PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2001-2008
Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar sarjana Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : ADITYA PRAMULYAWAN F1106015
UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS EKONOMI SURAKARTA 2010
i
ABSTRAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2001-2008 Aditya Pramulyawan F1106015 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita Kabupaten Karanganyar, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar serta klasifikasi kawasan ketimpangan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari hasil publikasi BPS yang mencakup: Laju Pertumbuhan Ekonomi tahun 2001-2008, Jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008, PDRB perkapita Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008. Klasifikasi kecamatan dihitung menggunakan Tipologi Klassen, sedangkan untuk ketimpangan pendapatan dihitung menggunakan Indeks Williamson, kemudian Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Hasil analisis dengan Tipologi Klassen menujukkan bahwa kecamatan di Kabupaten Karanganyar kebanyakan masuk dalam daearah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal. Untuk hasil analisis dengan menggunakan Indeks Williamson, di dapat bahwa tingkat ketimpangan Kabupaten Karanganyar berkisar antara 0,89 sampai dengan 0,92 sehingga hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Karanganyar masuk dalam kawasan ketimpangan besar. Untuk hasil perhitungan dengan menggunakan Korelasi Pearson dapat diketahui bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan adalah tidak signifikan. Mengacu pada hasil penelitian, maka diajukan beberapa saran kepada Pemerintah Daearah Kabupaten Karanganyar yaitu pertama, mengarahkan atau memprioritaskan perencanaan pembagunan bagi daerah yang relatif tertinggal dengan strategi penanggulangan kemiskinan. Kedua, meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional melalui peningkatan PDRB tanpa harus memperbesar ketimpangan pendapatan.
Kata kunci : Pertumbuhan Ekonomi (PDRB), Tipologi Klassen, Disparitas pendapatan, Indeks Williamson (IW), Korelasi Pearson.
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN Karya ini aku persembahkan kepada : ALLAH SWT Hanya kepada MU kembaliku, semoga Engkau mengampuni segala dosaku InsyaAllah karya ini adalah jembatan menuju impianku Dan bimbinglah hamba, agar selalu berada dijalan MU
Karya Sederhana ini ku hadiahkan untuk : Ayah & Ibuku tersayang, yang senantiasa mengiringiku dengan doa dan kasih sayang. Mbah Uti & Adikku Sobat-sobatku Almamaterku
v
MOTTO
“Ketahuilah bahwa kemenagan akan datang bersama kesabaran, jalan keluar akan datang bersama kesulitan, dan kemudahan itu ada bersama kesusahan” (Rasulullah SAW)
”Barang siapa mengurangi satu kesulitan saudaranya sewaktu di dunia, maka Allah akan mengurangi kesulitan-kesulitannya pada hari qiyamat kelak ”. (Al-Hadits)
”Kebahagiaan itu terdapat pada pengorbanan, menahan keinginan pribadi, pencurahan segala upaya, dan mencegah semua bahaya, serta jauh dari sifat egoisme dan balas dendam” (A’idh Al-Qorni)
” Jadikanlah kelemahan menjadi suatu kelebihan yang dsapat bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain” (Penulis)
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas bimbingan dan petunjuk-Nya penulis selalu diberikan kekuatan dan keteguhan iman dan kepercayaan diri sehingga dapat menyelesaikan karya kecil ini, penulisan skripsi yang berjudul PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN
PENDAPATAN
ANTAR
KECAMATAN
DI
KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2001-2008. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selebihnya, penulis berharap skripsi ini bisa menjadi bahan perbandingan atau referensi
bagi
penelitian-penelitian
selanjutnya
yang
berkaitan
dengan
ketimpangan pendapatan. Penulis menyadari bahwa di balik penyusunan skripsi ini terdapat banyak orang-orang luar biasa yang memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan serta motivasi kepada penulis, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Sutanto, MSi selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak selaku dekan Fakultas Ekonomi UNS. 3. Bapak Drs. Agustinus Suryantoro, M.Si selaku Pembimbing Akademik.
vii
4. Bapak Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNS. 5. Ibu Izza Mafruhah, SE, Msi
selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan FE UNS. 6. Keluarga dan teman-temanku yang selalu sabar memberikan dukungan dan doa untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh Dosen di Fakultas Ekonomi, terimakasih telah membimbing saya dan memberi saya tambahan ilmu yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Staf Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas sebelas Maret, terima kasih telah melayani kami hingga kami beranjak keluar dari Fakultas tercinta. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Apabila ada kesalahan, penulis juga memohon maaf, karena manusia tempat salah dan dosa. Demikianlah, semoga skripsi ini bisa bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surakarta, 15 April 2007.
Aditya Pramulyawan
viii
Many Thank’s to :
ALLAH SWT, segala puji bagi Nya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberi begitu banyak kenikmatan dan banyak memberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini...
Kedua Orang tuaku. Bapak, terima kasih atas segala dukungan yg diberikan. Terima kasih banyak atas segala yang telah kau ajarkan padaku mengenai hidup ini. Ibu, makasih sudah banyak mendoakanku. Drs. Sutanto, MSi, yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi. Drs. Hari Murti, MSi dan Drs. Supriyono, MSi yang telah meluangkan waktu untuk menjadi penguji. Buat Mbah Uti, makasih buat segala nasihat-nasihatna, kemudian buat adikku Buat temen2ku EP 06 or IncHa-InChI ComUniTy : Erma(akhuirnya Ma, stlah pejuangan yang berat, disertai tangisan, terbayar juga semuanya, heheeeee),Dani(temen q yg puaaaliiiing keren, banyak bnget yo pengalamanmu),Vina(cepet dirampungke skripsine Vin, jo dolan wae),Puji(gmana skripsimu kok jrng kliatan),Pipit(Kpan2 ke Tasikmadu n rumahmu ya ? kan deket... ), Satrio(berwibawa bngt yo dirimu), Iyus(ndang nyusul pendadaran,Trus gmana kbar si CempluK ), Agus“Bocil“(Cil, yen wis rampung skripsiane kabar2 ya..,dolan2 bareng meneh yo.), Yohan(Jrene toe kyo artis to<wuuee’>heeee...., ndang rampungke skripsine), Anggun(temen ku yg pling intelek abeeeees n seneng jaim),Danang(woi,,,,,g teu kliatan , pacaran + nge-mig- trus mesti ), Mami Tisna(Mam, duluan yo, jo lali q lo, kpan2 padu meneh ya, msh kangen ma Lab PP gak?),Febri(Gwe suka gaya loe, jangan pnah bosen gojegan mbi q yo ),Fetri(yang suka cinlok ki, temen seperjuangan deg-degan, tp kyke wsudane cpetan kmu,heeee.....), Nisa(gmana kbarmu buk, kok hilang/, kerja terus mesti), Danu(skrng kmu sibuk bngt to),Feni(Kok g pnah kliatan),
ix
Hadi(Si prof yg nge BAND bngt), Hanif(kamu itu kliatan misterius, heeee... ayo jd tenis gak),Ayu (kpan2 traktir buah naga ya, Sragen aman to? Cpet pendadran ya),Wida (Skripsimu smpe ke Sumatera to, jauh banget) Sidiq (Gmana skripsimu Diq, kok g pnah maen kekampus?), Susan ( temen sperjuangan bingungnya daftar ciiiieeee ujiana dpet A ki),Nurul (cpet ujian Nur, kan dah jadi skripsine to),Wiwin (Wiiiiiiin, ndang rampungke skripsimu. Kapan ya bs gojegan lg ky Lab PP dulu), Andi (pertama kali q knal anak EP, yoe kwe iku),Yuli (Yanto, ratakandani ..... ☺, raja nge MIG ki),Yudi (ayo Yud, semangat kuliahna), Wawan(tak kandake yen toe........ ya, kapan dolan mahmu). N sory ya lo q bnyak slah ma kalian, maapin yaaaa................ Eko 04,Lindung 05,Pras 05, Catur 05,Handoko 05, Sonny 07 n kakak n adik tingkat yang laena, trims dah dibagi-bagi pengalamana. Wat sohib-sohib di rumah: Imam(ayo Mam ndang garap skripsine), Happy(kapan nikah?heee....),Fajar (Mg2 ktularan cpet dpet kerjaan) Full Magic TensClub Mr.Warno, Agung, Frury (sory yen slama ki kalian tak dadeke pelampiasan wktu tenes), M Deni Indra (awakmu saiki keren), D’Ayo’& D’ David (si kecil sumber inspirasi), Iim, Yudhi, Bashori n Zulkifli( seneng dah temenen ma kalian),Milu (kerja dimana toe?? Mg2 q cpet ktularan ndang kerja ya ) Pegawai BPS yang sudah mau direpoti tanya-tanya ttg data Mksh juga bwt Supra Biru yang slalu jd partner q kemana mana, wat komputer ma si printer yang dah mbantu skripsi q slama ni, Kemudian semua sahabat, teman, dan kawan yang belum dapat ku tuliskan satu per satu, percayalah jika aku tuliskan semua disini skripsi ini akan berjudul UcApan TeRimA kAsIH ToK. Terimakasih atas waktu, kebersamaan, dan cerita yang dapat aku tuliskan bersama kalian dalam cerita kehidupanku.
x
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ..........................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................
v
MOTTO...............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .........................................................................
vii
DAFTAR ISI .......................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...............................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
8
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori .......................................................................
10
1. Pertumbuhan Ekonomi .....................................................
10
2. Pertumbuhan Ekonomi Regional.......................................
12
3. Pengertian Disparitas ........................................................
17
4. Ketimpangan Pembangunan Daerah .................................
18
5. Penyebab Ketimpangan /Disparitas ...................................
18
xi
6. Penaggulangan Disparitas Wilayah ...................................
25
7. Pendapatan Regional ........................................................
30
B. Penelitian Terdahulu ...............................................................
39
C. Kerangka Pemikiran ..............................................................
42
D. Hipotesis Penelitian ...............................................................
44
BAB III : METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................
45
B. Jenis dan Sumber Data............................................................
45
C. Definisi Operasional Variabel .................................................
46
D. Alat Analisis Data ..................................................................
47
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian .......................................
53
B. Analisis Data dan Pembahasan................................................
58
1. Tipologi Klassen................................................................
58
2. Indeks Williamson .............................................................
66
3. Korelasi Pearson ...............................................................
72
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................
74
B. Saran ......................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I.1
Halaman Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dan Nasional
Tahun 2004-2008........................................................................................2 I.2
PDRB dan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.................................................................................................6
IV.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karanganyar ...........................54 IV.2 Jumlah Penduduk Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008.....................................................................................56 IV.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008......................................................................................57 IV.4 PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 .............................................58 IV.5 Rata-rata PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan Laju Pertumbuhan Tahun 2001-2008......................................................60 IV.6 Hasil analisis Tipologi Klassen Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2008......................................................................................60 IV.7 Klasifikasi Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar Menurut Tipologi Klassen Tahun 2001-2008...........................................65 IV.8 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008.....................................................................................66
xiii
IV.9 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tanpa Kecamatan Jaten Tahun 2001-2008.............................................70 IV.10 Korelasi Pearson Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan................................................................72
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran....................................................................... 42 4.1 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008.........................................................................................67
4.2 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tanpa Kecamatan Jaten Tahun 2001-2008...................................................69
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi
harus
menghitung
laju
pertumbuhan
ekonomi.
Sedangkan
pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya harus dinikmati penduduk, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu dapat dinikmati penduduk jika pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi (Suseno, 1990:35). xv
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono, 1985:19). Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan dari berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga berlaku atau harga konstan. Sehingga perubahan dalam nilai pendapatan hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan akan perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi dari pada yang dicapai pada masa sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Indikator tersebut tidak hanya menunjukan bagaimana hasil-hasil pembangunan tersebut didistribusikan dan siapa saja yang sesungguhnya menikmati pertumbuhan ekonomi tetapi seberapa jauh pembangunan telah berhasil menyejahterakan masyarakatnya. Tingkat pertumbuhan dari 33 provinsi yang ada di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun yaitu selama periode 2004 – 2008, menunjukkan bahwa pada tahun 2005 laju pertumbuhan menunjukkan angka 5,38%, tahun 2006 sebesar 5,18%, kemudian tahun 2007 sebesar 5,67% dan merupakan laju pertumbuhan tertinggi dari tahun 2004-2008, serta pada tahun 2008 sebesar 5,59. Dalam kurun waktu lima tahun tersebut pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah dirasa cukup stabil, karena tidak ada perubahan yang mencolok. Kemudian untuk pertumbuhan PDRB Jawa Tengah dalam kurun waktu yang sama juga tidak mengalami perbedaan yang mencolok, hal ini terlihat dari tahun 2005-2008 pertumbuhan PDRB Jawa Tengah berkisar 5%.
xvi
Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2004-2008 Provinsi Jawa Tengah PDRB adhk 2000 Pertumbuhan (%) 2004 135,789,872.31 2005 143,051,213.88 5,35 2006 150,682,654.75 5,33 2007 159,110,253.77 5,59 2008 167,790,369.85 5,46 Sumber: PDRB menurut Provinsi, diolah Tahun
33 Provinsi PDRB adhk 2000 Pertumbuhan (%) 1,604,036,087.33 1,690,311,332.78 5,38 1,777,950,133.39 5,18 1,878,738,648.38 5,67 1,983,833,965.19 5,59
Keterangan : adhk = atas dasar harga konstan
Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang ada di Indonesia agar tepat sasaran, maka pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari
pembangunan
nasional
diarahkan
untuk
pengembangan
daerah.
Pembangunan yang ada di daerah harus disesuaikan dengan prioritas dan potensi yang dimiliki karena setiap daerah tentu memiliki potensi yang berbeda. Setiap daerah dituntut untuk mampu mengolah potensi yang dimiliki guna meningkatkan kemampuan daerah agar tidak tertinggal dengan daerah lain. Pembangunan ekonomi merupakan upaya dari suatu bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumber daya yang ada. Usaha-usaha pembangunan baik yang menyangkut sektoral maupun regional telah banyak memberikan hasil-hasilnya yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan sendiri bukanlah tujuan melainkan alat untuk menurunkan kemiskinan dan mengurangi disparitas distribusi pendapatan.
Jadi
berkurangnya
ketidakmerataan
distribusi
pendapatan
merupakan inti dari pembangunan. Jika pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti pemerataan hasil-hasil pembangunan kepada seluruh golongan
xvii
masyarakat, maka hal tersebut tidak ada manfaatnya dalam mengurangi disparitas pendapatan (Grisvia, 2003:1) Dalam Kuncoro (2004) Kuznets menyatakan bahwa pada awal pembangunan ekonomi, perbedaan laju pertumbuhan ekonomi yang besar mengakibatkan kesenjangan dalam distribusi pendapatan antar propinsi. Namun, dalam jangka panjang, pada saat kondisi ekonomi mencapai tingkat kedewasaan (maturity), perbedaan laju pertumbuhan output antar propinsi cenderung akan mengecil bersamaan dengan meningkatnya
pendapatan
perkapita rata-rata di setiap propinsi. Pada akhirnya akan menghilangkan kesenjangan ekonomi antar daerah. Pembangunan daerah dapat menjadi suatu jembatan dalam realisasi pembangunan nasional. Persoalan ketimpangan antar daerah, misalnya, merupakan salah satu pokok permasalahan dari berbagai persoalan besar lainnya yang hingga kini masih terus-menerus diagendakan. Tidak kurang mulai dari sekedar tuntutan peningkatan porsi keuangan daerah hingga gerakan pembangkangan yang mengarah pada ancaman pemisahan dari wilayah kesatuan Indonesia akhir-akhir ini semakin gencar dilakukan berbagai kalangan. Pembangunan daerah tidak hanya melihat pertumbuhan ekonomi saja tetapi juga ketimpangan pendapatan daerah. Ketimpangan pendapatan daerah terjadi disebabkan oleh adanya konsentrasi kegiatan ekonomi, perbedaan alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi antar daerah, perbedaan sumber daya alam, perbedaan kondisi demografis, kurang lancarnya perdagangan (Tambunan, 2001: 191)
xviii
Selama ini pemerintah pusat terlalu memikirkan kepentingan dirinya ketimbang kepentingan daerah. Padahal, untuk mewujudkan kepentingan pusat, tidak terhitung lagi seberapa besar sumber-sumber kekayaan daerah yang telah diberikan. Sementara, pola-pola pendistribusian hasil-hasil pembangunan yang selama ini dilakukan dianggap masih kurang sepadan yang mengakibatkan adanya ketimpangan daerah. Dari sebagian daerah, ketidakadilan yang dirasakan, diperparah oleh minimnya perbaikan program-program pemerataan. Yang terlihat, meskipun secara konseptual pembangunan selalu menjadi salah satu prioritas pembangunan, tetapi jurang pemisah antara pusat dan daerah semakin melebar, sehingga dikotomi pusat dan daerah pun lambat laun menjadi semakin menebal. Secara sederhana, segenap nilai kegiatan ekonomi baik berupa produksi barang maupun jasa suatu daerah dalam satu satuan waktu (tahun) dapat dijadikan indikator. Dalam hal demikian, perhitungan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dijadikan acuan. Pendekatan demikian secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan atau balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut. Perhitungan total PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk tiap-tiap propinsi memang menggambarkan kekayaan daerah dari sudut produksi dan kegiatan ekonomi. Namun, apakah kekayaan propinsi juga menjadi kekayaan penduduknya, itu soal lain lagi. Pasalnya, tidak semua kegiatan ekonomi dimiliki oleh masyarakat disuatu daerah. Bisa saja suatu daerah hanya menjadi tempat terjadinya kegiatan ekonomi, yang kepemilikannya justru datang dari luar. Atau, sumber daya alam berada di
xix
daerah tersebut, namun segala produk dan kegiatan ekonominya diatur oleh korporasi global dan oleh pemerintah pusat. Sehingga hasilnya pun lebih banyak yang ditarik keluar daerah tersebut atau ke pemerintah pusat di Jakarta. Dengan kata lain, manfaat dan alokasi investasi dari keuntungan dinikmati olek pemilik modal, sedangkan penarikan sebagian besar keuntungan bagi hasil dan pajak dinikmati oleh pemerintah pusat, untuk itu salah satu gambaran riil mengenai kemakmuran penduduk bisa digunakan tingkat konsumsi per kapita.
Tabel I.2 PDRB dan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
PDRB
Kecamatan
Nilai* % Jatipuro 113.841,21 2,31 Jatiyoso 99.262,03 2,02 Jumapolo 144.625,70 2,94 Jumantono 158.772,76 3,23 Matesih 153.024,52 3,11 Tawangmangu 195.945,29 3,98 Ngargoyoso 110.324,55 2,24 Karangpandan 184.815,48 3,76 Karanganyar 357.245,77 7,26 Tasikmadu 216.369,17 4,40 Jaten 1.568.144,22 31,86 Colomadu 203.533,93 4,14 Gondangrejo 324.853,45 6,60 Kebakkramat 586.288,83 11,91 Mojogedang 221.929,31 4,51 Kerjo 174.226,13 3,54 Jenawi 124.256,90 2,52 Jumlah 4.921.454,72 100.00 Sumber : Karanganyar dalam Angka Tahun 2009
Catatan : *Dalam Jutaan Rupiah
xx
PDRB per Kapita Nilai 2.997.398,82 2.461.245,40 3.050.660,26 3.263.906,98 3.329.153,10 4.353.662,63 3.128.531,87 4.294.439,11 4.738.384,58 3.876.819,43 22.251.386,55 3.369.153,43 4.782.531,51 9.974.291,11 3.275.226,02 4.681.358,76 4.498.801,66 5.709.165,40
Kabupaten Karanganyar mempunyai 17 Kecamatan yang meliputi 177 desa/kelurahan Tiap Kecamatan mempunyai nilai PDRB dan juga tingkat pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda. Dari Tabel I.2 Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pada masing-masing daerah yang cukup mencolok, dimana PDRB Kecamatan Jaten sebesar Rp 1.568.144,22 juta (31,86%) dan PDRB Kecamatan Kebakkramat sebesar Rp 586.288,83 juta (11,91). Sedangkan PDRB daerah-daerah lain berkisar antara Rp 1 triliun sampai Rp 3,5 triliun, kemudian juga terdapat kecamatan yang kurang dari Rp 1 triliun yaitu Kecamatan Jatiyoso.
PDRB perkapita di Kabupaten Karanganyar semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar memiliki PDRB perkapita yang cukup tinggi, ini disebabkan karena
mayoritas
pusat-pusat
perkonomian
dan
kegiatan
ekonomi
terkonsentrasi di kecamatan ini. Dilihat dari nilai PDRB perkapitanya Kecamatan Jaten mempunyai nilai PDRB perkapita yang sangat tinggi, bahkan sekitar tiga kali lipat dari nilai dari Kabupaten Karanganyar. Akan tetapi, perbedaan yang mencolok terjadi pada daerah lain, karena daerahdaerah lain tersebut hanya memiliki nilai PDRB perkapita yang hanya mempunyai kira-kira setengah dari nilai PDRB perkapita Kabupaten Karanganyar, seperti daerah Jatipuro, Jatiyoso. Berangkat dari latar belakang tersebut, akan dilakukan suatu penelitian dengan judul “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008”
xxi
B. Perumusan Masalah : Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita menurut Tipologi Klassen? 2. Bagaimanakah tingkat ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar? 3. Adakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar? 4.
Kecamatan manakah yang berada pada kawasan ketimpangan besar, kawasan ketimpangan sedang dan kawasan ketimpangan kecil?
C. Tujuan Penelitian : Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita menurut Tipologi Klassen. 2. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar. 3. Untuk mengetahui adakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar.
xxii
4. Untuk mengetahui kecamatan mana saja yang berada pada kawasan ketimpangan besar, kawasan ketimpangan sedang dan kawasan ketimpangan kecil.
D. Manfaat Penelitian a. Bagi Instansi Terkait Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam pengalokasian dana pembangunan kepada kecamatan sesuai dengan kondisi alamnya yang dapat dikembangkan. b. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan serta pengetahuan masalah ketimpangan pendapatan di suatu daerah. c. Bagi Peneliti Lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dari studi pustaka bagi penelitian selanjutnya.
xxiii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh adanya kemajuan teknologi, institusional atau kelembagaan dan ideologis terhadap barbagai keadaan yang ada (Todaro, 200: 144). Dari ketiga komponen pokok tersebut, dapat dilihat ringkasannya untuk mengetahui definisinya, a. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagia jenis barang itu sendiri
xxiv
merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu negara yang bersangkutan. b. Perkembangan teknologi merupakan dasar bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, ini adalah suatu kondisi yang sangat diperlukan, tetapi tidak cukup ini saja (jadi disamping perkembangan atau kemajuan teknologi masih ditentukan sektor-sektor yang lain). c. Usaha mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi baru, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan teknologi. Inovasi di bidang teknologi tanpa diikuti inovasi sosial, sama halnya dengan lampu pijar tanpa listrik (potensi ada, tetapi tanpa input komplementernya maka hal itu tidak bisa membuahkan hasil apapun). Profesor Kuznets (dalam Todaro, 1994:117) juga mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi sebagai berikut: a) Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi b) Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja c) Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi d) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi e) Adanya kecenderungan daerah yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku
xxv
f) Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang bekelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini hanya bisa didapat lewat penigkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahun. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan PDB yang berarti juga pertumbuhan pendapatan perkapita (Tambunan, 2001: 3). Akan tetapi, para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa
aman dan tentram
yang dirasaka
masyarakat luas
(Arsyad,1999). Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Di sini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Menurut ekonom klasik maupun ekonom neoklasik (dalam Sukirno, 1985) pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: 1) Jumlah penduduk 2) Jumlah stok barang modal
xxvi
3) Luas tanah dan kekayaan alam 4) Tingkat teknologi yang digunakan 2. Pertumbuhan Ekonomi Regional Menurut Sjafrizal (2008, 85) teori pertumbuhan ekonomi regional merupakan bagian penting dalam analisa ekonomi regional. Alasannya adalah karena pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan mempunyai kebijakan yang cukup luas. Sasaran utama analisa pertumbuhan ekonomi regional ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat dan ada juga daerah yang tumbuh lambat. Selain itu, analisa pertumbuhan ekonomi regional ini juga dapat menjelaskan mengapa terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah. Sangat disadari bahwa proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi saja, tetapi sedemikian jauh pertumbuhan
ekonomi
merupakan
unsur
penting
dalam
proses
pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sampai saat ini masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan wilayah. Target pertumbuhan ekonomi ternyata sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Melalui pertumbuhan ekonomi daerah yang cukup tinggi tersebut diharapkan kesejahteraan masyarakat secara bertahap akan dapat ditingkatkan. Terdapat teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi daerah dalam Arsyad (1999) sebagai berikut : a. Teori Ekonomi Neo Klasik
xxvii
Peranan teori ekonomi neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalsis pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan 2 kosep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium)
dan
mobilitas
faktor
produksi.
Artinya,
sistem
perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju kedaerah yang berupah rendah. b. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory) Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Perumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan
xxviii
ketergantungan yang sangat tingi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Nmaun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi. c. Teori Lokasi Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu : lokasi, likasi dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan
kawasan
meminimumkan memaksimumkan
biayanya
industri.
Perusahaan
dengan
peluangnya
cara
untuk
cenderung
memilih
mendekati
lokasi pasar.
untuk yang Model
pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah anatar bahan baku dengan pasar. Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat), kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawabnya dan sanitasi.
Perusahaan-perusahaan
yang
berbeda
membutuhkan
kombinasi-kombinasi yang berbeda pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, seringkali masyarakat berusaha untuk memanipulasi biaya dari faktor-faktor tersebut untuk menarik perusahaan-perusahaan industri.
xxix
Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern terlah mengubah signifikasi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang, d. Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daearh yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Misalnya perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjaadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daearh pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi dareha dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem daearah. e. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daearah tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya. Hal ini yang disebut Myrdal (1957) sebagai back-wash effects.
xxx
f.
Model Daya Tarik Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi insentif.
3. Pengertian Disparitas Disparitas pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang biasa terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas atau ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan sumber daya alam dan letak demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Berdasarkan Berdasarkan perbedaan yang ada, kemampuan setiap daerah untuk mendorong pembangunan juga semakin berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila pada setiap daerah terdapat wilayah yang maju (Developed Region) dan daerah yang kurang maju (Undeveloped Region). Adanya disparitas antar daerah ini, membawa
implikasi
pada
kesejahteraan
masyarakat
antar
daerah
(Sjafrizal,2008:104) Simon Kuznetz menyatakan bahwa, pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya distribusi pendapatan di suatu daerah tersebut cenderung akan membaik. Hal ini yang biasa disebut dengan kurva Kuznetz ” U-terbalik”,
xxxi
karena perubahan waktu (time series) dalam distribusi pendapatan seperti uang diukur misalnya koefisien Gini, akan tampak seperti kurva berbentuk U-terbalik (Todaro,2003:240) 4. Ketimpangan Pembangunan Daerah Berdasarkan trend
dalam distribusi pendapatan, ketimpangan
pendapatan ini bisa dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu (Kuncoro, 2000: 118): a. Ketimpangan Kota dan Desa Ketimpangan kota dan desa yaitu ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di kota dan di desa. b. Ketimpangan Regional Ketimpangan regional yaitu ketimpangan distribusi pendapatan antar wilayah atau daerah. c. Ketimpangan Interpersonal Ketimpangan interpersonal yaitu ketimpangan distribusi pendapatan masing-masing individu (personal). d. Ketimpangan Antar Kelompok Sosial Ekonomi Ketimpangan antar kelompaok social ekonomi yaitu ketimpangan distribusi pendapatan dilihat dari tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin besar pendapatan yang diperoleh. 5. Penyebab Ketimpangan /Disparitas Menurut Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris (1973) dalam Arsyad 1992, 174 penyebab ketidakmerataan adalah :
xxxii
1. Pertambahan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita. 2. Inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang. 3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. 4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga pemerataan pendapatan modal dari harta tambahan lebih besar dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, hal ini menyebabkan pengangguran bertambah. 5. Rendahnya mobilitas sosial. 6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri subtitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melidungi usaha-usaha golongan kapitalis. 7. Memburuknya nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan negaranegara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor NSB. 8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain. Beberapa faktor utama yang menyebabkan
terjadinya disparitas
antar wilayah adalah: a. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam Penyebab pertama yang mendorong disparitas atau ketimpangan antar wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan
sumber
daya
alam
xxxiii
pada
masing-masing
daerah.
Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam di Indonesia ternyata cukup besar. Ada daerah yang memiliki kandungan minyak dan gas, tetapi ada juga daaerah yang tidak memiliki. Ada daerah yang memiliki deposit batubara yang cukup besar, tapi daerah lain tidak. Demikian juga dengan tingkat kesuburan lahan yang sangat bervariasi sehingga mempengaruhi upaya untuk mendorong pembangunan pertanian pada masing-masing daerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam yang cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi. Kondisi
ini
mendorong
pertumbuhan
ekonomi
daerah
yang
bersangkutan menjadi lebih lambat. Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan sumber daya alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah yang lebih tinggi pada suatu daerah.
b. Pebedaan Kondisi Demografi
xxxiv
Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya disparitas antar wilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antar daerah. Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, pebedaan tingkat pendidikan dan kesehatan perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat di daerah yang bersangkutan. Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadapa produktivitas kerja pada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan peningkatan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, apabila suatu daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik
akan
menyebabkan relatif
rendahnya
produktivitas
kerja
masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah.
c. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa
xxxv
Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat pula mendorong terjadinya peningkatan disparitas atau ketimpangan antar wilayah. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi perdagangan antara daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi yang spontan. Alasannya adalah karena apabila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual kedarah lain yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkannya. Akibatnya, ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi
karena
kelebihan suatu
daerah tidak dapat
dimanfaatkan daerah lain yang membutuhkan, sehinnga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila disparitas/ ketimpangan antar daerah akan cenderung tinggi pada negara yang sedang berkembang dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapatnya beberapa daerah yang terisolir. d. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi disparitas antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi
yang cukup besar. Kondisi
tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan
xxxvi
masyarakat. Demikian pula sebaliknya, bilamana konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadinya pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak di daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batu bara dan bahan mineral lainnya. Disamping itu terdapatnya lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususnya menyangkut dengan pertumbuhan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas transportasi baik darat, laut dan udarajuga turut mempengaruhi konsentrasi kegiatan antar daerah. Ketiga, kondisi demografis atau kependudukan juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik. e. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah Tidak dapat ditolak bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula
xxxvii
sebaliknya terjadi, bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu daerah ternyata lebih rendah. Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem pemerintahan daerah yang dianut. Apabila sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi. Akan tetapi, sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan antara wilayah akan cenderung lebih rendah. Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu
daerah
adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan pula oleh biaya transport baik untuk bahan baku maupun hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Termasuk dalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
xxxviii
pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan. 6. Penaggulangan Disparitas Wilayah Kebijakan dan upaya untuk menaggulangi disparitas/ketimpangan wilayah sangat ditentukan oleh faktor yang menentukan terjadinya ketimpangan tersebut. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang dapat dilakukan dalam rangka penaggulangan ketimpangan antar daerah. Kebijakan tersebut antara lain adalah (Sjafrizal,2005: 121): a) Penyebaran Pembangunan Prasarana Pembangunan Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa salah satu penyebab disparitas/ketimpangan antar wilayah adalah karena adanya perbedaan kandungan sumber daya alam yang cukup besar antar daerah. Sementara itu, proses perdagangan dan mobilitas faktor-faktor produksi antar daerah juga turut mendorong terjadinya ketimpangan antarwilayah tersebut. Karena itu, kebijakan yang dapta dilakukan untuk mengurangi ketimpangan tersebut adalah dengan memperlancar mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah. Upaya untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana keseluruh pelosok wilayah. Prasarana perhubungan yang dimaksudkan disini adalah fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antar daerah. Sejalan dengan hal tersebut jaringan dan fasilitas telekomunikasi juga sangat penting
xxxix
untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang terisolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Disamping itu, pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan antar daerah dan fasilitas telekomunikasi. Apabila hal ini dapat dilakukan maka ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar. Dengan demikian, daerah yang kurang maju akan dapat pula meningkatkan kegiatan perdagangan dan investasi di daerahnya, sehingga kegiatan dan penyediaan lapangan kerja akan dapat pula ditingkatkan. Hal ini akan dapat mendorong proses pembangunan pada daerah yang kurang maju. b)Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan Untuk
mengurangi
disparitas/ketimpangan
antar
wilayah,
kebijakan dan upaya lain yang dapat dilakukan adalah mendorong pelaksanaan transmigrasi dan migrasi spontan. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk ke daerah yang kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela dengan menggunakan biaya sendiri. Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan daerah yang bersangkutan akan dapat pula digerakkan. Indonesia sudah sejak lama melaksanakan program transmigrasi ini untuk mencapai dua tujuan sekaligus.Pertama, program transmigrasi ini
xl
dilakukan untuk dapat mengurangi kepadatan penduduk yang ada di pulau Jawa yang telah memicu peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Kedua, program transmigrasi tersebut juga dilakukan dalam rangka mendorong proses pembangunan di daerah terbelakang yang menjadi tujuan transmigrasi sehingga lahan yang luas tetapi belum dapat dimanfaatkan karena keterbatasan tenaga kerja akan dapat diatasi. Dengan digerakkannya kegiatan pertanian melalui pemanfaatan tenaga transmigran tersebut, maka kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang tujuan transmigrasi akan dapat ditingkatkan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi. c) Pengembangan Pusat Pertumbuhan Kebijakan
lain
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengurangi
ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat pertumbuhan (Growth Poles) secara terukur. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi disparitas antar wilayah karena pusat
pertumbuhan
tersebut
menganut
konsep
konsentrasi
dan
desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan dengan terus mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha tersebut. Sedangkan konsep desentralisasi dimaksudkan agar penyebaran pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga disparitas pembangunan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.
xli
Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan pembangunan
antar
wilayah,
hal
ini dapat
dilakukan
melalui
pembangunan pusat-pusat pertumbuhan pada kota-kota skala kecil dan menengah. Dengan cara demikian kota-kota dengan skala kecil dan menengah akan berkembang sehingga kegiatan pembangunan dapat lebih disebarkan ke pelosok daerah. Sedangkan usaha untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah melalui peningkatan pembangunan daerah pedesaan
sering
gagal
dilakukan
karena
hal
ini
tidak
dapat
mempertahankan efisiensi karena lokasinya yang sangat terpencar. Disamping itu, pemilihan lokasi kegiatan ekonomi di daerah pedesaan juga seringkali tidak memenuhi persyaratan ekonomi dari segi analisa keuntungan lokasi yang dapat mendukung usaha bersangkutan. d) Pelaksanaan Otonomi Daerah Pelaksanaan otonomi derah dan desentralisasi pembangunan juga dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar wilayah. Hal ini jelas, karena dengan dilaksanakannya otonomi daerah dan desntralisasi pembangunan daerah termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena ada wewenang yang berada pada pemerintah
daerah
dan
masyarakat
setempat.
Dengan
adanya
kewenangan tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat lebih digerakkan.Apabila hal ini dapat dilakukan maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan
xlii
akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan antar wilayah akan dapat dikurangi. Pemerintah Indonesia telah melakukan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan mulai tahun 2001 yang lalu. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing (desentralisasi pembangunan). Sejalan dengan hal tersebut masingmasing daerah juga diberika tambahan alokasi dana yang
diberikan
dalam bentuk “Block Grant” berupa Dana Perimbangan.yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan sumber daya alam, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan cara demikian diharapkan pelaksanaan etonomi daerah dan desentralisasi pembangunan akan dapat berjalan baik dan berjalan lancar sehingga proses pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan ketimpangan antar wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.
7. Pendapatan Regional 7.1. Konsep dan Definisi Pendapatan Regional Berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai dalam membicarakan pendapatan regional menurut Tarigan (2005: 18) adalah sebagai berikut: 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar
xliii
Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar. 2. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar Produk domestik regional neto atas dasar harga pasar adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan lainnya) karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau karena faktor waktu. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan. 3. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan pada pembeli hingga langsung berakibat menaikkan
xliv
harga barang di pasar. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat menaikkan harga barang, subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi terutama unit-unit produksi yang dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas, akan menurunkan harga pasar. Dengan demikian, pajak, pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh yang berlawanan terhadap harga barang dan jasa (output produksi). Besarnya pajak tidak langsung dikurangi subsidi dalam perhitungan pendapatan regional disebut pajak tidak langsung neto. Kalau produk domestik regional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto, hasilnya adalah produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor. 4. Pendapatan Regional Pendapatan regional neto adalah produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran dana yang mengalir masuk. Produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor, merupakan jumlah dari pendapatan berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan di wilayah tersebut. Akan tetapi, pendapatan yang dihasilkan tersebut, tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah setempat. Hal itu disebabkan ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk daerah lain, misalnya suatu perusahaan yang modalnya dimiliki orang luar, tetapi perusahaan tadi beroperasi di daerah tersebut. Dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar, yaitu milik orang
xlv
yang mempunyai modal. Sebaliknya, kalau ada penduduk daerah menanamkan modalnya di luar daerah maka sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir ke daerah tersebut, dan menjadi pendapatan dari pemilik modal. Produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor dikurangi pendapatan yang mengalir keluar dan ditambah pendapatan yang mengalir masuk hasilnya merupakan produk regional neto, yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Akan tetapi, untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar/masuk suatu daerah (yang secara rasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih sangat sukar diperoleh pada saat ini. Produk regional neto terpaksa belum dapat dihitung dan untuk sementara produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor dianggap sama dengan pendapatan pendapatan regional (tanpa kata neto). Pendapatan regional dibagi jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, hasilnya adalah pendapatan perkapita. 5. Pendapatan Perorangan (Personal Income) dan Pendapatan Siap Dibelanjakan (Disposible Income) Apabila pendapatan regional (regional income) dikurangi: pajak pendapatan perusahaan (corporate income taxes), keuntungan yang tidak dibagikan (undistributed profit), iuran kesejahteraan sosial (social security contribution), ditambah transfer yang diterima oleh rumah tnagga pemerintah, bunga neto atau utang pemerintah, sama dengan pendapatan
perorangan
(personal
xlvi
income).
Apabila
pendapatan
perorangan dikurangi pajak pendapatan perorangan, pajak rumah tangga/ PBB dan transfer yang dibayarkan oleh rumah tangga akan sama dengan pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposible Income). Dengan susunan ini terlihat bahwa pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang diterima rumah tangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan regional diterima oleh rumah tangga. Pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak dibagikan ditahan di perusahaanperusahaan, dan dana jaminan sosial dibayar kepada instansi yang berwenang. Akan tetapi, sebaliknya rumah tangga masih menerima tambahan berupa transfer payments baik dari pemerintah maupun perusahaan dan bunga neto atas utang pemerintah. Apabila pendapatan perorangan dikurangi dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumah tangga dan hibah yang diberikan oleh rumah tangga, hasilnya merupakan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income).
6. Pendapatan Regional atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Seperti telah diuraikan diatas, angka pendapatan regional dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi dua faktor berikut : a. Kenaikan/penurunan
riil,
yaitu
kenaikan/penurunan
tingkat
pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perunbahan harga. Apabila terjadi kenaikan riil pendapatan penduduk berarti daya beli
xlvii
penduduk di daerah tersebut meningkat, misalnya mampu membeli barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak. b. Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga. Oleh karena itu, untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya (riil), faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatan regional yang di dalamnya masih ada unsur inflasinya dinamakan pendapatan regional atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi yang sudah ditiadakan merupakan pendapatan regional atas dasar harga konstan. Untuk mengetahui apakah daya beli masyarakat meningkat atau tidak, pendapatannya harus dibandingkan delam nilai konstan. Dengan alasan inilah maka pendapatan regional perlu disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadika patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (konstan). Akan tetapi, pada sektor jasa yang harus tidak memiliki unit produksi, nilai produksidinyatakan dalam harga jual. Oleh
xlviii
karena itu, harga jual harus dideflasi dengan menggunakan indeks inflasi atau deflator lain yang dianggap lebih sesuai. Laju perumbuhan ekonomi umumnya diukur dari kenaikan nilai konstan. 7.2. Metode Perhitungan Pendapatan Regional Metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Hal ini berbeda dengan metode tidak langsung yang menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan ke masing-masing daerah. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Metode tidak langsung adalah perhitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator, antara lain jumlah produksi, jumlah penduduk, luas dan areal, sebagai alokatornya (Tarigan, 2005:23 ). 1. Metode Langsung a. Pendekatan produksi Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau subsektor
tersebut.
Pendekatan
ini
banyak
digunakan
untuk
memperkirakan nilai tambah dari sektor/kegiatan yang produksinya
xlix
berbentuk fisik/barang, seperti pertanian, pertambangan dan industri sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Sektor jasa yang menerima pembayaran atas jasa yang diberikannya (sesuai dengan harga pasar), masih bisa dihitung dengan pendekatan produksi. Akan tetapi, akan lebih mudah apabila dihitung dengan pendekatan pendapatan. Jika perhitungannya akurat maka kedua pendekatan itu semestinya memberikan hasil yang sama. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.
b.
Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayarkan neto, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai kegiatan jasa,
l
terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya. Selain itu, kutipan sering kali tidak menggambarkan harga yang sebenarnya untuk pelayanan yang mereka berikan, misalnya sektor pendidikan dan rumah sakit. c.
Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan
dari segi pengeluaran
adalah
menjumlahkan
nilai
pengguanaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri.
Kalau
dilihat
dari
segi
penggunaan
maka
total
penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk: 1) Konsumsi rumah tangga 2) Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari uang 3) Konsumsi pemerintah 4) Pembentukan modal tetap bruto (investasi) 5) Perubahan stok 6) Ekspor neto Ekspor neto adalah ekspor dikurangi total impor. Total penyediaan (total barang dan jasa yang tersedia) di dalam negeri adalah total yang diproduksi ditambah impor dikurangi ekspor. Karena yang akan dihitung hanya nilai barang dan jasa yang berasal dari produksi dalam negeri saja maka total konsumsi harus dikurangi dengan nilai impor kemudaian ditambah dengan nilai ekspor. Perubahan stok adalah selisih kondisi awal tahun dengan akhir tahun dari barang/bahan yang ada dalam penyimpanan/pergudangan para pedagang/produsen ataupun stok dalam proses produksi. Harus dihitung berapa yang digunakan untuk
li
masing-masing item. Penjumlahan dari keenam unsur penggunaan tersebut merupakan produk domestik regional bruto. 2. Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokasi tertentu, alokator yang dapat digunakan, yaitu 1. Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor. 2. Jumlah produksi fisik. 3. Tenaga kerja. 4. Penduduk. 5. Alat ukur tidak langsung. Dengan menggunaka salah satu atau kombinasi dari beberapa alokator dapat diprhitugkan persentase bagian masing-masing provinsi terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor. Metode ini terkadang terpaksa digunakan karena adanya kegiatan usaha yang lokasinya ada di beberapa wilayah, sedangkan pencatatan yang lengkap hanya dilakukan di kantor pusat. Misalnya, laba perusahaan tidak tercatat pada masingmasing wilayah melainkan hanya tercatat di kantor pusat.
B. Penelitian Terdahulu Kajian
terdahulu
menyebutkan kecenderungan
beberapa pakar tentang disparitas/ ketimpangan diantaranya.
lii
yang ditemukan
Agus Eko Prasetyo pada tahun 2007 dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Ketimpangan Daerah Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1998-2004”, dengan menggunakan alat analisis Indeks Gini, Indeks Kuznets, Indeks Oshima dan Indeks Williamson. Untuk menguji indeks-indeks tersebut, digunakan Uji Hipotesis Mean dan Uji Hipotesisi Dua Mean. Kemudian untuk menghitung pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan alat analisis regresi berganda yang dilengkapi dengan Uji t, Uji F dan Koefisien Determinasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam analisis Indeks Gini, Indeks Kuznets dan Indeks Oshima pada era sebelum otonomi daerah dan selama otonomi daerah terdapat ketimpangan pendapatan rendah yaitu rata-rata 0,2555 untuk Indeks Gini, 0,3657 untuk Indeks Kuznets dan 0,3031 untuk Indeks Oshima.Tetapi berdasarkan Indeks Williamson menunjukkan ketimpangan pendapatan daerah yang cukup tinggi yaitu 0,7672 untuk rata-rata ketimpanga sebelum otonomi, dan 0,7693 umtuk rata-rata selama daerah Dari hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa PDRB, PAD, PKP (Pengeluaran Konsumsi Penduduk), IKM (Indeks Kemiskinan Manusia) berpengaruh terhadap Indeks Oshima pada era sebelum otonomi daerah. Sedangkan pada masa otonomi daerah hanya PKP (Pengeluaran Konsumsi Penduduk) saja yang berpengaruh terhadap Indeks Oshima.
I Gusti Agung Rai Jentayu pada tahun 2005 dalam penelitiannya yang berjudul ”Kesenjangan Perekonomian Antar Kabupaten/ Kota di Propinsi Bali” telah disimpulkan bahwa selama tahun tahun 1993 hingga 2003 terdapat
liii
ketimpangan distribusi pendapatan di propinsi Bali. Melalui Indeks Williamson tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah berkisar antara 0,4452 hingga 0,4959. Sedangkan ketimpangan distribusi pendapatan perkapita antar daerah melalui Gini Coefficient adalah berkisar antara 0,4689 hingga 0,4823 . Angka ini menunjukkan terjadinya permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah. Kemudian dilihat dari tipologi daerah menunjukkan daerah-daerah dengan Indeks Manusia (IPM) yang relatif tinggi dengan pertumbuhan ekonominya diatas rata-rata adalah daerah yang mempunyai pendapatan perkapita yang relatif tinggi dan sebaliknya. Transformasi struktur perekonomian kabupaten/ kota di Bali menunjukkan adanya pergeseran-pergeseran, yaitu pergeseran kearah sektor yang dominan dalam pembentukkan PDRB sehinnga tidak terjadi ketidakseimbangan antar daerah.
Sutarno
dan
Mudrajad
Kuncoro
pada
tahun
2004
dalam
penelitiannya yang berjudul ”Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1993-2000”, dengan menggunakan Tipologi Klassen, Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil telah disimpulkan bahwa menurut tipologi Klassen, daerah/kecamatan di Kabupaten Banyumas dapat diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan dan pendapatan perkapita menjadi empat kelompok yaitu daerah/kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh, daerah/kecamatan yang maju tapi tertekan, daerah/kecamatan yang berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal. Pada periode 1993-2000, terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan , baik dianalisis dengan
liv
indeks williamson maupun dengan indeks entropi Theil. Ketimpangan ini salah satunya diakibatkan konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial. Kemudian yang terakhir, menurut Hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk kurva huruf U terbalik berlaku di Kabupaten Banyumas, ini terbukti dan hsail analisis trend dan korelasi Pearson. Hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan Williamson dan entropi Theil untuk kasus Kabupaten Banyumas selama periode 1993-2000 tebukti berlaku Hipotesis Kuznets.
C. Kerangka Pemikiran Untuk mempermudah dalam kegiatan penelitian, analisis data, agar diperoleh penelitian yang baik, maka didapat kerangka penelitian sebagai berikut :
Pembangunan Ekonomi Regional
PDRB
PDRB per kapita
Pertumbuhan Ekonomi
Ketimpangan Regional
Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan Ekonomi Daerah
lv
Kenaikan PDRB dan Pemerataan Pendapatan
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Kinerja pembangunan ekonomi di suatu daerah dapat diamati dengan melihat PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) daerah tersebut beserta pertumbuhannya. Meskipun bukan satu-satunya tolak ukur, namun PDRB merupakan suatu tolak ukur yang penting untuk mengetahui pertumbuhan/ kinerja ekonomi sektoral. Selain itu, dari proses pembangunan yang berjalan dapat pula diketahui PDRB per kapita. Sehingga dapat ditentukan tingkat distribusi pendapatan regional di suatu daerah, yakni dengan melihat penyebaran PDRB per kapita kecamatan terhadap rata-rata PDRB kabupaten. Analisis berikut adalah untuk mengetahui apakah terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan regional antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar selama periode pengamatan. Salah indikator yang dikembangkan oleh para ekonom untuk melihat keberhasilan pembangunan adalah dengan melihat angka ketimpangan pembangunan regional. Dalam hal ini dipakai Indeks Williamson (IW) sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan regional di Kabupaten Karanganyar. Dimana IW berkisar diantara 0-1, makin besar angka ketimpangan pembangunan di suatu daerah berarti pembangunan di daerah tersebut semakin timpang. Sebaliknya, makin kecil angka ketimpangan
lvi
pembangunan di suatu daerah berarti pembangunan di daerah tersebut dinilai makin berhasil atau merata. Kemudian setelah diketahui tingkat ketimpangan pembangunan yang terjadi di Kabupaten Karanganyar dapat dirumuskan suatu kebijakan yang sesuai untuk mencapai tujuan pembangunan yang sejalan dengan amanah GBHN, yakni menciptakan masyarakat adil, makmur, merata materiil dan spiritual.
D. Hipotesis Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga ada perbedaan klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita menurut Tipologi Klassen. 2. Diduga terdapat tingkat ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar. 3. Diduga terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar. 4. Diduga terdapat kecamatan yang berada pada kawasan ketimpangan besar, kawasan ketimpangan sedang dan kawasan ketimpangan kecil.
lvii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang linkup penelitian Peneliti
mengambil
penelitian
pada
kecamatan
di
Kabupaten
Karanganyar yang memiliki 17 kecamatan. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah, hasil analisis ketimpangan pendapatan regional serta hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi regional. Dalam penelitian ini, digunakan data PDRB lapangan usaha atas dasar harga konstan di Kecamatan Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008, kemudian data jumlah penduduk Kecamatan Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008. Serta PDRB per kapita tiap kecamatan yang sudah diolah.
B. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder yang diambil berdasarkan sumber data yang tersedia pada suatu tempat dan diperoleh dengan cara: 1. Metode Dokumentasi Pengumpulan data dengan cara mengutip sumber yang ada. 2. Metode Studi Pustaka lviii
Pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku kepustakaan yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan time series data sekunder. Data penelitian dikumpulkan dari hasil publikasi BPS yang mencakup: 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi tahun 2001-2008. 2. Jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2001-2008. 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008. 4. PDRB perkapita Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan tahun 2001-2008.
C. Definisi Operasional Variabel Definisi ini diberikan agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terhadap suatu variabel yang ada. Vaiabel-variabel tersebut, yaitu : a. Laju Pertumbuhan Ekonomi Laju Pertumbuhan Ekonomi didapat dari perhitungan PDRB atas dasar harga konstan. Diperoleh dengan cara mengurangi nilai PDRB pada tahun ke n terhadap nilai pada tahun ke n-1, dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1, kemudian dikalikan dengan 100 persen. b. PDRB atas dasar harga konstan Menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB ini digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. lix
c. PDRB per kapita kabupaten Merupakan hasil bagi PDRB kabupaten suatu daerah terhadap jumlah penduduk di kabupaten tersebut pada pertengahan tahun tertentu. d. PDRB per kapita kecamatan Merupakan hasil bagi PDRB kecamatan suatu daerah terhadap jumlah penduduk di kecamatan tersebut pada pertengahan tahun tertentu. e. Penduduk Yaitu orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan masyarakat tertentu.
D. Alat Analisis Data : a. Tipologi Klassen Alat analisis Klassen Typology (Tipologi Klassen) digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu: daerah cepat-maju dan cepattumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but
lx
income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Kuncoro dan Aswandi, 2002: 27-45) dan (Radianto, 2003: 479-499). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kecamatan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut: 1.
daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten;
2.
daerah maju tapi tertekan, daerah kecamatan yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten;
3.
daerah berkembang cepat, daerah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten;
4.
daerah relatif tertinggal adalah daerah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapat per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten.
b. Indeks Williamsons (IW) Tingkat ketimpangan regional suatu daerah adalah perhitungan tingkat penyebaran PDRB per kapita, baik kecamatan atau kabupaten terhadap tingkat rata-rata PDRB per kapita kabupatean atau provinsi. Tingkat penyebaran dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Williamson (Uppal dan Sri Handoko, 1986 dalam Nunik Kadarwati, 2005).
lxi
Formula ini pada dasarnya sama dengan coefficient of variation (CV) biasa dimana standar deviasi dibagi dengan rataan. Williamson (1965) memperkenalkan
CVW ini dengan menimbangnya dengan proporsi
penduduk, Formulanya adalah sebagai berikut (Sjafrizal dalam Kuncoro, 2004: 133)
IW=
(Yi Y ) 2 fi / n Y
Keterangan : IW
= Indeks Williamsons
n
= Jumlah penduduk rata-rata Kabupaten Karanganyar
fi
= Jumlah penduduk pada kecamatan ke-i
Yi
= Pendapatan per kapita kecamatan ke-i
Y
= Pendapatan per kapita Kabupaten Karanganyar
Indeks IW berkisar antara 0 < IW < 1, (Emilia dan Imelia, 2006: 51) ; -
Bila IW < 0,3 artinya : ketimpangan pendapatan wilayah rendah.
-
Bila IW < 0,3 – 0,4 artinya : ketimpangan pendapatan wilayah sedang.
-
Bila IW > 0,4 artinya : ketimpangan pendapatan wilayah tinggi.
c. Korelasi Pearson
lxii
Korelasi adalah suatu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dikatakan dengan arah yang berlawanan. Pada penelitian ini perhitungan koefisien korelasi dilakukan dengan menggunakan Pearson Product Moment yang dikemukakan oleh Karl Pearson, dimana korelasi ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan Indeks Williamson.
n n n n. X iYi X i Yi i 1 i 1 i 1
r
n n. X X i i 1 i 1 n
2 i
2
n
n n. Yi Yi i 1 i1
2
2
Keterangan : r
= Korelasi Pearson
X
= pertumbuhan PDRB
Y
= Indeks Williamson
Koefisien korelasi dinyatakan dengan bilangan antara 0 (nol) sampai +1 atau 0 (nol) sampai -1. Apabila koefisien korelasi r mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang lemah atau tidak ada hubungan. Apabila
lxiii
r sama dengan +1 atau -1 berarti terdapat hubungan positif sempurna (Djarwanto, 1993: 327). Untuk pengambilan keputusan dari hasil pengujian pada program SPSS, dapat digunakan 2 cara: 1. Melihat Koefisien Korelasi : • Apabila Koefisien Korelasi > 0,5. Menunjukkan korelasi yang kuat. • Apabila Koefisien Korelasi < 0,5. Menunjukkan korelasi yang lemah. • Penafsiran tanda korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh terhadap penafsiran hasil. Tanda negatif pada output menunjukkan arah yang berlawanan sedangkan tanda positif menunjukkan arah yang searah. 2. Melihat Signifikasi Hasil Korelasi : Bertujuan untuk mengetahui apakah angka korelasi tersebut benar-benar signifikan sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel. Pengujian Hipótesis : H0
: Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variable atau angka korelasi = 0.
HI : Ada hubungan (korelasi) antara 2 variabel atau angka korelasi > 0.
Uji dua sisi dilakukan untuk mencari ada tidaknya hubungan korelasi. Keputusan Uji
lxiv
•
Apabila nilai Sig. > 0,05 Maka H0 diterima, berarti tidak ada korelasi/hubungan antara dua variabel yang diamati.
•
Apabila nilai Sig. < 0,05 Maka H0 ditolak, HI diterima, berarti ada korelasi/hubungan antara dua variabel yang diamati.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
lxv
Bab ini diawali dengan gambaran umum atau profil dari daerah yang dijadikan obyek penelitianyang terdiri dari keadaan geografis, Kemudian pada bagian selanjutnya adalah hasil analisis dari data-data yang dikumpulkan dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1.
Keadaan Geografis Kabupaten Karanganyar Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur di sebelah timur, Kabupaten Wono giri di sebelah selatan dan Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali di sebelah barat. Bila dilihat dari garis bujur dan garis lintang, maka Kabupaten Karanganyar terletak antara 110°40’’ - 110°23’’ Bujur Timur dan 7°28’’ 7°46’’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,6374 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah 22.844,2597 Ha. Tanah kering 54.534,3777 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis 7.872,6323 Ha, setengah teknis 6.144,2939 Ha, sederhana 7.134,1251 dan tadah hujan 1.693,2984 Ha. Sementara itu luas tanah untuk pekarangan aatau bangunan 20.732,4406 Ha dan luas untuk tegalan 17.937,0211 Ha. Di Kabupaten Karanganyar terdapat hutan negara seluas 9.729,4995 Ha dan perkebunan seluas 3.251,5006 Ha. Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah 77,37864 Hektar (773,7864 Km²) atau sebesar
2,4% dari luas wilayah Provinsi Jawa
lxvi
Tengah yang mencapai 32.544,12 Km². Kecamatan terluas adalah Kecamatan Tawangmangu dengan luas wilayah sebesar 7,00316 Hektar. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas palin kecil adalah Kecamatan Colomadu dengan luas wilayah 1,56444 Hektar.
Tabel IV.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karanganyar
Kecamatan Jumantono Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Jumlah
Luas Wilayah (Hektar) 5,35480 4,03670 6,71646 5,56704 2,62663 7,00316 6,53394 3,41733 4,30255 2,75773 2,55484 1,56444 5,67795 3,64564 5,33089 4,68226 5,60628 77,37864
Presentase 6,92 5,22 8,68 7,19 3,39 9,05 8,44 4,42 5,56 3,57 3,30 2,02 7,34 4,71 6,89 6,05 7,25 100,00
Sumber: Karanganyar dalam Angka Tahun 2008
2. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Karanganyar terdiri dari 17 kecamatan yang meliputi 177 desa/kelurahan (15 kelurahan dan 162 desa). Desa atau kelurahan tersebut terdiri dari 1.091 dusun, 2.313 dukuh, 1.835 RW dan 6.020 RT.
lxvii
Klasifikasi desa atau kelurahan pada tahun 2008 terdiri dari 17 kecamatan swasembada. Wilayah Kabupaten Karanganyar terbagi menjadi 17 kecamatan, yaitu Kecamatan Jatipuro, Kecamatan Jatiyoso, Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Jumantono, Kecamatan Matesih, Kecamatan Tawangmangu, Kecamatan
Ngargoyoso,
Kecamatan
Karangpandan,
Kecamatan
Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan Jaten, Kecamatan Colomadu,
Kecamatan
Gondangrejo,
Kecamatan
Kebakkramat,
Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Kerjo dan Kecamatan Jenawi. 3. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang terbanyak selama tahun 2001-2008 terletak di Kecamatan Karanganyar. Kemudian untuk kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil terletak di Kecamatan Jenawi.
Tabel IV.2 Jumlah Penduduk Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih
2001 37.048 39.091 45.509 46.090 43.739
2002 37.308 39.464 45.808 47.502 43.979
2003 37.425 39.638 45.999 46.944 44.370
lxviii
2004 37.553 39.872 46.258 47.315 44.480
2005 37.661 40.146 46.453 47.552 44.909
2006 37.682 40.298 46.469 47.934 45.446
2007 37.884 40.318 46.978 48.424 45.696
2008 38.060 40.422 47.441 48.879 46.131
Tawangmangu 43.464 43.843 44.132 44.382 44.605 44.874 Ngargoyoso 33.286 33.574 34.296 34.484 34.745 34.977 Karangpandan 39.968 40.625 41.006 41.543 41.866 42.430 Karanganyar 69.222 70.672 71.461 72.112 72.750 73.120 Tasikmadu 52.482 53.255 53.843 54.301 54.698 55.122 Jaten 65.236 66.360 67.170 68.100 68.528 69.007 Colomadu 50.279 51.629 52.402 53.797 57.898 56.352 Gondangrejo 60.834 62.064 63.287 63.584 64.550 65.181 Kebakkramat 54.808 55.691 56.311 56.958 57.480 57.929 Mojogedang 60.029 60.743 61.514 62.242 62.896 63.549 Kerjo 36.240 36.378 36.530 36.659 36.817 36.867 Jenawi 26.706 26.656 26.875 27.000 27.133 27.252 Jumlah 804.031 815.551 823.203 830.640 840.687 844.489 Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar beberapa terbitan (diolah)
44.892 45.182 35.182 35.351 42.753 43.247 73.699 75.796 55.379 55.842 69.201 70.770 57.084 60.828 66.233 68.571 58.536 58.973 64.472 65.051 37.063 37.380 27.572 27.656 851.366 865.580
Pada tahun 2001 penduduk Kabupaten Karanganyar tercatat 804.031 jiwa, maka pada tahun 2008 sudah mencapai 865.580 jiwa. Dalam kurun waktu 2001 sampai 2008 telah terjadi pertumbuhan penduduk sebanyak 61.549 jiwa. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 14.214 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 3.802 jiwa (table IV.3).
Tabel IV.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Jumlah Penduduk ( Jiwa ) 804.031 815.551 823.203 830.640 840.687
lxix
Pertumbuhan Penduduk ( Jiwa ) 11.520 7.652 7.437 10.047
2006 844.489 3.802 2007 851.366 6.877 2008 865.580 14.214 Sumber: Karanganyar dalam Angka Tahun 2008 yang diolah
4. Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan dari tahun ketahun mengalami kenaikan. Untuk pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil yaitu berkisar di angka 5%. Pertumbuhan tertinggi selama periode 2001-2008 terdapat pada tahun 2004 yaitu sebesar 5,98%, sedangkan untuk pertumbuhan yang terendah terdapat pada tahun 2001 sebesar 4,97. Sedangkan untuk nilai PDRB adhk 2000 dan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun yang lain dapat kita lihat pada tabel IV.4.
Tabel IV.4 PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 (dalam jutaan rupiah) Tahun
PDRB adhk 2000
2001 2002 2003 2004
3.360.714,39 3.546.613,13 3.746.320,13 3.970.278,93
lxx
Pertumbuhan (%) 4,97 5,53 5,63 5,98
2005 4.188.330,52 2006 4.401.301,72 2007 4.654.054,50 2008 4.921.454,72 Sumber: PDRB Kab. Karanganyar 2009
5,49 5,08 5,74 5,75
B. Hasil Analisis dan Pembahasan 1. Tipologi Klassen Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Dengan menen-tukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997: 27-38; Kuncoro, 1993; Hil, 1989). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat-maju dan cepat- tumbuh, kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata Kabupaten Karanganyar; (2) daerah maju tapi tertekan, kecamatan yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata Kabupaten Karanganyar; (3) daerah lxxi
berkembang cepat adalah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata Kabupaten Karanganyar. (4) Daerah relatif tertinggal adalah kecamatan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata Kabupaten Karanganyar. Untuk menentukan Tipologi Klassen di Kabupaten Karanganyar dilakukan dengan membandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan ratarata PDRB per kapita kecamatan di Kabupaten Karanganyar dengan ratarata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata PDRB per kapita Kabupaten Karanganyar. Secara rinci, hasil Tipologi Klassen kecamatan di
Kabupaten
Karanganyar :
Tabel IV.5 Rata-rata PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan Laju Pertumbuhan Tahun 2001-2008 Kabupaten
PDRB Perkapita (Rp) Pertumbuhan (%) Y r Karanganyar 4.923.195,49 5,52 Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar beberapa terbitan (diolah)
Tabel IV.6 Hasil analisis Tipologi Klassen Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2008 Kecamatan
PDRB Perkapita (Rp) Yi
Pertumbuhan (%) ri
lxxii
Keterangan
Jatipuro Jatiyoso Jumantono Jumapolo Matesih
2.516.464,47 2.106.692,93 2.799.794,55 2.585.130,69 2.896.070,54 3.867.343,01 2.669.000,81 3.670.787,31 4.176.948,51 3.361.923,79 18.963.733,07
4,01 3,98 6,14 7,23 3,84 2,26 5,32 5.83 3.33 4,38 6.57
Daerah Relatif tertinggal Daerah Relatif tertinggal Daerah Berkembang Cepat Daerah Berkembang Cepat Daerah Relatif tertinggal Tawangmangu Daerah Relatif tertinggal Ngargoyoso Daerah Relatif tertinggal Karangpandan Daerah Berkembang Cepat Karanganyar Daerah Relatif tertinggal Tasikmadu Daerah Relatif tertinggal Jaten Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh 3.110.017,91 3.82 Daerah Relatif tertinggal Colomadu Gondangrejo 4.196.501,37 6,85 Daerah Berkembang Cepat Kebakkramat 8.491.505,85 7,06 Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh Mojogedang 2.980.758,44 5,54 Daerah Berkembang Cepat 3.926.826,51 6,51 Daerah Berkembang Cepat Kerjo Jenawi 3.831.262,19 5,09 Daerah Relatif tertinggal Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar beberapa terbitan (diolah)
Berdasarkan analisis tipologi klassen pada tabel IV.5 dan tabel IV.6, beberapa daerah dengan nilai rata-rata pendapatan perkapita serta nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di kecamatan yang lebih kecil dari nilai rata-rata pendapatan perkapita serta nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karanganyar masuk dalam daerah relatif tertinggal. Kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar yang masuk dalam daerah relatif tertinggal adalah 5.
Kecamatan Jatipuro
6.
Kecamatan Jatiyoso
7.
Kecamatan Matesih
8.
Kecamatan Tawangmangu
9.
Kecamatan Ngargoyoso
10. Kecamatan Karanganyar lxxiii
11. Kecamatan Tasikmadu 12. Kecamatan Colomadu 13. Kecamatan Jenawi
Kecamatan-kecamatan yang berada pada klasifikasi daerah relatif tertinggal merupakan daerah-daerah yang memiliki basis pertanian, yang pertumbuhannya tidak mampu mengangkat pertumbuhan PDRB secara keseluruhan. Rendahnya alokasi dana untuk kegiatan pembangunan tersebut menunjukkan kurangnya insentif untuk menarik investor menanamkan modalnya di beberapa
kecamatan yang masuk dalam daerah relatir
tertinggal ini, selain kondisi yang kurang mendukung terhadap pertumbuhan dan pendapatan per kapita tersebut, ekonominya juga menunjukkan pertumbuhan negatif setiap tahunnya yang berdampak pada tertahannya laju pertumbuhan PDRB secara keseluruhan. Untuk kecamatan yang mempunyai rata-rata pendapatan perkapita yang lebih besar dari rata-rata pendapatan perkapita Kabupaten Karanganyar dan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar masuk dalam daerah maju tapi tertekan. Akan tetapi kecamatan di Kabupaten Karanganyar ini tidak ada kecamatan yang masuk dalam daerah maju tapi tertekan. Kemudian
daerah
kecamatan
yang
mempunyai
rata-rata
pendapatan perkapita yang lebih kecil dari rata-rata pendapatan perkapita
lxxiv
Kabupaten Karanganyar dan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar masuk dalam daerah berkembang cepat. Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Karanganyar yang berada di daerah berkembang cepat adalah : 1.
Kecamatan Jumapolo
2.
Kecamatan Jumantono
3.
Kecamatan Karangpandan
4.
Kecamatan Gondangrejo
5.
Kecamatan Mojogedang
6.
Kecamatan Kerjo
Kecamatan-kecamatan yang masuk dalam daerah berkembang cepat ini, merupakan kecamatan yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penyumbang perekonomian daerah terutama subsektor tanaman bahan makanan. Beberapa kecamatan yang masuk dalam sektor berkembang cepat ini mayoritas masuk dalam wilayah daerah dataran tinggi atau daerah sejuk, sehingga tidak hanya komoditi padi dan bijibijian, tetapi sayur-sayuran dan buah-buahan organik juga memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di kecamatan-kecamatan ini. Yang terakhir, kecamatan yang mempunyai nilai rata-rata pendapatan perkapita serta nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di kecamatan yang lebih besar dari nilai rata-rata pendapatan perkapita serta
lxxv
nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karanganyar masuk dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Beberapa kecamatan yang masuk dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat. Keberadaan Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat pada klasifikasi tersebut, tidak terlepas dari kemampuannya dalam menarik investasi. Nilai investasi yang tinggi ini
disebabkan oleh tersedianya
fasilitas-fasilitas transportasi yang cukup memadai dan juga banyaknya pusat-pusat pertumbuhan di kedua kecamatan tersebut, selain itu keadaan demografi dari kedua kecamatan ini juga menjadi faktor pendukung tingginya investasi. Pertumbuhan
PDRB
Kecamatan
Jaten
dan
Kecamatan
Kebakkramat didukung terutama oleh struktur perekonomian yang terbukti cukup kuat. Struktur perekonomian Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat menunjukkan sektor industri sebagai pemberi sumbangan terbesar yang terbukti mampu mendorong pertumbuhan PDRB, di samping dua sektor dominan lainnya yaitu perdagangan dan pertanian. Sektor perdagangan di kedua kecamatan ini termasuk maju, khususnya di Kecamatan Jaten. Pertumbuhan ketiga sektor tersebut terbukti mampu mendorong pertumbuhan PDRB Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat
lxxvi
Tabel IV.7 Klasifikasi Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar Menurut Tipologi Klassen Tahun 2001-2008
R1>r
Y1>y
Y1
Daerah Cepat Maju dan
Daerah Berkembang Cepat
Cepat Tumbuh
-
Jumapolo
-Jaten
-
Jumantono
-
Karangpandan
-
Gondangrejo
-
Mojogedang
-
Kerjo
-Kebakkramat
lxxvii
R1
Daerah
Maju
Tapi
Tertekan
Daerah Relatif Tertinggal
-
Jatipuro
-
Jatiyoso
-
Matesih
-
Tawangmangu
-
Ngargoyoso
-
Karanganyar
-
Tasikmadu
-
Colomadu
-
Jenawi
Sumber : Data diolah
2. Indeks Williamson Ketimpangan pembangunan terjadi disebabkan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi tiap kecamatan di Kabupaten Karanganyar. Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, investasi, teknologi, sarana dan prasarana penunjang lainnya. Sedangkan faktor
eksternal adalah campur
tangan pemerintah dalam
proses
pembangunan daerah baik berupa kebijakan sektoral maupun kebijakan regional. Pertumbuhan yang berbeda di tiap kecamatan ini menimbulkan jurang kesejahteraan antar daerah ( ketimpanagn pendapatan antar daerah). Disparitas atau ketimpangan pendapatan antar daerah di Kabupaten Karanganyar diperoleh dengan menggunakan Indeks Williamson. Indeks Williamson mencerminkan ketimpangan pada tingkat pembagunan ekonomi
lxxviii
suatu daerah. Hasil perhitungan tingkat ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar dapat terlihat pada tabel IV.8. Tabel IV. 8 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 Tahun Indeks Williamson 2001 0,8942 2002 0,8819 2003 0,8737 2004 0,8879 2005 0,9053 2006 0,9089 2007 0,9115 2008 0,9137 Rata-rata 0,8971 Sumber : Data diolah
Dari tabel IV.8 di atas dapat kita lihat bahwa tingkat kesenjangan pendapatan dalam Kabupaten Karanganyar mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 0,8942 pada tahun 2001 menjadi 0,9137 pada tahun 2008. Pada tahun 2001 sampai tahun 2003
tingkat ketimpangan
pendapatan cenderung menurun, tahun 2001 sebesar 0,8942 turun menjadi 0,8819 di tahun 2002, kemudian di tahun 2003 indeks ketimpangan juga turun menjadi 0,8737.Akan tetapi, pada tahun 2004 sampai 2008 indeks ketimpangan cenderung naik. Pada tahun 2004 indeks ketimpangan sebesar 0,8879 naik
menjadi 0,9053 di tahun 2005, kemudian tahun-tahun
selanjutnya indeks ketimpangan Kabupaten Karanganyar juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0.9089 di tahun 2006, selanjutnya 0,9115 di tahun 2007 dan yang terakhir 0,91371 ditahun 2008
Kurva 4.1 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008
lxxix
0.92 0.91 Ineks Williamson
0.9 0.89 0.88 0.87 0.86 0.85 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Pengamatan
Sumber : Data diolah
Indeks
ketimpangan
Williamson
pada
Kabupaten
Karanganyar
menunjukkan angka ketimpangan yang cukup besar, angka ketimpangan dari tahun 2001 sampai 2008 rata-rata diatas 0,8. Dengan angka ketimpangan tersebut Kabupaten Karanganyar termasuk wilayah dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi karena angka ketimpangan diatas 0,4. Beberapa wilayah atau kecamatan yang menyebabkan ketimpangan pendapatan Kabupaten Karanganyar menjadi
cukup tinggi adalah
Kecamatan Jaten, pendapatan perkapita Kecamatan Jaten yang cukup tinggi dan berada diatas pendapatan perkapita Kabupaten Karanganyar menjadi penyebab utama
tingginya
ketimpangan pendapatan di Kabupaten
Karanganyar. Beberapa kecamatan yang memiliki pendapatan per kapita tinggi, yaitu Kecamatan Jaten. Menurut data PDRB per kapita daerah ini, Kecamatan Jaten adalah yang paling tinngi di Kabupaten Karanganyar, yaitu sebesar Rp 16.126.850,73 menjadi Rp 22.251.386,55 selama periode 20012008 (lihat lampiran), dan berada jauh diatas pendapatan per kapita lxxx
Kabupaten Karanganyar yang hanya Rp 4.188.515,90 di tahun 2001 dan Rp 5.709.165,40 di tahun 2008. PDRB per kapita Kecamatan Jaten juga ini secara signifikan lebih tinggi dari sebagian kecamatan
di Kabupaten
Karanganyar.
Kurva 4.2 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tanpa Kecamatan Jaten Tahun 2001-2008 0.405
Indeks Williamson
0.4 0.395 0.39 0.385 0.38 0.375 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Pengamatan
Sumber : Data diolah
Grafik diatas menunjukkan nilai indeks williamson Kabupaten Karanganyar tanpa Kecamatan Jaten. Dapat dilihat bahwa angka ketimpangan pendapatan berkisar diantara 0,3 sampai 0,4 sehingga masuk dalam ketimpangan sedang, tetapi hanya di tahun 2008 yang angkanya masuk dalam ketimpangan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata lxxxi
ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar selama periode tahun 2001-2008 tanpa Kecamatan Jaten masuk pada ketimpangan sedang.
Tabel IV.9 Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tanpa Kecamatan Jaten Tahun 2001-2008
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Indeks Williamson 0.3911 0.3901 0.3857 0.3931 0.3990 0.3993 0.3996 0.4021 0.3950
Sumber : Data diolah
Pada tahun 2001 sampai tahun 2003 indek williamson mengalami penurunan yaitu sebesar 0,3911 pada tahun 2001, kemudian turun drastis menjadi 0,3901 pada tahun 2002 dan turun lagi sebesar 0,3857 pada tahun 2003. Kemudian pada tahun 2004 sampai 2008
mengalami kenaikan.
Kenaikan mulai terdapat pada tahun 2004 yaitu naik menjadi 0,3931. Kemudian dari tahun 2005 sampai 2008 kenaikan indeks williamson tidak lxxxii
terlalu besar, pada tahun 2005 indeks williamson sebesar 0,3990, pada tahun 2006 menjadi 0,3993 dan pada tahun 2007 indeks williamson sebesar 0,3996 dan 0,4021 pada tahun 2008. Keberadaan kecamatan dengan PDRB per kapita yang sangat tinggi ini, sangat di pengaruhi oleh tingkat konsentrasi kegiatan ekonomi daerah tersebut. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi akan cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah cenderung akan mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat dengan karakteristik kegiatan ekonomi yang cukup tinggi ini menyebabkan terpusatnya pembangunan ekonomi pada kedua kecamatan tersebut. Banyak terdapatnya pabrik-pabrik terutama pabrik tekstil dan juga pertokoan adalah salah satu penyebab dari tingginya konsentrasi di kedua kecamatan tersebut. Dari hasil analisis dengan menggunakan kriteria Indeks Williamson dari tahun 2001-2008 didapat banyak kecamatan yang masuk dalam wilayah ketimpangan rendah, yaitu Kecamatan Kecamatan Jumapolo, Kecamatan
Kecamatan Jumantono,
Tawangmangu,
Karangpandan,
Jatipuro, Kecamatan Jatiyoso,
Kecamatan
Kecamatan
Matesih,
Kecamatan
Ngargoyoso,
Kecamatan
Karanganyar,
Kecamatan
Tasikmadu,
Kecamatan Colomadu, Kecamatan Gondangrejo, Kecamatan Kebakkramat, Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Kerjo dan Kecamatan Jenawi. Sedangkan untuk kecamatan yang masuk dalam wilayah ketimpangan tinggi hanya satu kecamatan, yaitu Kecamatan Jaten. Untuk kecamatan di
lxxxiii
Kabupaten Karanganyar tidak ada yang masuk dalam wilayah ketimpangan sedang.
3. Korelasi Pearson Untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan ketimpangan pendapatan regional, maka digunakan metode Korelasi Pearson. Hasil perhitungan Korelasi Pearson antara pertumbuhan PDRB dan ketimpangan pendapatan regional dapat dilihat pada tabel IV.10.
Tabel IV.10 Korelasi pearson antara Indeks Williamson dan Pertumbuhan Ekonomi IW IW
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
1
-.107
.
.802
8
8
-.107
1
N PERTMBHN
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
PERTMBHN
N
.802
.
8
8
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan Program SPSS
Berdasarkan tabel IV.10 yang mengukur hubungan antara Indeks Williamson
dan
pertumbuhan
menunjukkan hubungan yang
ekonomi
Kabupaten
Karanganyar
tidak signifikan karena angka korelasi
lxxxiv
menunjukkan nilai -0,107 dan nilai probabilitasnya 0,802 lebih besar dari 0,05. Hasil ini tidak dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara ketimpangan pendapatan (Indeks Williamson) dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar. Jadi ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar tidak dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar, begitu juga sebaliknya. Kabupaten
Karanganyar
tidak
Besarnya pertumbuhan ekonomi
dapat
pendapatan Kabupaten Karanganyar.
lxxxv
mempengaruhi
ketimpangan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan dan memberikan beberapa saran sebagai berikut: A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan terhadap analisis data di atas, dapat disimpulkan beberapa hal yang berhubungan dengan hipotesis sebagai berikut: 1. Berdasarkan Tipologi Klassen menurut pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, yang termasuk dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat, daerah berkembang cepat adalah Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Jumantono, Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Gondangrejo, Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Kerjo. Kemudian tidak ada kecamatan yang masuk dalam daerah maju tapi tertekan. Selanjutnya kecamatan yang masuk dalam daerah tertinggal adalah Kecamatan Jatipuro, Kecamatan Jatiyoso, Kecamatan Matesih, Kecamatan Tawangmangu, Kecamatan Ngargoyoso, Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan Colomadu, Kecamatan Jenawi. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian terbukti, bahwa terdapat lxxxvi
perbedaan klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita menurut Tipologi Klassen. 2. Pada periode pengamatan 2001-2008 dan dengan menggunakan Indeks Williamson, angka ketimpangan pada awal periode cenderung terjadi penurunan
kemudian
meningkat
pada
akhir
periode.
Indeks
Williamson dengan angka diatas 0,4 menunjukkan bahwa Kabupaten Karanganyar masuk dalam wilayah dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi, tingginya ketimpangan ini salah satunya di sebabkan oleh konsentrasi aktivitas ekonomi di salah satu wilayah yaitu pada Kecamatan Jaten. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian terbukti, bahwa terdapat ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar. 3. Hubungan atau korelasi antara pertumbuhan PDRB dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar tidak signifikan, hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara pertumbuhan PDRB dan ketimpangan pendapatan. Jadi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar tidak berpengaruh terhadap besar kecilnya ketimpangan pendapatan Kabupaten Karanganyar, begitu
juga
sebaliknya bahwa ketimpangan pendapatan Kabupaten Karanganyar tidak dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karanganyar. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian tidak terbukti, karena tidak terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Karanganyar.
lxxxvii
4. Berdasarkan kriteria Indeks Williamson pada periode 2001-2008. Wilayah kecamatan yang masuk dalam wilayah ketimpangan tinggi adalah Kecamatan Jaten, sedangkan tidak ada kecamatan yang masuk wilayah ketimpangan sedang. Selanjutnya yang masuk dalam wilayah ketimpangan rendah adalah Kecamatan Jatipuro, Kecamatan Jatiyoso, Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Jumantono, Kecamatan Matesih, Kecamatan Tawangmangu, Kecamatan Ngargoyoso, Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan
Colomadu,
Kecamatan
Gondangrejo,
Kecamatan
Kebakkramat, Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Kerjo
dan
Kecamatan Jenawi. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian terbukti, bahwa terdapat kecamatan yang berada pada kawasan ketimpangan yang berbeda sesuai dengan kriteria Indeks Williamson.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diambil beberapa saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dan instansi terkait khususnya di Kabupaten Karanganyar, adapun saran yang diajukan sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah dapat mengarahkan atau memprioritaskan perencanaan pembagunan bagi daerah yang relatif tertinggal dengan strategi penanggulangan kemiskinan. Selain itu, setiap daerah sudah seharusnya meningkatkan sikap kompetitif dengan daerah lain supaya setiap daerah mampu bersaing dalam meningkatkan
lxxxviii
kemampuan
daerahnya
masing-masing
dan
dapat
menjalin
kerjasama yang baik. 2. Pemerintah daerah dapat mengurangi ketimpangan pendapatan regional dengan cara memperbaiki tingkat pemerataan distribusi pendapatan melalui pembangunan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan didaerah untuk mendukung pembangunan di tingkat yang lebih rendah, serta dengan mengikis berbagai hambatan dalam upaya penanaman modal. 3. Pemerintah daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional melalui peningkatan PDRB tanpa harus memperbesar ketimpangan pendapatan. Dalam hal ini pemerintah daerah dapat berperan aktif dalam mempelopori dan memfasilitasi lembagalembaga usaha yang padat karya sehingga pengembangan ekonomi dapat berorientasi pada terciptanya perluasan lapangan kerja. 4. Pemerintah daerah kabupaten melalui kerja sama dengan setiap kecamatan harus meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakatnya dan etos kerja penduduknya. Pemerintah daerah juga harus meningkatkan pendapatan investasi. Dengan adanya peningkatan kualitas masyarakat dan pemerataan ekonomi melalui kerjasama antar wilayah diharapkan dapat mengurangi ketimpangan
pendapatan
antar
Karanganyar
lxxxix
kecamatan
di
Kabupaten
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin.1992. Ekonomi Pembangunan, Edisi II, cetakan pertama. Yogyakarta: STIE YKPN. Arsyad Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi I, Yogyakarta: BPFE. Badan Pusat Statistik. 2001. Karanganyar Karanganyar.
Dalam Angka 2001. BPS
__________ _______. Karanganyar.
2002.
Karanganyar
Dalam
Angka
2002.
BPS
___________ ______. Karanganyar.
2003.
Karanganyar
Dalam
Angka
2003.
BPS
___________ ______. Karanganyar.
2004.
Karanganyar
Dalam
Angka
2004.
BPS
_____________ ____. Karanganyar.
2005.
Karanganyar
Dalam
Angka
2005.
BPS
_____________ ____. Karanganyar.
2006.
Karanganyar
Dalam
Angka
2006.
BPS
_____________ ____. Karanganyar.
2007.
Karanganyar
Dalam
Angka
2007.
BPS
_____________ ____. Karanganyar.
2008.
Karanganyar
Dalam
Angka
2008.
BPS
BPS dan Bappeda Kabupaten Karanganyar. 2001. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2001. Karanganyar. __________________________________. 2002. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2002. Karanganyar. __________________________________. 2003. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2003. Karanganyar. __________________________________. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2004. Karanganyar.
xc
__________________________________. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2005. Karanganyar. __________________________________. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2006. Karanganyar. __________________________________. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2007. Karanganyar. __________________________________. 2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun 2008. Karanganyar. Devita Purnawati. 2009. Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten/Kota dan Pengaruhnya terhadap PDRB di Subusukawonosraten pada tahun 20002007. Skripsi FE UNS. Tidak Dipublikasikan. Grisvia, 2003. Disparitas Distribusi Pendapatan di Jawa Timur. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Malang. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana meneliti dan menulis tesis?. Jakarta: Erlangga. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori& Aplikasi. Padang: Baduose Media. Sutarno,& Kuncoro, M. 2004. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1993-2000. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Tambunan, Tulus. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia: Teori dan Penemuan Empiris. Jakarta: Salemba Empat. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori & Aplikasi, Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
xci
Lampiran
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 (%) Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono
2001 -11,29 4,16 4,52 2,13
2002 10,54 -4,19 22,01 15,63
2003 6,14 6,10 6,19 6,68
xcii
2004 5,05 4,65 4,70 4,78
2005 5.,02 3.,94 3.,46 3.,35
2006 4,86 5,01 4,90 4,68
2007 5,69 5,87 5,80 5,69
2008 6,11 6,31 6,24 6,15
Rata-rata 4,01 3,98 7,23 6,14
Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Karanganyar
2,02 1,85 3,09 -2,22 3,83 1,46 7,25 -9,62 12,57 13,07 5,70 7,03 4,81 4,97
2,22 -11,18 6,74 15,80 -9,46 1,60 7,95 6,96 8,49 8,18 6,84 10,87 1,40 5,53
2,22 5,90 6,11 5,64 5,74 5,36 5,55 5,91 5,74 5,43 5,97 6,23 6,22 5,63
4,89 4,75 5,00 5,28 4,46 5,23 7,28 4,99 6,45 6,85 5,24 5,17 5,12 5,98
2.,67 1.,09 4.,77 5.,33 5.,66 4.,77 7.,25 5.,39 4.,18 5.,79 4.,04 6.,29 6.,99 5.,49
4,88 4,69 4,93 5,00 5,16 5,03 5,27 5,23 5,17 5,17 4,87 4,78 4,71 5,08
5,52 5,28 5,76 5,70 5,65 5,58 5,84 5,65 5,93 5,84 5,61 5,66 5,54 5,74
5,92 5,68 6,18 6,09 6,03 5,95 6,12 6,02 6,27 6,15 6,02 6,09 5,95 5,75
3,79 2,26 5,32 5,83 3,38 4,37 6,57 3,82 6,85 7,06 5,54 6,51 5,09 5,52
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar beberapa terbitan (diolah)
Jumlah Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Jumlah
2001 37.048 39.091 45.509 46.090 43.739 43.464 33.286 39.968 69.222 52.482 65.236 50.279 60.834 54.808 60.029 36.240 26.706 804.031
2002 37.308 39.464 45.808 47.502 43.979 43.843 33.574 40.625 70.672 53.255 66.360 51.629 62.064 55.691 60.743 36.378 26.656 815.551
2003 37.425 39.638 45.999 46.944 44.370 44.132 34.296 41.006 71.461 53.843 67.170 52.402 63.287 56.311 61.514 36.530 26.875 823.203
2004 37.553 39.872 46.258 47.315 44.480 44.382 34.484 41.543 72.112 54.301 68.100 53.797 63.584 56.958 62.242 36.659 27.000 830.640
2005 37.661 40.146 46.453 47.552 44.909 44.605 34.745 41.866 72.750 54.698 68.528 57.898 64.550 57.480 62.896 36.817 27.133 840.687
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar beberapa terbitan (diolah)
Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008
Tahun
Indeks Williamson
xciii
2006 37.682 40.298 46.469 47.934 45.446 44.874 34.977 42.430 73.120 55.122 69.007 56.352 65.181 57.929 63.549 36.867 27.252 844.489
2007 37.884 40.318 46.978 48.424 45.696 44.892 35.182 42.753 73.699 55.379 69.201 57.084 66.233 58.536 64.472 37.063 27.572 851.366
2008 38.060 40.422 47.441 48.879 46.131 45.182 35.351 43.247 75.796 55.842 70.770 60.828 68.571 58.973 65.051 37.380 27.656 865.580
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
0,8942 0,8819 0,8737 0,8879 0,9053 0,9089 0,9115 0,9137 0,8971
Sumber : Data diolah
Indeks Williamson Kabupaten Karanganyar Tanpa Kecamatan Jaten Tahun 2001-2008 Indeks Williamson 0.3911 0.3901 0.3857 0.3931 0.3990 0.3993 0.3996 0.4021 0.3950
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Sumber : Data diolah
Korelasi pearson antara Indeks Williamson dan Pertumbuhan Ekonomi IW IW
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
xciv
PERTMBHN 1
-.107
.
.802
N PERTMBHN
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
8
8
-.107
1
.802
.
8
8
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan Program SPSS
PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 (dalam jutaan rupiah) Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo
2000 84.312,62 72.918,69 83.620,55
2001 74.790,68 75.953,45 87.399,94
xcv
2002 82.673,42 72.772,94 106.637,33
2003 87.752,24 77.213,37 113.234,56
2004 92.187,02 80.800,86 118.558,31
2005 96.810,62 83.983,77 122.655,95
Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Jumlah
99.085,44 113.712,22 165.828,42 72.885,72 118.325,25 276.435,82 153.799,42 943.150,59 152.429,89 191.561,09 340.418,36 144.249,00 105.272,20 83.589,99 3.201.595,26
101.200,86 116.008,97 168.889,98 75.137,53 115.703,73 287.012,63 156.042,02 1.011.513,23 137.760,93 215.640,15 384.908,21 152.467,30 112.676,82 87.607,98 3.360.714,39
117.015,84 118.587,67 150.012,31 80.199,25 133.986,90 259.866,77 158.538,05 1.091.971,27 147.342,98 233.953,71 416.398,35 162.902,52 124.919,32 88.834,51 3.546.613,13
124.831,60 121.221,89 158.870,10 85.101,75 141.549,86 274.781,81 167.041,10 1.152.605,30 156.053,22 247.394,02 438.988,74 172.620,72 132.699,81 94.360,04 3.746.320,13
130.794,78 127.149,32 166.416,35 89.357,56 149.019,49 287.031,55 175.771,55 1.236.504,57 163.845,20 263.359,64 469.075,76 181.661,02 139.555,51 99.190,44 3.970.278,93
135.180,35 130.543,34 168.228,87 93.618,90 156.964,53 303.271,83 184.154,80 1.326.185,61 172.681,77 274.374,85 496.212,18 189.002,26 148.333,63 106.127,26 4.188.330,52
1
4
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar beberapa terbitan (diolah)
PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Karanganyar Tahun 2001-2008 (dalam rupiah) Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan
2001 2.023.393,14 1.949.673,96 1.927.273,88 2.212.766,06 2.666.259,94 3.902.985,19 2.262.565,33 2.912.470,77
2002 2.223.419,77 1.851.351,80 2.336.488,41 2.528.650,74 2.714.111,41 3.438.992,88 2.396.439,77 3.325.479,74
xcvi
2003 2.344.310,87 1.953.285,35 2.467.091,28 2.669.680,65 2.744.253,04 3.608.387,83 2.490.466,93 3.469.444,30
2004 2.459.369,87 2.031.550,54 2.570.258,32 2.776.900,25 2.868.698,52 3.764.564,77 2.596.773,00 3.599.330,80
2005 2.574.339,61 2.092.896,86 2.651.791,27 2.858.298,00 2.919.648,78 3.780.509,08 2.700.363,43 3.762.964,21
2006 2.682.690,3 2.193.744,2 2.767.439,6 2.981.972,7 3.026.274,7 3.948.797,9 2.817.200,0 3.917.483,0
Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi kab kra
4.279.746,36 3.031.943,81 15.653.011,10 2.754.998,11 3.555.543,43 7.072.658,31 2.565.277,98 3.137.668,55 3.332.242,12 4.188.515,90
3.691.446,66 3.046.289,58 16.576.665,60 2.890.494,94 3.767.309,79 7.565.514,40 2.727.451,97 3.460.464,74 3.342.659,21 4.378.059,10
3.866.789,64 3.123.197,60 17.252.504,16 3.002.004,88 3.939.959,86 7.845.108,48 2.936.362,75 3.634.914,21 3.559.815,72 4.574.278,17
3.994.593,97 3.246.971,31 18.289.864,39 3.093.987,42 4.159.251,33 8.283.459,85 2.936.362,75 3.816.224,37 3.681.628,86 4.802.551,48
4.180.349,52 3.377.004,37 19.419.624,94 3.097.097,55 4.285.633,86 8.669.430,26 3.026.118,17 4.037.387,92 3.918.014,69 5.012.698,91
4.371.480,9 3.546.787,3 20.325.619,2 3.282.891,5 4.436.770,1 9.045.020,3 3.117.734,2 4.193.541,8 4.058.618,4 5.233.097,3
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar beberapa terbitan (diolah)
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2001 Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan
Yi 2112408.35 2035446 2012060.46 2310112.39 2600720.06 4074689.41 2362102.44 3040599.09
Y 4404510.3 4404510.3 4404510.3 4404510.3 4404510.3 4404510.3 4404510.3 4404510.3
Yi-Y -2,292,102 -2,369,064 -2,392,450 -2,094,398 -1,803,790 -329,821 -2,042,408 -1,363,911
(Yi-Y)2 5.25373E+12 5.61247E+12 5.72382E+12 4.3865E+12 3.25366E+12 1.08782E+11 4.17143E+12 1.86025E+12
f 37048 39091 45509 46090 43739 43464 33286 39968
n 804031 804031 804031 804031 804031 804031 804031 804031
f/n 0.046077825 0.048618772 0.056601051 0.057323660 0.054399644 0.054057617 0.041398901 0.049709526
Karanganyar
4156678.5
4404510.3
-247,832
61420601091
69222
804031
0.086093695
Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo
3104473.05 16836319.93 2876198.9 3711962.6
4404510.3 4404510.3 4404510.3 4404510.3
-1,300,037 12,431,810 -1,528,311 -692,548
1.6901E+12 1.5455E+14 2.33574E+12 4.79622E+11
52482 65236 50279 60834
804031 804031 804031 804031
0.065273603 0.081136175 0.062533659 0.075661262
xcvii
Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Kra Jumlah
7383806 2678132.41 3275704.1 3478837.63 4404510.3
4404510.3 4404510.3 4404510.3 4404510.3
2,979,296 -1,726,378 -1,128,806 -925,673
8.8762E+12 2.98038E+12 1.2742E+12 8.5687E+11
54808 60029 36240 26706
804031 804031 804031 804031
0.068166526 0.074660057 0.045072889 0.033215137
n 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551 815551
f/n 0.045745760 0.048389371 0.056168161 0.058245284 0.053925506 0.053758747 0.041167260 0.049812949 0.086655525 0.065299411 0.081368302 0.063305667 0.076100698 0.068286349 0.074480934
804031
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2002
Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang
Yi 2274066.64 1893523.46 2389710.78 2586250.54 2682302.43 3517329.04 2451027.91 3401230.3 3775533.47 3115680.49 17016367.76 2956337.03 3853124.75 7737847.89 2789580.09
Y 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26 4487641.26
xcviii
Yi-Y -2213574.62 -2594117.80 -2097930.48 -1901390.72 -1805338.83 -970312.22 -2036613.35 -1086410.96 -712107.79 -1371960.77 12528726.50 -1531304.23 -634516.51 3250206.63 -1698061.17
(Yi-Y)2 4.89991E+12 6.72945E+12 4.40131E+12 3.61529E+12 3.25925E+12 9.41506E+11 4.14779E+12 1.18029E+12 5.07098E+11 1.88228E+12 1.56969E+14 2.34489E+12 4.02611E+11 1.05638E+13 2.88341E+12
f 37308 39464 45808 47502 43979 43843 33574 40625 70672 53255 66360 51629 62064 55691 60743
Kerjo Jenawi Kab Kra Jumlah
3539290.01 3418801.17 4487641.26
4487641.26 4487641.26
-948351.25 -1068840.09
8.9937E+11 1.14242E+12
36378 26656
815551 815551
0.044605426 0.032684651
815551
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2003
Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Kra
Yi 2344310.87 1953285.35 2467091.28 2669680.65 2744253.04 3608387.83 2490466.93 3469444.30 3866789.64 3123197.60 17252504.16 3002004.88 3939959.86 7845108.48 2936362.75 3634914.21 3559815.72 4574278.17
Y 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17 4574278.17
xcix
Yi-Y -2229967.30 -2620992.82 -2107186.89 -1904597.52 -1830025.13 -965890.34 -2083811.24 -1104833.87 -707488.53 -1451080.57 12678225.99 -1572273.29 -634318.31 3270830.31 -1637915.42 -939363.96 -1014462.45
(Yi-Y)2 4.97275E+12 6.8696E+12 4.44024E+12 3.62749E+12 3.34899E+12 9.32944E+11 4.34227E+12 1.22066E+12 5.0054E+11 2.10563E+12 1.60737E+14 2.47204E+12 4.0236E+11 1.06983E+13 2.68277E+12 8.82405E+11 1.02913E+12
f 37425 39638 45999 46944 44370 44132 34296 41006 71461 53843 67170 52402 63287 56311 61514 36530 26875
n 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203 823203
f/n 0.04546266 0.04815094 0.05587807 0.05702603 0.05389922 0.05361010 0.04166165 0.04981274 0.08680847 0.06540671 0.08159591 0.06365623 0.07687897 0.06840475 0.07472518 0.04437544 0.03264686
Jumlah
823203
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2004
Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Kra
Yi 2459369.87 2031550.54 2570258.32 2776900.25 2868698.52 3764564.77 2596773.00 3599330.80 3994593.97 3246971.31 18289864.39 3093987.42 4159251.33 8283459.85 2936362.75 3816224.37 3681628.86 4802551.48
Y 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48 4802551.48
c
Yi-Y -2343181.61 -2771000.94 -2232293.16 -2025651.23 -1933852.96 -1037986.71 -2205778.48 -1203220.68 -807957.51 -1555580.17 13487312.91 -1708564.06 -643300.15 3480908.37 -1866188.73 -986327.11 -1120922.62
(Yi-Y)2 5.4905E+12 7.67845E+12 4.98313E+12 4.10326E+12 3.73979E+12 1.07742E+12 4.86546E+12 1.44774E+12 6.52795E+11 2.41983E+12 1.81908E+14 2.91919E+12 4.13835E+11 1.21167E+13 3.48266E+12 9.72841E+11 1.25647E+12
f 37553 39872 46258 47315 44480 44382 34484 41543 72112 54301 68100 53797 63584 56958 62242 36659 27000
n 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640 830640
f/n 0.0452097 0.0480015 0.0556895 0.0569621 0.0535490 0.0534310 0.0415149 0.0500132 0.0868149 0.0653724 0.0819849 0.0647657 0.0765482 0.0685712 0.0749325 0.0441334 0.0325050
Jumlah
830640
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2005
Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Kra Jumlah
Yi 2574339.61 2092896.86 2651791.27 2858298.00 2919648.78 3780509.08 2700363.43 3762964.21 4180349.52 3377004.37 19419624.94 3097097.55 4285633.86 8669430.26 3026118.17 4037387.92 3918014.69 5012698.91
Y 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91 5012698.91
Yi-Y -2438359.30 -2919802.05 -2360907.64 -2154400.91 -2093050.13 -1232189.83 -2312335.48 -1249734.70 -832349.39 -1635694.54 14406926.03 -1915601.36 -727065.05 3656731.35 -1986580.74 -975310.99 -1094684.22
(Yi-Y)2 5.9456E+12 8.52524E+12 5.57388E+12 4.64144E+12 4.38086E+12 1.51829E+12 5.3469E+12 1.56184E+12 6.92806E+11 2.6755E+12 2.0756E+14 3.66953E+12 5.28624E+11 1.33717E+13 3.9465E+12 9.51232E+11 1.19833E+12
f 37661 40146 46453 47552 44909 44605 34745 41866 72750 54698 68528 57898 64550 57480 62896 36817 27133 840687
ci
n 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687 840687
f/n 0.0447978 0.0477538 0.0552559 0.0565632 0.0534194 0.0530577 0.0413292 0.0497997 0.0865363 0.0650634 0.0815142 0.0688698 0.0767824 0.0683726 0.0748150 0.0437939 0.0322747
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2006 Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Kra Jumlah
Yi 2682690.31 2193744.25 2767439.61 2981972.79 3026274.74 3948797.92 2817200.06 3917483.04 4371480.91 3546787.35 20325619.25 3282891.51 4436770.19 9045020.32 3117734.28 4193541.82 4058618.49 5233097.32
Y 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32 5233097.32
Yi-Y -2550407.01 -3039353.07 -2465657.71 -2251124.53 -2206822.58 -1284299.40 -2415897.26 -1315614.28 -861616.41 -1686309.97 15092521.93 -1950205.81 -796327.13 3811923.00 -2115363.04 -1039555.50 -1174478.83
(Yi-Y)2 6.50458E+12 9.23767E+12 6.07947E+12 5.06756E+12 4.87007E+12 1.64942E+12 5.83656E+12 1.73084E+12 7.42383E+11 2.84364E+12 2.27784E+14 3.8033E+12 6.34137E+11 1.45308E+13 4.47476E+12 1.08068E+12 1.3794E+12
f 37682 40298 46469 47934 45446 44874 34977 42430 73120 55122 69007 56352 65181 57929 63549 36867 27252 844489
cii
n 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489 844489
f/n 0.044621067 0.047718798 0.055026176 0.056760952 0.053814792 0.053137459 0.041417946 0.050243402 0.086584905 0.065272609 0.081714504 0.066729111 0.077183954 0.068596512 0.075251424 0.043655986 0.032270403
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2007
Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Kra Jumlah
Yi 2826793.40 2319795.26 2910042.47 3106180.91 3166844.83 4140843.76 2959666.14 4084686.54 4591023.52 3704667.75 21406626.86 3389515.48 4645010.99 9476564.07 3261533.65 4453051.73 4258316.76 5487197.67
Y 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67 5487197.67
Yi-Y -2660404.27 -3167402.41 -2577155.20 -2381016.76 -2320352.84 -1346353.91 -2527531.53 -1402511.13 -896174.15 -1782529.92 15919429.19 -2097682.19 -842186.68 3989366.40 -2225664.02 -1034145.94 -1228880.91
(Yi-Y)2 7.07775E+12 1.00324E+13 6.64173E+12 5.66924E+12 5.38404E+12 1.81267E+12 6.38842E+12 1.96704E+12 8.03128E+11 3.17741E+12 2.53428E+14 4.40027E+12 7.09278E+11 1.5915E+13 4.95358E+12 1.06946E+12 1.51015E+12
f 37884 40318 46978 48424 45696 44892 35182 42753 73699 55379 69201 57084 66233 58536 64472 37063 27572 851366
ciii
n 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366 851366
f/n 0.044497901 0.047356836 0.055179558 0.056878005 0.053673743 0.052729378 0.041324178 0.050216945 0.08656559 0.06504723 0.081282316 0.067049894 0.077796153 0.068755388 0.075727713 0.043533568 0.032385601
Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2008
Kecamatan Jatipuro Jatiyoso Jumapolo Jumantono Matesih Tawangmangu Ngargoyoso Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu Gondangrejo Kebakkramat Mojogedang Kerjo Jenawi Kab Kra Jumlah
Yi 2997398.82 2461245.40 3050660.26 3263906.98 3329153.10 4353662.63 3128531.87 4294439.11 4738384.58 3876819.43 22251386.55 3369153.43 4782531.51 9974291.11 3275226.02 4681358.76 4498801.66 5709165.40
Y 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40 5709165.40
Yi-Y -2711766.58 -3247920.00 -2658505.14 -2445258.42 -2380012.30 -1355502.77 -2580633.53 -1414726.29 -970780.82 -1832345.97 16542221.15 -2340011.97 -926633.89 4265125.71 -2433939.38 -1027806.64 -1210363.74
(Yi-Y)2 7.35368E+12 1.0549E+13 7.06765E+12 5.97929E+12 5.66446E+12 1.83739E+12 6.65967E+12 2.00145E+12 9.42415E+11 3.35749E+12 2.73645E+14 5.47566E+12 8.5865E+11 1.81913E+13 5.92406E+12 1.05639E+12 1.46498E+12
f 38060 40422 47441 48879 46131 45182 35351 43247 75796 55842 70770 60828 68571 58973 65051 37380 27656 865580
civ
n 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580 865580
f/n 0.04397051 0.04669932 0.05480833 0.0564696 0.05329490 0.05219852 0.04084082 0.04996303 0.08756671 0.06451396 0.08176020 0.07027426 0.07921971 0.06813119 0.07515307 0.04318491 0.03195083
cv