PERMUDAAN ALAMI HUTAN DI SATUAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (SPTN) WILAYAH III KUALA PENET TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
(SKRIPSI)
Oleh DWI RAHAYU DAMAYANTI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2016
ABSTRAK
PERMUDAAN ALAMI HUTAN DI SATUAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (SPTN) WILAYAH III KUALA PENET TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Oleh
DWI RAHAYU DAMAYANTI
Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu merupakan bagian dari Kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). SPTN Wilayah III Kuala Penet sebagai daerah penyangga TNWK yang terus dipertahankan agar tetap memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang sangat tinggi dalam susunan struktur dan komposisi jenis tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis, struktur tegakan, dan kondisi permudaan alam sebagai gambaran kinerja suksesi tegakan pada SPTN Wilayah III Kuala Penet. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2015 dengan kegiatan analisis vegetasi menggunakan metode pengambilan sampel garis berpetak sebagai cara untuk mendapatkan data primer, berupa: spesies tegakan, jumlah spesies, diameter batang dan tinggi total pohon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis tumbuhan pada kawasan SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu. Indeks Nilai Penting (INP), menunjukkan bahwa
Dwi Rahayu Damayanti
terdapat jenis tumbuhan yang paling dominan, yaitu berasan, kopen, puspa, sempu, sonokeling, dan tiga urat sedangkan jenis belimbingan, bungur, keteja, keruing, mahoni, tutup, dan waru memiliki tingkat penguasaan rendah diantara 32 jenis tumbuhan yang ditemukan dalam penelitian. Struktur tegakan secara horizontal menunjukkan bahwa secara umum tegakan didominansi oleh tumbuhan dengan diameter <10 cm dan semakin menurun untuk kelas diameter 10—<20 cm sampai >60 cm. Sedangkan struktur tegakan vertikal menunjukkan bahwa tegakan didominansi oleh stratum C sebanyak 28 jenis, diikuti stratum D (22) jenis, stratum E (18) jenis, dan stratum B satu jenis. Kondisi permudaan alam di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu menunjukkan kondisi hutan normal, karena tingkat kerapatan tegakan didominansi oleh fase semai, diikuti pancang, tiang, dan pohon dengan bentuk kurva menyerupai huruf “J” terbalik.
Kata kunci: Komposisi Jenis, Permudaan Alam, SPTN, Struktur Tegakan, TNWK
ABSTRACT
(NATURAL REGENERATION FOREST NATIONAL PARK MANAGEMENT UNIT (NPMU) REGION III KUALA PENET WAY KAMBAS NATIONAL PARK)
By
DWI RAHAYU DAMAYANTI
National Park Management Unit (SPTN) Region III Kuala Penet Resort Margahayu is part of the National Park Way Kambas (TNWK). SPTN Region III Kuala Penet as the buffer area TNWK are maintained to keep a diversity of plants is very high in the composition of the structure and composition of a certain type. This study aims to determine the species composition, stand structure and condition of natural regeneration as a performance snapshot succession of stands in Region III SPTN Kuala Penet. The study was conducted from August to September 2015 with the activities of the vegetation analysis using sampling methods terraced lines as a way to obtain primary data, such as: the species stands, the number of species, stem diameter and a height of trees. The results showed that there are 32 species in the region Region III SPTN Kuala Penet Resort Margahayu. Importance Value Index (IVI), shows that there are plant species that is most dominant, berasan, kopen, sempu, sonokeling and tiga urat,
Dwi Rahayu Damayanti
whereas the type belimbingan, bungur, keteja, keruing mahoni, tutup, and waru have low mastery level. Horizontal stand structure indicate that in general stands dominated by plants with a diameter <10 cm and adiameter decreases to stand 10<20 cm to>60 cm. While the vertical stand structure indicate that the stratum C stands were dominated by as many as 28 species, followed by stratum D (22) types, stratum E (18) types, and the stratum B one types. The condition of Natural regeneration in SPTN Region III Kuala Penet Resort Margahayu showed that the condition of the forest was normal because the density was dominated by the seedling phase, followed by phases of saplings and poles with the curves shape resembles the letter "J" reversed.
Keywords: Assisted Natural Regeneration, Composition Type, SPTN, Stand Structure,TNWK
PERMUDAAN ALAMI HUTAN DI SATUAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (SPTN) WILAYAH III KUALA PENET TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Oleh
Dwi Rahayu Damayanti
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN Pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gisting pada tanggal 01 Februari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zainal Abidin (Alm) dan Ibu Danisah. Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1998 di Sekolah Dasar Negeri 2 Kota Agung (kelas 1), pindah studi ke Sekolah Dasar Negeri 1 Rajabasa Lama (kelas 2-6) lulus pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Labuhan Ratu tamat pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Labuhan Ratu dan menyelesaikannya pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Lokal.
Pada tahun 2013, penulis melakukan KLK (Kuliah Lapangan Kehutanan) di Puslitbanghut Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, CIFOR dan Kebun Raya Bogor. Kemudian pada tahun 2015, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Purwa Negara Kecamatan Negara Batin Kabupaten Way Kanan. KKN bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki selama masa perkuliahan untuk dapat membantu masyarakat menghadapi permasalahan yang ada pada masyarakat. Tahun 2014 penulis melakukan Praktek Umum selama satu bulan di KPH Randublatung BKPH Ngeliron.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Ilmu Ukur Tanah tahun 2013 dan dalam organisasi penulis pernah menjadi anggota utama Himasylva (Himpunan Mahasiswa Kehutanan).
Saya persembahkan karya kecil ini untuk Bapak Zainal Abidin (Alm), Ibu Danisah tercinta serta kakakku Lisda Rahmawati, S.Pd.I dan adikku Arif Rahman. Terima kasih atas doa, motivasi, dukungan dan kasih sayang yang tak pernah putus serta tak pernah lelah menanti keberhasilanku. Serta teman-teman yang telah membantu dalam penelitian ini.
ii
SANWACANA
Assalamualaikum wr. wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Permudaan Alami Hutan di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Taman Nasional Way Kambas”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW, dengan harapan di hari akhir akan mendapatkan syafaatnya.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan saran berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada. 1. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., sebagai pembimbing utama penulis dan juga pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini. 2. Bapak Trio Santoso, S.Hut., M.Sc., selaku Pembimbing kedua penulis, yang telah memberikan dukungan, arahan, dan bimbingan. 3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Pembahas yang telah memberikan arahan, nasehat, bimbingan, dan masukan. 4. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
iii
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan. 6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 7. Bapak Ir. Dulhadi, selaku Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 8. Bapak Antonius Vevri, S.Si., M.Sc., selaku kepala Seksi III Kuala Penet yang telah memberikan izin tempat penelitian penulis. 9. Bapak Suwanto, selaku pembimbing lapang yang telah banyak membantu dari awal hingga akhir penelitian. 10. Seluruh Staf Pegawai Balai Taman Nasional Way Kambas yang telah memberikan fasilitas bagi penulis selama pelaksanaan penelitian. 11. Bapak dan Ibu, atas kasih sayang, doa dan dukungan moril maupun materiil yang selama ini diberikan kepada penulis. 12. Arif Lukman Fauzun yang telah memberikan motivasi kepada penulis. 13. Teman-teman angkatan 2011 yang penulis sayangi atas kebersamaannya mulai dari langkah awal di kehutanan hingga sekarang, serta atas canda dan tawa yang akan selalu terkenang manis oleh penulis. 14. Agustin Arisandi Mustika, Anisa Awalul Khoiriah, Erwin, Husen Hariadi dan Indri Firdilasari atas bantuan dan kerjasamanya selama melakukan penelitian. 15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun
iv
untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Wassalamualaikum wr. wb.
Bandar Lampung, Juli 2016 Penulis,
Dwi Rahayu Damayanti
v
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
viii
I.
PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang ............................................................................. B. Rumusan Masalah ........................................................................ C. Tujuan Penelitian ......................................................................... D. ManfaatPenelitian ........................................................................ E. Kerangka Pemikiran.....................................................................
1 1 2 3 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... A. Taman Nasional Way Kambas..................................................... B. Hutan............................................................................................ C. Fungsi Hutan ................................................................................ D. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan...................................... E. Penyebaran Pohon dan Permudaan Alam .................................... F. Analisis Vegetasi ......................................................................... 1. Komposisi Jenis ..................................................................... 2. Struktur Tegakan....................................................................
5 5 6 7 8 9 12 12 14
III. METODE PENELITIAN ................................................................ A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... B. Alat dan Bahan Penelitian............................................................. C. Batasan Penelitian ......................................................................... D. Jenis Data ...................................................................................... 1. Data Primer............................................................................... 2. Data Sekunder .......................................................................... E. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 1. Data Primer............................................................................... 2. Data Sekunder .......................................................................... F. Analisis Data ................................................................................. 1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies .......................... 2. Struktur Tegakan.....................................................................
18 18 19 19 19 19 20 20 20 21 22 22 23
vi
Halaman a. Struktur Tegakan Horizontal............................................ b. Struktur Tegakan Vertikal................................................ 3. Permudaan Alam ....................................................................
23 23 25
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN........................... A. Letak dan Luas............................................................................ B. Hidrologi ..................................................................................... C. Topografi..................................................................................... D. Geologi dan Tanah...................................................................... E. Iklim dan Curah Hujan................................................................ F. Suhu dan Kelembaban ................................................................ G. Flora ............................................................................................ H. Vegetasi Hutan............................................................................ I. Pengelolaan Taman Nasional...................................................... J. Sejarah Kerusakan atau Perambahan Di Taman Nasional.......... 1. Pemukiman Liar.................................................................... 2. Penebangan Liar.................................................................... 3. Perburuan Liar ...................................................................... 4. Pencurian Getah Meranti (Shorea leprosula) .......................
26 26 27 28 29 30 31 31 33 34 35 36 36 37 37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ A. Hasil Penelitian ............................................................................ 1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies ......................... 2. Struktur Tegakan.................................................................... a. Struktur Tegakan Horizontal............................................ b. Struktur Tegakan Vertikal................................................ 3. Permudaan Alam.................................................................... B. Pembahasan.................................................................................. 1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies ......................... 2. Struktur Tegakan.................................................................... a. Struktur Tegakan Horizontal............................................ b. Struktur Tegakan Vertikal................................................ 3. Permudaan Alam....................................................................
38 38 38 39 39 40 42 45 45 47 47 48 51
VI. SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. A. Simpulan ..................................................................................... B. Saran ...........................................................................................
54 54 55
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
56
LAMPIRAN ............................................................................................ Tabel 4-12 .......................................................................................... Gambar 9-18.......................................................................................
60 61-69 70-74
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Halaman
Komposisi dan tingkat penguasaan spesies di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ..................................................................
38
Jumlah spesies pada setiap stratum di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .......................................................................................
41
Kerapatn tegakan pada setiap fase pertumbuhan di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ..................................................................
42
4.
Analisis tegakan pada fase semai.....................................................
61
5.
Analisis tegakan pada fase pancang.................................................
62
6.
Analisis tegakan pada fase tiang ......................................................
63
7.
Analisis tegakan pada fase semai ....................................................
64
8.
Komposisi dan tingkat penguasaan di Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ........
65
Kerapatan permudaan alam pada setiap fase pertumbuhan di Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .......................................................
67
10. Jumlah spesies pada fase pertumbuhan ...........................................
69
11. Nilai INP pada setiap fase pertumbuhan .........................................
69
12. Daftar setiap spesies yang ditemukan di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu........................................................................................
69
2.
3.
9.
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Peta kerja Taman Nasional Way........................................................
6
2.
Lokasi penelitian di Resort Margahayu Taman Nasional Way Kambas.......................................................................
18
Bentuk dan letak petak ukur penelitian tiap fase pertumbuhan berdasarkan metode garis berpetak ..............................
21
4.
Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur...................................
27
5.
Struktur tegakan berdasarkan hubungan antara kelas diameter dengan jumlah pohon dilokasi penelitian............................
40
Jumlah spesies pada setiap stratum di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .........................................................................................
42
Perbandingan kerapatan tegakan pada setiap fase pertumbuhan ......................................................................................
44
8.
Kerapatan tegakan pada setiap fase pertumbuhan .............................
53
9.
Lokasi penelitian di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .........................................................................................
70
10. Permudaan semai yang ada di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ..........
70
11. Permudaan pancang yang ada di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ..........
71
12. Permudaan tiang yang ada di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ..........
71
3.
6.
7.
ix
Gambar
Halaman
13. Permudaan pohon yang ada di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ..........
72
14. Kondisi plot pengamatan di lokasi penelitian ....................................
72
15. Pengukuran diameter pohon ..............................................................
73
16. Pengukuran tinggi pohon dengan alat haga meter .............................
73
17. Tajuk pohon di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .........................
74
18. Salah satu pohon yang ada di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .........................................................................................
74
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) adalah satu dari dua kawasan konservasi yang berbentuk Taman Nasional di Propinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan TNWK mempunyai luas lebih kurang 125.631,31 ha. Kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dalam bentuk alamiah aslinya mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan sangat tinggi dari berbagai tipe habitat yang luas tersebar di seluruh kawasan TNWK dengan berbagai tipe vegetasi.
Jenis tegakan yang dapat dijumpai adalah meranti (Shorea sp.), sempur (Dillenia excelsa), merawan (Hopea sp.), kayu minyak (Dipterocarpus retusus), merbau (Instia palembanica), jabon (Anthocepalus chinesis), dan puspa (Schima wallichii). Tipe vegetasi hutan rawa atau daerah yang selalu basah ditumbuhi oleh nibung (Oncosperma tigilaria), gelam (Melaleuca spp.), rotan (Calamus sp.), palem merah (Cytostachys lakka), rengas (Gluta renghas), dan jenis-jenis rumput rawa (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
Selain itu terdapat tanaman reboisasi seperti sonobrit (Dalbergia eusetifolia), lamtorogung (Leuacena leucocephala), kaliandra (Caliandra sp.), dan jambu
2
monyet (Anacardium occidentale) di daerah bekas pemukiman yang terletak di bagian tepi kawasan (zona penyangga).
Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu merupakan bagian dari TNWK yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang sangat tinggi. Jenis-jenis tumbuhan yang ada di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu diperlukan sebagai informasi dan data di dalam penelitian yang sesuai dengan judul yaitu permudaan alam.
Permudaan alam hutan adalah peremajaan hutan secara alami yang komponennya terdiri dari tingkat semai, pancang, dan tiang. Proses permudaan alam hutan merupakan aspek ekologi yang cukup besar peranannya terhadap pembentukan struktur tegakan hutan dan komposisi jenis tumbuhannya.
Permudaan alam hutan di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu tersusun atas tingkat semai, pancang, dan tiang. Untuk mengetahui kondisi tegakan serta keberlanjutan regenerasi permudaannya di zona pemanfaatan terbatas, yaitu dengan melihat struktur tegakan dan komposisi jenis yang ada di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah 1. Bagaimana komposisi jenis yang terdapat di Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu.
3
2. Bagaimana struktur tegakan yang terdapat di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu. 3. Bagaimana kondisi permudaan hutan alam di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui. 1. Komposisi jenis di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu, 2. Struktur tegakan yang terdapat di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu, dan 3. Kondisi permudaan alam di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut. 1. Data ini menjadi informasi tentang permudaan hutan alam di Resort Margahayu, SPTN Wilayah III Kuala Penet. 2. Sebagai bahan pertimbangan pengelola TNWK untuk dasar mengelola tegakan hutan yang lebih baik lagi.
E. Kerangka Pemikiran
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera (Balai Taman Nasional Way Kambas,
4
2006). Hutan rawa air tawar dan padang alang-alang membentang luas di setiap wilayah TNWK. Hampir di setiap wilayah yang berbatasan dengan sungai besar akan dijumpai tipe vegetasi rawa air tawar dan padang alang-alang. Sedangkan vegetasi hutan pantai terletak di bagian timur wilayah TNWK dari ujung selatan (Kuala Penet-Lampung Timur) hingga ke utara (Bratasena-Lampung Tengah).
Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) III Kuala Penet merupakan salah satu wilayah Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang tersusun atas beberapa zona. Zona pemanfaatan hingga zona inti dapat dijumpai di wilayah ini. Namun saat ini belum tersedia data yang menginformasikan vegetasi penyusun hutan di zona pemanfaatan, baik struktur tegakan, komposisi, dan gambaran permudaannya yang menggambarkan tentang permudaan hutan secara alami atau hanya ada generasi tuanya, sehingga perlu dilakukan penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data permudaan tingkat semai, pancang meliputi jumlah individu, nama spesies. Sedangkan tingkat tiang dan pohon meliputi jumlah individu, nama spesies, diameter batang, dan tinggi total pohon. Kemudian untuk mengetahui struktur tegakan, data yang dikumpulkan yaitu data tinggi setiap individu pohon. Sementara itu untuk mengetahui komposisi jenis data yang dikumpulkan terdiri dari Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi (D), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP). Informasi yang diharapkan dapat untuk mengungkap permudaan alam, struktur, dan komposisi tegakan yang ada di SPTN III Kuala Penet Resort Margahayu Taman Nasional Way Kambas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional Way Kambas
Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936 oleh Residen Lampung, Mr. Rock Maker, yang kemudian dikukuhkan oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui Surat Penetapan Gubernur Belanda No. 14 Stdbld 1937 No. 38 tanggal 26 Januari 1937 (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
Berdasarkan aspek ekologi kawasan dan kondisi tutupan lahan yang kondisinya relatif baik memberikan kontribusi terhadap kualitas lingkungan hidup. Taman Nasional Way Kambas yang berada pada posisi low land memiliki fungsi filtrasi terhadap material yang terbuang ke arah laut. Selain itu, panjang pantai Way Kambas lebih kurang 60% dari panjang pantai wilayah Kabupaten Lampung Timur, memiliki potensi ikan yang cukup baik. Demikian juga untuk potensi lainnya, khususnya objek wisata alam. Adanya berbagai potensi yang dimiliki oleh TNWK, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menempatkan pada posisi penting sebagai daerah tujuan wisata utama di Kabupaten Lampung Timur. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Gambar 1. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai Taman Nasional Way Kambas, 2010).
B. Hutan
Hutan adalah kumpulan pohon-pohon yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas dan kerapatannya sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan iklim mikro (setempat) serta keadaan ekologis (lingkungan) yang berbeda diluarnya (Dengler, 1930 dalam Suginingsih, 2008). Sedangkan menurut pengertian dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kehutanan adalah system pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
7
C. Fungsi Hutan
Hutan merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim serta lingkungan hidup global. Salah satu eksistensi dari hutan, memainkan peranan yang besar dalam proses pembersihan udara, serta mengurangi pemanasan bumi yang diakibatkan aneka polusi, akibat kemajuan industri negara maju. Bila pengelolaan hutan dilakukan secara bijaksana dengan menjaga kelestariannya, maka akan terjadi keseimbangan lingkungan hidup dan stabilitas iklim secara global. Kehadiran hutan memberikan fungsi yang penting yang menjadi penentu bagi perlindungan ruang hidup manusia dan bagi dasar alamiah kegiatan perekonomian Indonesia (Soemarwoto dkk, 1992).
Berdasarkan fungsi utama hutan, Indriyanto (2008) menyebutkan hutan di Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi. 1. Hutan lindung adalah kawasan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem peyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Apabila hutan lindung diganggu, maka hutan tersebut akan kehilangan fungsinya sebagai pelindung, bahkan akan menimbulkan bencana alam, seperti banjir, erosi, maupun tanah longsor. Namun, ada di antara hutan lindung karena keadaan alamnya memungkinkan dalam batas-batas tertentu masih dapat dipungut hasilnya dengan tidak mengurangi fungsinya sebagai hutan lindung.
8
2. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil utama dari hutan produksi berupa kayu, sedangkan hasil hutan lainnya disebut hasil hutan nirkayu yang mencakup rotan, bambu, tumbuhan obat, rumput, bunga, buah, biji, kulit kayu, daun lateks, resin, dan zat ekstraktif lainnya berupa minyak. 3. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan fungsinya, yaitu hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.
D. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan
Struktur tegakan dan komposisi jenis merupakan dua hal yang harus diketahui dalam memahami dinamika suatu hutan (Shugart dan West, 1981 dalam Favrichon, 1998). Untuk mengetahui komposisi jenis disuatu daerah, maka di perlukan sifat-sifat suatu jenis seperti penyebaran, fisiologi dan bentuk reproduksi (Sugden, 1983).
Komposisi jenis merupakan suatu variasi jenis tumbuhan penyusun suatu komunitas dari komposisi jenis ini dapat diketahui jenis-jenis tumbuhan utama penyusun suatu tegakan maupun jenis-jenis yang jarang ditemukan. Richard (1966) menggunakan istilah komposisi jenis untuk menyatakan keberadaan jenisjenis pohon di dalam hutan.
9
Pengetahuan komposisi jenis dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan hutan. Samingan (1976) menjelaskan dalam rangka pemanfaatan hutan perlu diketahui komposisi jenis pada tingkat pancang, tiang, dan pohon. Selain itu, Soerianegara dan Indrawan (1984) mengemukakan bahwa pentingnya mengetahui komposisi. Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi hutan alam merupakan salah satu aspek ekologi yang penting bagi pengetahuan pengelolaan hutan.
Tegakan atau tegakan hutan merupakan suatu areal hutan beserta pepohonan yang mendapat pemeliharaan sama. Menurut Baker et al. (1979) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) tegakan dapat didefinisikan sebagai suatu unit pengelolaan hutan agak homogen dan dapat dibedakan secara jelas dengan tegakan di sekitarnya oleh umur, komposisi jenis, struktur hutan, tempat tumbuh, dan keadaan geografinya. Berdasarkan komposisi jenisnya, tegakan hutan dapat dibagi menjadi dua, yaitu tegakan murni dan campuran. 1. Tegakan murni adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan pohon kodominan berjenis sama dalam jumlah lebih besar atau sama dengan 90%. 2. Tegakan campuran adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan pohon kodominan dengan jenis berbeda dalam jumlah lebih besar dari 10%.
E. Penyebaran Pohon dan Permudaan Alam
Penyebaran permudaan baik pada tingkat semai, pancang, maupun tiang berbagai jenis pohon tergantung pada jenis individu pada fase pohon tersebut beradaptasi dengan lingkungannya. Permudaan alam adalah pengadaan tegakan baru dalam
10
peremajaan hutan secara alami, tanpa dilakukan campur tangan manusia. Permudaan alam terdiri dari (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993): 1. Permudaan tingkat semai adalah permudaan yang tingginya 0,3 m—1,5 m. 2. Permudaan tingkat pancang adalah permudaan yang berukuran tinggi lebih dari 1,5 m dengan diameter kurang dari 10 cm. 3. Permudaan tingkat tiang adalah pohon muda yang berdiameter 10—19 cm.
Proses permudaan alam pada hutan yang masih utuh belum banyak diteliti, berbagai jenis pohon masing-masing memerlukan keadaan lingkungan yang berbeda. Berbagai masalah pelaksanaan regenerasi alam hutan tropika basah (Richard, 1966) antara lain: 1. Umur rata-rata berbagai jenis pohon dalam berbagai lapisan (strata) hutan sebelum mati secara alami. 2. Struktur dan penyebaran kelas umur jenis pohon yang berkuasa (dominan). 3. Riap pertumbuhan pohon tersebut pada berbagai fase mulai dari semai, pancang, tiang, pohon muda, dan pohon tua. 4. Kematian alami yang terbesar pada umur tertentu yang disebabkan persaingan tumbuh. 5. Kemungkinan terjadinya perubahan susunan jenis pohon di hutan tropika basah.
Pertumbuhan dan perkembangan permudaan pada dasarnya berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, sesuai dengan karakteristik dan tingkat keberadaan tegakan hutan. Permudaan alam merupakan salah satu aspek ekologi hutan yang cukup besar peranannya terhadap pembentukan struktur tegakan hutan, karena
11
akan menentukan tingkat pertumbuhan dan perkembangan tegakannya sesuai dengan perubahan dimensi ruang dan waktu pada komunitas atau vegetasi hutan yang bersangkutan (Whitmore, 1975).
Pola penyebaran vegetasi termasuk salah satu aspek yang penting dari ekologi dan merupakan sifat dasar dari suatu organisme. Bentuk sebaran organisme mengikuti 3 pola yaitu pola acak (random), berkelompok (agregat), dan teratur (uniform). Pola penyebaran secara acak disebabkan oleh keseragaman faktor lingkungan dan atau pola tingkah laku yang tidak selektif, sedangkan penyebaran tidak acak disebabkan oleh pembatas faktor-faktor lingkungan (Ludwig & Reynold, 1988).
Dengan demikian tumbuhan mempunyai toleransi yang sangat nyata dengan hal tempat tumbuh dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominasinya. Jenis tumbuhan yang dominan merupakan jenis yang telah mampu menyesuaikan diri terhadap pengaruh faktor lingkungan yang ada pada habitatnya (Soerianegara dan Indrawan, 1984).
Dominasi suatu jenis terhadap jenis-jenis lain di dalam tegakan dapat dinyatakan berdasarkan besaran sebagai berikut. 1. Banyaknya individu dan kerapatan. 2. Persen penutup tajuk dan luas bidang dasar (basal area). 3. Volume. 4. Biomassa. 5. Indeks nilai penting.
12
Jenis dominan merupakan jenis yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi di dalam lingkungan yang ditempati. Nilai indeks penting relatif tersebut merupakan suatu pendekatan nilai penguasaan ekologis suatu jenis terhadap lingkungan komunitasnya. Besarnya nilai tersebut dapat berdasarkan satu atau lebih dari nilai-nilai frekuensi kerapatan, luas bidang dasar batang ataupun luas penutupan tajuknya (Whittaker, 1975).
F. Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Berdasarkan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Greigh-Smith (1983), dalam Heriyanto (2003), menyatakan bahwa dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
1. Komposisi Jenis
Untuk mengetahui komposisi tumbuhan pada berbagai tipe hutan dapat dilakukan dengan analisis vegetasi sehingga diperoleh besaran Indeks Nilai Penting (INP) dari setiap fase pertumbuhan. Nilai INP merupakan hasil penjumlahan dari
13
dominansi relatif, kerapatan relatif, dan frekuensi relatif untuk fase pohon, tiang, dan pancang. INP untuk fase semai berupa penjumlahan kerapatan relatif dengan frekuensi relatif untuk fase semai (Kuswanda dan Antoko, 2008). a. Densitas Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume, dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Istilah yang mempunyai arti sama dengan densitas dan sering digunakan untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan adalah kerapatan yang diberi notasi K (Indriyanto, 2006). b. Frekuensi Menurut Kusmana (1997) frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat ditemukannya spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran presentase. Apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika semakin sedikit petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut. c. Luas Penutupan Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar (Indriyanto, 2006).
14
d. Indeks Nilai Penting Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan spesies-spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar (Indriyanto, 2006).
Terbukanya kanopi merupakan titik kritis bagi permudaan alam dari banyak jenis tumbuhan yang membentuk tajuk hutan. Cahaya matahari yang langsung menembus lantai hutan dapat mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan, terutama tumbuhan dengan tingkat yang rendah (pancang, semai). Pembukaan kanopi di hutan akan menyajikan satu atau beberapa habitat bagi jenis tumbuhan pionir karena permudaan dan per-tumbuhan dibatasi oleh adanya naungan.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1978) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak
2. Struktur Tegakan
Pengertian struktur vegetasi dapat berlainan tergantung kepada tujuan penggunaan istilah tersebut. Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) menyatakan struktur vegetasi adalah organisme dalam ruang dan individu-individu yang membentuk
15
suatu tegakan dengan elemen-elemen primer seperti bentuk hidup, stratafikasi dan penutupan tajuk. Struktur tegakan dapat ditinjau dari dua arah yaitu struktur tegakan vertikal dan horizontal. Struktur tegakan vertikal oleh Richard (1966) dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai tajuk, sedangkan Husch et al. (1982) menyatakan bahwa struktur tegakan horizontal merupakan istilah untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensinya, yaitu diameter pohon dalam suatu kawasan hutan.
Struktur tegakan hutan secara umum dicirikan oleh kerapatan pohon, penutupan atau luas bidang dasar tegakan, penyebaran kelas diameter maupun penyebaran jenis dalam ruang. Suhendang (1985) dalam Rahayu (2006) menyatakan bahwa struktur tegakan hutan merupakan hubungan fungsionil antara kerapatan pohon dengan diameternya. Oleh karenanya, struktur tegakan akan dapat dipakai untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total diketahui.
Menurut Vickery (1984) yang dikutip oleh Indriyanto (2006) stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Stratifikasi pada ekosistem hutan hujan tropis terkenal dan lengkap. Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu. a. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan paling atas yang di bentuk oleh pohon-pohon yang tingginya lebih dari 30 m.
16
b. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 20—30 m. c. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 4—20 m. d. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1—4 m. Pada stratum ini juga dibentuk oleh spesies-spesies pohon yang masih muda atau dalam fase anakan (seedling) terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan paku-pakuan besar. e. Stratum E (E-storey) yaitu tajuk paling bawah (lapisan kelima dari atas) yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang tingginya 0—1 m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit dibandingkan dengan stratum lainnya.
Menurut Kadri dkk (1992) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) klasifikasi pohon dalam sebuah hutan sangat berguna untuk keperluan pengelolaan hutan itu sendiri. Klasifikasi pohon dapat didasarkan pada ukuran pohon atau posisi tajuk di dalam hutan. Berdasarkan posisi tajuknya klasifikasi pohon Kraft dibedakan menjadi 5 kelas (Indriyanto, 2008). a. Pohon dominan (dominant trees) adalah pohon yaitu pohon yang tajuknya menonjol paling atas dalam hutan sehingga mendapat cahaya matahari penuh. Tajuk pohon tumbuh meninggi di atas tingkat kanopi yang umum. Terkadang terdapat pada tegakan seumur meskipun lebih sering terdapat pada tegakan tidak seumur yang kondisinya tidak sempurna. Pohon dominan ukurannya
17
paling besar dibandingkan dengan pohon-pohon lain karena kemampuan bersaing dengan pohon lain cukup besar. b. Pohon kodominan (codominant trees) adalah pohon yang tidak setinggi pohon dominan, tetapi masih mendapatkan cahaya penuh dari atas meskipun cahaya dari samping terganggu oleh pohon dominan. Pohon kodominan bersama dengan pohon dominan merupakan penyusun kanopi atau tajuk utama suatu tegakan hutan. c. Pohon tengahan (intermediate tress) adalah pohon yang tajuknya menempati posisi lebih rendah dibandingkan pohon dominan dan pohon kodominan. d. Pohon tertekan (suppressed tress) adalah pohon yang sama sekali ternaungi oleh pepohonan lain dalam suatu tegakan hutan, sehingga tidak menerima cahaya yang cukup baik dari atas maupun dari samping. e. Pohon mati (dead tress) adalah pepohonan yang mati atau dalam proses kematian. Lambat laun sejumlah besar pohon akan mengalami tekanan dan akhirnya mati pada tegakan hutan yang memiliki permudaan banyak, tetapi tidak dikelola dengan baik.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2015 di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu Taman Nasional Way Kambas. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Resort Margahayu Taman Nasional Way Kambas Dengan Skala 1:25.000.
19
B. Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, kamera, tali plastik, patok kayu, hagameter, meteran, dan alat tulis. Bahan yang dipergunakan sebagai objek penelitian ini berupa permudaan hutan yang ada di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu di zona pemanfaatan TNWK seluas 361 ha. Sampel penelitian terdiri dari plot untuk penelitian masing-masing fase pertumbuhan.
C. Batasan Penelitian
Batasan dari penelitian ini adalah 1. Penelitian dilakukan sesuai kondisi tegakan hutan yang ada di SPTN Wilayah III Resort Margahayu, yaitu pohon dan permudaannya. 2. Objek penelitian yang diamati yaitu permudaan yang mencakup tingkat semai, pancang, dan tiang. 3. Lokasi penelitian dilakukan di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu dengan luas 361 ha.
D. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer pada penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Data primer yang diambil adalah spesies tegakan, jumlah spesies, diameter batang (dbh), dan tinggi total pohon.
20
2. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini merupakan data penunjang yang berupa peta TNWK, status kawasan, deskripsi kawasan, potensi flora, fauna, tanah, topografi, hidrologi, iklim, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara observasi. Observasi dilakukan di zona pemanfaatan Resort Margahayu. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi menggunakan metode garis berpetak yaitu dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak pada jarak tertentu dengan jarak yang sama. Luas sampel yang diambil sebesar 361 ha dengan intensitas sampling 0,5% yang terdiri dari 45 petak ukur, untuk penelitian tiap fase pertumbuhan.
Luas masing-masing plot 20 m x 20 m untuk penelitian fase pohon, 10 m x 10 m untuk permudaan tiang, 5 m x 5 m untuk permudaan pancang, 2 m x 2 m untuk permudaan semai. Tata letak petak ukur disusun secara sistematis dengan jarak antar garis rintis 200 m dan jarak antar petak ukur dalam satu garis rintis 100 m.
21
dst sampai plot ke- 45
200 m
Gambar 3. Bentuk dan letak petak ukur penelitian tiap fase pertumbuhan berdasarkan metode garis berpetak (Indriyanto, 2006). Keterangan: Petak A = berukuran 20 m x 20 m untuk penelitian pohon. Petak B = berukuran 10 m x 10 m untuk penelitian tiang. Petak C = berukuran 5 m x 5 m untuk penelitian pancang. Petak D = berukuran 2 m x 2 m untuk penelitian semai.
2. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini berupa data penunjang penelitian menggunakan metode studi pustaka yang digunakan untuk mencari, menganalisis, mengumpulkan, dan mempelajari buku-buku, tulisan umum dan literatur lainnya.
22
F. Analisis Data
Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data sebagai berikut. 1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies Untuk menganalisis komposisi dan tingkat penguasaan spesies dilakukan penghitungan dengan rumus-rumus sebagai berikut a. Kerapatan Kerapatan (K) jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Penghitungan kerapatan dapat diketahui berdasarkan rumus berikut. Ki = Jumlah individu untuk spesies ke – i Luas seluruh petak contoh KRi = Kerapatan spesies k –i x 100% Kerapatan seluruh spesies b. Frekuensi Penghitungan frekuensi setiap jenis tumbuhan dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Fi = Jumlah petak contoh ditemukan suatu spesies ke – i Jumlah seluruh petak contoh FRi = Frekuensi spesies ke – i x 100% Frekuensi seluruh petak contoh c. Luas penutupan (C) Penghitungan luas penutupan setiap jenis tumbuhan Ci = Total luas basal area spesies ke – i Luas seluruh petak contoh CRi = Penutupan suatu spesies ke – i x 100% Penutupan seluruh spesies d. Indeks Nilai Penting Penghitungan INP untuk fase pohon, tiang, dan pancang, digunakan rumus:
23
INP= KR + FR + CR Sedangkan penghitungan INP untuk fase semai digunakan rumus: INP= KR+FR Tingkat penguasaan spesies diklasifikasikan menjadi 3 yaitu tinggi/dominan, sedang, rendah/tidak dominan. Penghitungan tingkat penguasaan spesies digunakan rumus sebagai berikut. Interval klas (I) = INP tertinggi – INP terendah 3 Keterangan : Tinggi (dominan) jika INP> (INP terendah + 2I) Sedang jika INP= (INP terendah + I) – (INP terendah + 2I) Rendah (tidak dominan) jika INP< (INP terendah + I).
Semakin tinggi nilai kenekaragaman menunjukkan ekosistem tersebut semakin baik. Sebaliknya, semakin kecil nilai ini mengindikasikan ekosistem sangat rentan terhadap gangguan hama penyakit.
2. Struktur Tegakan a. Struktur tegakan horizontal Husch et al. (1982) menyatakan bahwa struktur tegakan horizontal merupakan istilah untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensinya, yaitu diameter pohon dalam suatu kawasan hutan. b. Stuktur tegakan vertikal Struktur tegakan vertikal hutan hujan tropis biasa menunjukan stratifikasi dari beberapa tingkatan, misalnya A, B, C, D, dan E. Stratum D dan E merupakan
24
tumbuhan bawah dan herba yang hidup dalam naungan pohon-pohon yang besar.
Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi tajuk diklasifikasikan berdasarkan stratumstratum yang dibagi menjadi 5 stratum sebagai berikut. a. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan yang tingginya lebih dari 30 m. b. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang tingginya mencapai 20—30 m. c. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang tingginya mencapai 4—20 m. d. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang tingginya 1—4 m. e. Stratum E (E-storey) yaitu lapisan kelima dari atas yang tingginya 0—1 m.
Klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk adalah (Indriyanto, 2008). a. Pohon dominan adalah pohon-pohon dengan tajuk lebar di atas lapisan tajuk, menerima sinar matahari dari atas dan sebagian dari samping. b. Pohon kodominan adalah pohon-pohon dengan tajuk besar pada lapisan tajuk, menerima sinar matahari langsung dari atas dan sebagian dari samping. c. Pohon tengahan adalah pohon dengan bagian besar tajuk di bawah lapisan tajuk atau terjepit, menerima sebagian sinar matahari dari atas dan sebagian kecil atau tidak sama sekali dari samping. d. Pohon tertekan adalah pohon dengan tajuk dinaungi pohon besar dan tidak menerima sinar matahari sepenuhnya, baik dari atas maupun dari samping. Pohon mati adalah pepohonan yang mati atau dalam proses kematian.
25
3. Permuadaan Alam Hutan
Proses permudaan alam hutan merupakan aspek ekologi yang cukup besar peranannya terhadap pembentukan struktur dan komposisi jenis tegakan hutan. Permudaan alam terdiri dari tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon yang menggambarkan suatu kerapatan pada setiap fase pertumbuhan.
Menurut Whitmore (1975) bahwa permudaan alam dalam komunitas hutan salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan jenis tersebut untuk masuk kedalam tingkat pancang dari tingkat semai. Tingginya kekayaan jenis pada tingkat pancang ini merupakan hal yang sangat baik karena permudaan tingkat pancang inilah yang akan menggantikan permudaan tingkat pohon dan tingkat tiang. Permudaan tingkat pohon dan tingkat tiang umumnya diisi oleh jenis-jenis pohon pionir yang berumur pendek dan setelah pohon tersebut mati, maka permudaan tingkat pancang yang akan menggantikan dan mendominasi kawasan tersebut.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Luas
Secara administrasi TNWK terletak di Kabupaten Lampung Timur dengan daerah penyangga yang berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Tengah dan Lampung Timur, 10 Kecamatan dan 37 Desa. TNWK terletak diwilayah bagian timur Propinsi Lampung, antara 4º37’—5º16’ Lintang Selatan dan 105º54’ Bujur Timur atau dengan UTM 9.420.000—9.490.000 dan 560.000—600.000. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengukuhan batas kawasan oleh Sub Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan (SBIPH), luas kawasan TNWK adalah 125.621,30 ha yang terbagi menjadi tiga wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) antara lain sebagai berikut. 1. SPTN Wilayah I Way Kanan, terdiri dari Resort Pengelolaaan Taman Nasional (RPTN) Kuala Kambas, RPTN Wako dan RPTN Way Kanan. 2. SPTN Wilayah II Bungur, terdiri dari RPTN Toto Projo, RPTN Umbul Salam, RPTN Rantau Jaya Ilir, dan RPTN Cabang. 3. SPTN Wilayah III Kuala Penet, terdiri dari RPTN Kuala Penet, RPTN Margahayu, RPTN RPTN Bunder dan RPTN Susukan Baru.
Wilayah TNWK secara keseluruhan masuk kedalam administrasi Kabupaten Lampung Timur dengan proporsi luas wilayah sekitar 30% dari luas total
27
kabupaten tersebut. Luas TNWK telah dilakukan secara menyeluruh dengan jumlah total pal batas 514 buah (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006). Berikut peta administrasi Kabupaten Lampung Timur dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur.
B. Hidrologi
Daerah aliran sungai Taman Nasional Way Kambas termasuk ke dalam sub-DAS Kambas-Jepara. Sungai-sungai yang terdapat di dalam kawasan dan sekitarnya umumnya beraliran lambat, hal tersebut dimungkinkan dengan posisi dataran pada ketinggian kawasan antara 0—50 mdpl. Berdasarkan aliran sungai, terdapat tiga kelompok aliran besar sungai yang semuanya bermuara di Laut Jawa.
28
1. Daerah selatan kelompok sungai yang aliran airnya bergabung dengan Sungai Penet 2. Daerah tengah kelompok sungai yang bergabung dengan Sungai Way Kanan dan Wako 3. Daerah utara yaitu kelompok sungai yang alirannya bergabung dengan Sungai Pegadungan yang berada di sebelah utara.
Sebagian besar kondisi sungai yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas merupakan aliran semi-permanen. Sedangkan, beberapa sungai yang memiliki aliran permanen yaitu Way Kanan, Wako, Way Penet, dan Way Pegadungan. Selain itu, aliran sungai tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut laut (Balai Taman Nasional Way kambas, 2006).
C. Topografi
Pada umumnya kondisi topografi Taman Nasional Way Kambas relatif datar dan sedikit bergelombang dibagian timur dengan ketinggian 0—50 mdpl. Daerah yang mempunyai ketinggian 50 m adalah sekitar wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional Susukan Baru dan Plang Hijau. Bagian timur kawasan TNWK merupakan daerah lembah yang terpotong oleh sungai-sungai yang menyebabkan terbentuknya topografi bergelombang. Pada saat musim hujan, lembah-lembah ini biasanya terisi oleh air dan pada bagian lembah yang agak dalam air menggenang sepanjang tahun. Daerah ini dapat dijumpai pesisir garis pantai di sekitar Kuala Penet (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
29
D. Geologi dan Tanah
Kawasan TNWK merupakan kawasan rawa terbesar di dataran bagian Timur Sumatera dan mempunyai komposisi geologi yang masih muda. Daerah rawa yang ada di pedalaman sekitar lima sampai 20 km dari pantai kemungkinan terjadi pada beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun yang lalu.
Perkembangan utama pelapisan tanah atau latosol kemungkinan terjadi pada masa 25.000 sampai 18.000 tahun lalu ketika tinggi permukaan laut 120 m di bawah tinggi permukaan laut sekarang. Sebelumnya semua dataran Sunda termasuk Malaya, Sumatera, Jawa dan Borneo merupakan satu dataran besar yang dipisahkan oleh sungai-sungai yang panjang dan luas dari pegunungan tinggi sampai Laut Cina. Selanjutnya sekitar 18.000 tahun yang lalu permukaan laut mulai meningkat membanjiri dataran Sunda dan memisahkan dataran besar dengan laut yang luas menjadi pulau-pulau seperti sekarang ini.
Selanjutnya erosi pegunungan dan penggenangan air pada pantai memegang peranan penting dalam perkembangan rawa-rawa dan sekitar 12.000 sampai 8.000 tahun yang lalu permukaan laut naik menjadi pada level sekarang dan mungkin beberapa meter lebih tinggi tepian sungai dan bukit pasir di pesisir menghalangi sungai dan menyebabkan pengendapan dari lempung sungai dan lempung laut menyebabkan pertumbuhan yang cukup luas di bagian Timur Sumatera.
Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah tahun 1979, jenis tanah yang berada pada Kawasan TNWK didominasi oleh kombinasi podsolik coklat kuning, podsolik merah kuning, asosiasi aluvial, hidromorf dan glei humus
30
lacustrin. Daerah sungai terisi oleh aluvial hidromorf dan regosol pasir coklat keabuan. Jenis tanah podsolik merah kuning dapat ditemukan di daerah yang berdrainase baik, sedangkan podsolik coklat kuning menunjukkan daerah yang berdrainase kurang baik. Tanah di kawasan TNWK telah mengalami dua kali perubahan fisik yang penting.
Pertama pada tahun 1883, letusan Gunung Krakatau menyebarkan lebih dari lima cm abu vulkanik di atas seluruh areal bagian selatan kawasan. Kedua, akibat kegiatan logging di seluruh kawasan TNWK sekitar 20—30 tahun terakhir menyebabkan terjadinya degradasi tanah. Penggunaan peralatan berat telah mengubah kapasitas penyimpanan air, kandungan humus dan tingkat penyerapan air oleh tanah (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
E. Iklim dan Curah Hujan
Curah hujan di musim kemarau dari April—Mei dan Oktober—November sangat bervariasi, sedangkan dimusim penghujan hanya sedikit variasinya. Selama musim kemarau, seluruh kawasan menerima curah hujan rata-rata sekitar 2.000 mm per tahun, yang berarti sedikit dibawah rata-rata curah hujan dikawasan pegunungan Sumatera yang berkisar 4.500—5.000 mm per tahun. Rata-rata curah hujan pada periode antara 1975—1984 adalah 2.496 mm per tahun. Curah hujan maksimum adalah 3.448 m dan minimum adalah 1.548 mm pada tahun 1977. Rata-rata dalam satu periode, musim kemarau adalah tiga bulan, sedangkan musim penghujan adalah delapan bulan. Bulan Agustus dan September adalah musim kemarau terburuk. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson,
31
kawasan TNWK dan sekitarnya termasuk dalam tipe iklim B dengan musim kemarau secara umum berlangsung selama dua bulan, dapat berlangsung sampai enam bulan (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
F. Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada tipe vegetasi. Terdapat sedikit variasi musim baik pada musim kemarau maupun musim penghujan pada daerah hutan primer, namun pada kawasan terbuka seperti alang-alang dan hutan sekunder terjadi variasi yang cukup tinggi. Demikian juga untuk variasi suhu hariannya, pada siang hari suhu relatif lebih tinggi dibandingkan di malam hari. Suhu yang tinggi ini menyebabkan vegetasi alangalang cepat berkurang kandungan airnya sehingga mudah sekali terbakar (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).
G. Flora
Kawasan TNWK memiliki spektrum ekosistem yang besar, didalamnya terdapat formasi-formasi hutan yang terdiri dari lima tipe ekosistem utama yaitu hutan dataran rendah, ekosistem rawa, hutan payau/mangrove, pantai dan ekosistem riparian. Selain itu, dapat pula dijumpai suatu daerah dengan dominasi vegetasi alang-alang dan semak belukar (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006). 1. Hutan hujan dataran rendah pada tipe ekosistem ini, dapat dijumpai jenisjenis antara lain seperti neriung (Trema orientalis), Malotus paniculatus,
32
beringin hutan (Ficus fistula), Shorea sp., sempur (Dillenia exelsa), keruing (Dipterocarpus sp.), puspa (Schima wallichii), dan Adina polycephala. 2. Hutan Pantai: ekosistem hutan pantainya ditandai adanya tumbuhan antara lain jenis Cyperus sp, Fimbristylism sp, dan Ipomea pescaprae. Ke arah daratan dapat ditemukan asosiasi baringtonia, termasuk cemara pantai (Casuarina equisetifollia), ketapang (Terminalia catapa), nyamplung (Callophyllum inophylum), kelapa (Cocos nucifera) pandan (Pandanus tectorius) dan Widelia biflora. 3. Hutan Mangrove: pada daerah dengan tipe ekosistem hutan mangrove didominasi oleh jenis api-api (Avicennia officinalis), Rhizophora dan Bruguiera. Pada batas antara hutan mangrove dan batas tertinggi pasang surut dari estuaria sungai-sungai besar, didominasi oleh jenis nipah (Nypa fruticans). Sementara di sekitar sungai lainnya dapat dijumpai kelompok nibung (Oncosperma tigillarium). 4. Hutan Rawa: pada tipe ekosistem hutan rawa dapat dijumpai sebagian jenisjenis vegetasi yang ada di daerah kering. Beberapa jenis yang khas di sini antara lain Melaleuca leucadendron, merbau (Intsia palembanica), rengas (Gluta renghas), pulai (Alstonia skolaris), Randia patulata, mahang (Macaranga sp.) dan Scleria purpurescens. Selain itu di daerah ini juga dapat dijumpai jenis-jenis palem antara lain Aren (Arenga pinnata), Licuala sp, serdang (Livistonia rotundifolia) dan Metroxylon elatum. 5. Hutan Riparian: pada tipe ekosistem hutan riparian jenis-jenis yang biasa dijumpai antara lain Ficus retusa, rengas (Gluta renghas) dan waru (Hibiscus tiliaceus).
33
6. Hutan Sekunder: di hutan sekunder jenis floranya didominasi oleh jenis damar (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), sempur (Dillenia excelsa) dan puspa (Schima wallichii).
H. Vegetasi Hutan
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan seperti. 1. Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya. 2. Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput atau alang-alang dan vegetasi semak belukar.
I. Pengelolaan Taman Nasional
Berdasarkan wilayah pemangkuan pengelolaan, Kuala Penet termasuk ke dalam Wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional/RPTN Kuala Penet, Seksi Pengelolaan Taman Nasional/SPTN Wilayah III Kuala Penet.
Terkait Rencana Strategis Tahun 2010—2014. TNWK memiliki kegiatan pengelolaan taman nasional. Pengelolaan yang dapat dilakukan di antaranya
34
dengan menerapkan teknik silvikultur. Penerapan teknik silvikultur di TNWK perlu mendapatkan penyesuaian dengan konsep pembangunan taman nasional.
Konsep pembangunan taman nasional yang dimaksud merupakan konsep pembangunan terpadu yang menyeluruh. Konsep tersebut perlu mempertimbangkan seluruh komponen sumber daya alam dan ekosistemnya serta komponen masyarakat yang berada di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan untuk memadukan aspek manfaat dan kepentingan taman nasional. 1. Penyusunan rencana pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan tanaman di SPTN Wilayah III Kuala Penet 2. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di dalam pengelolaan tanaman taman nasional a. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman dalam reboisasi lahan terdegradasi. b. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di hutan pendidikan lingkungan. c. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di pembibitan masyarakat sekitar kawasan TNWK. d. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di areal bekas kebakaran hutan. 3. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman terkait dengan pengelolaan satwa liar di TNWK. 4. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman terkait dengan tarif pelayanan pengunjung. 5. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman dalam upaya perlindungan dan pengamanan hutan. 6. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman terkait dengan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan.
35
J. Sejarah Kerusakan atau Perambahan di Taman Nasional
Perambahan lahan hutan, pencurian sumberdaya alam hayati dan permukiman liar merupakan permasalahan utama yang dihadapi oleh pihak pengelola kawasan TNWK dan merupakan ancaman sangat serius bagi kelestarian ekosistem kawasan. Kasus pelanggaran dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang berarti, dimana pada tahun 1998 hanya ditemukan lima kasus menjadi 120 kasus pada tahun 2004. Penebangan liar menempati posisi pertama dari sejumlah kasus pelanggaran (147 kasus) sejak tahun 1998 sampai dengan 2004. Perladangan liar dari penelitian Arief (2001), diketahui terdapat enam desa yang melakukan kegiatan perambahan kawasan yaitu Desa Bumi Jawa, Taman Endah, Raja Basa Lama, Labuhan Ratu Enam, Rantau Jaya Udik, dan Sukadana, dimana empat desa terakhir adalah desa tua yang sudah tercantum namanya pada peta Sumatera tahun 1901. Kegiatan perambahan dilakukan oleh penduduk dari desa tersebut dengan tujuan meningkatan taraf hidup mereka yang relatif di bawah garis kemiskinan dan keadaan luasan lahan di desa mereka yang sudah tidak memadai lagi. Kegiatan perladangan di dalam kawasan juga dipicu oleh adanya konflik lahan yang menurut anggapan masyarakat bahwa lahan di dalam kawasan adalah milik adat.
Kegiatan perambahan yang dilakukan dalam kawasan secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap luasan habitat badak Sumatera. Apabila badak Sumatera masih dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu, kegiatan perambahan juga akan berdampak pada jumlah populasi, demografi dan perilaku. Hal tersebut disebabkan karena badak sumatera merupakan satwa yang
36
sangat sensitif terhadap keberadaan manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya menghambat perladangan agar tidak terus meluas dan menghentikannya bila memungkinkan, sehingga habitat meluas kembali dan populasi badak Sumatera dapat bertahan dalam jangka waktu lama.
1. Permukiman Liar
Di dalam kawasan ditemukan dua lokasi permukiman liar yang termasuk besar dan relatif sudah semi permanen oleh masyarakat nelayan, yaitu di daerah Resort Wako dan Kuala Kambas. Areal permukiman tersebut tepatnya berada di daerah Kuala Kambas dengan luas ±106 hektar. Permukiman liar terbesar dijumpai di daerah Sekapuk dengan luas areal diperkirakan 100 ha dengan jumlah permukiman mencapai 150 Kepala Keluarga (KK). Luas areal permukiman liar di daerah Kuala Kambas relatif kecil, tetapi jumlah permukimannya relatif cukup besar, yaitu sebanyak 71 KK. Sedangkan di daerah Kuala Wako dan Wako Gubuk luasannya relatif sangat kecil, yaitu masing-masing dua dan satu hektar, dengan jumlah pemukim masing-masing 25 dan 15 KK (Arief, 2001).
2. Penebangan Liar
Penebangan liar di dalam kawasan TNWK merupakan salah satu bentuk ancaman terbesar kelestarian habitat badak Sumatera dan ekosistem hutan. Kegiatan tersebut umumnya dijumpai hampir di seluruh kawasan dengan intensitas terbesar di daerah sebelah barat dan utara kawasan. Aktivitas penebangan liar dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan sebagai sumber bahan bakar kayu, bahan
37
bangunan yang digunakan sendiri (seperti rumah, bagang, kapal) dan tujuan komersial.
3. Perburuan liar
Perburuan liar merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan protein hewaninya. Namun demikian di lapangan ditemukan aktivitas perburuan liar tersebut dilakukan untuk pemenuhan hobi berburu oleh oknum TNI dan anggota masyarakat tertentu yang berasal jauh dari kawasan taman nasional. Jenis satwa yang umumnya diburu oleh masyarakat adalah rusa, babi dan mentok rimba. Namun demikian di lapangan ditemukan juga jenis jerat untuk memburu harimau, gajah sumatera dan badak sumatera.
4. Pencurian Getah Meranti (Shorea leprosula)
Pencurian getah meranti merupakan salah satu sumber gangguan yang tingkatnya dapat dikatakan relatif sedang terhadap habitat dan populasi badak sumatera. Hal tersebut bukan disebabkan karena jumlah getah yang diambil, melainkan teknik pengambilan yang didahului oleh pembakaran agar lebih mudah memperoleh getahnya. Dampak dari pembakaran tersebut di atas dapat menjadi ancaman terhadap kelestarian habitat badak sumatera, karena dalam beberapa kasus pelaku pengambilan getah meninggalkan begitu saja lokasi pengambilan tanpa terlebih dahulu memadamkan api. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu sering terjadinya kebakaran dalam kawasan.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Terdapat 32 spesies tumbuhan di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu, dengan INP yang menunjukkan bahwa jenis berasan, kopen, puspa, sempu, sonokeling, dan tiga urat mendominasi dalam kawasan, sedangkan jenis belimbingan, bungur, keteja, mahoni, tutup, dan waru memiliki tingkat penguasaan paling rendah. 2. Struktur tegakan secara horizontal menunjukkan bahwa tegakan didominansi oleh tumbuhan dengan diameter <10 cm dan semakin berkurang pada diameter 10-<20 cm sampai>60 cm. Sedangkan struktur tegakan vertikal menunjukkan bahwa tegakan didominansi oleh stratum C sebanyak 28 jenis, diikuti stratum D (22) jenis, stratum E (18) jenis, dan stratum B satu jenis. 3. Kondisi permudaan alam di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu menunjukkan kondisi hutan normal, karena tingkat kerapatan didominansi oleh fase semai, diikuti pancang, tiang dan pohon dengan bentuk kurva menyerupai huruf “J” terbalik.
55
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai permudaan alami hutan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan atas kebijakan dan kegiatan pengelolaan di TNWK. 2. Diperlukan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi dengan mengutamakan jenisjenis endemik yang dapat bermanfaat sebagai pakan alami bagi satwa dalam TNWK. 3. Kegiatan evaluasi kondisi permudaan alam dan tegakan harus dilakukan secara berkala untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan konservasi di TNWK.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Buku. Kanisius. Yogyakarta. 180 p. Balai Taman Nasional Way Kambas. 2006. Zonasi Taman Nasional Way Kambas. Buku. Taman Nasional Way Kambas. Lampung Timur. 13 p. _____________________________. 2010. Rencana Pengelolaan dan Pengembangan Objek Wisata di Taman Nasional Way Kambas. Laporan Balai Taman Nasional Way Kambas. Kerjasama Balai Taman Nasional Way Kambas dan Unila. Bandar Lampung. 68 p. _____________________________. 2011. Rencana Strategi Taman Nasional Way Kambas Tahun 2010-2014. Lampung. Direktorat Jendral Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tananam Indonesia (TPTI) Pada Hutan Alam Daratan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 208 p. Favrichon, V. 1998. Modelling the dynamics and species composition of a tropical mixed-species uneven-aged natural forest: effect of alternative cutting regimes. Forest Science. 44 (1): 113 – 124. Harianja, H. C. 2012. Potensi Permudaan Alam Eboni (Diospyros celebica bakh.) di Kawasan Hutan Palanro Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 53 p. Heriyanto, N.M. dan R. Garsetiasih. 2007. Komposisi jenis dan struktur tegakan hutan rawa gambut di kelompok hutan sungai belayan-sungai kedang kepala, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Info Hutan IV (2): 213-221. Heriyanto, N.M. 2003. Komposisi dan struktur tegakan hutan bekas terbakar di Berau, Kalimantan Timur. Buletin Penelitan Hutan. 639: 21-31. Hidayat, S. 2014. Kondisi vegetasi hutan lindung Sesaot, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, sebagai informasi dasar pengelolaan kawasan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacaea. 3 (2): 97-105.
58
Husch, B., C.I. Miller and T.W. Beers. 1982. Forest Mensuration. 3rd ed. Buku The Roland Press Co. New York. 402 p. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 198 p. _________. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 233 p. Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 p. Kusmana, C. dan S. Susanti. 2015. Komposisi dan struktur tegakan hutan alam di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Jurnal Silvikultur Tropika. 5 (3): 210-217. Kuswanda, W. dan B.S. Antoko. 2008. Keanekaragaman jenis tumbuhan pada berbagai tipe hutan untuk mendukung pengelolaan zona rimba di Taman Nasional Batang Gadis. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5 (4): 337-354. Ludwig, J. A. and J. F. Reynold. 1988. Statisticale Ecology A Primer On Methods Computing. Buku. John Willey and Sons. New York. 13-40 p. Meyer, H.A., A.B. Recknagel and D.D. Stevenson. 1952. Forest Management Second Edition. Buku. The Ronald Press Company. New York. 290 p. Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. Buku. John Wiley and Sons. New York. 547 p. Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. (Diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan dan B. Srigandono). Buku. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 p. Pratiwi, Y.Y. 2014. Komposisi dan Struktur Tegakan Zona Pemanfaatan Terbatas SPTN1 Way Kanan, Taman Nasional Way Kambas. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 63 p. Rahayu, W. 2006. Suksesi Vegetasi di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 103 p. Richards, P. W. 1966. The Tropical Rain Forest and Ecological Study. Buku. Cambridge University Press. New York. 575 p. Samingan, T. 1976. Pemantapan metode pendugaan hasil potensial hutan di dalam rangka kelestarian pemungutan hasil hutan. Bulletin PERSAKI XIII. (1): 3-9. Soemarwoto, O., M. Soerjani, W. Yatim, A.P.S. Sagala dan Skephi, A.H. 1992.
59
Melestarikan Hutan Tropika: Permasalahan, Manfaat, dan Kebijakannya. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 187 p. Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1984. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 136 p. ___________________________. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 123 p. ___________________________. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 126 p. Suginingsih. 2008. Bahan Ajar Silvika. Buku. UGM. Yogyakarta. 136 p. Sugden, A.M. 1983. Determinants of spesies composition in some isolated neotropical cloud forest. Tropical Rain Forest : Ecology and Management. 2 : 43-56. Suwardi, A. B., E. Mukhtar dan S. Syamsuardi. 2013. Komposisi jenis dan cadangan karbon di hutan tropis dataran rendah, Ulu Gadut, Sumatera Barat. Berita Biologi. 12 (2): 169—176. Whitmore, T.C. 1975. Tropical Rain Forests of the Far East ( Capter Two Forest Structure). Edisi 1. Buku. Oxford University Press. London. 376 p. Whittaker, R, H. 1975. Communities and Ecosystem Second Edition. Buku. Mac. Millan Publishing. New York. 385 p.