Perbedaan Variasi Makan di Kalangan Lansia yang Tinggal di Desa dan di Kota terhadap Kadar Gula Darah Doddy Wahyudi, Cucu Cahyana dan Rusilanti e-mail:
[email protected] Program Studi Pendidikan Tata Boga, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan variasi makan di kalangan lansia yang tinggal di desa dan di kota terhadap kadar gula darah. Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu Kelurahan Rawamangun, Jakarta Timur dan Kelurahan Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2011 sampai Januari 2012.Metode penelitian menggunakan metode survey dengan teknik wawancara. Pengumpulan data dilakukan pada 30 lansia di Kelurahan Rawamangun, dan 30 lansia di Kelurahan Cihideung dan menggunakan desain cross-sectional dengan teknik wawancara dari rumah ke rumah yang daftar pertanyaannya ada di dalam kuesioner. Kuesioner terdiri dari data identitas responden dan variasi makan. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap lansia mayoritas berusia 60-74 tahun, Dari hasil data deskriptif rata-rata skor variasi makan lansia di desa diketahui lansia lebih banyak mengkonsumsi susu dan hasil olahannya 17 (mendekati 3-6 kali/ bulan). Rata-rata skor variasi makan lansia di kota diketahui lansia lebih banyak mengkonsumsi susu dan hasil olahannya 22 (mendekati 3-6 kali/ bulan), data deskriptif menurut kadar gula darah menunjukan bahwa lansia di desa dengan kadar gula darah tinggi lebih banyak yakni 57% dibandingkan lansia yang tinggal di kota 43%. Hasil penelitian perbedaan variasi makan lansia yang tinggal di desa dan di kota menunjukan bahwa nilai P = 0,011 untuk uji 2-sisi . Karena P-value lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan variasi makan di desa dan variasi makan di kota. Hasil penelitian perbedaan kadar gula darah menunjukan bahwa nilai P = 0,745 untuk uji 2-sisi. Karena P-value lebih besar dari α = 0,05 yang berarti Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan gula darah di desa dan gula darah di kota. Dari hasil perhitungan uji chi square di peroleh Ho ditolak atau H1 diterima yang artinya terdapat perbedaan variasi makan dikalangan lansia yang tinggal di desa dan di kota terhadap kadar gula darah. Kata kunci: Lansia, variasi makan, desa, kota, dan gula darah Abstract: Purpose of this study is to analyze the differences in variation among the elderly eat who live in village and in city to the blood sugar levels. Research was conducted in two place, namely sub Rawamangun, East Jakarta and Cihideung Udik, subdistrict Ciampea. Execution time of the study was conducted in September 2011 to January 2012. Methods of research using survey method with interview techniques. Data collection was conducted on 30 elderly people in Rawamangun, and 30 elderly in Cihideung udik. Using cross sectional design with interview techniques from one house to the list of question in the questionnaire. Questionnaire consists of the identity of respondents and data variations based functional food beverage interlude. Result of research conducted on the majority of elderly people aged 60-74 years, from the results of descriptvi data on average score variations are known to eat the elderly consume more milk and processed products 17 (close to 3-6 times/month). The average score variations are known to eat in city elderly consume more milk and processed product 22 (close to 3-6 times/month), according to the descriptive data showed that blood sugar levels in the village elderly with high blood sugar levels more that 57% compared to elderly who live in the city 43%. The result variations of food difference elderly who live in village and in city shows that the value of P = 0,011 for 2-sided test, because P-value smller than α = 0,05 which means that Ho is rejected, so it can be conclude that there are statistically differences of food in the village and in the city. The results of the study shows differences in blood sugar levels that the value of P = 0,745 for 2sided test, because P-value biger than α = 0,05 which means Ho is accepted, so it can be concluded that statistically there is no difference in blood sugar in the village and in the city. The result of chi square test that Ho is rejected or H1 is accepted that mean had different variations of food elderly in blood sugar in the village and in the city. Key Words: Elderly, variation of food, villages, city, and blood sugar
15
16
PENDAHULUAN Orang yang sudah memasuki usia lanjut akan mengalami perubahan secara fisik maupun psikisnya. Perubahan fisiologi pada lansia seperti berkurangnya indera penciuman dan perasa, separuh lansia telah banyak kehilangan gigi, menurunnya sekresi berbagai jenis hormon dan enzim, penurunan motilitas usus, penurunan imunitas, meningkatnya kadar lemak di dalam tubuh, dan berkurangnya frekuensi denyut jantung sehingga mengakibatkan berkurangnya peredaran darah dan peredaran zat gizi. Semua masalah ini beresiko menimbulkan kekurangan gizi pada lansia. Gizi seimbang untuk lansia perlu diterapkan dengan melihat kondisi lansia, seperti proses mengunyah yang dilakukan dengan baik atau tidak, yakni dengan mengatur pola konsumsi makanan yang lunak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Sebaiknya ada yang mengatur pola makan dan makanan yang dikonsumsi agar lansia dapat menjaga pola makan yang baik, tak terkecuali lansia yang menderita penyakit. Penurunan fungsi organ, fisiologi dan psikologi mengakibatkan lansia mudah terkena penyakit degeneratif, seperti kolesterol, kandungan gula darah yang berlebih, darah tinggi dan jantung koroner. Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 70150 mg/dl. Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Bila tingkat gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang disebut hipoglikemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi, yang disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf. Gula darah yang berlebih adalah salah satu penyakit yang biasa diderita lansia. Penyakit tersebut terjadi karena pola makan dan variasi makanan dari lansia tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi lansia. Banyak lansia rawan terhadap keadaan kekurangan gizi. Faktor fisik seperti penurunan kemampuan fisik dan gangguan kesehatan mulut juga berpengaruh terhadap terpenuhinya kecukupan gizi lansia. Kekurangan gizi pada lansia banyak terjadi pada lansia yang tidak dirawat di institusi, yaitu pada lansia yang tinggal di rumah-rumah miskin, terisolasi dan mempunyai ketergantungan terhadap orang lain dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizinya, sementara kelebihan gizi biasanya akibat dari gaya hidup semasa muda (Wirakusuma, 2000). Pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes/ gula darah yang berlebih mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta (Sidartawan Soegondo, 2011). Kementerian Kesehatan menyebutkan prevalensi diabetes di perkotaan mencapai 14,7% dan di pedesaan 7,2 %. Terdapat perbedaan cukup besar antara lansia di kota dan di pedesaan. Hal ini karena lansia di pedesaan mengkonsumsi banyak memakan pangan yang mengandung gula (Saghaluddin Rumu, 2007). Variasi makan lansia di kota dipengaruhi gaya hidup dan faktor budaya, sehingga makanannya menjurus ke arah santapan siap saji yang tinggi kandungan lemak, garam, tapi rendah kandungan serat (Saghaluddin Rumu, 2007). Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang variasi makan di kalangan lansia di desa dan di kota. Sehingga dapat dijadikan rujukan untuk melakukan program penurunan angka kesakitan terhadap penyakit degeneratif tersebut di atas serta program pencegahannya.
METODE PENELITIAN Lanjut usia (Lansia) adalah suatu periode dimana seseorang menunjukan penurunan kemampuan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan lansia ketika orang tersebut berusia 60 tahun keatas. Jumlah lansia yang meningkat memberikan pengaruh terhadap permasalahan baru yang perlu mendapatkan perhatian serius, terutama masalah kesehatan yakni masalah variasi makanan bagi lansia. Variasi makan merupakan penganekaragaman pola makan untuk meningkatkan mutu asupan gizi makanan
17
yang dikonsumsi seseorang. Variasi makan sangat penting bagi tubuh, terutama bagi lansia. Pola makan yang salah dapat menyebabkan kadar gula darah berlebih. Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau kadar glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya kadar gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 70150 mg/dl. Kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada kadar terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Jika kadar gula darah menurun terlalu rendah maka akan terjadi kondisi yang dinamakan hipoglikemia, yakni gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Sedangkan jika kadar gula darah tetap tinggi maka disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Dalam jangka panjang, hiperglikemia dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yakni yang berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf. Sumber Data Penelitian ini akan dilakukan di RW 02 Pemuda, Kelurahan Rawangun, Jakarta Timur dan di RW 7 Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penelitian diperkirakan memerlukan waktu selama 4 bulan, terhitung mulai bulan September sampai dengan bulan Januari 2012. Teknik Pengumpulan Data Data primer terdiri dari karakteristik sampel (nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, pendapatan, daerah asal, dan penyakit) dan variasi makan dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara. Dan data Variasi makan dikumpulkan menggunakan metode SemiQuantitative Food Frequency. Data Sekunder yang dikumpulkan terdiri dari data demografi lokasi penelitian yang diperoleh dari pihak kelurahan setempat.
Analisis Data Seluruh kegiatan analisis data dari seluruh responden akan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum simpangan baku dan distribusi frekuensi. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara variasi makanan lansia yang tinggal didesa dan dikota terhadap gula darah maka analisis data ini menggunakan Uji t apabila data distribusi normal dan homogen. Namun apabila data tidak berdistribusi normal atau tidak homogen analisis statistik yang digunakan adalah U Mann Whitney. Untuk melihat perbedaan variasi makan lansia yang tinggal di desa dan di kota terhadap kadar gula darah menggunakan chi square. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data lansia menurut tingkat pendidikan di desa dan di kota menunjukkan bahwa sebagian besar responden di desa 20 orang (67%) dan di kota 12 orang (40%) berpendidikan SD, hal ini yang menyebabkan pengetahuan lansia kurang untuk memilih makanan yang baik, pola makan yang baik serta variasi makan yang baik dari aspek gizi dan rasa . Data lansia menurut gender (jenis kelamin) menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah responden perempuan lebih banyak di desa 24 orang (80%) dan di kota 23 orang (76,67%) . Data lansia menurut status perkawinan menunjukan bahwa sebagian besar responden di desa 17 orang (57%) dan di kota 18 orang (60%) berstatus kawin atau masih memiliki pasangan. Data lansia menurut tingkat pendapatan pribadi menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan pribadi responden di desa 30 orang (100%) dan di kota 21 orang (70%) termasuk tingkat dibawah Rp 1.000.000. Data lansia menurut tingkat pendapatan keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan keluarga responden di desa 29 orang (97%) dan di kota 15 orang (50%) adalah tingkat dibawah Rp 1.000.000. Tingkat penghasilan yang rendah dapat menyebabkan kemampuan lansia membeli pangan yang bergizi dan seimbang. Data lansia menurut kebersamaan hidup menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di desa 14 orang (47%) dan di kota 14 orang (47%) tinggal dengan suami/ istri/ anak/ menantu. Data lansia menurut daerah asal
18
menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di desa 29 orang (97%) berasal dari daerah Jawa Barat. Sedangkan dikota bahwa sebagian besar lansianya16 orang (53,33%) berasal dari daerah DKI Jakarta. Berdasarkan data penyakit yang di derita, lansia yang tinggal di desa sebagian besar menderita penyakit diabetes 13 orang(43%) ini terjadi karena pengaruh dari tingkat pengetahuan lansia yang kurang akan sumber pangan yang baik pencegah gula darah yang berlebih serta variasi makan yang sehat. Sedangkan dikota yang terbanyak menderita penyakit asam urat 5 orang(17%), urutan kedua terbanyak lansia menderita penyakit diabetes 4 orang(13%). Rata-rata skor variasi makan lansia di desa diketahui lansia lebih banyak mengkonsumsi susu dan hasil olahannya 17 (mendekati 3-6 kali/ bulan). Rata-rata skor variasi makan lansia di kota diketahui lansia lebih banyak mengkonsumsi susu dan hasil olahannya 22 (mendekati 3-6 kali/ bulan). SIMPULAN Dari hasil data deskriptif variasi makan lansia yang tinggal di desa dan variasi makan lansia yang tinggal di kota rata-rata skor variasi makan lansia di desa diketahui lansia lebih banyak mengkonsumsi susu dan hasil olahannya 17 (mendekati 3-6 kali/ bulan). Rata-rata skor variasi makan lansia di kota diketahui lansia lebih banyak mengkonsumsi susu dan hasil olahannya 22 (mendekati 3-6 kali/ bulan). Dengan demikian variasi makan di desa dan di kota menunjukan bahwa lansia lebih banyak mengkonsumsi susu dan hasil olahannya. Berdasarkan uji t-test variasi makan di desa dan variasi makan di kota menunjukan bahwa nilai P = 0,011 untuk uji 2-sisi . Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan variasi makan di desa dan variasi makan di kota. Untuk uji t-test gula darah di desa dan gula darah di kota menunjukan bahwa nilai P = 0,745 untuk uji 2-sisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan gula darah di desa dan gula darah di kota. Dari hasil perhitungan uji chi square di peroleh Ho ditolak atau H1 diterima yang artinya terdapat perbedaan variasi makan dikalangan lansia yang tinggal di desa dan di kota terhadap kadar gula darah.
DAFTAR PUSTAKA Abdulwahab, W.B. 2002. Statistika Parametrik dan Non Parametrik untuk Penelitian. Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Anonymus. 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC. Buku
Ajar Boedhi Darmojo. 2009. GERIATRI (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Darmojo, B & Martono, H. 2000. Ilmu kesehatan usia lanjut. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Univ. Indonesia. Hadi, H. 2005. Beban ganda masalah gizi dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan kesehatan nasional.. Hardinsyah & Martianto, D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah & Dodik, B. 1990. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB Press. Karsin, EM. 2004. Peranan Pangan dan Gizi dalam Pembangunan. Di dalam : Yayuk BF, Cesilia MD, A Khomsan, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hlm 4-6. Khomsan, A. & Kusharto. 2004. Kaitan Pangan, Gizi, dan Kependudukan. Di dalam: Yayuk BF, Cesilia MD, A Khomsan, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta. Penebar Swadaya. Hlm 32.
19
Kountur, R. 2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis. Jakarta: PPM. Krause’s. 2004. Food, Nutrition And Diet Therapy. Edisi ke-11. Philadelphia:The curtis center. Madanijah. 2004. Pola Konsumsi Pangan. Di dalam : Yayuk BF, Cesilia MD, A Khomsan, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hlm 69-77. Myrnawati, Ms, PKK. 2004. Metodologi Penelitian. Bagian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas YARSI. Jakarta. Notoatmojo, S. 2000. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jogyakarta: Andi Offset. Pakpahan, H. 2009. Metode Penelitian Survey Analitik. (Online), (http://Ilmucomputer2.blogspot.com, diakses Oktober 2009. Riyadi, H. 1996. Pola Konsumsi Pangan. Di dalam Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor: IPB Pr. hlm. 174-179. Sardjunani, N. 2011. Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan dalam jumpa pers pelaksanaan Jakarta Forum on Social Protection for Senior Citizen in Indonesia and ASEAN Countries. Soekirman SW. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT Primamedia Pustaka. Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. . 1989b. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: Depdikbud dirjen Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Sukardi. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Supariasa, I.D.N; dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Winarno, FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi Dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. . 1989b. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: Depdikbud dirjen Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian