BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Obligasi Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan atau pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka (Huda dkk, 2008). Investasi pada obligasi memiliki potensial keuntungan lebih besar daripada produk perbankan. Keuntungan berinvestasi di obligasi adalah memperoleh bunga dan kemungkinan adanya capital gain. Secara umum dapat juga diartikan obligasi adalah surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga, dengan nilai nominal (nilai pari/par value) dan waktu jatuh tempo tertentu (Huda dkk, 2008). Penerbit obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN atau pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan di pasar modal kita adalah kupon (coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi. 2.1.2 Karakteristik Obligasi Perusahaan yang meminjam dana melalui alat utang jangka panjang seperti obligasi, pasti memberikan pendapatan kepada investor berupa bunga atau kupon. Untuk lebih jelasnya, Abdul Manan dalam artikelnya yang berjudul Obligasi
Syariah menyebutkan bahwa secara umum terdapat beberapa karakteristik obligasi sebagai instrumen utang jangka panjang adalah : 1. Obligasi merupakan surat berharga yang mempunyai kekuatan hukum. 2. Memiliki jangka waktu tertentu atau masa jatuh tempo sebagaimana yang tersebut dalam surat obligasi. 3. Obligasi dapat memberikan pendapatan tetap secara periodik dan besarnya persentase pembayaran yang diberikan secara periodik ini didasarkan atas pembayaran persentase tertentu atas nilai nominalnya atau disebut pembayaran kupon (coupon). 4. Ada nilai nominal yang disebut dengan nilai pari, par-value, stated value, face value, atau nilai kupon.
2.1.3 Jenis-Jenis Obligasi Heru Sudarsono dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan Syariah menyebutkan jenis-jenis obligasi, diantaranya yaitu : 1. Berdasarkan Penerbitan, obligasi berdasarkan penerbitan dibagi menjadi empat, yaitu Obligasi Pemerintah Pusat, Obligasi Pemerintah Daerah, Obligasi Badan Usaha Milik Negara, dan Obligasi Perusahaan Swasta. 2. Berdasarkan Jaminan, dibagi menjadi enam yaitu Unsecured bonds / debentures atau obligasi tanpa jaminan, Indenture atau obligasi dengan jaminan, Mortgage bond atau obligasi yang dijamin dengan properti, Collateral trust atau obligasi yang dijamin dengan sekuritas, Equipment trust
certificates atau obligasi yang dijamin aset tertentu, Collateralized mortgage atau obligasi yang dijamin pool of mortgages atau portofolio mortgage-backed securities. 3. Berdasarkan Jenis Kupon, dibagi menjadi Fixed rate yaitu obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh tempo, Floating rate yaitu obligasi yang tingkat bunganya mengikuti tingkat kupon yang berlaku di pasar, dan Mixed rate yaitu obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap untuk periode tertentu. 4. Berdasarkan Peringkatnya, yaitu Investement grade bonds dengan ketentuan minimal BB+, Non-investment-grade bonds dengan ketentuan CC atau speculative bond, dan D atau junk bond. 5. Berdasarkan Kupon, yaitu Coupon bonds pada obligasi berkupon dan Zero coupon bonds untuk obligasi nirkupon. 6. Berdasarkan Call Feature, yaitu Freely collable bond adalah obligasi yang dapat ditarik kembali oleh penerbitnya setiap waktu sebelum masa jatuh tempo, Non-collable bond yaitu setelah obligasi diterbitkan dan terjual tidak dapat dibeli/ditarik kembali oleh penerbitnya sebelum obligasi tersebut jatuh tempo, Deffered collable bond adalah kombinasi antara freely collable bond dan non-collable bond. 7. Berdasarkan Konversi, dibagi menjadi Convertible bond yaitu obligasi yang dapat ditukarkan saham setelah jangka waktu tertentu dan Non-convertible bond yaitu obligasi yang tidak dapat dikonversi menjadi saham.
2.1.4 Obligasi Syariah (Sukuk) Secara terminologi shak (sukuk) adalah sebuah kertas (buku) atau catatan yang padanya terdapat perintah dari seseorang untuk pembayaran uang dengan jumlah tertentu pada orang lain yang namanya tertera pada kertas tersebut. Kata sukuk juga berasal dari bahasa Persia yaitu ‘jak’, lalu masuk dalam bahasa Arab dengan nama ‘shak’. Shak adalah asal kata dari kata cek atau cheque yang terdapat dalam bahasa Inggris dimana ia pada dasarnya adalah surat hutang (Hamid, 2009). Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya yang menggunakan istilah ‘bond’, dimana istilah bond mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan ‘Islamic’ maka sangat kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest, sedangkan dalam Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah ‘bond’ ditukar dengan istilah sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturan di Bapepam LK (Rodoni, 2009). Pada dasarnya sukuk adalah suatu bentuk sekuritisasi aset. Berbeda dengan obligasi konvensional, di dalam transaksi sukuk harus dilandasi oleh aset yang berwujud (tangible asset). Pendapatan yang diperoleh dari sukuk ini pun berasal dari pemanfaatan dana yang tepat dan dijamin oleh aset yang riil. Di dalam sukuk, underlying aset dibutuhkan sebagai jaminan bahwa penerbitan sukuk didasarkan nilai yang sama dengan aset yang tersedia. Oleh karenanya, aset harus memiliki nilai ekonomis, baik berupa aset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun. Adapun fungsi underlying
asset tersebut adalah : (i) untuk menghindari riba, (ii) sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder, dan (iii) akan menentukan jenis struktur sukuk. Dalam sukuk ijarah al muntahiya bittamliek atau ijarah-sale and lease back, penjualan aset tidak disertai penyerahan fisik aset tetapi yang dialihkan adalah hak manfaat (beneficial title) sedangkan kepemilikan aset (legal title) tetap pada obligor. Pada akhir periode sukuk, SPV wajib menjual kembali aset tersebut kepada obligor. Mengacu pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor 130/Bl/2006 tentang Penerbitan Efek Syariah, sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas : (1) kepemilikan aset berwujud tertentu; (2) nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau (3) kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu. Menurut Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institution (AAOIFI, 2002), sukuk adalah sertifikat yang menunjukkan nilai yang sama setelah penutupan subscription, penerimaaan dari nilai atas sertifikat dan meletakkannya untuk digunakan sebagaimana rencana, pemilikan saham dan hak atas asset yang nampak, penggunaan dan jasa, dan equity atas proyek yang disebutkan atau equity atas aktivitas investasi tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing (pasal 1). Menurut fatwa DSN No. 69/DSN-MUI/VI/2008, Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian kepemilikan aset. Sedangkan Sukuk Negara Ritel adalah Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang diperuntukkan bagi investor individu warga negara Indonesia. Sukuk Negara Ritel diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scripless), namun kepada para investor akan diberikan Surat Bukti Kepemilikan. Dalam UU No.19/2008 dikatakan bahwa underlying asset adalah aset SBSN, dimana aset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara (BMN) yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. Adapun yang dimaksud barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau berasal dari perolehan lain yang sah. Tujuan utama pemerintah menerbitkan sukuk negara adalah untuk membiayai APBN, termasuk membiayai pembangunan proyek. Sebagaimana disebutkan pada pasal 4 UU SBSN bahwa tujuan SBSN diterbitkan adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Proyek yang dapat dibiayai dengan sukuk negara adalah sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan, perumahan. Adapun manfaat dari penerbitan sukuk ini antara lain adalah :
1. Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara; 2. Memperkaya instrumen pembiayaan fiskal. 3. Memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN. 4. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam negeri. 5. Mengembangkan alternatif instrumen investasi. 6. Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah. 7. Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara. Departemen Keuangan sebagai pihak yang merepresentasikan pemerintah menegaskan bahwa dalam setiap penerbitan sukuk atau surat berharga syariah negara, tidak ada aset negara yang dijual atau digadaikan. Ketentuan penggunaan aset negara sebagai underlying asset penerbitan sukuk diatur dalam UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara adalah sebagai berikut : a. Hanya hak manfaat atas aset SBSN yang dijual/disewakan kepada SPV yang dibentuk Pemerintah berdasarkan UU No. 19 tahun 2008. b. Tidak ada pemindahan hak kepemilikan (legal title) BMN (Barang Milik Negara). c. Tidak
ada
pengalihan
fisik
BMN,
sehingga
penyelenggaraan tugas kepemerintahan. d. Aset SBSN bukan sebagai jaminan (collateral).
tidak
mengganggu
Saat jatuh tempo Sukuk Negara atau terjadi default (gagal bayar), BMN tetap dikuasai pemerintah berdasarkan purchase & sale undertaking agreement. DPR memberikan persetujuan atas jumlah SBSN/Sukuk Negara yang diterbitkan dan atas jumlah aset SBSN yang dipergunakan dalam penerbitan Sukuk Negara dimaksud.
2.1.5 Perbandingan Sukuk dengan Produk Konvensional dan Obligasi Adapun
perbandingan
sukuk
dengan
produk
konvensional
dan
perbandingan sukuk dengan obligasi, disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Sukuk dengan Produk Konvensional PEMBANDING Obligasi
SUKUK Surat obligasi mewakili
hutang
penerbit.
murni Sukuk mewakili pihak yang kepada memiliki aset yang berwujud atau jelas, kegiatan ekonomi dan jasa.
Saham
Saham yang
mewakili memiliki
perusahaan.
pihak Sukuk diterbitkan
oleh
seluruh perusahaan akan menunjukan kepemilikan
atas
aset,
proyek, jasa, dan kegiatan tertentu terkait perusahaan. Produk Derivatif
Produk derivatif mewakili Sukuk hanya
berhubungan
turunan
kontrak
berganda
dari dengan
satu
dan
kontrak yang berbeda yang memelihara kesinambungan dibuat berdasarkan kontrak aset sepanjang waktu. dasar utama.
Sekuritisasi
Sekuritisasi secara umum Sukuk adalah
sertifikat
berhubungan dengan peng- dengan nilai yang sama yang ubahan berbagai menjadi
dan mewakili bagian kepemilikan
pinjaman jenis
tagihan yang sepenuhnya terhadap
sekuritas
yang aset yang tangibel, manfaat
dapat dipasarkan melalui dan jasa, kepemilikan aset penggabungan
pinjaman atas
suatu
menjadi
satu
kesatuan kepemilikan dalam aktivitas
kemudian
menjual
kepe- investasi
milikannya.
proyek,
khusus (Standar
AAOIFI).
Sumber : Adam (2006)
Tabel 2.2 Perbandingan Sukuk dan Obligasi Deskripsi Penerbit
Sifat instrumen
Sukuk
Obligasi
Pemerintah dan
Pemerintah dan
korporasi
korporasi
Sertifikat kepemilikan /
Instrumen pengakuan
penyertaan atas suatu
utang (surat utang)
aset / investasi Penghasilan
Imbalan / bagi hasil /
Bunga / kupon / capital
margin
gain
Jangka waktu
Pendek - menengah
Menengah - panjang
Underlying
Perlu
Tidak perlu
Price
Market price
Market price
Jenis investor
Syariah dan
Konvensional
konvensional Pihak yang terkait
Obligor, SPV, investor,
atau
Obligor / issuer,
Penggunaan dana
trustee
investor
Harus sesuai syariah
Bebas
Sumber : Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah
2.1.6 Sejarah Obligasi Syariah (Sukuk) Dalam periode klasik, sukuk berasal dari bentuk jamak dalam bahasa Arab yakni ‘sak’ bermakna akta atau sertifikat kepemilikan. Sumber lain menyebutkan, kata tersebut kemudian menjadi asal dari kata ‘cheque’ dalam bahasa Eropa yang berarti sebuah dokumen yang merepresentasikan sebuah kontrak (contracts) atau pengalihan
kepemilikan (conveyance
of
rights),
obligasi (obligations) atau
kewajiban yang harus dipenuhi (monies done) berdasarkan prinsip syariah. Namun demikian, fakta historis menunjukkan bahwa sukuk merupakan produk yang digunakan secara luas pada abad pertengahan Islam untuk mentransfer kewajiban keuangan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial lainnya (Kholis, 2011). Literatur lain menceritakan hal senada bahwa sukuk secara umum digunakan untuk perdagangan internasional di wilayah muslim pada abad pertengahan. Fakta historis menunjukkan bahwa sukuk secara nyata digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial (Kholis, 2011). Dalam perkembangannya, upaya mengembangkan dan meluncurkan surat berharga mirip obligasi yang sesuai syariah dilakukan kembali pada 1978 oleh
Yordania. Pemerintah setempat mengizinkan Bank Islam Jordan menerbitkan obligasi Islami yang dikenal dengan obligasi mukharadah. Hal ini kemudian diikuti dengan diterbitkannya Muqaradah Bond Act 1981. Upaya senada juga dilakukan Pakistan yang menerbitkan undang-undang (UU) khusus yang disebut Peraturan tentang Perusahaan Mudharabah dan Aturan Pengembangan dan Kontrol Mudharabah 1980. Sayangnya, tidak satu pun dari semua upaya ini yang menghasilkan aktivitas berarti karena minimnya infrastruktur yang sesuai dan kurangnya transparansi dalam pasar tersebut. Penerbitan obligasi Islam yang pertama kali sukses adalah Government Investment Issues (GII) – sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate (GIC) – yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada 1983. Namun, langkah inovasi yang ada lamban dan institusi finansial Islam saat itu tidak dapat mengembangkan pasar aktif bagi sekuritas tersebut. Berikutnya, kesuksesan sekuritisasi aset dalam pasar konvensional menghadirkan kerangka yang justru dapat diaplikasikan untuk aset Islam. Pada akhir 1990, struktur berbasis aset yang cukup diakui dalam bentuk sukuk dikembangkan di Bahrain dan Malaysia. Struktur ini menarik perhatian investor
dan
peminjam
karena
dianggap
kendaraan
potensial
untuk
mengembangkan pasar kapital Islam (Kholis, 2011).
2.1.7 Jenis – Jenis Obligasi Syariah (Sukuk) Sukuk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk syariah sebagai kontrak atau subkontrak utama, yang paling penting adalah shirakah,
ijarah, dan istisna’. Namun karena prinsip mudharabah adalah dasar untuk semua sukuk, kategori lain dari sukuk adalah : 1. Sukuk Mudharabah (Sanadatul Muqaradah) Sukuk atau sertifikat mudharabah dapat menjadi instrumen dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi dalam suatu perekonomian. Jenis ini merupakan sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan prinsip mudharabah dengan menunjuk pihak lain sebagai mudharib untuk manajemen bisnis. 2. Sukuk Musyarakah Sukuk ini merupakan sertifikat nilai yang sama yang diterbitkan untuk memobilisasi dana, yang digunakan berdasarkan persekutuan/firma sehingga pemegang-pemegangnya menjadi pemilik dari proyek yang relevan atau memiliki aset berdasarkan bagian masing-masing yang merupakan bagian dari portofolio aset mereka. 3. Sukuk Ijarah Sukuk ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikan aset yang keberadaannya jelas dan diketahui, yang melekat pada suatu kontrak sewa beli (lease), sewa dimana pembayaran return pada pemegang sukuk. 4. Sukuk Istisna’ Istisna’ adalah perjanjian kontrak untuk barang-barang industri yang memperbolehkan pembayaran tunai dan pengiriman di masa depan atau pembayaran di masa depan dan pengiriman di masa depan dari barangbarang yang dibuat berdasarkan kontrak tertentu.
5. Sukuk Salam Salam adalah kontrak dengan pembayaran harga di muka, yang dibuat untuk barang-barang yang dikirim kemudian.
Tidak diperbolehkan
menjual komoditas yang diurus sebelum menerimanya. 6. Sukuk Murabahah Sukuk ini merupakan “sukuk berharga” yang mewakili obligasi moneter, yang dikeluarkan untuk transaksi penjualan kredit oleh bank, tidak dapat menciptakan instrumen yang dapat diperjualbelikan. Sukuk murabahah ini lebih memungkinkan digunakan untuk hal yang berhubungan dengan pembelian barang untuk sektor publik. 7. Sukuk Portofolio Gabungan (Sekuritas) Bank dapat membuat sekuritas gabungan dari kontrak musyarakah, ijarah, dan beberapa mudharabah, salam, istisna’, dan ju’alah (kontrak untuk melaksanakan tugas tertentu dengan menetapkan pembayaran pada periode tertentu). Return/risiko pada sekuritas tersebut akan bergantung pada gabungan kontrak yang dipilih.
2.1.8 Ketentuan Umum Obligasi Syariah (Sukuk) Dalam pelaksanaannya, obligasi syariah memiliki beberapa ketentuan, yaitu :
1. Pelaksanaan obligasi syariah mulai dari awal sampai akhir harus terhindar dari format dan substansi akad yang berkaitan dengan riba (pembungaan uang) dan gharar (spekulasi murni atau terdapat unsur judi). 2. Transaksi obligasi syariah harus berdasarkan konsep muamalah yang sejalan syariah seperti akad kemitraan (musyarakah dan mudharabah), jual beli barang (murabahah, salam, dan istishna’, atau jual beli jasa). 3. Usaha yang dilakukan emiten berhubungan dengan dana sukuk yang dikelola harus terhindar dari semua unsur-unsur non halal. 4. Pemberian pendapatan dapat dilakukan secara periodik (sesuai karakter masing-masing akad). 5. Tidak semua sertifikat sukuk dapat diperjualbelikan dan tidak semua pendapatan dapat bersifat mengambang (floating) atau indikatif. 6. Pengawasan terhadap pelaksanaan dilaksanakan oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah) dan aspek syariah dan oleh wali amanat dari segi operasional lapangan khususnya terhadap usaha emiten. 7. Apabila emiten melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, dilakukan pengembalian dana investor dan dibuat surat pengakuan utang. 8. Jasa asuransi syariah dapat digunakan sebagai alat perlindungan risiko aset sukuk. Pada dasarnya ketentuan-ketentuan umum obligasi syariah harus terpenuhi guna tercapainya tujuan syariah. Ketentuan di atas menjelaskan bahwa sudah seharusnya obligasi syariah yang dipraktikkan selama ini berjalan tanpa riba,
sesuai dengan akad dalam muamalah, ditempatkan di sektor usaha yang halal, serta diawasi secara ketat oleh Dewan Pengawas Syariah.
2.1.9 Prinsip Obligasi Syariah (Sukuk) Sejalan dengan ketentuan-ketentuan di atas. Maka ada beberapa prinsip yang seharusnya dilaksanakan dalam praktik obligasi syariah. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul. Hasil investasi yang akan diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima dari dana/harta hasil penjualan sukuk, bukan dari kegiatan usaha yang lain. 2. Bila pemilik dana tidak harus menaggung rugi maka pemilik dana harus mengikat diri (akad jaiz) untuk menanggung semua biaya dari kegiatan usaha yang melebihi pendapatan usaha. 3. Pemilik dana dapat menerima dari pendapatan (revenue sharing) bila pemilik usaha (emitten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
2.1.10 Konsep Dasar Syariah
Penerapan prinsip syariah terhadap sukuk tentunya bersumber dari Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad Saw. Selanjutnya,
dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait perniagaan. Konsep dasar syariah ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Konsep Dasar Syariah
2.1.11 Landasan Hukum Syariah Asal mula munculnya obligasi syariah (sukuk) ini tentu saja sangat berhubungan dengan landasan hukum syariah yang mengharamkan bunga (riba) yang didapat dari obligasi konvensional (non-syariah), oleh karena itu muncullah sukuk sebagai alternatif obligasi yang halal menurut hukum syariah.
Adapun beberapa landasan hukum syariah tersebut adalah : -
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. AlBaqarah : 275)
-
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”. (Q.S. Al-Baqarah : 276)
-
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (Q.S. Al-Baqarah : 278)
-
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (dirugikan)”. (Q.S. Al-Baqarah : 279)
-
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (Q.S. Ali-Imran: 130).
-
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orangorang yang melipatgandakan (pahalanya)”. (Q.S. Ar Rum: 39)
-
“Dari Jabir ra, bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “Mereka semua adalah sama”. (H.R. Muslim)
-
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan” Para sahabat bertanya, “Apa saja tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, mamakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat”. (H.R. Muttafaqun Alaih).
2.1.12 Daftar Sukuk dan SBSN Adapun daftar sukuk dan SBSN berdasarkan Daftar Efek Syariah periode terbaru yang telah diterbitkan Bapepam & LK adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Daftar Sukuk Berdasarkan Daftar Efek Syariah No.
Nama Sukuk
1.
Obligasi Syariah Ijarah PLN I Tahun 2006
Penerbit PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
2.
Sukuk Ijarah Indosat II Tahun 2007
PT Indosat Tbk
3.
Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker Tahun
PT Berlian Laju tanker Tbk
2007 4.
Sukuk Mudharabah I Adhi Tahun 2007
PT Adhi Karya (Persero) Tbk
5.
Sukuk Ijarah PLN II Tahun 2007
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
6.
Sukuk Ijarah Indosat III Tahun 2008
PT Indosat Tbk
7.
Sukuk Mudharabah I Mayora IndahTahun
PT Mayora indah Tbk
2008 8.
Sukuk Ijarah I Summarecon Agung Tahun
PT Summarecon Agung Tbk
2008 9.
Sukuk Ijarah Aneka Gas Industri I Tahun
PT Aneka Gas Industri
2008 10.
Sukuk Ijarah Metrodata Electronics ITahun
PT Metrodata Electronics Tbk
2008 11.
12.
Sukuk Subordinasi Mudharabah Bank
PT Bank Syariah Muamalat
Muamalat Tahun 2008
Indonesia Tbk
Sukuk Ijarah PLN III Tahun 2009 seri A
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
13.
Sukuk Ijarah PLN III Tahun 2009 seri B
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
14.
Sukuk Ijarah Matahari Putra Prima II
PT Matahari Putra Prima Tbk
Tahun 2009 Seri A 15.
Sukuk Ijarah Matahari Putra Prima II
PT Matahari Putra Prima Tbk
Tahun 2009 Seri B 16.
Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker II Tahun
PT Berlian Laju Tanker Tbk
No.
Nama Sukuk
Penerbit
2009 Seri A 17.
Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker II Tahun
PT Berlian Laju Tanker Tbk
2009 Seri B 18.
19.
Sukuk Ijarah I Bakrieland Development
PT Bakrieland Development
Th. 2009 seri B
Tbk
Sukuk Ijarah Salim Ivomas Pratama I
PT Salim Ivomas Pratama
Tahun 2009 20.
Sukuk Ijarah Pupuk Kaltim I Tahun 2009
PT Pupuk Kalimantan Timur
21.
Sukuk Ijarah Indosat IV Tahun 2009 Seri
PT Indosat Tbk
A 22.
Sukuk Ijarah Indosat IV Tahun 2009 Seri B PT Indosat Tbk
23.
Sukuk Ijarah Mitra Adiperkasa I Tahun
PT Mitra Adiperkasa Tbk
2009 Seri A 24.
Sukuk Ijarah Mitra Adiperkasa I Tahun
PT Mitra Adiperkasa Tbk
2009 Seri B 25.
Sukuk Ijarah PLN IV Tahun 2009 Seri A
PT Perusahaan Listrik Negara(Persero)
26.
Sukuk Ijarah PLN IV Tahun 2009 Seri B
PT Perusahaan Listrik Negara(Persero)
27.
Sukuk Ijarah Titan Nusantara I Tahun 2010 PT Titan Petrokimia Nusantara
28.
Sukuk Ijarah PLN V Tahun 2010 Seri A
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
29.
Sukuk Ijarah PLN V Tahun 2010 Seri A
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
30.
31.
Sukuk Mudharabah I Bank Nagari Tahun
PT Bank Pembangunan Daerah
2010
Sumatra Barat (Bank Nagari)
Sukuk Mudharabah Bank Sulselbar
PT Bank Pembangunan Daerah
I Tahun 2011
Sulawesi Selatan
Sumber : Bapepam dan LK
Tabel 2.4 Daftar SBSN Berdasarkan Daftar Efek Syariah No.
SBSN
Tahun Terbit
Penerbit
1.
SBSN Seri IFR0001
2008
Pemerintah RI
2.
SBSN Seri IFR0002
2008
Pemerintah RI
3.
SBSN Seri IFR0003
2009
Pemerintah RI
4.
SBSN Seri IFR0004
2009
Pemerintah RI
5.
SBSN Seri IFR0005
2009
Pemerintah RI
6.
SBSN Seri IFR0006
2009
Pemerintah RI
7.
SBSN Seri IFR0007
2009
Pemerintah RI
8.
SBSN Seri IFR0008
2009
Pemerintah RI
9.
Sukuk Ritel Seri SR-0001
2010
Pemerintah RI
10.
Sukuk Ritel Seri SR-0002
2010
Pemerintah RI
11.
Sukuk Global SNI 14
2010
Pemerintah RI
12.
Sukuk Ritel Seri SR-0003
2011
Pemerintah RI
13.
SBSN Seri IFR 0009
2011
Pemerintah RI
14.
SBSN Seri IFR 0010
2011
Pemerintah RI
15.
SPN - S03022012
2011
Pemerintah RI
Sumber: Bapepam dan LK 2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu Sejumlah penelitian mengenai pertumbuhan dan perkembangan obligasi syariah (sukuk) di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu dengan hasilnya masing-masing. Ikhtisar beberapa hasil penelitian terdahulu terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Tim Studi Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia (2004)
Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia.
Perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan kemajuan yang telah dicapai oleh sektor perbankan.
Devi Prasetya (2008)
Analisis Perbedaan Kinerja Perusahaan Sebelum dan Setelah Penerbitan Obligasi Syariah Ijarah di Indonesia
Kinerja perusahaan setelah penerbitan obligasi syariah menunjukkan perbedaan yang positif, dimana kinerja perusahaan menjadi lebih baik.
Dr. Ir. H. Roikhan, Perkembangan M.A., M.M. Transaksi Syariah (2009) Muamalah Pada Sukuk / SBSN di Indonesia dan Malaysia dalam Konsep Kaffah Thinking.
Nilai Sukuk Indonesia (SI) pada tahun 2015 berada di atas Sukuk Malaysia (SM). Analisis kebijakan SI dipengaruhi oleh sensitivitas SBI dan market share, sedangkan prospek SI diperoleh dari intervensi struktural melalui insentif pajak dan penerbitan SBSN.
Hasan Fawzi (2010)
Valuasi Harga Pasar Valuasi harga pasar wajar sukuk Wajar Sukuk. dipengaruhi oleh kualitas dan perkembangan kondisi asetnya, bukan kondisi penerbitnya.
Sumber: diolah penulis, 2011 2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan model koseptual mengenai bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang perlu dianalisis untuk kemudian diuraikan dan disimpulkan.
Sebagai salah satu instrumen investasi yang sangat menjanjikan, sukuk yang mampu bersaing dengan instrumen investasi lain yang lebih dahulu hadir, memberikan gambaran tentang prospek yang bagus, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Oleh karena itu, dibutuhkanlah suatu analisis yang menjelaskan tentang proses perjalanan sukuk selama ini serta prospeknya pada masa yang akan datang guna memberikan masukan dan motivasi kepada seluruh masyarakat, khususnya para investor di Indonesia untuk melirik serius pasar sukuk ini. Berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut : Obligasi Syariah (Sukuk)
Sukuk Negara
Sukuk di
Sukuk di Beberapa
Indonesia
Negara Lain
Sukuk Korporasi
Malaysia Arab Saudi Yordania Senegal
Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Palestina
dan Perkembanagn Sukuk di
Perancis
Indonesia s.d. Tahun 2011 Inggris Gambar 2.2 Kerangka Konseptual