PERLINDUNGAN HUKUM ORGANISASI PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PROFESI GURU DALAM TINDAK PIDANA PENDIDIDKAN DI KABUPATEN BANGLI (Studi Kasus Perbuatan melawan Hukum Oleh Guru Terhadap Anak Didik di SMA Negeri 1 bangli Penyelesaian Melalui Jalan NonLitigasi Hukum) Oleh Ni Luh Emi Puspini Dr.I Gusti Ketut Arya Sunu, M.Pd Ni Ketut Sari Adnyani, S.Pd M Hum Jurusan Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui organisasi PGRI dalam bidang pendidikan khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan dan profesi kependidikan. 2) Untuk mengetahui perlindungan hukum oleh organisasi PGRI apabila terjadi tindak pidana pendidikan yang dilakukan oleh guru di Kabupaten Bangli. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskritf Kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan di lembaga organisasi PGRI Kabupaten Bangli, Dinas pendidikan kabupaten bangli, serta SMA Negeri 1 Bangli. Subyek penelitian ini adalah ketua dan sekretaris PGRI Kabupaten Bangli,guru-guru SMA negeri 1 bangli, ketua dinas pendidikan kabupaten Bangli. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) metode wawancara 2) metode observasi 3) metode kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) PGRI mempunyai peranan strategi dalam reformasi pendidikan nasional kepada anggotanya,PGRI berperan dan bertanggungjawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesinya dan kesejahteraanya sehingga dapat mempersatukan semua jenis jenjang, dan satuan pendidikan guna meningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional. 2) Sebagai organisasi profesi PGRI berusaha memberikan perlindungan hukum pada setiap anggota yang tercakup didalamnya, hal ini dilakukan karena dalam pelaksanaan profesi keguruan di lingkungan sekolah sering terjadi tindakan yang dapat dikatakan perbuatan melawan hukum yaitu mengenai tindak pidana pendidikan. Dalam usaha penyelesaian tindak pidana pendidikan PGRI sering mengambil jalan mediasi yaitu dengan cara penyelesaian perkara secara nonlitigasi hukum. Kata Kunci : PGRI sebagai lembaga perlindungan hukum profesi Guru, Profesi Pendidikan Guru, Tindak Pidana Pendidikan 1
ABSTRACT This study aim to : 1) determine the organization PGRI in education, especially in improving the welfare and educational professions. 2) To know the legal protection in the event the organization PGRI education offenses committed by teachers in Bangli regency. This study uses qualitative research design deskritf with normative juridical approach. The research was conducted at the institute PGRI organization Bangli regency, Bangli district education office, and SMAN 1 Bangli. The subject of this research is the chairman and secretary PGRI Bangli regency, public high school teachers 1 Bangli, Bangli district education department chairman. Data collection techniques used in this study were: 1) the method of interview 2) the method of observation 3) methods of literature. The results showed that 1) PGRI have a role in the national education reform strategy to its members, PGRI role and responsibility as well as fight in an effort to realize and protect the rights and dignity of teachers, especially in the aspects of the profession and kesejahteraanya so as to unite all kinds of levels, and unit education in order to improve the service and participation in national development. 2) As a professional organization PGRI trying to give legal protection to every member of which is covered in it, this is done because of the implementation of the teaching profession in the school common actions that can be said about the unlawful act that is criminal education. In the criminal settlement enterprise PGRI education often take the path of mediation is a way for non-litigation legal settlement.
Keywords: PGRI as professional legal protection agency Teacher, Professional Teacher Education, Education Crime 1. PENDAHULUAN Organisasi profesi keguruan (PGRI) merupakan suatu organisasi yang melindungi dan mengayomi profesi keguruan. Bahkan ketika seorang guru terkena suatu kasus seperti kekerasan yang dilakukan dalam rangka pendidikan seringkali diproses secara hukum tanpa melalui atau mengikut sertakan terlebih dahulu dari organisasi profesi tersebut. Padahal seharusnya guru tersebut haruslah dibina serta dilindungi oleh organisasi profesinya yaitu PGRI untuk di selidiki dengan mengadakan pendekatan dari segi permasalahan yang ada. dan di periksa oleh penegak hukum terlebih dahulu dalam internal organisasi itu sendiri, sesuai dengan kode etik profesi keguruan. Ketika guru atau tenaga pendidik melakukan suatu tindakan yang dapat dikatakan menyimpang (perbuatan melawan hukum), seringkali permasalahan tersebut telah keluar atau berada dalam penanganan pihak penegak hukum seperti 2
(kepolisian dan kejaksaan), tanpa diselidiki terlebih dahulu atau melibatkan PGRI dalam menyelesaikan permaslahan dalam interen organisasi. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Guru selama ini di wilayah kabupaten (Bangli) khususnya belum ditangani secara tegas oleh organisasi yang telah ada. Tidak hanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh Guru di dalam lingkungan sekolah, terkadang guru yang telah memiliki kedudukan yang lebih tinggi (sebagai Kepala Sekolah) juga dapat melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat digolongan sebagai tindak pidana dalam pendidikan. Perbuatan melawan hukum
yang
dilakukan oleh guru sebagai salah satu profesi selama ini dapat dikatakan sebagai Tindak Pidana Pendidikan. Istilah Tindak Pidana merupakan kata lain dari perbuatan pidana dalam cakupan hukum pidana. Tindak pidana menunjukkan keadaan yang konkrit, sebagimana halnya peristiwa. Namun tindak pidana lebih menekankan pada kelakuan, tingkah laku gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang. (Moeljatno, 2000:55). Menurut Chairul Huda (2006:15) Tindak Pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi. Contoh tindak pidana dalam bidang pendidikan misalkan peniruan/penyalinan/penjiplakan baik dalam jumlah keseluruhan ataupun melalui berbagai sanduran gelap atau perubahanperubahan sebagaian kecilnya (Ridwan Halim,1986: 19) Apabila kita tinjau lebih lanjut, tidak semua kasus tindak pidana atau sengketa itu diselesaikan melalui jalur hukum dan atau putusan pengadilan. Penyelesaian sengketa
juga bisa dilakukan diluar pengadilan yaitu secara
Nonlitigasi hukum. Nonlitigasi itu berasal dari Litigation (bahasa Inggris) yang artinya Pengadilan. Jadi Nonlitigasi adalah di luar pengadilan. Sebagai bahan banding dari litigation (pengadilan), yang sebagian besar tugasnya adalah menyelesaikan sengketa dengan menjatuhkan putusan (constitutif) misalnya menjatuhkan putusan atas sengketa waris, perbuatan melawan hukum dan lainlain dan sebagian kecil tugasnya adalah penangkalan sengketa dengan 3
menjatuhkan penetapan pengadilan (deklaratoir) misalnya penetapan wali, penetapan anak angkat, dan lain sebagainya. (Wiryawan, 2010:3). Dengan demikian perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh guru ternyata tidak selalu diselesaikan melalui jalan Litigasi akan tetapi lebih sering diselesaikan melalui jalan Non litigasi, maka terdapat beberapa permasalahan yang layak dikedepankan yaitu : peranan organisasi PGRI dalam bidang Pendidikan khususnya bidang kesejahteraan dan profesi kependidikan, Bagaimana perlindungan hukum yang dilakukan oleh Organisasi PGRI apabila terjadi tindak pidana pendidikan yang dilakukan oleh Guru di Kabupaten Bangli dilihat dari profesi pendidikan.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian yang bersifatdeskritf kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. karena focus kajian dari penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum terhadap organisasi PGRI dalam melindungi dan membina profesi keguruan. Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah secara sistematis mengenai perlindungan hukum yang diberikan organisasi PGRI terhadap profesi keguruan. untuk memperoleh data yang diperlukan haruslah ditentukan subyek dari penelitian ini. Subyek penelitian adalah setiap pendukung dari apa yang diteliti oleh si peneliti, pendukung (subyek) yang ditentukan berdasarkan tujuan penelitian. Dalam hal ini, yang menjadi informan yaitu: ketua dan sekretaris PGRI kabupaten Bangli, guru-guru SMA N 1 Bangli, ketua dinas pendidikan kabupaten Bangli. Sesuai dengan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu metodewawancara, metode observasi, dan metode kepustakaan. Teknik analisis data adalah data proses penyusunan,mengkatagorikan data, mencari pola dengan tujuan untuk memahami maknanya. Proses analisis data dalam penelitian ini dirangkum kedalam beberapa tahap-tahapan yaitu: (1) pengumpulan data; (2) reduksi data; (3) penyajian data; (4) Penarikan kesimpulan/verifikasi. 4
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PGRI kabupaten Bangli sudah mencoba menunjukkan eksistensinya sebagai suatu wadah organisasi dengan memberikan kartu anggota PGRI terhadap guru-guru yang ada di kabupaten Bangli yang tersebar di 4 kecamatan yaitu: Bangli, Susut, Tembuku, dan Kintamani. Dalam pelaksanaanya ini, PGRI menyarankan guru lah yang berperan aktif dalam mengurus kepemilikan kartu anggota PGRI. Hal ini ditujukan agar semua guru dapat merasakan pengayoman dan perlindungan dari organisasi PGRI itu sendiri, meskipun dalam hal ini banyak guru yang tidak aktif dalam mengurus kartu keanggotaan itu sendiri. guru yang memiliki kartu anggota PGRI menurut bapak Drs. I Nengah Moneng adalah guru yang tercakup sebagai Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kabupaten Bangli. Sementara guru honorer, hanya ada beberapa yang memiliki kartu keanggotaan PGRI itu sendiri. Dalam pengadaan kartu kepemilikan kartu anggota ini PGRI bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli dalam mendata guru-guru yang berada di masing-masing sekolah perkecamatan. Dalam hal ini juga sangat diharapkan keaktifan dari guru itu sendiri untuk mengurus kartu keanggotaan agar setiap guru memelikinya. Sesuai anjuran dari PGRI Provinsi Bali tujuan dari diadakannya kepemilikan kartu anggota ini bertujuan untuk mengembangkan profesionalisme,memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan kerja serta menghimpun dan menyalurkan aspirasi dari anggotanya. Perlindungan hukum, serta pengayoman yang diberikan oleh organisasi PGRI baru dapat dirasakan oleh para guru di SMA Negeri 1 Bangli ketika terdapat suatu masalah yang melibatkan anggota guru-guru di sini. Guru yang dianggap melakukan tindakan melanggar hukum yang ketika itu memasukan seorang siswa bodong dan diketahui oleh masyarakat umum tidak diproses melalui jalur hukum sebagaimana mestinya. Namun dalam hal ini PGRI dapat memberikan tindakan mediasi penyelesaian perkara melalui jalan Nolitigasi Hukum. 3.1 Peranan Organisasi PGRI Dalam Bidang pendidikan Khususnya Bidang Kesejahteraan dan Profesi pendidikan
5
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
merupakan sebuah
perkumpulan berbadan hukum yang didirikan dan di urus oleh guru sebagai wadah untuk mengembangkan profesionalisme, memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan kerja serta menghimpun dan menyalurkan aspirasi anggotanya. PGRI merupakan Organisasi guru tertua di Indonesia ini telah memberi saham yang begitu besar dalam pembangunan dunia pendidikan di Indonesia. PGRI mempunyai peranan strategi dalam reformasi pendidikan nasional kepada
anggotanya,
PGRI
berperan
dan
bertanggung
jawab
serta
memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesinya dan kesejahteraannya. Sebagai Organisasi profesi PGRI juga ingin mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan guna meningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini PGRI juga harusnya mampu untuk mengadakan hubungan kerjasama dengan lembagalembaga pendidikan, organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, dan atau organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan. . Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang
diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik. Dalam profesi pendidikan guru dilihat memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Dalam menjalankan profesi pendidikana ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih
6
(b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain. Dalam menjalankn profesionalisme keguruan juga PGRI juga berusaha memberikan acuan sebagai landasan guru dalam melangkah antara lain seperti 1. Penguasaan terhadap landasan kependidikan dalam kopetensi termasuk memahimi tujuan pendidikan,mengetahui fungsi pendidikan di masyarakat serta mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan 2. Menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang diajarkan seperti penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan 3. Kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencangkup kemampuan menetapkan kopetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran 4. kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran. 3.2 Perlindungan Hukum Organisasi PGRI Apabila Terjadi Tindak Pidana pendidikan Yang dilakukan oleh guru di kabupaten Bangli dilihat dari profesi Pendidikan Organisasi PGRI yang merupakan wadah dari profesi keguruan berusaha memberikan perlindungan hukum pada setiap anggota yang tercakup didalamnya. Hal ini dilakukan karena dalam pelaksanaan profesi keguruan di lingkungan sekolah sering terjadi tindakan yang dapat dikatakan perbuatan melawan hukum yaitu mengenai tindak pidana pendidikan. Dalam hal inilah PGRI sebagai suatu wadah organisasi senantiasa berusaha memberikan pengayoman pada setiap guru, 7
sehingga kasus-kasus yang terjadi dilingkungan pendidikan dapat diselesaikan secara mediasi dalam lingkup organisasi keguruan itu sendiri. Seperti kasus yang terjadi di SMA N 1 Bangli., dimana guru telah dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum dengan memasukan siswa bodong yang merupakan anak dari seorang pejabat. Masyarakat yang mengetahui hal ini tentu mempermasalahkan peristiwa ini karena beranggapan sekolah unggulan yang ada di kabupaten Bangli yang mengutamakan prestasi tiba-tiba memasukan seorang siswi yang tidak lulus TPA. Kasus ini sempat dilaporkan ke pihak yang berwajib oleh orang tua siswa yang merasa tidak adil karena anaknya yang berprestasi tak bisa masuk sekolah unggulan ini. PGRI sebagai wadah organisasi keguruan dalam hal ini menunjukkan eksistensinya dan tanggung jawabnya terhadap guru yang melakukan perbuatan melanggar hukum/ tindak pidana pendidikan. Unsur melawan hukum pada hakikatnya merupakan salah satu unsure dasar daripada suatu tindak pidana termasuk juga tindak pidana pendidikan tentunya. adapun fungsi utama dari esensi dan eksistensi dari unsure ini ialah untuk menentukan apakah tindakan seseorang itu termasuk suatu tindakan yang dapat di hukum atau tidak. unsur melawan hukum ini perlu ada sebagai pedoman untuk menentukan apakah suatu tindakan dapat dapat dihukum atau bukan karena dalam kenyataaanya akan sering kita dapati kasus-kasus dimana didalamnya mungkin telah terjadi tindakan-tindakan yang sama namun ternyata melahirkan akibat-akibat atau konsekuensi yang bebeda. Perihal mengenai unsur-unsur dasar mengenai melawan hukum yang bisa membuat suatu tindakan menjadi termasuk suatu tindakan yang dapat dihukum. adapun unsur-unsur melawan hukum itu menurut simons adalah sebagai berikut: a. adanya perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia baik secara aktif maupun pasif b. tindakan baik yang aktif maupun pasif tersebut merupakan tindakan yang dilarang dan ada ancaman hukumannya menurut undangundang dan peraturan hukum yang beerlaku. tindakan aktif yang dimaksud disini adalah berbagai tindakann yang dilarang menurut 8
hukum yang berlaku namun tetap dilakukan juga oleh pelakunya. sedangkan tindakan pasif yang dimaksud disini adalah berbagai tindakan yang tidak mengindahkan hal-hal yang sebenarnya harus dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan hukum yang berlaku. c. tindakan tersebut disamping terlarang menurut peraturan hukum yang berlaku pada dasrnya juga bertentangan dengan nilai-nilai dan asas-asas kepatutan dan kebiasaan yang layak dalam pergaulan masyarakat yang sehat. d. pelaku adalah orang yang bisa dipersalahkan atas perbuatan yang telah dilakukannya terwebut dalam arti dia melakukannya atas kehendak atau kelalaianya sendiri tanpa adanya sebab paksaan atau desakan dari pihak lain. e. pelaku adalah orang yang mampu bertanggung jawab atau dapat dimintai jawabannya atas tindakan yang telah dilakukannya itu. Dalam tindak pidana pendidikan juga terdapat yang namanya unsur kesengajaan, dimana hal ini dilakukan dengan sengaja oleh si pelaku ddengan kata lain si pelaku itu menyadari sepenuhnya apa yang dia pebuat beserta segala akibat yang pasti atau mungkin akan ditimbulkanoleh perbuatannya itu sendiri. adapun beberapa kesengajaan dalam tindak pidana pendidikan antara lain adalah : 1. kesengajaan yang menjadi tujuan dalam tindak pidana pendidikan. 2. kesengajaan yang kepastian akibatnya sudah disadari dalam tindak pidana pendidikan. 3. kesengajaan yang kemungkinan besar terjadi akibatnya telah disadari oleh pelaku tindak pidana pendidikan Dalam suatu dilakukannya tidak pidana maka didalamnya terdapat sebuah pertanggungjawaban dari si pelaku. pertanggung jawaban ini dapat dilihat sebagai berikut: 1. tanggung jawab mandiri yaitu tanggung jawab tersebut sepenuhnya harus dipikul oleh si pelaku sendiri tanpa dapat diperhitungkan atau dialihkan kepertanggungjawaban orang lain
9
2. tanggung jawab tidak mandiri yaitu tanggungjawab yang sifatnya tidak secara penuh harus dipikul oleh seseorang karena adanya pihak lain yang juga harus ikut atau lebih bertanggungjawab atas terjadinya tindak pidana yang bersangkutan selaras dengan porsi perbandingan kedudukannya sebagai salah seorang pelaku dari tindak pidana yang bersangkutan .PGRI dalam hal ini berusaha melakukan jalan mediasi yaitu penyelesaian perkara secara nonlitigasi hukum. Dalam wawancara dengan bapak Ketut Lakon beliau mengatakan: Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh guru di SMA N 1 Bangli dapat diselesaikan dengan cara mediasi dalam organisasi PGRI. Kepala sekolah yang dianggap bertanggungjawab atas pemasukan siswa ini, segera di turun jabatkan dari posisi yang didudukinya. Guru-guru yang dianggap ikut bertanggung jawab dalam penerimaan siswa ini juga dikenakan mutasi guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan sekolah unggulan ini. Dari hasil wawancara sebelumnya, mengenai tindak pidana pendidikan 7yang dilakukan oleh guru di SMA N 1 Bangli. PGRI bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten bangli berusaha menyelesaikan menyelesaikan kasus ini dengan cara Nonlitigasi hukum yaitu penyelesaian sengketa diluar badan hukum pengadilan. Jika dalam Litigation (pengadilan) sebagian besar tugasnya adalah menyelesaikan sengketa dengan menjatuhkan putusan, maka nonlitigasi adalah kebalikan dari litigasi tugasnya sebagian besar adalah untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan melalui perdamaian dan dan sebagian kecil tugasnya penangkalan sengketa dengan perancangan kontrak yang baik. Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang didasarkan kepada hukum dan penyelesaian tersebut dapat digolongkan keopada penyelesaian yang berkualitas tinggi karena sengketa yang diselesaikan secara demikian akan dapat seleksai tuntas tanpa meninggalkan sisa kebencian dan dendam. dengan demikian penyelesaian sengketa atau penangkalan sengketa secara nonlitigasi intinya menyelesaikan masalah hukum secara hukum dan nurani sehingga disitu hukum dapat dimenangkan dan nurani orang juga
10
tunduk untuk mentaati kesepakatan atau perdamaian secara sukarela tanpa ada yang merasa dikalahkan. Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh organisasi PGRI kabupaten bangli, mengacupada penyelesaian sengketa diluar pengadilan/nonlitigasi hukum. Tindak pidana pendidikan yang dilakukan oleh guru dalam hal ini diselisaikan secara nonlitigasi yaitu melalui perdamaian perdamaian kasus pidana sebelum sampai ke polisian sudah lazim terjadi dan sepanjang kasus itu tidak merupakan tindak pidana berat sehingga dapat diselesaikan secara mediasi dengan tidak menimbulkan keresahan dimasyarakat. upaya nonlitigasi dalam kasus pidana sebenarnya sangat unik dan beraneka ragam. kasus-kasus yang relative agak kabur dan memerlukan pembuktian –pembuktian untuk beberapa saat bahkan dalam rangka memeberikan kesempatan para pihak menyelesaikan sendiri polisi dapat menolong dan bermain dengan menunda pelaporan mulainya penyelidikan bahkan dapat melakukan penghentian penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti. dengan demikian tindak pidana pendidikan yang dilakukan oleh oknum guru di SMA N 1 Bangli dapat diselesaikan secara mediasi melalui nonlitigasi hukum. guru yang melakukan perbuatan melawan hukum ini diturunkan jabatannya dari sebelumnya, bahkan untuk tidak menimbilkan keresahan di masyarakat guru-guru yang dianggap terlibat dikenakan mutasi mengajar, agar dapat mebalikan citra nama baik sekolah ungguloan yang berada di kabupaten bangli ini.
4. PENUTUP Sesuai dengan pembahasan pokok permasalahan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan Organisasi profesi keguruan (PGRI) merupakan suatu organisasi yang melindungi dan mengayomi profesi keguruan. Bahkan ketika seorang guru terkena suatu kasus seperti kekerasan yang dilakukan dalam rangka pendidikan seringkali diproses secara hukum tanpa melalui atau mengikut sertakan terlebih dahulu dari organisasi profesi tersebut. Padahal seharusnya guru tersebut haruslah dibina serta dilindungi oleh organisasi profesinya yaitu PGRI untuk di selidiki dengan mengadakan pendekatan dari segi permasalahan yang ada. dan di periksa oleh penegak hukum terlebih dahulu dalam internal. 11
Sebagai suatu wadah organisasi keguruan PGRI berperan dalam memberikan pengayoma dan perlindungan pada profesi keguruan serta kesejahteraaanya
sehinggaga
dapat
mengembangkan
profesionalisme,
memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan kerja serta menghimpun dan menyalurkan aspirasi anggotanya. PGRI berperan dan bertanggung jawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesinya dan
kesejahteraannya.
Sebagai
Organisasi
profesi
PGRI
juga
ingin
mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan guna meningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional. PGRI juga memfasilitasi guru-guru kartu anggota PGRI guna dapat mengetahui jumlah keanggotaannya. PGRI sebagai wadah organisasi juga beerperan memberikan pelindungan hukum terhadap para anggota yang tercakup didalamnya. Hal ini dilakukan karena dalam dunia pendidikan juga sering terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para guru baik itu sengaja maupun tidak sengaja. Perlindungan hukum yang diberikan tentu saja agar tidak membawa kasus-kasus yang terjadi dalam bidan pendidikan diselesaikan melalui proses pengadilan melaikan dapat diselesaikan secara mediasi melalui penyelesaian perkara Nonlitigasi Hukum.
DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan.2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Muljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : PT Rineka Cipta. Ridwan Halim. 1986.Tindak Pidanana Pendidikan Dalam Asaa-asas Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia Wiryawan, dkk. 2010. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Denpasar : Udayana University Press. Kitab Undang-Undang Hukum pidana
12