PEREMPUAN DAN MASJID PERSPEKTIF GENDER Oleh: Ceceng Salamudin (Dosen STAI Musaddadiyah Garut) E-mail:
[email protected]. “Why had God created me a girl not a bird flying in the air like that pigeon?”1
Abstrak Al-Qur‟an dan Hadits hadir di tengah-tengah masyarakat yang tidak bebas nilai. Dengan demikian, keduanya berinteraksi dan berdialog dengan nilai masyarakat tersebut. Dalam proses interaksi dan dialog, ada nilai yang tidak murni Islami tetapi “diserap” oleh para penafsir al-Qur‟an atau para penyampai Hadits dan dianggap sebagai nilai al-Qur‟an. Nilai-nilai tersebut bisa datang dari agama-agama sebelum Islam lahir, seperti Yahudi, Nasrani, atau Zoroaster atau kepercayaan-kepercayan lain pra Islam seperti tradisi Mediterania Persia. Salah satu nilai ini berkaitan dengan posisi perempuan dalam kehidupan. Banyak perlakukan terhadap perempuan yang dianggap tidak sesuai dengan kedua sumber ajaran tersebut sehingga diperlukan studi yang mendalam dan bertanggung jawab untuk membongkar ideologi-ideologi yang mendasarinya. Analisis gender adalah “pisau” analisis yang digunakan dalam studi tersebut. Ia selalu terkait dengan teks, konteks, dan wacana yang menjadi bagian dalam studi tentang perempuan. Dalam analisis gender, pengetahuan dianggap selalu berpihak pada laki-laki dan merugikan perempuan. Oleh karena itu, “perlawanan” terhadap pengetahuan tersebut, mutlak diperlukan. Dalam tulisan ini, yang menjadi objek analisis gender adalah relasi antara perempuan (sebagai makhluk Allah yang setara dengan laki-laki) dengan masjid (sebagai tempat pengabdian kepada Allah). Masjid yang semestinya menjadi tempat yang bebas “diakses” oleh umat Islam tanpa membeda-bedakan jenis kelamin malah lebih banyak dikuasai oleh laki-laki. Artinya, ada pengetahuan yang mengatur relasi antara perempuan dengan masjid yang merugikan perempuan. Setelah kajian dilakukan, maka ditemukan bahwa al-Qur‟an tidak memuat konsep yang “mengeluarkan” perempuan dari masjid, sementara Hadits memuat dua hal yang saling bertentangan. Hal pertama adalah Hadits tidak membatasi apalagi melarang perempuan untuk mengakses masjid. Hal kedua sebaliknya, Hadits membatasi bahkan melarang perempuan untuk mengakses masjid. Hadits kategori pertama mempunyai landasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan, sebaliknya Hadits ketegori kedua tidak mempunyai landasan yang jelas, dan dengan demikian tidak bisa dipertanggungjawabkan. “Mengapa Tuhan menciptakanku sebagai seorang anak gadis bukan seekor burung yang sedang terbang di udara seperti merpati itu”. Ini merupakan salah satu ungkapan kritik dari seorang perempuan Mesir yang bernama el-Saadawi terhadap kenyataan perempuan di negaranya yang kerap diperlukan diksriminatif. Dalam tulisan tersebut, seolah-olah perempuan dalam buku ini lebih memilih menjadi seekor burung yang bebas terbang di langit daripada menjadi seorang anak gadis yang banyak terkekang oleh lingkungan sekitarnya. Nawal el-Saadawi, Mudhakkirât Tabîbah, terj. Catherine Cobham, Memoirs of A woman Doctor, (San Francisco: City Lights Bookstore, 1989), hlm. 11. 1
1
Berdasarkan hal ini, maka perempuan sebagaimana laki-laki berhak untuk mengakses masjid.
Kata kunci: Perempuan, masjid, dan analisis gender
Qur‟an bisa bernilai jika seseorang
PENDAHULUAN sumber
menafsirkannya dan seorang penafsir
rujukan bagi kehidupan umat Islam.
tidak pernah bebas nilai tapi ia selalu
Sebagai sumber rujukan yang paling
membawa nilai dalam menafsirkan
Al-Qur‟an
adalah
hadir
teks tersebut. Dengan demikian, nilai
dalam ruang “hampa”, tapi ia (al-
sebuah teks tergantung pada siapa
Qur‟an) diturunkan pada masyarakat
yang
Arab yang sudah memegang dan
dengan ini, Barthes (seorang tokoh
mempraktekan tradisi dan sistem
semiotika
budaya yang mereka anut. Dengan
menyatakan
demikian, al-Qur‟an lahir dalam
menjadi kepemilikan “sepenuhnya”
masyarakat yang tidak bebas nilai.2
si pembaca karena si pengarangnya
otoritatif,
al-Qur‟an
tidak
menafsirkannya.
Sejalan
postmodernisme) bahwa
sebuah
teks
Thalib
sendiri sudah “mati” (The author is
menyatakan bahwa „Al-Qur‟an ini
dead). Ini mengisyaratkan bahwa
adalah teks-teks di antara dua pinggir
walaupun sebuah teks mempunyai
bingkai (mushaf), ia tidak bicara.
seorang
Yang berbicara sesungguhnya adalah
memberikan
orang (pembaca).‟3 (Kata Al-Qur‟an
karangannya),
dari penulis. Pada
mempunyai otoritas penuh untuk
Ali
ibn
Abi
sumber aslinya
pengarang
(orang
yang
nilai tapi
si
ditulis kata Alquran). Perkataan ini
menafsirkan teks tersebut.
menegaskan bahwa pada dasarnya
Al-Qur‟an
sangat
pada pembaca
berbeda
al-Qur‟an itu teks manifest yang
dengan
terdiri dari susunan kalimat. Al-
Qur‟an dilindungi oleh Yang Maha
teks-teks
selainnya.
Al-
Memiliki, yaitu Allah Swt. Dengan demikian, nilai-nilai al-Qur‟an sudah
2
Husein Muhammad, Ijtihad Kyai Husein: Upaya Membangun Keadilan Gender, (Jakarta: Rahima, 2011), cet. ke- 1, hlm. xviii-xix. 3 Ibid., hlm. xxx.
inherent memahami
2
di
dalamnya. nilai-nilai
Untuk tersebut,
seorang
pembaca
melakukan
dijadikan rujukan untuk memaknai
penafsiran atau pentakwilan sebagai
perempuan.
cara untuk mencoba memahami isi
bahwa
al-Qur‟an. Artinya, tafsir atau takwil
berbasis Hadits harus ditolak karena
merupakan
cara
kontradiksi
memahami
kandungan
untuk
mencoba
Wadud
berpendapat
pemaknaan
perempuan
dengan
historis
al-Qur‟an,
bertentangan
bukan benar-benar mewakili apa
pengetahuan
yang “dinginkan” oleh al-Qur‟an.
sementara Barlas lebih tegas lagi
Karena mencoba, belum tentu hasil
mengatakan bahwa “Hadits telah
penafsiran atau pentakwilan sesuai
diselewengkan, dipengaruhi faktor-
dengan apa yang “diinginkan” oleh
faktor politik, bertentangan dengan
Dengan
demikian,
al-Qur‟an.” Ia bahkan “menuduhnya
seorang penafsir atau pentakwil tidak
sebagai produk dari rahim kultur
bisa
mediterania
al-Qur‟an.
semena-mena
mengeluarkan
untuk
nilai-nilai
tersebut
dengan
dan
berbasis
yang
fondasi al-Qur‟an,
lebih
dipengaruhi budaya
banyak
Yahudi dan
karena bisa jadi hasil bacaannya
Kristen, dibandingkan budaya baru
tidak sesuai dengan hakikat al-
Islam
Qur‟an
Muhammad Saw.”4 Berbeda dengan
sebagai
petunjuk
bagi
kehidupan manusia. Tidak otoritas
dibawa
oleh
Nabi
keduanya, Fatima Mernisi melihat
seperti
Hadits
yang
bahwa
al-Qur‟an,
sebagai
sumber
hadits
“tidak
mungkin
ditinggalkan hanya karena alasan
rujukan kehidupan masih menjadi
otentisitas
perdebatan. Hal ini karena hadits
persoalan yang sesungguhnya telah
tidak mempunyai “jaminan mutu”
dibahas ulama hadits sejak awal.
Dengan
Sebaliknya, kajian dan pemaknaan
sebagaimana demikian,
al-Qur‟an. wajar
kalau
ada
ulang
dan
terhadap
validitas,
teks-teks
sebuah
hadits
sekelompok orang dalam hal-hal
dengan perspektif keadilan gender
tertentu tidak mengakui otoritasnya,
adalah sebuah keniscayaan, baik
sebagaimana yang ditunjukan oleh Amina Wadud dan Asma Barlas. Mereka
menolak
Hadits
4
Faqihuddin Abdul Kodir, La Tadhribû imâ Allah, (Yogyakarta: ISIF, 2010), hlm. 16.
yang
3
secara
diskursus
maupun
secara
Tulisan ini mengkaji tentang
5
kultural.”
relasi perempuan sebagai bagian dari
Berdasarkan kritik terhadap
umat Nabi dengan masjid sebagai
eksistensi hadis ini, maka otentisitas
tempat pengabdian diri kepada Allah
Hadits
yang
Swt. Tulisan ini didasarkan pada
menjadi perdebatan di kalangan umat
kenyataan bahwa hak perempuan
sehingga
untuk
menjadi
hal
persoalan
ini
menimbulkan
mengakses
masjid
telah
keraguan bagi para pengamal hadits
“dikebiri” dengan kuatnya pemikiran
yang kritis apakah hadits yang
keagamaan yang membatasi bahkan
diamalkan
melarang
tersebut
disandarkan
benar-benar
kepada
Muhammad
Saw.?
semangat, keperkasaan, dan keberanian. Menurut Fakhrudin al-Razi, keunggulannya adalah karena ilmu pengetahuannya lebih luas dan kemampuannya untuk melakukan kerja keras lebih prima. Menurut Ibnu Katsir, keunggulan laki-laki adalah karena ia memimpin perempuan. Menurut Muhammad Abduh, laki-laki diberikan kemampuan yang tidak diberikan kepada perempuan, termasuk kewajiban laki-laki memberi nafkah kepada perempuan. Menurut Muhammad Thâhir bin Asyûr, keunggulan laki-laki karena ia memberikan perlindungan dan pengamanan, bekerja, dan menghasilkan uang. Menurut al-Thabathaba‟i, keunggulannya karena ia diberikan potensi akal sehingga hal ini memunculkan sifat berani, kuat, dan mampu mengatasi berbagai kesulitan. Selain itu, tokoh-tokoh besar seperti Imam Malik ibn Anas, Imam Syafi‟I, Imam Ahmad ibn Hambal, dan alMawardi mengakui bahwa laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan karena laki-laki menjadi syarat bagi seseorang yang menjadi hakim. Husein Muhammad, Fikih Perempuan: Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: LKiS, 2009), cet. ke-5, hlm. 10-13. Lihat juga Muhammad, Ijtihad Kyai, hlm. 53-56.
Dengan
para pengkaji seperti kita meragukan hadits yang, secara kandungannya, banyak
merugikan
perempuan. Hal ini juga dipertegas dengan pernyataan bahwa pemikiranpemikiran keagamaan telah menjadi halangan
bagi
adanya
untuk
Nabi
demikian, sebuah kewajaran kalau
diasumsikan
perempuan
keadilan
gender dan menyebabkan perempuan selalu dirugikan.6
5
Ibid., hlm. 18. Sebagai contoh, dalam menafsirkan Q. S. al-Nisa [4]: 34, alZamakhsyari, Fakhrudin al-Razi, Ibnu Katsir, Muhammad Abduh, Muhammad Thahir bin Asyur, dan al-Thabathaba‟i sepakat bahwa laki-laki lebih unggul dibandingkan perempuan. Laki-laki menurut mereka mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh perempuan. baik dari sisi jasmani maupun rohani. Menurut al-Zamakhsyari, keunggulan laki-laki meliputi akal, ketegasan, 6
4
Untuk
wacana10 yang menjadi bagian dalam
penulis
komunikasi sehari-hari. Ketiga hal
gender
ini selalu terkait, bahkan wacana
terhadap penafsiran al-Qur‟an dan
dimaknai sebagai teks dan konteks
Hadits-Hadist
secara bersamaan dan ia (wacana)
mengakses
masjid.
membuktikan
hal
menggunakan
perempuan
ini,
analisis
yang menyebabkan “dikeluarkan”
dari
menggambarkan
masjid.
keduanya
suatu proses komunikasi. Berkenaan
ANALISIS
GENDER,
memandang
teks,
yang merugikan perempuan. Hal ini
gender
selalu
karena sebuah teks, menurut Aart
pengetahuan
sebagai
van Zoest (1991), “tak pernah lepas
sesuatu yang tidak netral tetapi selalu
dari
mengandung
kemampuan
merugikan
dengan
analisis gender akan membedah teks
TEKS,
KONTEKS, DAN WACANA Analisis
dalam
11
ideologi perempuan.
yang
ideologi
dan
untuk
memiliki
memanifulasi
pembaca ke arah suatu ideologi.”12
Dengan
demikian, analisis gender diperlukan seperti partisipan dalam bahasa, situasi tempat teks itu diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya.” (Kata tempat dari penulis. Di teks aslinya, tertulis kata di mana). Ibid. 10 Wacana menurut Roger Fowler (1977) adalah “komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman.”Ibid., hlm. 2. 11 Ibid. 12 Ideologi mempunyai dua pengertian yang bertolak belakang. “Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingankepentingan mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara
untuk membongkar ideologi-ideologi tersebut perempuan
dan dari
membebaskan ketidakadilan
gender.7 Dalam prakteknya, analisis gender mengkaji teks8, konteks9, dan
7
Kodir, La Tadhribû, hlm. 9. Teks adalah “semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya.” Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), cet. ke-1, hlm. 9. 9 “Konteks memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, 8
5
Analisis gender melihat teks sebagai representasi
dari
individu
Berkenaan dengan konteks,
atau
analisis
gender
melihat
konteks
masyarakat. Dengan demikian, kalau
sebagai sesuatu yang hidup dan
teks
perempuan,
berkembang dalam suatu proses
maka teks itu menjadi bagian dari
komunikasi. Terjadinya diskriminasi
representasi yang menggambarkan
perempuan
memarjinalkan
masyarakat yang patriarkal. tentang dengan
relasi
antara
masjid
13
dalam
suatu
sejarah
Teks
manusia merupakan perkembangan
perempuan
dari cara komunikasi laki-laki untuk
yang
banyak
menunjukan
merugikan perempuan menunjukan
“kekuasaannya”
dan
mempertahankan eksistensi dirinya.
bahwa masyarakat pada saat teks itu
Berkenaan dengan wacana,
lahir merupakan masyarakat yang
analisis gender merupakan bagian
merendahkan
baik
dari analisis wacana kritis (critical
perendahan yang bersifat kultural
discourse analysis)14 yang selalu
maupun
melihat
perempuan,
struktural
seperti
yang
wacana
sebagai
praktik
dilakukan oleh masyarakat Arab
ideologi.
Teun A. van Dijk
pada saat al-Qur‟an turun. Analisis
menjelaskan bahwa peran wacana
gender selalu “mencurigai” teks-teks yang
memaknai
perempuan,
14
Menurut Fairclough dan Wodak, analis wacana kritis (critical discourse analysis) melihat wacana sebagai praktik sosial yang menyebabkan: “Sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi: ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan” (Kata perempuan dari penulis. Teks aslinya ditulis dengan kata wanita). Lihat ibid., hlm. 7.
termasuk teks tentang relasi antara perempuan
dengan
masjid.
Ia
(analisis gender) akan “membedah” setiap teks dan mencari ideologiideologi yang merugikan perempuan dan menguntungkan laki-laki. memutarbalikan pemahaman orang mengenai realitas sosial.” Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Rosdakarya, 2001), cet. ke. 1, hlm. 60-61. 13 Eriyanto, Analisis Wacana, hlm. 222.
6
dalam
kerangka
ideologi
adalah
menunjukan
atau
untuk “mengatur masalah tindakan
ketaatan
kepatuhan
dan praktik individu atau anggota
Allah.16
dan
mendorong kepada
suatu kelompok. Ideologi membuat
Masjid penting yang pertama
anggota dari suatu kelompok akan
kali didirikan oleh Nabi Saw. adalah
bertindak dalam situasi yang sama,
masjid
dapat
menghubungkan
masalah
Madinah
Nabawi.
17
Masjid
atau ini
masjid berbentuk
mereka, dan memberikan kontribusi
persegi empat dengan dinding batu
dalam membentuk solidaritas dan
bata. Sebagai ciri arah kiblat (arah
kohesi di dalam kelompok.”
Bayt al-Maqdis), sebelah utara diberi atap. Ketika arah kiblat mengarah ke
MASJID DAN AKAR SEJARAH
Makkah, sebelah selatan pun diberi
ISLAM
atap
pula.18
Masjid
Nabawi
Kata “Masjid” terambil dari
digunakan oleh Rasulullah saw. dan
akar kata sujud yang artinya patuh,
para sahabatnya untuk menjalankan
taat, dan tunduk dengan penuh
ibadah dan mengembangkan nilai-
hormat. Meletakan dahi, lutut, kedua
nilai agama dan kemasyarakatan. Ia
telapak tangan, dan jari-jari kaki adalah
aktivitas
didasarkan tersebut. bangunan
pada Dari atau
lahiriyah
yang
16
Ibid., hlm. 247. Sebenarnya masjid pertama yang dibangun oleh Nabi adalah Masjid Quba‟, tetapi karena masjid ini jauh dari pusat kekuasaan Islam (Madinah), maka perannya kurang terlihat dalam memajukan umat Islam pada saat itu, sementara masjid Nabawi berada di Madinah sehingga perannya dalam memajukan Islam sangat terlihat. Dengan demikian, para ahli sejarah lebih banyak mengkaji masjid Nabawi dari pada masjid Quba sehingga seolah-olah masjid Nabawi menjadi masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi. 18 Harun Nasution, “Fungsi Masjid dalam Menunjang Pembangunan”, Syaiful Muzani (ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, (Bandung: Mizan, 1995), cet. ke- 1, hlm. 248. 17
makna-makna penjelasan tempat
ini, yang
digunakan untuk sujud, shalat, dan aktivitas-aktivitas lainnya
dinamakan
pengabdian masjid.15
Berdasarkan akar katanya ini, masjid bukan hanya tempat sujud atau shalat tapi tempat segala aktivitas yang
15
M. Quraish Shihab, Tafsir alMishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), vol. ke-5, cet. ke-3, hlm. 246-247.
7
(masjid) digunakan sebagai tempat beribadah
dan
lainnya.
Fungsi
penting
dan
pembinaan
Namun seiring waktu, setelah
aktivitas-aktivitas
Baginda
Nabi
meninggal
dunia,
masjid
sangat
masjid lebih diprioritaskan untuk
strategis
untuk
kaum Adam. Fungsi masjid pun telah
kepribadian
dan
kemasyarakatan.
19
dipersempit,
Pada saat itu,
yaitu
lebih
banyak
digunakan untuk aktivitas kamu
selain bisa diakses oleh laki-laki
Adam.
muslim, masjid juga bisa diakses
terpinggirkan
ke
oleh perempuan muslim. Perempuan
Mereka
bisa
muslim pada saat itu datang ke
mendatangi
masjid di antaranya untuk berjamaah
pada zaman Nabi.20 Atas nama
bersama-sama dengan kaum laki-
“perlindungan” terhadap kehormatan
laki. Mereka bebas keluar masjid.
perempuan, kaum hawa dilarang
Pada zaman Nabi tersebut,
Perempuan
banyak
tidak
masjid
beraktivitas
mulai
rumah-umah. bebas
lagi
sebagaimana
di
masjid.
perempuan mendapatkan kesempatan
Realitas ini terus diwariskan kepada
yang sama sebagaimana kaum laki-
umat sekarang ini sehingga pada saat
laki untuk menikmati pahala yang
ini kaum laki-laki lahir sebagai
melimpah yang Allah janjikan bagi
“penguasa” masjid. Mereka telah
orang-orang
mengatur kemerdekaan perempuan
yang
memakmurkan
masjid. Zaman Nabi ini merupakan
untuk beraktivitas di masjid.
zaman kehidupan yang ideal bagi
Konsekuensi
perempuan
untuk
melaksanakan
atau
ibadah di masjid.
larangan
ini
pembatasan di
antaranya
motivasi perempuan dalam aktivitas keagamaan menjadi kurang, apalagi
19
Kalau dirinci ada sepuluh fungsi masjid. Hal ini didasarkan pada fungsi Masjid Nabawi pada masa Nabi. yaitu sebagai tempat (1) shalat dan zikir, (2) pendidikan, (3) santunan sosial, (4) konsultasi dan komunikasi ekonomi, sosial, dan budaya, (5) latihan militer (6) pusat kesehatan (7) pengadilan dan penyelesaian sengketa, (8) pusat penerangan, (9) tahanan, (10) dan tempat penampungan. Shihab, Tafsir alMishbah, hlm. 247.
20
Pada masa Umar bin Khatab, hak-hak perempuan untuk mengakses masjid dibatasi. Ia mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang agak memarjinalkan perempuan. Ia pun di antaranya menganjurkan istrinya untuk tetap di rumah dan meminta perempuanperempuan untuk tidak beribadah di masjid-masjid. Lihat Syafiq Hasyim (Ed.), Kepemimpinan Perempuan dalam Islam, (Jakarta: JPPR, 1999), hlm. 8.
8
kalau
dikaitkan
kepemimpinan
dengan
perempuan
terkait dengan perempuan. Walaupun
dalam
demikian,
ayat-ayat
ini
bisa
bidang agama, seperti memimpin
dihubungkan
shalat berjamaah di masjid, menjadi
karena
penceramah, atau menjadi khatib.
dengan konsep yang bisa berlaku
Peran perempuan dalam bidang-
untuk laki-laki dan perempuan. Ayat-
bidang tersebut kurang atau tidak
ayat al-Qur‟an yang disajikan dalam
pernah
lebih
tulisan ini adalah Q. S. al-Taubah
ketertinggalan
[9]: 107, 108, 109, Q. S. al-Ahzab
ada.
mendasar
Efek
adalah
yang
perempuan dalam bidang pendidikan
demikian,
seharusnya kita melacak akar teologi menyebabkan
perempuan
seperti itu dan mencoba merumuskan pemahaman
yang
membela
perempuan. AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS
TENTANG
ANTARA
PEREMPUAN
RELASI DAN
terkait
MASJID 1.
tentang
al-Qur’an
Masjid
Hubungannya
Ayat-ayat ini
berkenaan
sebagai
yang tempat
sekelompok kaum munafikin yang
dengan
al-Qur‟an
masjid
kemadharatan. Hal ini dilakukan oleh
dan
membangun
Perempuan
disajikan
dengan
digunakan Ayat-Ayat
berkenaan
“dan orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan dan untuk kekafiran serta untuk memecah-belah antara orang-orang mukmin dan untuk menunggu orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka pasti bersumpah: „Kami tidak menghendaki selain kebaikan.‟ dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka adalah pendusta-pendusta.” Menurut al-Qurthubi, ayat ini
yang tidak mampu bersaing dengan
yang
dalamnya
a. Q. S. Al-Taubah [9]: 107
“memaksa” mereka menjadi manusia
Dengan
perempuan
[33]: 33, dan al-Jinn [72]: 18.
secara umum sehingga situasi ini
laki-laki.
di
dengan
masjid
untuk
menyambut Abû „Amîr ar-Râhib. Ia
yang
seorang muallaf Kristen yang akan
dengan
dijadikan
masjid dan tidak secara langsung
9
tokoh
oleh
kelompok
tersebut.
Untuk
menyambutnya,
Allah. Dengan demikian konsep
mereka mendirikan sebuah masjid.
masjid yang terdapat dalam ayat ini
Pendirian masjid ini dipastikan akan
tidak
dijadikan
gender.
sebagai
menebarkan
tempat
kemadharatan
untuk dan
menyinggung
persoalan
b. Q. S. Al-Taubah [9]: 108
kekufuran dan memecah belah umat
dan
“Janganlah engkau berdiri di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang dibangun atas dasar taqwa sejak hari pertama adalah lebih patut kamu berdiri di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang senang menyucikan diri. Dan Allah menyukai orang-orang menyucikan diri.” Sebagai lanjutan ayat
bahkan
sebelumnya, ayat ini melarang Nabi
menjadian lokasinya sebagai tempat
untuk memakmurkan masjid Dhirâr
pembuangan sampah dan bangkai
tersebut dan membedakannya dengan
binatang.21
masjid
Islam. Allah menurunkan ayat ini supaya Nabi dan umat Islam hati-hati dengan
siasat
orang-orang
munafikin. Riwayat lain menjelaskan bahwa
setelah
Nabi
mengetahui
tujuan pendirian masjid Dhirâr ini, nabi memerintahkan para sahabatnya untuk
membakar
menghancurkannya,
dan
yang
digunakan
untuk
Dengan melihat setting ayat
mengabdi kepada Allah, yaitu masjid
ini, maka tidak sedikit pun Allah
Qubâ‟ atau masjid Nabawi. Kedua
menghubungkan
masjid ini patut untuk dimakmurkan,
masjid
dengan
bukan masjid Dhirâr tersebut.
persoalan ketidakadilan gender. Nabi
Dalam ayat ini, ada kata rijâl.
menyuruh masjid itu dihancurkan oleh
Kata ini oleh Quraish Shihab tidak
perempuan tapi karena ia (masjid)
diterjemahkan dengan laki-laki, tapi
tidak dijadikan sebagai tempat untuk
orang-orang.
mengabdi kepada Allah tapi malah
bahwa masjid bisa digunakan oleh
digunakan untuk kegiatan-kegiatan
siapa pun, tanpa membedakan jenis
yang bertentangan dengan kehendak
kelamin. Karena konsep pensucian
bukan
karena
digunakan
Ini
mengisyaratkan
diri dibutuhkan oleh siapa pun, baik 21
perempuan maupun laki-laki. Isyarat
Shihab, Tafsir al-Mishbah, hlm.
247.
10
ini
bisa
dilihat
berdasarkan
c. Q. S. Al-Taubah [9]: 109 “Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan (Nya) itu yang lebih baik, atau kah orangorang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang retak, lalu ia jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam?. Dan Allah tidak memberikan petunjuk orang-orang yang zalim.” Ayat ini merupakan
penafsiran Shihab bahwa masjid yang dimaksud di dalam ayat ini adalah masjid Qubâ‟ dan maksud dari Di dalamnya ada orang-orang yang senang menyucikan diri adalah Bani „Amr ibn „Auf, yaitu pendiri masjid Qubâ‟.22 Bani „Amr ibn „Auf artinya keturunan, kelompok, atau kaum „Amr ibn „Auf, yaitu salah seorang shabat Nabi dan mereka tentu saja bukan hanya laki-laki tapi ada
perempuan.
Penjelasan
penegasan terhadap ayat sebelumnya
ini
bahwa terdapat perbedaan yang jelas
berimplikasi pada kenyataan bahwa
antara masjid yang dibangun untuk
masjid Qubâ‟dimakmurkan oleh laki-
tujuan ketaqwaan dengan masjid
laki dan perempuan dari kaum „Amr
yang dibangun untuk menyebarkan
ibn „Auf.
kemadharatan.
Berdasarkan penjelasan ayat tersebut,
maka
“mengeluarkan”
al-Qur‟an
tidak
perempuan
dari
yang membangun masjid dengan tujuan ketaqwaan dengan orang yang mendirikannya
dan laki-laki untuk menjadi orang
gender yang diungkap dalam ayat
masjid
ini, penggunaan kata man dalam
tempat yang mendorong keadilan dan
tujuan
Berkenaan dengan keadilan
melalui media masjid. Konsep ini
gender
untuk
kemadharatan.
taqwa dengan cara mensucikan diri
bahwa
demikian,
terdapat perbedaan juga antara orang
masjid, tapi menyuruh perempuan
mengisyaratkan
Dengan
rangkaian ayat afaman assasa…
mengapresiasi
menunjukan bahwa laki-laki dan
keterlibatan perempuan dan laki-laki
perempuan termasuk ke dalam ayat
untuk mamkmurkan masjid.
ini.
Artinya,
dalam
persoalan
memakmurkan atau memadharatkan 22
masjid, perempuan dan laki-laki bisa
Ibid., hlm. 249-250.
11
menjadi
pelakunya.
dijelaskan
dalam
menunjukan gender
Apa
yang
Sementara itu, Thâhir Ibn „Asyûr
ayat
ini
menyatakan bahwa perintah ayat ini
adanya
mengenai
kesetaraan
hak
bagi
seorang
istri-istri
kewajiban
Nabi
sementara
muslim untuk mengakses sebuah
perempuan-perempuan
masjid.
hanya
menjelaskan bahwa perempuan boleh
kewajiban Qurthubi
mereka
lainnya. (w.
671
H),
Ia
contoh
shalat.
dengan Ibnu Katsir, al-Maudûdi menyatakan bahwa perempuan boleh ke luar rumah kalau ada keperluan atau kebutuhan tapi ia harus menjaga kesucian diri dan memelihara rasa malu. Said Hawwa memberikan contoh keperluan perempuan ke luar
al-
rumah, seperti mengunjungi orang
semua
tua,
belajar,
dan
memenuhi
kebutuhan hidup ketika tidak ada orang lain yang menanggungnya. Sayyid Quthub menyatakan bahwa
untuk
tugas
tinggal di rumah. Mereka tidak ke
pokok
perempuan
adalah
rumah tangganya sehingga ia harus
luar rumah kecuali karena keadaan
tinggal di rumah, sedangkan hal-hal
darurat. Pendapat ini didukung oleh Ibnu al-„Arabi (1076-1148) dalam Ayat-Ayat
memberikan
karena alasan shalat. Hampir sejalan
larangan dalam ayat ini dan isi ayat perempuan
Katsir
Perempuan bisa ke luar rumah
tercakup ke dalam perintah dan
menuntut
Ibnu
kebutuhan yang dibenarkan agama.
untuk
Menurut
ini,
saja ke luar rumah kalau ada
perempuan selain istri-istri Nabi juga
Tafsir
kesempurnaan.
“Dan tetaplah kamu di rumah kamu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti tabarruj Jahiliyah yang lalu dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dari kamu kekotoran, hai Ahl al-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Ayat ini melarang istri-istri
menyuruh
ayat
Muslimah
Melihat
melaksanakan shalat dan kewajiban-
ini
merupakan
bagi
d. Q. S. Al-Ahzab [33]: 33
Nabi ke luar rumah. Selanjutnya ayat ini
merupakan
Ahkam-nya.
12
“Dan sesungguhnya masjidmasjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah bersama Allah sesuatu sembahan pun.” Ayat ini menegaskan hakikat
yang dilakukan di luar rumah bukan merupakan tugas pokoknya.
23
Terkait dengan masjid, ayat ini kalau tidak dipahami dengan betul seolah-olah melarang mereka
pemilik
untuk ke luar rumah sehingga ketika perempuan
ingin
melaksanakan
Dengan demikian, fungsi masjid harus
disalahpahami sebagai ayat yang
sesuai
pemiliknya,
melarang perempuan untuk shalat di
lahiriyah
Hadist
secara
yang mendukung perempuan untuk
adalah
dalam
arti
bersujud,
yaitu
bersamaan
menggunakan
kedua kaki untuk bersujud kepada
lebih besar. Padahal seperti yang
Allah
dijelaskan dalam alinea sebelumnya,
Swt.
Secara
batiniyyah,
menyembah adalah menggunakan
ayat ini tidak melarang perempuan
potensi batin kita untuk mengakui
untuk pergi ke masjid, malahan
Allah sebagai Tuhan yang wajib
Ibnu Katsir perempuan
disembah tanpa dibatasi ruang dan
boleh ke luar rumah kalau tujuannya
waktu. Semua potensi batin kita
di antaranya untuk shalat karena
harus diarahkan kepada Allah swt.
shalat termasuk hal yang dibenarkan
Seruan
demikian,
untuk
menjadikan
masjid sebagai tempat menyembah
perempuan boleh ke luar rumah
Allah berlaku untuk laki-laki dan
apalagi untuk tujuan shalat di masjid.
perempuan.
e. Q. S. al-Jinn [72]: 18
23
harus
dahi, kedua lutut, kedua tangan, dan
shalat di rumah karena pahalanya
Dengan
masjid
Menyembah
yang tidak dibolehkan. Ayat ini
agama.
yaitu
hakikat
swt. bukan menyembah yang lain.24
termasuk aktivitas di luar rumah
oleh
dengan
ditujukan untuk menyembah Allah
masjid karena shalat di masjid
menurut
fungsinya.
muka bumi ini adalah Allah swt.
rumah. Sejauh ini, ayat ini telah
menjustifikasi
dan
Pemilik masjid manapun yang ada di
shalat, mereka harus shalat di dalam
seolah-olah
masjid
Al-Qur‟an
membeda-bedakan
24
Ibid., hlm. 468-469..
Ibid., hlm. 387.
13
tidak
kewajiban
tersebut. Hal ini membuktikan al-
kemudian diikuti oleh Kitab Shahih
Qur‟an sangat anti ketidakadilan
Muslim pada posisi kedua. Dengan
gender.
demikian,
Hadits-Hadits
yang
terdapat dalam kedua kitab tersebut 2.
Hadits-Hadits
mempunyai
tentang
kualitas
yang
lebih
Relasi antara Perempuan dan
tinggi dibandingkan yang terdapat
Masjid
dalam kitab yang lainnya.
Berbeda dengan teks-teks al-
a. Hadits dari Ibn Umar ra.
Qur‟an, penjelasan tentang relasi
“Istri Umar selalu ikut shalat Shubuh dan Isya berjama‟ah di masjid. Ditanyakan kepadanya: „Mengapa masih keluar rumah padahal kamu tahu suamimu Umar membenci hal ini dan cemburu?‟. Ia menimpali: „mengapa ia tidak mau melarang saya saja sekalian‟. Umar tidak melarang karena ada pernyataan Rasulullah Saw. : „Janganlah kalian melarang perempuan yang ingin mendatangi masjidmasjid Allah‟. [Shahih 25 Bukhari]. b. Hadits dari Ibn Umar ra.
antara perempuan dan masjid jelas terasa dalam teks-teks Hadits. Relasi tersebut
bisa
bernilai
positif
(mendukung keadilan gender) atau bernilai
negatif
(mendukung
ketidakadilan
gender).
Yang
disayangkan
penulis
tidak
menemukan Hadits-Hadits tersebut telah diteliti dengan menggunakan Takhrij
Hadits
sebagai
metode
penelitian atau kritik Hadits yang lebih qualified.
Nabi saw. bersabda: “Apabila
Dengan demikian,
penulis
menggunakan
Hadits
yang
perempuan-perempuan kamu minta
penilaian
didasarkan
izin keluar rumah di malam hari ke
pada
masjid, maka izinkanlah.” [Shahih
keberadaan hadits tersebut dalam
Bukhari].
kitab Hadits.
c. Hadits dari Urwah ibn
Ada sekitar 24 kitab Hadits
Zubari ra.
yang disusun oleh 24 ulama yang menjadi
rawi
terakhir
(sanad
pertama). Kitab Bukhari menjadi kitab
dengan
dibandingkan
kualitas
tertinggi
yang
lainnya,
25
Faqihuddin Abdul Kodir, 60 Hadits tentang Pemberdayaan Hak-Hak Perempuan, (Cirebon: ISIF, 2011), hlm. 18.
14
Aisyah ra. bercerita: “Bahwa
Ashar,
dan
Maghrib
yang
kami para perempuan mu‟min biasa
dilaksanakan pada siang hari dan
hadir mengikuti Rasulullah saw.
dianggap ramai, perempuan tidak
shalat shubuh dengan pakaian wol
diijinkan untuk shalat di masjid
kami, kami akan bergegas pulang ke
karena hal ini akan menimbulkan
rumah masing-masing setelah selesai
fitnah.
menunaikan shalat, seseorang masih
diartikan
belum bisa mengenali kami karena
bersifat seksual atau sikap negatif
pagi masih gelap dari sisa malam.”
yang muncul dari sisi perempuan dan
[Shahih Bukhari].
mengganggu laki-laki. Definisi ini
Ketika berbicara Hadits yang
Fitnah
tentu
di
sebagai
saja
sini
godaan
sangat
yang
merugikan
terdapat dalam Kitab Bukhari dan
perempuan
Muslim, maka dari sisi diwan Hadits
sebagai manusia penggoda. Definisi
(pembukuan Hadits), Hadits tersebut
ini tidak sesuai dengan al-Qur‟an
lebih tinggi kedudukannya dari pada
yang
Hadits yang terdapat dalam kitab
manusia
lainnya, seperti Musnad Ahmad.
perempuan untuk salah dan menjadi
Artinya,
langsung
sumber masalah. Dengan demikian,
mengamalkan hadits tersebut tanpa
konsep fitnah ini tidak sesuai lagi
melalui penelitian yang lain, seperti
untuk menjadi alasan tidak bolehnya
melalui takhrij hadits.
perempuan shalat di masjid, apalagi
kita
bisa
Ketiga
menjelaskan baik
ia
dianggap
kemungkinan laki-laki
atau
ini
kalau fitnah ternyata tidak ada, maka
tentang
apakah perempuan masih tidak boleh
bolehnya perempuan shalat di masjid
shalat di masjid? Sebagian kaum
walaupun
hanya
perempuan pun telah mempraktekan
shalat Isya dan Shalat Shubuh.
shalat di masjid, baik sendiri atau
Pembatasan ini karena diasumsikan
berjamaah
bahwa kedua waktu tersebut, karena
pemahaman agama yang bagus atau
waktunya malam hari dan gelap,
karena pekerjaan yang mendesaknya.
tidak
Dengan demikian, apakah mereka
mengandung
konsep
hanya
akan
Berbeda
Hadits
karena
biasanya
dibatasi
menimbulkan
dengan
shalat
fitnah. Dzuhur,
dan
baik
salah karena shalat di masjid?
15
karena
Tentunya memahami
kita
teks
perlu
sesuai
dengan
perkembangan
zaman
tanpa
meninggalkan
substansi
perempuan shalat di masjid, apapak shalat jenazah atau bukan. Hadits
ini
menegaskan
dari
kembali bolehnya perempuan shalat
kandungan teks tersebut. Dengan
di masjid, termasuk istri Nabi yang
alasan
masjid,
kehormatannya sangat dijaga dari
mengajak
gangguan orang-orang musyrikin dan
muslimat
munafiqin.
memakmurkan
semestinya
kita
bisa
perempuan-perempuan untuk
shalat
berjamaah
atau
Hal
bahwa
ini
menegaskan
perempuan-perempuan
melakukan aktivitas-aktivitas positif
lainnya yang penjagaan kehormatan
yang lain di masjid dan berlomba-
mereka tidak seketat istri-istri Nabi,
lomba meraih keutamaan karena
mempunyai kebebasan lebih untuk
mereka memakmurkan masjid.
melakukan aktivitas keagamaan di
d. Hadits dari Aisyah ra.
luar rumahnya, apalagi untuk sekedar
“Ketika
shalat di masjid.
Sa‟ad
ibn
Abi
Waqqas ra. meninggal dunia, istriistri
Nabi
saw.
meminta
agar
PEREMPUAN
MEMPUNYAI
jenazahnya ditempatkan di masjid,
HAK
agar mereka bisa menshalatinya.
MEMAKMURKAN MASJID
Permintaan ini dikabulkan, jenazah didekatkan
dengan
UNTUK
Teks-teks
kamar-kamar
Hadits
al-Qur‟an
menjadi
rujukan
untuk
para istri, dan mereka menshalatinya.
merumuskan
[Shahih Muslim].26
tertentu, seperti hukum wajib, haram,
Hadits ini lebih khusus lagi
sunnat,
pandangan
dan
makruh,
Pandangan
menshalatkan jenazah di masjid.
Secara lebih luas, fikih diartikan
Yang menjadi bahasan penulis tentu
sebagai:
bolehnya
fikih.
“suatu pandangan hukum yang berasal dari pemahaman dan introspeksi dari para ulama hukum (mujtahid) terhadap teks-teks al-Qur‟an dan Hadits, termasuk di
perempuan
menshalatkan jenazah tapi bolehnya
26
dinamakan
mubah.
menjelaskan bolehnya perempuan
bukan
ini
dan
hukum
Kodir, 60 Hadits, hlm. 19.
16
dalamnya adalah pandangan para ahli fikih terhadap semua peristiwa yang hukumnya tidak ditemukan dalam kedua sumber hukum tersebut.” Fikih juga hasil kesepakatan dari para fuqaha (ahli fikih) yang mempunyai otoritas untuk menginterpretasikan teks-teks al-Qur‟an dan Hadits. Fikih “tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan saja, tetapi juga membuat aturan-aturan bagaimana seharusnya manusia berprilaku terhadap sesama manusia dan 27 lingkungannya.” Karena sifatnya pemahaman,
sudah established dan tidak bisa diganggu gugat sehingga fikih pun sebagai hasil penggalian hukum dari kedua sumber tersebut juga tidak bisa dirubah rubah.28 Ibnu al-Qayyim al-Jauzaiyah menjelaskan bahwa perubahan dan perbedaan fatwa hukum tergantung pada
keadaan,
ruang
perdebatan
zaman, dunia
dan
perempuan
menjadi untuk
perempuan
untuk pengakuan
sebagaimana laki-laki tidak bisa menjadi
pertimbangan
mengembangkan
menafsirkannya. Sebaliknya, bagi
membela
kelompok yang anti keterbukaan
yang
perkembangan
mendapatkan
yang
dogma
termasuk
keinginan
perkembangan fikih tidak lepas dari
merupakan
yang
bahwa tuntunan zaman termasuk
tujuan utama. Dengan demikian,
Hadits
pertama
pandangan kedua yang menyatakan
bahwa kemaslahatan umat menjadi
dan
dengan
penjelasan ini tidak sesuai dengan
terbuka terhadap kritik menyatakan
al-Qur‟an
sesuai
mengembangkan fikih. Sebaliknya,
tidak meyakininya. Kelompok yang
bahwa
kebiasaan.29
pertimbangan
dunia fikih dengan prang-orang yang
meyakini
dan
tempat,
menyatakan bahwa perkembangan
yang meyakini perlunya kritik dalam
masyarakat
zaman,
ini
pandangan
kontestasi makna antara orang-orang
konteks
motif
Penjelasan
introspeksi, atau interpretasi, fikih menjadi
perubahan
fikih
perempuan.
untuk yang Dengan
demikian pandangan yang pertama harus terus diperjuangkan sedangkan Santi, “Perempuan dalam Kitab”, hlm. 50-51. 29 Muhammad, Ijtihad Kyai, hlm. xlix. 28
Budie Santi, “Perempuan dalam Kitab Fikih”, Jurnal Perempuan, No. 23, (2002), hlm. 50. 27
17
pandangan kedua sudah saatnya
membiarkan para wanita selalu pergi
ditinggalkan. Hal ini sesuai dengan
ke masjid untuk melaksanakan shalat
empat prinsif fikih kontemporer,
Isya dan Shubuh, padahal rumah
sebagaimana dijelaskan oleh Syafiq
mereka jauh lebih baik?‟ (Kata
Hasyim,
keadilan
Hadits dari Penulis. Pada sumber
kesetaraan,
aslinya tertulis kata hadis). Salah
yaitu
(keseimbangan
hak),
musyawarah, dan mu’asyarah bi al-
satu
ma’ruf.30
Keempat
kesahihannya
menjadi
alasan
prinsip kuat
ini
hadits
yang dan
diyakini bertentangan
untuk
dengan hadits yang pertama adalah
melakukan kritik terhadap fikih yang
hadits berikut ini “Janganlah kalian
merugikan perempuan.
melarang perempuan yang ingin kritik
mendatangi masjid-masjid Allah”32
pro
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu
perempuan, Ibnu Hazim menolak
Umar dan terdapat dalam Kitab
Hadits
bahwa
Bukhari dan Kitab Muslim. Dengan
perempuan lebih baik shalat di
demikian, dari sisi kejelasan sumber
rumah dari pada di masjid ditolak31.
kitab hadits, hadits ini berkualiatas.
Hadits ini masih dalam perdebatan
Ini berbeda dengan hadits pertama
karena
yang sumber kitab haditsnya tidak
Berkenaan terhadap
fikih
dengan yang
tidak
yang menyatakan
ia
bertentangan
dengan
hadits-hadits shahih. Menurut Ibnu Hazim, shahih,
„Seandainya mengapa
Hadits Nabi
jelas sehingga ia tidak berkualitas.
ini
Berdasarkan
Saw.
perbandingan
hadits
kedua sebelumnya,
maka perempuan berhak shalat di
Santi, “Perempuan dalam Kitab, hlm. 63. 31 Penulis tidak menemukan sumber referensi yang memuat hadits ini, tapi anehnya hadits ini berkembang luas di masyarakat dan telah dipegang teguh sebagai salah satu keyakinan keagamaan. Dengan demikian, kemungkinan hadits ini memang bukan hadits atau memang hadits tapi para penulis kitab-kitab fikih yang mengutip hadits tersebut tidak menuliskan sumber kitab haditsnya di kitab-kitab mereka. Wallahu A’lam. 30
masjid apalagi kalau di masjid banyak baginya,
hal
yang
seperti
bermanpaat mendengarkan
nasihat, menghadiri shalat Tarawih, 32
Yusup Qardhawi, Khutbah wa Muhâdharât Al-Qaradhâwi, terj. Tiar Anwar Bahtiar, Qardhawi Bicara Soal Wanita, (Bandung: Arasy, 2003), cet. ke. 1, hlm. 28.
18
mempelajari bersilaturahmi
perempuan
pengetahuan, dengan
saudara-
“dikeluarkan”
dari
masjid.
saudara yang lain dalam pencarian
Analisi gender merupakan
keilmuaan, perencanaan kebaikan,
“pisau” analisis untuk membedah
atau
aktivitas-
pandangan-pandangan agama yang
aktivitas sosial.33 Untuk memperkuat
menyebabkan perempuan tidak bebas
hal ini, Al-Qabisi mengatakan bahwa
untuk mengakses masjid. Dengan
anak
perempuan
demikian, perlu penggunaan analisis
mempunyai hak yang sama untuk
gender untuk “menguliti” ideologi-
memperoleh pendidikan.34 Dengan
idelogi yang berada di “belakang
demikian, sebagai salah satu pusat
layar” pandangan-pandangan agama
pendidikan, masjid bisa digunakan
tersebut.
penyelenggaraan
laki-laki
dan
oleh laki-laki dan perempuan untuk
Setelah
menggali
memperdalam pengetahuan mereka.
pandangan-pandangan
isi agama
tersebut, maka bisa dipahami bahwa tidak
al-Qur‟an
KESIMPULAN Masjid adalah tempat untuk
membatasi
perempuan untuk shalat di masjid. malah
mendorong
mengabdi kepada Allah. Sebagai
Al-Qur‟an
tempat untuk mengabdi, masjid bisa
perempuan
diakses oleh perempuan dan laki-
bersama-sama
laki. Namun dalam kenyataannya
masjid. Sementara itu, Hadits-Hadits
fungsi masjid telah bergeser, yaitu
tentang
lebih banyak digunakan oleh kaum
dengan masjid berada pada wilayah
Adam dan mereka memposisikan
perdebatan antara yang membatasi
dirinya sebagai “penguasa tunggal”
atau melarang perempuan untuk
masjid.
mengakses
Dengan
demikian
ada
masalah serius yang menyebabkan
tidak.
dan
relasi
laki-laki
memakmurkan
antara
masjid
Namun
untuk
perempuan
dengan kalau
yang melihat
perkembangan perempuan sekarang
33
Yusup Qardhawi, Khutbah wa Muhâdharât, hlm. 28. 34 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), cet. ke-3, hlm. 38.
ini,
sepatutnya
pandangan
yang
membatasi atau melarang perempuan
19
untuk
shalat
di
masjid
tidak
Sudah saatnya kita mengajak
digunakan lagi.
perempuan untuk beraktivitas di
Sebagaimana perempuan
memiliki
laki-laki,
masjid
dalam
bentuk
apapun
kebebasan
sehingga dari mulai sekarang kita
untuk memakmurkan masjid dalam
bisa melihat masjid-masjid dipenuhi
bentuk apapun tanpa harus dibatasi
dengan jamaah perempuan dan laki-
dengan
laki sebagaimana yang terjadi pada
pandangan-pandangan
keagamaan. Ketika laki-laki tidak
zaman
Nabi
dulu.
dibatasi untuk mengakses masjid, maka perempuan pun demikian.
DAFTAR PUSTAKA Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. Hasyim, Syafiq (ed.). 1999. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam. Jakarta: JPPR. Kodir, Faqihuddin Abdul. 2010. La Tadhribû imâ Allah. Yogyakarta: ISIF. -----. 2011. 60 Hadits tentang Pemberdayaan Hak-Hak Perempuan. Cirebon: ISIF. Muhammad, Husein. 2009. Fikih Perempuan: Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender. Yogyakarta: LKiS. -----. 2011. Ijtihad Kyai Husein: Upaya Membangun Keadilan Gender. Jakarta: Rahima. Muzani, Syaiful (ed.). 1995. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung: Mizan. Nata, Abuddin. 2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Qardhawi, Yusup. 2003. Khutbah wa Muhâdharât Al-Qaradhâwi. Tiar Anwar Bahtiar (Penerj.). Qardhawi Bicara Soal Wanita. Bandung: Arasy.
20
Saadawi, Nawal el. 1989. Mudhakkirât Tabîbah, terj. Catherine Cobham, Memoirs of A woman Doctor. San Francisco: City Lights Bookstore. Shihab, M. Quraish. 2010. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosdakarya. Jurnal Perempuan: Perspektif Gender dalam Pendidikan. 2002. No. 23, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
21