PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG
PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH, Menimbang :
Mengingat :
a.
bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor: 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor: 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka perlu mengatur tentang pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh;
b.
bahwa untuk maksud tersebut perlu ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah;
1.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103); Undang–undang Republik Indonesia Nomor: 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
2.
3.
4.
5.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);
6.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
7.
8.
9.
10.
11.
12. 13. 14.
15. 16. 17.
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246); Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225); Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Paajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang Pengaturan, Pengurusan dan Penguasaan Uap Geotermal, Sumber Air Bawah Tanah dan Mata Air Panas; Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknis Penyusunan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
Menetapkan
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH MEMUTUSKAN: : PERATURAN DAERAH PROPINSI ISTIMEWA ACEH TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN PERMUKAAN. B A B I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan 1. Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah, 3. Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Aceh. 4.
5. 6. 7. 8.
9
10. 11.
12. 13.
Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Dinas Pertambangan dan Energi adalah Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Kas Daerah adalah Kas Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan yang selanjutnya disebut pajak adalah Pungutan Daerah atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan. .Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan mengandung air di bawah permukaan tanah termasuk mata air yang muncul secara alamiah. Air permukaan adalah air yang berada diatas permukaan bumi. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha maupun yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak Daerah. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang.
14. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. 15. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwin kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin. 16. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan Daerah. 17. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penetuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak atau serta pengawasan penyetorannya. 18. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek, dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 19. Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 20. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak. 21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. 22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 24. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; 25. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau Benda. 26. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan /atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang
27.
28.
29.
30.
31.
terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Pembukaan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan penyusunan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Pembukaan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan penyusunan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
BABII NAMA,OBJEKDANSUBJEKPAJAK Pasal 2 (1) Dengan Hama pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan dipungut pajak atas setiap pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. (2) Objek Pajak adalah : a. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah; b. Pengambilan dan pemanfaatan air permukaan, termasuk pemanfaatan air laut yang digunakan di darat, (3) Dikecualikan dari objek pajak adalah a. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan untuk kepentingan pertanian rakyat; b. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk penelitian; c. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga; d. Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan untuk kepentingan rumah ibadah dan tempat sosial.
Pasal 3 (1) Subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan air permukaan. (2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan atau air permukaan. BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 4 (1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan air bawah tanah atau air permukaan. (2) Nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dinyatakan dalam rupiah yang dihitung menurut sebahagian atau seluruh faktor a. Jenis sumber air; b. Lokasi sumber air; c. Volume air yang diambil; d. Kualitas air;
e. Luas areal tempat pengambilan air; f. Musim atau waktu pengambilan air; dan g. Tingkat kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh pengambilan dan atau pemanfaatan air. (3) Cara menghitung nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) adalah mengalikan volume air yang diambil dengan harga dasar air. (4) Harga dasar air sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) ditetapkan secara priodik oleh Gubernur dengan memperhatikan faktor-faktor sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2). (5) Hasil perhitungan nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dan Ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 5
Tarif pajak ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh persen),
B A B I V WILAYAH PUNGUTAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK Pasal 6
(1) Pajak yang terutang dipungut di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. (2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
dasar
B A B V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURATPEMBERITAHUANPAJAKDAERAH Pasal 7 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 8 Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin. Pasal 9
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pengambilan dan atau pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan. Pasal 10
(1) Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah.
(2) Surat Pemberitahuan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya. (3) SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus disampaikan kepada Gubernur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak. (4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Gubernur.
BAB VI T A T A C A R A P E R H I T U N G A N D A N PENETAPAN PAJAK Pasal 11
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1), Gubernur menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah, (2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah. Pasal 12
(1) Wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dikenakan untuk menghitung, memperhitungkan dan atau menetapkan pajak sendiri yang terutang, (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutang pajak, Gubernur dapat menerbitkan : a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil. (3) SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf a diterbitkan: a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi adminstrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari Pokok Pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang pajak. (4) SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (5) SKPDN sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf a dan b tidak atau sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 13
(1) Pembayaran pajak dapat dilakukan pada Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. (2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1x24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Gubernur. (3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2), dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Pasal 14
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Gubernur dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam jangka waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga atau sanksi sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. (4) Gubernur dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. (5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 15 (1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam Buku Penerimaan. (2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 16
(1) Pembagian hasil pajak pengambilan dan pemanfaatan air Permukaan di tetapkan sebagai berikut a. Bagian Penerimaan Propinsi sebesar 30 % b. Bagian Penerimaan Kabupaten/Kota sebesar 70 (2) Realokasi penggunaan hasil penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. BAB VIII TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 17
(1) Surat teguran atau surat peringatan atau lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang. (3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Gubernur, Pasal 18
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa. (2) Gubernur menerbitkan surat paksa setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
Pasal 19 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, Pejabat segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pasal 20
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi hutang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 21
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan pelelangan, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pasal 22
Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan Pajak Daerah ditetapkan oleh Gubernur. B A B I X PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 23
(1) Gubernur berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata
cara pemberian, pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.
BAB X TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24
(1) Gubernur karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penetapan peraturan perpajakan Daerah. b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar. c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, Benda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikarenakan kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Gubernur atau Pejabat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas. (3) Gubernur atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Gubernur atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan. B A B X I KEBERATAN DAN BANDING Pasal 25 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Gubernur atau Pejabat atas suatu a. SKPD;
b. c. d. e.
SKPDKB; SKPDKBT;SKPDLB; SKPDN; Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, atau tanggal pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang jelas, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (3) Gubernur atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Gubernur atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 26
(1) Wajib
Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. (2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 27 Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. B A B X I I PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 28
(1) Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Gubernur atau Pejabat. (2) Gubernur atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilampaui Gubernur atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. (5) Pengambilan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Gubernur atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 29
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIII KADALUARSA Pasal 30 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah. (2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertanggung apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
B A B X I V KETENTUAN PIDANA Pasal 31
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar, sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. (3) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 32
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak.
BAB XV KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 33 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang sebagai Penyidik untuk membantu penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang keberatan perbuatan
yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah tersebut; (4) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum,sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. B A B X V I KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34
Selama belum ditetapkan Peraturan Pelaksana dari Peraturan Daerah ini, semua Ketentuan yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
B A B X V I KETENTUAN PENUTUP Pasal 35
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur kemudian dengan Keputusan Gubernur sesuai Kewenangannya dengan memperhatikan Ketentuan dan Pedoman yang berlaku. Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 4 Tahun 1985 tentang Pengendalian, Perboran, Pemakaian Air Bawah Tanah dan Pengambilan Air dari Perairan Umum yaitu Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 6 Tahun 1989 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 4 Tahun 1985 tentang Pengendalian, Pemboran, Pemakaian Air Bawah Tanah dan Pengambilan Air dari Perairan Umum serta Peraturan Pelaksananya dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 37
Peraturan ini berlaku pada tanggal diundangkan Agar supaya setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Disahkan di Banda Aceh pada tanggal 27 Agustus 2001 M. 8 Jumadil Akhir 1422 H. GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH,
ABDULLAH PUTEH
Diundangkan di Banda Aceh pada tanggal 27 Agustus 2001 M. 8 Jumadil Akhir 1422 H. SEKRETARIS DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH,
THANTHAWI ISHAK
LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH TAHUN 2001 NOMOR 76
PENJELASAN A T A S RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG
PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN
I.
PENJELASAN UMUM Menghayati kandungan jiwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang memberikan kepada daerah wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk melaksanakan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, di antaranya kewenangan untuk mengelola mengenai Pendapatan dan Belanja Daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Dana Perimbangan yang disediakan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keinginan untuk mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan dalam Undangundang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa pungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah merupakan Pajak Propinsi. Untuk menjalankan pungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan ini, di daerah diperlukan pengaturan yaitu melalui Peraturan Daerah agar menjamin penerapan dan prosedur pungutannya dalam masyarakat di daerah serta agar propinsi dapat melakukan pembagian yang seadil-adilnya kepada Kabupaten/Kota di mana tempat terdapatnya lokasi objek pungutan, karena pungutan ini menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI Pasal 1 Angka 1 s/d 7 cukup jelas.
Angka 8 : Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan oleh orang pribadi atau badan dikenakan pajak, sedangkan untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat tidak dikenakan pajak. Angka 9 sampai dengan 29 cukup jelas. Pasal 2 sampai dengan Pasal 37 cukup jelas.