Peranan PemerintahDesadalam Pengelolaan Air Panas (SuatuStudi di Desa Bakan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow Induk)
Oleh : LUKMAN AMBARAK Abstrak
Desa Bakan yang menjadi objek penelitian merupakan Desa yang menghadapi masalah dengan Pendatan Asli Desanya. Komoditi yang diunggulkan dari Desa Bakan salah satunya adalah Sumber Air Panas yang merupakan aset berharga dan mempunyai potensi yang bagus untuk dikembangkan. Namun dalam kenyataannya sektor ini belum mampu untuk dijadikan tumpuan untuk peningkatan Pendapatan Asli Desa, oleh karena itu perlu pengembangan dalam pengelolaan sumber air panas ini. Masyarakat Desa Bakan bermata pencaharian kebanyakan sebagai petani. Pemerintah Bakan seyogianya mengembangkan komoditas unggulan itu agar seoptimal mungkin dapat menggali potensi yang ada.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kaya yang penuh dengan potensi yang dapat dikembangkan. Kekayaan alam yang indah di bumi, laut dan udaranya menjadikan Indonesia Negara dengan potensi pariwisata alam yang indah. Pariwisata jenis ini lebih menekankan pada kegiatan petualangan dan pencarian pengetahuan dan wawasan baru, serta dapat menikmati lebih dekat keindahan dan fenomena alam. Pada masa sekarang pariwisata di Indonesia telah berkernbang dari wisata massa (mass tourism) menjadi pola berwisata individu atau kelompok kecil, yang lebih fleksibel dalam perjalanan berwisata dan wisatawan dapat berinteraksi lebih tinggi dengan alam dan budaya masyarakat; seiring dengan pergeseran bentuk pariwisata internasional pada awal dekade delapan puluhan (Fandeli, 1999). Masih menurut Fandeli (1999) pergeseran tersebut dilihat dari banyaknya wisatawan di Indonesia yang mulai meminati ekowisata dengan memanfaatkan laut, pantai, hutan tropis, sungai, danau, dan bentuk-bentuk bentang lahan (lanskap) lainnya. Pariwisata alam merupakan jenis wisata prospektif, karena di samping sebagai salah satu sumber pendapatan bagi daerah berupa pendapatan asli daerah juga pada negara berupa devisa negara. Sumber pendapatan ini didapat dari hasil uang yang dibelanjakan oleh wisatawan (expenditure) dan terukur dari lama 1
tinggalnya (length of stay), serta pariwisata alam dapat menjamin kelestarian alam dan membuat kesejahteraan bagi masyarakat. (Fandeli, 1999) Penjelasan pasal 3 UU Konservasi Hayati (UUKH) tahun 1990 yang menyatakan bahwa: “Sumber daya alam hayati merupakan unsur ekosistem yang dapat dimanfaatkan untuk mennigkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Namun, keseimbangan ekosistem harus tetap terjamin;” menjelaskan bahwa agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas secara langsung maupun tidak langsung, maka diperlukan kcsempatan sama pada masyarakat untuk berusaha dalam memanfaatkan sumberdaya alam termasuk pariwisata alam. (Hardjasoemantri, 1991). Seperti juga dalam Pasal 30 UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan tertuang sebagai berikut: Ayat (1) “Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan”; ayat (2) “Dalam rangka proses pengambilan keputusan, Pemerintah dapat mengikutsertakan masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1) melalui penyampaian saran, pendapat dan pertimbangan”. menjelaskan bahwa kepentingan masyarakat lokal dalam penyelenggaraan kepariwisataan perlu diperhatikan mengingat demi terwujudnya pemerataan kesempatan berusaha. Maka dari itu diperlukan peran serta masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan seperti dalam penyampaian saran, pendapat, dan pertimbangan, yang diberikan dalam rangka proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan kepariwisataan (Anonim, 1990). Penjelasan UUKH pasal 37 ayat 1, yang menyatakan bahwa,Peran serta rakyat dapat berupa perorangan dan atau kelompok masyarakat baik yang terorganisir maupun yang tidak. Agar rakyat dapat berperan secara aktif dalam kegiatan konservasi sumber daya. Alam hayati dan ekosistemnya, maka melalui kegiatan penyuluhan, pemerintah perlu mengarahkan dan menggerakkan rakyat dengan mengikut sertakan kelompok-kelompok masyarakat; menjelaskan bahwa pengikutsertaan masyarakat dalam kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab pemerintah melalui kegiatan penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan penelitian tentang lingkungan hidup (Hardjasoemantri, 1991). Tentunya pelibatan, masyarakat ini dengan mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat yang telah tumbuh dan berkembang, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang berkompeten pada pembinaan dan peningkatan mutu sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Sebenarnya telah ada proyek pariwisata alam yang menganggap bahwa pariwisata alam dapat menjadi kekuatan berarti untuk upaya konservasi dengan menyediakan keuntungan bagi masyarakat lokal. Menurut, Mac Kinnon (1990) keberhasilan pengelolaan kawasan yang dilindungi, termasuk wisata alam, banyak
2
bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat pada kawasan yang dilindungi. Potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di kawasan hutan, yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata alam, telah cukup banyak menghasilkan devisa negara, tetapi masyarakat sekitar hutan yang berada dekat dengan potensi tersebut pada umumnya dalam keadaan kurang mampu, (Soeroso, 1997). Dalam sisi lain perencanaan dan pengelolaan obyek pariwisata alam di Indonesia masih mengandalkan pada instansi pemerintah dan swasta, yang tentunya manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati oleh pemerintah pusat dan swasta, sedangkan kondisi masyarakat sekitar obyek ekowisata sendiri, yang masih minus dari segi ekonominya, perlu ditingkatkan kesejahteraan hidupnya. Hal ini terjadi, karena pemerintah masih menganggapkesiapan sumber daya manusia masyarakat lokal belum mampu mengelola wisata alam secara mandiri dan professional, sehingga pemberdayaan masyarakat lokal terkesan masih bersifat setengah-setengah. Semestinya pemerintah mengikutsertakan masyarakat lokal dalam industri wisata alam dengan diawali dengan program pembinaan, penyuluhan, pendampingan, dan bimbingan pada masyarakat lokal. Peran serta masyarakat dapat berupa kesempatan usaha jasa wisata, serta partisipasi dalam perencanaan dan pengelolaannya. Pemberian otonomi daerah diikuti dengan semakin terbukanya akses partisipasi masyarakat yang lebih luas. Otonomi akan mengurangi beban Pemerintah pusat maupun propinsi, dengan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada daerah untuk mengembangkan sasaran-sasaran kebijakan yang lebih strategis, dan berdampak lebih luas terhadap pencapaian tujuan pembangunan. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat mendorong terwujudnya proses pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kedewasaan ekonomi, serta politik masyarakat sebagai warga negara. Hal ini tentu saja sangat membantu bagi percepatan perwujudan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional maupun regional, yang menjadi arahan kebijakan pemerintah pusat maupun propinsi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat merubah pola kerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah agar dapat berjalan lebih efektif. Pada Undang-Undang ini daerah diberikan kewenangan lebih banyak untuk dapat mengelola dan mengurus daerahnya. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta peran pro-aktif dari masyarakat dalam program meningkatkan kesejahteraan dan pengurangan tingkat kemiskinan lebih mudah diwujudkan. Akses yang lebih dekat dan terbuka terhadap kebijakan dan program itu yang menjadi kewenangan administrasi daerah, merupakan point penting untuk mengatasi masalah yang ada di Daerah. Desentralisasi dan kewenangan otonomi yang diberikan ke daerah, menjadikan masyarakat memiliki kesempatan yang lebih luas untuk merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan daerahnya. Masyarakat juga akan memiliki komitmen terhadap perubahan sikap dan perilaku sosial ekonomi dan politik ke arah yang diharapkan. Untuk mewujudkan Pemerintahan Daerah yang seperti dikatakan pada uraian diatas maka daerah
3
harus benar-benar dapat mengoptimalkan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki. Pada pelaksanaannya sangat diharapkan peran masyarakat dari segala elemen masyarakat. Desa sebagai pemerintahan tingkat terendah yang diharapkan dapat menyentuh langsung dengan masyarakat sehingga mempunyai peranan penting dalam merealisasikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Desa diharapkan lebih berperan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa agar dapat memberikan kontribusi bagi terlaksananya pembangunan secara nasional. Menyadari arti pentingnya sebuah Desa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa di katakan “Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan” jadi pendirian Badan Usaha Milik Desa merupakan upaya dalam meningkatkan pendapatan Desa. Apabila kita terfokus pada otonomi daerah maka tidak akan lepas dari persoalan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang akan menjadi faktor yang sangat penting. Suatu daerah agar dapat berkembang dan melaksanakan otonomi daerah dengan baik, maka pemerintah daerah berkewajiban untuk dapat aktif dalam melihat permasalahan daerahnya agar lebih maju dan berkembang seperti yang diharapkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008, dinyatakan bahwa pemerintah memberikan otonomi kepada daerah untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Pembangunan kehidupan demokrasi pemerataan dan keadilan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan tersebut mengandung arti dalam otonomi daerah merupakan suatu media untuk mendapatkan suatu pelayanan publik dari pemerintah kepada masyarakat yang dapat dirasakan sampai dengan lapisan terbawah. Berkaitan dengan pemerintahan Desa, pemerintahan juga memberikan otonomi daerah termasuk juga Desa yang merupakan bagian terkecil dari suatu struktur pemerintahan. Otonomi yang diberikan kepada Desa disebut dengan otonomi Desa. Diharapkan agar mampu membangun daerah (Desa) dengan pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki baik yang berupa sumber daya alam maupun dengan sumber daya manusia. Maju mundurnya suatu Desa sangat tergantung kepada kemampuan para pelaku pemerintahan di Desa dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia, sehingga sangat diperlukan para pemimpin yang sangat kreatif untuk dapat memajukan daerahnya. Otonomi daerah secara tegas memberikan kewenangan kepada Desa dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Untuk itu diperlukan pengelolaan keuangan yang baik, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Di tingkat Desa proses pelaksanaan Pemerintahan melibatkan Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai perwakilan kepentingan dari masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 72 tentang Pendapatan Asli Desa adalah pendapatan yang bersumber dari desa sendiri, yang terdiri dari: 4
1. 2. 3. 4.
Kekayaan Desa Hasil swadaya dan pertisipasi masyarakat Desa Pungutan Desa Lain-lain dari usaha Desa yang sah, usaha ekonomi Desa, lumbung Desa, yang berasal dari bantuan Desa. Sumber pendapatan di atas dijadikan sebagai tumpuan perekonomian Desa, sebagai Pendapatan Asli Desa digunakan untuk pelaksanaan pembangunan. Namun dalam pengelolaan perekonomian pemerintahan Desa pada kenyataannya belum berjalan dengan baik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ekonomi Desa pada umumnya sangat memprihatinkan dan banyak Desa yang hanya mengandalkan bantuan dari pihak pemerintah saja. Hal tersebut tentu saja akan mempersulit pelaksanaan pembangunan Desa. Pemerintah Desa masih banyak yang merasa kesulitan dalam mendapatkan dan meningkatkan Pendapatan Asli Desanya. Hal ini disebabkan diantaranya karena keterbatasan dari sumber daya yang dimiliki baik sumber daya alam maupun kualitas sumber daya manusia. Komoditi itu yang menjadi unggulan pada suatu Desa belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Desa Bakan yang menjadi objek penelitian merupakan Desa yang menghadapi masalah dengan Pendatan Asli Desanya. Komoditi yang diunggulkan dari Desa Bakan salah satunya adalah Sumber Air Panas yang merupakan aset berharga dan mempunyai potensi yang bagus untuk dikembangkan. Namun dalam kenyataannya sektor ini belum mampu untuk dijadikan tumpuan untuk peningkatan Pendapatan Asli Desa, oleh karena itu perlu pengembangan dalam pengelolaan sumber air panas ini. Masyarakat Desa Bakan bermata pencaharian kebanyakan sebagai petani. Pemerintah Bakan seyogianya mengembangkan komoditas unggulan itu agar seoptimal mungkin dapat menggali potensi yang ada. Hal di atas menarik perhatian untuk diteliti, dan dapat menemukan informasi tentang upaya pengembangan ekonomi. Upaya yang dilakukan oleh Desa diantaranya Pengembangan sektor wisata alam, dengan mencoba menggali dan mengembangkan potensi-potensi sektor unggulan Desa Bakan dijadikan modal awal untuk dapat mengatasi masalah keuangan Desa. Peranan Pemerintah Desa dan Masyarakat sekitar sangat diperlukan dalam pengembangannya karena berpengaruh dalam setiap pengambilan kebijakan. Penelitian ini mencoba mengangkat masalah sentral yang berkenaan dengan “Peranan Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Air Panas (Suatu Studi di Desa Bakan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow Induk)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskanlah permasalahan yang akan diteliti yakni : Bagaimanakah Peranan Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Sumber Air Panas di Desa Bakan?? METODE PENELITIAN 1. Fokus Penelitian
5
Penelitian ini akan di fokuskan di Desa Bakan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow Induk, Provinsi Sulawesi Utara. 2. Tipe dan Desain Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Kualitatif. Metode deskriptif menurut Whitney (1960) dalam Nazir (1988) merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, bertujuan untuk mempelajari masalahmasalah dalam masyarakat, tingkah laku, dan situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung, yaitu menggunakan analisa tabulasi. Menurut Bungin, format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas tersebut ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu. 3. Teknik Pengumpulan Data dan Penentuan Informan Penelitian Sebagaimana dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) dengan informan yang memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka dimana informan mengetahui kahadiran penulis sebagai peneliti yang melakukan wawancara dilokasi penelitian, dan dalam melakukan wawancara dengan para informan penulis menggunakan alat rekam sebagai alat bantu. Informan dalam penelitian ini adalah 1 orang pengelola sumber daya air panas, 2 orang masyarakat sekitar dan juga Kepala Desa (Sangadi) Desa Bakan sebagai informan kunci, dengan total 4 orang informan. 4. Jenis Data Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang unit penelitian maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer, yakni sejumlah data atau keterangan yang secara langsung diperoleh melalui penelitian di lapangan termasuk keterangan dari orang-orang yang diteliti yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer diperoleh langsung dari informan. b. Data Sekunder, yakni data yang diperoleh melalui buku atau literatur lainnya yang secara relevan berkaitan dengan penelitian.Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh data sekunder adalah, pertama, sudah dalam keadaan siap digunakan atau sudah diolah, kedua,telah dibentuk dan diisi oleh peneliti terdahulu, ketiga, dapat diperoleh tanpa terikat oleh waktu dan tempat 5. Teknik Analisis Data Menurut Bogdan & Biklen sebagaimana yang dikutip oleh Moleong, menjelaskan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
6
Seidel seperti dikutip oleh Moleong memberikan penjelasan terhadap proses berjalannya analisis data kualitatif sebagai berikut : pertama, mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Kedua, mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya. Ketiga, berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuantemuan umum. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Wawancara Data yang akan penulis sajikan mengenai Peranann Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan Sumber Air Panas, suau studi di Desa Bakan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow adalah data primer dan sekunder. Kemudian akan penulis analisis dan interpretasikan secara deskriptif kualitatif. Adapun data yang akan di sajikan dalam penulisan ini adalah data hasil wawancara dengan informan kunci dan informan tambahan. Informan Kunci disini adalah Kepala Desa (Sangadi) Desa Bakan yang berperan sebagai pelaksana pemerintahan di Desa Bakan. Sumber Air Panas di Desa Bakan merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh Desa Bakan yang keberadaannya sangatlah memberikan kontribusi yang baik tidak hanya bagi Desa Bakan melainkan juga bagi Kabupaten Bolaang Mongondow sendiri. Sumber Air Panas yang saat ini lebih sering dijumpai dalam bentuk pemandian air panas menjadi salah satu primadona pariwisata di Kabupaten Bolaang Mongondow dan bahkan tidak dapat dipungkiri juga nantinya akan menjadi salah satu objek pariwisata andalan provinsi Sulawesi Utara. Namun dari setiap kelebihan yang diutarakan diatas, tidak berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan. Masih banyak kekurangan yang kelemahan dalam pengelolaan sumber air panas ini. Melalui Pemerintah Desa, objek wisata ini saat ini dikelola oleh Masyarakat Desa Bakan Kabupaten Bolaang Mongondow Sumber daya alam yang kaya adalah salah satu kekayaan yang seharusnya kita jaga dan kita pelihara, dan selama dapat memberikan dampak yang baik bagi kehidupan banyak orang ada baiknya dapat kita kelola dan maksimalkan untuk kepentingan kita bersama. Kekayaan alam yang luar biasa melimpah ini tentunya tidak hanya dinikmati oleh pemerintah desa saja, namun dirasakan juga bagi seluruh masyarakat di desa bakan sendiri. Sumber Air Panas ini dikelola sendiri oleh masyarakat secara tradisional, dan tentunya dengan cara yang masih tradisional sehingga kurang maksimal dan tidak terlalu banyak yang dapat diharapkan dari objek wisata ini.
7
Sebagaimana diatur dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, Bab VI Tentang hak dan Kewajiban desa dan Masyarakat Desa Berkaitan dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Pemerintah Desa berhak: a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa; b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan c. mendapatkan sumber pendapatan. Berkaitan dengan Pengelolaan yang dalam hal ini menjadi salah satu pendapatan Desa, seperti yang diatur dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari: a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan g. lain-lain pendapatan Desa yang sah. Sumber daya alam yang merupakan salah satu aset yang dimiliki oleh Desa, merupakan tanggung jawab Pemerintah Desa maupun masyarakat desa berkaitan sebagaimana di jelaskan dalam Bagian kedua Pasal 76 dan pasal 77 UU No 6 tahun 2014:
PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui analisa data, penulis perlu mengambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, bahwa pada dasarnya Pemerintah Desa Bakan tidak berperan dalam pengelolaan sumber daya air panas di Desa Bakan, beberapa hal yang mendasari penulis diantaranya: - Pemerintah Desa tidak memiliki dasar peraturan yang jelas dalam pengelolaan sumber air panas ini, sejauh penelusuran penulis Pemerintah Desa masih dalam tahap pembuatan namun tidak ada realisasi mengenai peraturan ini, karena pada dasarnya PerDes yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap kegiatan Pemerintah Desa. - Sistem pengelolaan sumber daya alam yang masih sangat tradisional sehingga ketidak jelasan mengenai pembagian tugas dan juga hasil dari sumber air panas ittu sendiri, baik ke pemerintah desa maupun ke masyarakat desa. - Pengelola sumber air panas yang gajinya masih minim dan tidak sesuai standar untuk mengelola sumber air panas ini. Cakupan area yang luas dan
8
kerja yang berat namun tidak diimbangi dengan penunjang kesejahteraan pengelolanya. - Sarana dan prasarana yang tidak menunjang pengelolaan sumber daya air panas itu sendiri, akses yang sulit, minimnya sarana keamanan dan kebersihan sehingga kenyamanan pengunjung pun tidak terlalu menaruh nilai baik untuk kunjungan ke wisata air panas ini. B. Saran Berdasarkan kesimpuan dan pembahasan yang sudah penulis paparkan diatas, penulis dapa memberikan masukan kepada pemerintah desa khususnya agar pengelolaan Sumber air panas ini dapat dikelola dengan maksimal, beberapa diantaranya adalah; - Pemerintah desa sebaiknya membuat dasar peraturan yang lebih jelas dalam pengelolaan sumber pemandian air panas ini, dalam bentuk Peraturan Desa yang jelas sehingga setiap kegiatan dan operational Sumber daya air panas ini dapat terpantau dan sesuai dengan peraturan yang berlaku - Perbaikan dan kelengkapan sarana dan prasarana pengelolaan sumber air panas ini haruslah menjadi prioritas pemerintah Desa. Seperti akses menuju objek wisata yang harus di perbaiki, dan juga kelengkapan infrastruktur di lokasi objek wisata sehingga menambah daya tarikm dan nilai jual objek wisata. - Kesejahteraan pengelola yang harus diperhatikan oleh pemerintah desa, karena bagaimanapun juga dengan tugas yang berat seperti mengelola lokasi objek wisata ini seorang diri kesejahteraan haruslah menjadi salah satu hal yang harus di perhatik
DAFTAR PUSTAKA Abu, Ahmadi, 1982, Psikologi Sosial, Surabaya: PT. Bina Ilmu. Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990. Tentang Kepariwisataan. Jakarta. 1990 Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Grafindo Persada, 2003 Byars, L I. Dan Leslie W. Rue. 2006. Human Resources Management 8th Edition. McGraw-Hill Bogdan dan Biklen Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,mengorganisasikan dan,memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola. Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996 Fandeli, C. Pengembangan Kepariwisataan Alam Prospek dan Problematikanya. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. 1999. Fauzi, A. 2010. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
9
Fattah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy Gie, The Liang 2000. Administrasi Perkantoran. Yokyakarta : Modern Liberty Husaini, Usman, Manajemen Teori', Praktik, Dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2004 Imbiri, A. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Lokal di Kampung Yoka Tepi Danau Sentani. Tesis Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Koesnadi Hardjasoemantri, 1991, Hukum Perlindungan Lingkungan Konservaasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, Gadjah Mada University Press, (Edisi Pertama). Komarudin, 1994, Ensiklopedia Manajemen, Jakarta, Bumi Aksara M, Manullang. 2006. Manajemen Personalia. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia. Mac Kinnon dkk. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Terjemahan dari Managing Protected Areas in Tropica. Swiss: IUCN, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Moleong, Lexy J. 2005. Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung : remaja Rosda Karya. Mubyarto, 1988, Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila, LP3ES, Jakarta Nazir, 1998 “Metode Penelitian”, ( Jakarta; Galia Indonesia, ) Pomeroy, R. S. and M. J. Williams. (1994), Fisheries Co-Management and Small Scale Fisheries : a Policy Brief. ICLRAM, Manila. 15.P Siswanto. 2001. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Soeroso, H. 1997. Kebijaksanaan dan Strategi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam Repelita VII (Tak dipublikasikan). Makalah Temu Alumni dan Seminar Fakultas Kehutanan UGM tanggal 26 – 27 September 1997. Yogyakarta. Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafmdo Persada. 2002. _______________. Sosiologi Snafu Pengantar. Jakarta. Rajagrafmdo Persada. 1987. Seidel,Penjelasan terhadap proses berjalannya analisis data kualitatif. Thoha, Miftah. 1997. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jkarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Whitney (1960) dan Nazir (1988). Merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat
10