PERBANDINGAN SOFT SKILL ANTARA SISWA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY DAN PAIR CHECK DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2016/2017 (Skripsi)
Oleh GADIS WULANDARI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK
PERBANDINGAN SOFT SKILL ANTARA SISWA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY DAN PAIR CHECK DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Oleh Gadis Wulandari
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya soft skill siswa serta mengkaji tentang perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model Team Assisted Individually (TAI) dan Pair Check (PC) dengan memperhatikan konsep diri siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 03 Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah komparatif dengan pendekatan eksperimen semu. Desain penelitian yang digunakan by level desain. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 4 kelas dan sampel yang digunakan sebanyak 2 kelas yaitu VIII A dan VIII D. yang ditentukan melalui Cluster Random Sampling. Teknik pengambilan data melalui observasi dan angket. Pengujian hipotesis menggunakan rumus analisis varian dua jalan dan t-test dua sampel independen. Hasil analisis data menunjukkan (1) Ada perbedaan rata-rata soft skill antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individually dan pair check pada mata pelajaran IPS Terpadu (2) Ada perbedaan soft skill antara siswa yang memilki konsep diri tinggi dan siswa yang memiliki konsep diri rendah (3) Ada interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri dan soft skill pada mata pelajaran IPS Terpadu. Kata Kunci: konsep diri, pair check, soft skill, team assisted individually.
PERBANDINGAN SOFT SKILL ANTARA SISWA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY DAN PAIR CHECK DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Oleh Gadis Wulandari
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Gadis Wulandari. Lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 21 juni 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari bapak Syamsul Bahri dan ibu Supriyanti, penulis memiliki dua orang kakak dan dua orang adik. Pendidikan yang pernah ditempuh penulis : 1. TK Aisyiyah Bustanul Athfal Bandar Lampung diselsaikan pada tahun 2000 2. SD Negeri 1 Braja Harjosari diselesaikan pada tahun 2006 3. SMP Negeri 1 Way Jepara diselesaikan pada tahun 2009 4. SMA Negeri 13 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2013
Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi Pendidikan Ekonomi melalui jalur SNMPTN. Pada 23 Agustus 2015 sampai 1 September 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Solo, Bali, Malang, Surabaya, Kediri, Yogyakarta, Magelang dan Bandung. Pada 18 Juli 2016 sampai 27 Agustus 2016 penulis melakukan Program Kuliah Kerja Nyata – Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di Desa Karang Jawa, Kecamatan Anak Ratu Aji, Kabupaten Lampung Tengah, serta menyelesaikan
Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Anak Ratu Aji Lampung Tengah.
.
PERSEMBAHAN Bismillahirrohmannirrohim Alhamdulillahirobbil alamin segala puji bagi Allah SWT Dzat Yang Maha Sempurna atas segala kemudahan, limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta dan kasih sayangku kepada: Papah dan Mamah Terimakasih atas segala cinta dan kasih sayang yang tak ternilai serta doa yang tak henti untuk menantikan keberhasilanku. Keluarga Tercinta Terimakasih atas kasih sayang, doa, perhatian, dukungan dan motivasi yang kalian berikan padaku, untuk terus maju meraih sukses di masa depan (kak Didit, Kak Hendri, adek Irma, adek risky dan dedek Aldi ) Sahabat-sahabat Terimakasih untuk kebersamaan, suka duka, semangat, motivasi selama ini yang tak terlupakan ( Rekan seperjuangan Pendidikan Ekonomi 2013) Para Pendidikku yang Ku Hormati Terimakasih atas segala ilmu dan bimbingan selama ini Orang Terkasih Terimakasih untuk kebesamaan selama ini (bang vi) Almamater Tercinta Universitas Lampung
Motto
Harus selalu konsisten dalam menekuni suatu disiplin ilmu yang anda pelajari Karena dengan konsisten, anda bisa seperti saya. (BJ Habibie) hidup itu perlu diisi oleh nilai-nilai ibadah, peluang dan tantangan dan bukan oleh cita-cita semata (Prof. Dr. Sugiyono)
Dalam hidup, tak ada perjuangan yang sia-sia. (Gadis Wulandari) Simpan keluhmu seperti kau menyimpan aibmu (A.S)
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Soft Skill Antara Siswa Yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individually Dan Pair Check Dengan Memperhatikan Konsep Diri Pada Mata Pelajaran Ips Terpadu Kelas VIII Smp Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah diberikan oleh semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih seluruhnya kepada : 1. Bapak Dr. Hi. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., selaku Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 6. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku Ketua Program studi Pendidikan Ekonomi, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan serta kesediaan meluangkan waktu dalam membimbing penulis untuk penyelasaian skripsi ini. 7. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd selaku Pembimbing I yang telah banyak memotivasi dan meluangkan waktu untuk penyelesaian skripsi ini. 8. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah banyak memotivasi dan meluangkan waktu untuk penyelesaian skripsi ini. 9. Bapak Drs. Hi. Nurdin, M.Si yang telah bersedia menjadi pembahas penulis, terimakasih untuk membantu penulis dalam skripsi ini. 10. Bapak dan Ibu Dosen FKIP Universitas Lampung khususnya Program Studi Pendidikan Ekonomi Dr. Erlina Rufaidah, M.Si., Drs. I Komang Winatha, M.Si., Drs. Darwin Bangun, M.Si., (Alm), Dr. R Gunawan Sudarmanto, M.M., (Alm), Drs. Samsi, M.Si., (Alm), Drs Yon Rizal, M.Si., Rahmah Dianti Putri, M. Pd., Vera Ony W, M. Pd., dan Albet Maydiantoro, M. Pd., atas ilmu dan didikan yang telah diberikan. 11. Bapak Wahdiyana, ST, M.Pd., T, selaku Kepala SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung, yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di tempat ini. 12. Ibu Dini Effriyani, S.Pd dan Ibu Irawati, S.Pd., selaku guru mata pelajaran IPS Terpadu di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung, terimakasih atas
bantuan, nasehat, motivasi serta informasinya yang bermanfaat untuk kepentingan penulis dalam penelitian skripsi ini. 13. Siswa-siswi SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung khususnya kelas VIII A dan VIII D yang telah menjadi subjek penelitian dalam skripsi ini, terimakasih atas kerjasama sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 14. Kedua orang tuaku, mamah dan papah yang selalu mendukung setiap langkahku serta doa yang tak pernah henti dihaturkan di setiap sujudmu semoga kelak bermanfaat dan menjadi kebanggaan untukmu. Amin Ya Rabbal A’Lamiin. 15. Kakakku Fredy Yansyah dan Hendri Yansyah yang senantiasa mendukung dan memberi semangat dalam hal apapun secara baik. 16. Adikku Ade Irma Suryani, Rizky Darma putra, serta kponakanku Muhammad Aldiyansyah Pratama, Terimakasih telah hadir dan melengkapi indahnya keluarga kami. 17. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakan keberhasilanku. 18. Sahabatku ( neng dan acil ) terimakasih telah bersamaku hingga saat ini. 19. Teman seperjuangan Edylicious, ( adil, apsari, defika, desni, elsa, ely, erzal, hesti, hijjah, ketrin, nunung, yani, yola, rosi, rudi, slivi, tasya, agustin, rizki, arif, april, kak Julian, mb menik) terimakasih atas bantuan serta dukungan kalian. 20. Geng Kampung baru (siti, yunita, hesti, yola, hijjah, elsa), geng otw wisuda (dije, vivi, tia, Sandra, anggun, anis, tri, asih, yusi) terimakasih atas bantuan serta dukungan dari kalian semua.
21. Teman- teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas kebersamaannya selama ini. 22. Teman KKN Desa Karang Jawa, Lewa Rina Balyo, warga karang jawa ndok ambar terimakasih atas kebaikan, bantuan, dukungan yang telah diberikan. 23. Seluruh kakak tingkat serta adik tingkat Pendidikan Ekonomi semoga kita semua sukses dan tak lupa terimakasih Kak Dani dan Om Herdi yang selalu membantu dalam menempuh studi. 24. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang terlibat dalam myelesaikan skripsi dan studiku.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan tangan terbuka. Namun demikian, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Wassalamu’alaikumWr. Wb
Bandar Lampung, Penulis
Gadis Wulandari NPM 1313031038
Mei 2017
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................1 1.2 Identifikasi Masalah .........................................................................8 1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................9 1.4 Rumusan Masalah ............................................................................9 1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................10 1.6 Kegunaan Penelitian........................................................................11 1.7 Ruang Lingkup Penelitian...............................................................12 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 TinjauanPustaka ..............................................................................13 2.1.1 Soft Skill ................................................................................13 2.1.2 Pengertian Belajar .................................................................16 2.1.3 Mata Pelajaran IPS Terpadu .................................................22 2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif ...........................................23 2.1.5 Model Pembelajaran Team Assisted Individually .................26 2.1.6 Model Pembelajaran Pair Check ..........................................29 2.1.7 Konsep Diri ...........................................................................31 2.2 Penelitian Yang Relevan .................................................................34 2.3 Kerangka Pikir ................................................................................37 2.4 Hipotesis..........................................................................................45 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian............................................................................46 3.1.1 Desain Penelitian...................................................................47 3.1.2 Prosedur Penelitian ...............................................................48
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................52 3.2.1 Populasi.................................................................................52 3.2.2 Sampel...................................................................................52 3.3 Variabel Penelitian ..........................................................................52 3.3.1 Variabel Bebas ......................................................................53 3.3.2 Variabel Terikat ....................................................................53 3.3.3 Variabel Moderator ...............................................................53 3.4 Definisi Konseptual Variabel..........................................................54 3.5 Definisi Operasional Penelitian.......................................................54 3.6 Teknik Pengumpulan Data..............................................................55 3.6.1 Observasi...............................................................................56 3.6.2 Angket...................................................................................56 3.7 Uji Persyaratan Instrumen...............................................................56 3.7.1 Uji Validitas ..........................................................................57 3.7.2 Uji Reliabilitas ......................................................................58 3.8 Uji Pesryaratan Analisis Data .........................................................59 3.8.1 Uji Normalitas.......................................................................59 3.8.2 Uji Homogenitas ...................................................................60 3.9 Teknik Analisis Data.......................................................................60 3.9.1 T-Test Dua Sampel Independen............................................60 3.9.2 Analisis Varians Dua Jalan ...................................................61 3.9.3 Pengujian Hipotesis...............................................................63 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi data....................................................................................65 4.1.1 Sejarah singkat SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ....................................................................65 4.1.2 Profil Sekolah..........................................................................66 4.1.3 Visi dan Misi SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ....................................................................67 4.1.4 Keadaan Gedung SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ....................................................................67 4.1.5 Keadaan Guru dan Karyawan SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ......................................68 4.2 Deskripsi Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ......................69 4.2.1 Deskripsi Data Soft Skill Siswa Pada Kelas Eksperimen ..........................................................70 4.2 2 Deskripsi Data Soft Skill Siswa Pada Kelas Kontrol.................................................................72 4.2.3 Deskripsi Data Soft Skill Pada Konsep Diri Tinggi Kelas Eksperimen ...................................................................74 4.2.4 Deskripsi Data Soft Skill Siswa Pada Konsep Diri Tinggi Kelas Kontrol ..............................................................75 4.2.5 Deskripsi Data Soft Skill Pada Konsep Diri Rendah Kelas Eksperimen ...................................................................77 4.2.6 Deskripsi Data Soft Skill Siswa Pada Konsep Diri Rendah Kelas Kontrol ............................................................78
4.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ................................................80 4.3.1 Uji Normalitas.........................................................................80 4.3.2 Uji Homogenitas .....................................................................81 4.4 Pengujian Hipotesis...........................................................................82 4.4.1 Pengujian Hipotesis 1 .............................................................83 4.4.2 Pengujian Hipotesis 2 .............................................................84 4.4.3 Pengujian Hipotesis 3 .............................................................85 4.4.4 Pengujian Hipotesis 4 .............................................................86 4.5 Pembahasan.......................................................................................88 4.5.1 Terdapat Perbedaan Rata-Rata soft skill Antara Siswa yang Pembelajaranya Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assited Individually dan Pair Check Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu .........................................88 4.5.2 Soft Skill Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Team Assisted Individually Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Pair Check Bagi Siswa yang Memiliki Konsep Diri Tinggi Pada Mata Pelajaraan IPS Terpadu .................................................90 4.5.3 Soft Skill Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Team Assisted Individually Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Pair Check Bagi Siswa yang Memiliki Konsep Diri Rendah Pada Mata Pelajaraan IPS Terpadu .................................................92 4.5.4 Terdapat Interaksi Antara Model Pembelajaran Team Assisted Individually dan Pair Check Dengan Konsep Diri Terhadap Soft Skill Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu ...................................................95 4.6 Keterbatasan Penelitian.....................................................................97 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...........................................................................................99 5.2 Saran..................................................................................................100 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Tabel 1. Soft skill yang Tampak Pada Siswa..................................4 2. Tabel 2. Desain Penelitian Eksperimen Treatment By Level .........48 3. Tabel 3. Soft Skill............................................................................55 4. Tabel 4. Konsep Diri ......................................................................55 5. Tabel 5 Kategori Besarnya Realibilitas..........................................58 6. Tabel 6. Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalan.............62 7. Tabel 7. Cara Untuk Menentukan Kesimpulan Hipotesis Anava ..63 8. Tabel 8. Pergantian Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ...........................................................................65 9. Tabel 9. Keadaan Gedung SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ...........................................................................68 10. Tabel 10. Jumlah Tenaga Kerja SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ..........................................................................69 11. Tabel 11 Distribusi frekuensi Soft Skill Siswa Pada Kelas Eksperimen ................................................................71 12. Tabel 12 Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Pada Kelas Kontrol .......................................................................73 13. Tabel 13 Distribusi frekuensi Soft Skill Siswa Pada Konsep Diri Tinggi Kelas Eksperimen ................................74 14. Tabel 14 Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Pada Konsep Diri Tinggi Kelas Kontrol.......................................76 15. Tabel 15 Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Pada Konsep Diri Rendah Kelas Eksperimen ..............................77 16. Tabel 16 Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Pada Konsep Diri Rendah Kelas Kontrol .....................................79 17. Tabel 17. Rekapitulasi Uji Normalitas .........................................81
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Gambar 1. Interaksi antara Model Pembelajaran Kooperatif dan Konsep Diri terhadap Soft Skill Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017 .........................................................44 2. Gambar 2. Estimated Marginal Means Of Soft Skill...................87
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Lembar Wawancara ................................................................104 2. Lembar Jawaban Wawancara..................................................105 3. Kisi-kisi Angket Soft Skill.......................................................107 4. Kisi-kisi Angkat Konsep Diri..................................................108 5. Angket Soft Skill......................................................................109 6.Angket Konsep Diri .................................................................112 7. Silabus Pembelajaran ..............................................................115 8. Rubrik Penilaian Soft Skill ......................................................118 9. Lembar Observasi ...................................................................122 10. RPP Kelas Eksperimen .........................................................123 11. RPP Kelas Kontrol ................................................................171 12. Data Hasil Penelitian Kelas Eksperimen...............................219 13. Data Hasil Penelitian Kelas Kontrol .....................................220 14. Uji Validitas Instrumen Soft Skill..........................................221 15. Uji Validitas Instrument Konsep Diri ...................................223 16. Uji Reliabilitas Instrument Soft Skill.....................................225 17. Uji Reliabilitas Instrument Konsep Diri ...............................226 18. Uji Normalitas Liliefors ........................................................227 19. Uji Homogenitas Uji F ..........................................................228 20. Uji Hipotesis 1 dan Hipotesis 4.............................................229 21. Uji Hipotesis 2 ......................................................................233 22. Uji Hipotesis 3 ......................................................................235
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. Karena melalui pendidikan inilah dapat tercipta generasi yang cerdas, berwawasan, terampil berkualitas dan diharapkan dapat menjadi generasi-generasi yang bisa memberi perubahan lebih baik terhadap bangsa. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem nasional pendidikan pada pasal 1 menyatakan bahwa “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sprituil keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara”. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pendidikan tidak hanya suasana ketika pembelajaran berlangsung, namun lebih menekankan agar peserta didik aktif dalam mengembangkan potensi atau kemampuan yang ada pada dirinya. Pendidikan tidak hanya mendidik siswa untuk memiliki kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan atau hard skill saja akan tetapi pendidikan juga harus memperhatikan kemampuan soft skill siswa baik kemampuan inter atau intra yang dimiliki oleh siswa. Hard skill merupakan pengetahuan dan keterampilan teknis yang dimiliki seseorang sedangkan soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam mengelola diri dan orang lain.
2
Pada lembaga pendidikan terdapat tujuan yang harus dicapai yaitu tujuan institusional.Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan, tujuan ini juga dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu.Tujuan institusional merupakan tujuan untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah kejuruan dan jenjang pendidikan tinggi. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan Bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan
menengah
pertama
bertujuan
meningkatkan
kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Berdasarkan penjelasan tentang tujuan institusional tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) memang mengutamakan kecerdasan dan pengetahuan yang merupakan ranah kognitif. Namun, tujuan institusional juga menekankan pada ranah afektif dan psikomotorik terutama pada kepribadian, akhlak dan keterampilan hidup mandiri dari siswa. IPS Terpadu merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki kecenderungan pada ranah afektif. Karena mata pelajaran IPS Terpadu tidak hanya mendidik siswa untuk mengetahui tentang pengetahuan dalam bersosialisasi akan tetapi juga harus bisa mengaplikasikan secara langsung dalam lingkungan masyarakat juga dalam lingkungan sekolah.
3
Dalam bersosialisasi dengan lingkungan juga diperlukan keahlian dalam memanajemen diri dan soft skill lainnya. Hal ini sesuai dengan tujuan mata pelajaran IPS di Indonesia tingkat SMP dan MTS, menurut Zubaedi (2011: 289), yakni. 1)
2) 3) 4)
Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian, keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan (atau konsepyang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan), Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inkuiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial, Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan(serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa), Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, bekerjasamadalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional,maupun internasional.
Pada pembelajaran IPS Terpadu cenderung mengutamakan aktivitas keseharian siswa baik dalam bersosialisasi dengan orang lain, dengan lingkungan atau mengendalikan diri sendiri. Jadi dapat diketahui bahwa mata pelajaran IPS Terpadu memiliki keterkaitan dengan kemampuan soft skill siswa. Hal ini berkaitan dengan pendapat Elfindri, dkk berikut ini. Elfindri, dkk (2011: 10) Mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner dan disiplin. Lebih lanjut Elfindri menjelaskan bahwa soft skill merupakan keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki baik untuk sendiri, berkelompok atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan Sang Pencipta. Soft skill sangat diperlukan untuk kecakapan hidup seseorang. Menurut Nugroho, dalam Mardatillah (2016: 26) mengatakan bahwa, Soft skill berada diluar kemampuan teknis dan akademik. Soft skill merupakan istilah sosiologis yang mempresentasikan pengembangan dari kecerdasan emosional seseorang.Soft skill melengkapi hard skill, dimana hard skill merupakan representasi dari potensi IQ seseorang terkait dengan persyaratan teknis pekerjaan dan beberapa kegiatan lainnya.
4
Berdasarkan beberapa definisi soft skill yang telah diungkapkan, maka dapat dilihat bahwa kemampuan soft skill merupakan keterampilan yang ada didalam diri baik untuk diri sendiri atau dalam berkomunikasi dengan teman disekolah. Proses pembelajaran sangatlah berpengaruh terhadap pengembangan soft skill siswa. Jika guru hanya fokus dalam pengembangan hard skill maka akan menghambat perkembangan soft skill yang ada dalam diri siswa. Indikator soft skill yang wajib dimiliki siswa meliputi kejujuran, tanggung jawab, kemampuan
bekerjasama,
kemampuan
beradaptasi,
kemampuan
berkomunikasi, toleransi dan disiplin diri. Untuk meningkatkan soft skill siswa, guru dapat menggunakan model pembelajaranatau
metode
dalam
mengajar
yang
mendorong
proses
peningkatan soft skill siswa sehingga siswa lebih termotivasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar serta dapat meningkatkan minat siswa. Berdasarkan hasil wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut. Tabel 1. Soft Skill Yang Tampak pada Siswa No Harapan Fakta di Lapangan yang diinginkan 1. Semua siswa Ketika diberikan tugas mandiri mengerjakan secara di kelas sebagian besar siswa mandiri tugas-tugas masih menyontek temannya. yang diberikan. 2. Semua siswa Sebagian besar siswa tidak mengerjakan piket mengerjakan piket kelas. kelas.
5
3.
Semua siswa mampu bekerjasama dengan baik antarteman.
Ketika di bentuk kelompok sebagian besar dari mereka tidak menyelesaikan masalah secara bersama.
4.
Semua siswa mampu beradaptasi dengan baik.
5.
Semua siswa mampu berkomunikasi dengan baik.
6.
Semua siswa dapat menerima pendapat teman dengan baik.
Sebagian besar siswa belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung masih ada yang enggan untuk aktif Ketika diberikan tugas dan diminta untuk mempresentasikan didepan kelas, sebagian besar siswa masih belum dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan maupun tulisan. Sebagian besar siswa belum bisa menerima pendapat temannya dengan baik. Hal ini terbukti saat diskusi, ketika ada temannya yang menyampaikan pendapat siswa sering memotong pendapat temannya.
7.
Semua siswa memiliki tingkat kedisiplinan yang baik.
Sebagian besar siswa masih ada yang sering terlambat datang ke sekolah dan melanggar tata tertib sekolah.
Sumber: wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII Tabel 1 menunjukkan perilaku siswa yang mencerminkan masih rendahnya soft skill yang dimiliki siswa.
Rendahnya soft skill siswa, menyebabkan di dalam proses pembelajaran masih ada siswa yang belum mampu menggali informasi dan memecahkan masalah yang dihadapi, rendahnya kemampuan siswa dalam bekerjasama dan berkomunikasi, seperti pada saat di kelas siswa cenderung pasif tidak mau ikut berperan dalam kegiatan belajar mengajar.
6
Kecakapan-kecakapan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa dapat didukung dengan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dan mampu meningkatkan soft skill siswa, model pembelajaran yang tepat yaitu model pembelajaran kooperatif. Menurut Trianto (2009: 56) “Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivisme. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menentukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan teman. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif”. Penggunaan model pembelajaran kooperatif bisa membantu meningkatkan soft skill siswa terutama dalam hal berkomunikasi dengan teman dan model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan di dalam kelas adalah model team assited individually dan pair check. Menurut Shoimin (2014: 200), model pembelajaran team assited individually memiliki dasar pemikiran yaitu untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan maupun pencapaian prestasi siwa. Dalam model pembelajaran team assited individually, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Pembelajaran kelompok, diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. (Suyitno, 2007: 10). Model pembelajaran team assited individually sangat sesuai digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Sedangkan menurut Herdian dalam Shoimin (2014:118) model pembelajaran pair check merupakan model pembelajaran dimana siswa saling berpasangan dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan.
7
Shoimin (2014: 119), menyatakan bahwa pembelajaran pair check merupakan model pembelajaran yang menekankan guru untuk menyajikan pertanyaan yang bersifat menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Model pembelajaran ini diharapkan dapat menarik minat peserta didik dalam belajar di kelas sehingga peserta didik menjadi lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tentang model pembelajaran team assited individually dan pair check tersebut dapat diketahui bahwa kedua model pembelajaran tersebut diduga dapat meningkatkan soft skill siswa. Penerapan model pembelajaran team assited individually dan pair check harus memperhatikan konsep diri siswa, karena model pembelajaran yang aktif dan interaktif dapat terjadi jika siswa itu memiliki mental yang baik, sehingga siswa harus memiliki konsep diri yang baik juga. Seperti yang didefinisikan Calhaoun dan Socella dalam Ghufron (2010: 13). bahwa konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang.
Konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki, Rahmat dalam Ghufron (2010: 13). Pernyataan tersebut didukung oleh Burns dalam Ghufron (2010: 13) menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi cara individu dalam bertingkah laku di tengah masyarakat. Hal ini berarti konsep diri yang baik
8
akan membuat siswa memiliki kepercayaan diri dan lebih aktif dalam pembelajaran di kelas.
Berdasarkan penjelasan tentang konsep diri dapat dipahami bahwa konsep diri berpengaruh terhadap efektifitas antara model pembelajaran team assisted individually dan pair check dalam meningkatkan soft skill siswa.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti hendak melakukan kegiatan penelitian dengan judul “Perbandingan Soft Skill antara Siswa Yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individually dan Pair Check dengan Memperhatikan Konsep Diri Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Siswa kurang paham cara mengembangkan soft skill yang dimiliki 2. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). 3. Rendahnya kemampuan siswa dalam berkerja sama dan berkomunikasi. 4. Guru belum menerapkan model pembelajaran kooperatif yang menarik untuk membuat siswa menjadi semangat, kreatif dan menyenangkan.
9
5. Siswa kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga cenderung pasif. 6. Konsep diri siswa yang berbeda-beda.
1.3 Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul penelitian dan berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka ada pembatasan masalah yang jelas agar lebih terarah pada tujuan yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini, sehingga masalah dalam penelitian ini dibatasi pada aspek soft skill pada mata pelajaran IPS Terpadu, model pembelajaran team assisted individually, model pembelajaran pair check dan konsep diri (konsep diri tinggi dan konsep diri rendah).
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah. 1. Apakah terdapat perbedaan soft skill antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individually dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe pair check? 2. Apakah soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran team assisted individually lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran pair check bagi siswa yang memiliki konsep diri tinggi pada mata pelajaran IPS terpadu? 3. Apakah soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model Pembelajaran team assisted individually lebih rendah dibandingkan
10
dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran pair check bagi siswa yang memiliki konsep diri rendah pada mata pelajaran IPS terpadu? 4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri terhadap soft skill siswa?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui. 1. Perbedaan soft skill antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran
kooperatif
tipe
team
assited
individually
dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe pair check. 2. Keefektifan model pembelajaran team assited individually dibandingkan degan pair check dalam meningkatkan soft skill, pada siswa yang memiliki konsep diri tinggi. 3. Keefektifan model pembelajaran team assited individually dibandingkan dengan pair check dalam meningkatkan soft skill, pada siswa yang memiliki konsep diri rendah. 4. Pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri terhadap soft skill siswa.
11
1.6 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis a. Menambah
sumbangan
pemikiran
terhadap
pengembangan
ilmu
pengetahuan dalam bidang pendidikan dan menambah konsep-konsep teoritis kepada guru dan calon guru mengenai model pembelajaran. b. Dapat menjadi sumber referensi untuk perpustakaan dan bagi semua pihak yang bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam mengenai permasalahan yang terkait. c. Sebagai latihan dan pengalaman dalam mempraktikkan teori yang diterima selama perkuliahan.
2. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi kepada guru dan calon guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat dan efektif sehingga dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa ke arah yang lebih baik. b. Memberikan tambahan wawasan bagi siswa untuk meningkatkan soft skill melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa (student centered). c. Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam usaha meningkatkan kualitas peserta didik.
12
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah soft skill (Y), model pembelajaran team assisted individually (X1), model pembelajaran pair check (X2), dan konsep diri (konsep diri tinggi dan konsep diri rendah) (Z). 2. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A dan VIII D 3. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini adalah SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung. 4. Waktu Penelitian Waktu dalam penelitian ini adalah pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017 5. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan IPS Terpadu
13
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Soft Skill
Pengembangan soft skill sangatlah penting dikembangkan didunia pendidikan, karena dengan memiliki soft skill yang bagus siswa dapat memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri dan bersosialisasi terhadap lingkungan.
Elfindri, dkk (2011: 10), mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin. Lebih lanjut Elfindri menjelaskan bahwa softskill merupakan keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan Sang Pencipta.Soft skill sangat diperlukan untuk kecakapan hidup seseorang. Thomas J.Neff dan James N.Citrin dalam Mardatillah (2016:29) mengutip bahwa kunci sukses seseorang dipengaruhi 90% oleh kemampuan soft skill dan hard skill cukup sebesar 10% saja. Pernyataan Thomas J.Neff dan James N diperkuat oleh kajian Depdiknas RI pada tahun 2009, yang menemukan bahwa tingkat kesuksesan seseorang dalam pendidikan ditentukan oleh kemampuan soft skill sebesar 85 %.
14
Berdasarkan paparan di atas, dapat dilihat bahwa soft skill sangat penting bagi setiap orang. Karena dengan adanya soft skill orang dapat berkomunikasi dengan baik dengan lingkungan sekitarnya. Pentingnya soft skill juga ditekankan oleh Giblin dan Sailah dalam Sucipta (2009: 1) yang menyatakan bahwa soft skill merupakan kunci menuju hidup yang lebih baik, sahabat lebih banyak, sukses lebih besar dan kebahagiaan yang lebih luas. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Kaipa dan Milus (2005: 3-6) bahwa soft skill adalah kunci untuk meraih kesuksesan, termasuk di dalamnya kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, komunikasi, kreativitas, kemampuan presentasi, kerendahan hati dan kepercayaan diri, kecerdasan emosional, integritas, komitmen dan kerjasama. Illah Sailah dalam naskah bukunya yang berjudul Pengembangan Softskill di Perguruan Tinggi 2007 dalam buku mengutip definisi soft skillsebagai. 1. Keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (inter-personalskills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra-personal skills) yang mampu mengembangkan secara maksimal unjuk kerja (performans) seseorang. 2. Selanjutnya diberikan contoh yang termasuk dalam keterampilan mengatur dirinya sendiri antara lain (a) transforming character, (b)transforming beliefs, (c) change management, (d) stress management, (e) time management, (f) creative thinking processes, (h) goal setting and lifepurpose, (i) acelerated learning techniques, dan lain-lain. 3. Sedangkan contoh keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain di antaranya adalah (a) communication skill, (b) relationship building, (c) motivation skills, (d) leadership skills, (e) self marketingskills, (f) negotiatian skills, (g) presentation skills, (h)public speaking skills, dan lain lain. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa soft skill merupakan kemampuan yang sangat penting bagi setiap orang. Soft skill merupakan kemampuan yang sangat sulit untuk dinilai jika orang tersebut
15
tidak menerapkan dalam kehidupannya. Kemampuan yang dimaksud bukan kemampuan akademis yang tinggi, tetapi kemampuan interaksi sosial yang baik, kemampuan untuk bergaul, mampu berbicara di depan umum dan lainlain. Soft skill merupakan jenis keterampilan yang lebih banyak terkait dengan sensitivitas perasaan seseorang terhadap lingkungan sekitarnya. Karena itu dampak yang diakibatkan lebih abstrak namun tetap bisa dirasakan seperti perilaku sopan, disiplin, keteguhan hati, kemampuan untuk dapat bekerjasama, membantu orang lain, dan sebagainya. Dengan memiliki soft skill, setiap individu akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan tanggap terhadap kondisi dan situasi sekitarnya sehingga dapat berpikir, berucap dan bertindak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dimana seseorang hidup dan juga di lingkungan sekolah, dan lingkungan kerjanya .Bila setiap profesi dituntut mempunyai hard skill yang berbedabeda, tidak demikian dengan soft skill, karena keterampilan ini merupakan kompetensi yang seharusnya dipunyai oleh semua orang, apapun profesinya.
Menurut Mardatillah (2016: 6), kemampuan soft skill memiliki beberapa atribut, yaitu: 1). inovatif dan kreatif, 2). jujur, 3). disiplin, 4). komitmen, 5). networking, 6). leadership, 7). keterampilan berkomunikasi, 8). problem solving, 9). self marketing, 10) motivasi. Atribut soft skill ini wajib dimiliki dan diaktifkan oleh setiap individu. Setiap individu pasti memiliki kesepuluh atribut ini meskipun dalam prosentase tingkat keaktifan yang berbeda. Atribut soft skill tidak bersifat tetap, melainkan dapat berubah sesuai keinginan individu yang bersangkutan.
16
Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa soft skill dapat berubah jika individu mau merubahnya ke arah yang lebih baik, juga dapat berubah menjadi lebih buruk jika individu tidak berusaha mengembangkannya lebih lanjut.
2.1.2 Pengertian Belajar Belajar merupakan kecenderungan perubahan pada diri manusia baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik selama proses pertumbuhan yang dapat diamati, diubah, dikembangkan dan dikontrol. Hal ini diungkapkan oleh Gagne dalam Siregar (2010: 4) bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan atau direncanakan.
H.C
Witherington
dalam
Educational
Psychology
menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan,sikap kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian. Pengertian belajar berkaitan dengan teori belajar. Teori belajar itu antara lain sebagai berikut. 1) Teori Belajar Aliran Behavioristik Menurut behaviorisme reaksi yang begitu kompleks akan menimbulkan tingkah laku. Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya adalah Edward L.Thorndike, J. B. Watson, Clarh Hull, Edwin Guthri, dan B. F. Skinner. Mereka ini sering disebut “contemporary behaviorist” atau
17
juga disebut “S-R psychologist”. Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan.Dalam perkembangan aliran behavioristik bermunculan teori belajar, yang secara garis besar dikelompokkan pada dua teori belajar, yaitu teori belajar conditioning dan teori belajar connectionism. Thorndike dalam Siregar (2010: 28), Teori belajar Thorndike disebut “connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksikoneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering pula disebut Trial and Error dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu.Ciri-ciri belajar dengan Trial and Error adalah ada motif pendorong aktivitas, ada berbagai respons terhadap situasi, ada eliminasi respons yang gagal/ salah, dan ada kemajuan reaksi mencapai tujuan. Berdasarkan pendapat Thorndike pembelajaran trial and error tentu menggunakan motif-motif yang dapat mendorong aktivitas belajar didalam kelas. Dengan keaktifan siswa tersebut maka pendidik dapat mencapai tujuan yang diinginkan yaitu membuat semua siswa aktif dalam proses pembelajaran. Namun dalam proses pembelajaran pendidik harus menyesuaikan dengan keadaan di kelas, lingkungan dan lainnya. Hal ini senada dengan hasil penelitian Thorndike berikut. Thorndike dalam Siregar, dkk (2010: 29), menemukan hukum-hukum sebagai berikut. 1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan. 2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering dilakukan diklat dan pengulangan. 3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak/pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan cenderung untuk dilupakan. Menurut hasil penelitian tersebut, proses belajar melalui proses Trial and Error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan Law of Effect
18
merupakan segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari sebaikbaiknya. Ivan Pavlov dalam Siregar (2010: 30), juga menghasilkan teori belajar yang disebut classical conditioning (upaya pembiasaan), yang merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Teori ini disebut juga respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut). Penelitian Ivan Paplop selanjutnya di teliti oleh tokoh lainnya yaitu John B. Watson. Watson juga mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov.
Watson dalam Dalyono (2012: 32), berpendapat bahwa: belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus respon baru melalui conditioning”. Menurut teori conditioning, belajar itu merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning adalah latihan yang kontinyu. Teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil conditioning, yaitu hasil latihan atau kebiasaan bereaksi terhadap perangsang tertentu yang dialami dalam kehidupannya. E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar, yang mengemukakan bagaimana cara atau metode untuk mengubah kebiasaan yang kurang baik berdasarkan teori conditioning ini. Menurut Guthrie dalam Djaali (2008: 87), menyatakan bahwa untuk menggunakan kebiasaan yang tidak baik harus dilihat dari rentetan deretan
19
unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk menghilangkan unit yang tidak baik atau menggantinya dengan yang lain atau yang seharusnya.
Skinner
menciptakan
teori
pembiasaan
perilaku
respon
(Operant
Conditioning) untuk menanggapai teori Stimulus-Respons (S-R) yang dikembangkan oleh J. B. Watson. Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respons.Perbedaannya Skinner membuat perincian lebih jauh. Skinner dalam Siregar (2010: 27), membedakan dua macam respons, yaitu. a. Respondent Response Respondent response merupakan respons yang ditimbulkan oleh perangsang tertentu, misalnya keluarnya air liur setelah melihat makanan tertentu, dan umumnya perangsang yang demikian itu mendahului respons yang ditimbulkan. b. Operant Response Operant response, yaitu respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang itu memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Misalnya, seorang anak yang belajar melakukan perbuatan lalu mendapatkan hadiah, maka ia menjadi lebih giat belajar (responsnya menjadi lebih intensif/ kuat). Kenyataannya bahwa jenis respons pertama (respondent response) sangat terbatas pada manusia, dan jenis respons kedua (operant response) merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tidakterbatas. Oleh karena itu, Skinner lebih memfokuskan pada jenis tingkah laku yang kedua. Skinner menganggap reward atau reinforcement sebagai faktor terpenting dalam proses belajar, serta tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Jadi, operant conditioning merupakan situasi belajar di mana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.
20
Berdasarkan uraian mengenai teori belajar aliran behavioristik di atas, maka keterkaitan antara teori belajar dengan model pembelajaran team assisted individually dan pair check yakni karena dalam kedua model pembelajaran tersebut memberi stimulus agar siswa dapat terbiasa aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran team assisted individually memberikan tugas-tugas kepada siswa dalam kelompok serta guru menekankan presepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya. Cara ini digunakan agar semua siswa berkerja sama dengan baik dalam kelompok serta membuat siswa dapat berkomunikasi dengan baik. Sedangkan model pembelajaran pair check menerapkan agar guru memberi LKS atau tugas yang terdiri dari beberapa soal atau permasalahan kepada siswa untuk dikerjakan dalam kelompok secara berpasangan, yang terdiri dari partner A dan partner B. Model ini digunakan untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama, dan kemampuan siswa dalam menuangkan ide, pikiran, dan pengalaman. Dengan strategi pair check memungkinkan bagi siswa untuk saling bertukar pendapat dan memberi saran.
2) Toeri Belajar Aliran Konstruktivistik Pandangan klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa pengetahuan secara untuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Penelitian pendidikan pada saat ini telah mengungkapkan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang. Pandangan inilah yang dianut oleh konstruktivisme.
Jalaludin dalam Riyanto (2010: 143), Kontruktivis berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivis berupaya membina suatu konsensus yang
21
paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. Menurut teori ini, satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya sedikit demi sedikit. Guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar. Tokoh-tokoh penting dalam pengembangan teori kontruktivisme salah satunya adalah J. Piaget dan Vygotsky.Piaget dalam Siregar (2014: 39), mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalamannya, proses pengalaman berjalan secara terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru.Piaget menekankan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Konstruktivisme menurut Vygotsky menekankan bahwapentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan. Vygotsky dalam Santrock (2007: 390), mengatakan bahwa ada dua prinsip penting berkenaan dengan teori kontruktivismenya, yaitu. a. Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, b. Zona of proximal development. Pendidik sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian, dan kompetensi. Berdasarkan uraian mengenai teori belajar aliran konstruktifistik di atas, maka keterkaitan antara teori belajar dengan model pembelajaran pair check yaitu melatih siswa untuk bisa mengaitkan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan yang mereka dapat dalam keseharian atau lingkungan mereka dan pengetahuan tersebut dibangun oleh siswa itu sendiri.
22
2.1.3 Mata Pelajaran IPS Terpadu
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang disiplin ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi antropologi, dan sebagainya. Senada dengan pendapat Zubaedi (2011: 288), mendefinisikan ilmu pengetahuan sosial sebagai metode pelajaran di sekolah yang di desain atas dasar fenomena, masalah, dan realitas sosial dengan pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai cabang ilmu dan humaniora. Cabang ilmu itu meliputi kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, pendidikan. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, IPS Terpadu mempelajari masalah sosial yang terjadi di masyarakat sehingga harus memadukan berbagai cabang ilmu sosial yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial.
Hal tersebut sesuai dengan karakteristik mata pelajaran IPS di SMP/ MTs yang diungkapkan oleh Trianto (2010: 174-175) antara lain. a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan,sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, dan agama b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi,dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan adaptasi dan pengelolaan lingkungan struktur, proses, dan masalah sosial, serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan. Tujuan pembelajaran IPS menurut Zubaedi (2011: 289), mencakup empat hal antara lain. 1. Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian, keekonomian, kesejarahan dan kewarganegaraan (atau konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan)
23
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inkuiri, pemecahan masalah dan keterampilan sosial, 3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan (serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa), 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Berdasarkan uraian tersebut, IPS Terpadu dirancang untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah, serta melatih kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir secara kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi antar anggota. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman dalam satu kelompok untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
Hal ini senada dengan pendapat Komalasari (2013: 62) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan suatu strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mecapai tujuan belajar. Pendapat diungkapkan oleh ahli lain yang juga mendefinisikan tentang pembelajaran kooperatif
24
Menurut Majid (2014: 172), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama untuk mecapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dengan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai dengan enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, maka diketahui bahwa pembelajaran kooperatif menitikberatkan pada siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar, sehingga dapat meningkatkan partisispasi dan memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi dengan siswa lainnya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Hal ini sesuai dengan prinsip model pembelajaran kooperatif yang diungkapkan oleh Riyanto (2010: 266), yaitu. 1. Positive independence artinya adanya saling ketergantungan positif yakni anggota kelompok menyadari pentingnya kerja sama dalam pencapaian tujuan 2. Face to face interaction artinya antaranggota berinteraksi dengan saling berhadapan 3. Individual accountability artinya setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok 4. Use of collaborative/social skill artinya harus menggunakan keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru 5. Group processing artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif. Jadi, model pembelajaran kooperatif menekankan pada kerjasama yang akan menimbulkan lebih banyak komunikasi dan interaksi antar anggota kelompok maupun antar kelompok, sehingga dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa baik pada aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran kooperatif.
25
Menurut Majid (2014: 173), pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tujuan antara lain. 1. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. 2. Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang 3. Mengembangkan keterampilan sosial siswa antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan idea atau pendapat,bekerja dalam kelompok. Pendapat lain diungkapkan oleh Rusman (2012: 209), bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya 3 tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial.
Menurut Johnson dalam Siregar (2010: 114), terdapat unsur-unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut. a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa (positive interdependence) b. Adanya interaksi tatap muka langsung (face to face promotive interaction) c. Adanya tanggungjawab individu (personal responsibility) d. Adanya keterampilan menjalin hubungan interpersonal (interpersonal skill) e. Proses kelompok (group processing) terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapaitujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. Jika kelima unsur tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akan tercipta kerja kelompok yang maksimal sehingga hasil belajar pun akan meningkat.
26
2.1.5 Model Pembelajaran Team Assisted Individually
Model pembelajaran team assisted individually merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan soft skill yang ada pada siswa, untuk mengajarkan keterampilan sosial, berkerja sama, bertanggung jawab, kejujuran, keterampilan berbicara didepan orang banyak, selain itu model pembelajaran team assisted individually akan membuat siswa menjadi lebih kreatif . Suyitno (2007:10), model pembelajaran team assisted individually digunakan untuk meningkatkan pikiran kritis siswa, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sani (2013: 189) model pembelajaran Team Assisted Individually adalah kombinasi dari belajar kooperatif dengan belajar individu. Model pembelajaran Team Assisted Individually membuat siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya.Peran guru di sini hanya sebagai fasilitator dan penertiban terhadap jalannya pembelajaran. Model pembelajaran Team Assisted Individually, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 6 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai pendapat teman lain dan sebagainya. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab
27
membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.
Menurut Shoimin (2014: 200), model pembelajaran tipe team assisted individually memiliki 8 tahapan dalam pelaksanaanya, yaitu sebagi berikut: 1. Placement Test. Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan mencermati rata-rata nilai harian atau niai pada bab sebelumnya yang diperoleh siswa sehingga guru dapat mengetahui kekurangan siswa pada bidang tertentu. 2. Teams. Langkah ini cukup penting dalam penerapan pembelajaran kooperatif TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen terdiri dari 4-5 siswa. 3. Teaching Group.Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok 4. Student Creative. Pada langkah ketiga, guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasian kelompoknya. 5. Team Study. Pada tahapan team study,siswa belajar bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus didalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring.(tutor sebaya) 6. Fact Test. Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa,misalnya dengan memberikan kuis, dan sebagainya. 7. Team Score and Team Recognition. Selanjutnya, guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok ok”, “kelompok luar biasa” dan sebagainya. 8. Whole-Clas Units. Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa dikelasnya.
28
Menurut Shoimin (2014: 202-203), kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Team Assisted Individually sebagai berikut 1. Kelebihan Team Assisted Individually a. Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalahnya. b. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya. Adanya tanggung jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan permasalahannya. c. Siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. d. Mengurangi kecemasan (reducation of anxiety). e. Menghilangkan perasaan “terisolasi” dan panik. f. Menggantikan bentuk ersaingan (competition) dengan saling kerja sama (cooperation). g. Melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar. h. Mereka dapat berdiskusi (discus), berdebat (debate) atau menyampaikan gagasan, konsep dan keahlian sampai benar-benar memahaminya. i. Mereka memiliki rasa peduli (care), rasa tanggung jawab (take responsibility) terhadap teman lain dalam proses belajarnya. j. Mereka dapat belajar menghargai (learn to appreciate) perbedaan etnik (ethnicity), perbedaan tingkat kemampuan (performance level), dan cacat fisik (disability). 2. Kelemahan Team Assisted Individually a. Tidak ada persaingan antarkelompok b. Siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai. c. Terhambatnya cara berpikir siswa yang mempunyai kemampuan lebih terhadap siswa yang kurang. d. Memerlukan periode lama. e. Sesuatu yang harus dipelajari dan dipahami belum seluruhnya dicapai siswa. f. Bila kerja sama tidak dapat dilaksanakan dengan baik, yang akan bekerja hanyalah beberapa murid yang pintar dan yang aktif saja. g. Siswa yang pintar akan merasa keberatan karena nilai yang diperoleh ditentukan oleh prestasi atau pencapaian kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individually diterapkan dengan alasan akan mudah mengungkap sikap, nilai dan moral siswa terhadap suatu kasus yang disajikan oleh guru. Serta dapat mengembangkan kecakapan siswa dan membantu siswa
29
dalam kesulitan belajar secara individual, sehingga terjadi aktivitas yang saling menguntungkan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan sedang dan rendah.
2.1.6 Model Pembelajaran Pair Check
Model pair check (pasangan mengecek) merupakan model pembelajaran dimana siswa saling berpasangan dan menyelesaikan persoalan yang diberikan (Herdian dalam Shoimin 2009: 118). Menurut Suyatno (2009: 72) sintak dari pair check adalah sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan prosedural, membimbing pelatihan penerapan, pair check siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. Menurut Huda (2013: 211) menjelaskan bahwa metode Pair check adalah metode pembelajaran berkelompok antardua orang atau berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer Kagan tahun 1990. Metode ini menerapkan pembelajaran kooperatif yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan. Metode ini juga melatih tanggung jawab siswa, kerjasama dan kemampuan memberi penilaian Dalam model pembelajaran kooperatif tipe pair check,, guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Model pembelajaran ini juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama,dan kemampuan memberi penilaian. Model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menuangkan ide, pikiran, pengalaman dan pendapatnya dengan benar. Strategi pair check memungkinkan bagi siswa untuk saling bertukar pendapat dan saling memberikan saran.
30
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, maka penulis berpedoman terhadap pendapat Huda yang menjelaskan bahwa metode Pair check adalah metode pembelajaran berkelompok antardua orang atau berpasangan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan. Metode ini juga melatih tanggung jawab siswa, kerjasama dan kemampuan memberi penilaian.
Shoimin (2014: 119-120), Langkah-langkah model pembelajaran pair check : 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
8.
Bagilah siswa di kelas ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 orang Bagi lagi kelompok-kelompok siswa tersebut menjadi berpasangpasangan. Jadi, aka nada partner A dan partner B pada kedua pasangan. Berikan setiap pasangan sebuah LKS untuk dikerjakan. LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan (jumlahnya genap). Berikutnya,berikan kesempatan kepada partner A untuk mengerjakan soal nomor 1. Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor 2, dan partner A mengamati,memberi motivasi,membimbing (bila diperlukan) partner B selama mengerjakan soal nomor 2. Setelah 2 soal diselesaikan, pasangan tersebut mengecek hasil perkerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang satu kelompok dengan merek Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (kesamaan pendapat atau cara memecahkan masalah/menyelesaikan soal) merayakan keberhasilan mereka,atau guru memberikan penghargaan (reward). Guru dapat memberikan pembimbingan bila kedua pasangan dalam kelompok tidak menemukan kesepakatan. Langkah d,e dan f diulang lagi untuk menyelesaikan soal nomor 3 dan 4, demikian seterusnya sampai semua soal pada LKS selesai dikerjakan setiap kelompok.
Shoimin (2014: 121-122), kelebihan dan kekurangan model pembelajaran pair check : 1.
Kelebihan: a. Melatih siswa untuk bersabar, yaitu dengan memberikan waktu bagi pasangannya untuk berpikir dan tidak langaung memberikan jawaban (menjawabkan) soal yang bukan tugasnya. b. Melatih siswa memberikan dan menerima motivasi dari pasangannya secara tepat dan efektif. c. Melatih siswa untuk bersikap terbuka terhadap kritik atau saran yang membangun dari pasangannya atau dari pasangan lainnya dalam
31
d. e.
f. g.
h. i. j. 2.
kelompoknya. Yaitu, saat mereka saling mengecek hasil pekerjaan pasangan lain dikelompoknya. Memberikan kesempatan pada siswa untuk membimbing orang lain (pasangannya). Melatih siswa untuk bertanya atau meminta bantuan kepada orang lain (pasangannya) dengan cara yang baik (buka langsung meminta jawaban, tapi lebih kepada cara-cara mengerjakan soal/menyelesaikan masalah). Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menawarkan bantuan atau bimbingan pada orang lain dengan cara yang baik. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menjaga ketertiban kelas (menghindari keributan yang mengganggu suasana belajar). Belajar menjadi pelatih dengan pasangannya. Menciptakan saling kerja sama diantara siswa. Melatih dalam berkomunikasi.
Kekurangan: a. Membutuhkan waktu yang lebih lama b. Membutuhkan keterampilan siswa untuk menjadi pembimbing pasangannya, dan kenyataannya setiap partner pasangan bukanlah siswa dengan kemampuan belajar yang lebih baik. Jadi, kadang-kadang fungsi pembimbingan tidak berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa model pembelajaran kooperatif pair check diterapkan karena dapat mengembangkan kecakapan, ketelitian, serta kecermatan siswa dan membantu siswa dalam kesulitan belajar secara individual. Dengan demikian, terjadi aktivitas yang saling menguntungkan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan sedang dan rendah.
2.1.7 Konsep Diri
Konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif dan prestasi yang mereka capai. Konsep diri merupakan salah satu aspek yang cukup penting bagi individu dalam berperilaku.
32
Calhaoun dan Socella dalam Ghufron (2010: 13) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang. Hal ini dapat diartikan bahwa mental diri yang baik berarti memiliki konsep diri yang baik juga berdasarkan teori tersebut. Lebih spesifik lagi Hurlock dalam Ghufron (2010: 13) mengatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif dan prestasi yang mereka capai tidak hanya penilaian diri menurut pribadi. Burn dalam Ghufron (2010: 13) mendefinisikan konsep diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran diri di mata orang lain dan pendapatnya tentanghal-hal yang dicapai. Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya sendiri. Menurut Burn dalam Ghufron (2010:14) ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen kognitif dan konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut self image dan komponen afektif disebut self esteem. Komponen kognitif adalah pengetahuan individu tentang dirinya mencakup pengetahuan “siapa saya” yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran ini disebut citra diri. Sementara itu, komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan harga diri individu. Calhoun dan Acocella dalam Ghufron (2010: 19), membagi konsep diri menjadi dua, yaitu konsep diri yang positif dan negatif. Ciri konsep diri yang positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Sedangkan ciri konsep diri yang negatif adalah peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap kompetisi. Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli dapat diartikan bahwa konsep diri adalah apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh
33
seseorang mengenai dirinya sendiri. Gambaran diri seseorang berkembang dalam dua tahap. Pertama, kita menginternalisasikan sikap orang lain terhadap diri kita.Kedua, kita menginternalisasikan norma masyarakat, dengan kata lain, konsep diri adalah ciptaan sosial dan hasil belajar dari interaksi dengan orang lain.
Hurlock dalam Ghufron (2010: 16) membagi konsep diri berdasarkan perkembangannya menjadi konsep diri primer dan konsep diri sekunder. Konsep diri primer adalah konsep diri yang terbentuk berdasarkan pengalaman anak di rumah, berhubungan dengan anggota keluarga yang lain seperti orang tua dan saudara. Konsep diri sekunder adalah konsep diri yang terbentuk oleh lingkungan luar rumah, seperti teman sebaya atau teman bermain. Berdasarkan uraian tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berkembang dengan adanya interaksi dengan individu yang lain khususnya dengan lingkungan sosial.
Calhoun dan Acocella dalam Ghufron (2010: 17) mengatakan konsep diri terdiri dari tiga dimensi atau aspek: a. pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individudi dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan lain-lain. Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang diidentifikasi oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasi diri terhadap suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang dimasukkan ke dalam potret dari mental individu. b. harapan Individu juga mempunyai aspek pandangan tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya, individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Diri yang ideal sangat berbeda pada masing-masing individu. c. penilaian Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.
34
Pujijogjanti dalam Ghufron (2010: 18) mengatakan ada tiga peranan penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku: a. konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin. Pada dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran dan persepsi yang tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim psikologi yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku. b. keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan memberikan penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi. c. konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Pengharapan adalah inti dari konsep diri Konsep diri merupakan seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan yang rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi. Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbang batin bagi individu.
2.2 Penelitian Yang Relevan
1. Amat Sugiyantoko (2014) yang berjudul “Eksperimentasi model pembelajaran pair check dan think pair share materi sistem persamaan linier dua variabel” yang menunjukan bahwa berdasarkan dua rata-rata (uji pihak kanan) dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran pair check memberikan hasil belajar yang lebih baik daripada metode pembelajaran think pair share pada materi sistem persamaan linear dua variabel .(Jurnal) 2. Hazmy Adlianto Rogy (2012) yang berjudul “Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan TPS (Think Pair Share) terhadap Hasil Belajar Pengukuran Listrik di SMKN 2 Cimahi” yang menunjukkan bahwa Hasil eksperimen menunjukkan peningkatan hasil belajar pada kelas TAI dengan pencapaian Gain rata-rata 0,44. Sedangkan kelas TPS 0,44 pada aspek kognitif. Pada penilaian psikomotor kelas TAI mendapat rata-rata nilai 69,07 sedangkan pada kelas TPS yaitu 69,96. Untuk afektif TAI dan TPS masing-masing mendapat 66,34 dan 65,66. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan pembelajaran menggunakan TAI lebih efektif bila dibandingkan dengan TPS (Skripsi)
35
3. Ria Widyastuti (2011) yang berjudul “Pengaruh Penguasaan Konsep Diri TerhadapTingkat Penyesuaian Diri Siswa Dalam Lingkungan Belajar Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 10 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2010/2011” yang menunjukkan bahwa Ada pengaruh signifikan antara penguasaan konsep diri terhadap tingkat penyesuaian diri siswa dalam lingkungan belajar pada siswa kelas X, dimana konsep diri mempengaruhi tingkat penyesuaian diri siswa dalam lingkungan belajarpada siswa kelas X SMA Negeri 10 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2010/2011. (Skripsi) 4. Sarimaya (2013) yang berjudul “Peningkatan soft skill siswa SMP dalam pembelajaran IPS melalui pengembangan model pembelajaran kooperatif” yang menunjukkan bahwa ada peningkatan secara signifikan soft skill siswa dengan adanya pengembangan model pembelajaran kooperatif. (Skripsi) 5. Siti Kumala Sari (2014) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Terhadap Hasil Belajar Reaksi Redoks Pada Siswa Kelas X SMAN 1 Merangin” yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks termodifikasi terhadap hasilbelajar siswa pada materi reaksi Redoks di SMA N 1 Merangin. (Jurnal) 6. Ana Kurniati (2007) yang berjudul “Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik kelas VIII SMP N 1 Ngadirejo Temanggung” yang menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika.(Skripsi) 7. Hadi Rismanto, Mohammad Munir, M.Pd (2013) yang berjudul “pengembangan soft skill siswa melalui metode cooperative learning tipe jigsaw di smk muda patria kalasan yang menunjukkan bahwa metode cooperative learning tipe jigsaw dapat mempengaruhi perkembangan soft skill siswa kelas X SMK Muda Patria Kalasan pada mata pelajaran Teori Dasar Elektronika.(Jurnal) Berdasarkan penelitian relevan, maka terdapat perbedaan dan persamaan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut. Penelitian oleh Amat Sugiyantoko (2014) memiliki persamaaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan model pair check sebagai variabel independent. Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu pada variabel
36
dependent dan moderator, penelitian oleh Amat tidak menggunakan variabel moderator. Penelitian oleh Hamzy Aldianto Rogy (2012) persamaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel independent nya team assisted individually, sedangkan perbedaannya pada variabel dependent, peneliti menggunakan soft skill sebagai variabel dependent sedangkan penelitian oleh Hamzy menggunakan hasil belajar. Penelitian oleh Ria Widyastuti (2011) persamaannya yaitu sama-sama menggunakan
konsep
diri
sebagai
variabel
penelitian,
akan
tetapi
perbedaannya yaitu variabel independent nya merupakan variabel moderator dalam penelitian ini yaitu konsep diri. Penelitian oleh Sarimaya (2013) memiliki persamaan dengan penelitian ini pada variabel dependent yaitu soft skill Perbedaannya yaitu pada variabel moderator, penelitan oleh Sarimaya tidak menggunakan variabel moderator. Penelitian oleh Siti Kumala Sari (2014) memiliki persamaan dengan penelitian ini pada variabel independent yaitu model pembelajaraan kooperatif tipe Pair Check, sedangkan perbedaanya yaitu pada variabel dependent peneliti menggunakan soft skill sebagai variabel dependent sedangkan penelitian oleh Siti menggunakan hasil belajar. Penelitian oleh Ana Kurniati (2007) memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel independent yaitu model pembelajaran team assisted individually. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu variabel depndent. Penliti ini menggunakan soft skill sebagai variabel dependent sedangkan
37
Penelitian oleh Ana Kurniati menggunakan kemampuan pemecahan masalah sebagai variabel dependent Penelitian oleh Hadi Rismanto, Mohammad Munir, M.Pd (2013) memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel dependent yaitu soft skill.Kemudian memiliki perbedaan pada variabel independent nya.
2.3 Kerangka Pikir Banyak pendidik yang hanya memperhatikan hasil belajar ranah kognititf sajadan kurang memperhatikan hasil belajar ranah aspek afektif siswa mengenai soft skill siswa. Upaya melatih soft skill siswa dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa saling bekerjasama, berkomunikasi, dan berbagi pengetahuan dengan teman yang lain serta mulai belajar untuk menyampaikan pendapatnya. Pada model pembelajaran kooperatif ini diharapkan siswa dapat mengembangkan soft skillnya. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individually dan model pembelajaran koperatif pair check. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah soft skill siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individually dan model pembelajaran koperatif tipe pair check. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah konsep diri tinggi dan konsep diri rendah.
38
1. Perbedaan Soft skill Antara Siswa Yang Pembelajaramya Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individually Dibandingkan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair check Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Pada saat pembelajaran akan lebih baik jika guru menggunakan model pembelajaran yang efektif dan tepat. Karena penerapan model pembelajaran yang tepat sangat menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran.Tetapi pada kenyataannya, masih banyak guru yang menggunakan metode langsung.Dalam pembelajaran langsung peran guru dalam pembelajaran sangat dominan (teacher centered), sehingga siswa tidak mendapatkan andil yang besar dalam pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan metode yang diterapkan guru di dalam kelas, karena siswa dapat lebih aktif berperan serta dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai model, dua diantaranya yaitu team assisted individually dan pair check. Model pembelajaran team assisted individually, lebih menekankan setiap siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru hanya sebagai fasilitator pembelajaran. Konsep model pembelajaran ini adalah pemberian bantuan kepada siswa yang lemah. Langkah awal yang dilakukan adalah guru membentuk kelompok yang anggotanya heterogen, kemudian guru memberikan materi yang akan dibahas berupa topik bahasan. Tiap kelompok menyelesaikan tugas yang telah dirancang oleh guru sebelumnya dan berdiskusi bersama masing-masing anggota kelompok. Guru memberikan bantuan secara mandiri apabila ada siswa yang membutuhkan. Setelah selesai berdiskusi, ketua kelompok melaporkan hasil kerja kelompoknya dan siap untuk dipresentasikan.
39
Guru melakukan penilaian dan memberikan reward kepada kelompok terbaik. Langkah terakhir dari model pembelajaran ini adalah pemberian tes formatif pada siswa secara individu dan pemberian materi secara singkat. Dalam model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sedangkan model pembelajaran pair check lebih menekankan siswa untuk meningkatkan menuangkan ide, pikiran, pengalaman, dan pendapatnya dengan benar. Siswa dituntut saling bertukar pendapat dan saling memberi saran kepada teman kelompoknya dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Disini sisiwa saling mengamati, memotivasi serta membimbing temannya selama pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan uraian langkah-langkah tersebut dapat dilihat perbedaan karakteristik antara kedua model pembelajaran, sehingga diduga ada perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individually dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair check pada mata pelajaran IPS Terpadu.
2. Perbedaan Soft Skill Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Team Assisted Individually Lebih Tinggi Dibandingkan Siswa Yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Pair Check Bagi Siswa yang Memiliki Konsep Diri Tinggi Pada Mata Pelajaraan IPS Terpadu Konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yangmerupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional
40
aspiratif dan prestasi yang mereka capai. Konsep diri merupakan salah satu aspek yang cukup penting bagi individu dalam berperilaku. Calhaoun dan Socella dalam Ghufron (2010: 13) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang. Burns dalam Ghufron (2010: 13) menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi cara individu dalam bertingkah laku di tengah masyarakat. Hal ini berarti konsep diri yang baik akan membuat siswa memiliki kepercayaan diri dan lebih aktif dalam pembelajaran di kelas. Penerapan model pembelajaran team assisted individually untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang diri mereka dan dunia, selanjutnya memberikan mereka kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru dengan temanteman sekelasnya dimana siswa dapat melatih kemampuan berfikir secara individual dan berdiskusi secara tim dibandingkan model pembelajaran pair check. Hubungannya dengan model pembelajaran team assisted individually apabila konsep diri siswa yang tinggi di dalam mengikuti mata pelajaran ini maka mental, kepercayaan diri dan cara bersosialisasi yang baik terhadap teman sekelompoknya akan semakin lebih baik, karena konsep diri dapat mengfungsikan dan mengoptimalkan perilaku peserta didik ke arah yang lebih positif. Konsep diri juga tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berkembang dengan adanya interaksi dengan individu yang lain khususnya dengan lingkungan sosial. Di dalam model pembelajaran pair check, meskipun siswa memiliki konsep diri tinggi, namun pembagian kelompoknya hanya dengan teman sebangku sehingga siswa kurang meningkatkan kemampuan
41
sosialnya seperti dalam berinteraksi. Mereka tidak perlu menyesuaikan diri lagi karena satu kelompok dengan teman sebangku yang memang sudah akrab.
Berdasarkan hal tersebut, diduga ada perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya individually
lebih
menggunakan tinggi
model
dibandingkan
pembelajaran siswa
team
assisted
yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran pair check bagi siswa yang memiliki konsep diri tinggi.
3. Perbedaan Soft Skill Siswa Yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Team Assisted Individually Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Siswa Yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Pair Check Bagi Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Rendah Pada Mata Pelajaraan IPS Terpadu. Calhoun dan Acocella dalam Ghufron (2010: 19), membagi konsep diri menjadi dua, yaitu konsep diri yang positif dan negatif. Ciri konsep diri yang positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat, mampu mengembangkan
diri
karena
sanggup
mengungkapkan
aspek-aspek
kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Sementara itu, ciri konsep diri yang negatif adalah peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap kompetisi. Pada penerapan model pembelajaran team assisted individually, menekankan semua siswa wajib untuk berpikir sesuai topik dan tampil berbicara, tapi jika siswa memiliki perasaan cenderung tidak
42
disukai orang lain, malu untuk berbicara di hadapan orang banyak, maka akan sulit untuk siswa dapat tampil bicara. Siswa yang mempunyai konsep diri rendah dalam memerankan model pembelajaran team assisted individually akan merasa perlu menyiapkan mental yang lebih berani, karena pada penerapan model pembelajaran ini siswa dituntut berbicara di dalam presentasi individual maupun secara tim, sehingga ketika berada di depan kelas, siswa tersebut dapat berbicara tanpa rasa takut dan malu. Selain itu juga siswa harus aktif dalam proses pembelajaran seperti dalam menyesuaikan diri dengan anggota kelompoknya, menyampaikan ide-ide, memecahkan masalah dan berinteraksi dengan orang lain. Berbeda dengan model pembelajaran pair check, dimana lebih mekankan pada pembelajaran kelompok yang menuntut siswa dapat menjelaskan tentang dirinya di dalam kelompok tapi presentasi hanya dilakukan pada saat di depan kelas. Teknik ini merupakan cara yang menyenangkan untuk membantu siswa lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tim dari sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain. Meskipun siswa tersebut memiliki konsep diri rendah.
4.Terdapat Interaksi Antara Model Pembelajaran Team Assisted Individually dan Pair Check dengan Konsep Diri Terhadap Soft Skill Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu. Pada tingkat SMP, soft skill yang perlu ditingkatkan kepada siswa adalah keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sndiri (intrapersonal skills).Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya.
43
Menurut Nurulhayati dalam Rusman (2011:203) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Beberapa pembelajaran kooperatif yang diadaptasikan pada mata pelajaran untuk dapat meningkatkan soft skill siswa adalah model pembelajaran team assisted individually dan model pembelajaran pair check. Kegiatan model pembelajaran yang aktif dan interaktif dapat terjadi jika siswa itu memiliki mental yang baik, sehingga siswa harus memiliki konsep diri yang baik juga. Seperti yang didefinisikan Calhaoun dan Socella dalam Ghufron (2010: 13) bahwa konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang.
Konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki, Rahmat dalam Ghufron (2010: 13). Pernyataan tersebut didukung oleh Burns dalam Ghufron (2010: 13) menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi cara individu dalam bertingkah laku ditengah masyarakat. Hal ini berarti konsep diri yang baik akan membuat siswa memiliki kepercayaan diri dan lebih aktif dalam pembelajaran di kelas. Jika pada model diri tinggi dalam pembelajaran IPS Terpadu soft skill-nya lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki konsep diri rendah dan jika pada model pembelajaran pair check siswa yang memiliki konsep diri rendah soft skill-nya lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe team
44
assisted individually, maka terjadi interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan konsep diri. Hal di atas sesuai dengan pendapat Hurlock dalam Ghufron (2010: 16) yangmembagi konsep diri berdasarkan perkembangannya menjadi konsep diri primer dan konsep diri sekunder. Konsep diri primer adalah konsep diri yang terbentuk berdasarkan pengalaman anak di rumah, berhubungan dengan anggota keluarga yang lain seperti orang tua dan saudara. Konsep diri sekunder adalah konsep diri yang terbentuk oleh lingkungan luar rumah, seperti teman sebaya atau teman bermain. Berdasarkan uraian tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berkembang dengan adanya interaksi dengan individu yang lain khususnya dengan lingkungan sosialsehingga diduga terdapat interaksi antara model pembelajaran team assisted individually dan pair check dengan konsep diri terhadap soft skill pada mata pelajaran IPS Terpadu. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Model Pembelajaran
Team Assisted Individually Konsep Diri
Konsep Diri
Soft Skill
Soft Skill
Pair Check
Konsep Diri
Konsep Diri
Soft Skill
Soft Skill
Gambar 1. Interaksi antara Model Pembelajaran Kooperatif dan Konsep Diri terhadap Soft Skill Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017
45
2.4 Hipotesis
1. Terdapat perbedaan Soft skill anatara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individually dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe pair check pada mata pelajaran IPS Terpadu. 2. Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran team assisted individually lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran yang mengggunakan model pembelajaran Pair Check bagi siswa yang memiliki konsep diri tinggi pada mata pelajaran IPS Terpadu. 3. Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran team assisted individually lebih rendah dibandingkan dengan pembelajaran yang mengggunakan model pembelajaran pair check bagi siswa yang memiliki konsep diri rendah pada mata pelajaran IPS Terpadu. 4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri siswa terhadap soft skill pada mata pelajaran IPS Terpadu
99
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Terdapat perbedaan rata-rata soft skill antara siswa yang pembelajaranya menggunakan
model
pembelajaran
kooperatif
tipe
team
assited
individually dan pair check.pada mata pelajaraan IPS Terpadu. Perbedaan hasil soft skill siswa dapat terjadi karena adanya penggunaan model pembelajaran yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2. Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assited individually lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan model pair check bagi siswa yang memiliki konsep diri tinggi pada mata pelajaraan IPS Terpadu. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe team assited individually lebih cocok digunakan untuk siswa yang memiliki konsep diri tinggi. 3. Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assited individually lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan model pair check bagi siswa yang memiliki konsep diri rendah pada mata pelajaran IPS Terpadu.
100
Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tpe pair check lebih cocok digunakan untuk siswa yang memiliki konsep diri rendah. 4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri siswa terhadap soft skill pada mata pelajaran IPS Terpadu.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, penulis menyarankan: 1. Guru dapat mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran team assisted individually dan pair check karena kedua model ini harus dissuaikan dengan kondisi siswa dan materi pelajaran sehingga nantinya dapat meningkatkan soft skill siswa. 2. Guru dapat mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran team assisted individually dalam meningkatkan soft skill siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu karena dalam penerapan model pembelajaran ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu penerapan model harus disesuaikan
dengan
materi
pelajaran
sehingga
nantinya
dapat
meningkatkan soft skill siswa. 3. Guru dapat mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran pair check dalam meningkatkan soft skill siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu karena dalam model pembelajaran ini, guru harus mampu menyesuaikan kondisi siswa, disini siswa di tuntut agar dapat menjadi pembimbing pasangannya atau menjadi tutor sebaya. 4. Guru dapat menciptakan interaksi yang optimal saat proses pembelajaran berlangsung agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
101
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara. Dalyono. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Elfindri, et al. 2010.Soft Skills untuk Pendidik. t.k.: Baduose Media. Ghufron, M.Nur. 2010. Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Herdian.2009. Model dan Metode Pembelajaran. Jakarta: Kiara Alifiani. Hadi. 2007. Strategi dan Model Pembelajaran.Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Huda. 2013. Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo. Kaipa, P &Milus, T. 2005.Soft Skills are Smart Skills. http://www.kaipagroup.com. Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. Kurniati, Ana. 2007. Efktivitas Model Pembelajaran Koopratif Tipe Team Assisted Individualization Terhadap Kemampuan Pemcahan Masalah Matematika Peserta Didik Kelas VIII SMP N 1 Ngadirejo Temanggung. Skripsi.Universitas Negeri Semarang Majid, Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mardatillah. Annisa. 2016. Think and Grow Success by Soft Skill. Solo: Aryhaeko Sinergi Persada.
102
Rismanto. Hadi, Munir. Mohammad, M.Pd. 2013. Pengembangan Soft Skill Siswa Melalui Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw Di SMK Muda Patria Kalasan. Tersedia di http://eprints.uny.ac.id/10451/1/JURNAL.pdf. [diakses 3-10-2016] Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Rogy, Hazmy Adlianto. 2013. Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan TPS (Think Pair Share) terhadap Hasil Belajar Pengukuran Listrik di SMKN 2 Cimahi. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rusman, Teddy. 2013. Modul Statistik Ekonomi. Bandar Lampung. Sailah, Illah. 2007. Pengembangan Soft Skill di Perguruan Tinggi.[online]. Tersedia di http://www.undana.ac.id/jsmallfibtop/LPMPBUKUDIKTI /BUKU%20SOFTSKILL.pdf, diunduh. pada, pkl 21.00, senin. 03-10-2016 Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sarimaya. 2013. Peningkatan Soft Skill Siswa SMP dalam Pembelajaran IPS Melalui Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif. Skripsi. UNJ. Sari, Siti Kumala. 2014. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Terhadap Hasil Belajar Reaksi Redoks Pada Siswa Kelas X SMAN 1 Merangin.Tersedia di http://www.ecampus.fkip.unja.ac.id/eskripsi/data/pdf/jurnal_mhs/artikel/.A 1C11006.pdf [diakses 03-10-2016]. Siregar. Eveline dan Nara. Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Shoimin. Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sucipta, I. N. 2009. Holistik Soft Skills. Denpasar: Udayana University Press. Sugiyantoko, Amat. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Pair Check dan Think Pair Share Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Tersedia di http://ejournalumpwr.ac.id/index.php/ekuivalen/article/view/2257/2119 [diakses 3-10-2016].
103
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan Research and Devlopment. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Suyitno. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Widyaastuti. Ria. 2011. Pengaruh Penguasaan Konsep Diri Terhadap Tingkat Penyesuaian Diri Siswa dalam Lingkungan Belajar Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 10 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi. Unila Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kharisma Putra Utama.