PERILAKU TOKOH ISLAM “BERSAMA” SOSIALISME H. A. Kamaluddin Marzuki
iwayat ideologi Sosialisme di dengan
Indonesia
selalu
dikaitkan
dua nama orang Belanda yang datang setelah dasawarsa pertama abad ini yaitu Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet dan Ir. Adolf Baars. Dua orang Belanda itulah yang pada tahun 1914 bersama-sama orang Belanda peranakan mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Jika ditarik ke sumber keberadaan Sosialisme
di
Indonesia, maka ideologi ini mempunyai akar umbi yang sama dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebab ISDV itulah yang kemudian hari yakni pada 23 Mei 1920 berubah nama dan menjelma menjadi
PKI
(Rahardjo 1993, Noer, 1995 dan Djailani, 1994). Melihat latar belakang ideologi ini, mudah dimengerti bila Partai Sosialisme Indonesia (PSI) pun memperjuangkan tegaknya ajaran Marx dan Engels (Kementrian Penerangan Republik Indonesia, 1954). Ada satu hal yang agak sulit ditemukan jawabannya --setidaknya memerlukan penjelasan panjang-adalah mengenai ‘sas sus kaum intelek’yang mengatakan Tjokroaminoto turut pula “berpartisipasi” dalam memperjuangkan ideologi Sosialisme di Indonesia. Padahal justru ideologi itulah yang memecah belah Syarikat Islam (SI), organisasi yang dipimpinnya,
menjadi “SI Merah” dan “SI
Putih”yang dikenal dalam sejarah Indonesia. “Demam” anti kolonialisme dan anti Kapitalisme rupanya menjadi alasan penting
yang mengakibatkan sebagian orang menoleh kepada
Sosialisme, dan Tjokroaminoto disebut-sebut termasuk salah seorang di Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 antaranya.1 Menurut Dawam Rahardjo, Agus Salim pun sedikit banyak terpengaruh pula dengan gagasan Sosialisme ini.
Mohammad Hatta
bahkan yakin Agus Salim menganut “Sosialisme Islam”yang dipelajarinya pada tahun 1906. Dalam penuturan Hatta, Agus Salim pernah mengatakan bahwa dirinya banyak membaca buku Sosialisme, dan Nabi Muhammad diutus ke muka bumi untuk, antara lain, mengajarkan Sosialisme tersebut (Hatta, 1965)2. Adakah apa yang disebut “Sosialisme Islam”? Pernyataan Mohammad Hatta ini terasa sangat berlebihan mengingat Agus Salim sendiri pernah mengatakan bahwa ummat Islam tak perlu mencari “isme-isme” lain. Cukuplah Islam sebagai way of life (Noer, 1995). Namun, boleh jadi Hatta ada juga benarnya, terutama ketika ia mengatakan bahwa jiwa Islam berontak menentang Kapitalisme yang menghisap dan menindas, menurunkan derajat dan martabat manusia melalui sistem yang lebih jahat daripada penghambaan (Hatta, 1992). Masalahnya, betulkah setiap orang yang anti Kapitalisme itu otomatis berkeyakinan Sosialistik? Agaknya pernyataan Hatta seperti dikutip di atas perlu diteliti kembali. Memang hampir menjadi kepastian, faktor anti Kapitalisme dengan segala implikasinya itulah yang membuat Agus Salim mau
1 Arus anti kolonialisme dan feodalisme oleh Sutomo dinilai sikap “kiri” para pejuang Indonesia. (Lihat Bung Tomo, Dari 10 Nopember 1945 ke Orde Baru, PT Gramedia, Jakarta, 1982, hlm.266-268). Pandangan Sutomo atau sering disebut Bung Tomo ketika ia mengatakan bahwa semua tokoh Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan sudah menjadi “kiri” tidak dapat diterima kalau yang ia maksudkan dengan “kiri” adalah Komunistik atau Sosialistik. Tetapi, bila yang ia maksudkan dengan “kiri” itu anti penjajahan dan anti Kapitalisme, mungkin ia tidak terlalu salah. Sebab perjuangan melawan penjajahan, penindasan dan membela rakyat itu bukan saja dilakukan oleh mereka yang berfaham Komunis atau Sosialis. Jauh sebelum bangsa Indonesia mengenal kedua istilah itupun ummat Islam telah berjuang memerangi penjajahan, kemiskinan, penindasan dan ketidak adilan serta kezaliman. 2 Lihat Mohammad Hatta, “Kenang-kenangan Kepada Hadji Agus Salim” dalam Solichim Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional, Djambatan, Jakarta, 1965, hlm. 28 dan 31. Donald Eugene Amith menyebut adanya penganut Sosialisme yang menuduh bahwa Nabi Muhammad sebagai tokoh Sosialisme. Kata mereka, Nabi Muhammad tidak menyebut pengikutnya sebagai “pengikut setia”, tetapi mereka disebut ashhab (sahabat-sahabat) yang berarti kawan atau dalam istilah Sosialisme (Komunis) comrades. Selanjutnya Smith mengatakan bahwa sebagian besar tulisan mengenai Sosialisme Islam didorong oleh pertimbangan-pertimbangan apologetik, yaitu minat untuk meyakinkan pembaca bahwa ide-ide modern sebenarnya telah disebut di dalam Al Qur’an. Suatu sikap yang jelas berlebihlebihan. (Lihat, Smith, Donald Eugene, Agama dan Modernisasi Politik, terj. Drs. Machnun Husein, Rajawali, Jakarta, 1985, hlm. 290).
22
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme menoleh ke Sosialisme untuk ia pelajari. Untuk memperkuat alasan apa yang dikemukakan terakhir mengenai sikap Agus Salim terhadap Sosialisme ini sekaligus untuk menimbang kebenaran pernyataan Mohammad Hatta, kiranya perlu disinggung pendapat A. P. E. Korver. Tokoh ini menandakan empat sikap yang sekaligus menjadi ciri-ciri organisasi Agus Salim (SI). Pertama, penolakan bermacam-macam prasangka terhadap pribumi dan penolakan sikap diskriminatif Belanda terhadap pribumi. Kedua, penghargaan positif terhadap identitas pribumi. Ketiga, cita-cita penentuan nasib sendiri. Keempat, anti Kapitalisme. Empat faktor inilah, terutama faktor keempat --bersama faktor lain-- yang membuat
tokoh-tokoh SI termasuk Agus Salim mau menoleh kepada
Sosialisme (Korver, 1985) lantaran sama-sama anti Kapitalisme. Ilustrasi berikut ini mungkin dapat memberi gambaran lebih jelas. Jika di Eropa gereja berpihak kepada kelas yang berkuasa, maka di Asia, termasuk di Indoensia, keadaan yang terjadi justru sebaliknya; agama memihak kepada golongan yang tertekan (Dahm, 1988). Agama, dalam hal ini Islam, sebagaimana diutarakan Donald Eugene Smith dalam bukunya Religion and Political Development, diyakini memberikan makna penting dalam menghubungkan Sosialisme dengan
para petani dan
rakyat kecil yang oleh Bernard Dahm dikatakan tertekan. Karena itu, dalam pendapat Smith (1985), “Sosialisme tidak memberi sifat atau mengubah suatu kerangka masyarakat agamis, melainkan menampilkan kerangka itu sendiri yang merupakan ide-ide dan pandangan dasar”. Di sinilah
sesungguhnya
letak
faktor
sehingga
tokoh
SI
seperti
Tjokroaminoto dan Agus Salim tertarik untuk mengetahui dan menaruh perhatian kepada Sosialisme. Dawam
Rahardjo
merupakan
satu
dari
sedikit
pengamat
pergerakan di Indonesia yang menimbang Agus Salim pada posisi condong ke Sosialisme.
Dalam pandangan penulis, sebenarnya sikap
23
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 seperti yang diambil oleh Hatta atau Dawam. Sikap Agus Salim malah lebih tepat jika dita’wil sebagai usaha seorang “guru agama” untuk menyelamatkan ummat dari sikap kebersamaan (sosialistik) yang berkiblat ke Barat. “Arah angin” pada dasawarsa pertama keberadaan SI, sebagaimana
dikatakan
oleh
Turnan
Kahin,
memaksa
SI
mempertemukan Sosialisme dengan Islam (Kahin, 1995). Agus Salim, sebagai tokoh SI yang faham betul ajaran Islam, kelihatan begitu cerdik ketika ia menawarkan
bentuk kebersamaan atau kerjasama menurut
konsep Islam yang disebut ????T?? (tolong menolong) sebagaimana termaktub di dalam Al Qur’an dalam ayat yang berbunyi: ??????????????? ????????????T?????????? ????????
3
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, jangan tolong menolong dalam (berbuat) dosa dan permusuhan”. Agus Salim kelihatan berusaha merangkul anggota-anggota SI agar kembali mengambil mi’yar (ukuran atau standard) konsep ta’awun (tolong menolong) dari sumber yang ia yakini lebih lengkap, yaitu Al Qur’an. Tetapi mengapakah Dawam Rahardjo nampak begitu yakin bahwa Agus Salim terpengaruh Sosialisme?
Untuk lebih meyakinkan
pembaca, Dawam menjelaskan makna perkataan al birr ( ???? )
yang
terdapat pada ayat 5 Surah al Ma’idah di atas. Menurutnya, perkataan al birr yang ia terjemahkan sebagai “kebajikan” yang terdapat di berbagai ayat al Qur’an mengandung ramifikasi yang luas, di antaranya: Memberantas kemiskinan dan membebaskan manusia dari perbudakan (Rahardjo, 1993). Dawam mungkin lupa bahwa pada akhir ayat tersebut Allah melarang ???????
(permusuhan).
Sosialisme justru lahir dari ???????
Sebagaimana dimaklumi,
(permusuhan) kelas antara kelas
proletariat dengan kelas borjuis yang tumbuh di mana-mana terutama di Eropa.
Dalam teori dialektika Sosialisme Karl Marx dikatakan bahwa
Agus Salim mengenai satu hal ini lebih tepat bila disimpulkan begitu saja 3
24
Al Qur’an, al Ma’idah 5:2.
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme Feodalisme merupakan tesis, sedangkan Kapitalisme sebagai anti tesis, selanjutnya, sebagai
sintesisnya menjelma dalam wujud
Sosialisme
(Iljas, 1968 dan Ali, 1984). Bagi sementara kalangan, bukanlah hal mudah memberi alasan bahwa Agus Salim bari’(bebas diri) dari tuduhan Sosialis.
Masalahnya,
SI yang menjadi organisasinya dalam beberapa hal jelas menunjukkan keberpihakannya kepada ideologi itu. Misalnya pada dasar organisasi itu yang dikatakan bahwa pemerintahan harusnya merupakan sebuah “pemerintahan rakyat” yang mempunyai hak mengangkat dan memecat punggawanya (pegawainya) untuk keperluan bersama. Mengenai harta, organisasi ini menetapkan bahwa pembagian rezeki atau hasil, dikuasai oleh majlis perwakilan rakyat (Noer, 1995). Padahal masalah konsep pemilikan
bersama
dan
“kedaulatan
rakyat”,
di
samping
laba
(keuntungan), inilah justru yang menjadi ciri penting Sosialisme (Shadr, 1992).4 Masalah
penting
yang
perlu
dicermati
adalah,
soal
mempersamakan Agus Salim dengan Tjokroaminoto dalam menyikapi Sosialisme. Bagaimanapun juga, dalam hal ini sikap Agus Salim tidak bisa disamakan dengan sikap Tjokroaminoto. Tokoh yang disebut belakangan memang sangat bersemangat untuk “mengokulasi” konsep Sosialisme. Tjokroaminoto sudah kelihatan tertarik kepada Sosialisme sejak masih muda.
Pada umur 18 tahun, tokoh utama SI ini telah
membaca buku De Socialisten karya Quack yang terdiri dari 6 jilid, buku yang juga dibaca oleh Mohammad Hatta. Tokoh ini menginformasikan kepada Agus Salim bahwa dirinya banyak membaca buku-buku Sosialisme. Kepentingan politik masa itu mendorong Tjokroaminoto untuk
4 Sosialisme menetapkan kepemilikan umum sebagai dasar. Ia melarang pemilikan pribadi terhadap kekayaan baik yang diperoleh secara alamiah maupun produksi bahan mentah industri. Selanjutnya riba dan keuntungan dari hasil penyewaan merupakan musuh bagi Sosialisme. Sosialisme memandang, kerja sebagai faktor penentu sah tidaknya seseorang memperoleh pendapatan. Pemilik kekayaan (modal=kapital) yang tidak terlibat kerja, dalam pandangan Sosialisme, tidak berhak mendapatkan upah dan sewa.
25
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 menularkan
Sosialisme yang difahaminya kepada khalayak, terutama
anggota-anggota SI. Ia berkeyakinan Sosialisme merupakan alat yang ampuh untuk memerangi Kolonialisme, Feodalime dan Kapitalisme yang dikembangkan Belanda, maka menjelang Kongres Al Islam di Garut pada tahun 1922 ia mulai memasarkan apa yang ia namakan “Sosialisme Berdasarkan Islam” melalui koran milik SI (Rahardjo, 1993).5 Selain itu Tjokroaminoto juga giat memberikan kursus-kursus mengenai Sosialisme dan akhirnya menerbitkan buku berjudul Islam dan Sosialisme pada tahun 1924.
6
KONSEP SOSIALISME TJOKROAMINOTO DAN AYAT-AYAT AL QUR’AN Dalam buku Islam dan Sosialisme yang ditulis di Mataram pada bulan November
1924,
Tjokroaminoto
menjelaskan
bahwa
asas-asas
Sosialisme telah dikenal sejak Nabi Muhammad diutus Allah menjadi Nabi dan Rasul. Bahkan asas Sosialisme yang dijalankan pada masa Nabi Muhammad lebih banyak dan lebih mudah dibanding dengan Sosialisme Eropa.
Untuk membuktikan thesisnya itu, Tjokroaminoto menjelaskan
apa yang disebut Staats-socialisme dan Industrie-socialisme. Di bawah sistem Staat-socialisme (Negara Sosialisme) menurutnya pabrik dan industi dikelola secara sosialistik pula. Tjokroaminoto lalu menggunakan jalan berfikir yang berangkat dari tanah yang menjadi pokok segala hasil dan aktivitas industri besar yang mesti dikuasai oleh negara. Setelah itu Tjokroaminoto mengatakan, Sosialisme inilah yang dijalankan oleh Islam sejak Nabi Muhammad memegang kekuasaan negara. Sosialisme seperti ini terus menerus dipraktekkan oleh negara-negara Islam (Tjokroaminoto, 1950).
5 Ketika Hatta dan kawan-kawannya berkunjung ke rumah Agus Salim, Hatta mengaku bahwa dirinya banyak membaca buku-buku Sosialisme yang dibelikan oleh pamannya. (Lihat Mohammad Hatta, “Kenang-kenangan Kepada Hadji Agus Salim” dalam Solichin Salam, Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional, hlm. 28) 6 Buku Islam dan Sosialisme Tjokroaminoto mendapat sambutan masyarakat cukup banyak. Terbukti sejak pertama kali terbit pada tahun 1924 hingga awal November 1950 buku itu mengalami empat kali cetak ulang.
26
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme Islam dan Socialisme merupakan buku yang paling representatif bagi konsep Sosialisme Islam Tjokroaminoto yang berusaha memperkuat idenya dengan ayat-ayat Al Qur’an.
Melihat Islam dan Socialisme
Tjokroaminoto yang mencatat empat kali cetak ulang itu, bukan mustahil buku tersebut ditulis setelah melalui proses pemikiran dan renungan panjang serta pertimbangan yang matang. Buku ini dapat dijadikan salah satu alat ukur untuk mengenal pribadi Tjokroaminoto
mengenai Islam
terutama yang berkenaan dengan kadar pemahamannya terhadap Al Qur’an sebagai sumber utama agama Islam. Bertitik tolak dari buku itu pula, secara kasar dapat disimpulkan atau sekurang-kurangnya dapat dikenal pribadi Tjokroaminoto secara lebih utuh berkenaan dengan
--
me-minjam istilah Dawam Rahardjo-- kualitas intelektual dan inteligensia serta prilaku tokoh pergerakan Islam masa itu. Sekitar 34 ayat Al Qur’an yang dijadikan rujukan untuk mendukung
konsep
Tjokroaminoto
mengenai
Sosialisme
Islam,
sekurang-kurangnya dapat diidentifikasi 7 (tujuh) kategori yang sekaligus merupakan ciri-ciri yang yang dapat dilihat. Ciri Pertama, kutipan ayat tidak lengkap. Pada halaman 27 ketika membahas Dasar Sosialisme Islam misalnya, Tjokroaminoto membuat tanda kutip (sesuai aslinya) sebagai berikut: “kita ini telah dijadikan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan”.
Potongan maksud ayat itu
oleh Tjokroaminoto dijadikan dasar dalam menjelaskan asal usul manusia yaitu Adam dan Hawa.
Karena dari asal yang sama itulah maka,
manusia dituntut untuk membuat perdamaian di muka bumi ini. Demikian ia berpendapat. Selanjutnya, Tjokroaminoto membuat lagi tanda kutip sebagai berikut:
“bahwa Tuhan telah memisah-misahkan kita menjadi
golongan-golongan dan suku-suku, agar supaya kita mengetahui satu sama lain”.
Dua penggalan kutipan di atas dijadikannya sebagai dalil
prinsip Sosialisme Islam versinya, yaitu “Peri Kemanusiaan”yang menjadi
27
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 pokok Sosialisme. Jelas dua penggalan kutipan di atas merupakan terjemahan
(menurut
versi
Tjokroaminoto)
daripada
ayat
yang
maksudnya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha 7 Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Ciri Kedua, memperlihatkan tidak faham Bahasa Arab. Kasus seperti ini terjadi berulang kali. Untuk contoh, mari ikuti kutipan berikut ini: “Anaqimuddina
wala
tatatarraqu
fiha”.
Kutipan
ini
ditulis
oleh
Tjokroaminoto dalam halaman 28 ketika ia menjelaskan asal perkataan Islam yaitu salmi.8 Jika tulisan “Arab Latin”itu ditulis dengan tulisan Arab, maka akan menjadi seperti berikut: ?????T??????????????? dan sudah tentu tak dapat difahami.
Sebagaimana biasa, Tjokroaminoto menulis ayat Al
Qur’an dengan huruf Latin. Di halaman 33 ia menulis: “La haula wala kuwata illa billah” yang ia terjemahkan menjadi: “Tidak ada pertolongan dan
kekuatan
melainkan
daripada
Allah”.
Rupanya
ia
mengalihbahasakan perkataan haula ( ??S ) menjadi “pertolongan”, padahal yang lazim digunakan di Indonesia untuk
terjemahan kata itu
adalah kekuatan dan kekuasaan (Munawwir, 1984). Buku Islam dan Socialisme memberikan porsi sebanyak lima halaman untuk membahas Daya Upaya Akan Mencapai Maksud Hidup di Dalam Dunia, yaitu mulai halaman 83 sehingga 87. Dalam lembaranlembaran itu penulisnya berhujjah kepada sejumlah ayat Al Qur’an untuk memperkuat keterangannya mengenai delapan macam daya upaya. Daya upaya keempat yang diuraikan Tjokroaminoto adalah do’a. Untuk itu ia 7
Ayat Al Qur’annya : ????? ??????? ? ???? ??? ?? ?????? ???a ????????? ???? ???? ? ????????? ???? ???????????? ??T? ?????? (Al Hujurat 49:13).
dasar persatuan sesuai dengan ajaran Al Qur’an yang ia anggap sebagai
28
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme berhujjah kepada potongan pendek ayat yang ia tulis dengan huruf Latin seperti ini: Ad’uni astajib lakum” dan ia tulis maksudnya sebagai berikut: “Berdo’alah kepadaku dan Aku akan menjawab do’amu”. (Hlm. 85). Potongan ayat yang ia tulis salah itu pasti diambilnya dari Surah Al Mu’min ayat 60, karena hanya pada surah itulah terdapat bunyi ayat tersebut.9
Pesan Allah kepada ummat Islam yang berbentuk fi’il amr
(perintah) ditulisnya fi’il mudlari’. Sekiranya kesalahan hanya terjadi pada kutipan potongan ayat ini, tentu hal itu dianggap sebatas kesalahan cetak. Masalahnya terjadi pula pada kutipan-kutipan ayat yang lain yang jumlahnya cukup banyak, sehingga sulit diinterpretasikan sebagai akibat faktor lain kecuali faktor keterbatasan kemampuan Bahasa Arab. Ciri ketiga, terjemah tidak lengkap, atau terjemahan lebih panjang dari ayat.
Kasus seperti ini terjadi ketika Tjokroaminoto menjelaskan daya
upaya keenam yang mesti diusahakan ummat Islam, yaitu apa yang ia sebut “berkuat hati”atau “tetap hati” mungkin sebagai istilah lain daripada perkataan istiqamah. Friman Allah yang berbunyi:
?????????????????????????????????? ???T?????T?????????? ???????????? ???????T???T???????? 10 Oleh Tjokroaminoto dalam Islam dan Socialisme ditulis dengan huruf Latin sebagai berikut:
“Innaladzina qalu rabbunallahu tsummastaqamu
tatanazzalu ‘alaihimul malaikatu alla tachafu wa la tahzanu waabsyiru biljannatillatikuntum tu’adun” yang ia terjemahkan maksudnya sebagai berikut:
8
Tjokroaminoto menjelaskan dalam bukunya yang sedang dibicarakan ini, bahwa Islam berasal dari empat perkataan, yaitu: Aslama, Salima, Salmi dan Sulami. (Hlm. 28) 9 Lengkapnya ayat itu berbunyi: ?????? ? ?O??? ?? ?????Td???????????? ?T? ?? ???O????? ???? ?????O???? (Al Qur’an, Al Mu’min 40:60). Maksudnya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku mereka akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. 10 Al Qur’an, Fushshilat 41:30.
29
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 “Mereka yang berkata: “Tuhanku yaitu Allah, Tuhan yang sejati”, dan menolak pertuhanan yang palsu dan lalu menunjukkan perkuatan hati, yakni tinggal percaya dan tetap hatinya dalam rupa-rupa percobaan dan kesusahan, maka malaikat turunlah padanya dan berkata: “Janganlah kamu takut, janganlah kamu berduka cita, tetapi hendaklah kamu bersenang dan bersuka cita bahwa kamu telah menjadi waris dan memperoleh keni’matan yang telah disanggupkan kepadamu; kitapun penuntunmu dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan yang akan datang”. Ada
beberapa
catatan
yang
dapat
dibuat
dari
kutipan
Tjokroaminoto di atas. Catatan pertama, sulit dibedakan mana tafsir dan mana terjemahan ayat karena semuanya dalam tanda kutip dan dibuat setelah ia menuliskan ayat Surah Fushshilat ayat 30 dengan tulisan Latin di atas.
Padahal bila diperhatikan, penggalan ayat yang
berbunyi:
“....Tuhan yang sejati”, dan menolak pertuhanan yang palsu dan lalu menunjukkan perkuatan hati”, jelas merupakan tafsiran perkataan ????T???? saja. Catatan kedua, potongan ayat yang berbunyi: T???T??????????????? ?????? seolah-olah ia terjemahkan menjadi: “...tetapi hendaklah kamu bersenang dan bersuka cita bahwa kamu telah menjadi waris dan memperoleh keni’matan yang telah disanggupkan kepadamu; kitapun penuntunmu dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan yang akan datang”.
Catatan ketiga, perkataan:
“telah disanggupkan kepadamu”
mungkin ia maksudkan sebagai terjemahan dari
???????T?? . Padahal
sesungguhnya maksud yang dapat diterima dari penggalan ayat Al Qur’an itu adalah: “telah dijanjikan (Allah) kepadamu”11 dari asal perkataan ??? (janji). Selanjutnya, kutipan “kitapun penuntunmu dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan yang akan datang”, hampir dapat dipastikan diambil dari maksud ayat 31 surah yang sama.
Bunyi sebenarnya firman Allah
pada ayat 31 Surah Fushshilat dimaksud: G?????????????G?????????????????? yang artinya: 11
30
Lihat Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 777.
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme “Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat”dan bukan “kitapun penuntunmu...” dan seterusnya seperti yang dibuat oleh Tjokroaminoto. Mungkinkah ini pengaruh Sosialisme yang telah merasuk ke dalam jiwa Tjokroaminoto sehingga “Kami” yang “milik Allah” ia ganti dengan “kita” sebagai rasa solidaritas sosiolistik? Kedudukan dan posisi Allah tidak akan pernah bisa dan mustahil dapat digantikan oleh manusia manapun dan berapapun jumlah manusia itu baik di dunia terlebih lagi di akhirat. Ciri keempat,
tidak menyebut surah dan ayat. Hampir semua
kutipan ayat Al Qur’an yang terdapat di dalam buku Islam dan Socialisme tidak menyebutkan surah dan ayat atau salah satunya. Hanya beberapa saja yang disebut, seperti pada halaman 83 disebut “Sura XIII, 15” saja, pasti yang dimaksud adalah Surah al Ra’d.
Mungkin Tjokroaminoto
termasuk orang yang berpendapat bahwa basmalah yang terdapat pada awal tiap-tiap surah Al Qur’an merupakan bagian dari surah itu sendiri sehingga
yang biasanya di dalam mushaf
disebut ayat 14, oleh
Tjokroaminoto disebut ayat 15 (Tjokroaminoto, 1950). Ciri kelima, ayat yang digunakan tidak sesuai dengan masalah yang dibicarakan.
Pada halaman 92 buku Islam dan Socialisme
membahas mengenai “Rahasianya Socialisme Islam Dulu Kala Dapat Menyampaikan Maksudnya” yang terdiri dari beberapa alinea.
Pada
alinea ketiga kita melihat ada kejanggalan. Untuk lebih jelasnya bersama ini dikutip alinea yang mengandung kutipan dua ayat Al Qur’an. “Sosialisme-Islam dapat menyampaikan maksudnya, oleh karena tiap-tiap seorang, baik laki-laki maupun perempuan, telah menjadi cakap oleh perangai dan tabi’atnya akan menerima azas-azas Sosialistisch. Dasarnya Socialisme Islam, yaitu Igama. Orang Islam laki-laki dan orang Islam perempuan semuanya berusaha melakukan perbuatan yang baik dan benar. Allah Ta’ala bersabda: “Walmukminuna walmukminat ba’duhum uliyau ba’din yakmuruna bilma’rufi wayanhauna ‘anil munkari
31
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 warasulahu; ulaika sayarhamuhumu’llahu innallaha ‘azizun hakim” 12
Ayat yang ditulis oleh Tjokroaminoto dengan huruf Latin itu ia buatkan maksudnya sebagai berikut: “Dan orang mukmin laki-laki dan orang mukmin perempuan adalah penjaga satu sama lain; mereka itu menyuruh barang apa yang baik dan melarang barang apa yang busuk, dan tetaplah mereka di dalam salat dan memberikan zakat yang telah ditentukan, dan mereka menurut kepada Allah dan utusannya; kepada mereka Allah akan menunjukkan kemurahannya; sungguhlah Allah ada Kuasa dan Berpengetahuan”. Tjokroaminoto telah mengubah atau menyamakan perkara yang mesti
diamalkan oleh orang Mu’min laki-laki dan Mu’min perempuan,
menjadi kemestian untuk mencapai kejayaan Sosialisme. Tjokroaminoto telah jauh terperosok ke arah bukan saja mempertemukan aspek tertentu ajaran Islam dengan ajaran Sosialisme, bahkan lebih jauh dari itu, ia menganggap Islam sama dengan Sosialisme. Bukankah apa yang dapat ditangkap dari alinea yang dikutip di atas itu berma’na “mensinonimkan” Islam dengan Sosialisme?. Namun demikian Sosialisme
yang dianut
Tjokroaminoto kelihatan berbeda dengan Sosialisme yang dianut Hatta.13 Bagi Hatta yang mantan Wakil
Presiden Indonesia pertama ini
mengatakan bahwa cita-cita Sosialisme di Indonesia mempunyai tiga sumber, yaitu: Pertama, ajaran Karl Marx yang diajarkan kaum Sosialis Barat dan diperkuat oleh kejadian Revolusi Oktober 1917 di Rusia. Kedua, ajaran Islam yang menuntut keadilan yang merata ke seluruh masyarakat,
persamaan dan persaudaraan sesama manusia.
Ketiga,
masyarakat Indonesia asli yang berdasarkan milik bersama atas tanah 12 Ayat yang dimaksud itu berbunyi: ????? ? ?????????????? ??????????p ??? ??????? ????????? ???S ???? ? ???? ????S??? ? ???????? ?? ? ?????t ?? G??????????? G??µ ????????? ???????? (Al Qur’an, Al Taubah 9:71). 13 Tidak mudah memastikan jumlah ayat Al Qur’an yang digunakan Tjokroaminoto dalam bukunya ini karena ia kerap kali mengutip ayat hanya dalam bentuk terjemahannya saja dan itupun jauh dari dikatakan lengkap. Kenyataan seperti ini tentu membuat identifikasi ayat menjadi sulit.una Ayat-ayat wayuqimunassalata wayuktuna ‘zzakata wayuti’ ‘llaha Al Qur’an yang “diidentifikasi” sebagai bahan kajian adalah berupa kutipan ayat yang tidak ditulis dengan huruf Arab tetapi dengan huruf Latin dan/atau terjemahannya.
32
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme sebagai alat produksi pada dasarnya adalah masyarakat kolektif (Hatta, 1992 dan Rahardjo, 1993). Pandangan Hatta ini berbeda dengan baik pandangan Agus Salim maupun Tjokroaminoto yang tidak menempatkan Sosialisme di satu pihak dan Islam di pihak lain. Bagi dua tokoh yang disebut terakhir ini, bagaimanapun juga ajaran Karl Marx (Marxisme) bukanlah ajaran yang mendapat tempat pada diri maupun organisasi mereka, yaitu SI (Tjokroaminoto, 1950 dan Rahardjo, 1993). Ciri keenam, maksud ayat tidak diterjemahkan secara tepat. Tjokroaminoto
memetik
ayat
2
Surah
Fathir
mengalihbahasakan firman Allah yang berbunyi: menjadi:
14
di
mana
??S? ?????T????
“Kemurahan yang Tuhan akan mengeruniakan sebanyak-
banyaknya kepada manusia”. Selanjutnya akhir ayat yang berbunyi: ????????????
ia
??
ia tulis maksudnya menjadi: “dan Dialah yang berkuasa dan
berpengetahuan” (Tjokroaminoto, 1950).
Pengertian yang umum dan
sahih dari ayat tersebut berbunyi: “Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.15 Kemudian di dalam salah satu ayat, Allah berfirman: ?????????T????????? ?????????????????????????? ?????????µ T??? ???????T?????T??? ??????????? 16 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhmusuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadikan 17 kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara”.
14 15 16 17
Al Qur’an, Fathir 35:2. Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 695. Al Qur’an, Ali ‘Imran 3:103. Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 93.
33
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 Tetapi Tjokroaminoto menulis terjemah
ayat di atas sebagai
berikut: “Peganglah kukuh tali Tuhan yang mengikat semuanya, janganlah menimbulkan percerai-beraian, dan ingatlah akan kemurahan Tuhan kepada kamu, ketika Tuhan menaruh kecintaan di dalam hatimu pada kalanya kamu bermusuh satu sama lain, dan sekarang kamu menjadi saudara karena karunia Tuhan”.18 Perkataan ????? menjadi key word yang penting difahami. Perkataan yang bermakna semua dan seluruh itu dapat “dikembalikan” kepada manusia. Dengan demikian maka semua manusia diperintahkan oleh Allah memegang tali atau agama Allah. Kata yang sama ( ????? ) dapat pula dikembalikan kepada “tali Allah”.
Jika marja’perkataan ?????
(semua atau seluruh) adalah ????S (tali Allah), maka berma’na manusia diperintahkan oleh Allah memegang tali Allah secara totalitas, tidak sebagiannya saja. Pada dua marja’di atas, jelas manusia diperintahkan untuk bersikap aktif yang tercermin dalam awalan ber (berpegang) dan me (memegang) dan bukan berbentuk pasif sebagaimana dikatakan oleh Tjokroaminoto. Susunan bahasa Tjokroaminoto semacam itu memberi ma’na, semua manusia hanya bersikap pasif karena diikat dengan “tali Allah”. Padahal sesungguhnya, ayat 103 Surah Ali ‘Imran di atas memerintahkan manusia mengambil mubadarah (inisiatif) untuk berusaha memegang ajaran Islam. Kasus yang di dalam kajian ini dijadikan ciri keenam paling banyak terjadi dalam
buku Islam dan Socialisme ini. Cukuplah
dikemukakan di sini satu tambahan kasus saja. mengenai
Socialisme
Yang
Menyelamatkan
Dalam pembahasan Rumah
Tjokroaminoto (1950) antara lain menulis terjemahan ayat
Tangga, sebagai
berikut: “Allah telah memerintahkan, bahwa kamu tidak menyembah lain melainkan Dia, dan bahwa kamu menunjukkan perbuatan ramah kepada orang tuamu, baik seorang atau berduanya mereka 18
34
Islam dan Socialisme, hlm. 36.
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme sampai kepada umur tinggi bersama kamu, dan janganlah kamu berkata :Hus (Cih)” kepada mereka berduanya, hormatilah mereka karena peramahan budi dan bicaralah: :Tuhan mempunyai belas kasihan kepada mereka berdua, sebagai ketika mereka memelihara kami”. Kutipan di atas dijadikan terjemahan terhadap berbunyi:
ayat Al Qur’an yang
?????S?????????? ??????????dS??????????????????????????? ?p ?? 19 ????????????????????????? ??????????????? “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapak kamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.20 Demikian ayat dan terjemahannya yang benar. Kembali kepada terjemahan
versi
Tjokroaminoto.
Tokoh
ini
meng-Indonesia-kan
penggalan firman Allah yang berbunyi: ??dS?????????? menjadi “dan bahwa kamu menunjukkan perbuatan ramah kepada orang tuamu”. Jadi ihsan bagi Tjokroaminoto
bermakna
“ramah” bukan berbuat baik.
Dengan
demikian Tjokroaminoto telah melakukan apa yang di dalam ‘Ulum al Qur’an disebut takhshish al ‘am (mengkhususkan yang umum) pada perkataan ihsan. Sebab “ramah” kepada ibu bapak hanyalah satu bagian daripada ihsan (berbuat baik) yang wujudnya bermacam-macam, misalnya memberikan perawatan dan pengobatan. Penulis mendapat kesulitan kecil ketika mencari potongan ayat yang diterjemahkan oleh Tjokroaminoto menjadi:
“Hormatilah mereka
karena keramahan budi dan bicaralah: “Tuhan mempunyai belas kasihan kepada mereka berdua, sebagai ketika mereka memelihara kami tatkala 19 20
Al Qur’an, Al Isra’17:23. Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 427.
35
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 kami masih kecil”. Rupa-rupanya itu merupakan terjemahan ayat selanjutnya (ayat 24) yang berbunyi: ???? ?????? ???????S??? ? ?????????????????? ????? ????
21
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.22 Jadi, anak kalimat “hormatilah mereka karena peramahan budi” ia maksudkan sebagai terjemah maksud potongan ayat yang berbunyi: ???????? ????? ????
yang sebenarnya bermaksud:
dirimu terhadap mereka berdua”. potongan ayat
“Dan rendahkanlah
Sekiranya masing-masing kata pada
yang disebut terakhir ini dialihbahasakan maka akan
seperti berikut: ? ???? (dan rendahkanlah), ???? (bagi keduanya), ???? (sayap) dan ???? (kehinaan). Oleh karena pada kenyataannya manusia tidak memiliki sayap, maka perkataan itu dita’wil dari maknanya yang rajih (kuat, menang) kepada yang marjuh (terkalahkan atau tidak lebih kuat). Tidak mugkinnya diambil makna rajih dan dita’wilkannya kepada makna marjuh karena adanya mani’berupa realitas manusia tidak mempunyai sayap.23 Ketujuh, menulis ayat dengan tidak menggunakan tulisan Arab. Dunia tulis menulis dalam Bahasa Arab yang disebut rasm ( ??? ) atau sering disebut pula
marsum
al khath
( ????????? ) mengenal tiga
macam khath atau tulisan, yaitu: Tulisan biasa, tulisan ‘Arudh dan tulisan ‘Utsmaniy. Jenis pertama merupakan tulisan yang digunakan pada penulisan surat kabar dan buku-buku biasa di mana huruf ditulis sesuai dengan kedudukan gramatika (nahwu) masing-masing kata, karenanya disebut tulisan ?O?? (biasa). Sedangkan yang kedua merupakan tulisan yang dipakai dalam Ilmu ‘Arudh (? ???) yang menggunakan kaedah wazn
21 22 23
36
Al Qur’an, Al Isra’17:24. Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 428. Lihat Qaththan, Manna’Mabahits fi ‘Ulum al Qur’an, hlm. 251.
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme (timbangan) yang lazim digunakan dalam sya’ir-sya’ir Arab. Dalam tulisan ini huruf ditulis sesuai dengan bunyi. Sedangkan yang terakhir adalah Rasm ‘Uthmaniy ( ??????????? ) yang di dalam studi ‘Ulum al Qur’an disebut khath al imam ( ??????? ), yaitu kaedah khusus untuk penulisan Mushhaf Al Qur’an.24 Para ulama ittifaq (sepakat) bahwa penulisan Al Qur’an hanya boleh dilakukan dengan khath ‘Uthmaniy, walaupun tidak semuanya menerima khath itu digunakan karena alasan tauqifiy dari Nabi Muhammad.
Sementara Jumhur mengatakannya tauqifiy, beberapa
ulama berpendapat, misalnya Ibn Khaldun, khath Utsmaniy bukanlah tauqifiy sehingga
menulis Al Qur’an bukan dengan khath ‘Uthmaniy
bukanlah perbuatan haram.25 Al Zarkasyi membuat pertanyaan: Ja’izkah menulis Al Qur’an bukan dengan tulisan Arab? Pertanyaan itu beliau jawab sendiri dengan mengatakan bahwa dirinya belum pernah melihat pendapat ulama mengenai masalah tersebut. Beliau memperkirakannya sebagai perbuatan yang hukumnya ja’iz atau boleh-boleh saja. Orangorang yang tidak menguasai Bahasa Arab, dalam pandangan Al Zarkasyi, akan terbantu dengan cara ini.
Tetapi kemudian beliau sendiri
mengatakan pula, kemungkinan tidak boleh, lebih dekat, sama seperti diharamkannya seseorang membaca Al Qur’an dengan
bahasa selain
Arab.26 Manusia adalah hasil binaan lingkungan yang melingkupinya. Bila pada zamannya Tjokroaminoto dianggap sebagai “Ratu Adil” atau “Imam Mahdi Jawa”, tidaklah sulit
untuk dapat memahami bagaimana sosok
kehidupan masyarakat Muslim yang membentuk dirinya.
Sementara itu,
24
Lihat Al Zakashi, Al Burhan fi ‘Ulum al Qur’an, hlm. 276. Lihat Al Zarqaniy, Manahil al ‘Irfan, hlm. 379-380. Ulama-ulama yang mengatakan tulisan ‘Ustmaniy sebagai tauqifiy berpandangan, bahwa penulisan huruf waw, alif atau ya yang terdapat di dalam Al Qur’an pun tidak boleh menyalahinya. (Lihat Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. Dr. T. M., Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an/Tafsir, hlm. 109-110) 26 Al Zarkasyi, Al Imam Badr al Din Muhammad Ibn Abdullh, Al Burhan fi ‘Ulum al Qur’an, jilid I, hlm. 380. 25
37
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 di pihak lain, arus informasi, proses
intelektualisasi dan modernisasi
bernafaskan Islam berjalan begitu cepat.27 Tak aneh bila, misalnya, sebagaimana dikemukakan Dawam Rahardjo, buku Islam dan Socialisme Tjokroaminoto tidak berhasil mengajak golongan terpelajar Muslim baik yang bergabung dalam Jong Islamiten Bond maupun dalam Studenten Islam Studi Club seperti M. Natsir, Mohamad Roem, Syamsu Rizal dan kawan-kawan (Rahardjo, 1993). Mereka yang lahir dari dua organisasi ini tidak tertarik “mengadopsi” Sosialisme untuk dipertemukan dengan Islam. Dalam konteks Al Qur’an, Sosialisme maupun Kapitalisme sama saja. Kedua ideologi itu menurut Dawam Rahardjo, merupakan bentuk penyembahan selain Allah. Sosialisme, sama seperti Kapitalisme dalam pandangan Islam tidak lebih dari taghut (tirani) yang menguasai cara berfikir manusia melalui perumusan ideologi. Dawam lalu menyebut ayat yang berbunyi: 28
??? ??????????O????????O ????T???a ???????
“Dan sebagian manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu. Mereka mencintainya seperti mereka mencintai Allah”. Sikap di atas sangat bertolak belakang dengan sikap orang-orang yang beriman.
Allah menggambarkan sikap
mereka dalam potongan akhir
ayat yang sama: ???? ? G??????? ???????????????? ???????????? ??S?????????????? ? ????????? ????? 29 “Dan orang-orang yang beriman, mereka sangat cinta kepada Allah. Jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari akhirat) bahwa semua kekuatan itu kepunyaan Allah dan bahwa siksaan Allah sangat berat (niscaya mereka menyesal)”.
27 Pada dua dasawasa pertama abad ke 20, di Indonesia tidak mudah ditemukan tokoh yang mempunyai kwalifikasi pemahaman Islam yang baik (‘alim) dan memahami masalah-masalah dunia seperti politik, ekonomi dan lain-lain. 28 Al Qur’an, Al Baqarah 2:165. 29 Al Qur’an, Al Baqarah 2:165.
38
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme Setelah generasi Tjokroaminoto, hubungan ideologi Sosialisme dengan Islam tidak lagi mendapatkan tempat dalam pembicaraan tingkat atas
pelaku-pelaku
politik
di
Indonesia.
Tidak
ada
tokoh
yang
mempersoalkan apakah hubungan keduanya itu sebagai musuh, atau kawan, ataukah Sosialisme itu telah “dikawinkan” dengan Islam walaupun --misalnya-- secara haram?. Semua itu luput dari perbincangan dan percaturan politik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.
Pendekar
Cendekiawan Nurcholis Madjid (1987) dalam bukunya berjudul Islam Kemodernan dan Keindonesiaan malah memandang bahwa pada waktu itu banyak orang melihat pelaksanaan Sosialisme di Indonesia merupakan kemestian yang tidak dapat dihindari. Persoalan ideologi Sosialisme seolah terhijab oleh tingkah laku Partai Komunis Indonesia yang agresif, dan semua pandangan tertuju ke arah musuh berat Islam itu. Sosialisme terus menanam benihnya di setiap sel pergerakan Indonesia dan akhirnya berhasil mencatatkan legalitasnya di dalam konstitusi Republik Indonesia.
Sebelum pemilihan umum tahun 1955
ideologi ini secara resmi diperjuangkan oleh PKI, PSI, MURBA dan Partai Buruh.30 “Seluruh pekerjaan P.K.I. didasarkan atas teori-teori Marx, Engels, Lenin, Stalin dan Fikiran Mao Tse Tung serta Koreksi Besar Muso. P.K.I. berjuang melawan tiap fikiran yang tidak kritis, melawan dogmatisme dan empirisme. Dengan berdasarkan materialisme histori Marx, P.K.I. menerima secara kritis peninggalanpeninggalan sejarah Indonesia maupun luar negeri dan menentang pandangan dunia idealisme atau materialisme mekanik”(Kementrian Penerangan Republik Indonesia, 1954). Dalam Peraturan Dasar Partai Sosialis Indonesia (PSI) Pasal 1 mengenai Azas dan tujuannya, disebutkan bahwa:
“Partai Sosialis
Indonesia berdasarkan faham sosialisme yang didasarkan pada ajaran ilmu pengetahuan Marx-Engels menuju masyarakat sosialis berdasarkan
30
Partai ACOMA juga memperjuangkan Sosialisme di Konstituante Adnan Buyung, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, hlm. 32-33).
(Lihat Nasution,
39
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 kerakyatan”. Partai Murba walaupun hanya menyebut anti Fasisme, Imperialisme
dan
Kapitalisme,
ia
merupakan
partai
yang
giat
memperjuangkan Sosialisme. Pasal 3 Anggaran Dasar Partai Buruh menyebut dirinya berasaskan faham demokrasi dan menjalankan perjuangannya menuju masyarakat sosialis (Kementrian Penerangan Republik Indonesia, 1954). Partai yang memperjuangkan ideologi Sosialisme tidak terbatas pada partai yang mencantumkan
ideologi itu di dalam Anggaran
Dasarnya saja. Ada partai lain yang memperjuangkan tercapainya tujuan Sosialisme, misalnya partai politik Persatuan Rakyat Marhaen (PERMAI) (Kementrian
Penerangan
Republik
Indonesia,
1954).
Dalam
hubungannya dengan perjuangan Sosialisme di Indonesia, partai-partai di negara ini dapat diklasifikasi menjadi beberapa kategori. Pertama, partai yang mendasarkan perjuangannya Sosialisme.
untuk mencapai tujuan ideologi
PNI, PKI, PSI, Murba, Acoma dan Partai Buruh berada
dalam kategori ini. Kedua, partai yang tidak mendasarkan perjuangannya kepada ideologi Sosialisme tetapi membantu atau pernah membantu diamalkannya ajaran Sosialisme. klasifikasi ini (Noer, 1995).
31
Partai Islam NU, PSII termasuk
Ketiga, partai yang oleh karena kepentingan
perjuangan tertentu maka bekerjasama dengan partai yang berdasarkan Sosialisme. Partai Islam Masyumi pernah menempatkan dirinya pada posisi
kategori
ketiga
ini
(Rosidi,
1986).32
Melihat
demikian
berpengaruhnya Sosialisme di dalam kehidupan politik di Indonesia sebelum maupun sesudah kemerdekaan, rasanya tidak salah bila 31 Dengan tidak menafikan adanya pertimbangan tertentu yang diambil oleh para pemimpin NU dan PSII, bergabungnya kedua partai Islam ini ke dalam Kabinet “Gotong Royong” sesungguhnya secara langsung atau tidak langung merupakan dukungan yang sangat berarti bagi gagasan Sosialisme Sukarno yang dinamakan “Sosialisme Indonesia”. (Tentang “Sosialisme Indonesia” lihat Soepardo, Mr., et al., Manusia dan Masyarakat baru Indonesia (Civics), hlm. 393). Menteri Wahib Wahab dari NU mengatakan bahwa kembali ke Undang-undang Dasar 1945 merupakan hijrah dari Liberalisme kepada sistem Sosialisme. (Lihat Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, hlm. 405). 32 Beberapa tokoh penting Masyumi pernah bekerjasama dengan tokoh-tokoh Partai Sosialis Indonesia dalam apa yang dinamakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia. (Lihat Ajip Rosidi, Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepada Allah SWT., Inti Idayu Press, Jakarta, 1986, hlm. 198-210)
40
Kamaluddin Marzuki Perilaku Tokoh Islam “Bersama” Sosialisme dikatakan Sosialismelah pemenang sebenarnya dalam percaturan politik di Indonesia.33 Tjokroaminoto, dengan menggunakan ayat-ayat Al Qur’an, termasuk tokoh yang menanam “jasa”menuju ke arah itu. DAFTAR PUSTAKA Djailani, Abdul Qadir. 1994. Sekitar Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Media Da’wah. Hatta, Mohammad. 1992. Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan. Peny. Sri Edi Swarsono dan Fauzie Ridjal. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Kahin, George Mc Turnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Terj. Nin Bakdi Soemanto. Jakarta: Sebelas Maret Unievrsity & Pustaka Sinar Harapan. Kementrian Penerangan Republik Indonesia. Kepartaian dan Parlementaria Indonesia. Jakarta. Korver, A.P.E. 1985. Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Jakarta: Grafiti. Madjid, Nurcholish. 1987. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan. Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren “Al Munawwir” Krapyak. Noer, Deliar. 1995. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: Penerbit LP3ES. Rahardjo, Dawam, 1993. Intelektual Inteligensia dan Perilaku Politik Bangsa. Bandung: Penerbit Mizan.
33 Pada masa Orde Lama (zaman Soekarno), konsep “Sosialisme Indonesia” dipasarkan secara besar-besaran. Sosialisme Indonesia bertujuan mengakhiri dan melenyapkan segala benderitaan rakyat lahir maupun batin, memberikan ni’mat rohaniah dan badaniah dengan menciptakan tata masyarakat Indonesia dalam wadah negara Indonesia yang bercirikan: a) merdeka, bersatu dan berdaulat, b) adil dan makmur, c) rakyat berkehidupan kebangsaan yang bebas, d) membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, e) memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, f) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, g) kemerdekaan Kebangsaannya disusun dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, h) terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Lihat Soepardo, Mr., et al., Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civics), hlm. 392-404).
41
Jurnal Universitas Paramadina, Vol.1, No.1, September 2001: 21-41 Smith, Donald Eugene. 1985. Agama dan Modernisasi Politik. Terj. Drs. Machnun Husein. Jakarta: Rajawali. Tjokroaminoto, H.O.S. 1950. Islam dan Socialisme. Jakarta: Bulan Bintang.
42