PERANAN SANGADI DALAM PELAKSANAAN (MUSRENBANG) DI DESA DUMOGA KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Oleh : JULIANDRI HERMANTO MANGGOPA
Abstrak Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Mujsrenbang) desa adalah forum publik, untuk itu Musrenbang akan diselenggarakan oleh lembaga pemerintah desa/ kelurahan, kecamatan, kabupaten bekerjasama dengan warga dan pemangku kepentingan lainnya. Musrenbang adalah tugas pemerintah desa dalam menyelenggarakan urusan pembangunan yang lebih partisipatif. Paradigma pembangunan yang sekarang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai provider dan pelaksana, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dan katalisator dari dinamika pembangunan, sehingga dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan memberikan masukan dalam mengambil keputusan.
1.
PENDAHULUAN
Masyarakat perlu mengetahui Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah secara partisipatif. Peraturan Pemerintah No.72/2005 tentang Desa menjabarkan lebih lanjut mengenai posisi desa dalam konteks otonomi daerah dengan mengacu pada UU 32/2004 tersebut. Payung hukum untuk kegiatan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang secara teknis pelaksanaannya sejauh ini masih diatur dengan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis. Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu kesatuan konsep dan proses yang tidak terpisahkan. Rencana pembangunan tidak dapat dijalankan tanpa anggaran atau sumber pembiayaannya. Di tingkat desa disusun dokumen anggaran yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Konsep ‘musyawarah’ menunjukkan bahwa forum musyawarah perencanaan desa bersifat partisipatif dan dialogis. Musyawarah merupakan istilah yang sebenarnya sudah jelas berarti merupakan forum untuk merembukkan sesuatu dan berakhir pada pengambilan kesepakatan atau pengambilan keputusan bersama. Bukan seminar atau sosialisasi informasi. Prosesnya jangan sampai disusun sebagai suatu acara seremonial yang separuh atau sebagian besar dari waktunya diisi dengan sambutansambutan atau pidato-pidato. Inti dari musyawarah perencanaan desa adalah partisipasi aktif warga. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) selalu diharapkan tidak hanya sekedar formalitas, namun lebih dari pada itu juga mempertimbangkan substansi kegiatan tersebut karena musrenbang merupakan ajang dan tempat untuk membahas berbagai macam persoalan terkait dengan pembangunan di daerah. Karenanya, segala yang disepakati pada kegiatan tersebut mestinya dapat direalisasikan sebagai acuan pembangunan daerah ini ke depan.
Musrenbang adalah hasil assesmen paling penting terhadap usulan program yang prioritas dari masyarakat karena apa yang dihasilkan merupakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya, mengacu pada aturan hukum yang berlaku, dalam hal ini UU No 25 Tahun 2004 tentang Strategi Perencanaan Pembangunan Nasional, maka partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam merencanakan pembangunan sebagai bentuk dari proses demokrasi. Pemerintah Desa sebagai pelaksana utama Musrenbang di tingkat Desa menjadi penentu utama dalam keberhasilan pelaksanaan Musrenbang. Kapasitas Pemerintah Desa sangat menentukan keberhasilan Musrenbang baik dalam hal hasil rancangan pembangunan desa maupun dalam meningkatkan partisipasi warga masyarakat untuk memberikan sumbangsih pemikiran terhadap bahan-bahan Musrenbang. Bila suatu perencanaan sudah disusun dengan rapi dan matang diyakini sistem penyelenggaraan pemerintahan akan berlangsung baik sesuai dengan harapan masyarakat serta visi dan misi pemerintah daerah. Melihat betapa pentingnya pemerintah Desa dalam Musrembang untuk keberhasilan pembangunan masyarakat maka, dalam penelitian yang akan diadakan kali ini, untuk mengkaji pentingnya atau peran Musrenbang dalam meningkatkan pembangunan di desa, dengan mengambil studi di desa Dumoga kec. Dumoga Kab. Bolaang Mongondow. 2.
HASIL
Sebagai langkah awal, desa harus terlebih dahulu merencanakan penggunaan APBDes berdasarkan penggalian kebutuhan dari masyarakatnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan masa lalu, dimana program untuk desa direncanakan dan ditetapkan dari atas (oleh dinas/ instansi pemerintah kabupaten/ kota terkait), bukan berasal dari kebutuhan yang sebenarnya di desa. Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh desa. PP No.72 Tahun 2005 pasal 64, mengamanatkan setiap desa harus menyusun RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) 5 tahunan. Dan selanjutnya RPJMDes dirinci menjadi RKPDes (Rencana Kerja Pembangunan Desa) Tahunan. Secara umum, tahapan yang biasa dilakukan dalam proses Peruntukkan ADD seharusnya dimusyawarahkan antara Pemerintah Desa dengan Masyarakat Desa serta pihak lainnya (BPD, Lembaga Adat, LSM, dll) untuk kemudian dituangkan dalam Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun yang bersangkutan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah peraturan desa yang memuat sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran desa dalam kurun waktu satu tahun. APBDes terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan APBDes dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD menetapkan APBDes setiap tahun dengan Peraturan Desa. Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Dalam melaksanakan kekuasaannya Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan,. pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan kepada perangkat desa. Kelembagaan desa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga, pihak, atau institusi yang berada di desa yang berasal dari unsur eksekutif, legislatif, dan masyakat yang terlibat dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan APBDes. Kelembagaan desa ini meliputi (1) pemerintah desa, (2) badan permusyawaratan desa (BPD), (3) lembaga kemasyarakatan; dan (4) tokoh masyarakat, aktor, shareholders, atau person. Hal ini sejalan dengan pendapat Ari Dwipayana (2003), bahwa peta governance di desa terdiri dari (1) kepala desa dan perangkat desa mewakili negara; (2) badan permusyawaratan desa mewakili masyarakat politik; (3) isntitusi sosial, organisasi sosial, dan
warga masyarakat mekaliki masyarakat sipili; dan (4) pelaku dan organisasi ekonomi mewakili masyarakat ekonomi. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kaur-kaur, dan kepala wilayah (kadus) (UU No. 32 Tahun 2004). Perananan pemerintah desa dalam menyusun dan melaksankan APBDes adalah pelaksanaan dari tugas, fungsi, kewenangan, hak, dan kewajiban yang dimiliki pemerintah desa dalam hal pelaksanaan pembangunan di desa, khususnya yang berkaitan dengan penyusun dan pelaksanaan APBDes. Kepala desa, selaku unsur pelaksana pemerintah desa memilki peran strategis sebagai berikut: (a) menyusun rancangan peraturan desa mengenai APBDes; (b) mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDes untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; (c) menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDes yang telah disetujui bersama BPD, sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi; (d) melaksanakan APBDes melalui penetapan keputusan desa atau keputusan kepala desa; (e) mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif; dan (f) menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan (PP 72/2005). Tokoh masyarakat di Desa Dumoga berupa Tokoh pemuda, Tokoh Agama, Aktivis LSM, Pensiunan Guru, Para mantan kepala desa, Para mantan Perangkat Desa, Lembaga Adat (Guhanga), Pengurus ranting parpol (Golkar, PDIP, Hanura, Demokrat). Mereka senantiasa berada dalam segala bidang kemasyarakat di desa. Partisipasi politiknya dalam desa kebanyakan disalurkan melalui lembaga kemasyarakatan BPD atau Badan Perwakilan Desa. Peran BPD sebagai representasi keterwakilan Tokoh Masyarakat, dalam menyusun dan melaksanakan APBDes, berdasarkan PP 72/2005 adalah sebagai berikut: a) Mengevaluasi hasil pengawasan APBDes tahun lalu dengan melibatkan kelembagaan desa serta masyarakat; b) Menampung aspirasi, saran, dan masukan masyarakat berkaitan dengan peraturan desa khususnya rancangan APBDes; c) Membahas rancangan peraturan desa mengenai APBDes yang disampaikan oleh kepala desa; d)
Melaksanakan pengawasan terhadap jalannya APBDes.
3.
PEMBAHASAN
A. Geografis Desa Dumoga masuk dalam wilayah kecamatan Dumoga Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Propinsi Sulawesi Utara. Luas wilayah Desa Dumoga 10.700 Ha. Desa ini berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Mopuya
Sebelah Selatan
: Taman Nasional Nani Wartabone
Sebelah Barat
: Desa Bumbungon
Sebelah Timur
: Desa Imandi
B. Kependudukan Jumlah penduduk desa Dumoga menurut data tahun 2010 terdapat 3.571 jiwa dengan perincian Laki-Laki berjumlah 1.841 jiwa dan perempuan 1.730 jiwa. Sementara jumlah kepela keluarga adalah 971 KK. C. Pemerintahan Pemerintahan Desa Dumoga diselengarakan oleh kepala desa (sangadi) dan BPD. Kemudian adanya kepala-kepala dusun dan ketua RT. Dalam struktur kepemimpinan Sangadi, deilengkapi dengan Sekretaris Desa, Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Ekonomi dan Pembangunan, Kepala Urusan Umum. Masyarakat Desa Dumoga adalah bagian dari etnis Mongondow dengan keseharian perilaku social budayanya serta bahasa sama dengan etnis bolaang mongondow lainnya. Agama yang dianut oleh masyarakat sebagian besar adalah Kristen protestan Sejak semula, masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam cara kehidupan bergotong royong yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai sekarang ini, yaitu : Pogogutat (potolu adi’), Tonggolipu’, Posad (mokidulu). Tujuan kehidupan bergotong royong ini sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda. Penduduk pedalaman yang memerlukan garam atau hasil hutan, akan meninggalkan desanya masuk hutan mencari damar atau ke pesisir pantai memasak garam (modapug) dan mencari ikan. Dalam mencari rezeki itu, sering mereka tinggal agak lama di pesisir, maka disamping masak garam, mereka juga membuka kebun. Tanah yang mereka tempati itulah yang disebut Totabuan yang dapat diartikan sebagai tempat mencari nafkah. Orang Mongondow mengenal tari kabela sebagai tari penjemput tamu. Tamu terhormat terutama pejabat di jemput dengan upacara adat. Tarian Kabela sampai saat ini tetap lestari di bumi Totabuan. Tarian yang ada di Bolaang Mongondow cukup beragam diantaranya tarian tradisional yang terdiri dari Tari Tayo, Tari Joke', Tari Mosau, Tari Rongko atau Tari Ragai, Tari Tuitan; juga tarian kreasi baru seperti Tari Kabela, Tari Kalibombang, Tari Pomamaan, Tari Monugal, Tari Mokoyut, Tari Kikoyog dan Tari Mokosambe. 4.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah disajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai, partisipatif tokoh masyarakat dalam perencanaan pembangunan telah menghasilkan perencanaan pembangunan yang efektif untuk meningkatkan pembangunan serta perinsip demokrasi di Desa Dumoga Kecamatan Dumoga Timur Kabupaten Bolaang Mongondow. Pada bagian lain perannya masih rendah oleh berbagai keterbatasan sumber daya, dengan uraian sebagai berikut:: 1. Peran tokoh masyarakat untuk memperkuat perencanaan pembangunan yang fokus pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat serta memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Pelaksanaan kegiatan pengusulan program atau identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat di tingkat lingkungan belum dilakukan secara menyeluruh. Perencanaan pembangunan belum berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat karena ada beberapa masalah dan kebutuhan masyarakat yang mendesak yang belum terakomodasi dalam daftar usulan prioritas kecamatan. Perencanaan juga belum memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka karena masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam proses pengusulan program masalah dan kebutuhan di tingkat lingkungan, sebagian besar
melakukan proses pengusulan program tersebut di tingkat lingkungan dimana hanya perwakilan masyarakat saja yang dillibatkan dalam kegiatan tersebut. 2. Tokoh masyarakat berusaha meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan Partisipatif namun peran masyarakat masih rendah dalam kegiatan pengusulan program masalah kebutuhan masyarakat tingkat lingkungan. Masyarakat secara keseluruhan belum memperoleh peluang yang sama dalam menyampaikan pemikiran baik dalam kegiatan pengusulan program tingkat lingkungan maupun dalam musrenbang Desa dan Kecamatan, karena kegiatan tersebut dilakukan di tingkat lingkungan dimana hanya perwakilan masyarakat saja yang hadir. Di tingkat musrenbang Desa, hanya perwakilan masyarakat yang hadir yaitu para Kepala Lingkungan, Ketua organisasi masyarakat. Bila dilihat dari sisi peserta dalam proses perencanaan di tingkat Desa dan kecamatan belum mewakili unsur masyarakat, terlebih dalam proses perencanaan di tingkat Kecamatan, tingkat keterwakilan masyarakat masih rendah. Masyarakat belum dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk memutuskan kegiatan yang dianggap prioritas untuk diajukan ke proses perencanaan pembangunan yang lebih tinggi, para elit desa dan kecamatan mendominasi pengambilan keputusan untuk memutuskan kegiatan yang dianggap prioritas untuk diajukan ke proses perencanaan pembangunan yang lebih tinggi. 3. Peran tokoh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam hal perencanaan pembangunanagar supaya perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku, serta menjungjung etika dan tata nilai masyarakat. Namun unsur legalitas ini belum dilakukan dengan baik kerana ada beberapa tahapan dalam petunjuk teknis musrenbang yang belum dilaksanakan dengan baik dalam proses perencanaan pembangunan di tingkat Desa maupun Kecamatan. SARAN 1. Tokoh masyarakat adalah elit strategis dalam meninfkatkan proses perencanaan pembangunan efektif, sehingga perlu pemberdayaan bagi tokoh masyarakat dalam hal sumber daya mereka. 2. Perlu penyempurnaan tahapan pelaksanaan perencanaan partisipatif agar dapat dilaksanakan secara simpel dan mudah dipahami baik oleh perangkat pemerintah desa dan kecamatan maupun masyarakat dan tokoh masyarakat dengan tidak mengurangi prinsipprinsip partisipatif. 3. Perlu ada peningkatan pemahaman perangkat desa/kecamatan, tokoh masyarakat dan masyarakat umumnya mengenai mekanisme perencanaan pembangunan, pentingnya perencanaan pembangunan melalui kegiatan pelatihan atau penambahan wawasan, pendekatan yang aktif melalui kader pembangunan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat berpartisipatif aktif dalam proses perencanaan pembangunan. 4. Kemampuan tokoh masyarakat terutama yang masuk dalam keanggotaan BPD perlu ditingkatkan untuk dapat terlibat aktif dalam perencanaan pembangunan desa yang akan menghasilkan Anggaran Dana Desa yang mengena saasaran dan bersifat partisipatif
DAFTAR PUSTAKA Abe, Alexander,, 2001, Perencanaan daerah memperkuat prakarsa rakyat dalam otonomi daerah, Lapera Pustaka Utama, YogyakaLingkungana. Abe, Alexander, 2002, Perencanaan Daerah Partisipatif, Penerbit Pondok Edukasi, Solo.
Adi, Isbandi Rukminto, 2001, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, Lembaga Penelitian FE-UI, JakaLingkungana. Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Gadjah Mada University Press, YogyakaLingkungana. Hasibuan, Malayu, S.P.Drs, 1993, Manajemen: Dasar, PengeLingkunganian dan Masalah, CV. Haju Masagung, JakaLingkungana. Kunarjo, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Universitas Indonesia UI Press, JakaLingkungana. Kartasasmita, Ginanjar, 1997, Administrasi Pembangunan, LP3ES, JakaLingkungana. Moleong, Lexy, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif , PT. Remaja Rosada Karya, Bandung. MubiyaLingkungano, 1984, Pembangunan Pedesaan, P3PK UGM, Yogyakarta. Mikkelsen, Britha, 2006, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Yayasan Obor Indonesia, JakaLingkungana. Michael, Todaro, 1977, Pembangunan ekonomi di dunia Ketiga, Erlangga, JakaLingkungana. Muhadjir, H. Noeng, YogyakaLingkungana.
2000,
Metodologi
Penelitian
Kualitatif,
Rakesarasin,
Milles, MB & Hubberman, AM, (1992) Analisis Data Kualitatif , Terjemahan oleh Tjetjep Rohidi dan mulyaLingkungano, UI Percetakan, JakaLingkungana. MoelyaLingkungano, Tjokrowinoto, 1999, Restrukturisasi Ekonomi dan Birokrasi, Kreasi Wacana, YogyakaLingkungana. Nasution, 1992, Metode Penelitian Naturalistik – Kualitatif, Tarsito, Bandung. Nazir, Muhamad, 1983, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, JakaLingkungana. Riyadi dan Bratakusumah, D.S, 2004, Perencanaan Pembangunan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, JakaLingkungana. ReksoPutrAlosius, Soemadi, 1992, Manajemen Proyek Pemberdayaan, Lembaga Penerbitan FE-UI, JakaLingkungana. Siagian, Sondang P, 1994, Administrasi Pembangunan, Gunung Agung, JakaLingkungana. Singarimbun, Masri dan sofyan Effendi, 1986, Metode Penelitian Survey, Suntingan LP3ES, JakaLingkungana. Daftar Bacaan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem perencanaan pembangunan Nasional. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah. Surat Edaran Bersama Mentri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Mentri dalam Negeri Nomor 0295/M.PPN/1/2005 dan 050/166/sj teLingkungananggal 20 Januari 2005 diatur petunjuk teknis Musrenbang.