261
Pertumbuhan plankton pada aplikasi probiotik... (Machluddin Amin)
PERTUMBUHAN PLANKTON PADA APLIKASI PROBIOTIK DALAM PEMELIHARAAN UDANG WINDU (Penaeus monodon FABRICIUS) DI BAK TERKONTROL Machluddin Amin dan Abdul Mansyur Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jln. Makmur Dg. Sitakka No.129 Maros, Sulawesi Selatan 90512 E-Mail:
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan probiotik sebagai upaya untuk memperbaiki lingkungan budidaya (tambak) seperti mengurangi limbah organik pada tambak udang intensif yang berasal dari sisa pakan, kotoran, dan metabolit udang. Tujuan penelitian adalah mendapatkan data informasi tentang pertumbuhan plankton pada aplikasi berbagai sumber karbohidrat untuk perbanyakan bakteri probiotik dalam pemeliharaan udang windu (P.monodon Fabricius), menggunakan bak kayu ukuran 1 m x 1 m x 0,6 m sebanyak 12 buah. Perlakuan yang diuji adalah sumber karbohidrat untuk perbanyakan probiotik yaitu perlakuan A = dedak, perlakuan B = sagu, perlakuan C = tapioka, dan perlakuan D = tanpa sumber karbohidrat, masing-masing dengan 3 ulangan. Organisme yang digunakan adalah benur udang windu (P. monodon Fabricius) ukuran bobot 0,3 g dengan padat tebar 50 ekor/bak. Probiotik yang telah diperbanyak dengan menggunakan komposisi perlakuan diberikan sebanyak 5 ppm setiap 7 hari sekali ke wadah pemeliharaan udang windu. Pengamatan plankton dilakukan sebanyak 3 kali setiap 2 minggu dengan menyaring dan memadatkan air contoh media sebanyak 50 liter menjadi 100 ml dengan plankton net no. 25. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan aplikasi berbagai sumber karbohidrat untuk perbanyakan probiotik belum berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kelimpahan dan jumlah jenis plankton. Komposisi jenis plankton yang ditemukan terdiri atas fitoplankton diwakili oleh kelas Bacillariophyceae, Dinophyceae, dan Cyanophyceae, sedangkan jenis zooplankton diwakili oleh kelas Krustacea, Polychaeta dan Rotatoria. Indeks keragaman menunjukkan komunitas plankton semua perlakuan tidak stabil, indeks keseragaman menunjukkan komunitas plankton pada perlakuan D relatif lebih merata dibanding perlakuan lainnya, indeks dominansi menunjukkan komunitas plankton semua perlakuan dalam keadaan labil.
KATA KUNCI:
plankton, probiotik, udang windu
PENDAHULUAN Satu diantara tujuan pemanfaatan bakteri probiotik yag bersifat non patogen adalah di samping memiliki kemampuan mengurangi koloni bakteri patogen dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen juga menetralisir kualitas air serta memungkinkan sebagai makanan udang di dalam air. Wang et al . (1999) menyatakan bahwa fungsi paling penting penggunaan probiotik adalah mempertahankan kestabilan parameter kualitas air tambak dengan menurunkan bahan organik, amoniak, gas hidrogen sulfida, dan gas-gas beracun lainnya. Menurut Poernomo (2004), ada beberapa alasan penggunaan bakteri probiotik untuk perbaikan kualitas air dan penanggulangan probiotik di antaranya dalam budidaya udang vaname pada kepadatan 80–100 PL/m2 menimbulkan kotoran yang berasal dari feses udang dan sisa pakan serta bangkai plankton di dasar cukup cepat selama pembesaran udang. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembusukan terutama dalam kondisi anaerob sehingga akan menghasilkan gas beracun seperti H2S, NH3, NO2. Jika hal ini terjadi, di samping bisa menyebabkan udang stres dan terserang penyakit seperti virus dan bakteri, juga gas-gas beracun tersebut dalam konsentrasi yang tinggi akan meracuni secara langsung udang peliharaan. Beberapa jenis bakteri probiotik telah beredar dipasaran, baik itu produk dari luar maupun dari dalam negeri. Munculnya berbagai jenis produk bakteri probiotik menimbulkan permasalahan tersendiri, karena biasanya para petani menggunakan probiotik tersebut tanpa mengetahui dengan jelas peruntukan dari produk tersebut. Selain itu, komposisi jenis bakteri yang tercantum pada kemasan suatu produk belum tentu sama dengan yang terkandung di dalamnya, sehingga memerlukan kehatihatian dan kecermatan dalam memilih suatu produk bakteri probiotik.
262
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Selain itu, suatu jenis bakteri probiotik sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dalam hal ini faktor lingkungan di mana bakteri tersebut diisolasi sangat mempengaruhi kemampuannya baik untuk tumbuh dan berkembang maupun untuk melaksanakan fungsinya sebagaimana yang diharapkan. Menurut Poernomo (2004), bahwa probiotik yang diaplikasikan ke dalam tambak harus mampu hidup di dalam tambak, mampu tumbuh, mampu berkembang biak, dan mampu berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Penggunaan probiotik sebagai alternatif penanggulangan penyakit pada budidaya udang telah dlakukan oleh (Devaraja et al., 2002; Meunpol et al., 2003; Gunarto et al., 2006; dan Muliani et al., 2007. Keberadaan plankton di tambak di samping berfungsi sebagai pakan udang dapat pula berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Menurut Dawes (1981), salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan. Oleh karena itu kehadiran plankton di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karasteristik fisiologinya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons tehadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisika, kimia maupun biologi (Reynolds et al., 1984). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan plankton pada aplikasi probiotik dalam pemeliharaan udang windu (Penaeus monodon FABRICIUS) BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan dengan menggunakan bak kayu ukuran 1 m x 1 m x 0,6 m sebanyak 12 unit masing-masing diisi tanah setebal 5 cm, kemudian diberi kapur dolomit 100 g/bak, pupuk urea sebanyak 15 g dan SP 36 sebanyak 7,5 g, air laut dengan salinitas 22 ppt, dan dilengkapi dengan aerasi. Hewan uji yang digunakan adalah tokolan udang windu ukuran 0,3 g/ekor dengan padat tebar 50 ekor/bak. Probiotik yang diuji untuk diperbanyak adalah yang dibeli di pasaran dengan kandungan bakteri terdiri atas spesies Bacillus subtilis, Bacillus megaterium, dan Bacillus polymyxa (Poernomo, 2004). Perlakuan yang dilakukan adalah penambahan jenis sumber karbohidrat untuk perbanyakan probiotik sebagai berikut (Tabel 1), masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Dosis probiotik yang diberikan pada masing-masing perlakuan sebanyak 2 mg/L setiap 3 hari. Tabel 1. Perlakuan perbanyakan probiotik dari sumber karbohidrat Perlakuan A Standar (Poernomo, 2004)
Perlakuan B
Perlakuan C
Dedak halus = 5 kg Tepung ikan = 2 kg Molase = 2,5 L Super NB =2 L Marine yeast = 100 g
Tepung tapioka = 5 kg Tepung ikan = 2 kg Molase = 2,5 L Super NB = 2 L Marine yeast = 100 g
Tepung sagu = 5 kg Tepung ikan = 2 kg Molase = 2,5 L Super NB = 2 L Marine yest = 100 g
Perlakuan D (kontrol) Tanpa karbohidrat Molase = 2,5 L Super NB = 2 L Marine yeast = 100 g
Peubah yang diamati adalah jenis dan kelimpahan plankton yang tumbuh di bak percobaan setiap 2 minggu dengan cara menyaring dan memadatkan contoh air tambak sebanyak 100 L menjadi 100 mL dengan menggunakan plankton net berukuran lubang jaring (mesh size) 60 mikron (No. 25). Identifikasi plankton dilakukan sampai tingkat genera dengan bantuan buku Newell & Newell (1977) dan Yamaji (1976). Kelimpahan plankton dalam contoh air selanjutnya dihitung di bawah mikroskop dengan menggunakan alat Bantu SRC (Sedgwick rafter counter cell) dengan modifikasi rumus APHA (1979).
N=
T P V 1 x x x L p v W
263
Pertumbuhan plankton pada aplikasi probiotik... (Machluddin Amin)
dimana: N =Kelimpahan fitoplankton (ind./L) T =Jumlah kotak dalam SRC (1.000) L =Luas kotak dalam satu lapang pandang P =Jumlah fitoplankton yang teramati p =Jumlah kotak SRC yang diamati V =Volume air dalam botol sampel v =Volume air dalam dalam kotak SRC W =Volume tambak air yang tersaring
Indeks keragaman fitoplankton dihitung berdasarkan berdasarkan rumus Shannon-Wiever sebagai berikut (Wilhm & Dorris, 1968 in Masson, 1981): n
H' = - ∑ pi ln pi i =1
dimana: H’ =indeks keanekaragaman Shannon-Wiever pi =ni/N ni =jumlah individu jenis ke i N =jumlah seluruh individu
Indeks Keseragaman dihitung sebagai berikut (Odum, 1971):
E=
H' H' maks
dimana: E =indeks keseragaman H2 =indeks keragaman H2 maks =ln S S =jumlah spesies
Indeks dominasi dihitung berdasarkan Indeks Simpson in Legendre & Legendre (1983) sebagai berikut:
⎛ ni ⎞ C=Σ⎜ ⎟ ⎝N⎠
2
dimana: C =indeks dominansi Simpson ni =jumlah individu jenis ke 1 N =jumlah total individu
Kualitas air diamati setiap 2 minggu meliputi: parameter suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, dan alkalinitas dilakukan secara in situ, sedangkan parameter nitrat, nitrit, fosfat, dan bahan organik dianalisis di laboratorium. Analisis plankton dan kualitas air dilakukan secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Jumlah Individu dan Jenis Plankton Kelimpahan individu, jumlah jenis, dan indeks biologi plankton yang diperoleh selama penelitian tertera pada Tabel 2, pertumbuhan plankton selama penelitian disajikan pada Gambar 1 dan susunan jenis plankton yang diperoleh tertera pada Lampiran 1. Pada Tabel 1 terlihat bahwa jumlah individu plankton cenderung tertinggi pada perlakuan A = 49,41 ind./L, menyusul masing-masing perlakuan C = 27,832 ind./L, perlakuan B = 23,856 ind./L dan perlakuan D = 10,560 ind./L. Hasil uji statistik perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kelimpahan individu plankton. Berdasarkan hal
264
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 2. Rataan kelimpahan individu dan jenis, indeks keragaman, indeks keseragaman dan Indeks dominansi plankton selama penelitian Perlakuan
Parameter Jumlah individu plankton (ind./L) Jumlah jenis (genera) Indeks Biologi Plankton : Indeks keragaman (H’) Indeks keseragaman (E) Indeks dominasi (D)
A
B
C
D
49.941 11
23.856 10
27.832 10
10.56 10
0,436 0,293 0,811
0,239 0,188 0,878
0,208 0,241 0,827
0,609 0,444 0,696
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan 3 jenis sumber karbohidrat pada perbanyakan probiotik memiliki kondisi yang sama untuk pertumbuhan plankton. Gambar 1 memperlihatkan pola pertumbuhan plankton pada ketiga perlakuan hampir sama pada setiap pengamatan. Pada awal pengamatan perkembangan plankton pada semua perlakuan masih sangat rendah, kemudian mulai meningkat pada pengamatan hari ke-22 dan mengalami puncak pertumbuhan pada pengamatan hari ke-37. Perkembangan plankton pada Gambar 1 sejalan dengan kandungan fosfat pada bak pemeliharaan benur pada awalnya relatif rendah disemua perlakuan, tetapi kemudian meningkat terus seiring dengan semakin lama penelitian berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1999) bahwa sisa pakan, feses udang dan bahan organik lainnya didekomposisi oleh mikroorganisme menjadi nutrien anorganik seperti fosfat, amonia, dan karbondioksida. Peningkatan kandungan fosfat dalam air dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton. Menurut Raymont (1980), fosfat dapat menjadi faktor pembatas, baik temporal maupun spasial bagi fitoplankton. Kandungan fosfat selama penelitian berkisar 0,004–4.176 mg/L (Tabel 3). Mackenthum (1969) menyatakan kandungan fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton berkisar pada 0,09–1,80 mg/L.
140000
Kelimpahan (ind./L)
120000 100000 A 80000
B
60000
C D
40000 20000 0 28-Sep
20-Okt.
4-Nop.
Waktu pengamatan
Gambar 1. Pertumbuhan Plankton Selama Penelitian Hasil identifikasi jumlah plankton yang didapatkan dari semua perlakuan selama penelitian (Lampiran 1) adalah sebanyak 14 genus, yang tergolong ke dalam 6 kelas. Masing-masing fitoplankton (6 genus) dan zooplankton (8 genus). Fitoplankton tersusun atas 3 kelas yaitu Bacillariophyceae (3 genus), Dinophyceae (2 genus), dan Cyanophyceae (1 genus). Zooplankton tersusun atas 4 kelas
265
Pertumbuhan plankton pada aplikasi probiotik... (Machluddin Amin) Tabel 3. Kisaran kualitas air media selama penelitian Parameter BOT (mg/L) Fosfat (mg/L) Nitrat (mg/L) Amoniak (mg/L) Nitrit (mg/L)
Perlakuan A
B
C
D
37,34–56,66 0,004–4,176 0,060–0,13 2 0,016–0,48 0,004–0,11
33,84–47,49 0,093–3,047 0,018–0,085 70,013–0,542 10,002–0,335
33,84–46,51 0,149–2,453 0,021–0,441 0,014–0,609 0,005–0,086
33,43–47,27 0,312–2,639 0,017–0,085 0,019–0,334 0,022–0,104
yaitu krustase (6 genus), Polychaeta (1 genus), dan Rotatoria (1 genus). Genera dari fitoplankton yang didapatkan pada semua perlakuan adalah Navicula dan Pleurosigma (Kelas Bacillariophyceae) serta Oscillatoria (Kelas Cyanophyceae). Komposisi di mana jenis fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae selalu lebih banyak diperoleh dibanding dengan kelas lainnya dan sering ditemukan di beberapa perairan laut dan tambak. Hasil penelitian plankton yang telah dilakukan di tambak, Amin & Brata (2002) dan Amin (2007) juga mendapatkan hasil komposisi jenis yang hampir sama dalam penelitian ini yaitu didominasi oleh kelas Bacillariophyceae. Jenis zooplankton yang didapatkan pada semua perlakuan adalah Oithona, Temora, Tortanus, dan nauplii Copepoda (kelas Krustase) dan Brachionus (kelas Rotatoria). Jumlah jenis zooplankton dari kelas Krustacea merupakan hal yang sangat sering dijumpai dalam perairan tambak. Menurut Parsons et al. (1984), zooplankton dari kelas Krustase seringkali dijumpai mendominasi komunitas zooplankton dalam suatu perairan, terutama dari kopepoda calanoid, amphipoda dan euphasid. Pada beberapa daerah, Copepoda merupakan golongan Crustaceae yang merupakan penyusun utama komunitas zooplankon (Levinton, 1982; Nybakken, 1992). Dominasi Copepoda dalam komunitas zooplankton juga didapatkan oleh Amin (2007) di tambak. Indeks Biologi Plankton Indeks biologi yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (D) jenis plankton. Indeks biologi ini untuk mengevaluasi komunitas plankton tambak yang ditemukan pada setiap perlakuan. Nilai indeks biologi fitoplankton yang diperoleh tertera pada Tabel 2. Nilai indeks keragaman plankton pada semua perlakuan masingmasing adalah pada perlakuan A = 0,436, perlakuan B = 0,239, perlakuan C = 0,208 dan perlakuan D = 0,609. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap indeks keragaman plankton. Menurut Stirn (1981), nilai indeks keragaman dengan nilai < 1 menunjukkan bahwa secara umum komunitas plankton pada semua perlakuan adalah keadaan tidak stabil. Pada Lampiran 1 terlihat genera Oscillatoria dari kelas Cyanophyceae memiliki jumlah individu sangat melimpah dibanding dengan genera lainnya. Tingginya kelimpahan genera Oscillatoria pada semua perlakuan diduga disebabkan kisaran kandungan fosfat yang cukup tinggi yaitu berkisar 0,004– 4,176 mg/L. Thornton et al. (1990) dan Prowsc in Musa (1992) mengemukakan, perairan dengan kandungan fosfat tinggi (>0,10) didominasi oleh fitoplankton dari kelas Cyanophyceae. Indeks keseragaman fitoplankton untuk semua perlakuan selama penelitian tertera pada Tabel 2 yaitu pada perlakuan A = 0,293, perlakuan B = 0,188, perlakuan C = 0,241 dan perlakuan D = 0,444. Hasil analisis ragam perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap indeks keseragaman plankton. Nilai ini menggambarkan keseragaman antar genera di dalam komunitas adalah rendah, yang mencerminkan kekayaan individu yang dimiliki masing-masing genera sangat jauh berbeda (Lind, 1979). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi habitat tambak penelitian dihuni oleh fitoplankton yang relatif tidak serasi untuk pertumbuhan dan perkembangan masing-masing spesies. Indeks dominasi fitoplankton yang diperoleh pada semua perlakuan selama penelitian mendekati nilai 1 yaitu untuk perlakuan A = 0,811, perlakuan B = 0,878, perlakuan C = 0,827 dan perlakuan D = 0,696 (Tabel 2). Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
266
indeks dominasi plankton pada semua perlakuan. Data tersebut menunjukkan bahwa pada semua perlakuan dalam struktur komunitas plankton yang diperoleh dijumpai genera yang mendominasi dalam populasi. Hal ini terjadi karena habitat yang dihuni sedang mengalami gangguan antara lain didapatkan kandungan fosfat yang cukup tinggi pada semua perlakuan yaitu berkisar 0,004–4,176 ppm (Tabel 3). KESIMPULAN 1. Aplikasi probiotik pada media pemeliharaan udang windu tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan jenis dan individu plankton. 2. Kondisi komunitas plankton pada penelitian ini tidak stabil, keseragaman komunitas rendah dan struktur komunitas dalam keadaan labil. 3. Genera Oscillatoria mendominasi jumlah individu plankton pada semua perlakuan. DAFTAR ACUAN Amin, M. & Pantjara, B. 2002. Penggunaan berbagai pupuk organik terhadap kelimpahan plankton pada bak terkontrol. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Tepat Guna Berorientasi Agribisnis Untuk Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan Pertanian Wilayah. Balitbang Pertanian, hlm. 263–269. Amin, M. 2007. Pengaruh frekuensi pemupukan susulan (Urea & SP36) terhadap komposisi dan kelimpahan plankton pada tambak budidaya Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di tambak. Prosiding Seminar Nasional Kelautan III. Universitas Hang-Tuah, hlm. 31–34. APHA (American Public Health Assosiation) 1979. Standard method for examination of water and waste water. Fourtheenth Ed. APHA-AWWA-WPVC Published. American Public Health Assosiation 1015. Eighteenth Street. Washington D.C. Boyd, C.E. 1999. Codes of practice for resposible shrimp farming. Department of Fisheries and Allied Aquacultures. Aubum University, AL USA, 36 pp Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. A. Wiley Interscience. Publ., 628 pp. Devaraja, T.N., Yussoff, F.M., & Shariif, M. 2002. Changes in bacterial poplations and shrimp production in ponds treated with commercial microbal product. Aquaculture, 206: 245–256. Legendre, L. & Legendre, P. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publ. Co. New York Levinton, J.S. 1982. Marine Ecology. Prentice-Hal. Inc. Englewood Cliffs. New Yersey. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. PT Gramedia, Jakarta. Gunarto & Mansyur. A. 2007. Budidaya udang vanamei (Litopenaeus vanamei)di tambak dengan padat tebar berbeda menggunakan sistem pemupukan susulan. J. Ris. Akuakultur, 2(2): 167–176. Gunarto, Tangko, A.M., Tampangallo, B.R., & Muliani. 2006. Buddaya udang windu (Penaeus monodon)di tambak dengan penambahan probiotik hasil perbanyakan. J. Pen. Perik. Indonesia (in press): 12 hlm. Masson, C.V. 1981. Biology of Water Pollution. Longman Scientific and Technical Longman Singapore Publisher Ptc. Ltd. Singapore. Meunpol, D., Lopinyosiri, K., & Menasveta, P. 2003. The Effects of ozone and probiotics on the survival of black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture, 220: 437–448. Mackenthum, K.M. 1969. The Practice of Water Pollution Biology. United States Departement of Interior, Federal Water Pollution Control Administration, Division of Technical Support. Muliani, Susianingsih, E., & Nurbaya. 2007. Perubahan kualitas air dan sintasan udang windu (Penaeus monodon) dalam laboratorium yang ditreatmen dengan bakteri probiotik dengan komposisi jenis dan kepadatan yang berbeda. Prosiding Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, hlm. 286–294. Musa, M. 1992. Komposisi, Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton serta Hubungan Terhadap Fisik Kimia perairan di Waduk Selorejo Malang Jawa Timur. Tesis Magister. PPS IPB. Bogor, 82 hlm. Newell, G.E. & Newell, R.C. 1977. Marine Plankton a Practical Guide 5th. Edition. Hutchinson of London, 244 pp.
267
Pertumbuhan plankton pada aplikasi probiotik... (Machluddin Amin)
Odum, E.P. 1971. Fundamental Ecology. Third Edition. W.B. Saunders, Co. Philadelphia. London. Parsons, T.R., Takahasi, M., & Hargrave. 1984. Biological Oceanographyc Processes. Pergamon Press. 3rd Edition. Toronto. New York. Poernomo, A. 2004. Teknologi probiotik untuk mengatasi permasalahan tambak udang dan lingkungan budidaya. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya, Semarang, 27–29 Januari, 24 hlm. Raymont, J.E.G. 1980. Plankton and Productivity in the Oceans. Pergamon Press, Oxford. Reynolds, C.S., Tundisi, J.G., & Hino, K. 1984. Observation on a Metalimnetic Phytoplankton Population in a Stably Stratiffied Tropical Lake. Arch. Hydrobiol. Argentina, 97: 7–17. Thornton, K.W., Kimmel, B.L., & Fayne, F.E. 1990. Reservoir Limnology. Ecology Perspectives. John Wiley & Sons. Inc. New York, 246 pp. Wang, Y.G., Tan, O.L., Lee, K.L., Hassan, M.D., & Shariff, M. 1999. Health management of shrimp during grow-out. Info fish International, 4: 33–36. Yamaji, I.,1976. Illustration of the marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing Co. Ltd.
268
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Lampiran 1. Komposisi jenis dan jumlah individu (ind./L) plankton yang diperoleh selama penelitian No
Nama Jenis (Genera)
Perlakuan A
B
C
D
2 27 1
3 3 -
425 23 -
8 6 -
1
1 -
1 -
-
Oscillatoria
49.876
23.809
27.324
10.457
Jumlah fitoplankton
49.907
23.812
27.777
10.471
7 11 4 7
7 9 5 1
2 4 3 1 4
7 33 9 3 5 15
3
1
-
-
Brachionus
2
21
41
17
Jumlah zooplankton
34
44
55
89
49.941
23.856
27.832
10.56
Fitoplankton Kelas Bacillariophyceae 1 2 3
Navicula Pleurosigma Pseudo Nitzschia Kelas Dinophyceae
4 5
Protoperidinium Prorocentrum Kelas Cyanophyceae
6
Zooplankton Kelas Krustacea 1 2 3 4 5 6 7 8
Acartia Oithona Temora Tortanus Balanus Naupli Kopepoda Kelas Polychaeta Larva Polychaeta Kelas Rotatoria
Total Plankton