PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 09 TAHUN 2000 T E N TAN G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL Menimbang : a. bahwa dalam rangka menngkatkan kualitas pelayanan pada rumah potong hewan prlu partisipasi warga masyarakat yang mendapatkan pelayanan rumah potong hewan; b. bahwa dengan ditetapknnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 4 Tahun 1992 tentang Retribusi Pemotongan Hewan Bantul (Lembaran Daerah Seri B Nomor 5 Tahun 1992) sudah tidak sesuai lagi. c. bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Retribusi Rumah Potong Hewan. Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1950. 2. Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara nomor 3685); 3. Undang-undang Noor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 ,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi daerah ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692); 5. Keputusan Menteri Pertanian nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang pemotongan Hewan Potong dan Penanganan daging serta Hasil Ikutannnya.
1
6. Keputusan Menteri Pertanian nomor 306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang pemotongan Unggas dan Penanganan daging unggas serta Hasil Ikutannnya. 7. Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara nomor 3685); 3. Undang-undang Noor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 ,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi daerah ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692);
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN DAERAH KABUPATEN BANTUL MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PASAR BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang di maksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bantul. 2. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Bantul 3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya di sebut DPRD adalah Badan legislatif
Daerah 4. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai
Badan Eksekutif Daerah. 5. Dinas Peternakan adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang peternakan; 6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas,perseroan
komanditer,perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun,persekutuan, perkumpulan,firma,kongsi,koperasi,yayasan atau organisasi yang sejenis ,lembaga.dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lain.
2
7.
Rumah Potong Hewan adalah tempat yang khusus dipergunakan untuk memotong
hewan; 8. Hewan adalah sapi, kuda, kerbau, kambing, domba dan unggas; 9. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah daerah
dengan menganut prnsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 10.
Retribusi Rumah Potong Hewan , yzng srlanjutnya disebut retribusi , adalah
pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pemeriksaan kesehatan hewan sebelum di potong, yang dimilkii dan atau dikelola oleh Pemerintah. 11.
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi daerah.Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang. 12.
Pemeriksaaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan
mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan dan pemenuhan
kewajiban retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan
retribusi daerah. 13.
Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya di sebut penyidik,untuk mencari data serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menentukan tersangkanya. BAB II SYARAT-SYARAT PEMOTONGAN HEWAN Pasal 2
1) Hewan yang akan dipotong harus dimintakan surat izin kepada Bupati melalui Dinas
Peternakan. 2) Untuk mendapatkan surat izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini harus
menunjukkan: a. Surat keterangan hewan yang akan dipotong b. Surat kesehtaan hewan yang akan dipotong 3
c. Surat keterangan dapat dipotong khusus bagi hewan betina.
Pasal 3 Semua pemotongan hewan harus dilakukakn di Rumah
Potong Hewan atau tempat
pemotongan hewan yang ditunjuk oleh Bupati, kecuali pemotongan darurat atau hajat. Pasal 4 1) Jagal atau penjual daging untuk menjalankan pekerjaan harus mendapatkan izin dari
Bupati 2) Tata cara permohonan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini di atur lebih lanjut
oleh Bupati. BAB III CARA MEMOTONG HEWAN DAN MEJUAL DAGING Pasal 5 1) Penyembelihan hewan dilakukan menurut aturan agama dn dikerjakan oleh seorang ahli. 2) Hewan yang telah disembelih sebelum betul-betul mati dan kehabisan darah dilarang
untuk melanjutkan pemotongan pada tubuh hewan tersebut Pasal 6 1) Semua orang yang bekerja pada pemotongn hewan dan penjualan daging harus
berpakaian pantas dan bersih menurut petunjuk-petunjuk dari dokter hewan Pemerintah Daerah. 2) Orang-orang yang menderita penyakit menular atau penyakit bisu-bisul atau luka parah
yang terbuka, dilarang bekerja pada tempat pemotongan hewan dan penjualan daging. Pasal 7 Tempat penjualan daging harus dilengkapi dengan : a. Tempat khusus penyimpanan hendaknya mempunyai fasilitas yang baik dab bebas lalat. b. Meja-meja untuk menaruh/memajang daging hendaknya dilapisi dengan alumunium atau
jenis bahan yang tidak mudah berkarat, tidak tembus air dan mudah dibersihkan; c. Kait-kait daging dari logam yang bebas dari karat; d. Sebuah landasn untuk memotong daging, hendaknya dibuat dari kayu yang baik dengan
permukaan yang licin merata dan harus selalu dalam keadaan bersih;
4
e. Dinding dari batu licin dan rata, tidak tertembus oleh air berwarna muda dan tidak di
balut atau diluumasi dengan sesuatu bahan yang tidak tahan dibersihkan dengan air sabun yang panas; f. Tempat daging dan alat-alat yang diperlukan harus dibuat dari bahan-bahan yang baik ,
mudah dibersihkan dan semuanya selalu dijaga dalam keadaan bersih. Pasal 8 1) Pengangkutan daging dilakukan dengan kendaraan /alat angkut khusus daging atau alat
angkut lain sejenis yang diberi alas kedap air serta menutup yang menahan pencemaran dan sinar matahari secara langsung selama pengangkutan. 2) Daging yang dijual keliling ataiu yang didasarkan harus dilindungi dari pengaruh sinar
matahari, air hujan, debu, serangga, pengaruh lain yang mengakibatka berkurangnya mutu daging untuk dimakan. Pasal 9 1) Penjualan daging harus di kios/los khusus yang telah disediakan. 2) Apabila Pemerintah Daerah belummenyediakan kios/los khusus tempat menjual daging
maka penjualannnya diselenggarakan atas izin dan petunjuk-petunjuk dari petugas Dinas Peternakan. Pasal 10 1) Dilarang orang memasukkan daging ke dalam wilayah daerah kecuali untuk daging yang
telah diperiksa yang berwajib (di luar daerah) dan dalam keadaaan baik. 2) Daging yang brasal dari luar daerah sebelum diperdagangkan harus diperiksakan kepada
Dinas Peternakan BAB IV PEMERIKSAAN HEWAN, DAGING DN PEMBUBHAN CAP DAGING PASAL 12 1) Hewan sebelum dipotong harus diperiksa oleh juru periksa kecuali daalam keadaan
terpaksa. 2) Pemeriksaan dijalankan sesudah terbukti bahwa reribusi lunas dan untuk pemotongan
sapi atau kerbau betina sudah ada surat pernyataan dari dokter hewan Pemerintah Daerah atau pengwas ahli yang di tunjuk untuk itu bahwa hewan betina itu tidak produktif.
5
3) Jika
juru periksa mengiznkan pemotongan hewan, maka pemotoongan harus
diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sesudah pemeriksaan. 4) Jika dalam waktu yang sudah ditentukan pemotongan tidak dilangsungkan , maka hewan
itu baru boleh dipotong setelah diaadakan pemeriksaan kembali.. Pasal 13 1) Jika pada pemeriksaan terntya bahwa hewan itu berpenyakit, maka juru periksa daging
segera meberitahu hal itu kepada dokter hewan yang bersangkutan. 2) Pemotongan hewan yang sakit atau diduga sakit ditunda , demikian pula hewan yang
dalam keadaan sangat lelah. Pasal 14 1) Pemeriksaan daging dilakukan setelah hewan di potong. 2) Juru periksa berhak mengadakan irisan yang diperlukan alam urat-urat daging dan alat-
alat tubuh. 3) Bagian-bagian yang tidak baik dimusnahkan. 4) Dging yang dipotong yang pada pemeriksaan ternyat abik, diberi cap (di bubuhi cap) 5) Daging
sebagaimana
dimaksud
dalm
ayat
(4)
pasal
ini
sebelum
dimanfaatkan/diperdagangkan harus disimpan di kamar daging yang telah disediakan. 6) Apabila daging hanya dapat dipandang baik setelah diolah, maka cara pengolahan
ditetapkan oleh juru periksa. 7) Setelah mengalami pengolahan sebagaiaman dimaksud ayat (6) pasal ini dab diterima
baik oleh juru periksa maka daging tersebut dikerjakan sebagaimana dimaksud ayat (4) pasa ini. 8) Daging yang tidak memakai tanda cap sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ii dilarang
untuk diperjualbelikan 9) Daging yang diperjualbelikan sebagaiaman yang dimaksud ayat (8) pasal ini disita. 10)
Pemeriksaan dan pemberiaan cap daging dilaksanakan di tempat hewan itu
dipotong. Pasal 15 Kulit hewan yang dipotong harus dimintakan legalisasi kepada Dinas Peternakan. Pasal 16 6
1) Di dalam hal-hal luar biasa seperti tulang patah, uka berat karena kecelakaan atau karena
penyakit keras (bukan penyakit menular) dari hewan ternak diperkenankan memotong hewn tersebut di luar rumah potong hewan dan pemilik segera mealporkan terlebih dahulu kepada petugas yang berwenag/Dinas Peernakan. 2) Sedapat mungkin pemotongan hewan yang sakit atau luka menungg kedatangan dokter
hewan atau juru periksa daging. 3) Pemeriksaan dan pemberian cap daging dijalankan di tempat hewan ternak itu
disembelih. BAB V NAMA,OBYEK, SUBYEK DAN WAJIB RETRIBUSI Pasal 17 Nama retribusi adalah Retribusi Tempat Rekreasi Rumah Potong Hewan Pasal 18 Obyek retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan Pasal 19 Subyek retribusi adalah pribadi atau badan yang menggunakan/mendapatkan fasilitas pelayanan di tempat rumah potong hewan. Pasal 20 Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/mendapatkan fasilitas pelayanan di tempat rumah potong hewan. BAB VI GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 21 Retribusi Tempat Khusus Parkir di golongkan Retribusi Jasa Usaha BAB VII CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 22 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis serta jumlah ternak yang akan dipotong BAB VIII
7
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 23 1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi tempat khusus parkir didasarkan pada
tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis serta beroperasi secara efisien dengan orientasi pada harga pasar. 2) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini meliputi : a. Biaya investasi b. Biaya perawatan/pemeliharaan c. Biaya penyusutan d. Biaya asuransi e. Biaya iuran bunga pinjaman f. Biaya rutin/ periodic yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa g. Biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa
BAB IX STRUKTUR DAN BESARNYA RETRIBUSI Pasal 24 1) Struktur dan besarnya tarifdigolongkan berdasarkan jenis dam jumlah ternak. 2) Struktur dan besarnya tarif . sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan segai
berikut : No 1. 2. 3. 4.
Golongan ternak Jenis ternak Ternak besar Sapi, kuda, kerbau dan sejenisnya Ternak kecil Kambing, domba dan sejenisnya Ternak unggas Ayam,itik dan sejenisnya Pemeriksaan daging dari luar daerah
Volume Ekor Ekor Ekor Kg
Tarif Rp.9.500,00 Rp.1.500,00 Rp. 75,00 Rp. 200,00
Pasal 25 Semua hasil pungutan disetorkan ke Kas daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB X 8
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 26 Rertibusi yang terutang yang dipungut di wilayah daerah tempat penyediaan pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak diberikan BAB XI SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 27 Saat retribusi terutang adalah pada saat di tetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan BAB XII TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 28 1)
Pemungutan retribusi tidak dapat di borongkan
2)
Retibusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan BAB XIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 29 1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus dimuka 2)
Tata cara pembayaran,penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan
Keputusan Bupati BAB XIV KERINGANAN, PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 30 1) 2)
Bupati dapat memberikan keringanan , pengurangan dan pembebasan retribusi
Keringanan ,pengurangan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi 3)
Tata cara pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi
sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Bupati BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 31
9
1) Wajib rertibusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan
daerah diancam pidana kurungan paling lama 6(enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5000.000,00 ( lima juta rupiah). 2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran
BAB VI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 32 1) Pejabat Peegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukun Acara Pidana 2)
Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1)
pasal ini berwenang a.
Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melaksanakan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan. c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka, d. Melakukan penyitaan benda atau surat ; e.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f.
Memanggil seseorang untuk di dengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan
perkara ; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik Polisi
Republik Indonesia,bahwa tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pedana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi
Republik Indonesia
memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut umum, tersangka dan keluarganya; i.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertangggungjawabkan. BAB XIV PELAKSANAAN, PEMBINAAN,PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 33 10
1) Pelaksanaan peraturan Daerah ini di tugaskan kepada Dinas Peternakan. 2) Teknis pembinaan ,pengawasan dan pengendalian Peraturan daerah ini dilaksanakan oleh
Dinas Peternakan bekerja sama dengan instansi terkait . BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 4 Tahun 1992 tentang Pemotongan Hewan (Lembaran Daerah Seri B Nomor 4 Tahun 1992) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 35 1) Yang belum di atur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang pelaksanaanya di atur lebih
lanjut oleh Bupati. 2) Terhadap hal-hal sebagaimana yang dimaksud ayat (1) pasal ini yang menguasai hajat
hidup orang banyak harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPRD Pasal 36 1) 2)
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatkanya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Di sahkan di Bantul Pada tangggal 29 Februari 2000 BUPATI BANTUL M.IDHAM SAMAWI
Di undangkan di Bantul Pada tanggal 29 Februari 2000 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANTUL ASHADI
11
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL SERI B NOMOR 09 TAHUN 2000
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 09 TAHUN 2000 T E N TAN G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN I.
PENJELASAN UMUM
Rumah potong hewan sebagai asset daerah,perlu ditingkatkan daya guna dan hasil gunanya bagi kepentingan msyarakat dan sumber pendapatan asli daerah. Dalam rangka peningkatan pelayanan ini rumah potong hewan diperlukan partisipasi masyarakat penguna jasa pemotongan di rumah poton hewan yang disediakan oleh pemerintah. Di samping itu dalam rangka memberikan jaminan kepda masyarakat terhadap peredaran daging yang berasal dari luar daerah diperukan kepastian kesehtana daging untukdapat dikonsumnsi oleh masyarakat daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1997, Pemerintah Daerah dapat memungut retribusi daerah dari usaha rumah potong hewan yang disediakan oleh Permerintah Daerah, sehingga perlu diatr dengan Peraturan daerah. II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 s/d 26 Cukup jelas Pasal 27 Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan dalam pasal ini dan pasal-pasal yang lain adalah semua jenis surat yang berisi penetapan besarnya retribusi yang terutang antaralain berupa karcis. Pasal 28 ayat (1) yang dimaksud tidak dapat di borongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan tidak berarti Pemerintah daerah tidak boleh bekerjasama dengan fihak etiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi Pemerintah daerah 12
dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang Karena profesionalismenya layak dipercaaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan retribusi dengan persetujun DPRD . Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran dan penagihan retribusi. Pasal 28 ayat (2) cukup jelas Pasal 29 s/d 36 cukup jelas
13