Perencanaan Pembangunan Web Conferencing sebagai Sarana Menciptakan Collaborative Environment pada Organisasi Pembelajar (Studi Kasus Yayasan Pendidikan Telkom) 1
Shaufiah,ST, 1
1
2
Prof. Dr. Ir. Jann Hidajat Tjakraatmadja
Mahasiswa S2 CIO STEI ITB, 2SBM ITB
ufi@stttelkom. ac.id,
[email protected] Abstraksi
Dalam sebuah organisasi modern, salah satu fitur yang harus ada pada dirinya adalah orang-orang yang berada di bawahnya dapat berkolaborasi dalam bekerja. Hal ini disadari benar oleh Yayasan Pendidikan Telkom (YPT)sebuah yayasan di bidang pendidikan dan pelatihan yang membawahi beberapa lembaga pendidikan seperti Institut Teknologi Telkom, STMB Telkom, Politeknik Telkom serta unit usaha diantaranya Radio Zora, dan Radio K-Lite. Untuk dapat mencapai fitur tersebut pastinya diperlukan lingkungan pendukung terciptanya budaya kolaborasi tersebut atau istilah lainnya collaborative environment. Namun, bagaimana cara agar collaborative environment tersebut bisa terwujud? Salah satu cara bagaimana mewujudkan collaborative environment dalam organisasi adalah dengan melalui teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Salah satu pemanfaatan TIK yang diajukan dalam tulisan ini adalah web conferencing. Web conferencing merupakan teknologi komunikasi dan kolaborasi yang digunakan untuk melakukan pertemuan atau presentasi langsung melalui internet,. Dengan web conferencing ini setiap partisipan tidak perlu berada dalam tempat yang sama, cukup berada di depan komputer masing-masing yang terhubung ke internet. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai organisasi pembelajar, collaborative environment dan faktor-faktor pendukungnya, kajian teknis web conferencing dan perancangannya serta pemanfaatannya. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi landasan pengimplementasian web conferencing pada Yayasan Pendidikan Telkom sehingga bisa mencapai cita-cita sebagai organisasi pembelajar.
Kata Kunci : web conferencing, organisasi pembelajar,collaborative environment 1.
Pendahuluan
Yayasan Pendidikan Telkom (YPT) adalah sebuah yayasan yang didirikan oleh PT. Telkom dan berlokasi di Jl. Hegar Manah No. 71 Bandung. YPT ini merupakan organisasi yang memiliki visi “To Become a Role Model of Excellent Foundation of ICTM Education and Training in Indonesia”. YPT membawahi beberapa institusi pendidikan dan training serta radio. Institusi yang berada di bawah YPT Group ini antara lain: • Institut Teknologi Telkom (dahulu STT Telkom) • STMB Telkom (sedang menuju Institut Teknologi Manajemen Bisnis Telkom) • Telkom Professional Development Center • Radio K-Lite FM • Dan Radio Zora FM Kelima institusi ini terletak pada lokasi yang berbeda, dan walaupun berdiri sendiri-sendiri pada prakteknya banyak kegiatan yang harus dilaksanakan secara
bersama-sama seperti misalnya Seleksi Mahasiswa Baru Bersama (SMBB). Hal ini tentu saja membutuhkan suatu media komunikasi dan pertukaran informasi yang dapat menjembatani kerjasama tersebut. YPT sebagai pucuk pimpinan dari kelima institusi tersebut, tentunya menjadi pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kebutuhan tersebut, terlebih lagi tujuan dari visi YPT tersebut tidak akan bisa terwujud seandainya kelima institusi tersebut tidak bahu membahu mewujudkannya. Untuk itu YPT sadar benar dengan tuntutan bahwa dalam sebuah organisasi modern, salah satu fitur yang harus ada pada dirinya adalah orang-orang yang berada di bawahnya dapat berkolaborasi dalam bekerja. Namun, hal ini tentu harus dibarengi dengan pengetahuan terlebih dahulu mengenai apa itu kolaborasi dan lingkungan yang mendukungnya serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Oleh karenanya dalam tulisan ini akan dibahas mengenai hal tersebut sehingga YPT bisa mewujudkan visinya
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
sekaligus bisa menjadikan dirinya sebagai organisasi pembelajar. 1.1 Organisasi Pembelajar Organisasi pembelajar adalah mengacu kepada kemampuan organisasi untuk belajar dari pengalaman sebelumnya (DiBella, 1995)[1]. Untuk membangun sebuah organisasi pembelajar maka harus menangani tiga isu kritikal: (1) meaning (menentukan visi akan menjadi seperti apa organisasi pembelajar nantinya); (2) management (menentukan bagaimana perusahaan/ firma bekerja); dan (3) measurement (penentuan penilaian dan level pembelajaran). Menurut Garvin (1993) sebuah organisasi pembelajar adalah yang melakukan lima aktivitas berikut dengan baik seperti: pemecahan masalah secara sistematis, ekperimentasi kreatif, belajar dari pengalaman sebelumnya, belajar dari best practise lainnya, dan pentransferan knowledge secara cepat dan efisien melalui organisasi. Organisasi pembelajar adalah sebuah kumpulan individu, tim, proses organisasi dan skill untuk menciptakan knowledge baru ( misalnya peningkatan kerja, improvisasi, proses dan inovasi produk) pada semua level dan unit di organisasi dan untuk sharing atau transfer knowledge di organisasi kepada yang membutuhkannya[4]. Organisasi pembelajar ini telah coba dimodelkan oleh beberapa pakar, salah satunya adalah model yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Jann Hidajat Tjakraatmaja yang disebut sebagai House of Learning Organization- Jann Model. Model ini terdiri dari beberapa unsur pembangun yang bisa dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. House of Learning Organization - Jann Model[4]
Unsur-unsur pembangun organisasi pembelajar menurut model Jann adalah: 1.
Learning “foundation” = learning habitat: a. Iklim Kepercayaan
2. 3.
4.
5.
Maksudnya disini harus ada iklim saling percaya dalam proses pertukaran informasi. Saling percaya ini memiliki indikator: 9 Pemeliharaan kepercayaan yang baik, yang tumbuh dari saling percaya dan empati. 9 Terpelihara dengan baiknya persahabatan dan komunikasi yang tulus yang tumbuh dari kepercayaan dan posisi adaptif. 9 Kemampuan menyelesaikan konflik, yang tumbuh dari kemampuan untuk berbagi beliefs dan pemikiran. 9 Terpelihara dengan baiknya keterbukaan etika, yang tumbuh dari kemauan untuk menerima sugesti dan kritik etika b. Learning culture yaitu nilai atau beliefs atau kebiasaan kerja harian, yang menekankan perilaku dan persepsi karyawan dalam transformasi atau transfer dan kombinasi antara anggota organisasi atau dengan rekan organisasi. Learning culture ini memiliki indikator: 9 Spirit untuk sharing knowledge, yang tumbuh dari kebiasaan untuk sharing knowledge. 9 Sikap menghormati kustomer, yang tumbuh dari memperhatikan customer dankaryawan lainnya. 9 Toleransi terhadap kesalahan dan opinion yang berbeda, yang tumbuh dari keyakinan bahwa perbedaan dan kesalahan yang tidak disengaja adalah sifat manusia, yang akan menghasilkan pengalaman yang bisa menjadi sumber pengetahuan, kreativitas dan inovasi. 9 Semangat untuk terus belajar, yang tumbuh dari keyakinan bahwa pengetahuan berkembang dengan cepat dan bisa dikuasai seandainya kita memiliki kebiasaan untuk beajar secara kontinu. Learning enabler = leadership: Learning “first pillars” = knowledge workers yang berhubungan dengan bagaimana mind set dan kebiasaan dari karyawan. Learning “second pillar” = learning facilities: a. Learning system Learning system ini dapat dibuat dengan memanfaatkan teknologi informasi Learning “roof” = learning disciplines: a. Personal mastery
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
b. c. d. e. 2.
Shared vision Mental model Systems thinking: Team learning
Collaborative Environment
Untuk menciptakan organisasi pembelajar sangat erat kaitannya dengan masalah budaya. Dalam organisasi pastilah terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beranekaragam. Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebutlah yang akan membentuk budaya organisasi. Sehingga secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai kesatuan dari orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai yang sama. Budaya ini memiliki peran yang makin penting dalam mempengaruhi perilaku karyawan di tempat kerja. Dalam mempelajari budaya karyawan dapat melakukannya melalui berbagai cara dan sumber seperti: cerita, ritual, lambang materi dan bahasa. Sedangkan awalnya terbentuk atau terciptanya budaya terjadi dalam 3(tiga) cara : 1.
2. 3.
Para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka gunakan Mengindoktrinasi dan mensosialisasikan cara berpikir mereka (pendiri) Perilaku pendiri menjadi model yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka, kemudian menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi mereka.
Sesuai dengan Model Jann mengenai Organisasi Pembelajar maka, learning habitat merupakan sebuah pondasi yang harus dipenuhi, salah satu aspek yang menunjukkan learning habitat ini adalah collaborative environment. Namun, dalam prakteknya ada hambatan yang menyebabkan budaya kolaborasi itu tidak tercapai, hal ini disebutkan oleh Hansen dan Nohria (2004) yakni: •
Ketidakmauan untuk mencari input dan belajar dari orang lain
•
Ketidakmampuan untuk mencari keahlian
•
Ketidakmauan untuk menolong
•
Ketidakmampuan untuk bekerjasama dan transfer pengetahuan Khusus untuk alasan orang-orang tidak mau berbagi knowledge menurut Vaas 1999 adalah:
3.
o
Ingin berbagi, namun tidak punya yang cukup untuk melakukannya
o
Tidak memiliki kemampuan dalam teknik knowledge management
o
Tidak mengerti knowledge management dan keuntungannya
o
Kekurangan teknologi yang sesuai
o
Tidak ada komitmen dari senior manager
o
Tidak ada dana untuk knowledge management
o
Kegagalan budaya untuk mendukung knowledge sharing
Collaboration Services
Interaksi antara satu orang dengan orang lainnya bisa saja memiliki bentuk yang berbeda. Bentuk interaksi ini jika dibedakan akan menjadi tiga kategori, yakni : •
Proses percakapan, dimana orang-orang menggunakan pertukaran informasi sebagai alat utam untuk berinteraksi
•
Transaksi berdasarkan interaksi dimana orang-orang secara bersama-sama menyelesaikan transaksi seperti pengambilan keputusan.
•
Interaksi antara orang –orang yang disebut kolaborasi dimana orang-orang tersebut bersama-sama berusaha mencapai tujuan yang sama.
Dalam lingkungan organisasi, interaksi adalah hal yang sangat penting dan kebutuhan akan komunikasi yang efektif akan menjadi besar yani bagaimana kolaborasi antara orang-orang akan terbentuk guna menghasilkan kerja yang baik dan optimal, terlebih ketika mereka berada pada wilayah geografis yang berbeda. Oleh karenanya diperlukanlah sebuah inovasi cara agar dapat membawa suasana kolaborasi yang efektif dengan memanfaatkan teknlogi baru. Cara tersbut dikenal dengan collaboration services yakni computer –based tools yang memfasilitasi anggota organsasi dan rekan kerjanya untuk berkerja bersama-sama serta berbagi informasi. Collaboration services ini terbagi menjadi dua kategori [6]: •
Communication Tools, terdiri dari aplikasi seperti e-mail, tools web conferencing, VoIP dan Instant Messanging
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
•
Groupware – tools degan fitur seperti basis data dan file sharing, manajemen proyek, forum diskusi dan lain-lain.
Pada tulisan ini yang akan lebih dibahas adalah communication tools yaitu web conferencing. 3.1 Web Conferencing Web conferencing merupakan teknologi komunikasi dan kolaborasi yang digunakan untuk melakukan pertemuan atau presentasi langsung melalui internet,. Dengan web conferencing ini setiap partisipan tidak perlu berada dalam tempat yang sama, cukup berada di depan komputer masing-masing yang terhubung ke internet.
3.
Web video
4.
Recording
Aspek yang harus diperhatikan untuk web conferencing adalah: •
Penggunaanya haruslah mudah baik dari segi instalasi, pemeliharaan , dan keperluan training yang sedikit
•
Interoperability yang bagus dimana diperlukan
•
Relibialitas dari system sehingga bisa menjamin stabilitas selama penggunaan
•
Keamanan, dimana diperlukannya jaminan kerahasiaan informasi yang dipertukarkan dari pihak-pihak yang tidak berhak
3.2 Perancangan Web Conferencing pada Yayasan Pendidikan Telkom Dalam perancangan web conferencing pada YPT ini mengacu pada tools web conferencing komersial yang sudah ada, dengan penyesuaian tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi infrastruktur eksisting di lingkungan YPT. 3.2.1
Spesifikasi Kebutuhan Perangkat Lunak
Teknologi Web conferencing yang akan dibangun harus memuat fitur dan tools sebagai berikut: 1.
2.
White board
Slide show
fasilitas yang memungkinkan untuk menggambar diagram dan menjelaskan lebih lanjut mengenai presentasi dan dokumen Menyediakan slide shows untuk mengarahkan perhatian audiens selama presentasi. Slide
5. Application Sharing
6.
Polling
7. Instant Messaging (IM) and Chat and text delivery
presentasi bisa di Download and dan disimpan secara local di komputer masingmasing. Mengirim real-time webcam video stream ke conference . Sehingga diharapkan audiens merasa berkomunikasi seolah-olah pada ruang yang sama. Merekam data dan audio saat conference dalam satu arsip, menyimpannya sehingga bisa dilihat di lain kesempatan. Sharing satu aplikasi saja atau keseluruhan yang ada di desktop. Kolaborasi dokumen, spreadsheet atau informasi lainnya secara real-time. Untuk memfasilitasi polling seandainya perlu diadakan dalam coference tersebut Untuk memfasilitasi diskusi lewat teks
Pertukaran informasi, presentasi dan diskusi kelompok selama Web conference online bisa menjadi hal yang sensitif bagi organisasi dan peserta web conference itu sendiri, oleh karenanya ada beberapa hal yang harus tercakup pada fitur tambahan khususnya yang berkaitan dengan manajemen conference pada sistem web conferencing ini yaitu: •
Registrasi – tujuannya tidak lain adalah untuk memastikan partisipan yang tepat memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam conference . Informasi yang diberikan pada saat awal adalah alamat URL Web, dan ID/password untuk mengakses ke Web conference .
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
•
•
•
•
a.
Verifikasi daftar undangan untuk memastikan kebenaran dan up-todate (audiens sesuai dengan yang direncanakan)
b.
Menggunakan secure email (Secure Socket Layer, SSL) untuk mengirim informasi dan konfirmasi dengan fitur “DO NOT FORWARD” yang diaktifkan
Konfirmasi – saat partisipan telah mengkonfirmasi kehadiran maka harus ada konfirmasi registrasi kehadiran mereka melalui email. Transmisi Conference – untuk menghindari resiko presentsi dan dokumen terhenti saat transmisi melalui internet, maka sebaiknya digunakan protocol Secure Socket Layer (SSL) untuk mengenkripsi konten saat dikirimkan pada partisipan dan perangkat host client/server. Identifikasi Conference – ketika conference dimulai, moderator harus dapat mengidentifikasi semua partisipan dan memverifikasi apakah mereka benar-benar berhak ikut dalam pertemuan. a.
Semua partisipan diberikan PIN (personal identification number) yang unik dan mengisi daftar hadir elektronik tanda keikutsertaan dalam conference .
b.
Terdapat fasilitas untuk memutuskan keikutsertaan audiens yang tidak berhak.
Teknisi Web Conference – ketika conference akan dilaksanakan dan
berlangsung harus ada orang yang sudah terlatih dan familiar dengan sistem Web Conference yang mempersiapkan mulai dari proses startup, transmisi sampai shutdown. Hal ini untuk menghindari gangguan terhadap jalannya conference seandainya terjadi permasalahan teknis. 3.2.2 Spesifikasi Kebutuhan Implementasi Untuk dapat mengimplementasikan system web conferencing ini maka perangkat dan fasilitas yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: • • • • • • •
web server komputer/ laptop untuk host headset (atau speaker dan microphone) web camera web browser akses internet yang cukup cepat LAN
3.3 Arsitektur Web Conferencing Berikut adalah gambaran arsitektur web conferencing pada lingkungan YPT, dengan perangkat yang sudah disebutkan sebelumnya, partisipan diharapkan mengikuti instruksi yang disediakan meeting organizer untuk terhubung ke alamat web conferencing. Kemudian partisipan harus login dan diotentifikasi, jika berhasil maka user akan melihat fitur yang ada pada system web conference dan selanjutnya user dapat mengikuti presentasi dan berinteraksi dengan partisipan lainnya yang sudah tergabung pula. Untuk jalannya conference terdapat seorang administrator yang akan melakukan setup, mengawasi transmisi sampai shutdown conference.
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
http/ https
Gambar 2. Arsitektur Web Conferencing YPT 3.4 Pemanfaatan Web Conferencing Pembangunan Web conferencing bagi Yayasan Pendidikan Telkom dapat dimanfaatkan untuk hal sebagai berikut: •
Meningkatkan partisipasi individu yang tidak dapat hadir secara langsung dalam aktivitas di YPT
•
Meningkatkan produktifitas dan kualitas kerja saat individu bisa secara virtual mengikuti rapat walaupun secara fisik tidak memungkinkan Memberikan cara yang efektif dalam biaya dan fleksibel melalui pertemuan virtual di Internet sehingga biaya perjalanan, waktu dan tenaga dapat dihemat Memberikan fasilitas untuk karyawan untuk dapat menyalurkan ide, gagasan, dan pemikiran secara online Sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi kebijakan alternatif yang mudah dan cepat, karena seluruh karyawan cukup berada pada komputer masing-masing. Pengoptimalan fasilitas internet yang sudah ada pada lingkungan YPT Dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana pengajaran tambahan bagi dosen dan mahasiswa
•
• •
• •
•
Dapat mendukung suasana kolaborasi antar lembaga yang berada di bawah YPT seperti IT Telkom, STMB Telkom, Politeknik Telkom, Radio Zora dan K-Lite FM
4. Kesimpulan Web conferencing merupakan sebuah cara baru dalam menciptakan kerja bersama antara orang-orang dalam suatu organisasi dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Namun, yang terpenting dalam implementasi web conferencing ini adalah bagaimana ia bisa menjadi sebuah enabler bagi terciptanya budaya kolaborasi yang sebelumnya mungkin telah coba ditanamkan oleh para pemimpin dan anggota di dalam organisasi tersebut. Jika dikaitkan dengan konteks organisasi pembelajar maka web conferencing ini merupakan sebuah fasilitas pembelajaran yang bisa dimanfaatkan sehingga organisasi bisa mewujudkan dirinya sebagai organisasi pembelajar. Tentu saja untuk lebih mengoptimalkan peran dari web conferencing ini diperlukan training penggunaannya sehingga tidak ada lagi hambatan untuk tidak mau menggunakannya sebagai media komunikasidan pertukaran informasi. REFERENSI [1] Efraim Turban, Ephraim McLean and James Wetherbe, “Information Technology for Management Transforming Business In The
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
Digital Economy”, 3rd edition, John Wiley & Sons, 2002 [2] http://en.wikipedia.org/wiki/Web_conferencing, tanggal akses 15 Maret 2008 [3] Ivancevich Matteson, ”Organizational Behavior and Management”, 7th edition, McGraw-Hill Irwin, 2002 [4] Jann Hidajat Tjakraatmaja, “Learning Organization and Knowledge Management”, SBM ITB, 2008 [5] Marina Yustiana Lubis, “Slide Kuliah Perilaku Organisasi”, Dept. Teknik Industri STT Telkom, 2007 [6] Schubert Foo, Ravi Sharma and Alton Chua, “Knowledge Management Tools and Technique”, 2nd edition, Prentice Hall, 2007 [7] Stephen P.Robbins, ”Organizational Behavior”, 9th edition, Prentice Hall International, 2001
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta