ISBN No. 978-602-98559-1-3
Prosiding SNSMAIP III-2012
PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GENOTIPE PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PADA DUA LOKASI BERBEDA* Dulbari*, Nyimas Sa’diyah, dan Muhammad Kamal Pascasarjana Agronomi, Universitas Lampung, Bandar Lampung,Indonesia *Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan daya hasil beberapa genotipe padi sawah yang ditanam pada dua lokasi berbeda. Penelitian dilakukan di Lampung Timur (PMK, 60 m dpl, 26,86⁰C) dan Tanggamus (Andosol, 600 m dpl, 24,15⁰C) mulai dari Desember 2011 s.d. April 2012 menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna dengan 12 perlakuan dan 3 ulangan di masing-masing lokasi. Perlakuan terdiri dari 10 genotipe padi sawah baru 1. IPB 3S, 2. IPB 4S, 3. IPB 5R, 4. IPB6R, 5. IPB117-F-72-1, 6. IPB 117-F-7-7-1, 7. IPB 117-F-14-4-1, 8. IPB 117-F-15-4-1, 9. IPB 117-F-20-1-1, 10. IPB 117-F-80-2-1, ditambah dua varietas pembanding Ciliwung dan Ciherang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 genotipe mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan 2 varietas pembanding Ciliwung dan Ciherang di Lampung Timur dan Tanggamus. Genotipe IPB 3S dan IPB 4S di Tanggamus mempunyai umur berbunga lebih cepat dibandingkan varietas Ciliwung dan Ciherang. Delapan genotipe mempunyai umur panen lebih cepat dibandingkan Ciliwung dan Ciherang, 2 genotipe (IPB 4S dan IPB 5R) lebih cepat dari Ciliwung di Lampung Timur, dan 2 genotipe (IPB 3S dan IPB 4S) mempunyai umur panen lebih cepat dibandingakan varietas Ciliwung dan Ciherang di Tanggamus. Genotipe IPB 6R mempunyai daya hasil (10,02 ton/hektar) lebih tinggi dibandingkan 2 varietas pembanding di Lampung Timur, sedangkan di Tanggamus tidak ada genotipe yang mempunyai daya hasil lebih tinggi dibandingkan 2 varietas pembanding, namun rata-rata umumnya lebih tinggi dibandingkan Lampung Timur. Kata Kunci : Pertumbuhan, hasil, padi sawah, lokasi berbeda *) Bagian dari tesis pascasarjana
1. PENDAHULUAN Keragaan produksi dan kebutuhan padi nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus melebar. Laju peningkatan produksi komoditi padi cenderung negatif, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif (Hutapea dan Ali, 2010). Menurut BPS (2011), produksi padi nasional tahun 2010 mencapai 66,411 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan tingkat produktivitas rata-rata 5 ton GBK per hektar. Tingkat Produktivitas ini masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negera lain seperti Australia 9,50 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha, dan China 6,35 ton/ha (FAO, 1993: Hutapea dan Ali, 2010). Upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah memerlukan berbagai cara yang salah satunya adalah merakit galur-galur unggul baru melalui program pemuliaaan tanaman. Sebelum sebuah genotipe padi sawah dilepas sebagai varietas budidaya, diperlukan informasi tentang kemampuan pertumbuhan dan daya hasilnya di berbagai lokasi. Padi varietas unggul mempunyai daya adaptasi
yang luas sehingga mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam rentang areal yang luas. Keragaan genotipe tergantung dari genotipe, lingkungan, dan interaksi antara genotipe x lingkungan. Genotipe mempunyai respon beragam terhadap lingkungan tumbuhnya. Respon genotipe yang spesifik terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan (G x L), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi genetik dalam penampilan akhir (Gomez dan Gomez, 1985). Dengan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan maka pengembangan tanaman cenderung diarahkan untuk mendapatkan varietas yang mempunyai daya adaptasi luas dengan kondisi lingkungan yang beragam (Pfeiffer et al, 1995). Pengujian pertumbuhan dan daya hasil genotipe perlu dilakukan untuk mengetahui potensi genetik yang dimiliki oleh masing-masing genotipe. Setiap genotipe akan mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda-beda di setiap lokasi. Perbedaan akan menimbulkan keragaman penampilan.
125
ISBN No. 978-602-98559-1-3
2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dari Desember 2011 s.d. April 2012 di Desa Banjarrejo Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur ketinggiaan 60 m dpl, jenis tanah podsolit merah kuning, dengan suhu rata harian 26,86⁰C dan Desa Wonorejo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Tanggamus dengan ketinggian 600 m dpl, jenis tanah andosol, dengan suhu rata-rata harian 24,15⁰C. Bahan yang digunakan adalah 10 genotipe padi sawah : 1) IPB 3S, 2) IPB 4S, 3) IPB 5R, 4) IPB 6R, 5) IPB 117-F-7-2-1, 6) IPB 117-F-7-7-1, 7) IPB 117-F-14-4-1, 8) IPB 117-F-15-4-1, 9) IPB 117-F-20-1-1, 10) IPB 117-F-80-2-1, dan 2 varietas pembanding 1) Ciliwung, dan 2) Ciherang, pupuk urea 300kg/ha, SP36 200kg/ha, KCl 100kg/ha, dan pestisida. Percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan perlakuan faktor tunggal dan 3 ulangan. Petak percobaan berukuran luas 3 m x 4 msebanyak 36 petak percobaan di setiap lokasi. Penanaman menggunakan bibit berumur 21 hari, ditanam dengan kedalaman 1-2 cm dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, 2-3 batang per rumpun. Aplikasi pemupukan dilakukan sesuai dosis anjuran. Pupuk dasar diberikan pada saat tanam terdiri dari 1/3 dosis pupuk Urea, seluruh dosis pupuk SP36 dan KCl. Pupuk Urea susulan diaplikasikan pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam 1/3 dosis, dan susulan kedua umur 6 minggu setelah tanam 1/3 dosis.Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual sebanyak 2 kali umur 3 dan 6 mst.Pengendalian hama dan penyakit dilakukan menggunakan pestisida. Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel yang ditentukan secara acak pada setiap petak percobaan. Peubah yang diamati adalah: tinggi tanaman, jumlah anakan,berat kering brangkasan, bobot gabah per malai ( penimbangan menggunakan timbangan ohaus triple beam dengan ketelitian 2 desimal), umur berbunga (tanaman pada petak percobaan 50% berbunga), umur panen (tanaman pada petak percobaan 80% masak), dan potensi hasil (produksi 20 rumpun yang ditentukan secara acak dikonversi dalam ton per hektar
Prosiding SNSMAIP III-2012
pada kadar air 14%) pengukuran kadar air menggunakan moisture tester. Potensi hasil dihitung menggunakan persamaan : GKP
=
GKG (KA 14%) =
GKP
Keterangan: GKP = gabah kering panen, GKG= gabah kering giling, KA=kadar air.
Data hasil pengamatan dianalisis keragamannya menggunakan uji Barlet, bila memenuhi asumsi dilanjutkan dengan uji F secara serentak untuk masing-masing lokasi. Untuk mengetahui perbedaan antara nilai tengah genotipe dengan kontrol digunakan uji LSI taraf 5%. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Keadaan Umum Secara umum kondisi tanaman di kedua lokasi cukup baik, semua genotipe dapat tumbuh dan berkembang dengan sempurna. Perbedaan keragaan pertanaman tampak akibat adanya perbedaan keragaan genotipe. Pengaruh lingkungan terlihat pada perbedaan laju pertumbuhan tanaman dimana tanaman padi yang ditanam di lokasi Lampung Timur secara keseluruhan mempunyai umur berbunga dan umur panen lebih cepat dibandingkan dengan pertanaman di Tanggamus (data pengamatan umur berbunga dan umur panen). Perbedaan umur tanaman ini diduga akibat adanya perbedaan suhu rata-rata bulanan kedua lokasi penanaman (Lampung Timur 26,86⁰C dan Tanggamus 24,15⁰C). Tanaman padi dapat tumbuh pada kisaran suhu rata-rata bulanan 15⁰C -- 35⁰C (Chakraborty, S. 2001). Perbedaan rentang suhu mempengaruhi karakteristik pertumbuhan tanaman (umur berbunga dan umur panen). Pada kisaran suhu yang tinggi, proses metabolisme tanaman akan terganggu. Tanaman akan menjadi layu karena stomatanya tertutup, difusi CO2 terhambat dan proses fotosintesis terganggu (Yang et al. 2002: Rahmah, 2011). Keragaan pertanaman di kedua lokasi ditampilkan pada Gambar 1:
126
ISBN No. 978-602-98559-1-3
Prosiding SNSMAIP III-2012
3 mst Lam-Tim
5 mst Lam-Tim
3 mst Tanggamus
5 mst Tanggamus
Fase Generatif LT
Fase Generatif TGM TGM
Gambar 1. Keragaan tanaman di Lampung Timur dan Tanggamus
3.2 Karakter Pertumbuhan dan Daya Hasil Keragaman karakter pertumbuhan dan daya hasil semua genotipe memperlihatkan penampilan yang baik di semua lokasi. Nilai rata-rata karakter pertumbuhan dan daya hasil semua genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% dan 1%. Karakter daya hasil berbeda nyata untuk lokasi di Lampung Timur, sementara di lokasi Tanggamus tidak nyata. Karakter tinggi tanaman 10 genotipe yang diuji di kedua lokasi menunjukkan perbedaan dengan kontrol (ciliwung dan Ciherang) pada taraf 5%. Di Lampung Timur 4 genotipe mempunyai tinggi tanaman ratarata diatas 100cm yaitu: IPB4S (101,87cm), IPB6R (100,33cm), IPB 117-F-7-7-1 (101,23cm) dan IPB 117-F-15-4-1 (101,47cm). Di Tanggamus tidak ada genotipe yang mencapai tinggi tanaman rata-rata diatas 100 cm. Keragaan karakter tinggi tanaman disajikan pada Gambar 2. Karakter jumlah anakan rata-rata 10 genotipe yang diuji tidak ada yang melebihi jumlah anakan rata-rata tanaman kontrol (Ciliwung dan Ciherang : 31 dan 27 di Lampung Timur, 29 dan 30 di Tanggamus). Keragaan karakter jumlah anakan ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Keragaan karakter tinggi tanaman di LampungTimur dan Tanggamus Keterangan : LT: Lampung Timur, TGM: Tanggamus, ab: nyata lebih tinggi dari Varietas Pembanding (Ciliwung dan Tanggamus) pada taraf 5% uji LSI, 1: IPB 3S, 2: IPB 4S, 3: IPB 5R, 4: IPB 6R, 5: IPB 117-F-72-1, 6: IPB 117-F-7-7-1, 7: IPB 117-F-144-1, 8: IPB 117-F-15-4-1, 9: IPB 117-F20-1-1, 10: IPB 117-F-80-2-1, 11: Ciliwung, 12: Ciherang.
Gambar 3. Keragaan jumlah anakan di Lampung Timur dan Tanggamus Keterangan : LT: Lampung Timur, TGM: Tanggamus, 1—12 sama seperti keterangan Gambar 2
127
ISBN No. 978-602-98559-1-3
Rata-rata umur berbunga dan umur panen genotipe yang ditanam di Tanggamus lebih lama jika dibandingkan dengan genotipe yang ditanam di Lampung Timur. Genotipe padi sawah yang ditanam di Tanggamus rata-rata berbunga pada umur 72 hst dan dipanen pada umur 103, 72 hst. Terdapat dua genotipe yang mempunyai umur berbunga dan umur panen lebih cepat dari Ciliwung dan Ciherang yaitu : IPB 3S : 68,33 hst dan 99,00 hst serta IPB 4S : 70,33 hst dan 99,33 hst. Umur panen genotipe di Lampung Timur lebih cepat dibandingkan dengan umur panen genotipe di Tanggamus, hal ini diduga karena adanya cekaman suhu ratarata bulanan yang berbeda dari kedua lokasi tersebut. Keragaan umur berbunga dan umur panen disajikan pada Gambar 4 dan 5. Menurut Yang et al (2004) dalam Rahmah (2011) tanaman serealia akan merespon cekaman suhu tinggi dengan proses penuaan yang lebih cepat hal ini dicirikan dengan adanya klorosis dan kemasakan dini pada bulir. Suhu tinggi juga menyebabkan tanaman mengalami kekurangan air sehingga daun tanaman cepat layu, stomata tertutup, dan terhambatnya difusi CO2 sehingga proses fotosintesis terganggu.
Prosiding SNSMAIP III-2012
Gambar 5. Keragaan umur panen genotipe di Lampung Timur dan Tanggamus Keterangan : LT: Lampung Timur, TGM: Tanggamus, c: berbeda nyata lebih cepat dibandingkan varietas pembanding Ciliwung, d: berbeda nyata lebih cepat dibandingkan varietas pembanding Ciherang, 1—12 sama seperti keterangan Gambar 2
Gambar 6. Keragaan berat kering brangkasan di Lampung Timur dan Tanggamus Keterangan :
Gambar 4. Keragaan umur berbunga gonotipe di Lampung Timur dan Tanggamus Keterangan : LT: Lampung Timur, TGM: Tanggamus, c: berbeda nyata lebih cepat dibandingkan varietas pembanding Ciliwung, d: berbeda nyata lebih cepat dibandingkan varietas pembanding Ciherang, 1—12 sama seperti keterangan Gambar 2
Berat kering brangkasan genotipe IPB 117F-14-4-1 di Lampung Timur mempunyai berat kering yang nyata lebih berat (78,40 gr) dibandingkan kontrol Ciliwung. Di Tanggamus genotipe IPB 117-F-7-2-1 mempunyai berat kering brangkasan nyata lebih berat dibandingkan dengan kontrol Ciherang. Keragaan karakter berat kering krangkasan ditampilkan pada Gambar 6.
LT: Lampung Timur, TGM: Tanggamus, a: berbeda nyata dengan varietas pembanding Ciliwung pada taraf 5%, b: berbeda nyata dengan varietas pembanding Ciherang pada taraf 5%, 1— 12 sama seperti keterangan Gambar 2
Keragaan karakter bobot gabah per malai masing-masing genotipe di kedua lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji F serentak taraf 1%. Rata-rata bobot gabah per malai di lokasi Lampung Timur adalah 4,8 gram, sedangkan di lokasi Tanggamus adalah 6,46 gram. Keragaan karakter bobot gabah per malai tersaji pada Gambar 7.
Gambar 7. Keragaan bobot gabah per malai di Lampung Timur dan Tanggamus Keterangan : LT: Lampung Timur, TGM: Tanggamus, ab: berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding (Ciliwung dan Ciherang) pada taraf 5%, 1-12 sama seperti keterangan Gambar 2
128
ISBN No. 978-602-98559-1-3
Dari 10 genotipe yang diuji di kedua lokasi hampir semua mempunyai bobot gabah per malai nyata lebih tinggi dibandingkan dengan bobot gabah per malai genotipe kontrol Ciliwung maupun Ciherang pada uji LSI taraf 5%, kecuali genotipe IPB 3S dengan berat 3,93 gram dan IPB 117-F-144-1 dengan berat 4,05 gram di lokasi Lampung Timur, dan genotipe IPB 117-F14-4-1 dengan berat4,98 gram di lokasi Tanggamus. Bobot gabah per malai tertinggi untuk lokasi Lampung Timur terdapat pada genotipe IPB IPB 6R dengan berat 6,45 gram dan di Tanggamus terdapat pada genotipe IPB 4S dengan berat 7,91 gram. Adanya perbedaan keragaan karakter bobot gabah per malai di kedua lokasi menunjukkan adanya pengaruh lingkungan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ratarata penampilan bobot gabah per malai di Tanggamus (6,46 gram) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata bobot gabah per malai di Lampung Timur (4,80 gram). Karakter bobot gabah per malai merupakan salah satu komponen hasil tanaman padi, karakter ini dipengaruhi oleh periode akumulasi biomassa selama pertumbuhan. Semakin lama umur tanaman maka hasil panen tanaman semakin besar (Rahmah, 2011). Hal ini berhubungan dengan kondisi suhu rata-rata bulannya. Menurut Stone (2001) suhu tinggi akan berpengaruh terhadap laju perkembangan tanaman. Semakin tinggi suhu maka laju perkembangan tanaman akan semakin meningkat tetapi mengurangi potensi akumulasi biomassanya. Pada tanaman serealia termasuk padi, suhu yang tinggi mempengaruhi laju perkembangan bulir menjadi lebih cepat, berat bulir menjadi berkurang, bijinya keriput, dan berkurangnya akumulasi pati. Cekaman suhu tinggi dapat mempersingkat periode perkembangan tanaman sehingga menghasilkan organ yang lebih sedikit, ukuran organ lebih kecil, siklus hidup lebih pendek, dan terganggunya proses yang berkaitan dengan asimilasi karbon, akibatnya hasil panen berkurang (Maestri et al, 2002). Karakter daya hasil di lokasi Lampung Timur berbeda nyata pada taraf 5%, bahkan untuk genotipe IPB 6R (10,02 ton per hektar) nyata lebih tinggi dari genotipe pembanding Ciliwung dan Ciherang. 6 genotipe lainnya mempunyai rata-rata daya hasil lebih tinggi
Prosiding SNSMAIP III-2012
dari rata-ratanya 8,01 ton per hektar. Genotipe-genotipe tersebut adalah IPB 4S : 8,60 ton per hektar, IPB 5 R : 8,46 ton per hektar, IPB 117-F-7-2-1 : 8,05 ton per hektar, IPB 117-F-7-7-1 : 8,63 ton per hektar, IPB 117-F-15-4-1 : 8,42 ton per hektar, dan IPB 117-F-80-2-1 : 8,07 ton per hektar. Untuk karakter daya hasil di lokasi Tanggamus uji serentaknya menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar genotipe, begitu pula tidak ada genotipe mempunyai daya hasil nyata lebih tinggi dari kedua kontrol. Namun rata-rata daya hasil di lokasi Tanggamus mencapai 9,21 ton per hektar. Karakter daya hasil yang ditunjukkan oleh 10 genotipe yang diuji menggambarkan bahwa genotipe tersebut masuk ke dalam kelompok genotipe yang mempunyai daya hasil tinggi Astarini, (2008). Keragaan karakter daya hasil ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Keragaan daya hasil genotipe di Lampung Timur dan Tanggamus Keterangan :
LT: Lampung Timur, TGM: Tanggamus, ab: berbeda nyata dengan varietas pembanding Ciliwung dan Ciherang pada taraf 5%, 1—12 sama seperti keterangan Gambar 2
4. SIMPULAN Sepuluh genotipe yang diuji mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan 2 varietas pembanding di Lampung Timur dan Tanggamus. Genotipe IPB 3S, IPB 6R,IPB 117-F-7-2-1,IPB 117-F-7-7-1, IPB 117-F-144-1, IPB 117-F-15-4-1, IPB 117-F-20-1-1, dan IPB 117-F-80-2-1, mempunyai umur panen lebih cepat lebih dibandingkan 2 varietas pembanding (Ciliwung dan Ciherang), dan 2 genotipe (IPB 4S dan IPB 5R) lebih cepat dari ciliwung di Lampung Timur, sedangkan 2 genotipe (IPB 3S dan IPB 4S) mempunyai umur panen lebih cepat dibandingkan 2 varietas pembanding (Ciliwung dan Ciherang) di Tanggamus. Genotipe IPB 6R mempunyai daya hasil
129
ISBN No. 978-602-98559-1-3
(10,02 ton/hektar) lebih tinggi dibandingkan 2 varietas pembanding di Lampung Timur, sedangkan di Tanggamus tidak ada genotipe yang mempunyai daya hasil lebih tinggi dibandingkan 2 varietas pembanding namun rata-rata umumnya lebih tinggi dibandingkan Lampung Timur. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinoor, M.Sc. yang telah berkenan memberikan genotipe padi sawah untuk mendukung penelitian ini. PUSTAKA Astarini, I.A. 2008. Pemuliaan Tanaman Serealia. www.fp.unud.ac.id/biotek/wpcontent/uploads/2008/.../6-serealia.ppt 27 Mei 2012 Badan Pusat Statistik. 2011. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Padi Nasional. http://www.bps.id/tnmn_pgn.php diakses 15 Mei 2011. Chakraborty, S. 2001. Rice Breeding and Genetics. First Published. Printed and Published by Ashok Kumar Mittal. Concept Publishing Company. India. 205 p
Prosiding SNSMAIP III-2012
Gomes, K.A., A.A. Gomes. 1985. Statistical Procedures for Agricultural Research. John Willey & Sons, Inc. Canada. Hutapea, J. dan Ali, Z,M. 2010. Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas Menuju Kemandirian Pertanian Indonesia, Makalah Ilmiah 12 Hlm. Maestri, E. Klueva, N. Perrota, C. Gulli, M. Nguyen, H.T. and Marmiroli, N. 2002. Moleculler Genetics of Heat Tolerance and Heat Shock Protein in Cereals. Plant Molecullar Biology 46: 667-681. Pfeiffer, T.W., J.L. Grabou., J.H. Orf.1995. Early Maturity Soyben Production System: Genotype x Environmental Interaction Between Regions of Adaptation. Crop Sci. 35: 108-112. Rahmah. 2011. Keragaman Genetik dan Adaptabilitas Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi di Lingkungan Tropis. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Stone, P. 2001. The Effects of Heat Stress on Cereal Yield and Quality. In: Basra AS.(Ed.). Crop Responses and Adaptations to Temperature Stress. Binghamton NY: Food Products Press. 243-291.
130