PERTUMBUHAN SAPIHAN SAPI BALI JANTAN DAN BETINA YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DI KABUPATEN BARRU
SKRIPSI
Oleh:
SAHARIA I 111 13 065
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
i
PERTUMBUHAN SAPIHAN SAPI BALI JANTAN DAN BETINA YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DI KABUPATEN BARRU
SKRIPSI
Oleh:
SAHARIA I111 13 065
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Saharia
NIM
: I111 13 065
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar,
Juni 2017
Saharia
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Pertumbuhan Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina yang Dipelihara Secara Intensif di Kabupaten Barru.
Nama
: Saharia
Nomor Induk Mahasiswa
: I111 13 065
Fakultas
: Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc NIP. 1964123 1198903 1 025
Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA, DES NIP. 19570129 198003 1 001
Dekan Fakultas Peternakan
Ketua Program Studi Peternakan
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc NIP. 19641231 198903 1 025
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. NIP. 19640712 198911 2 002
Tanggal Lulus
:
2017 iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis senantiasa panjatkan rahmat dan karunia Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat kesehatan jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir/ Skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina yang Dipelihara Secara Intensif di Kabupaten Barru” sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis haturkan kepada : 1. Kedua
orang
tua,
ayahanda
Anwar
dan
ibunda
Hanaria atas segala doa, motivasi, pengetahuan dan dukungan serta kasih sayang yang tak terbatas sehingga penulis selalu berusaha. Terima kasih telah membesarkan serta mendidik penulis. Terima kasih atas kerja keras dan kerja ikhlasnya selama ini untuk menyekolahkan saya hingga ke jenjang perguruan tinggi. Terima kasih pula atas nasihat, tauladan, do’a dan restu yang selalu ditujukan kepada ananda dalam meniti tangga kesadaran di sekolah kehidupan, terima kasih telah mencurahkan cinta dan kasih sayang yang tak terhingga, cucuran keringat dan air mata, serta doa dan pengorbanan yang tiada hentinya. Hingga kapanpun penulis takkan mampu membalasnya. Terima kasih ku kepada ibu Nuraeni tante yang selalu menyayangi, menemani dan memberikan motivasi serta nasehat selama menempuh pendidikan. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc selaku Pembimbing utama dan bapak Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA, DES selaku pembimbing Anggota,
v
atas keikhlasannya dalam memberikan bimbingan, motivasi, nasehat dan saran-saran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir. Sjamsuddin Garantjang, M.Sc, dan bapak Prof. Dr. Ir.Djoni Prawira Rahardja, M.Sc yang telah memberikan banyak masukan, arahan-arahan serta motivasi kepada penulis. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan dan Ibu Prof. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Ketua Program Studi beserta seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan. 5. Bapak Dr. Ir., Palmarudi, SU selaku Penasehat Akademik. 6. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama kuliah di Fakultas Peternakan dan Pegawai Fakultas Peternakan terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini. 7. Bapak Muhammad Rachman Hakim, S.Pt., dan bapak Muhammad Ardani Rahim, S.Pt selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah
membimbing penulis dan telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan PKL. 8. Teman-teman satu tim Arda Runita, Muhammad Fiqhi, Sari Putri, Asri Puspita, dan Nurul Airin terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.
vi
9. Bapak Jufri, bapak Irwan dan keluarga yang telah membantu dalam proses penelitian di Kabupaten Barru. 10. Saudara-saudara yang selalu mejadi motivasi untuk menempuh pendidikan Ina, Ika, Jenal, Ammi, Alul, Said, Humairah dan Imma. 11. Saudara-saudaraku seperjuangan khususnya Group “IKAB 2014-2015” St. Nurjalia, Syamsiar, Nursanti, Riskawati, Nurjannah R, Muh. Wahyu, Muh. Widiyanto, Diana, Diani, dan Jabal atas segala semangat dan motivasi selama ini serta menemani penulis ketika ketika membutuhkan. 12. Kanda Kartina S. Pt, kanda Ibrahim S. Pt, kanda Sukri, kanda Rusliadi, kanda Yusuf S. Kel, dan kanda Fitra S.T yang selalu mengajarkan arti kekeluargaan dan persaudaraan selama di IKAB. 13. Teman Kelas B, Nursanti, Syahidah, S.Pt, Kharisma, S.Pt, Nurhasnah, S.Pt, Maghfirah, S.Pt, Rahman, S.Pt, Aswan, Dayat, Alen, Sari, Ifa, Irma, Nabila, Arda, Insan, Syakir, dan Dwi serta berbagi
ilmu
pengetahuan
dengan
Larfa 2013 terimakasih telah
penulis
dan
terima
kasih
atas
kebersamaannya. 14. Teman-teman HIMATEHATE_UH (2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 dan 2016), yang telah menjadi wadah bagi penulis untuk belajar. 15. Kakanda Syamsuddin, S.Pt., Rahman, Indah, Alim Rais dan Eka Wahyuni, Marwah, Evy, dan Ulfa. Selaku tim asisten Dasar THT yang selalu memberikan arahan dan masukan. Terima atas kebersamaannya selama menjadi asisten.
vii
16. Teman-teman KKN Gelombang 93
Kecamatan Rumbia, Kabupaten
Jeneponto, terkhusus Desa Ujung Bulu, Syamsiar, Diana, Diani, Radhia, S. Hut, Fauziah, Sabaruddin, Mita, Tia S.Si , Inov, Ardi S. Ked, Kidung S. Hut, Rio, Kasri dan Azhari. Walau hanya 1 bulan lebih bersama namun akan selalu menjadi kenangan untuk selamanya. 17. Sahabat-sahabatku khususnya SEPATU, Syahrul, Harun, Maya, Jum, Eni, Lutfi, Asma, Dirland, Ilham, Vivi dan Lina terima kasih telah menjadi sahabat yang baik dari dari SMA hingga saat ini. 18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan limpahan berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya. Amin. Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Aamiin. Wassalam.
Makassar,
Juni 2017
viii
ABSTRAK
SAHARIA (I111 13 065) Pertumbuhan Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina yang Dipelihara Secara Intensif di Kabupaten Barru. Dibimbing Oleh SUDIRMAN BACO dan HERRY SONJAYA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan sapihan sapi Bali jantan dan betina yang dipelihara secara intensif. Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2x5 dengan 2 faktor yaitu jenis kelamin dan umur dengan ulangan tidak sama yang terdiri dari : Faktor A = Jenis Kelamin yakni 1 = Betina, dan 2 = Jantan dan Faktor B = Umur yakni 4-12 Bulan yang berbasis pengukuran berulang. Parameter yang diukur pada penelitian ini yaitu bobot badan dan dimensi tubuh (lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak). Sapi penelitian menggunakan sapihan sapi Bali sebanyak 10 ekor yang dipelihara secara intensif yang diberikan konsentrat 1 kg/ekor/hari dan hijauan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertumbuhan bobot badan dan ukuran tubuh sapihan sapi Bali jantan dan betina yang dipelihara secara insentif semakin meningkat dengan bertambahnya umur tetapi tidak ada perbedaan pertumbuhan antara jantan dan betina. Terdapat hubungan yang erat antara bobot badan dengan lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak selama umur 4-12 bulan.
Kata kunci : Umur, Jenis Kelamin, Ukuran Tubuh, Pertumbuhan, Sapi Bali
ix
ABSTRACT
SAHARIA (I111 13 065) The Intensively keeping of the growth of male and female Bali cow in Barru Regency Guided by SUDIRMAN BACO and HERRY SONJAYA. This research is conducted to find out the comparison between the growth of the male and female Bali cow which is kept intensively. This research applies the factorial design 2x5 with 2 age and sex factors and different repeatedly as well. The factors consist of ; factor A : 1 female and 2 male and factor B : age 412 month. The parameters which are measured in this research are the weight and the body size of the cow (chest circle, body and shoulder length). The cows which are researched are 10 Bali cows, which consists 5 male and 5 female cows. The supporting matters which are used in this research are; measuring stick, measuring tape, and 1 kg concentrate/cow/day and grass. The result of this research shows that the male and female Bali cows which are kept intensively increases more simultaneously with the increasing age of the cows. Furthermore, the result of the research shows that there is no different growth between male and female cows and there is a strong relation between the cows’ weight and the chest circle, body length and shoulder length during age 4-12 month.
keywords : age, sex, body size, growth, Bali cows.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...............................................................................
i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
iv
KATA PENGANTAR ................................................................................
v
ABSTRAK ..................................................................................................
ix
ABSTRACT ................................................................................................
x
DAFTAR ISI...............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xv
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Sapi Bali ........................................................................ Pertumbuhan dan Perkembangan ........................................................ Sistem Pemeriharaan ........................................................................... Dimensi Tubuh....................................................................................
4 7 11 14
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ Materi Penelitian ................................................................................ Prosedur Penelitian ............................................................................. Rancangan Penelitian ......................................................................... Parameter yang Diukur ....................................................................... Analisis Data ......................................................................................
16 16 16 17 17 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur dan jenis Kelamin Terhadap Bobot Badan dan Ukuran Tubuh .......................................................................................................... 22 Hubungan Antara Bobot Badan dan Ukuran Tubuh ......................... 26 xi
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
31
LAMPIRAN ................................................................................................
35
DOKUMENTASI PENELITIAN .............................................................
50
xii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman Teks
1. Kandungan Protein pada Konsentrat yang Diberikan ...........................
16
2. Rataan Berat Awal, Berat Akhir dan Pertambahan Pertambahan Bobot badan (PBB) Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina ..............................................
23
3. Hasil Analisis Koefisien Determinasi dan Koefisien Korelasi Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur 4-12 Bulan.........................................
26
xiii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman Teks
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Timbangan Digital ...............................................................................
18
Tongkat Ukur Ternak ..................................................................................... Cara Mengukur Tinggi Pundak ...................................................................... Pita Ukur ........................................................................................................ Cara Mengukur Panjang Badan.................................................................. Grafik Hubungan Bobot Badan, Lingkar Dada, Panjang Badan, dan Tinggi Pundak pada Berbagai Umur...........................................................................
18 19 19 20 22
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman Teks
1. Lampiran 1. Tabel Hasil Analisis Ragam Faktorial Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina pada Umur yang Berbeda................................................... 35 2. Lampiran 2. Tabel Hasil Analisis Ragam Bobot Badan Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur yang Berbeda . .........................................
38
3. Lampiran 3. Tabel Hasil Analisis Ragam Lingkar Dada Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur yang Berbeda . .........................................
40
4. Lampiran 4. Tabel Hasil Analisis Ragam Panjang Badan Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur yang Berbeda . .........................................
42
5. Lampiran 5. Tabel Hasil Analisis Ragam Tinggi Pundak Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur yang Berbeda . .........................................
44
6. Lampiran 6. Tabel Hasil Analisis Ragam Koefisien Determinasi Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur 4-12 Bulan. ......................................
46
7. Lampiran 7. Tabel Hasil Analisis Ragam Koefisien Korelasi Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur 4-12 Bulan .......................................
49
8. Dokumentasi Penelitian .......................................................................
50
xv
PENDAHULUAN
Pemeliharaan anak sapi umumnya pada peternakan rakyat dipelihara secara ekstensif, dimana ternak dipelihara dengan cara digembalakan dan tidak diberikan pakan tambahan, sehingga dengan pemeliharaan seperti itu dapat menurunkan produktifiitas ternak. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi lingkungan ataupun terserang penyakit yang tidak diketahui asalnya. Pakan yang dikonsumsi juga dapat menjadi sumber penyakit untuk ternak. Dalam hal ini pakan yang tersedia di padang rumput karena ternak dipelihara secara ekstensif. Dengan demikian pakan dapat diatur apabila ternak dipelihara secara intensif. Penyebab utama rendahnya produktivitas dari ternak sapihan sapi Bali adalah pola pemeliharaan yang sebagian besar dipelihara oleh masyarakat pedesaan secara tradisional serta manajemen ternak yang rendah dan kurang terarah, dimana peternak belum memperhatikan mutu pakan, tata cara pemeliharaan, perkandangan dan penyakit sehingga pola pertumbuhan ternak pada umur pertumbuhan kurang optimum. Sapihan sapi Bali betina dan jantan yang diharapkan mampu menjadi bibit indukan yang unggul dan pejantan yang unggul. Reproduksi yang baik akan berpengaruh baik pada produktifitas ternak itu sendiri. Pemeliharaan sapihan sapi dengan baik menghasilkan produktifitas sapi yang tinggi, termasuk sapihan sapi betina ataupun jantan, untuk mengetahui potensi genetik yang dimiliki oleh sapihan sapi dilakukan pemeliharaan secara intensif. Potensi genetik sapi Bali harus ditingkatkan dan kemudian diikuti dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhannya agar potensi genetiknya mampu berkembang secara maksimal. Pemeliharaan secara intensif dapat
1
memudahkan untuk mengetahui potensi genetik yang dimiliki oleh ternak. Dengan demikian pemeliharaan secara intensif dapat memudahkan peternak untuk mengawasi peternakan. Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak hanya
dapat
dilakukan apabila
ternak
dipelihara secara
intensif
atau
dikandangkan. Dengan demikian dapat diketahui potensi genetik dari anak sapi Bali tersebut serta dapat diketahui pertumbuhan yang dimiliki pada anak sapi dengan melakukan pengukuran dimensi tubuh yang mencakup lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan, dan lain sebagainya serta dapat dilakukan penimbangan berat badan. Minimnya pengetahuan, penerapan teknologi ditingkat peternak, dan juga rendahnya produktivitas ternak Sapi Bali serta ketergantungan terhadap daging impor merupakan kelemahan yang menghambat pengembangan Sapi Bali menjadi sapi potong. Menyeleksi atau memilih ternak untuk menghasilkan keturunan yang baik merupakan faktor yang penting dalam manajemen Sapi Bali. Dengan menyeleksi dan memilih ternak yang baik, diharapkan akan mendapatkan ternak yang mempunyai sifat unggul dan mempunyai nilai ekonomis untuk dikembang biakkan. Memilih ternak dapat dilakukan melalui cara visual atau kualitatif dan melalui cara pengukuran atau kuantitatif. Ukuran tubuh yang dapat dipakai dalam memprediksi produktivitas sapi antara lain panjang badan, lebar badan, tinggi badan, dan lingkar dada (Kadarsih, 2003). Pemeliharaan anak sapi mulai dari lahir sampai di sapih dengan pemeliharaan secara ekstensif memiliki pertumbuhan yang beragam, sedangkan dengan pemeliharaan secara intensif diharapkan mampu mengekspresikan potensi
2
genetik yang dimiliki. Dengan pemeliharaan intensif juga dapat memberikan kemudahan dalam melakukan seleksi berdasarkan pertumbuhan dan ukuran tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan sapihan sapi Bali jantan dan betina yang dipelihara secara intensif. Kegunaan penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi ilmiah bagi mahasiswa dan masyarakat dalam meningkatkan produksi dan produktifitas sapi Bali dengan pemeliharaan secara intensif.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah sapi hasil domestikasi banteng liar (Bos javanicus) (Talib, dkk., 2003). Berdasarkan hierarki pada taksonomi hewan, sapi Bali diklasifikasikan kedalam famili Bovidae, genus Bos dan subgenus Bovine (Blakely dan Bade, 1992). Penjinakan banteng liar menjadi sapi Bali telah berlangsung sangat lama dan oleh sebagian besar peneliti belum diketahui dengan pasti awal dari proses domestikasi banteng liar tersebut (Talib, 2002) namun Rollinson (1984) menduga bahwa sapi Bali tersebut telah didomestikasi dari Banteng liar sejak 3500 SM. Ditinjau dari sistematika ternak, sapi Bali masuk familia Bovidae, Genus bos dan Sub-Genus Bovine, yang termasuk dalam sub-genus tersebut adalah Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus (Hardjosubroto, 1994), sedangkan Williamson dan Payne (1978) menyatakan bahwa sapi Bali (Bos-bibos Banteng) yang spesies liarnya adalah banteng termasuk Famili Bovidae, Genus Bos dan sub-genus Bibos. Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain: warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam (Hardjosubroto, 1994). Ciri-ciri fisik sapi Bali antara lain berukuran sedang, berdada dalam, serta berbulu pendek, halus dan licin. Warna bulu merah bata dan coklat tua dimana pada waktu lahir, baik jantan maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa dimana jantan lebih gelap daripada
4
betina. Warna hitam menghilang dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam dan kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantat. Pada punggung ditemukan garis hitam di sepanjang garis punggung (garis belut). Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar, telinga berukuran sedang dan berdiri. Tanduk jantan besar, tumbuh ke samping dan kemudian ke atas dan runcing (Wiliamson dan Payne, 1993). Ciri fisik sapi Bali adalah berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua. Pada punggung terdapat garis hitam di sepanjang punggung yang disebut “garis belut” (Wiliamson dan Payne, 1983). Sapi Bali mempunyai ciri khas yaitu tidak berpunuk, umumnya keempat kaki dan bagian pantatnya berwarna putih (Abidin, 2002). Pedet tubuhnya berwarna merah bata (Susilorini, dkk., 2008). Karakteristik lain yang harus dipenuhi dari ternak sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis hitam yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada yang betina bentuk tanduk yang ideal yang disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit
5
mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam (Hardjosubroto, 1994). Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, bos / Bibos banteng) adalah salah satu sumber daya genetik ternak asli Indonesia dan juga salah satu jenis sapi potong yang penting yang berkontribusi terhadap pengembangan industri peternakan di Indonesia. Sapi Bali mendominasi populasi sapi potong terutama di timur Indonesia seperti Timur dan pulau-pulau Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan (Sri Rachma, dkk., 2011). Penamaan sapi Bali oleh masyarakat luas diduga berkembang seiring dengan kemajuan budidaya sapi tersebut di pulau Bali. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Pane (1990) bahwa banteng liar awalnya hanya dijinakkan di Jawa dan Bali, namun dalam perkembangannya ternyata sapi hasil penjinakan banteng tersebut hanya berkembang baik di pulau Bali. Sapi tersebut tidak banyak dikembangkan di pulau jawa menurut Inounu (2011) diduga disebabkan oleh populasi ternak domba yang cukup tinggi di Jawa dimana ternak domba tersebut sangat berpotensi menjadi carrier penyakit MCF (Malignant Catarrhal Fever) yang dapat menular pada ternak sapi Bali. Sapi Bali menyebar ke pulau-pulau di sekitar pulau Bali melalui komunikasi antar raja-raja pada zaman dahulu. Sapi Bali telah tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia dan berkembang cukup pesat di daerah karena memiliki beberapa keunggulan. Sapi Bali mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah, dan lain-lain. Tingkat kesuburan (fertilitas) sapi Bali termasuk amat
6
tinggi dibandingkan dengan sapi lain, yaitu mencapai 83%, tanpa terpengaruh oleh mutu pakan. Tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi ini merupakan salah satu keunikan sapi Bali (Guntoro, 2002). Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia termasuk air, lemak, protein dan abu (Soeparno, 1998). Sri Rachma (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan sedangkan besarnya badan dapat diketahui melalui pengukuran pada tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan komponenkomponen tubuh dan organ serta komponen kimia (Soeparno, 2005). Ensminger (1969), menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak, dilihat antara lain dari bertambahnya ukuran tubuh. Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa (Sugeng, 1992). Menurut Soenarjo (1988), proses pertumbuhan hewan yaitu : pertambahan berat sampai dewasa (Growth) dan perkembangan bentuk
7
badan dan proses kinerjanya (Development). Tillman, dkk., (1998), menyatakan bahwa pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat, selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai dewasa tubuh. Selama pertumbuhan seekor ternak ada dua hal yang terjadi, yaitu (1) bobot badannya meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa, yang disebut pertumbuhan dan (2) terjadinya perubahan konformasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan. Perubahan bentuk tubuh atau dalam hal pertambahan berat badan sangat berguna untuk seleksi pada pemuliaan ternak sebagai petunjuk dalam performans kondisi pada “grazing” atau feedlot, meskipun demikian yang penting bahwa makin mendekati dewasa tubuh pertambahan berat badan semakin rendah (Wello, 2007). Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan, yaitu dengan penimbangan berulangulang dan dibuat dalam pertambahan bobot badan harian, mingguan atau per satuan waktu lain (Tillman, dkk., 1998). Menurut Siregar (2008), bahwa pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan puberitas, namun setelah usia puberitas hingga usia dewasa, laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa sampai pertumbuhan sapi berhenti. Sejak sapi dilahirkan sampai dengan usia puberitas (sekitar umur 12-15 bulan) merupakan fase hidup sapi yang laju pertumbuhannya sangat cepat.
8
Potensi pertumbuhan ternak ditentukan oleh genetik yang dinyatakan dalam hubungan hormonal di dalam tubuh, hal tersebut mengakibatkan adanya perbedaan dalam tingkat pertumbuhan dan bobot dewasa yang dicapai (Bamualim dan Wirdahayati, 2002). Proses pertumbuhan saat pembuahan berlangsung lambat, kemudian menjadi agak cepat pada saat menjelang kelahiran. Setelah kelahiran pedet pertumbuhan semakin cepat hingga usia penyapihan. Sejak usia penyapihan hingga usia puberitas laju pertumbuhan masih bertahan pesat, namun dari usia setelah puberitas hingga dewasa laju pertumbuhan berangsur menurun dan akan terus menurun (Bambang, 2005). Pertumbuhan ternak adalah hasil dari proses yang berkesinambungan dalam seluruh hidup ternak tersebut, dimana setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbedabeda. Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai perubahan bentuk dan komposisi tubuh hewan sebagai akibat adanya kecepatan pertumbuhan relatif yang berbeda antara berbagai ukuran tubuh. Fenomena pertumbuhan ini dapat dilihat dari tulang yang merupakan komponen tubuh yang mengalami pertumbuhan paling dini (Nyoman, dkk., 2015). Pada hewan hidup, pertumbuhan tulang dapat dilihat dari perubahan ukuran-ukuran tubuh. Pertumbuhan juga merupakan pertambahan massa tubuh persatuan waktu yang dapat diukur dengan bobot badan dan pertambahan bobot badan.
Dengan
demikian
pertumbuhan
ternak
dapat
diduga
dengan
memperhatikan penampilan fisik dan bobot hidupnya. Pengukuran bobot badan dan pertambahan bobot badan sangat umum dilakukan untuk kegiatan penelitian,
9
tapi kurang praktis dilakukan di lapangan, karena pertimbangan teknis kesulitan dalam penimbangan. Dengan demikian, pola pertumbuhan ternak dapat diduga atas dasar pengukuran ukuran-ukuran tubuh yang erat kaitannya dengan pertumbuhan kerangka tubuh ternak (Nyoman, dkk., 2015). Faktor- Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan antara lain, yaitu : a. Umur Umur ternak berperan penting dalam perubahan dimensi tubuhnya. Ternak yang mendapat perlakuan dan manajemen pemeliharaan yang baik dari usia muda maka perubahan atau pertambahan dimensi tubuhnya akan bagus. Dimensi tubuh pedet jelas berbeda dengan dimensi tubuh sapi dara dan induk, hal tersebut membuktikan pengaruh umur terhadap dimensi tubuh (Siregar, 2008). b. Pakan Tubuh, hewan akan mampu bertahan hidup dan kesehatan terjamin. Hewan juga bisa semakin tumbuh menjadi besar dan bertambah berat. Sifat genetis yang dimiliki seperti kecepatan tumbuh, persentase karkas tinggi, proporsi tubuh besar, dan lain-lain bisa terwujud. Maksud pemberian pakan kepada ternak sapi adalah untuk perawatan tubuh atau kebutuhan pokok hidup dan keperluan berproduksi (Sudarmono dan Bambang, 2008). c. Bangsa Sapi Ternak yang spesis dan bangsa serta umur yang sama akan mempunyai petumbuhan, perkembangan dan umur dewasa tumbuh yang bervariasi. Perbedaan
10
laju pertumbuhan diantara bangsa dan individu ternak dalam suatu bangsa dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa (Soeparno, 2005). Perkembangan berasal dari kata kembang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kembang berarti maju, menjadi lebih baik. Perkembangan adalah proses kualitatif yang mengacu pada penyempurnaan fungsi sosial dan psikologis dalam diri seseorang dan berlangsung sepanjang hidup (Ikalor, 2013). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang bertambah komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari pematangan. Perkembangan didefinisikan sebagai kemampuan fungsional anak sebagai hasil maturasi sistem saraf dan reaksi psikologis. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Perkembangan mengikuti rangkaian yang teratur dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Setiap tahap
perkembangan anak memiliki ciri tersendiri (Faniyah, 2015). Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif, dan usaha campuran (mixed farming). Pada pemeliharaan secara intensif, sapi dikandangkan secara terus-menerus atau hanya dikandangkan pada malam hari dan pada siang hari ternak digembalakan. Pola pemeliharaan sapi secara intensif banyak dilakukan petanipeternak di Jawa, Madura, dan Bali. Pada pemeliharaan ekstensif, ternak dipelihara di padang penggembalaan dengan pola pertanian menetap atau di hutan. Pola tersebut banyak dilakukan peternak di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Sulawesi (Sugeng 2006). Dari kedua cara
11
pemeliharaan tersebut, sebagian besar merupakan usaha rakyat dengan ciri skala usaha rumah tangga dan kepemilikan ternak sedikit, menggunakan teknologi sederhana, bersifat padat karya, dan berbasis azas organisasi kekeluargaan (Yusdja dan Ilham, 2004). Pola usaha penggemukan sapi potong oleh masyarakat pedesaan sebagian masih bersifat tradisional. Menurut Ferdiman (2007), penggemukan sapi potong dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sistem kereman, dry lot fattening, dan pasture fattening. Pakan yang digunakan dalam penggemukan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan diberikan 10% dari bobot badan, konsentrat 1% dari bobot badan, dan air minum 20−30 l/ekor/hari. Dalam sistem ini, sapi muda (umur 1,50−2 tahun) dipelihara secara terus-menerus di dalam kandang dalam waktu tertentu untuk meningkatkan volume dan mutu daging dalam waktu relatif singkat (Ahmad, dkk., 2004). Sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan dalam tiga cara yaitu system pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu tenak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di ladang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan (Hernowo, 2006). Parakkasi (1999), menyatakan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga yaitu intensif, ekstensif dan mixed farming system. Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi dua yaitu (a) sapi dikandangkan terus-menerus dan (b) sapi dikandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif.
12
Pola pemeliharaan secara intensif dan semi intensif tersebut banyak terdapat di Pulau Jawa, Madura dan Bali. Pemeliharaan secara ekstensif adalah pemeliharaan ternak sapi di padang penggembalaan, pola pertanian menetap atau di hutan. Pola pemeliharaan secara ekstensif tersebut banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan Sulawesi (Sugeng, 2006). Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus-menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif, sedangkan kelemahannya modal yang digunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakannya (Nurfitri, 2008). Sistem ekstensif biasanya aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan ternak sapi dilakukan oleh satu orang yang sama di padang penggembalaan yang sama (Parakkasi, 1999). Daerah yang luas padang rumputnya, tandus dan iklimnya tidak memungkinkan untuk pertanian, maka dapat dilakukan usaha peternakan secara ekstensif. Sepanjang hari sapi digembalakan dan malam hari dikumpulkan di tempat tertentu yang diberi pagar, biasanya disebut kandang terbuka (Sosroamidjojo, 1991). Hasil pengkajian usaha penggemukan sapi potong dengan sistem kereman selama 5 bulan dengan menggunakan teknologi introduksi, berupa perbaikan komposisi
pakan
dan
penanggulangan
penyakit,
mampu
meningkatkan
13
pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi Bali dari 296,90 g menjadi 528 g/ekor/hari (Ahmad, dkk., 2004). Dimensi Tubuh Dimensi tubuh merupakan faktor yang erat hubungannya dengan penampilan seekor ternak. Dimensi tubuh seringkali digunakan di dalam melakukan seleksi bibit, mengetahui sifat keturunan, tingkat produksi maupun dalam menaksir berat badan. Tingkat keakuratan yang didapat dalam menaksir berat badan dengan menggunakan dimensi tubuh sangat baik (cukup akurat). Penaksiran berat badan ternak sapi dan jenis ternak lainnya akan dapat diketahui dengan tepat jika sapi tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan. Kemungkinan timbangan sapi tidak dimiliki oleh peternak karena harganya sangat mahal, sehingga itu diperlukan pengukuran selain timbangan sapi.Alat ukur yang lazim dipergunakan adalah pita ukur dan tongkat ukur untuk bagian eksterior ternak sapi. Hasil pengukuran tersebut dituangkan dalam persamaan regresi (Siregar, 2008). Pengukuran dimensi tubuh sangatlah penting dilakukan namun seringkali para peternak sapi Bali tidak mengetahui dengan pasti perkembangan tubuh ternak sapinya dari awal kelahiran, pemeliharaan hingga saat penjualan sehingga tidak diketahui dengan pasti produktivitas ternak dan keuntungan nominalnya yang akan dan seharusnya diperoleh. Perkembangan tubuh ternak sapi selain faktor genetik ternak, dipengaruhi oleh faktor sistem manajemen pemeliharaan, faktor lingkungan antara lain ketinggian tempat, curah hujan, ketersediaan air, suhu lingkungan, faktor penyakit, dan lain-lain (Sri Rachma, 2007).
14
Menurut Djagra dan Arka (1994) pengukuran dimensi dimaksudkan dengan mengukur dimensi tubuh luar ternak dengan ukuran statistik yaitu : 1. Ukuran Tinggi a. Tinggi pundak, tinggi pundak ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ke tanah atau lantai, alat yang digunakan adalah tongkat ukur. 2. Ukuran Panjang Panjang badan, diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku (humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii). 3. Ukuran Lebar Lebar dada, jarak terbesar pada yang diukur tepat di belakang antara kedua benjolan siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada. 4. Ukuran Lingkar Lingkar dada. Lingkaran yang diukur pada dada atau persis di belakang siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh.
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017, bertempat di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru. Materi Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan digital, tongkat ukur, dan pita ukur. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu anak sapi Bali yang masingmasing jantan 5 ekor dan betina 5 ekor yang rata-rata berumur 4 sampai 12 bulan, pakan (hijauan dan konsentrat). Formulasi dan kandungan protein pada konsentrat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Formulasi dan kandungan protein konsentrat yang diberikan Kandungan No. Bahan Pakan Jumlah (Kg) Protein 1 Dedak Padi 11 70 2 Jagung 8,7 10 3 Bungkil Kelapa 8,2 15 4 Urea 277 1 5 Mineral 0 2 6 Garam 0 2 Jumlah 100
Protein (%) 7.7 0.87 1.23 2.77 0 0 12.57
Prosedur Penelitian Manajemen pemeliharaan sapi Bali di kabupaten Barru dilakukan dengan sistem pemeliharaan intensif (dikandangkan) dan 10 ekor ternak ditempatkan dalam kandang individu. Pakan terdiri dari hijaun dan konsentrat. Pemberian
16
hijaun dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi hari pukul 7.30 WITA dan pada pukul 16.00 WITA sedangkan konsentrat diberikan pada pagi hari . Hijaun berupa rumput gajah yang diberikan secara ablibitum sedangkan konsentrat diberikan 1 kg per hari. Penimbangan dan pengukuran dimensi tubuh. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot badan dan pengukuran dimensi tubuh untuk mengetahui ukuran-ukuran tubuh. Pengambilan data dilakukan satu kali dalam satu bulan dan sebanyak lima kali dengan waktu yang berbeda. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2x5 dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu jenis kelamin (A1= jantan, A2= betina) dan faktor kedua yaitu umur yang berbasis analisys of repeated measuremen (pengukuran berulang). Parameter yang diukur Adapun parameter yang digunkan yaitu : 1. Berat Badan Bobot badan diukur menggunakan timbangan digital. Alat, diset sesuai dengan penggunaan, kemudian sapi dinaikkan ke atas timbangan. Nilai yang tertera pada digital merupakan bobot badan sapi tersebut. Cara penimbangan sapi dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Gambar 1 Timbangan Digital
2. Dimensi Tubuh Pengukuran dimensi tubuh pada sapihan sapi menggunakan dua alat yaitu pita ukur dan tongkat ukur. a) Tinggi Pundak Tinggi Pundak diukur dengn menggunakan tongkat ukur. Pengukuran dilakukan
dengan mengukur jarak tegak lurus dari titik
tertinggi pundak sampai ketanah atau lantai. Tongkat ukur dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Tongkat Ukur Ternak
18
Cara penggunaan tongkat ukur dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Cara mengukur Tinggi Pundak
b) Panjang Badan Panjang badan diukur dengan menggunakan pita ukur. Panjang badan, diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku (humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii). Contoh pita ukur dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Pita Ukur
19
Cara mengukur panjang badan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Cara mengukur panjang badan
c) Lingkar dada Lingkar dada diukur dengan menggunakan pita ukur. Lingkaran yang diukur pada dada serta merta atau persis dibelakang siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh. Cara mengukur lingkar dada dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 6 Cara mengukur Lingkar Dada
20
Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan dua analisis yaitu analisis ragam faktorial dan analisis regresi linear. Data pertumbuhan dan ukuran tubuh dianalisis dengan analisis ragam faktorial dengan model rancangan sebagai berikut :
Ynpq =μ + αp+βp+(αβ)pq+εnp Keterangan : n = 1,2,3,4, 5 p = 1,2 q= 2, 4, 6, 8, 10, 12. Ynpq : pengamatan pada satuan percobaan ke n dari kombinasi perlakuan taraf ke jenis kelamin dari faktor A dan taraf ke umur dari faktor B μ : rataan umum αp : pengaruh faktor A taraf ke jenis kelamin βq : pengaruh faktor B taraf ke umur (αβ)pq : pengaruh interaksi perlakuan faktor A pada taraf ke jenis kelamin dan perlakuan faktor B pada taraf ke umur εnp : pengaruh eror/galat yang muncul dari satuan percobaan ke n dalam faktor A pada taraf ke jenis kelamin
Hubungan berat badan dengan dimensi tubuh dapat dianalisis dengan model matematika sebagai berikut : Rumus :
Ŷ =Ƅ0+ Ƅ1X Keterangan : Y = Variabel dependen / variabel yang dipengaruhi (Bobot Badan) X = Variabel Bebas / variabel yang mempengaruhi (Ukuran Tubuh) b0 = konstanta atau intercept yaitu sifat bawaan dari variabel Y b1 = parameter yang menunjukkan slope atau kemiringan garis regresi ε = disebut juga dengan error term atau kesalahan penganggu
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Umur dan Jenis Kelamin Terhadap Bobot Badan dan Ukuran Tubuh Berdasarkan hasil penimbangan bobot badan, pengukuran lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak sapihan sapi Bali jantan dan betina yang dipelihara secara intensif dilakukan sebanyak lima kali disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Hubungan Bobot Badan (a), Lingkar dada (b), Panjang Badan (c), Tinggi Pundak (d) pada berbagai umur. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa umur sapihan sapi Bali berpengaruh sangat nyata terhadap bobot badan (P<001) tetapi,
22
perlakuan jenis kelamin dan interaksi umur dan jenis kelamin tidak berpengaruh nyata. Gambar 7, menunjukkan bahwa rataan bobot badan pada penelitian ini, pada betina umur 4-12 bulan berkisar mulai dari 45-90 Kg (Gambar 7a), sedangkan sapihan sapi jantan berkisar dari 60-100 Kg. Angka ini lebih rendah dari penelitian Latulumanina (2013), pada sapihan sapi Bali jantan dan betina dengan umur 0-1 tahun, dengan rataan bobot badan pada sapihan sapi betina 100,43±53,15 dan rataan untuk sapihan sapi jantan yaitu berkisar 160,3±39,69. Praharani dan Elizabeth (2005), melaporkan bahwa rataan bobot badan umur 190 hari menurut jenis kelamin masing-masing 95,24 Kg dan 87,95 Kg untuk jantan dan betina, sedangkan rataan bobot badan umur 350 hari sebesar 148,35 Kg dan 133,09 Kg untuk jantan dan betina. Perbedaan kelompok umur memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertambahan bobot badan harian.
Hal ini
disebabkan oleh umur ternak dimana semakin tinggi umur maka bobot badan semakin tinggi pula (Fitriah, 2013). Hal ini membuktikan bahwa semakin bertambah umur maka semakin meningkat bobot badan untuk kedua jenis kelamin. Semakin bertambah umur semakin meningkat ukuran tubuh dengan sangat nyata (P<0.01). Lingkar dada pada penelitian ini, pada betina umur 4-12 bulan berkisar mulai dari 98-110 cm dan pada sapihan sapi jantan yaitu berkisar mulai dari 102-113 cm (Gambar 7b). Panjang badan pada jantan yaitu sekitar 81-99 cm dan betina sekitar 82-94 cm (Gambar 7c), sedangkan tinggi pundak pada jantan yaitu sekitar 87-100 cm dan pada betina 87-97,50 cm (Gambar 7c), angka ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Made, dkk., (2014) pada sapihan sapi Bali
23
jantan dan betina pada umur 4-6 bulan di provinsi Bali. Tinggi pundak pada jantan yaitu berkisar 95-105 cm dan pada betina yaitu berkisar 85-95 cm. Hal ini dapat disebabkan karena daerah pemeliharannya. Hasil penelitian Arlina & Khasrad (2003), yang menyatakan bahwa panjang badan sapi Bali jantan umur < 1 tahun 120±8,6 cm dan umur > 1 -2 tahun 120,67 ± 0,81 cm. Selanjutnya Susanti, dkk., (2008) menyatakan bahwa panjang badan sapi Bali jantan pada umur, > 1-2 tahun dan > 2-3 tahun sekitar 103,62 ± 3,76 dan 115,50 ± 2.60 cm. Pengukuran lingkar dada menurut hasil penelitian Arlina & Khasrad (2003), yakni 170,14 ± 1,35 cm dan 170,53 untuk jantan dan betina 150,88 cm. Pedet sapi Bali jantan dengan kisaran umur 0-6 bulan mempunyai pertumbuhan tinggi pundak yang lebih cepat di bandingkan dengan pedet sapi Bali betina, namun secara statistik tidak berbeda nyata (Made dkk., 2014). Hal ini dikarenakan hormon androgen memacu penimbunan garam pada tulang yang menyebabkan pertumbuhan tulang meningkat sedangkan hormon estrogen lebih efektif dalam menyebabkan menutupnya pipa piphyscal (Kay dan Hausseman, 1975). Namun hormon belum bekerja aktif karena belum dewasa kelamin, sehingga laju pertumbuhan tidak berbeda nyata antara pedet sapi Bali jantan dan betina. Penelitian Made dkk., (2014), menyatakan bahwa umur berpengaruh sangat nyata terhadap dimensi tinggi pundak pedet sapi Bali, sedangkan jenis kelamin tidak berpengaruh nyata terhadap dimensi tinggi pundak pedet sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan dimensi tinggi
24
antara pedet sapi Bali jantan dan betina, yang mana pertumbuhan pedet sapi Bali jantan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pedet sapi Bali betina. Pertumbuhan ternak dimulai dari syaraf, otak, tulang otot dan lemak. Syaraf otak dan tulang masak dini, otot masak sedang sedangkan lemak masak lambat (Swatland, 1984). Perbedaan kecepatan pertumbuhan disebabkan oleh perbedaan fungsi dan komponen penyusunnya, bagian tubuh yang berfungsi lebih dulu atau komponen pengusunnya sebagian besar dari tulang akan tumbuh lebih dulu dibandingkan dengan yang berfungsi belakang, atau komponen penyusunnya terdiri dari otot atau lemak (Sampurna, 2013). Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan pertumbuhan bobot badan dan dimensi tubuh sapihan sapi Bali jantan dan sapihan sapi Bali betina diduga kedua kelompok jenis kelamin diberikan pakan yang sama. Menurut Sudarmono dan Bambang (2008), adanya perbedaan antara ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi oleh adanya faktor pakan. Faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan., terlebih apabila dalam pakan tersebut zat-zat pakan untuk pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, vitamin dan mineral maka hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan tubuh ternak tersebut tidak dapat bertumbuh baik Dilanjutkan dengan pernyataan Sugeng (2003), yang menyatakan bahwa adanya perbedaan ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu faktor pengaruh bangsa sapi, pengaruh umur sapi, pengaruh jenis kelamin sapi, pengaruh pakan yang diberikan kepada ternak sapi dan pengaruh suhu serta iklim lingkungan di sekitar habitat sapi.
25
Peningkatan bobot badan merupakan akumulasi dari rataan pertambahan bobot badan harian yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Berat Awal, Berat Akhir dan Pertambahan Bobot Badan (PBB) sapihan sapi Bali jantan dan betina No
Jenis Kelamin
Berat Awal (Kg/ekor)
Berat Akhir (Kg/ekor)
PBB g/ekor/hari
1.
Jantan
61,00
107,60
316±44,38
2.
Betina
47,50
93,70
308±10,01
Rataan
53,85
100,65
312±30,36
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan sapihan sapi Bali jantan lebih tinggi dibandingkan sapihan sapi Bali betina, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Pertambahan bobot badan jantan lebih besar dari pada betina karena adanya hormon testosteron yang menstimulasi proses anabolisme protein dalam tubuh (Sonjaya, 2012). Dimana anabolisme merupakan pembentukan molekul sederhana menjadi molekul yang lebih kompleks. Hal ini sesuai dengan pendapat Kay dan Housseman (1975), yang menyatakan bahwa hormon
androgen
(testosteron)
pada
hewan
jantan
dapat
merangsang
pertumbuhan sehingga ternak jantan lebih besar dibandingkan dengan ternak betina. Hubungan Antara Bobot Badan dan Ukuran Tubuh Hasil analisis regresi linear hubungan antara bobot badan dan ukuran tubuh sapihan sapi Bali jantan dan betina disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Hasil analisis koefisien determinasi dan koefisien korelasi sapihan sapi Bali jantan dan betina pada umur 4-12 bulan. No.
Parameter
Persamaan Regresi
Koefisien
Koefisien
26
Determinasi (R2)
Korelasi
1.
BB_LD
Y = -168,490 + 2,386X
0,65 %
0,656**
2.
BB_PB
Y = -980,212 + 2,075X
0,53 %
0,729**
3.
BB_TP
Y = -195,977 + 3,018X
0,74 %
0,863**
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 = yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Anwar, 2014). Koefisien determinasi yang disimbolkan dengan R2 adalah salah satu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua variabel. Koefisien determinasi itu juga berfungsi sebagai nilai yang menyatakan besarnya keterandalan model, yaitu menyatakan besarnya variasi Y yang dapat diterangkan oleh variasi X.Nilai R 2 dikatakan baik jika berada di atas 0,5 karena nilai R 2 berkisar antara 0 dan 1 (Anwar, 2014). Hasil perhitungan persamaan garis regresi disajikan pada Tabel 3. Kisaran kenaikan ukuran tubuh terhadap bobot badan pada tiap-tiap parameter berbedabeda. Persamaan garis regresi (Y) antara ukuran tubuh dengan bobot badan pada sapi Bali secara berurutan untuk lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak, yaitu Y = -168,490 + 2,386LD, Y= -98,212 + 2,075PB, dan Y -195,977 +
27
3,018PB. Berdasarkan hasil persamaan regresi, diketahui bahwa setiap penambahan 1 cm lingkar dada akan diikuti pula dengan kenaikan bobot badan sebesar 2,386 Kg; setiap kenaikan 1 cm panjang badan akan meningkatkan bobot badan sebesar 2,075 Kg, dan setiap kenaikan 1 cm tinggi pundak akan meningkatkan bobot badan sebesar 3,018 Kg. Kenaikan bobot tubuh bervariasi dari 2,075 Kg untuk panjang badan dan 3,018 Kg untuk tinggi pundak. Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa ketiga variabel erat kaitannya dengan dengan bobot badan. Dengan koefisien determinasi berkisar antara 0,65%-0,74%. Terlihat bahwa
nilai R2 tertinggi yaitu tinggi pundak dengan nilai (0,74%)
dibandingkan lingkar dada (0,65%) dan panjang badan (0,53%). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Ni’am, dkk., (2012) yang menyatakan bahwa lingkar dada pada setiap umur memiliki keeratan hubungan yang lebih baik dengan bobot badan jika dibandingkan dengan tinggi pundak, panjang badan dan lebar dada pada umur yang sama. Hal ini mudah dimengerti karena lingkar dada dan panjang badan menunjukkan volume. Seperti halnya pengukuran volume, secara matematis diperoleh dengan mengalikan luas dan tinggi. Bila diibaratkan luas maka lingkar dada menggambarkan luas dan panjang badan menggambarkan tinggi. Korelasi menyatakan derajat hubungan antara dua variabel tanpa memperhatikan variabel mana yang menjadi peubah. Karena itu hubugan korelasi belum dapat dikatakan sebagai hubungan sebab akibat. Koefisien korelasi (r) antara lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak dengan bobot badan sapi Bali pada Tabel 3 masing-masing 0,656, 0,729, 0,863. Hal ini menunjukkan
28
bahwa hubungan antara lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak dengan bobot badan semakin erat seiring dengan bertambahnya umur. Bertambahnya bobot badan diikuti dengan bertambahnya lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak seiring dengan bertambahnya umur sapi. Tillman, dkk., (1998), menyatakan bahwa pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat, selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai dewasa tubuh. Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai keeratan hubungan antara variabel pengamatan ukuran tubuh dengan bobot badan cukup tinggi (0,65-0,86) untuk menduga bobot badan sapi Bali jantan dan betina (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang menyatakan bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan sangat kuat dan positif antara dua variabel.
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Pertumbuhan bobot badan dan ukuran tubuh sapihan sapi Bali jantan dan betina
yang
dipelihara
secara
insentif
semakin
meningkat
dengan
bertambahnya umur tetapi tidak ada perbedaan pertumbuhan antara jantan dan betina. 2. Terdapat hubungan yang erat antara bobot badan dengan lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak selama umur 4-12 bulan. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian pertumbuhan dan perkembangan sapihan sapi Bali jantan dan betina lebih lanjut sampai dewasa.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong.Jakarta: PT.Agro Media Pustaka. Ahmad, S.N., D.D. Siswansyah, dan O.K.S. Swastika. 2004. Kajian sistem usaha ternak sapi potong di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 7(2): 155−170. Anwar. 2014. Modul korelasi dan regresi, korelasi dan regresi sederhana. Jombang. Arliani. F. dan Khasrad. 2003. Identifikasi beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif sapi Bali bibit di Kabupaten pesisir Selatan. Jurnal peternakan dan lingkungan. Vol. 9. No. 3. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Bambang S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Bamualim, A. dan R. B. Wirdahayati. 2002. Nutrition and management strategies to improve Bali cattle productivity in Nusa Tenggara. Proc. of an ACIAR Workshop on Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia, Skripsi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Blakely, J. dan Bade, D. H., 1992. Ilmu Peternakan IV. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Djagra, I.B., I.B. Arka. 1994. Pembangunan peternakan sapi Bali di propinsi daerah tingkat I Bali. Lokakarya Pengembangan Peternakan Sapi di Kawasan Timur Indonesia, tanggal, 6-8 Februari 1994, Mataram. Ensminger, M. E. 1969. Animal Science. Edisi ke 7. The Interstate Printers and Publisher, Danville. Faniyah. F. 2015. Pertumbuhan pada anak. Laporan hasil karya tulis ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang. Ferdiman, B. 2007. Strategi pengembangan usaha penggemukan sapi potong PT Kariyana Gita Utama Sukabumi. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
31
Fitriah. 2013. Pertambahan berat badan sapi bali pada umur berbeda yang dipelihara secara intensif. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar. Guntoro, S, 2002. Membudidayakan Sapi Potong . Kanisius, Yogyakarta. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hernowo, B. 2006. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ikalor, Alvanista. 2013. Pertumbuhan dan perkembangan. Jurnal pertumbuhan dan perkembangan. 7(1): 1-6. Inounu, I. 2011. Pembentukan domba komposit melalui teknologi persilangan dalam upaya peningkatan mutu genetik domba lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(3): 218-230. Kadarsih S. 2003. Peranan ukuran tubuh terhadap bobot badan sapi Bali di provinsi Bengkulu. Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu, 9 (1) : 45 – 48. Kay. M. R dan Housseman. 1975. The influence of sex on meat production. In meat Fd D.J.A cook and R.A Lawrrie Butterworth. London. Latulumanina. M. 2013. Korelasi antara umur dan berat badan sapi Bali (Bos sondaicus) di Pulau Seram. Agrinimal, 3(1) : 35-40. Made. I. Y. W. P., I Putu. S., I Ketut. S. 2014. Pertummbuhan dimensi tinggi tubuh pedet sapi Bali. Buletin Veteriner Udayana, 6 (1) : 81-85. Ni’am. H. U. M., Purnomoadi. A., Dartosukarno. S. 2012. Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan sapi Bali betina pada berbagai umur. Animal agriculture journal. 1(1) : 551-556. Nyoman. N. J. S., I Ketut. S., I Putu. S. 2015. Hubungan antara dimensi panjang induk dengan pedet pada sapi Bali. Jurnal. Volume 7 No. 2: 129-136. Nurfitri. E. 2008. Sistem pemeliharaan dan produktivitas sapi potong pada berbagai kelas kelompok peternak di kabupaten Ciamis. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
32
Pane, I. 1990. Upaya peningkatan mutu genetik sapi Bali di P3 Bali. Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali. Bali, 20-22 September 1990. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Praharani. L dan Elizabeth. J. 2005. Evaluasi keragaan berat badan sapi Bali umur 190 hari dan 350 hari. Lokakarya nasional pengolahan dan perhitungan sumber daya genetic di Indonesia. Hal 168-174. Rollinson, D.H.L. 1984. Bali Cattle: Evolution of Domesticated Animals. Mason, IL, Longman. New York. Sampurna IP. 2013. Pola pertumbuhan dan kedekatan hubungan dimensi tubuh sapi Bali. Disertasi. Program pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar. Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta. Soenarjo, C. 1988. Buku Pegangan Kuliah Ilmu Tilik Ternak. Cetakan Pertama. C.V. Baru, Jakarta. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging cetakan keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sonjaya. H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press. Bogor. Sosroamidjojo. 1991. Ternak Potong dan Kerja. CV. Yasaguna, Jakarta. Sri Rachma. A. B. 2007. Pertumbuhan dimensi tubuh pedet jantan sapi Bali di kabupaten Bone dan Barru Sulawesi Selatan. Jurnal Sains dan Teknologi. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Vol. 7(2): 103–108. Sri Rachma. A.B., Harada. H., and Ishida T. 2011. The Estimation Of Growth Curve Of Bali Cattle At Bone And Barru Districts, South Sulawesi, Indonesia Using Ten Body Measurements. J.Indonesian Trop.Anim.Agric. 36(4). Sudarmono, A.S dan Y. S. Bambang.. 2008. Sapi Potong Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta. Sugeng, Y.B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugeng, Y. B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugeng, Y. B. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
33
Suprapto. J. 1996. Statistika : Teori dan Aplikasi. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. Susanti. H. F. Arliana dan Rinaldi. 2008. Karakteristik genetik eksternal sapi Bali di Kecamatan Ranah pesisir kabupaten pesisir Selatan. Jurnal peternakan dan lingkungan Vol. 9 No. 3. Fakultas Universitas Andalas. Padang. Susilorini, T. E., E. S Manik, dan Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta. Swatland. H. J. 1984. Structure and development of meat animal. MC Millan Publ com. Talib, C. 2002. Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang Pengembangannya. WARTAZOA 12 (3). Talib, C., K. Entwistle, A. Siregar, Budiarti, Turner, and D. Lindsay. 2003. Survey of Population and Production Dynamics of Bali Cattle and Existing Breeding Programs in Indonesia. ACIAR Proceedings 110: 3-9. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Labdosoekojo. 1998. Cetakan ke 4. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wello, B. 2007. Bahan Ajar Manajemen Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Williamson, G. dan W.J.A. Payne, 1978. An Introduction to Animal Husbandry in The Tropics, Second Edition, ELBS and Longman Group Limited, London. Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1983. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Cetakan I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Williamson, G., dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yusdja, Y. dan N. Ilham. 2004. Tinjauan kebijakan pengembangan agribisnis sapi potong. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 2(2): 167−182.
34
Lampiran 1. Tabel Hasil Analisis Ragam Faktorial Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina pada Umur yang Berbeda Between-Subjects Factors N Jenis_Kelamin 1
25
2
25
4
10
6
10
8
10
10
10
12
10
Bulan
Multivariate Testsc Effect Intercept
Jenis_Kelamin
Bulan
Value
F
Hypothesis df Error df
Sig.
Pillai's Trace
.999 8.481E3a
4.000 37.000
.000
Wilks' Lambda
.001 8.481E3a
4.000 37.000
.000
Hotelling's Trace
916.870 8.481E3a
4.000 37.000
.000
Roy's Largest Root
916.870 8.481E3a
4.000 37.000
.000
Pillai's Trace
.150
1.633a
4.000 37.000
.187
Wilks' Lambda
.850
1.633a
4.000 37.000
.187
Hotelling's Trace
.177
1.633a
4.000 37.000
.187
Roy's Largest Root
.177
1.633a
4.000 37.000
.187
Pillai's Trace
1.265
4.625
16.000 160.000
.000
.141
6.399
16.000 113.674
.000
3.504
7.775
16.000 142.000
.000
Wilks' Lambda Hotelling's Trace
35
Roy's Largest Root Jenis_Kelamin * Bulan
2.668 26.680b
4.000 40.000
.000
Pillai's Trace
.308
.833
16.000 160.000
.646
Wilks' Lambda
.721
.801
16.000 113.674
.681
Hotelling's Trace
.347
.770
16.000 142.000
.717
Roy's Largest Root
.166
1.660b
4.000 40.000
.178
a. Exact statistic b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. c. Design: Intercept + Jenis_Kelamin + Bulan + Jenis_Kelamin * Bulan Tests of Between-Subjects Effects
Source
Depen dent Varia Type III Sum ble of Squares
Corrected Model
BB
16121.445a
9
1791.272
8.916
.000
LD
1245.125b
9
138.347
1.536
.169
PB
1570.880c
9
174.542
4.943
.000
TP
1132.080d
9
125.787
5.970
.000
BB
375931.205
1 375931.205 1.871E3
.000
LD
557040.125
1 557040.125 6.186E3
.000
PB
397118.720
1 397118.720 1.125E4
.000
TP
438797.120
1 438797.120 2.083E4
.000
BB
1285.245
1
1285.245
6.397
.015
LD
186.245
1
186.245
2.068
.158
PB
32.000
1
32.000
.906
.347
TP
62.720
1
62.720
2.977
.092
BB
14689.870
4
3672.468
18.279
.000
LD
958.100
4
239.525
2.660
.047
Intercept
Jenis_Kelamin
Bulan
df
Mean Square
F
Sig.
36
Jenis_Kelamin * Bulan
Error
Total
Corrected Total
PB
1461.080
4
365.270
10.345
.000
TP
1052.480
4
263.120
12.488
.000
BB
146.330
4
36.583
.182
.946
LD
100.780
4
25.195
.280
.889
PB
77.800
4
19.450
.551
.699
TP
16.880
4
4.220
.200
.937
BB
8036.600
40
200.915
LD
3602.000
40
90.050
PB
1412.400
40
35.310
TP
842.800
40
21.070
BB
400089.250
50
LD
561887.250
50
PB
400102.000
50
TP
440772.000
50
BB
24158.045
49
LD
4847.125
49
PB
2983.280
49
TP
1974.880
49
a. R Squared = .667 (Adjusted R Squared = .592) b. R Squared = .257 (Adjusted R Squared = .090) c. R Squared = .527 (Adjusted R Squared = .420) d. R Squared = .573 (Adjusted R Squared = .477)
37
Lampiran 2. Tabel Hasil Analisis Ragam Bobot Badan Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina pada Umur yang Berbeda Within-Subjects Factors Measure : Bulan
Between-Subjects Factors
Bulan
Dependent Variable
1
B1
2
B2
3
B3
4
B4
5
B5
N Jenis_Kelamin
Betina 5 Jantan
5
Descriptive Statistics Jenis Kelamin
B1
B2
B3
B4
B5
Mean
Std. Deviation
N
Betina
47.5000
11.91113
5
Jantan
60.2000
14.73347
5
Total
53.8500
14.29462
10
Betina
81.1000
12.50200
5
Jantan
90.9000
16.68982
5
Total
86.0000
14.83052
10
Betina
93.6000
11.17699
5
Jantan
97.6000
16.96098
5
Total
95.6000
13.70482
10
Betina
92.3000
10.22619
5
Jantan
1.0260E2
19.54610
5
Total
97.4500
15.67633
10
Betina
93.7000
11.05441
5
Jantan
1.0760E2
13.92570
5
Total
1.0065E2
13.93447
10
38
Tests of Between-Subjects Effects Measure:Jenis Kelamin
Source Intercept
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
375931.205
1
375931.205
516.637
.000
Jenis_Kelamin
1285.245
1
1285.245
1.766
.220
Error
5821.200
8
727.650
39
Lampiran 3. Tabel Hasil Analisis Ragam Lingkar Dada Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina pada Umur yang Berbeda Within-Subjects Factors Measure:Bulan Between-Subjects Factors Bulan
Dependent Variable N
1
B1
2
B2
3
B3
4
B4
5
B5
Jenis_Kelamin
Betina
5
Jantan
5
Descriptive Statistics
B1
B2
B3
B4
B5
Jenis Kelamin
Mean
Std. Deviation
N
Betina
98.6000
6.26897
5
Jantan
1.0300E2
6.20484
5
Total
1.0080E2
6.32104
10
Betina
1.0040E2
6.46529
5
Jantan
1.0610E2
5.96238
5
Total
1.0325E2
6.58808
10
Betina
1.0710E2
5.41295
5
Jantan
1.1160E2
7.53658
5
Total
1.0935E2
6.62508
10
Betina
1.0880E2
5.54076
5
Jantan
1.1160E2
7.23187
5
Total
1.1020E2
6.25033
10
Betina
1.0920E2
5.93296
5
Jantan
1.1320E2
7.25948
5
Total
1.1120E2
6.59630
10
40
Tests of Within-Subjects Contrasts Measure:Jenis Kelamin Bulan
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Bulan
Linear
770.062
1
770.062
147.239
.000
Bulan * Jenis_Kelamin
Linear
3.422
1
3.422
.654
.442
Error(Bulan)
Linear
41.840
8
5.230
Source
41
Lampiran 4. Tabel Hasil Analisis Ragam Panjang Badan Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina pada Umur yang Berbeda Within-Subjects Factors Measure: Bulan Between-Subjects Factors Bulan
Dependent Variable
1
B1
2
B2
3
B3
4
B4
5
B5
N Jenis_Kelamin Betina
5
Jantan 5
Descriptive Statistics
B1
B2
B3
B4
B5
Jenis Kelamin
Mean
Std. Deviation
N
Betina
82.6000
4.66905
5
Jantan
81.0000
8.24621
5
Total
81.8000
6.37356
10
Betina
85.6000
3.57771
5
Jantan
84.6000
6.46529
5
Total
85.1000
4.95424
10
Betina
87.2000
4.65833
5
Jantan
89.6000
7.30068
5
Total
88.4000
5.91044
10
Betina
92.2000
3.83406
5
Jantan
95.6000
6.34823
5
Total
93.9000
5.25885
10
Betina
94.0000
1.87083
5
Jantan
98.8000
8.67179
5
Total
96.4000
6.43256
10
42
Tests of Between-Subjects Effects Measure:Jenis Kelamin Source Intercept Jenis_Kelamin Error
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
397118.720
1
397118.720
2.698E3
.000
32.000
1
32.000
.217
.653
1177.680
8
147.210
43
Lampiran 5. Tabel Hasil Analisis Ragam Tinggi Pundak Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina pada Umur yang Berbeda Within-Subjects Factors Measure:Bulan Between-Subjects Factors Bulan
Dependent Variable
1
B1
2
B2
3
B3
4
B4
5
B5
N Jenis_Kelamin
Betina
5
Jantan
5
Descriptive Statistics
B1
B2
B3
B4
B5
Jenis_Kelamin
Mean
Std. Deviation
N
Betina
86.6000
3.57771
5
Jantan
86.8000
2.77489
5
Total
86.7000
3.02030
10
Betina
88.2000
4.02492
5
Jantan
92.0000
6.04152
5
Total
90.1000
5.23768
10
Betina
94.0000
4.35890
5
Jantan
96.6000
4.97996
5
Total
95.3000
4.62000
10
Betina
96.2000
4.54973
5
Jantan
98.6000
4.66905
5
Total
97.4000
4.52647
10
Betina
97.8000
4.91935
5
Jantan
1.0000E2
5.19615
5
Total
98.9000
4.90918
10
44
Tests of Between-Subjects Effects Measure:Jenis Kelamin Source
Type III Sum of df Squares
Mean Square
F
Sig.
Intercept
438797.120
1
438797.120
4.761E3
.000
Jenis_Kelamin
62.720
1
62.720
.680
.433
Error
737.360
8
92.170
45
Lampiran 6. Tabel Hasil Analisis Ragam Koefisien Determinasi Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur 4-12 Bulan Variables Entered/Removedb Model
Variables Entered
Variables Removed
Lingkar_Dadaa
1
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Bobot_Badan Model Summary Model
R
R Square .805a
1
Std. Error of the Estimate
Adjusted R Square
.647
.640
13.32121
a. Predictors: (Constant), Lingkar_Dada ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Regression Residual Total
df
Mean Square
15640.220
1
15640.220
8517.825
48
177.455
24158.045
49
F
Sig.
88.136
.000a
a. Predictors: (Constant), Lingkar_Dada b. Dependent Variable: Bobot_Badan Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Lingkar_Dada
Standardized Coefficients
Std. Error
-168.490
27.249
2.386
.254
Beta
t
.805
Sig.
-6.183
.000
9.388
.000
a. Dependent Variable: Bobot_Badan
46
Variables Entered/Removedb Model
Variables Entered
Variables Removed
Panjang_Badana
1
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Bobot_Badan Model Summary Model
R
R Square .729a
1
Adjusted R Square
.532
Std. Error of the Estimate
.522
15.35241
a. Predictors: (Constant), Panjang_Badan ANOVAb Sum of Squares
Model 1
df
Mean Square
Regression
12844.611
1
12844.611
Residual
11313.434
48
235.697
Total
24158.045
49
F
Sig.
54.496
.000a
a. Predictors: (Constant), Panjang_Badan b. Dependent Variable: Bobot_Badan Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Panjang_Badan
Standardized Coefficients
Std. Error
-98.212
25.144
2.075
.281
Beta
t
.729
Sig.
-3.906
.000
7.382
.000
a. Dependent Variable: Bobot_Badan
47
Variables Entered/Removedb Model
Variables Entered
Variables Removed
Tinggi_Pundaka
1
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Bobot_Badan Model Summary Model
R
R Square .863a
1
Std. Error of the Estimate
Adjusted R Square
.744
.739
11.34239
a. Predictors: (Constant), Tinggi_Pundak ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Regression Residual Total
df
Mean Square
17982.850
1
17982.850
6175.195
48
128.650
24158.045
49
F
Sig.
139.781
.000a
a. Predictors: (Constant), Tinggi_Pundak b. Dependent Variable: Bobot_Badan Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Tinggi_Pundak
Standardized Coefficients
Std. Error
-195.977
23.964
3.018
.255
Beta
t
.863
Sig.
-8.178
.000
11.823
.000
a. Dependent Variable: Bobot_Badan
48
Lampiran 7. Tabel Hasil Analisis Ragam Koefisien Korelasi Sapihan Sapi Bali Jantan dan Betina Pada Umur 4-12 Bulan Correlations
Bobot_Badan
Bobot_Badan
Tinggi_Pundak
1
.863**
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.000
N Tinggi_Pundak
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
50
50
.863**
1
.000
N 50 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
50
Correlations
Bobot_Badan
Bobot_Badan
Panjang_Badan
1
.729**
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.000
N Panjang_Badan
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
50
50
.729**
1
.000
N
50
50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Correlations
Bobot_Badan
Pearson Correlation
Bobot_Badan
Lingkar_Dada
1
.656**
Sig. (1-tailed) N Lingkar_Dada
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
.000 50
50
.656**
1
.000 50
50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
49
DOKUMENTASI PENELITIAN
Persiapan sapihan sebelum penimbangan dan pengukuran
Proses menaikkan sapihan ke atas timbangan digital untuk ditimbang
50
Pengukuran dimensi tubuh dan mencacat angka untuk dimensi tubuh.
Pengukuran dimensi tubuh dan mencacat angka untuk dimensi tubuh
51
Foto bersama pembimbing dan mahasiswa peneliti di Desa Lompo Tengah, Kec. Tanete Riaja, Kab. Barru
52