PERBEDAAN KADAR GULA DARAH SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DI DESA LEYANGAN KABUPATEN SEMARANG Milopo Radarhonto*), M. Imron**), Raharjo Apriatmoko***) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Staf Pengajar Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ***) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui pemberian tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh PMR terhadap penurunan kadar gula darah pada diabetes mellitus tipe II di Desa Leyangan Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan desain pre-eksperimental design dengan one-grup pretestposttest design, menggunakan 20 responden. Data analisis secara univariat rata-rata kadar gula darah sebelum diberikan progressive muscle relaxation sebesar 222,55 mg/dl sedangkan setelah diberikan progressive muscle relaxation rata-rata kadar glukosa darah responden sebesar 220,2833 mg/dl. Hasil analisis t-test dependen diperoleh nilai p 0,00 sehingga p >α (0,005) yang berarti ada pengaruh perlakuan relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah diabetes mellitus tipe II di Desa Leyangan Kabupaten Semarang. Progressive Muscle Relaxation dapat digunakan sebagai salah satu alternatif intervensi untuk penatalaksanaan dalam menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe II. Kata kunci: PMR, kadar gula darah, diabetes mellitus tipe II
ABSTRACT
Progressive Muscle Relaxation (PMR) is a procedure to obtain a relaxation of the muscles by providing a voltage to a group of muscles and stop the voltages then focus the attention to get relax sensation. The purpose of this study is to determine the effect of PMR to decrease blood sugar levels in diabetes mellitus type II at Leyangan Village Semarang Regency. This research design used pre-experimental design with one-group pretest-posttest design, on 20 respondents. Univariate analysis of data the average blood sugar level before progressive muscle relaxation given was 222.55 mg / dl while after progressive muscle relaxation given the average blood glucose level of respondents was 220.2833 mg / dl. The analysis results obtained T-test dependent is 0.00 p> α (0,005), it means there is effect of progressive muscle relaxation treatment to decrease blood sugar levels in type II diabetes mellitus Leyangan Village Semarang Regency. Progressive Muscle Relaxation can be used as an alternative for management intervention in lowering blood sugar levels in patients with diabetes mellitus type II. Keywords: PMR, blood sugar levels, diabetes mellitus type II
PENDAHULUAN Latar Belakang Diabetes mellitus adalah penyakit degenerative yang angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. World Healt Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus mencapai lebih dari 180 juta jiwa di seluruh dunia. Kejadian ini akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030. Menurut survei yang dilakukan WHO memperkirakan 2030 indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes mellitus tersebar didunia setelah Cina, dan Amerika Serikat (WHO, 2006). Faktor-faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 adalah pola makan yang salah, aktivitas fisik kurang gerak, obesitas, stress reaksi setiap orang ketika stres melanda berbeda-beda. Beberapa orang mungkin kehilangan nafsu makan sedangkan orang lain cenderung banyak makan. Stres mengarah pada kenaikan berat badan terutama pada kortisol,
2
hormone stres yang terutama (Thandra, 2010). Relaksasi merupakan salah atu bentuk mind-body therapy dalam terapi komplementer dan alternative (Complementary And Alternative Therapy (CAM) (Moyad & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional/medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad & Hawks, 2009). PMR (Progressive Muscle Relaxation) telah menunjukkan manfaat dalam mengurangi ansietas atau kecemasan, dan berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi berbagai gejala psikologis dan kondisi medis. (Yildirim & Fadiloglu, 2006) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa PMR menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialysis. Gazavi , et al, (2007) menyebutkan PMR dan masase menurunkan tingkat HbA1C pada diabetes mellitus. Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah, meningkatkan
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation di Desa Leyangan Kabupaten Semarang
toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Edmund Jacobson (1920) dalam Davis (1995) menjelaskan bahwa teknik relaksasi progresif memberi respons terhadap ketegangan, respon tersebut menyebabkan perubahan yang dapat mengontrol aktivitas sistem saraf otonom berupa pengurangan fungsi oksigen, frekuensi nafas, denyut nadi, ketegangan otot, tekanan darah, serta gelombang alfa dalam otak sehingga mudah untuk tidur. Latihan relaksasi otot progresif dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu minggu cukup efektif dalam menurunkan insomnia. Konsep psikoneurominologis menyatakan bahwa kondisi stress akan meyebabkan sakit atau merusak fungsi otak. Penyebab utamanya karena kadar glukokortikoid naik. Pada pasien yang mengalami stres, saraf otonom akan distimulasi, khususnya saraf simpatis (Johonson at al, 1992). Aktivitas saraf simpatis akan mensekresi ketekolamin seperti adrenalin dan nonadrenalin sehingga organ yang diatur oleh saraf otonom akan bekerja sesuai dengan kadar hormon yang diproduksi. Katekolamin akan menstimulasi suprarenal untuk mengeluarkan kortisol. Kortisol berfungsi dalam metabolisme, protein, karbohidrat dan lemak. Kortisol yang tinggi akan menyebabkan peningkatan gula darah (Roy at al : 1993, Van Doornen and orlbeke, 1990). Stres yang berkelanjutan menyebabkan aktivitas aksis HPA meningkat, sehingga kadar kortisol meningkat yang diiringi oleh peningkatan glukosa di sirkulasi. Dilain pihak kortisol juga mempengaruhi fungsi insulin terkait dalam hal sensitivitas, produksi dan resptor, sehingga glukosa darah tidak bisa seimbangkan. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, yang diperoleh dari informasi puskesmas leyangan
mengatakan bahwa didesa leyangan ada 65 orang terkena diabetes mellitus tipe II. Hasil wawancara dari 10 penderita diabetes mellitus 7 diantaranya mengeluh stress, cemas. Selama ini pihak puskesmas leyangan tidak mengetahui cara penanganan diabetes mellitus dengan cara relaksasi otot progressive. Rumusan Masalah “Adakah perbedaan kadar gula darah sebelum dan setelah Progressive Muscle Relaxation pada DM tipe II di Desa Leyangan Kab.Semarang. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain; 1) Mengetahui kadar gula darah sebelum diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation pada DM tipe II; 2) Mengetahui kadar gula darah setelah diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation pada pasien DM tipe II; 3) Menganalisis perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation Pada DM tipe II di Desa Leyangan Kab. Semarang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat berguna sebagai acuan dalam mengatasi pasien dengan DM tipe II. Juga sebagai acuan dalam mengatasi pasien dengan DM tipe II. Diharapkan masyarakat lebih mengetahui manfaat menggunakan terapi relaksasi otot progresif sehingga bisa diterapkan untuk mengontrol kadar gula darah METODOLOGI Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperimental design dengan menggunakan time series design. Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk onegrup pretest-posttest design. Desain ini terdapat pretest sebelum diberikan perlakuan, dan hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat karena dapat
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation di Desa Leyangan Kabupaten Semarang
3
membandingkan dengan keadaan sebelum perlakuan. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada penderita diabetes mellitus tipe II yang tinggal di Desa Leyangan, Kabupaten Semarang pada bulan juli tahun 2015. Populasi dan Sampel Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Leyangan Kab. Semarang sejumlah 65 menurut data Puskesmas Leyangan. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 orang penderita diabetes mellitus tipe II di Desa leyangan. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling yakni suatu teknik penetapan sempel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian). Instrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah blood glucose test meter, gluco dr strip, lanset, alkohol 70%, sarung tangan, kapas, lembar tabulasi untuk kelompok perlakuan yang terdiri dari kode responden, tanggal pengukuran, waktu/jam, hasil pengukuran pre dan post setelah dilakukan relaksasi otot progresif. Analisis Data Analisa Univariat Variabel yang dianalisis adalah perbedaan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II sebelum relaksasi otot progresif.
dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal, apabila data berdistribusi normal maka uji hipotesis dilakukan dengan data uji t-test. HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Gambara kadar gula darah sebelum diberikan progressive muscle relaxation Tabel 1 Distribusi rata-rata berdasarkan kadar glukosa darah sebelum diberikan Progressive Muscle Relaxation pada Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Leyangan Kabupaten Semarang Std Min Max Mean Variabel deviasi Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl Pretest Kadar 186,33 266,67 222,5550 24,60905 gula darah
Gambaran kadar gula darah setelah diberikan progressive muscle relaxation Tabel 2 Distribusi rata-rata berdasarkan kadar glukosa darah setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation pada Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Leyangan Kabupaten Semarang Min Max Mean Std. Deviasi (mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) Posttest Kadar 184,00 265,33 220,2833 25,12595 glukosa darah
Analisa Bivariat Tabel 3 Uji Normalitas Data Variabel
Analisa Bivariat Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel indevenden dengan variabel dependen. Sebelum dilakukan uji hipotesis
4
Pretest posttest
Shapiro-Wilk Statistic df Sig. ,960 20 ,548 ,957 20 ,486
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation di Desa Leyangan Kabupaten Semarang
Tabel 4 Uji T-Test Dependen antara Dua Variabel Sebelum dan Setelah Diberikan Relaksasi Otot Progresif
pretest & posttest
Variabel Mean
pretest – 2,2667 posttest
Std
N
correlstion
sig
20
,997
,000
Paired Differences Std. 95% Confidence Error Interval of the Mean Difference Lower Upper
1,878 ,41997
1,38766
3,14567
T
5,397
df
Sig.
19
,000
Tabel 5 Rata-rata Perbedaan Kadar Gula Darah setelah Diberikan Perlakuan N Pretest Kadar glukosa darah 20 N Posttest Kadar glukosa darah 20
Min
Max
Mean
186,33 266,67 222,5500 Min
Max
Mean
184,00 265,33 220,2833
PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe II sebelum diberikan progressive muscle relaxation pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Kabupaten Semarang Dilihat dari rata-rata kadar glukosa darah sewaktu sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi menghasilkan rata-rata perbedaan yang tidak bermakna. Dapat diartikan bahwa pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Kab. Semarang mengalami diabetes mellitus yang ditandai dengan hiperglikemia. Diabetes mellitus dapat didefinisikan sebagai sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabakan defisiensi
Std 24,60905 Std 25,12595
insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2002). Diagnosis penegak diabetes mellitus adalah peningkatan kadar glukosa darah sesuai dengan kriteria diadnosis WHO (1985) jika glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl, glukosa plasma puasa > 140mg/dl, dan glukosa plasma PP > 200mg/dl. Hiperglikemia kronik apabila tidak segera diatasi akan berdampak lebih lanjut dengan munculnya berbagai macam komplikasi seperti gangguan metabolik akut (ketoasidosis), komplikasi vaskuler jangka panjang (retino diabetik), mikroangiopatim makroangiopati dan gangren (Smeltzer &Bare, 2002). Komplikasi ini yang mematikan, diabetes itu seperti rayap bekerja diam-diam merusak organ di dalam tubuh sehingga diabetes mellitus sering disebut sebagai “silent killer” (Nurrahmani, 2011).
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation di Desa Leyangan Kabupaten Semarang
5
Gambaran kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe II setelah diberikan progressive muscle relaxation pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Kabupaten Semarang Berdasarkan hasil penelitian terhadap penderita diabetes mellitus tipe II setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif di Desa Leyangan Kabupaten Semarang, untuk responden kelompok intervensi yang berjumlah 20 orang setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif rata-rata glukosa darah sewaktu responden sebesar 220,2833 mg/dl. Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah stress. Stres menyebabkan tubuh menghasilkan hormon-hormon racun, kondisi stress yang terus-menerus akan menyebabkan terjadi kandungan racun yang melimpah di dalam tubuh. Inilah yang kemudian mengacaukan seluruh metabolisme tubuh. Sensitivitas insulin pun terganggu dan menyebabkan terjadinya diabetes mellitus (Susilo, 2011). Analisis Bivariat Perbedaan Glukosa Darah sebelum dan setelah Pemberian Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Kelompok Intervensi di Desa Leyangan Kabupaten Semarang Mekanisme PMR dalam menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus erat kaitannya dengan stress yang dialami pasien baik fisik maupun psikologis. Selama stress, hormonehormon yang mengarah pada peningkatan kadar gula darah seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu peristiwa kehidupan yang penuh stress telah dikaitkan dengan perawatan dari yang buruk pada penderita diabetes mellitus seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-obatan (smeltzer & bare, 2008; Price & Wilson, 2006). Stress fisik maupun emosional mengaktifkan sistem neuroendokrin dan sistem saraf simpatis melalui hipotalamuspituitari-adrenal (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2002; DiNardo, 2009). Relaksasi
6
PMR merupakan salah bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam terapi komplementer (Moyad & Hawks, 2009). Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist (2002) menyebutkan bahwa respon stress merupakan bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. Penilain terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengrimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghabat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stress terhadap hipotalamus berkurang. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Edmund Jacobson (1920) dalam Davis (1995) menjelaskan bahwa teknik relaksasi progresif memberi respons terhadap ketegangan, respon tersebut menyebabkan perubahan yang dapat mengontrol aktivitas sistem saraf otonom berupa pengurangan fungsi oksigen, frekuensi nafas, denyut nadi, ketegangan otot, tekanan darah, serta gelombang alfa. Latihan relaksasi otot progresif dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu minggu . Penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus merupakan salah satu cara untuk menghindari terjadinya komplikasi lebih lanjut. Kondisi hiperglikemia kronis (glucose toxicity) akan berakibat penurunan ambilan glukosa di otot oleh karena terjadinya gangguan pada translokasi GLUT 4, aktifasi protein kinase C yang pada gilirannya meningkatkan fosforilasi dari serine dan menurunkan aktifitas reseptor insulin dan juga IRS-1. Hiperglikemia juga memberi peluang bagi peningkatan glucosamine pathway sehingga meningkatkan resisten insulin (Manaf, 2010). Beberapa penelitian sebelumnya tentang relaksai otot progresif, telah menunjukan manfaat dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan terutama
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation di Desa Leyangan Kabupaten Semarang
mengurangi ansietas atau kecemasan, dan berkurangnya kecemasa ini mempengaruhi beberapa gejala psikologis dan kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu (2006) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif menurunkan kecemasasn dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialysis. Penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Dunning (2003) bahwa terapi komplementer memberikan manfaat pada pasien diabetes diantaranya meningkatkan penerimaan kondisi diabetes mellitus saat ini, menurunkan stres, kecemasan, dan depresi, mengembangkan strategi untuk mencegah stres berkelanjutan, meningkatkan keterlibatan pasien dalam peoses penyembuhan. Keuntungan terapi komplementer secara fisik bagi pasien diabetes mellitus juga dikemukakan oleh Riyadi & Sukarmin (2008) yaitu menurunkan kadar gula darah, meningkatkan kontrol metabolic, mencegah neoropati perifer, menurunkan kadar ketokolamin dan aktivitas ototnom. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penatalaksanaan penelitian ini adalah peneliti tidak dapat melakukan pengontrolan dan pengawasan secara intensif beberapa faktor yang mempengaruhi kadar gula darah seperti diet, stress, aktivitas, dan tidak dapat mengetahui responden melakukan perinsip progressive muscle relaxation KESIMPULAN Gambaran kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II sebelum diberikan relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi sebesar 222,5550 mg/ dl. Gambaran kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi sebesar 220,2833 mg/dl.. Ada perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah puasa pada kelompok
intervensi sebelum dan setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Leyangan Kabupaten Semarang. Dapat dilihat dari hasil p-value 0,000 < α (0,005). SARAN Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II, sehingga terapi relaksasi otot progresif sebagai salah satu alternatif untuk menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe II. Bagi institusi pendidikan diharapkan pada keperawatan keluarga dalam keperawatan komunitas sebagai salah satu terapi komplementer (relaksasi otot progresif) untuk mengatasi penyakit diabetes mellitus. Penelitian ini bersifat aplikatif, diharapkan dapat diaplikasi atau dikembangkan lagi untuk memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan terutama intervensi keperawatan mandiri yang berbasis terapi komplementer. DAFTAR PUSTAKA [1] Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Peraktik. Jakarta : rineka cipta. [2] Davis, M, Eshelman, E.R dan Matthew Mckay.1995. Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres Edisi III. Alih Bahasa: Budi Ana Keliat dan Achir Yani. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. [3] DKK,Semarang. (2011). Profil Dines Kesehatan Kota Semarang tahun 2009. Semarang : Dinkes Kota Semarang. [4] Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, Z., Attari, A., dan Joazi, M. (2007). Effects of Massage Therapy and Muscle Relaxation on Glycosylated Hemoglobin in Diabetic. February 10, 2015 http:// smej. sums. ac. ir/ vol9/ jan2008 /dm. htm.
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation di Desa Leyangan Kabupaten Semarang
7
[5] Moyad, M., dan Hawks, J.H. (2009). Complementary And Alternative Therapies, Dalam Black, J.M., & Hawk, J.H. Medical-Surgial Nursing; Clinical Management For Positive Outcomes, (8 th edition). Elsevier Saunders. [6] Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian klinis. Jakarta : EGC. [7] Nurrahmani, Ulfah. (2012). Stop ! Diabetes Mellitus. Yogyakarta : familia. [8] Nursalam, P.S. (2008). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto. [9] Prawitasari, E Johana. (2002). Psikoterapi pendekatan konvensional kontemporer. Jogjakarta : pustaka Pelajar. [10] Price, S.A., & Willson, L.M. (2006). Patofisologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC [11] Snyder, M. & lindcuist, R. (2002). Complementary/ Alternative Therapies In Nursing, (4 th ed). New York : Spinger Publishing Company. [12] Smettzer, Suzane C & Brenda G. bere. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner & suddarh.
8
Jakarta: penerbit buku kedokteran: EGC. [13] Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan RD. Bandung: Alfabeta. [14] Sukardji. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. [15] Susilo Y. wulandari A 2011. Cara jitu mengatasi insomnia. Jakarta: ANDI [16] Sutanto, P.H. (2007). Basic data analysis for health research training. Analisis data kesehatan. Depok : UI. [17] Tandra, H. (2008). Diabetes . Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. [18] WHO. (2006). Prevention of blindness from diabetes mellitus. Retrieved February 10, 2015. From http://www.WHO.int/blindness/preven tion of blindness from diabetes mellitus-with-cover-small,pdf?ua=1. [19] Wilson & Price. ( 2002). Patofisiologi. Jilid 2. Jakarta : EGC. [20] Yildirim, Y.K, dan Fadiloglu, T. (2006). The effect of progressive mucle relaxation training on a anxity levels and quality of life in dialysis patients, April 20, 2010. EDNA/ERCA Journal.
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah diberikan Progressive Muscle Relaxation di Desa Leyangan Kabupaten Semarang