ULKUS PADA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA SUMBER GLAGAH KABUPATEN MOJOKERTO MIFTAKHUL KHASANAH NIM 1212010026 Subject:Ulkus Kusta, penderita kusta yang memiliki ulkus DESCRIPTION: Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Seringkali penderita kusta datang berobat dalam kondisi sudah mengalami cacat kusta akibat ulkus yang sudah kronik. Penelitian ini bertujuan untuk ulkus pada penderita kusta di Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah Kabupaten Mojokerto tahun 2015. Metode penelitian ini menggunakan rancang bangun deskriptif. Populasi penelitian ini adalah semua penderita kusta yang memiliki ulkus di RS Kusta Sumber Glagah Kabupaten Mojokerto dengan jumlah populasi 30 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dalam kurun waktu 1 bulan didapatkan sampel sejumlah 5 orang. Variabel penelitian ini adalah ulkus pada penderita kusta. Ulkus yang diteliti meliputi size (ukuran luka), depth (kedalaman luka), exudate (ada/tidaknya eksudat), undermining (kantong luka), tipe jaringan nekrosis, jumlah jaringan mati, tipe nanah, jumlah nanah, warna kulit di sekitar luka, edema jaringan perifer, undurasi jaringan tepi, jaringan granulasi, dan pembentukan jaringan epitel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulkus pada penderita kusta di Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 seluruhnya adalah regenerasi luka yaitu sebanyak 100% responden. Dilihat dari jaringan granulasi sebagian besar responden (60%) mengalami ulkus dengan jaringan granulasi merah muda, terisi < 25% jaringan granulasi. Ulkus kronik lebih tenang, sedikit discharge, terdapat hiperkeratotik, dengan jaringan fibrosa yang padat dan dasar ulkus berwarna pucat tertutup jaringan granulasi yang tidak sehat. Ulkus tampak statis tanpa tanda-tanda menyembuh. Tenaga kesehatan harus melakukan perawatan luka (ulkus) dengan baik, mengadakan penyuluhan tentang cara merawat luka di rumah, meminum obat teratur, dan diet yang dapat mempercepat penyembuhan luka.
ABSTRACT: Leprosy is one of infectious disease that can cause complex problem. Often, leprosy patients come for treatment in when they have already suffered disabilities due to leprosy with had chronic ulcers. This study aimed to determine the ulcers in leprosy patient at Sumber Glagah Leprosy Hospital Mojokerto Regency in 2015.
The method of this study uses descriptive research design. The population of this study is all of leprosy patients with ulcers at Sumber Glagah Leprosy Hospital Mojokerto Regency, i.e 30 people. Sampling technique used is consecutive sampling during one month period with 5 samples. Variable of this study is leprosy patients with ulcers. The ulcers studied are about the size, depth, exudate, undermining, type of necrosis tissue, count of death tisuue, type of exudate, count of exudate, skin colour of wound edge, perifer tissue swelling, edge tissue unduration, granulation tissue, and epithelial tissue formation. The result of this study suggests that almost all of the ulcers in leprosy patient at Sumber Glagah Leprosy Hospital Mojokerto Regency in 2015 is about 93.4% respondents. Regarding granulation tissue, most respondents(60%) have pink granulation tissue, filled with < 25% granulation tissue. Chronic ulcers are quieter, have less discharge, hiperkeratotic, with solid fibrous tissue and the bottom of the ulcers have pale colour covered by unhealthy tissue. Ulcers look static without healing signs. Health officer must do wound (ulcers) treatment well, conduct counseling about how to treat the ulcers at home, endorse patients to take the medicine perform frequently, and diet that can fasten the ulcers healing. Keywords: ulcer, leprosy Contributor
: 1. Vonny Nurmalya M, S.Kep.,Ns.,M.Kep 2. Sulis Diana, SST., M.Kes Date : 2 Juli 2015 Type Material : Laporan Penelitian Edentifier :Right : Open Document Summary : Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Seringkali penderita kusta datang berobat dalam kondisi sudah mengalami cacat kusta akibat ulkus yang sudah kronik. Penyembuhan ulkus kusta yang tidak baik akan menimbulkan sikatriks yang dapat memicu siklus ulkus-sikatriks-ulkus sehingga ulkus makin sulit sembuh (Gahalaut et al dalam Satriyo, 2013). Pentingnya mengetahui ulkus pada penderita kusta agar secepatnya dapat mengontrol infeksi dan meminimalkan kerusakan jaringan, memberikan penanganan dengan tirah baring, elevasi tungkai, irigasi serta pemakaian antibiotika bila diperlukan, menutup luka untuk mendapatkan hasil kesembuhan yang nyata (Hastings dalam Maya, 2012). Perawatan ulkus pada pasien kusta di Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah menggunakan cairan NaCl 0,9% untuk membersihkan luka, melakukan nekrotomi pada jaringan ulkus yang telah mati, dan memberikan topikal terapi sesuai dengan biakan kultur, kemudian menutup ulkus dengan kasa steril dan diperban bila diperlukan (RS Kusta Sumber Glagah, 2014). Pada tahun 2012 di dunia dilaporkan WHO sebanyak 232.847 penderita kusta baru (WHO, 2014). Profil kesehatan Indonesia mencatat proporsi cacat tingkat II pada penderita kusta pada tahun 2012 sebesar 5,8%. Sedangkan proporsi anak
diantara penderita kusta baru pada tahun 2012sebesar 5,66% (Depkes RI, 2013).Secara nasional, Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang penderita kusta terbanyak di antara provinsi lainnya. Rata-rata penemuan penderita Kusta di Provinsi Jawa Timur per tahun antara 4.000-5.000 orang. Pada tahun 2012,penemuan penderita baru di Indonesia sebanyak 18.853 orang, sedangkan penemuan penderita baru di Provinsi Jawa Timur sebanyak 4.807 orang (25,5% dari jumlah penderita baru di Indonesia), dengan 13,95% mengalami cacat tingkat II (Dinkes Jatim, 2013).Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2015 di Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah menunjukkan bahwa pada bulan Februari 2015 terdapat 23 orang penderita kusta yang memiliki ulkus. Kusta disebabkan Mycobacterium leprae yang intraseluler obligat (Kosasih, 2006). Penyakit kusta dibagi menjadi tipe pausibacilar dan multibacilar. Pada puasibacilar lesi kulit (makula yang datar, papul yang meninggi, infiltrat, plakeritem, nodus) berjumlah 1-5 dengan distribusi asimetris, sedangkan pada tipe multibacilar lesi kulit berjumlah lebih dari 5 dengan distribusi yang simetris (Depkes, 2006).Mycobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwan di jaringan saraf. Bila kuman Mycobacterium lepraemasuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan disekitarnya yang dapat menyebabkan ulkus (Djuanda dkk, 2007). Ulkus kronik dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, termasuk keganasan. Ulkus kronik juga dapat menyebabkan pasien kusta dikucilkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, prioritas tenaga kesehatan tidak hanya untuk mencegah terjadinya ulkus tetapi juga harus mempercepat proses penyembuhan ulkus agar pasien dapat kembali ke komunitas dan beraktivitas lagi (Cross dalam Satriyo, 2013). Masalah psikososial yang timbul pada penderita kusta lebih menonjol dibandingkan masalah medisitu sendiri. Sikap dan perilaku masyarakat yang negatif terhadap penderita kusta seringkali menyebabkan penderita kusta merasa tidak mendapat tempat di keluarganya dan lingkungan masyarakat (Kuniarto, 2006).Akibatnya penderita cacat kusta (PCK) cenderung hidup menyendiri dan mengurangi kegiatan sosial dengan lingkungan sekitar, tergantung kepada orang lain, merasa tertekan dan malu untuk berobat. Dari segi ekonomi, penderita kusta cenderung mengalami keterbatasan ataupun ketidakmampuan dalam bekerja maupun mendapat diskriminasi untuk mendapatkan hak dan kesempatan untuk mencari nafkah akibat keadaan penyakitnya sehingga kebutuhan hidup tidak dapat terpenuhi, apalagi mayoritas penderita kusta berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, padahal penderita kusta memerlukan perawatan lanjut sehingga memerlukan biaya perawatan. Hal-hal tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kualitas hidup (Kuniarto, 2006). Upaya yang di lakukan untuk pemberantasan penyakit kusta melalui penemuan penderita secara dini, pengobatan penderita, penyuluhan kesehatan di bidang kusta, peningkatan ketrampilan petugas kesehatan di bidang kusta, rehabilitasi penderita kusta. Penderita kusta yang terlanjur mengalami ulkus harus dilakukan penanganan ulkus yang benar. Prinsip penanganan ulkus yang paling utama adalah mengajarkan kepada pasien kusta untuk mengetahui/menyadari
lebih dini adanya ulkus, selanjutnya melakukan imobilisasi untuk mengistirahatkan kaki yang luka; melakukan perawatan luka dengan membersihkan, membuang jaringan yang mati serta menipiskan penebalan kulit dan melindungi lingkungan luka agar bersih serta lembab(Depkes RI, 2006).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancang bangun deskriptif dengan metode observasi. Variabel penelitian ini adalah ulkus pada penderita kusta. Populasi penelitian ini adalah semua penderita kusta yang memiliki ulkus di RS Kusta Sumber Glagah Kabupaten Mojokerto dengan jumlah populasi 30 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dalam kurun waktu 1 bulan di dapatkan sampel sejumlah 5 orang.. Ulkus yang diteliti meliputi size (ukuran luka), depth (kedalaman luka), exudate (ada/tidaknya eksudat), undermining (kantong luka), tipe jaringan nekrosis, jumlah jaringan mati, tipe nanah, jumlah nanah, warna kulit di sekitar luka, edema jaringan perifer, undurasi jaringan tepi, jaringan granulasi, dan pembentukan jaringan epitel. Pengumpulan data dengan menggunakan observasi. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden mengalami regenerasi luka kusta yaitu sebanyak 5 orang (100%).Gambaran ulkus kusta di RS Kusta Sumber Glagah pada 5 responden menunjukkan bahwa 1 responden (20%) mempunyai ukuran luka panjang x lebar <4 cm², 3 responden (60%) mempunyai ukuran luka panjang x lebar 4 cm² sampai < 16 cm², dan 1 responden (20%) mempunyai ukuran luka panjang x lebar 36,1 cm² sampai ≤ 80 cm². 1 responden (20%) mempunyai kedalaman luka non blanchable erythema pada kulit yang utuh, dan 4 responden (80%) kehilangan ketebalan lapisan kulit keseluruhan (full thickness) meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan. 1 responden (20%) tepi lukanya jelas, garis luar terlihat jelas, menyatu dengan dasar luka, 3 responden (60%) tepi lukanya jelas, tidak menyatu dengan dasar luka, dan 1 responden (20%) tepi lukanya jelas, tidak menyatu dengan dasar luka, tebal. 5 responden (100%) tidak ada undermining. 2 responden (40%) tidak tampak adanya jaringan nekrotik, 1 responden (20%) memiliki tipe jaringan nekrotik slough kuning yang merekat, dan 2 responden (40%) terdapat jaringan nekrotik, keras, merekat kuat. 2 responden (40%) tidak memiliki jaringan nekrotik, 2 responden (40%) jaringan nekrotiknya menutupi luka kurang dari 25%, dan 1 responden (20%) jaringan nekrotiknya menutupi luka 25% -50%. 1 responden (20%) tipe eksudatnya serosanguineus; tipis, merah pucat (pink), 3 responden (60%) tipe eksudatnya serous, tipis, jernih, dan 1 responden (20%) tipe eksudatnya purulent, tipis / kebal, keruh,kecoklatan/kuning dengan atau tanpa bau. 1 responden (20%) jumlah eksudatnya sedikit, 2 responden (40%) jumlah eksudatnya sedang, dan 2 responden (40%) jumlah eksudatnya banyak. 4 responden (80%) warna kulit di sekitar luka merah muda normal, dan 1 responden (20%) responden warna kulit di sekitar luka hitam atau hiperpigmentasi. 5 responden (100%) tidak ada bengkak/edema. 5 responden (100%) tidak ada indurasi jaringan perifer. 3 responden (60%)daging merah terang dengan 75% 100% terisi oleh jaringan granulasi dan 2 responden (40%) daging merah dengan
< 75% sampai > 25% terisi oleh jaringan granulasi. 5 responden (100%) kurang dari 25% epitelisasi. Regenerasi luka merupakan pengisian luka dengan jaringan penyambung atau jaringan granulasi yang baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi. Regenerasi disebut juga dengan fase proliferasi yaitu fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen. Pada fase proliferasi, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut, sehingga menyebabkan tarikan pada tepi luka. Bentuk akhir dari jaringan granulasi adalah suatu parut yang terdiri dari fibroblast berbentuk spindel, kolagen yang tebal, fragmen jaringan elastik, matriks ekstraseluler serta pembuluh darah yang relatif sedikit dan tidak kelihatan aktif (Prabowo, 2007). Lama ulkus yang dialami responden antara lain 1 responden (20%) selama 3 bulan, 1 responden (20%) selama 4 bulan, 1 responden (20%) selama 2 minggu, 1 responden (20%) selama 1 bulan, dan 1 responden (20%) selama 1 tahun. Ulkus pada penderita kusta disebabkan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang. Kerusakan syaraf pada penderita kusta menimbulkan gangguan fungsi sensorik (anestesi), motorik (kelumpuhan otot) dan otonom (hilangnya fungsi kelenjar keringat) dari syaraf tepi. Gangguan fungsi sensori menyebabkan trauma dan infeksi, gangguan motorik menyebabkan adanya tekanan, dan gangguan otonom menyebabkan hilangnya refleks regulasi darah sehingga kulit lebih rentan terhadap trauma dan infeksi dan akhirnya timbul ulkus (Soewono, 2008).Lama ulkus bervariasi pada setiap responden, dan sangat mempengaruhi gambaran ulkusnya. Semakin lama responden mengalami ulkus, maka luka akan semakin parah apabila tidak dilakukan perawatan dengan baik. Akan tetapi, penyembuhan ulkus ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor usia, perilaku merokok, kalus, perawatan luka yang tidak teratur, adanya tekanan dan penyakit penyerta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 responden (80%) penyembuhan lukanya dihambat oleh faktor usia, dimana responden sudah tergolong lansia. Prevalensi penyakit kusta mencapai puncak pada umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun (Hasibuan, 2005). Penderita yang usianya sudah tua akan mengalami penurunan fungsi tubuh dimana fase-fase penyembuhan luka akan berjalan lebih lama. Penyembuhan luka sangat bergantung pada nutrisi yang dibawa oleh darah sehingga pada lansia regulasi darahnya sudah mengalami penurunan sehingga penyerapan nutrisi tidak terjadi sempurna dan tidak dapat mensuplai luka, akibatnya luka lama sembuhnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 responden (80%) penyembuhan lukanya dihambat oleh gaya hidup merokok. Merokok dapat menghambat regenerasi kulit, sehingga penyembuhan luka menjadi lebih lambat (Haryadi, 2014). Merokok berarti menghisap zat nikotin dan tar yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Nikotin ini dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah dalam tubuh. Asap yang dikeluarkan rokok mengandung karbon monoksida yang diikat lebih erat dalam darah dibandingkan dengan oksigen sehingga pasokan oksigen untuk memperbaiki sel yang mati akan berkurang dan menyebabkan luka menjadi lambat penyembuhannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 responden (40%) penyembuhan lukanya dihambat oleh kalus. Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Penderita yang telah mengalami neuropati sensorik tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering, sehingga ulkus akan membentuk kalus, menjadi infeksi, nekrosis, dan ulkus sudah tahap lanjut (Syamsuhidayat, 2007). Pada penderita kusta yang ulkusnya terdapat kalus akan membuat ulkus semakin parah apabila tidak dibuang karena pembentukan jaringan yang baru tidak akan bisa terjadi akibat adanya kalus yang menutupi luka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 responden (60%) penyembuhan lukanya dihambat oleh perawatan luka yang tidak teratur. Pengobatan yang benar dan teratur dapat menyembuhkan penyakit kusta, akan tetapi cacat yang telah timbul atau mungkin yang akan timbul merupakan persoalan yang cukup kompleks. Apabila hal ini tidak ditangani secara benar, maka akan berlanjut semakin parah serta berakhir fatal. Makin berat keadaan suatu cacat, maka makin cepat pula keadaan memburuk (Soewono, 2008).Keparahan ulkus sangat tergantung dari perawatannya. Responden yang tidak teratur menjalani perawatan luka, maka makin lama akan sepakin parah dan makin memburuk kondisinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 responden (20%) penyembuhan lukanya dihambat adanya tekanan. Adanya tekanan berat badan akibat duduk/tidur mengakibatkan terganggunya aliran darah, dan tekanan yang lama akan menyebabkan lepuh (Soewono, 2008). Responden yang mengalami penyulit karena adanya tekanan memiliki ulkus yang ada di daerah bokong, akibat adanya tekanan tersebut, maka aliran darahnya akan terganggu, padahal di dalam darah mengandung nutrisi dan oksigen yang sangat diperlukan dalam penyembuhan luka. Kurangnya suplai darah inilah yang menyebabkan luka tidak kunjung sembuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 responden (100%) penyembuhan lukanya dihambat oleh adanya penyakit penyerta yaitu penyakit kusta. Seringkali penderita kusta datang berobat dalam kondisi sudah mengalami cacat kusta akibat ulkus yang sudah kronik. Ulkus kronik lebih tenang, sedikit discharge, terdapat hiperkeratotik, dengan jaringan fibrosa yang padat dan dasar ulkus berwarna pucat tertutup jaringan granulasi yang tidak sehat. Ulkus tampak statis tanpa tanda-tanda menyembuh (Hastings dalam Maya, 2012).Penderita kusta datang berobat di saat sudah mengalami cacat akibat ulkus yang kronik. Hal ini disebabkan mereka tidak menyadari gejala timbulnya kusta sejak awal, karena tanda-tanda kusta tidak terdeteksi secara dini, kebanyakan hanya menganggap bercak-bercak di tubuh mereka hanya penyakit kulit biasa sehingga tidak segera berobat ke dokter atau tenaga kesehatan. Manula yang mengalami ulkus kusta disebabkan karena mereka sebenarnya telah menderita kusta sejak lama, akan tetapi karena tidak menyadari gejalanya, sehingga mereka berobat sudah dalam kondisi cacat dan mengalami ulkus yang sudah kronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden mengkonsumsi obat kusta yaitu sebanyak 5 orang (100%).Pengobatan yang benar dan teratur dapat menyembuhkan penyakit kusta, akan tetapi cacat yang telah timbul atau mungkin yang akan timbul merupakan persoalan yang cukup kompleks. Apabila hal ini tidak ditangani secara benar, maka akan berlanjut semakin parah serta berakhir fatal. Makin berat keadaan suatu cacat, maka makin cepat pula keadaan memburuk (Soewono, 2008).Obat-obatan mempercepat penyembuhan ulkus. Terjadinya degenerasi luka pada responden disebabkan karena usia responden yang sudah sangat tua sehingga mekanisme pertahanan tubuh dan regenerasi sel menurun, selain itu juga responden tidak mengkonsumsi obat sehingga tidak ada
yang melawan kuman kusta. Hal ini menyebabkan kuman akan terus menyerang dan memperparah ulkus. Sedangkan responden yang mengalami ulkus tipe jaringan sehat dikarenakan usianya yang belum terlalu tua dan mengkonsumsi obat, sehingga lukanya tidak terlalu parah. Hasil penelitian Siddiqui et al pada tahun 2002 tentang kerusakan saraf lokal pada penderita kusta apakah tidak mengarah ke gangguan seluler respon kekebalan tubuh atau penurunan penyembuhan luka di kulit menunjukkan hasil bahwa indurasi ulkus kusta beraksi pada pemberian prednisolone, yaitu sebanyak 17 dari 42 responden (40,5%) dan kerusakan saraf lokal tidak menghambat penyembuhan luka. Tingkat yang sama dari penyembuhan luka yang tercatat di obat bius dan situs kulit sensitif. Pengamatan ini menunjukkan bahwa tidak hanya itu populasi sel yang sama diambil untuk bantalan luka tetapi juga bahwa mediator larut diperlukan untuk menginduksi penyembuhan luka yang diproduksi oleh sel-sel kulit. Dalam studi sebelumnya, kami menunjukkan bahwa diaktifkan perifersel mononuklear darah memproduksi faktor yang memodifikasi keratinosit pertumbuhan dan diferensiasi. Di antara faktorfaktor ini interleukin-3 dan GM-CSF, yang merangsang pertumbuhan keratinosit (Kaplan et al, 1988). Penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dimana penyembuhan luka terhambat oleh adanya trauma, indurasi jaringan di sekitar luka dan kerusakan saraf lokal yang terjadi pada penderita dengan penyakit penyerta kusta. Akan tetapi adanya ulkus kusta yang kronis sama-sama disebabkan oleh adanya trauma yang terjadi terus menerus yaitu adanya tekanan pada ulkus, infeksi sekunder karena adanya kalus yang menutupi jaringan sehat untuk berkembang sehingga penyembuhan luka kusta terhambat.
Simpulan Ulkus pada penderita kusta di Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 seluruhnya adalah regenerasi luka.
Rekomendasi Diharapkan penderita kusta untuk lebih rutin melakukan kontrol ke rumah sakit dan mengikuti semua anjuran tenaga kesehatan baik dalam hal pengobatan maupun perawatan luka sehingga dapat sembuh dan dapat beraktivitas. Diharapkan untuk melakukan perawatan luka (ulkus) dengan baik, mengadakan penyuluhan tentang cara merawat luka di rumah, meminum obat teratur, dan diet yang dapat mempercepat penyembuhan luka. Diharapkan untuk memberikan izin seluasnya bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian tentang penderita kusta, mengajarkan mahasiswa cara merawat luka dengan benar, memberikan penyuluhan pada penderita kusta sehingga dapat membantu mempercepat penyembuhan kusta. Alamat Correspondensi: E-mail :
[email protected] Alamat : Dsn. Lopang Kec. Kembangbahu Kab. Lamongan No. Hp : 085748108778