Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
PERKEMBANGAN ISLAM LIBERAL DAN ISLAM FUNDAMENTALIS DI INDONESIA
Husein Muhammad Tamim
Sastra Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak Perkembangan pemikiran dalam Islam saat ini menjadi sorotan paling tajam dalam masyarakat muslim. Kehidupan dan jaringan yang semakin global memberikan pengaruh tersendiri bagi perkembangan dan hadirnya kelompok baru dalam Islam. Akhir-akhir ini masyarakat dibingungkan dengan kehadiran Islam Liberal dan Islam Fundamentalis di tengah kehidupan beragama mereka. Konsepsi yang belum jelas didapatkan masyarakat umum menimbulkan kesalahpahaman arti terhadap gerakan Islam yang tergolong baru ini. Penulis mencoba memaparkan arti dan perkembangan Islam Liberal dan Islam Fundamentalis berdasarkan studi pustaka dari literatur-literatur yang dikumpulkan. Hasil dari pengumpulan data ini menunjukkan bahwa penginterpretasian terhadap pengertian Islam Liberal dan Islam Fundamentalis ini beragam tetapi masih dalam satu lingkup yang sama. Selain itu, terdapat perbedaan konsep yang sangat mencolok dari kedua pemikiran ini (Islam Liberal dan Islam Fundamentalis) sehingga terkadang menimbulkan konfrontasi di antara kedua belah pihak. .
Development of Liberal Islam and Islamic Fundamentalists in Indonesia
Abstract The development of islamic thinking nowadays is being scrutinized by the muslim society. Life and the rapid network globalization give their own influences to the development and existence of new islamic movements.Lately, there has been a confusion among the society due to the presence of liberal muslims and fundamentalist muslims in their religious life. The blurry concepts of both terms incite a misunderstanding amont society in general about the meaning of these new movements of Islam. The author tries to unravel the meaning and the development of liberal muslims and fundamentalist muslims according to literature study of documents that have been successfully gathered. The result of the data gathering shows that the interpretations of terms 'liberal muslims' and 'fundamentalist muslims' are varied but still in the same scope of understanding. Meanwhile, there is also a distinct difference of concept of these two terms, which sometimes creates a confrontation between the two party. Keywords: Islam, Liberal, Fundamentalist.
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
kepada syariat-syariat Islam dan menganggap bahwa modernisasi dalam Islam adalah sebuah kesalahan.
1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural dengan berbagai suku, budaya, dan bahasa yang berbeda. Multikulturalisme di Indonesia juga mewarnai keberagaman agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Hal ini membentuk ideologi yang berbeda antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Islam yang ada di Indonesia pun mengalami fase ini, pada awal abad ke-20 hadir organisasi-organisasi Islam yang berkembang dengan ideologinya masing-masing.. . Perkembangan jaman yang semakin modern dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Karena hal ini menyebabkan semakin mudahnya masyarakat mengakses berbagai informasi yang mereka inginkan. Modernisasi dalam islam membentuk kelompokkelompok baru yang berbeda pemahaman dengan kelompok atau organisasi Islam yang sudah hadir terlebih dahulu (seperti: NU, Muhammadiyah, dan Persis). Salah satu kelompok Islam baru ini dikenal dengan nama Islam Liberal. Islam Liberal adalah sebuah konsep atau nama yang mulai dikenal luas di Indonesia pada pertengahan t 2001. Kemunculan pertama kali istilah Islam Liberal ini menurut Luthfie Assyaukanie (Aktivis JIL dan salah satu pengajar di Universitas Paramadina) diperkirakan hadir pada awal tahun 1950-an, namun mulai berkembang pesat pada tahun 1980-an berkat tokoh utama dalam jaringan ini, yaitu Nurcholis Madjid (Husaini, 2002: 2). Semenjak itu Islam Liberal oleh beberapa kalangan dikatakan sebagai gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Setelah Cak Nur (nama panggilan Nurcholis Madjid) melahirkan gagasan sekularisasi di Indonesia, beliau mengembangkan gagasannya lebih intensif lewat sebuah kelompok yang disebut dengan Jaringan Islam Liberal. Jaringan Islam Liberal yang mereka singkat dengan JIL, mulai aktif pada Maret 2001. Kegiatan awal dilakukan dengan menggelar kelompok diskusi di dunia maya (milis) yang tergabung dalam
[email protected], setelah itu milis ini berkembang menjadi sebuah website dengan alamat www.islamlib.com (Husaini, 2002: 4). Sebenarnya konsep Islam Liberal ini tidak berbeda jauh dengan gagasan – gagasan Islam yang dikembangkan oleh Nurcholis Madjid dan kelompoknya. Yaitu, kelompok Islam yang tidak setuju dengan pemberlakuan syariat Islam (secara formal oleh negara), kelompok yang terus memperjuangkan sekularisasi, emansipasi wanita, menyamakan agama Islam dengan agama lain (pluralisme) (Husaini, 2002:4). Gerakan Islam Liberal ini bertolak belakang pemahaman dengan Islam Fundamentalis. Islam Fundamentalis merupakan kelompok Islam yang berpegang teguh
Hal ini menimbulkan penolakan dari sebagian masyarakat Indonesia, khususnya muslim. Mereka mempertanyakan semangat pluralitas yang dibawa oleh kelompok islam Liberal ini. Sudah sejatinya Islam dapat menerima toleransi beragama sehingga kata Liberal yang terdapat dalam kelompok ini berlebihan dan menimbulkan keresahan. Ini dapat terjadi karena sempitnya pemahaman kelompok islam lain ataukah mungkin ada yang salah dalam Islam Liberal ini sendiri. Pergolakan pemikiran dalam menentukan syariat islam yang cocok diterapkan di Indonesia ini didukung oleh masing-masing pendapat dari para ahli yang dapat dipertanggungjawabkan argumennya. Walaupun sebagian umat muslim berpendapat bahwa pemikiran kelompok Islam Liberal ini terlalu liar dan sudah keluar dari islam itu sendiri. Tetapi ditakutkan kefanatisan yang berlebihan terhadap agama Islam dapat menimbulkan radikalisme sehingga terjadi konflik dengan kelompok masyarakat lain yang berbeda keyakinan dengan model pemikiran mereka. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan adanya fakta perbedaan pemahaman antara Islam Liberal dan Islam Fundamentalis yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka penulis dapat merumuskan masalah yang harus dipaparkan menjadi sebagai berikut. 1. 2. 3. 4.
Apa yang dimaksud dengan Islam Liberal? Bagaimanakah perkembangan Islam Liberal di Indonesia? Apa yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis? Bagaimana perkembangan Islam Fundamentalis di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. 4.
Menjelaskan pengertian Islam Liberal Menjelaskan perkembangan Islam Liberal di Indonesia Menjelaskan pengertian Islam Fundamentalis Menjelaskan perkembangan Islam Fundamentalis di Indonesia
1.4 Metode Penulisan Metode penulisan dalam menyusun makalah akhir ini dilakukan dengan cara metode kualitatif non interaktif. Penulis mengumpulkan data-data penelitian dengan cara analisis historis dan studi pustaka. Penulis
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
mengumpulkan informasi dari sumber-sumber tertulis seperti buku, artikel, jurnal, website untuk memaparkan perkembangan Islam Liberal dan Islam Fundamentalis.
ISLAM LIBERAL DAN ISLAM FUNDAMENTALIS 2.1 Pengertian dan sejarah Islam Liberal
Metode kualitatif bertujuan memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moeloeng: 2005, 6). Dalam karakteristik penelitian kualitatif ada 11 ciri, yaitu: latar alamiah, manusia sebagai instrumen (alat), metode kualitatif (pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen), analisis data secara induktif, teori dari dasar, deskriptif, sistematis/prosedural, pembatasan yang jelas/fokus penelitian, kriteria keabsahan data, desain yang bersifat sementara, serta hasil penelitian disepakati dan dirundingkan secara bersama (Moeloeng: 2005, 8). 1.5 Sistematika Penulisan Makalah akhir ini terdiri dari empat bab, bab pertama adalah pendahuluan pendahuluan. Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, sistematika penulisan. Pada bab kedua penulis menjelaskan pengertian Islam Liberal, Sekilas beberapa tokoh Islam Liberal di Indonesia, Perkembangan Islam Liberal yang mulai dikenal luas di Indonesia pada tahun 1980 hingga pada akhirnya muncul suatu jaringan yang dikenal dengan nama JIL (Jaringan Islam Liberal) pada tahun 2001. Pada bab ini saya juga akan membahas pengertian Islam Fundamentalis sebagai sebuah konsep yang diperkenalkan barat, pembatasan pengertian Islam Fundamentalis, serta akan menjelaskan perkembangan Islam Fundamentalis di Indonesia. Bab ketiga penulis memaparkan pro-kontra kehadiran Islam Liberal di Indonesia, Kontroversi JIL (Jaringan Islam Liberal), Penolakan beberapa ormas terhadap kehadiran Islam Liberal, dan pembandingan pemikiran yang dianut oleh tokoh Islam Liberal serta tokoh Islam Fundamentalis. Kemudian pada bab yang terakhir, yakni bab kelima adalah kesimpulan. Pada bab ini penulis memaparkan kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini.
Menurut Adian Husaini dalam bukunya ISLAM LIBERAL: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan & Jawabannya. Islam Liberal adalah istilah Charles Kurzman dalam bukunya yang terkenal Liberal Islam: A Source Book yang terbit pada 1998 (Edisi Indonesia: Wacana Islam Liberal, 2001). Penggunaan istilah ini sendiri, seperti diakui Kurzman, pernah dipopulerkan oleh Asaf Ali Asghar Fyzee (1899-1981), Intelektual Muslim-India, sejak tahun 1950. Mungkin Fyzee orang pertama yang menggunakan istilah Islam Liberal ini. Charles Kurzman dalam bukunya tersebut, memulai pengantarnya dengan membantah istilah Islam Liberal yang sebenarnya adalah judul bukunya sendiri. Menurutnya, istilah Islam Liberal mungkin terdengar seperti sebuah kontradiksi dalam peristilahan (a contradiction in terms). Tetapi di akhir tulisannya, Charles Kurzman mengungkapkan bahwa istilah Islam Liberal itu tidak kontradiktif. (Husaini, 2002: 2) Banyak istilah Islam Liberal beredar, namun seiring dengan banyaknya para pemikir Islam yang memakai istilah ini, jarang sekali yang menjelaskan secara rinci apa itu Islam Liberal. Bahkan Kurzman sendiri yang telah menulis sebuah buku dengan memakai istilah tersebut tidak memaparkan dengan baik apa yang Kurzman maksudkan dengan Islam Liberal. Fyzee pun mempunyai istilah lain untuk Islam Liberal yaitu Islam Protestan. Menurut Luthfie Assyaukanie, salah seorang pengajar Universitas Paramadina Mulya, dengan istilah ini (Islam Protestan atau Islam Liberal), Fyzee ingin menyampaikan pesan perlunya menghadirkan wajah Islam yang lain, Islam yang non ortodoks, Islam yang kompatibel terhadap perubahan zaman, dan Islam yang berorientasi ke masa depan dan bukan ke masa silam. (Husaini, 2002: 3) Menurut Luthfie Assyaukanie istilah Islam Liberal mulai dipopulerkan sejak tahun 1950. Di Timur Tengah, akar-akar gerakan liberalisme Islam bisa ditelusuri hingga awal abad ke-19, ketika apa yang disebut gerakan kebangkitan di kawasan itu secara hampir serentak dimulai. Di Indonesia sendiri istilah ini mulai muncul tahun 1980 yang dibawa oleh tokoh utama dan sumber rujukan utama komunitas Islam Liberal Indonesia, Nurcholish Madjid. Meski Cak Nur tidak pernah menggunakan istilah tersebut dalam gagasangagasan pemikiran Islamnya, tetapi Cak Nur tidak menentang ide-ide Islam Liberal. Karena itu, istilah Islam Liberal tidak berbeda halnya dengan gagasan-gagasan pemikiran Islam yang diperkenalkan oleh Cak Nur beserta kelompok diskusinya yang tidak setuju dengan pemberlakuan
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
syariat Islam (secara formal dalam Negara) serta yang selalu menyuarakan sekularisme, emansipasi wanita, persamaan satu agama dengan agama yang lain, dan lain sebagainya (Husaini, 2002: 4). Dalam sejarah, pemikiran Islam Liberal ini muncul sebagai reaksi atas kemunculan pemikiran Islam fundamentalis. Semakin menjamur kelompok-kelompok Islam fundamentalis, semakin kuat pula dorongan untuk mengorganisasikan jejaring Islam liberal. Menariknya, seolah-olah kemunculan Islam liberal di Indonesia terjadi setelah adanya pergesekan secara intens dengan Barat dan demokrasi yang ada di sana, sedangkan Islam fundamentalis muncul di Indonesia setelah terjadi persentuhan dengan Arab dan puritanisme di sana. Artinya, kemunculan masing-masing disebabkan oleh pengaruh yang datang dari luar, bukan dua hal yang murni dari Indonesia (Natamarga, 2011). Dalam satu resensi terhadap buku Wajah Liberal Islam Di Indonesia (Teater Utan Kayu dan Jaringan Islam Liberal, Jakarta, 2002), Daniel Lev, salah seorang pengamat Indonesia mengatakan, ada beberapa sebab di balik kemunculan pandangan Islam liberal di Indonesia di awal tahun 2000 ini dan sulit untuk menjawab kenapa sekarang. Yang jelas, kemunculan yang dimaksud adalah hasil rangkaian panjang pergulatan pemikiran Islam di Indonesia (Natamarga, 2011). Koordinator Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla, ketika diwawancarai Tempo pada tahun 2002 terkait tulisan-tulisannya tentang wacana Islam liberal di media-media massa, mengakui, pemikiran dan kritiknya selama ini ditujukannya kepada kelompokkelompok Islam radikal di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, radikalisme Islam di Indonesia mulai bangkit ketika reformasi terjadi pada 1998 yang lalu. Sejak saat itu, kelompok-kelompok Islam radikal bermunculan. Masing-masing menyeru agar umat Islam di Indonesia menegakkan syariat Islam. Oleh sebagian orang, mereka disebut dengan Islam fundamentalis (Natamarga, 2011). Albert Hourani adalah salah seorang pengajar di Oxford‟s Middle East Centre, Beliau banyak mengkaji dan menulis tentang Timur Tengah. Ketika menulis Arabic Thought in the Liberal Age 1798--1939, ia menegaskan dalam masyarakat Arab era liberal pernah muncul dan hidup selama beberapa waktu, sebelum kemudian tenggelam dan mengalami pertempuran sengit yang tak selesai-selesai sampai sekarang (Natamarga, 2011). Pemikiran-pemikiran Islam yang liberal, menurutnya (Albert Hourani) didorong pertama kali pada tahun 1798. Tahun 1798 adalah tahun ketika pasukan Napoleon Bonaparte pertama kali mengunjungi Mesir. Dunia Arab kemudian menyaksikan era liberal yang ditandai dengan berkembangnya respon yang positif terhadap kemajuan barat. Indutrialisasi,
rasionalisasi, dan modernisasi sebagai pondasi kehidupan barat yang menjadi perhatian bersama sebagian besar orang-orang Arab. Bagi mereka, ketiga hal tersebut penting untuk kehidupan manusia (Natamarga, 2011). Dalam semangat seperti itu, para pemikir muslim dan non muslim bersama-sama mengadakan dialog secara bebas. Mereka tidak merasa khawatir untuk berlomba-lomba mengekspresikan secara bebas pemahaman mereka terhadap agama dan budaya di tengah-tengah masyarakat Arab. Berbagai wacana liberal silih berganti memenuhi masa-masa itu. Meski beberapa tokoh pemikir di antara mereka dikafirkan oleh tokoh-tokoh agama waktu itu, semangat kebebasan berpikir liberal terus diperjuangkan di antara mereka (Natamarga, 2011). Era liberal seperti itu baru berakhir pada 1939. Selama rentang 1798--1939, era itu dihuni oleh tiga generasi pemikir. Generasi pertama muncul dan mewarnai pemikiran-pemikiran pada 1830--1870. Mereka berpikir untuk menjawab pertanyaan “Mengapa dunia Barat maju?” dan “Apa juga yang menyebabkan dunia Arab dan Islam mundur?”. Dari pertanyaanpertanyaan itu, muncul beberapa pemikir yang mencoba memberi jawab. Di antara mereka yang terkenal adalah Rifa‟ah Badawi Rafi‟ Ath-Thahthawi (1801-1873), Khairuddin Pasya At-Tunisi (1825--1889), Faris Asy-Syidyaq (1804--1887) dan Butrus Al-Bustani (1819--1883) (Natamarga, 2011). Generasi kedua muncul pada rentang 1870--1900. Mereka mulai muncul dengan beberapa wacana yang lebih berani. Soal ketertinggalan Arab dan Islam dari Barat masih dibicarakan oleh generasi ini. Mereka juga memikirkan rasionalisme Barat yang perlu diterapkan dalam menjalankan Islam. Artinya, akal perlu dipakai untuk menafsirkan Al-Qur‟an dan Hadits. Selain itu, wacana yang mulai muncul adalah masalah persamaan gender. Pada rentang waktu inilah, dibahas isu-isu emansipasi wanita di tengah-tengah masyarakat Arab pada umumnya dan masyarakat muslim secara khusus. Di antara pemikir-pemikir generasi kedua ini adalah Jamaluddin Al-Afghani (1839--1897), Muhammad Abduh (1848--1905), dan Qasim Amin (1865--1908) (Natamarga, 2011). Generasi ketiga merentang pada 1900--1939. Rentang ini adalah puncak era liberal di dunia Arab sekaligus menandai akhir era itu. Berbagai wacana liberal muncul dan dipikirkan. Namun, tema tentang kekhalifahan Islam adalah yang sering mendatangkan perdebatan sengit di antara mereka. Memasuki dasawarsa 1920, wacana mulai mengerucut menjadi wacana-wacana politis. Muncul isu-isu tentang nasionalisme, baik itu nasionalisme Arab, nasionalisme Turki atau bahkan nasionalisme Mesir. Keadaan ini
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
kemudian diikuti wacana-wacana yang bersifat fundamental, mereka mulai meninggalkan upaya-upaya rasionalisasi dan modernisasi dalam beragama. Di antara tokoh-tokoh pemikir pada generasi ketiga adalah Muhammad Rasyid Ridha (1865--1935), Ali Abdurraziq (1888--1966), dan Thaha Husain (1889--1973) (Natamarga, 2011). Akhir generasi ketiga era liberal itu bukan berarti matinya pemikiran liberal dalam Islam selama-lamanya. Kemunculan gerakan Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jamaah Takfir wal Hijrah, dan juga negara Israel adalah beberapa sebab signifikan yang mendorong kebangkitan kembali pemikiran liberal di dunia Arab dan lebih khusus lagi di tengah-tengah kaum muslimin di dunia. Tampil dengan corak yang lebih baru, era liberal yang kedua dimulai ketika negara-negara Arab kalah dalam Perang Tujuh Hari melawan Israel pada 1967 (Natamarga, 2011). Setelah kekalahan itu muncul tulisan-tulisan dengan semangat yang sama ketika era liberal pertama berlangsung. Di antara nama terkenal yang membawa semangat ini adalah Zaki Najib Mahmud, Najib Mahfouz, Nawal el Sadawi, Hassan Hanafi, Muhammad Arkoun, Adonis, Nashr Hamid Abu Zaid, dan Khalid Abul Fadhl. Pemikiran-pemikiran mereka menyebar ke negara-negara Islam seperti Indonesia. Tulisan-tulisan mereka dikaji dalam diskusi-diskusi, bahkan kadang kala beberapa pemikir itu pun diundang untuk berbicara langsung (Natamarga, 2011). Di Indonesia sendiri, menurut Ulil Abshar Abdalla, tradisi liberal sebenarnya sudah ada di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Sejak 1980-an, banyak isu-isu sensitif dalam Islam yang dipecahkan oleh NU dengan tidak biasa. Mulai dari Pancasila sebagai asas tunggal, bunga bank, bank konvensional, sampai ke isu insklusivisme Islam Indonesia. Sangat wajar jika citra NU sebagai organisasi Islam tradisionalis sudah lama harus ditinggalkan. Sejak 1970, mereka sudah dapat dikatakan mengisi posisi yang pernah ditempati Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) pada 1920 dulu. Greg Burton, penulis biografi Gus Dur yakin posisi sebagai kelompok Islam konservatif sekarang ini justru dipegang oleh Muhammadiyah dan Persis (Natamarga, 2011). Jauh sebelum wacana Islam Liberal yang akan melahirkan Jaringan Islam Liberal muncul pertama kali dalam bentuk mailing list di
[email protected] pada 2001, istilah Islam Liberal sendiri muncul pertama kali ketika Greg Barton menyebut istilah itu dalam bukunya, Gagasan Islam Liberal di Indonesia (Paramadina: 1999). Mailing list Islam Liberal yang muncul setalah itu ternyata mampu bertahan lama dan menjadi wadah diskusi yang aman antara sesama pengaksesnya. Dari diskusi-diskusi yang
terjadi, tergagaslah keinginan untuk membentuk suatu wadah yang bernama Islam Liberal. (Husaini, 2002: 4) Dengan berjalannya waktu, wadah yang dimaksud berkembang dan mendapat simpati dari banyak pihak di dalam dan luar negeri, baik dari kalangan muslim sendiri maupun kalangan non muslim. Mereka memiliki kegiatan yang beragam. Diskusi-diskusi, penerjemahan dan penerbitan buku-buku, pengadaan website islamlib.com adalah beberapa kegiatan pokok yang kerap dilakukan. Mereka yang tergabung ke dalam Jaringan Islam Liberal pun banyak menuangkan pemikiranpemikiran mereka ke berbagai media massa (Husaini: 2002:5). Di Indonesia, buku-buku yang mengangkat wacana Islam liberal telah terbit sejak 1999. Seperti yang telah lewat, buku Gagasan Islam Liberal Greg Barton, agaknya, yang menempati urutan pertama kemunculan. Menyusul setelah itu karya Charles Kurzman yang berjudul Wacana Islam Liberal dan diterbitkan Paramadina pada 2001. Beberapa bulan setelah berdirinya Jaringan Islam Liberal, terbit Wajah Liberal Islam di Indonesia yang disunting oleh Lutfi Asysyaukanie, seorang kontributor tulisan di website Jaringan Islam Liberal, dan diterbitkan Teater Utan Kayu dan Jaringan Islam Liberal pada 2002 (Natamarga, 2011). Menjelang akhir 2002, terbit kumpulan tulisan Ulil Abshar Abdalla di Kompas yang banyak menuai reaksi dari berbagai pihak. Sebagian reaksi-reaksi yang dimaksud berupa artikel-artikel di media massa. Ada yang mendukung, ada pula yang menentang. Pada Februari 2003 tulisan-tulisan itu, termasuk tulisan Ulil Abshar Abdalla, dibukukan dengan judul Islam Liberal dan Fundamental (Sebuah Pertarungan Wacana) oleh penerbit ElsaQ di Yogyakarta (Natamarga, 2011). Doktor Abdullah A‟la mencoba merekonstruksi akar Islam liberal sejak kemunculan wacana neomodernisme dalam pentas pemikiran Islam di Indonesia pada 1970 lewat bukunya, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal; Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia yang diterbitkan Paramadina pada 2003. Beliau melihat jejak-jejak pemikiran Fazlur Rahman, seorang tokoh pemikir dari Pakistan, dalam semua wacana itu (Natamarga, 2011). Setelah menerbitkan Wajah Liberal Islam di Indonesia pada 2001, Jaringan Islam Liberal bekerjasama dengan The Asia Foundation kembali membukukan kumpulan tulisan yang berjudul Syariat Islam, Pandangan Muslim Liberal pada 2003. Buku ini berisi pandangan-pandangan Al Asymawi, Saiful Mujani, Azyumardi Azra, Taufik Adnan Amal, Ulil Abshar-Abdalla dan sejumlah penulis lain tentang syariat Islam. Tulisan-tulisan tersebut muncul sebagai tanggapan terhadap menguatnya keinginan untuk
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
memformalkan syariat Islam di Indonesia (Natamarga, 2011). Pemikiran Islam liberal diramaikan kembali oleh buku Pemikiran Liberal di Dunia Arab yang ditulis oleh Albert Hourani. Buku ini adalah terjemahan Arabic Thought in the Liberal Age 1798--1939 yang diterbitkan atas kerjasama antara Freedom Institute, Royal Danish Embassy, dan penerbit Mizan pada Juli 2004. Luthfi Assyaukani yang memberikan kata pengantar penerbitan buku ini mengatakan, buku Arabic Thought in the Liberal Age 1798--1939 yang diterbitkan sejak 1962 adalah karya klasik tentang akar-akar pemikiran para pemikir liberal di dunia Arab dan Islam (Natamarga, 2011). Pengertian dan Sejarah Islam Fundamentalis Akhir-akhir ini kita mengenal istilah fundamentalisme Islam atau Islam fundamentalis. Istilah ini cukup populer dalam dunia media massa, baik yang berskala nasional maupun internasional. Istilah fundamentalisme Islam atau Islam fundamentalis adalah istilah yang sering disebutkan oleh kalangan pers terhadap gerakangerakan kebangkitan Islam kontemporer seperti Hamas, Hizbullah, Al-Ikhwanul Muslimin, Jemaat Islami, dan Hizbut Tahrir Al-Islamy (Primamorista, 1999:1) Penggunaan istilah fundamentalisme yang digunakan oleh media massa terhadap gerakan-gerakan kebangkitan Islam kontemporer tersebut, disamping bertujuan memberikan gambaran yang negatif terhadap berbagai aktivitas mereka, juga bertujuan untuk menjatuhkan kredibilitas mereka di mata dunia. Latar belakang tentang fundamentalisme juga diutarakan oleh Zainal Muttaqien dalam artikelnya „Meluruskan Makna Fundamentalisme Islam‟ (Sinar Harapan, 17/11/2003), dia menyatakan bahwa fundamentalisme Islam muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap imperialisme dan dominasi barat (Amerika Serikat) perlu diluruskan pengertiannya. Karena kesimpulan seperti ini akan memberikan dorongan bagi kaum fundamentalis untuk melanjutkan misinya. Menurut dia sejak abad 18, umat Islam berada dalam ketertindasan. Dan bangkitnya gerakan-gerakan radikal dari berbagai kelompok Islam lebih sebagai bentuk perlawanan terhadap ketertindasan yang mereka alami. Oleh karena itu, fundamentalisme adalah bentuk gerakan pembebasan, bukan bentuk terorisme. Bagi Zainal, hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan kesan negatif yang merusak citra Islam itu sendiri. Sementara itu, Zainal Maarif dalam artikelnya „Menggali Akar Fundamentalisme Islam: Paradigma Kompleks sebagai Pisau Analisis‟ (http://islamlib.com/id/artikel/menggali-akar-fundamentalisme-islam) berpendapat bahwa istilah fundamentalis ini mulai dikenal luas masyarakat dunia setelah terjadinya tragedi 9 September 2001. Masyarakat dunia mulai
menghubungkan kasus ini dengan kaum fundamentalis sebagai bagian dari bentuk teror mereka yang dilakukan untuk melawan barat, dalam hal ini Amerika Serikat. Amerika Serikat menuduh Osama bin Laden yang merupakan tokoh fundamentalis dan berjuang untuk Afganistan sebagai tokoh yang yang bertanggung jawab dalam penyerangan tersebut. Perbedaan pemahaman dan landasan dalam mempergunakan istilah yang sama, merupakan sesuatu yang sering terjadi dalam banyak istilah yang dipergunakan bangsa Arab dan kaum muslimin, serta pada saat itu juga secara bersamaan dipergunakan pula oleh kalangan Barat, padahal keduanya mempunyai pengertian yang berbeda dalam istilah yang sama itu. Dalam penggunaan teori kita mengenal istilah Orientalis dan Oksidentalis, Orientalis adalah bagaimana pemikirpemikir barat (Amerika dan Eropa) melakukan penelitian dan mengembangkan teori-teori yang sedang berkembang di Timur (Negara-negara Arab dan Islam). Mereka (Kaum Orientalis) melakukan kajian-kajian tentang Arab dan Islam di Universitas-Universitas terkemuka sehingga muncul teori-teori baru menurut sudut pandang mereka yang mungkin jauh berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi di bangsa Arab dan Muslim itu sendiri. Sementara Oksidentalis adalah pemikir-pemikir timur (Arab dan Asia) yang berusaha mengkaji dan memahami pemikiran-pemikiran barat (Eropa dan Asia). Hal ini banyak menimbulkan kesalahpahaman dan kekeliruan dalam kehidupan budaya, politik, dan media massa kontemporer yang padanya perangkat-perangkat komunikasi mencampuradukkan berbagai istilah yang banyak, yang sama istilahnya, namun berbeda-beda pengertian, latar belakang dan pengaruhnya. Hal ini pula yang menyebabkan munculnya Istilah Fundamentalis yang mungkin dituduhkan oleh ilmuwan-ilmuwan barat terhadap gerakan-gerakan Islam garis keras dan menolak modernisasi. 2.3 Pengertian Fundamentalisme Istilah fundamentalisme muncul dari luar tradisi sejarah Islam, dan pada mulanya merupakan gerakan keagamaan yang timbul di kalangan kaum Protestan di Amerika Serikat pada 1920. Melihat asal-usulnya ini, kita dapat mengatakan bahwa fundamentalisme sesungguhnya sangat tipikal Kristen. Namun, terlepas dari latar belakang Protestan-nya, istilah fundamentalisme sering digunakan untuk menunjuk fenomena keagamaan yang memiliki kemiripan dengan karakter dasar fundamentalisme Protestan. Karena itu, kita dapat menemukan fenomena pemikiran, gerakan dan kelompok fundamentalis di semua agama, seperti fundamentalisme Islam, Yahudi, Hindu, dan Budha. Dalam hal ini, selain fundamentalisme tidak terbatas pada agama tertentu, dalam faktanya ia juga tidak hanya
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
muncul di kalangan kaum miskin dan tidak terdidik. Fundamentalisme dalam bentuk apapun bisa muncul di mana saja ketika orang-orang melihat adanya kebutuhan untuk melawan budaya sekular (godless), bahkan ketika mereka harus menyimpang dari ketetapan tradisi mereka untuk melakukan perlawanan itu (Nur Fuad, 2003:3). Dalam Islam, fundamentalisme muncul sebagai reaksi terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan oleh modernisme dan sekularisme dalam kehidupan politik dan keagamaan. Peradaban modern-sekular menjadi sasaran kritik fundamentalisme Islam, dan di sini fundamentalisme memiliki fungsi kritik. Fundamentalisme Islam (atau revivalisme Islam) merupakan reaksi terhadap kegagalan modernisme Islam (klasik), karena ternyata yang disebut terakhir ini tidak mampu membawa masyarakat dan dunia Islam kepada kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai gantinya, fundamentalisme Islam mengajukan tawaran solusi dengan kembali kepada sumber-sumber Islam yang murni dan otentik, dan menolak segala sesuatu yang berasal dari warisan modernisme Eropa dan Amerika (Nur Fuad, 2003:4). Salah satu karakteristik atau ciri terpenting dari fundamentalisme Islam ialah pendekatannya yang literal terhadap sumber Islam (al-Qur‟an dan al-Sunnah). Literalisme kaum fundamentalis tampak pada ketidaksediaan mereka untuk melakukan penafsiran rasional dan intelektual, karena mereka membuat penafsiran sesungguhnya adalah penafsir-penafsir yang sempit dan sangat ideologis (Nur Fuad, 2003:4). Sehingga dampak dari penafsiran yang sempit ini menghasilkan penolakan-penolakan terhadap pemikiran baru (khususnya ideologi barat) dan muncul anggapan bahwa apa yang mereka tafsirkan itu telah benar dan dapat diterima semua lapisan masyarakat. Menurut M. Abid Al-Jabiri, istilah muslim fundamentalis awalnya dicetuskan sebagai penanda bagi gerakan Salafiyyah Jamaluddin Al-Afgani. Istilah ini, dicetuskan karena bahasa Eropa tak punya istilah padanan yang tepat untuk menterjemahkan istilah Salafiyyah. Anwar Abdul Malik pun memilih istilah itu sebagai representasi dari istilah Salafiyyah yang dibawa oleh Al-Afghani, dalam bukunya Mukhtarat min AlAdab Al-Arabi Al-Mu‘ashir (1965: berbahasa Prancis) dengan tujuan memudahkan pemahaman dunia tentangnya dengan istilah yang sudah cukup akrab: fundamentalisme (Maarif, 2003: 3). 2.4 Pemikiran yang dianut Muslim Fundamentalis Sayyid Quthub dalam bukunya Ma‘alim fi alThariq (Cairo, 1992) mengungkapkan bahwa Pikiran inti dari muslim fundamentalis adalah semua aturan yang benar adalah berasal dari Tuhan. Yaitu, pengakuan atas otoritas Tuhan dan syariat-Nya semata di atas bumi, dan ketundukan manusia hanya kepada-Nya (Maarif,
2003:3). Sehingga, ini berimplikasi pada penegasian semua yang bukan Allah dan bukan dari Allah, dan berimplikasi pada mudahnya memberikan label musyrik, kafir, dan zalim bagi siapa saja yang tak menegasi selain Allah dan syariat-Nya. Hal ini juga berdampak pada pengakuan bahwa merekalah umat terbaik, umat Islam selain dari umat Islam adalah salah dan buruk. Pendapat mereka adalah pendapat paling benar dan harus ditaati karena berpegang pada syariat Tuhan, sedangkan pendapat lainnya adalah salah karena tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan Tuhan dan agama Islam.
KONTROVERSI ISLAM LIBERAL Sejak pertama kali Jaringan Islam Liberal didirikan (pertengahan 2001), keberadaan kelompok ini sudah mendapatkan protes dari kalangan umat Islam di Indonesia. Bahkan ada yang sampai mengharamkan pemikiran-pemikiran yang coba mereka sampaikan karena dianggap sesat dan dapat menghilangkan esensi Islam itu sendiri. Hal ini sepertinya sah-sah saja terjadi karena model pemikiran mereka mendobrak batas-batas pemikiran yang sudah ada sebelumnya. Seperti yang telah disinggung di awal makalah ini bahwa tokoh pertama yang mengenalkan Islam Liberal di Indonesia adalah Nurcholis Madjid, yaitu pada awal tahun 1980. Tetapi untuk saat ini (2012), tokoh sentral pemikir Islam Liberal adalah Ulil Abshar Abdalla. Ulil lah yang secara lantang melahirkan ide-ide baru dalam pemahaman Islam. Pemikirannya yang sedikit nyeleneh membuat beliau sering mendapatkan kecaman dari berbagai pihak dan menganggapnya sebagai kafir. Dapat dikatakan bahwa Jaringan Islam Liberal adalah sebuah wadah yang menaungi kelompokkelompok masyarakat yang setuju dengan konsep Islam Liberal. Walaupun patut dipertanyakan kembali esensi dari kata liberal ini, apakah memang benar-benar mewakili apa yang mereka pikirkan ataukah mereka sendiri kebingungan mencari istilah sehingga mungkin istilah liberal dirasakan tepat untuk digunakan. Di lain pihak ada sebuah organisasi yang dapat dikatakan bertolak belakangan dengan JIL (Jaringan Islam Liberal), yaitu Front Pembela Islam atau biasa disingkat dengan FPI. FPI adalah organisasi kemasyarakatan yang mengatasnamakan umat muslim dan berjuang dalam bendera Islam yang berusaha menuntun masyarakat agar tetap berada dalam koridor keislaman-nya. Seperti apa yang dijelaskan Awang Rikardo, dalam artikelnya „Perang Pemikiran FPI dan JIL‟ dikatakan bahwa FPI ini didirikan oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Inilah awal mula FPI bisa terbentuk hingga sekarang ini.
Ayat 48 surat al-Maidah dalam tafsir Ibnu Abbas dikatakan: ا َو ًة َو َو ْو َو َوا َّن ُأ َو َو َو َو ُأ ْو ُأ َّن ًة َو ِح
Kedua kelompok Islam ini sudah mewakili dua pemikiran dalam Islam yang sangat berbeda. JIL dapat dikatakan kelompok Islam yang membawa pemikiran Islam Liberal, sementara itu FPI telah mewakili kelompok Islam yang Fundamental karena pemikiranpemikiran mereka yang konservatif dalam memandang Islam. Kehadirannya kedua kelompok ini pun dapat dikatakan baru di Indonesia dan dalam jangka waktu yang berdekatan, yakni setelah masa Reformasi yang terjadi di Indonesia. FPI didirikan pada 1998, sementara JIL berdiri pada pertengahan 2001. Keduanya berkembang pasca reformasi karena kita ketahui bersama bahwa pada masa orde baru organisasi kemasyarakat seperti ini sangat dibatasi perkembangannya.
Masih menurut Munir, dengan melihat kepada dua ayat di atas mereka mengatakan bahwa ketunggalan dalam beragama dan berkeyakinan tidaklah dikehendaki Tuhan. Sama saja mereka mengatakan bahwa beragamnya agama dan keyakinan di dunia ini karena sudah menjadi kehendak Tuhan. Maka Tuhan memberikan perlindungan-Nya kepada semua pemeluk agama yang berbeda-beda agama dan keyakinannya.
Saya merasakan penting untuk membahas sedikit kedua kelompok ini (JIL dan FPI) pada awal pembahasan bab ini. Karena kedua kelompok ini adalah representasi nyata dari pergolakan pemikiran Islam Liberal dan Islam Fundamentalis di Indonesia. Pemikiran-pemikiran yang saling bertolak-belakang ini pula yang menghasilkan konfrontasi di tengah-tengah masyarakat.
“Berkata Abu Ja’far: Allah berfirman sebagaimana disebutkan : “seandainya Rabbmu menghendaki wahai Muhammad tentu Dia akan menjadikan semua manusia menjadi umat yang satu millah dan satu dien”.
3.1 Islam Liberal Mengajarkan Pemahaman yang Sesat Kesesatan Islam Liberal lebih dimaknai karena aktifitas-aktifitas berpikir mereka yang tidak sesuai dengan kaidah yang ada. Beberapa kumpulan muslim khawatir kelompok ini dapat memberikan doktrin yang salah untuk masyarakat. Semangat pluralitas yang mereka bawa dianggap salah dan kurang tepat untuk diterapkan. Selain itu, menurut beberapa pihak, mereka terlalu mudah mengganti dan memaknai dalam kitab AlQur‟an dan dijadikan pedoman sebagai pembenaran konsep yang mereka bawa. Munir dalam artikelnya „Penyelewengan Tafsir AlQur‟an Islam Liberal‟ mengungkapkan beberapa Ayat al-Quran yang menjadi dalil mereka dalam memandang pluralisme. Ayat tersebut adalah sebagai berikut. Ayat 118 dari surat Hud dalam tafsir al-Thabari dikatakan: َو َوا َو ُّب َو َو َو َو َو َّنل اَو ُأ َّن ًة َو ِح ا َو ًة َو َو َو َو ُأ وَو ُأ ْو َو ِح ِح وَو
َو َو ْو
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat”.
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja)”.
Keterangan lain yang mereka ambil menuliskan: لا
، ا
،
ا و ا
:ى ذ ه ق: ، ا ع ا عى
ق ه.
Saya lebih melihat konsep pluralitas yang dibawa kelompok Islam Liberal lebih kepada menghargai perbedaan keyakinan setiap individu dalam memeluk suatu agama. Semangat toleransi ini sangat penting dalam menjaga keharmonisan antar umat beragama. Akan tetapi, kaum Fundamentalis memandang pembenaran argumen Islam Liberal ini adalah suatu kesalahan, Islam Liberal menganggap semua agama mempunyai tujuan yang sama. Kaum konservatif atau kaum Fundamentalis memandang bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama yang paling benar. Para tokoh JIL melihat konsep Islam dan ketuhanan dari sudut yang berbeda. mereka menafsirkan Islam hanya sebagai sikap pasrah kepada Tuhan. Maksud mereka siapapun dia apapun agamanya selama dia pasrah kepada Tuhan maka dia adalah orang Islam (www.islamlib.com). Dalam hal yang satu ini saya lebih sependapat dengan konsep kaum Fundamentalis, hal yang satu harus tetap kita jaga bahwa apa yang dinamakan Islam adalah mengakui hanya adanya satu Tuhan, yaitu Allah SWT dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Orang-orang JIL oleh kelompok Fundamentalis dianggap telah menghina Syari'at Islam terkait pendapat yang satu ini. Ulil Abshar-Abdalla dalam bukunya Menjadi Muslim Liberal, mengatakan bahwa larangan menikah beda agama, dalam hal ini antara perempuan muslim dengan lelaki non muslim sudah tidak relevan lagi. Sementara itu, untuk mematahkan argumen Ulil ini,
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
kelompok muslim yang tidak setuju dengan argumen Ulil mencoba meluruskan pemikiran dengan menggunakan sebuah ayat dalam Al-Qur‟an. "Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku telah ridha Islam menjadi agama kalian" (QS Al Ma'idah 5:3). Berpedoman pada ayat tersebut, bahwa Islam adalah agama yang sempurna sedangkan Ulil mengatakan bahwa ada aturan Islam yang tidak relevan sehingga kelompok Fundamentalis mempertanyakan kembali argumen Ulil tersebut. Kaum Fundamentalis bisa dikatakan kelompok yang mencoba memurnikan kembali pemikiran agama Islam, sehingga pendapatpendapat yang tidak sesuai dengan Kitab agama Islam yaitu Al-Qur‟an dan juga pedoman lainnya yaitu Hadist merupakan suatu kesalahan yang tidak dapat diterima. Lebih jauhnya penolakan masyarakat terhadap Jaringan Islam Liberal berujung kepada aksi damai yang dilakukan di sekitaran bundaran HI (Hotel Indonesia, Jakarta) pada 9 Maret 2012. Walaupun tidak mewakili seluruh masyarakat muslim di Indonesia, namun gerakan ini secara tegas ingin melawan pemahaman yang dianggap salah dan dapat meresahkan masyarakat. Menurut Wilda Arief dalam artikelnya „Tentang Gerakan #IndonesiatanpaJIL‟, gerakan ini merupakan reaksi dari berbagai tanggapan dan pendapat kontroversial seperti dukungan terhadap pornografi dan pornoaksi atas argumentasi kebebasan berekspresi, dukungan terhadap pernikahan beda agama, meragukan kandungan kitab suci al-Qur‟an, dan meragukan kerasulan Muhammad shalallahu „alaihi wa sallam yang disampaikan oleh para penggiatnya seperti Ulil Abshar Abdalla, Musdah Mulia, M Luthfie Assyaukanie, dan Nong D Mahmada. Gerakan penolakan ini dikatakan perlu untuk membuka mata masyarakat atas kegiatan-kegiatan Islam Liberal yang sifatnya meresahkan dan menghancurkan aqidah Islam. Kelompok yang menolak kehadiran JIL ditengah masyarakat sangat jelas ingin menghilangkan jaringan ini karena sangat tidak sesuai dengan pemahaman agama Islam. Padahal seperti dikutip dari website Islam Liberal (www.islamlib.net/tentanggerakan-islam-liberal), Jaringan Islam Liberal berusaha mengembangkan penafsiran Islam secara terbuka dan bebas dari tekanan-tekanan dari kaum konservatif. Hal ini bertujuan agar terbuka ruang dialog dan akhirnya menciptakan semangat berpikir setiap individu dengan tujuan menambah keyakinannya. Namun sebagian masyarakat menilai bahwa pemikiran-pemikiran yang mereka lontarkan ke ruang publik dirasakan terlalu liar dan jauh dari makna Islam itu sendiri. Perbedaan-perbedaan pendapat ini akan
selalu hadir dalam masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya batasan khusus dalam menafsirkan Islam, dan sudut pandang seseorang dalam melihat sesuatu hal dapatlah sangat berbeda. Sehingga untuk memahami keadaan tersebut diperlukan semangat menghargai pendapat satu sama lain dan jadikan perbedaan pendapat ini sebagai sesuatu yang memperkaya pengetahuan kita tentang Islam. Karena pada akhirnya masyarakat tidak dituntut untuk mengikuti sesuatu paham dan sudah cukup cerdas dalam menentukan hal-hal yang dianggap salah dan dianggap benar.
KESIMPULAN Islam Liberal telah menambah deretan kelompokkelompok dalam Islam yang terlebih dahulu telah muncul di Indonesia. Organisasi Islam seperti NU (Nahdlatul Ulama), Persis (Persatuan Islam), Muhammadiyah telah hadir dengan membawa identitas Islamnya masing-masing. Jaringan Islam Liberal, walaupun tidak dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi tetapi telah mewakili corak Islam yang tergolong baru ini di Indonesia. Kehadiran Jaringan Islam Liberal di Indonesia merupakan jawaban dari sekumpulan orang yang belum terwakili idenya dalam suatu wadah kemasyarakatan yang ada. Perkembangan nyatanya yang secara resmi hadir pada pertengahan 2001 adalah penolakan terhadap hadirnya kaum-kaum Fundamentalis atau Konservatif dalam Islam. Salah satu organisasi masyarakat yang mewakili kaum Fundamentalis ini yaitu FPI (Front Pembela Islam) yang didirikan pada 1998. Kaum Fundamentalis selalu berusaha memurnikan ajaran Islam sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah berlaku sebelumnya, pedoman-pedoman yang mereka gunakan bersumber dari kitab suci agama Islam, yaitu Al-Qur‟an dan sumber lainnya seperti hadist-hadist. Sementara itu kelompok Islam Liberal berpendapat bahwa tidak semua ajaran Islam dapat diterapkan di Indonesia, terlebih masyarakat Indonesia sangat majemuk dengan beragam pemeluk agama didalamnya. Jaringan Islam Liberal memandang Islam dengan sudut yang berbeda, mereka melihat bahwa Islam dapat berkembang sesuai dengan jamannya. Penafsiranpenafsiran yang terjadi tidak harus kontekstual dan berpegang teguh kepada apa yang telah dituliskan dalam kitab suci. Hal ini yang menciptakan perbedaan pemahaman antara Islam Liberal dan Islam Fundamentalis. Kaum Islam Fundamentalis tetap berargumen bahwa Islam haruslah tetap seperti yang dibawa kaum-kaum terdahulu. Konsep-konsep baru dalam memandang Islam adalah suatu kesalahan dan dapat menggiring
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013
masyarakat ke pemikiran-pemikiran yang sesat dan tidak sesuai. Terlebih mereka beranggapan bahwa Islam Liberal ini terlalu condong ke barat (Amerika) dalam segi pemikiran. Dan dikatakan bahwa filsuf-filsuf barat adalah musuh utama dalam Islam, karena berusaha merusak dan memecah belah Islam dengan hal-hal seperti ini. Perkembangan Islam Liberal dan Islam Fundamentalis telah memperkaya pemahaman masyarakat muslim Indonesia tentang Islam. Masyarakat diajak memilih dan menentukan konsep Islam yang seperti apa yang meraka butuhkan saat ini. Sehingga pada akhirnya apabila ada yang menentukan Islam Liberal ini adalah sebuah jaringan yang membawa masyarakat kepada ajaran yang salah, itu adalah berasal dari proses berpikir setiap individu dalam menentukan sikap. Bukan berasal dari tekanan-tekanan kelompok masyarakat tertentu, karena masyarakat telah pintar menilai setiap fenomena yang berkembang di tengahtengah mereka.
DAFTAR REFERENSI Buku dan Artikel Abshar-Abdalla, Ulil. 2005. Menjadi Muslim Liberal. Jakarta: Penerbit Nalar. Husaini, Adian & Nuim Hidayat. 2002. ISLAM LIBERAL: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan & Jawabannya. Jakarta: Gema Insani. Kurzman, Charles. Liberal Islam: A Source Book. Oxford University Press, 1998. Edisi Indonesia: Wacana Islam Liberal, Paramadina, Juni 2001.
Nur Fuad, Ahmad. 2006. „Interelasi Fundamentalisme Dan Orientasi Ideologi Gerakan Islam Kontemporer: Survei Pendahuluan‟. Jakarta Referensi Elektronik Ahmad, Saidiman. ”Meluruskan makna Fundamentalisme Islam”. http://saidiman.wordpress.com/2007/-11/ 20/meluruskan-makna-fundamentalisme-islam/. Diunduh pada 5 Mei 2012, pukul 19:50 Forum Ulama dan Umat Islam. “Mengenal Aliran Sesat Jaringan Islam Liberal” http://fuui.wordpress.com/antipemurtadan/mengenal-aliran-sesat-jaringan-islamliberal/. Diunduh pada 29 april 2012, pukul 21:58 “Islam liberal prospek dan tantangannya”, brosur agama paramadina. http://media.isnet.org/islam/Etc/IslamLiberal.html. Diunduh pada 5 mei 2012 pukul 14:52 Ma'arif, Zainul. “Menggali Akar Fundamentalisme Islam:Paradigma Kompleks sebagai Pisau Analisis”. http://islamlib.com/id/artikel/menggali-akar-fundamentalisme-islam. Diunduh pada 29 april 2012, pukul 22:34 Natamarga, Rimbun. “Akar dan Wajah Pemikiran Islam Liberal”. http://kaahil.wordpress.com/2011/03/21/inilahakar-sejarah-munculnya-pemikiran-islam-liberaljilislib/. Diunduh pada 5 mei 2012, pukul 14:21 Primamorista, Agung. “meluruskan kerancuan istilah fundamentalisme islam”. http://media.isnet.org/islam/Etc/Fundamentalisme.html. Diunduh pada 5 mei 2012, pukul 14:46 Website Islam Liberal (anonim). “Memahami Konsep Islam Liberal” http://islamlib.com/id/artikel/memahamikonsep-islam-liberal. Diunduh pada 29 april 2012, pukul 21:57
Makalah: Luthfie Assyaukanie, Wacana Islam Liberal di Timur Tengah, Teater Utan Kayu (TUK), Jakarta, Rabu, 21 Februari 2001.
Perkembangan Islam ..., Husein Muhammad Tamim, FIB UI, 2013