TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK
PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP.
Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI
105100200111001
NUR AULYA FAUZIA
105100200111018
AGIL ADHAM REKA
105100200111035
MUHAMMAD IKROM
105100200111038
SULVA WIDYA SARI
105100200111046
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA
Limbah merupakan masalah lingkungan yang harus ditangani. Pengelolaan terhadap limbah perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan mudah bahkan dapat dimanfaatkan. Salah satu limbah yang perlu penanganan khusus ialah limbah cair. Oleh sebab itu setiap kegiatan yang menimbulkan limbah cair harus dikelola terlebih dahulu dalam suatu sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebelum kemudian dikembalikan ke lingkungan. Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula, ada 2 macam limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula yaitu limbah padat dan limbah cair. Pada saat ini limbah padat berupa blotong atau abu ketel serta limbah cair berupa bekas air kondensor dan bekas air cucian proses. Limbah padat blotong bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Penggunaan dilakukan dengan cara dikomposkan dulu, baik secara aerob maupun anaerob. Limbah cair berupa limbah campuran dari sisa-sisa setiap stasiun, limbah tersebut perlu penanganan khusus berupa Instalasi Pengolahan Limbah agar pembuangannya tidak mencemari lingkungan. Penanganan limbah pabrik gula sangat diperlukan, karena ditinjau secara ekonomis penanganan limbah memberikan keuntungan yang tidak kecil dalam jangka panjang, karena kelestarian lingkungan merupakan hal yang sangat bernilai bagi kehidupan manusia. Limbah cair pabrik gula meliputi bekas air kondensor dan bekas air cucian proses. Air cucian proses termasuk air cucian evaporator, buangan ketel dan peralatan lain, bekas air cucian lantai, tumpahan nira, tetes, dan lain-lain. Berikut merupakan data buangan air limbah dari produksi gula dilihat dari parameter biologis yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kandungan air limbah produksi gula
Sebelum dibuang ke lingkungan maupun dimanfaatkan kembali, limbah cair industri gula yang berupa air buangan hasil produksi secara keseluruhan harus melewati tahap-tahap pengolahan limbah dengan tujuan menurunkan kadar kandungan organik pada limbah cair tersebut. Diketahui pada suatu kasus, debit masuk air limbah industri gula yang akan melalui
proses pengolahan adalah sebesar 0,30 m3/detik, kemudian kadar kandungan BOD yang sebesar 1500 mg/L diharapkan turun hingga mencapai angka 80 mg/L. Berikut merupakan tahap-tahap pengolahan limbah cair industri gula untuk mencapai penurunan kadar BOD pada kasus diatas. 1.
Screening (filter padatan tersuspensi) Screening atau penyaringan adalah proses fisik pertama dalam pengolahan air buangan
industri. Screening bertujuan untuk menahan padatan kasar seperti sampah-sampah dalam ukuran besar yang akan mengganggu proses atau merusakkan instrumen instalasi seperti pompa dan katup-katup dalam instalasi.
Bentuk screen bermacam-macam, dapat berupa batangan besi
paralel, baik berbentuk bulat (rod) ataupun segi empat, plat baja berlubang dan saringan (screen). Dalam instalasinya ada yang berupa fixed dan ada yang berputar (rotary). Dasar pemisahan
metode ini adalah perbedaan ukuran partikel antara pelarut dan zat terlarutnya. Pada awal pengolahan, dalam proses penyaringannya menggunakan rak screen yang berfungsi sebagai penyaring padatan-padatan seperti sampah yang ikut mengalir bersama air yang berasal dari pabrik. Pada unit ini, total padatan terlarut dapat berkurang hingga 60% dan diasumsikan belum terjadi penurunan kadar BOD. Unit ini merupakan proses yang bersifat kontinyu dan tidak membutuhkan waktu detensi (waktu tinggal). 2.
Sedimentasi Unit pengolah sedimentasi primer yang diletakkan sebelum reaktor biologis bertujuan
untuk mengurangi beban pencemar (organik). Zat pencemar yang dapat dikurangi atau disisihkan oleh unit ini dalam bentuk settleable solid (zat padat yang dapat diendapkan) termasuk di dalamnya zat organik. Tergantung dari karakter air buangannya, unit ini dapat mengurangi kadar zat padat tersuspensi hingga 50 – 70%, dan mengurangi kadar zat organic hingga 40 %. Ditinjau dari arah alirannya, ada 2 jenis bak sedimentasi yaitu bak dengan arah aliran horisontal dan bak dengan arah aliran vertikal. Jenis yang pertama adalah unit yang diterapkan dalam perancangan ini dikarenakan lebih efisien. Ditinjau dari bentuknya, ada 2 bentuk yang umum, yaitu bentuk segiempat memanjang dan bentuk lingkaran. Apabila suatu cairan mengandung zat padat yang tersuspensi (bukan koloid), ditaruh dalam kondisi yang relatif tenang, dan zat padat tersebut mempunyai berat jenis yang lebih besar dibandingkan cairan tersebut, maka zat padat itu cenderung untuk mengendap. Prinsip ini yang disebut pengendapan secara gravitasi digunakan dalam proses pengendapan didalam bak pengendap primer. Unit ini merupakan unit yang bersifat batch disertai dengan diperlukannya waktu tinggal agar proses pengendapan berjalan maksimal. Dalam tahap ini waktu yang dibutuhkan
sekitar 30 menit dengan dimensi yang telah didapatkan berdasarkan perhitungan (lampiran perhitungan). Total kandungan BOD yang turun pada proses ini diperkirakan sebesar 25%. 3.
Aerated lagoon (kolam aerasi) Kolam aerasi dikembangkan dari kolam oksida fakultatif yang ditambahkan aerator
untuk mencegah bau yang timbul. Sebelum effluent dibuang, padatan sudah harus dihilangkan sebelumnya melalui proses pengendapan. Tahap ini ditandai dengan adanya proses aerasi yang bertujuan untuk mengontakkan semaksimal mungkin pemakaian cairan dengan udara, agar transfer sesuatu zat atau komponen dari satu medium ke medium lain berlangsung lebih efisien. Maka yang terpenting adalah terjadinya turbulensi antara cairan dan udara. Pada sistem aerasi, digunakan turbin sistem hybrid yang melibatkan impeller dan sumber udara. Udara yang keluar dari bagian bawah impeller, dipecah menjadi gelembung yang halus dan merembes keseluruh tangki akibat gerakan pompa pada impeller. Pada pengolahan air limbah, proses aerasi diterapkan untuk menghilangkan senyawa organik dan non-organik yang mudah menguap (volatile), memberikan oksigen untuk proses biologi, dan untuk meningkatkan kandungan oksigen pada air yang telah diolah. Pada kolam aerasi tersebut, terjadi penghembusan udara secara berkala dengan tujuan agar biomassa yang terdapat pada limbah tersebut menjadi aktif sehingga biomassa tersebut dapat mendekomposisi kandungan biologis yang merupakan nutrisi pada limbah cair tersebut. Pada akhir prosesnya biomassa akan menggumpal dan membentuk koloni dan terbentuklah lumpur aktif. Waktu detensi pada kolam aerasi adalah 4-6 jam dengan efisiensi pengolahan dalam menurunkan kandungan BOD sebesar 90%. 4.
Pengendapan Lumpur Setelah dari tahap aerasi, biomassa akan membentuk gumpalan-gumpalan yang
disebut lumpur aktif. Pada tangki pengendapan lumpur aktif, terdapat penurunan kadar kandungan BOD sebesar 20% dengan waktu detensi sebesar 1 jam. Setelah endapan terbentuk, maka untuk memaksimalkan serta mengefisiensikan penggunaan biomassa, lumpur aktif yang terbentuk diresirkulasikan kedalam inlet tangki aerasi untuk kembali direaksikan dengan limbah cair yang akan diolah. Jumlah lumpur yang diresirkulasikan kedalam tangki sebesar 60%-100%. Sebelum itu, terdapat kolam stabilisasi untuk proses homogenisasi lumpur aktif yang diresirkulasikan. Kolam stabilisasi merupakan saluran dengan sistem aliran tertutup yang merupakan modifikasi dari proses lumpur aktif dengan menggunakan teknik yang lebih sederhana sehingga sesuai dengan instalasi kecil atau sedang. Pengolahan limbah dengan kolam stabilisasi menggunakan sinar matahari dan organisme. Kolam stabilisasi terdiri dari berbagai
macam tipe, yakni aerobik, anaerobik, dan gabungan aerobik-anaerobik. Kolam aerobik digunakan untuk pengolahan limbah organik yang dapat larut dan effluent dari pengolahan limbah. Tipe aerobik-anaerobik merupakan tipe yang paling sering digunakan untuk mengolah limbah domestik dan industri. Biasanya kolam anaerobik digunakan secara seri dengan kolam aerobik-anaerobik untuk melengkapi pengolahan. Pengolahan dengan kolam stabilisasi memiliki keuntungan dari segi konstruksi dan biaya operasional yang rendah. 5.
Koagulasi dan Flokulasi Koagulasi melibatkan netralisasi dari muatan partikel dengan penambahan elektrolit.
Dalam hal ini bahan yang ditambahkan biasanya disebut koagulan atau dengan mengubah pH yang dapat menghasilkan agregat atau kumpulan partikel yang dapat terpisahkan. Hal ini terjadi karena elektrolit atau konsentrasi ion yang ditambahkan cukup untuk mengurangi tekanan elektrostatis di antara kedua partikel. Agregat yang terbentuk akan saling menempel dan menyebabkan terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan mikroflok, dimana mikroflok ini tidak dapat terlihat oleh mata telanjang. Pengadukan cepat untuk mendispersikan koagulan dalam larutan dan mendorong terjadinya tumbukan partikel sangat diperlukan untuk memperoleh proses koagulasi yang bagus. Tahap selanjutnya adalah proses flokulasi. Flokulasi merupakan satuan proses penting dalam pengolahan air, limbah cair domestik, industri, dan pemanfaatan mineral. Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil dalam sebuah suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut flok. Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan.
Diagram alir Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Gula Rak Screening
Bak Penampung
Bak Sedimentasi
Kolam Aerasi
Resirkulasi lumpur Kolam Stabilisasi
Bak Pengendapan Lumpur
Bak Koagulasi dan Flokulasi
Perhitungan Perancangan Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Gula Data yang diketahui yaitu sebagai berikut : a. Debit rata-rata aliran (Q) : 0,30 m3/s b. Kadar BOD5 limbah masukan/in (BOD5)in : 1500 mg/L c. Kadar BOD5 limbah keluaran/out (BOD5)out : 80 mg/L Untuk perancangan masing-masing unit pengolahan didasarkan pada perhitungan sebagai berikut : 1. Filtation (Filtrasi) 2. Sedimentation Tank (Bak Sedimentasi) a) Dimensi :
Jari-jari = 10 m Tinggi tabung = 3,2 m Tinggi Kerucut = 0,7 m
Sehingga Volume Tangki Bak Sedimentasi yaitu
Tabung
Kerucut
Volume Total = 1000 + 80 = 1080 m3
b) Waktu yang dibutuhkan dalam Pengolahan
t = 3600 s t = 60 menit
c) Kadar BOD5 diasumsikan turun sebanyak 25% sehingga,
Beban BOD didalam air limbah = (1500 - 80) mg/L = 1420 mg/L = 1420 g/m3 = 0,3 m3/s x 1420 g/m3 = 426 g/s = 4,93 kg/hari
25% dari total 1420 mg/L = 1420 mg/L x 25% = 355 mg/L
Maka BOD5 turun menjadi : = (1500 - 355) mg/L = 1165 mg/L atau
Jumlah BOD5 yang dihilangkan
= 0,25 x 4,93 kg/hari = 1,23 kg/hari
d) Volume Lumpur diasumsikan sebesar 30% dari volume Bak Sedimentasi sebesar 1080 m3, maka :
30% dari 1080 m3 = 1080 m3 x 30% = 324 m3
Volume Sludge sebesar : = (1080 - 324) m3 = 756 m3
3. Bak Penampung Lumpur 1 a) Untuk menampung lumpur yang berasal dari Bak Sedimentasi sebesar 756 m3 dibutuhkan bak penampung dengan : Dimensi :
Panjang = 15 m Lebar = 12 m Tinggi = 5 m
Sehingga volume Bak Netralisasi = p x l x t = 15 x 12 x 5 = 900 m3
4. Stabilize Pond (Bak Netralisasi) a) Dimensi :
Panjang = 10 m Lebar = 10 m Tinggi = 12 m
Sehingga volume Bak Netralisasi = p x l x t = 10 x 10 x 12 = 1200 m3
5. Aeration Lagoon (Kolam Aerasi) a) Volume Lumpur diasumsikan sebesar 20% dari volume Bak Sedimentasi sebesar 1200 m3, maka :
20% dari 1200 m3 = 1200 m3 x 20% = 240 m3
Volume Sludge sebesar : = (1200 - 240) m3 = 960 m3
b) Dimensi :
Panjang = 70 m Lebar = 31 m Tinggi = 0,5 m
Sehingga Volume Bak Aerasi yaitu =pxlxt
= 70 x 31 x 0,5 = 1085 m3 c) Waktu yang dibutuhkan dalam Pengolahan
t = 3616,67 s t = 60,28 menit
d) Kadar BOD5 diasumsikan turun sebanyak 90% dari Kadar BOD5 Bak Sedimentasi sebesar 1165 mg/L Beban BOD didalam air limbah (1165 mg/L = 1165 g/m3) = 0,3 m3/s x 1165 g/m3 = 349,5 g/s = 4,05 kg/hari
90% dari total 1165 mg/L = 1165 mg/L x 90% = 1048,5 mg/L
Maka BOD5 turun menjadi : = (1165 – 1048,5) mg/L = 116,5 mg/L atau Jumlah BOD5 yang dihilangkan
= 0,90 x 4,05 kg/hari = 3,65 kg/hari
e) Kebutuhan Oksigen Kebutuhan oksigen didalam kolam aerasi sebanding dengan jumlah BOD5 yang dihilangkan, sehingga :
Kebutuhan Oksigen Teoritis
= Jumlah BOD5 yang dihilangkan = 116,5 mg/L atau 3,65 kg/hari
Faktor keamanan ditetapkan ± 2,0 sehingga :
Kebutuhan Oksigen Teoritis
= 2,0 x 3,65 kg/hari = 7,3 kg/hari
Temperatur udara rata-rata
0
= 28 C
Berat Udara pada suhu 280C = 1,1725 kg/m3 Diasumsikan jumlah oksigen didalam udara 23,2%, sehingga
Efisiensi Difuser = 5%, sehingga
f) Kebutuhan Aerator Berdasarkan spesifikasi aerator yang tersedia dipasaran, diketahui suplai oksigen yang dihasilkan dari 1 buah aerator = 350 m3/hari, sehingga
6. Sludge Sedimentation Tank (Bak Pengendapan Lumpur) a) Dimensi :
Jari-jari = 10 m Tinggi tabung = 3,2 m
Tinggi Kerucut = 0,7 m Sehingga Volume Bak Pengendapan Lumpur yaitu Tabung
Kerucut
Volume Total = 1000 + 80 = 1080 m3
b) Waktu yang dibutuhkan dalam Pengolahan
t = 3600 s t = 60 menit
c) Kadar BOD5 diasumsikan turun sebanyak 20% dari Kadar BOD5 Bak Aerasi sebesar 116,5 mg/L
20% dari total 116,5 mg/L = 116,5 mg/L x 20% = 23,3 mg/L
Maka BOD5 turun menjadi : = (116,5 – 23,3) mg/L = 93,2 mg/L
d) Volume Lumpur diasumsikan sebesar 50% dari volume Bak Aerasi sebesar 756 m3, maka :
50% dari 756 m3 = 756 m3 x 50% = 378 m3
Volume Sludge sebesar : = (756 – 378) m3 = 378 m3
7. Floculant Tank (Bak Flokulasi) a) Dimensi :
Jari - jari = 6 m Tinggi = 9,5 m
Sehingga Volume Bak Flokulasi yaitu
b) Waktu yang dibutuhkan dalam Pengolahan
t = 1423,47 s t = 23,72 menit
c) Kadar BOD5 diasumsikan turun sebanyak 10% dari Kadar BOD5 Bak Pengendapan Lumpur sebesar 93,2 mg/L
10% dari total 93,2 mg/L = 93,2 mg/L x 15% = 13,98 mg/L
Maka BOD5 turun menjadi : = (93,2 – 13,98) mg/L = 79,22 mg/L ≈ 80 mg/L (dibulatkan)
d) Volume Lumpur diasumsikan sebesar 90% dari volume Bak Pengendapan Lumpur sebesar 378 m3, maka :
20% dari 378 m3 = 378 m3 x 90% = 340,2 m3
Volume Sludge sebesar : = (378 – 340,2) m3 = 37,8 m3
8. Bak Penampung Lumpur 2
a) Untuk menampung lumpur yang berasal dari 3 tempat (Aeration Lagoon, Bak Pengendapan Lumpur dan Bak Flokulasi) sebesar 1375,8 m3 dibutuhkan bak penampung dengan : Dimensi :
Panjang = 20 m Lebar = 15 m Tinggi = 5 m
Sehingga volume Bak Netralisasi = p x l x t = 20 x 15 x 5 = 1500 m3