparatnya.
55
Sumber Data Dari PN Negeri Klas IA Surakarta dan Hasil Wawancara Dengan Hakim (Bpk.Bintoro. SH)
38
Mengingat pasal 3 Undang-Undang R.I No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang R.I No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan ketentuan dalam KUHAP. Mengadili a. Menyatakan terdakwa Ruhimat Natadilaga, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut; b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan; c. Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kepada Negara sebesar Rp.127.600.000,- (seratus dua puluh juta enam ratus ribu rupiah) apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan; d. Menetapkan lamanya
terdakwa
berada
dalam
tahanan dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; e. Menetapkan barang bukti berupa: 32 (tiga puluh dua) lembar daftar pertanggungjawaban (GIR.10) dan 2 lembar daftar pertanggungjawaban (GIR.101) tetap terlampir dalam berkas perkara; f. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,g. Memerintahkan terdakwa agar tetap berada dalam tahanan.
BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PUTUSAN NOMOR:94/Pid.B/2003/PN.Ska TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Analisis Putusan Mengenai Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska Dalam pembuktian suatu perkara pidana, alat bukti memegang perana yang sangat penting dalam membuktikan kesalahan terdakwa di pengadilan. Alat bukti yang digunakan Majelis Hakim dalam membuktikan kesalahan terhadap Ruhimat Natadilaga dalam perkara korupsi ini adalah: 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan terdakwa; 3. Surat; 4. petunjuk Penggunaan alat bukti petunjuk dalam perkara korupsi ini juga diperkuat dengan dicantumkannya alat bukti petunjuk di dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum
untuk
perkara
korupsi
ini,
yaitu:
Surat
Tuntutan
No.Reg.Perkara:1/SKRTA/FC.1/4/2003. Surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum ini mengandung 4 (empat) macam alat bukti yaitu: 1. Keterangan saksi-saksi 2. Keterangan Terdakwa 3. Surat-Surat 4. Petunjuk
58
40
Berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, terdapat suatu petunjuk yang dapat ditarik dari persesuaian antara keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dengan didukung alat bukti surat-surat yang secara nyata dan jelas dapat menerangkan perbuatan, kejadian, atau keadaan karena persesuaiannya tersebut. Baik antara satu dengan yang lain maupun dengan tinadak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi secara berlanjut dan Ruhimat Natadilagalah pelaku tindak pidana tersebut. Fakta-fakta yang menggambarkan suatu petunjuk, yang diperoleh dari ketentuan di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Bahwa, pada hari Jum‟at tanggal 17 Januari 2003 saksi diberitahu oleh Ahmad Fuad Kamali bahwa pada tanggal 13 dan 16 Januari 2003 ada pertanggung jawaban pengeluaran cek masing-masing sebesar Rp 3.800.000,dan Rp 3.400.000,- yang tidak ada wujud ceknya, dan selanjutnya saksi memeriksa arsip pertanggung jawaban kebelakang malah bertambah menjadi 32 lembar cek yang tidak ada wujud ceknya yang jumlah nilai uang seluruhnya Rp.127.600.000,- (seratus dua puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah) terhitung dari bulan Januari 2003 kebelakang sampai bulan Maret 2002;
2.
Bahwa, cek sebanyak 32 lembar tersebut seharusnya terlampir pada pertanggung jawaban Gir 10 dan Gir 101, namun tidak ada satupun cek yang terlampir, menurut keterangan terdakwa cek tersebut telah dimusnahkan untuk menghilangkan jejak;
41
3.
Bahwa benar sejak bulan Maret 2002 sampai dengan bulan Januari 2003 terdakwa telah menggunakan uang milik PT Pos Indonesia Cab. Surakarta tanpa seijin pimpinan terdakwa dan kesemuanya terdakwa lakukan di Kantor Pos Indonesia Cab. Surakarta dimana terdakwa bekerja;
4.
Bahwa, terdakwa menjabat sebagai Supervisor Sentral Giro Gabungan yang bertugas dan mempunyai wewenang dan mengelola Cek dan Giro;
5.
Bahwa, benar uang milik Kantor Pos Indonesia Cab. Surakarta yang digunakan terdakwa sebesar Rp 127.600.000,-;
6.
Bahwa, terdakwa menggunakan uang tersebut dengan cara mengisi cek PT Pos dengan atas nama nasabah dari Bank Bumi Artha Cab. Surakarta yang beralamat di Jl. Gatot Subroto Surakarta dan tanda tangan Direktur Bank Bumi Artha dipalsu, sebagian menyuruh orang lain yang bernama Wijayanto dan sebagian diambil oleh terdakwa sendiri. Pengambilan uang tersebut berjalan sampai 32 kali terhitung sejak Maret 2002 sampai Januari 2003;
7.
Bahwa, prosedur pengambilan uang dengan menggunakan cek, pertama nasabah menyerahkan lembar cek ke bagian loket giro yang dilayani oleh Sdr. Agung Nugroho setelah dicek dinyatakan sah uang langsung dicairkan oleh Agung Nugroho ke nasabah dan selanjutnya cek diserahkan kebagian pemilik yaitu Ibu Sri Hartati untuk dibukukan;
8.
Bahwa, terdakwa mengakui kalau Bank Bumi Artha Cab. Surakarta membuka rekening di Kantor Pos Cab. Surakarta sebelum terdakwa bekerja di Kantor Pos Cab. Surakarta;
42
9.
Bahwa, terdakwa menggunakan uang milik PT Pos Indonesia Cab. Surakarta sebanyak Rp 127.600.000,- tidak seijin dengan pimpinannya atau pejabat yang berwenang dengan maksud untuk dimiliki sendiri dan uang tersebut sudah habis digunakan untuk foya-foya di tempat hiburan bersama perempuan/wanita penghibur yang baru dikenal terdakwa dan sebagian uangnya digunakan untuk mengisi rekening milik terdakwa;
10. Bahwa, setiap bulan terdakwa mendapat gaji dari PT Pos Indonesia Cab. Surakarta Rp. 1.600.000,-; 11. Bahwa, pada waktu terdakwa melakukan korupsi, terdakwa bekerja di bagian Sepervisor Sentral Giro Gabungan yang bertugas ikut mengecek/memeriksa cek dari nasabah selanjutnya cek disimpan oleh sdr. Buntoro bagian arsip, namun cek yang dipalsu oleh terdakwa tidak diserahkan kebagian arsip tetapi disimpan terdakwa sendiri dan sekarang cek palsu oleh terdakwa sudah dibakar atau dimusnahkan untuk menghilangkan jejak; 12. Bahwa; pada waktu terdakwa menyuruh sdr. Wijayanto untuk mengambil uang di Kantor Pos Cab. Surakarta dengan menggunakan cek, setiap pengambilan Sdr. Wijayanto terdakwa beri upah sebesar Rp. 50.000,- kadang Rp.100.000,- dan terdakwa tidak memberitahu sdr. Wijayanto bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan jahat; 13. Bahwa, terdakwa melakukan tindakan korupsi tersebut dilakukan atas kehendak sendiri dan dilakukan sendiri dan tidak bersama dengan karyawan lainnya;
43
14. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dipersidangan kerugian Negara PT. Pos
Indonesia
cab.
Surakarta
akibat
perbuatan
terdakwa
adalah
Rp.127.600.000,- (seratus dua puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah). Dari uraian-uraian diatas tampak jelas terdapat beberapa persesuaian antara kejadian atau keadaan dengan perbuatan maupun dengan tindak pidana yang terjadi. Semua persesuaian tersebut menjadi petunjuk yang dapat “mewujudkan suatu kerangka yang utuh” tentang tindak pidana korupsi secara berlanjut yang terjadi antara bulan Maret 2002 sampai dengan bulan Januari 2003 yang pelakunya tiada lain adalah Ruhimat Natadilaga. Berdasarkan hal-hal di atas dapat diketahui bahwa alat bukti petunjuk yang terdapat dalam putusan ini sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 188 ayat (1) KUHAP yang menyatakan: “Petunjuk ialah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana yang lain menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. 56 Sumber-sumber yang digunakan majelis hakim untuk mengkonstruksi alat bukti petunjuk dalam putusan perkara korupsi ini berasal dari: 1.
Keterangan saksi-saksi a. Soni sanjaya, S.E Dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya adalah terjadi penarikan dana dengan cek atas nama PT. Bank Bumi Artha cab. Surakarta, sebanyak 32 kali dengan jumlah sebesar Rp. 127.600.000,-, dari
56
KUHAP Dan KUHP, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 273
44
bulan Maret 2002 sampai Januari 2003 di PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta tanpa terlampir lembar pertanggungjawaban GIR 10 dan GIR 101 yang dilakukan oleh terdakwa, dimana cek tersebut telah dimusnahkan oleh terdakwa; b. Ahmad Fuad Kamali Di bawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya adalah saksi mengetahui adanya tindak pidana korupsi ketika diminta terdakwa supaya memasukkan pembukuan arsip cek, ternyata ada salah satu cek yang tertanggal 16 Januari 2003 senilai Rp. 3.400.000,- tidak terlampir dalam jurnal cek. Kemudian saksi melaporkan pada pimpinan dan menelusuri arsip ternyata malah menemukan cek yang tidak dilampirkan bertambah menjadi 32 lembar dari bulan Maret 2002 sampai dengan bulan Januari 2003 senilai Rp. 127.600.000,- dimana uang tersebut milik PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta dan terdakwa menggunakannya tanpa seijin pimpinan, sedangkan 32 lembar cek telah dimusnahkan oleh terdakwa; c. Jonet Wijayanto alias Wijayanto Dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya saksi telah disuruh terdakwa 19 kali mengambil uang dikantor PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta dengan menggunakan cek dan yang terakhir tanggal 16 Januari 2003 pukul 10.00 WIB, senilai Rp. 3.400.000,-, setelah saksi mengambil kemudian diberi upah oleh terdakwa sebesar Rp. 100.000,- dan kadangkadang Rp.50.000,-, saksi tidak merasa curiga dan mengira uang tersebut benar-benar milik terdakwa. Saksi disuruh mengambil uang dengan cara
45
ditelepon, didatangi ditempat kerja Hotel Jayanti Banjarsari dan kadang ditunggu terdakwa di halaman kantor pos atau di ruang terdakwa, saksi langsung diberi cek untuk mengambil uang; d. Buntoro Dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya adalah saksi tahu adanya tindak pidana korupsi diberitahu oleh Ahmad Fuad Kamali hari Jum‟at tanggal 17 Januari 2003 ada selisih jurnal cek yang seharusnya 7 ternyata hanya ada 6 lembar yang masuk daftar. Kemudian saksi ikut menelusuri dan ternyata malah bertambah menjadi 32 lembar cek yang tidak masuk daftar dari bulan Maret 2002 sampai bulan Januari 2003 senilai Rp. 127.600.000,- yang sudah cair dan yang mencairkan terdakwa atas nama nasabah Bank Bumi Artha Cab. Surakarta dengan No. Rekening Slo 40.20 dari PT Pos Indonesia Cab. Surakarta. Saksi mendengar bahwa 32 lembar cek tersebut telah dimusnahkan oleh terdakwa. e. Agung Nugroho Menerangkan yang pada pokoknya adalah saksi mengetahui adanya tindak pidana korupsi setelah diberitahu oleh Ahmad Fuad Kamali yang menanyakan apakah ada pencairan cek atas nama Bank Bumi Artha dengan nomor rekening 40.20 sebesar Rp. 3.400.000,- pada tanggal 16 Agustus 2003 dan saksi menjawab tidak ada. Selanjutnya saksi bernama Ahmad Fuad Kamali mengecek ke rekening koran bagian giro ternyata tidak ada uang senilai Rp. 3.400.000,- yang masuk rekening koran dan kebelakang malahan bertambah menjadi 32 kali pengambilan yang tidak
46
masuk daftar rekening koran terhitung dari bulan Januari 2003 ke belakang sampai bulan Maret 2002 dengan nomor rekening cek yang sama dan jumlah nilai uang seluruhnya sebanyak Rp. 127.600.000,-
f. Ny. Yunita Dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya saksi kenal dengan terdakwa karena bekerja sebagai wanita penghibur dan terdakwa sebagai tamu dan sering dibooking oleh terdakwa, dalam satu tahun dibooking sekitar 10 kali dan sekali dibooking dibayar Rp. 300.000,kadang-kadang Rp. 200.000,- saksi juga pernah dibelikan HP merk Nokia di Matahari Singosaren seharga Rp. 1.480.000,- dan saksi tidak tahu uang yang digunakan untuk membayar saksi adalah hasil korupsi. Saksi juga tahu terdakwa banyak mempunyai banyak simpanan wanita penghibur di hotel-hotel sekitar Banjarsari Sugrakarta; g. Sajarwo Budi Lelono Dibawah sumpah menerangkan yang pada pokonya adalah saksi pada hari Jum‟at tanggal 17 Januari 2003 telah menerima telepon dari Ahmad Fuad Kamali yang menanyakan penarikan cek giro atas nama Jonet Wijayanto, dan saksi menjawab tidak ada selanjutnya saksi menelepon ke kantor PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta karena curiga dan dijawab oleh petugas PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta hanya ada selisih. Bank Numi Artha Cab. Surakarta pada tanggal 13 Januari 2003 dan tanggal 16 Januari 2003 tidak pernah mengambil uang mengambil uang di
47
kantor PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta dengan menggunakan cek, biasanya mengambil uang pada tanggal 20 s/d 27 setiap bulannya. Bank Bumi Artha membuka rekening Slo 40.20, dana milik Bank Bumi Artha saksi tepatnya tidak tahu. Biasanya sesuai tagihan sebesar Rp. 120.000.000,- pada tanggal 13 dan 16 Januari 2003 Bank Bumi Artha tidak punya dana, hanya punya dana Rp. 234.000,Dari uraian keterangan saksi-saksi tersebut diatas, dari ketujuh saksi yang di diajukan penuntut umum hanya ada 3 (tiga) orang yaitu: Sonny Sanjaya, S.E, Ahmad Fuad Kamali dan Jonet Wijayanto alias Wijayanto yang memenuhi syarat sah sebagai saksi sebagaimana termuat dalam ketentuan pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri ia alami sendiri dan dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Alasan pengetahuan saksi terhadap peristiwa tersebut sangat berguna untuk menilai keterangan saksi yang bersangkutan (pasal 185 ayat (6) huruf c KUHAP). Kebenaran yang dikemukakan saksi terbatas pada apa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri. Saksi tidak dituntut untuk menerangkan sesuatu yang berupa cerita orang lain (testimonium de audito) maupun perkiraan, pendapat maupun dugaan. Dengan demikian hal-hal yang bersifat persangkaan tidak perlu dikemukakan dalam sidang pengadilan.57
57
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 183
48
Letak perbedaan antara saksi Sonny Sanjaya, S.E, Achmad Fuad Kamali dan Jonet Wijayanto alias wijayanto dengan saksi yang lain adalah bahwa saksi Sonny Senjaya, S.E, Achmad Fuad Kamali dan Jonet Wijayanto alias Wijayanto mengalami dan melihat sendiri peristiwa pidana yang dilakukan oleh Rahmat Natadilaga. Dalam hal perumusan makna saksi testimonium de auditu disebutkan bahwa testimonium de auditu adalah kesaksian yang berisi keterangan yang bersumber dari keterangan orang lain. Keterangan saksi yang demikian bertentangan dengan pasal 1 butir 27 KUHAP sehingga tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah dan tidak memiliki kekuatan pembuktian, sehingga keterangan saksi yang bersifat testimonium de auditu termasuk di luar alat bukti. Masalah kesaksian testimonium de auditu menjadi salah satu proses penghambat dalam proses persidangan terutama dalam perkara korupsi, karena dalam perkara ini pelakunya melakukan kejahatan secara individu, sehingga tidak diketahui orang lain untuk jangka waktu yang lama serta akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi ini diketahui oleh korban (dalam hal ini Negara cq. PT. Pos Indonesia Cab. Surakarta) untuk jangka waktu yang lama. Dalam Undang-Undang tidak memeberikan penjelasan tentang pasal 1 butir 27 KUHAP apakah persyaratan tersebut harus dipenuhi secara kumulatif ataupun secara alternatif. Tetapi keterangan saksi yang dipenuhi kumulatif seperti yang dijelaskan pasal 1 butir 27 KUHAP hanyalah keterangan yang diperoleh dari saksi korban. Dapat diketahui persyaratan keterangan saksi tersebut dapat dipenuhi secara alternatif.
49
2.
Keterangan Terdakwa Ruhimat Natadilaga Terdakwa menerangkan bahwa sejak bulan Maret 2002 sampai dengan
bulan Januari 2003 menggunakan uang PT. Pos Indonesia Cabang Surakarta yang jumlah seluruhnya sebanyak Rp 127.600.000,-, dengan cara mengisi cek PT Pos atas nama nasabah dari Bank Bumi Artha Cabang Surakarta dan tanda tangan Direktur Bank Bumi Artha palsu, sebagian menyuruh orang lain bernama Jonet Wijayanto dan sebagian diambil terdakwa sendiri, pengambilan telah berjalan sampai 32 kali. Prosedur pengambilan uang dngan menggunakan cek, pertama nasabah menyerahkan lembar cek ke bagian loket Giro yang dilayani sdr. Agung Nugroho setelah cek dinyatakan sah, langsung dicairkan ke bagian penilik yaitu Ibu Sri Hartati untuk dibukukan. Terdakwa telah mengetahui Bank Bumi Artha cabang Surakarta membuka rekening di Kantor Pos cabang Surakarta sebelum terdakwa bekerja di Kantor Pos Cabang Surakarta. Terdakwa menggunakan uang milik PT Pos Cabang Surakarta sebanyak Rp 127.600.000,- tanpa izin pimpinan atau pejabat yang berwenang dengan maksud dimiliki sensiri dan uang tersebut sudah habis untuk foya-foya di tempat hiburan bersama perempuan atau wanita penghibur dan sebagian habis untuk mengisi kartu kredit. Terdkwa setiap bulan mendapat gaji sebesar Rp.1.600.000,- dan ketika melakukan korupsi bekerja sebagai Supervisor Sentral Giro Gabungan yang bertugas ikut mengecek atau memeriksa cek dari nasabah selanjutnya disimpan oleh sdr. Buntoro bagian arsip tetapi disimpan terdakwa sendiri dan sekarang cek tersebut telah dibakar atau dimusnahkan untuk menghilangkan jejak.
50
Dari keterangan terdakwa yang diberikan terdakwa dalam persidangan nampak jelas bahwa terdakwa mengakui semua perbuatan yang didakwakan kepadanya. Namun demikian tidak berarti bahwa keterangan yang diberikan terdakwa merupakan alat bukti yang sah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Keterangan yang diberikan didalam persidangan
b.
Tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri dan yang terdakwa alami sendiri
3.
Alat Bukti Surat Alat bukti surat yang ditunjukkan dan diperlihatkan dalam persidangan
berupa 32 (tiga puluh dua) lembar pertanggungjawaban (GIR.10) dari yang pertama tanggal 30 Maret 2002 sebesar Rp 8.300.000,- sampai dengan yang terkahir (ke-32) tanggal 16 Januari 2003 sebesar Rp 3.400.000,- dan 2 (dua) lembar pertanggungjawaban (GIR.101). Barang Bukti tersebut telah diperlihatkan kepada para saksi dan atau terdakwa dan mereka telah membenarkannya. Alat bukti surat yang digunakan oleh Majelis Hakim di dalam persidangan apabila dilihat dari ketentuan pasal 187 KUHAP adalah termasuk dalam surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawab dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu keadaan. Selain masuk dalam kategori surat yang diatur pasal 187 huruf b KUHAP tersebut, surat ini juga termasuk ke dalam surat yang diatur dalam pasal 187 huruf d KUHAP yaitu “ surat lain yang hanya berlaku jika ada hubungannya dengan isi
51
dari alat pembuktian yang lain”. Menurut M. Yahya Harahap, definisi surat yang terkandung dalam pasal 187 huruf d KUHAP ini sangat rancu karena surat ini tidak dengan sendirinya merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-Undang. Surat bentuk ini hanya mempunyai nilai alat bukti bila mempunyai hubungan dengan alat bukti yang lain.58 Dari uraian yang telah dijelaskan dalam penggunaan alat bukti petunjuk dalam perkara korupsi ini maka alat bukti petunjuk tersebut mempunyai kekuatan “yang bebas” dalam arti : 1.
Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Oleh karena itu, hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian
2.
Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, dia terikat pada batas minimum pembuktian oleh karena itu agar petunjuk mempunyai nilai pembuktian yang cukup harus didukung dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain.59 Sehingga penggunaan alat bukti petunjuk dalam kasus ini telah sesuai
dengan pasal 188 ayat (2) KUHAP. Tentunya hal ini juga sudah sesuai dengan pasal 183 KUHAP dan sistem atau teori pembuktian yang berlaku di Indonesia, yaitu sistem atau teori menurut Undang-Undang secara negatif (negatif wetteljik stelsel) yang menyatakan bahwa hakim hanya boleh menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan apabila dia yakin dan
58 59
Ibid, hlm. 307 Ibid, hlm. 317
52
keyakinannya tersebut didasarkan pada alat bukti yang sah menurut UndangUndang. Berdasarkan alat bukti surat tersebut yang telah diakui kebenarannya oleh para saksi dan atau terdakwa dan terdapat persesuaian dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa, maka alat bukti surat tersebut mempunyai kekuatan pembuktian “yang bebas” dalam arti bahwa hakim bebas menilai kekuatan dan kebenarannya. Berdasarkan uraian-uraian diatas alat-alat bukti yang digunakan Majelis Hakim untuk mengkonstruksi alat bukti petunjuk dalam perkara korupsi ini telah memenuhi ketentuan yang ada pada pasal 188 ayat (2) KUHAP, yang menyebutkan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari: 1.
Keterangan saksi
2.
Surat
3.
Keterangan terdakawa Dipergunakannya alat bukti petunjuk dalam perkara korupsi ini
disebabkan oleh karena Majelis Hakim beranggapan bahwa dengan alat bukti keterangan saksi, keterangan terdakwa dan surat belum cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sehingga diperlukan adanya alat bukti tambahan yaitu alat bukti petunjuk. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alat bukti petunjuk merupakan alat bukti terakhir yang digunakan Majelis Hakim untuk membuktikan kesalahan terdakwa dan penggunaan alat bukti petunjuk dalam perkara korupsi ini telah memenuhi syarat sahnya sebagai alat bukti dan memenuhi prinsip minimum sebagaiman yang diatur dalam KUHAP.
53
B. Analisis Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Hukum Pidana Islam Setiap
praktek
persidangan
sering
mengalami
kesulitan
untuk
menerapkan alat bukti petunjuk. Kekurang hati-hatian mempergunakannya, putusan pada perkara yang bersangkutan bisa ngambang pertimbangannya dalam suatu keadaan yang samar, putusan itu lebih dekat kepada sifat penerapan hukum secara sewenang-wenang, karena putusan tersebut didominasi oleh penilaian subyektif yang berlebihan.60 Dalam hukum Islam bukti tulisan atau surat merupakan salah satu alat bukti selain pengakuan dan saksi, bukti tulisan merupakan akta yang kuat sebagai alat bukti di pengadilan dalam menetapkan hak atau membantah suatu hak.61 Pentingnya bukti tulisan atau surat ini berdasarkan pada firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah: 283 yang berbunyi:
ِ ِ .... ٌوضة َ َُوإِ ْن ُكنْتُ ْم َعلَى َس َف ٍر َوََلْ ََت ُدوا َكاتبًا فَ ِرَها ٌن َم ْقب 60 61
Ibid, hlm. 312 Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif, Surabaya: Pustaka Pelajar Offset, h. 64
54
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)... (QS. Al-Baqarah: 283)62
Cukup beralasan jika tulisan atau surat-surat dijadikan sebagai alat bukti sebagai alat bukti di samping berdasarkan ayat Al-Qur‟an
tersebut di atas,
sampainya Al-Qur‟an dan Hadist kepada kita sekarang ini yang merupakan sumber dan pegangan pokok bagi ajaran Islam, tidak lain melalui tulisan.63
Produk peradilan ada dua macam, yaitu penetapan dan keputusan. Penetapan bermuara pada kebenaran, sedangkan keputusan bermuara pada keadilan.64 Allah SWT berfirman:
ِ َّوََت )١١١( ....ك ِص ْدقًا َو َع ْدال َ ِّت َكل َمةُ َرب ْ َ Artinya: “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil...”.(QS.Al-An‟am: 115)65
Kedua macam produk tersebut dikeluarkan oleh pengadilan melalui suatu proses pemeriksaan perkara yang didalamnya terdapat suatu tahapan yang disebut pembuktian.66 Menurut hukum Islam prinsip-prinsip pembuktian tidak banyak berbeda dengan perundang-undangan yang berlaku di zaman modern sekarang ini dari berbagai macam pendapat tentang arti pembuktian, maka dapat disimpulkan 62
Al-Aliyy, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, h. 38 Op.cit, Anshoruddin, h. 65 64 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2006, h. 193 65 Al-Aliyy, loc.cit, h. 113 66 Op.cit, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, h. 193 63
55
bahwa pembuktian adalah suatu proses menggunakan alat-alat bukti di muka persidangan sesuai dengan hukum acara yang
berlaku, sehingga mampu
meyakinkan hakim terhadap kebenaran dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan atau dalil-dalil yang dipergunakan untuk menyanggah tentang kebenaran dalildalil yang telah dikemukakan oleh pihak lawan. Berdasarkan hal diatas, maka Majelis Hakim dalam menggunakan alat bukti petunjuk sebagai suatu dasar penilaian pembuktian kesalahan Ruhimat Natadilaga adalah dengan sangat hati-hati, sangat dituntut kesadaran tanggung jawab hati nurani hakim. Tuntutan tanggung jawab nurani itu, memperingatkan agar Majelis Hakim dalam menggunakan alat bukti petunjuk selalu bersikap “arif dan bijaksana”. Tidak sembrono dan sewenang-wenang harus terlebih dahulu diteliti mengadakan pemeriksaan yang menyeluruh secara cermat dan seksama, sebagimana ketentuan pasal 188 ayat (3) KUHAP. Dalam perkara ini telah dijelaskan bahwa alat bukti petunjuk tampak secara eksplisit yang tercantum dalam keterangan saksi, keterangan terdakwa dan surat-surat. Seperti halnya yang terlihat pada putusan ini bahwa alat bukti petunjuk yang berasal dari saksi yang tidak memenuhi syarat pasal 1 butir 27 sehingga keterangan saksi tersebut digunakan sebagai alat bukti petunjuk digunakan sebagai alasan pemberat yaitu pada keterangan saksi Yunita, yaitu sebagai berikut : Dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya saksi kenal dengan terdakwa karena bekerja sebagai wanita penghibur dan terdakwa sebagai tamu dan sering dibooking oleh terdakwa, dalam satu tahun dibooking sekitar 10 kali dan sekali dibooking dibayar Rp. 300.000,- kadang-kadang Rp. 200.000,- saksi juga pernah dibelikan HP merk Nokia di Matahari Singosaren seharga Rp. 1.480.000,- dan saksi tidak tahu uang yang digunakan untuk
56
membayar saksi adalah hasil korupsi. Saksi juga tahu terdakwa banyak mempunyai banyak simpanan wanita penghibur di hotel-hotel sekitar Banjarsari Surakarta; Dari pernyataan dari saksi Yunita dijadikan sebagai alasan pemberat dalam putusan ini yaitu “sebagian hasil kejahatannya untuk berbuat maksiat dengan perempuan lain”, yang kemudian pernyataan tersebut dibenarkan oleh terdakwa. Seperti yang telah penulis bahas dalam pengunaan alat bukti petunjuk dalam sidang di pengadilan saksi tersebut disebut dengan saksi testimonium de auditu, walaupun keterangan saksi di atas bertentangan dengan pasal 1 butir 27 KUHAP sehingga tidak dianggap sebagi alat bukti yang sah, tetapi hal tersebut bisa digunakan untuk menambah keyakinan hakim. Saksi testimonium de audito dalam hukum Islam disebut juga dengan saksi Istifadhah (kabar yang tersebar) ialah berita yang mencapai derajat mutawatir dan ahad (berita orang perorangan), yaitu berita yang sudah menyebar dan menjadi pembicaraan di kalangan manusia. Berita yang sudah tersebar merupakan suatu ketentuan hukum acara dalam meniadakan kecurigaan terhadap saksi dan hakim, dan lebih nilai pembuktiannya dari kesaksian saksi dua orang laki-laki yang diterima kesaksiannya.67 Golongan hanafiyah mengklasifikasikan berita menjadi tiga macam: berita orang perorang (ahad), berita mutawatir, dan berita yang tersebar (istifadhah). Mereka menempatkan derajat berita yang tersebar ini diantara dua tingkatan, yaitu antara derajat berita orang perorangan dan derajat mutawatir, dan mengecualikan dari derajat ini mengenai keumuman Al-Qur‟an. Jadi berita yang 67
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, loc.cit, h. 344
57
tersebar merupakan satu ketentuan hukum acara dalam meniadakan kecurigaan terhadap saksi dan hakim, dan lebih kuat nilai kekuatan pembuktiannya dari kesaksian saksi dua orang laki-laki yang diterima kesaksiannya. 68 Konsekuensi mengenai saksi istifadhah (de audito) bukan merupakan alat bukti langsung, hanya sebagai sumber persangkaan saja artinya tidak mempunyai nilai pembuktian sama sekali, karena bukan merupakan kesaksian. 69 Sehingga keterangan saksi yang demikian termasuk diluar alat bukti. Tetapi kemudian keterangan saksi tersebut memiliki persesuaian dengan keterangan terdakwa yang didukung dengan alat bukti surat tampak. Oleh karena itu, keterangan saksi di atas dapat dimasukkan dalam alat bukti petunjuk. Dari keterangan di atas dapat kita ketahui bahwa alat bukti petunjuk dalam kasus korupsi ini berpengaruh terhadap memutuskan suatu perkara. Dalam kasus korupsi jelas sekali terlihat bahwa ada sebagian alat bukti petunjuk digunakan sebagai alasan yang memberatkan, sehingga mempengaruhi penetapan putusan terhadap terdakwa walaupun disisi lain ada alasan yang meringankan. Pada kenyatannya Jaksa Penuntut Umum pun tidak puas dengan hasil pada sidang tingkat pertama sehingga Jaksa Penuntut Umum mengajukan Permohonan Banding. Dalam Sidang Banding ini permohonan dari Jaksa Penuntut Umum dikabulkan dan Hukuman penjara dari terdakwa tindak korupsi ini ditambah menjadi 2 tahun tetapi tetap dengan denda yang sama.
68 69
Ibid, h. 345 Anshoruddin, loc.cit, h. 141
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Kesimpulan dari pembahasan skripsi penggunaan alat bukti petunjuk dalam tindak pidana korupsi (studi kasus Nomor: 94/Pid.B/2003/PN.Ska), adalah sebagai berikut: 1. Bahwa dalam penggunaan alat bukti petunjuk terdapat keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa, dan petunjuk. Dalam keterangan saksi inilah tidak semua saksi bisa digunakan, karena dalam persaksian tersebut ada saksi yang disebut dengan saksi (testimonium de audito) ialah keterangan yang didapat atau diperoleh dari keterangan orang lain, dalam kasus ini saksi-saksi tersebut antara lain: Buntoro, Agung Nugroho, Sajarwo, dan Yunita. Ternyata majelis hakim beranggapan bahwa saksi tersebut dijadikan alat butki petunjuk untuk menambah keyakinan hakim dalam memutus suatu perkara sehingga kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan bantuan alat bukti petunjuk. 2. Saksi testemonium de audito dilakukan dalam persidangan, dan dalam hukum Islam pun ada yaitu saksi istifadhoh (kabar yang tersebar) ialah berita yang mencapai derajat antara mutawatir dan ahad (orang perorangan), yaitu berita yang sudah menyebar dan sudah menjadi berita dikalangan masyarakat. Tetapi dalam hukum Islam saksi istifadhoh bukan merupakan alat bukti langsung, hanya sebagai persangkaan saja dan tidak mempunyai nilai pembuktian sama sekali dalam hukum Islam. walaupun kesaksian tersebut
58
59
tidak termasuk alat bukti tetapi berpengaruh pada majelis hakim dalam memutus suatu perkara.
B. SARAN
Saran-saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1. Apabila hakim hendak mempergunakan alat bukti petunjuk sebagai dasar penilaian pembuktian kesalahan terdakwa, maka dituntut kesadaran tanggungjawab hati nurani hakim. Hakim harus bersifat “arif dan bijaksana”. Tidak sembrono dan sewenang-wenangnya. Harus lebih dulu dengan teliti mengadakan pemeriksaan yang menyeluruh secara cermat dan seksama. Keserampangan hakim dalam mempergunakan alat bukti petunjuk akan melanggar hak asasi terdakwa. 2. Saksi testemonium de audito dalam Islam pun ada yaitu saksi yang disebut dengan istifadhoh (kabar yang tersebar) yaitu kabar yang diterima dari masyarakat sekitar. Jadi dalam Islam hakim juga dituntut tentang ilmu pengetahuan hakim atau keyakinan hakim, karena dalam persidangan tersebut perlu untuk meutuskan suatu perkara dalam persidangan.
60
C. PENUTUP Rasa syukur Ahamdulillah kehadirat Allah SWT, atas selesainya penulisan
skripsi
ini,
tanpa
ada
halangan
suatu
apapun.
Penulis
menyadarisepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dengan segala rasa kerendahan hati, penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya teriring dengan do‟a, semoga skripsi ini dapat berguna sekaligus bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya. Amin Ya Robbal „Alamin.
Daftar Pustaka
Al-Aliy, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 1995 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika Offset, edisi ke-2, 2008 Atmasasmita,
Romli,
sistem
peradilan
pidana:
perspektif
eksistensialisme dan abolisionisme, Bandung: Bina Cipta, 1996 Burhan ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2010 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Atlas, 1998 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2003 Depdikbud, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. 1995 Hamrid, Hamrat,Dkk,
Pembahasan Permasalahan Kuhap Bidang
Penuntutan Dan Eksekusi, Jakarta: Sinar Grafika, 1997 Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008 Harahap. M. Yahya, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Penyidikan Dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2000 Harahap. M. Yahya, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika. 2000
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tindak Pidana Korupsi Dan Suap: Disertai Dengan Undang-Undang Pencucian Uang, Bandung: CV. Nuansa Auliya, 2008 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006 J, Moloeng, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 2000 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan Penjelasannya, Surabaya: Karya Anda Mahmud, Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Surabaya: Prenada Media, 2005 Nasir,Moh. Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999 Nazier, Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988 Putusan Nomor: 94/Pid.B/2003/PN/Ska Saleh, Roeslan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya, Jakarta: Aksara Baru, 1987 Samudera, Teguh, Hukum Pembuktian Dalam Acara Pidana, Bandung: Alumni, 1992 Sasongko, Hari, Dkk, Hukum Pembuktian Dalam Perkara, Bandung: Mandar Maju, 2003 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia
Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 2001 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992 Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Fakultas Hukum UNDIP, 1990 Sumber Data Di PN Negeri Klas IA Surakarta Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995 Undang-undang dasar 1945 yang sudah diamandemen dengan penjelasannya, disertai susunan kabinet indonesia bersatu 2004-2009, Surabaya: Karya Ilmu Wawancara kepada Bpk. Bintoro SH, Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta, Tgl. 2 November 2011, Pkl. 09.00 Yasin, Sulchan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Amanah, 1997 Zoelva, Hamdan, Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Jakarta: Durat Bahagia, 2009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI: Nama Lengkap
: Anita Indra Prasta
Tempat, Tanggal Lahir
: Batang, 16 Desember 1988
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Raya Subah-Batang, RT/RW 02/01 No. 36 Subah-Batang 51262
No. HP
: 085727162616
PENDIDIKAN FORMAL :
SD Negeri Beji 03 Tulis
Madrasah Tsanawiyah Negeri Pucungkerep, Subah lulus tahun 2004
Madrasah Aliyah Negeri 03, Pekalongan
lulus tahun 2001
lulus tahun 2007
PENGALAMAN ORGANISASI :
Anggota BEMJ Jinayah Siyasah Fakultas Syariah
tahun 2009
Semarang, 23 Desember 2011 Penulis,
Anita Indra Prasta NIM. 072211018