PERKEMBANGAN LUKA ULKUS PLANTAR PADA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA SUMBER GLAGAH KABUPATEN MOJOKERTO DIGNA NURLAELA MAI LESTARI NIM. 12120008 Subject : Kusta, Ulkus Plantar, Perkembangan Luka DESCRIPTION Kusta merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Salah satu masalah pada penyakit kusta yang bisa menyebabkan kecacatan adalah ulkus plantar. Ulkus plantar merupakan luka kronik yang terjadi pada pada penderita kusta, bagian yang paling sering terjadi luka adalah daerah yang sering mendapat tekanan anastetik yaitu telapak kaki. Fase penyembuhan luka ada 3 yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perkembangan luka ulkus plantar pada penderita kusta. Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus. Penelitian dilakukan selama 6 hari 3 kali observasi, sejak tanggal 9-14 juni 2015. Variabel dalam penelitian ini adalah perkembangan luka ulkus plantar pada penderita kusta. Jumlah sampel 3 responden. Jenis pengambilan sampling menggunakan Non probability sampling dengan teknik Consecutive sampling. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah Checklist dalam bentuk catatan perkembangan luka. Berdasarkan hasil penelitian tentang perkembangan luka, responden 1 mencapai fase proliferasi yang ditandai dengan granulasi pada hari ke 8, responden 2 mencapai fase inflamasi yang ditandai dengan tanda infeksi seperti odema dan nyeri pada hari ke 7, dan pada responden 3 mencapai fase proliferasi yang di tandai dengan dengan granulasi pada dasar luka dalam waktu 1 tahun. Beberapa hambatan penyembuhan luka yaitu dari faktor umur, infeksi, nutrisi, kondisi metabolik, imunologi dan pemakaian oobat-obatan. Hambatan penyembuhan luka harus ditekankan agar perkembangan luka maksimal.
ABSTRACT Leprosy is a chronic infectious disease caused by the bacterium Mycobacterium leprae. One of the problems is that leprosy can cause disability i.e. plantar ulcers. Plantar ulcers are chronic wound that occur in patients with leprosy, part the body with most common injuries are areas that often get anesthetic pressure i.e. foot. There are 3 phase of wound healing inflamammation, proliferation phase and maturation phase. The purpose of this study was to determine the development of plantar ulcers wounds on lepers.
This research used case study design. The study was conducted for 6 days of 3 observations, from June 9-14, 2015. The variable in this research is the development of plantar ulcers wounds on lepers. Total sample is 3 respondents. The type of sampling used non-probability sampling technique with consecutive sampling instrument used in this study is in the from of a checklist note wound development. Based on of results of research on the development of wound, respondent 1 reached proliferation characterized by granulation on day 8, respondent 2 reached the inflammatory phase characterized by signs of infection such as edema and pain on day 7, and the third respondent reached a phase characterized by proliferation of granulation on elementary wound within 1 year. Some barries to wound healing are age, infection, nutrition, metabolic conditions, immunology and use of medicines. Barries to wound healing should be emphasized to maximize wound development. Keywords : leprosy, plantar ulcer, wound development. Contributor
: 1. Dwiharini P., S.Kep.Ns.,M.Kep 2. Umul Fatkhiyah, S.Kep.Ns Date : 6 Juli 2015 Type Material : Laporan Penelitian URL :Right : Open Document Summary :LATAR BELAKANG Kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, melalui kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat yang apabila tidak didiagnosis dan di obati secara dini dapat menimbulkan kecacatan (Subdirektorat Kusta dan Frambusia, 2007). Salah satu masalah pada penyakit lepra yang bisa menyebabkan kecacatan adalah ulkus plantar. Ulkus ini terjadi 30% pasien lepra dan sebagian besar terjadi pada telapak kaki bagian depan karena sebagian besar beban tubuh terpusat pada bagian tersebut. Faktor yang mempengaruhi timbulnya ulkus plantar adalah gangguan sensorik, atrofi dan fibrosis serat otot kaki, gangguan sistem saraf otonom sehingga kulit menjadi kering, anhidrosis, dan hiperkeratosis (Kamath, 2008). Ulkus pada kaki merupakan cacat tingkat 2 yang sering dijumai pada pasien kusta. Keterlibatan syaraf memegang peranan penting untuk timbulnya ulkus yang dikenal dengan sebutan neurophaty sehingga ulkus tersebut termasuk dalam kategori neurophatic ulcers. Neurophatic ulcers dapat dijumpai pada telapak kaki, sering dinamakan ulkus plantaris atau plantar trophic ulcers dan istilah tersebut diperkenalkan oleh Price tahun 1959 (Ramona, 2012). Data WHO menunjukkan 228,474 kasus baru yang ditemukan pada tahun 2010, 3,04% diantaranya dengan kecacatan tingkat 2. Di Indonesia,
proporsi cacat tingkat 2 pada kasus baru tahun 2010 sebesar 10,71% dan di Jawa Timur sebesar 12,85% (Muhammad, 2012). Ulkus plantaris dijumpai lebih dari 10% pada pasien kusta RSU Dr. Soetomo Surabaya melaporkan distribusi ulkus plantaris periode 2003-2005 dimana dijumpai peningkatan jumlah pasien kusta dengan ulkus plantaris yaitu tahun 2003 sebanyak 14,2%, tahun 2004 sebanyak 14,8% dan tahun 2005 sebanyak 20%. Sukasihati tahun 2006 juga melaporkan jumlah kasus pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Bengawan yaitu sebanyak 31,8% (Ramona,2012). Pada penderita lepra terjadi gangguan sistem saraf, sehingga otak tidak dapat menerima impuls yang dilepaskan oleh bagian tubuh yang mengalami tekanan untuk mengirimkan perintah istirahat, akibatnya dapat terjadi kelelahan hebat dan kerusakan jaringan pada bagian tubuh tersebut. Respon normal jaringan tubuh ketika kerusakan jaringan adalah dilepaskannya mediator radang yang menimbulkan edema dan tanda-tanda kelelahan hebat berupa bengkak, merah, hangat pada telapak kaki. Edema akan menekan pembuluh darah kecil, sehingga suplay makanan dan oksigen terganggu dan dapat terjadi kematian jaringan. Akumualsi plasma dan jaringan yang rusak semakin lama semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan tekanan internal yang menyebabkan robeknyan jaringan kulit, akibatnya cairan plasma keluar dan timbul ulkus terbuka (Liana, 2010). Perawatan ulkus yang kurang memadai dan compliance pasien yang buruk dapat menyebabkan ulkus menjadi kronik, berkomplikasi dan berkambuh (recurent). Oleh sebab itu, sebagai tenaga kesehatan, penting untuk mengetahui pencegahan dan perawatan ulkus secara komprehensif (Kamath, 2008). Perawatan luka, manajemen luka dan perawatan kulit harus berlandaskan pengetahuan dasar yang komprehensif tentang struktur dan fungsi kulit. Dengan demikian sebagai seorang perawat atau petugas kesehatan yang memberikan perawatan luka dan manajemen luka seharusnya meneliti dengan seksama kondisi atau integritas kulit pada saat melakukan tindakan tersebut (Anik, 2013). Dari uraian di atas, dketahui betapa berpengaruhnya perawatan luka terhadap proses penyembuhan ulkus plantar pada penderita kusta, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti perkembangan luka ulkus plantar pada penderita kusta di Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah.
METODE PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Deskriptif” bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini. Rancangan atau desain penelitian ini adalah studi kasus, rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi (Nursalam, 2009). Variabel dalam penelitian ini adalah perkembangan luka ulkus plantar pada penderita kusta. Pada penelitian ini teknik yang digunakan adalah non probability
sampling yaitu consecutive sampling adalah cara pengambilan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu. Penilitian ini dilaksanakan di RS Kusta Sumber Glagah Kabupaten Mojokerto pada tanggal 9-14 Juni 2015. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi langsung, observasi langsung atau pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Moh. Nazir, 2013). Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan suatu metode (Arikunto, 2010). Instrumen dalam penelitian ini adalah checklist dalam bentuk catatan perekembangan luka. Setelah data terkumpul maka dilakukan coding saja untuk editing, scoring, dan tabulating tida dilakukan karena pada penelitian ini hasilnya berupa kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Responden 1 Tn. A berumur 38 tahun, mengatakan sudah menderita kusta sejak 4 tahun yang lalu. Pada responden 1 sudah mencapai fase`proliferasi pada hari ke-8 post perlukaan, ditandai dengan granulasi pada dasar luka. Fase proliferasi berlangsung selama 3 minggu, memiliki 3 karakteristik yaitu granulasi, epitelisasi dan sintesa kolagen (Widasari, 2014). Pada responden 1 tidak ada hambatan dalam penyembuhan luka, seperti kondisi tubuh yang tidak baik, umur dan nutrisi yang tidak baik. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal dari proses penyembuhan luka. Responden 2 Tn. P berumur 40 tahun, mengatakan sudah menderita kusta sejak 4 tahun yang lalu. Pada responden 2 luka sudah ada sejak 3 bulan yang lalu namun tidak pernah dirawat dengan baik, responden baru membawa ke rumah sakit ketika responden merasa nyeri pada luka menjalar ke betis. Setelah dilakukan pemeriksaan rontgen terdapat tanda peradangan sehingga diketahui responden mengalami osteomyelitis. Luka responden mencapai fase inflamasi yang ditandai dengan adanya tanda-tanda infeksi yaitu odema pada sekitar luka dan belum terjadi granulasi pada dasar luka. Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak, misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler, kontaminasi langsung tulang misalnya fraktur ulkus vaskuler, fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang. Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomyelitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemuan atau penderita diabetes (Alfarisi, 2011). Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati. Osteomyelitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Pada responden 3 Ny. S berumur 80 tahun, responden mengatakan sudah menderita kusta selama ±40 tahun. Luka mencapai fase proliferasi yang ditandai dengan granulasi pada dasar luka, responden sudah di rawat sejak 1 tahun yang lalu. Luka sudah mencapai fase proliferasi. Proses selanjutnya
adalah epitelisasi, namun batas tepi luka responden terdapat callus, sehingga menghambat proses epitelisasi. Tepi luka yang menebal merupakan gambaran luka yang kurang baik. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet (Anik, 2013). Pada responden 3 banyak sekali hambatan penyembuhan luka, sehingga diperlukan perawatan luka yang benar dan diperhatikan dari kondisi psikologis dan nutrisi agar penyembuhan luka dapat ditingkatkan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor endogen (seperti : umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik). Perawatan luka menggunakan vasclor sebagai topikal terapi, vasclor merupakan salep yang di buat dari Instalansi farmasi RS`Kusta Sumber Glagah Kabupaten Mojokerto, kandungan vasclor yaitu vaseline dan cholam penikol, menggunakan NaCl 0,9% dan Povidone Iodine 10% untuk mencuci luka, menggunakan kassa steril sebagai dressing. Pada penderita ulkus plantar tidak ada diet khusus. Pada penelitian sebelumnya Nurul Istikomah (2010), ada perbedaan signifikan antara perawatan luka menggunakan Povidone Iodine 10% dengan perawatan luka menggunakan NaCl 0,9% berbeda jauh. Perawatan luka post operasi antara sebelum dan sesudah diberi Povidone Iodine 10% ada perbedaan bermakna sedangkan antara sebelum dan sesudah diberi NaCl 0,9% tidak ada perbedaan yang bermakna.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan kesimpulan : 1. Pada responden 1 perkembangan luka mencapai fase proliferasi yang ditandai dengan granulasi dalam waktu 8 hari. 2. Pada responden 2 perkembangan luka mencapai fase inflamasi yang ditandai dengan adanya tanda-tanda infeksi seperti odema dan nyeri di hari ke 7. Responden juga mengalami osteomyelitis sehingga harus dilakukan operasi septik untuk membersihkan tulang yang terinfeksi agar tidak menjalar. 3. Pada responden 3 perkembangan luka mencapai fase proliferasi yang ditandai dengan , granulasi pada dasar luka dalam waktu 1 tahun, luka juga terinfeksi yang di tandai dengan adanya tanda-tanda infeksi seperti odema dan gatal-gatal pada luka.
REKOMENDASI untuk itu diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih lanjut meneliti tentang proses penyembuhan luka pada pasien kusta.
ALAMAT CORESPONDENSI Alamat Rumah
: Dsn. Tlatah, RT/RW 001/002, Ds. Wateswinangun, Kec. Sambeng, Kab. Lamongan
E- mail
:
[email protected]
No hp
: 085748126318