PERANAN PELATIHAN DAN PENINGKATAN TAMBANGAN TANAH LIAT UNTUK GENTENG DI KABUPATEN TRENGGALEK SRI RAHAYU
*
ABSTRAK Model pendampingan melalui kelompok usaha bersama, sebenarnya merupakan kelanjutan dan penyempurnaan model inkubator universitas yang selama ini sudah banyak didesiminasikan untuk membina kelompok usaha pemula. Konsep pembinaan dan pendampingan melalui kelompok usaha bersama ini diarahkan agar para klien dapat terhimpun dalam gugus usaha yang kuat, mampu bersaing menghadapi ekspansi skala usaha yang lebih kuat. Praktik bisnis atau simulasi bisnis adalah wujud implementasi dari penyusunan bisnis plan atau perencanaan usaha. Pada pelatihan dan pendampingan, maka peserta di harapkan menyusun perencanaan usaha dan setelah dipresentasikan di dalam prakteknya dinyatakan layak untuk diimplementasikan, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan praktik bisnis. Mengapa praktik bisnis perlu dilakukan? Tujuan dari dilakukannya praktik bisnis adalah agar peserta pelatihan memperoleh pengalaman praktik bisnis riil. Dengan kegiatan praktik bisnis riil, peserta benar-benar akan memiliki pengalaman dalam menjalankan usaha berikut kelemahannya sehingga akan bisa melihat apakah perencanaan yang telah disusun benar-benar dapat diimplementasikan dan dapat menghaslkan keuntungan. Dan yang paling diinginkan oleh masyarakat adalah bagaimana membentuk kemitraan yang membangun produktifitas mereka mengingat masyarakat masih lugu dalam hal persaingan bisnis dan pemasaran dalam era Globalisasi ini Kata Kunci : Pelatihan, Pendampingan, bisnis
1. PENDAHULUAN Dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi saat ini, kita telah banyak mengenal berbagai macam mesin, baik dalam industri kecil maupun industri besar. Dalam industri genteng misalnya, mesin Box Feeder, mesin pencampur, mesin vacuum extruder dan mesin pencetak (press) adalah mesinmesin terkait proses produksi ini. Sekarang banyak sekali kita jumpai mesin pencetak genteng maupun mesin pencampur yang membantu kelancaran produksi genteng. Pada umumnya mesin*
Sri Rahayu adalah dosen tetap pada STIE Mahardhika
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
73
mesin ini sudah cukup baik, akan tetapi ada sedikit kekurangan yang harus di perbaiki untuk mendapatkan hasil genteng yang berkualitas. Kekurangan tersebut adalah penumpukan laju pruduksi genteng saat akan memasuki mesin pencetak (press). Hal ini terjadi karena peletakan lempengan tanah liat belum tepat saat akan di press, sehingga faktor kegagalan saat mencetak lebih besar. Hal ini akan berimbas pada kapasitas produksi genteng tiap jam-nya. Pelatihan
ini akan direncanakan dan dihitung ulang peralatan-peralatan
proses produksi genteng, sehingga kekurangan-kekurangan yang timbul dalam proses produksi dapat dicari solusinya. Secara lebih khusus, pelatihan ini akan mengkaji persoalan-persoalan sebagai berikut : a). Bagaimanakah pola pengembangan pelatihan genteng yang baik guna meningkatkan produktifitas dan pendapatan masyarakat Trenggalek?; b). Faktorfaktor apakah yang mendukung serta menghambat pengembangan pelatihan Genteng?
2. TINJAUAN LITERATUR Pendapatan merupakan suatu masalah yang sangat serius dan sangat penting dalam kehidupan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dan untuk memperoleh pendapatan seseorang harus memproduksi barang atau jasa, sehingga hasil produksi tersebut dapat dinikmati orang lain. Dalam hal ini produksi yang dimaksud adalah indusri pembuatan genteng. Pelatihan untuk mengetahui besarnya rata-rata produksi dan pendapatan UKM genteng dan tingkat efisiensi usaha yang dijalankan oleh UKM genteng. UKM genteng hendaknya menjalin hubungan kerja yang baik dengan pihak lain. Hal ini bertujuan untuk memperlancar proses produksi dan pemasaran sehingga pendapatan yang diperoleh meningkat. Di Indonesia kelompok industri kecil dan industri rumah tangga merupakan bagian terbesar dari komunitas ekonomi lemah. Sekalipun jenis industri ini memberikan kontribusi yang tidak terlalu besar pada PDRB, rendah produktivitasnya tetapi sangat berarti menyerap limpahan kelompok pekerja tertinggal di perkotaan maupun pedesaan. Menurut Abdul Latif (1997:2) dari aspek ketenagakerjaan usaha kecil dan menengah diartikan sebagai berikut :
74
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
1.
Unit usaha kecil industri rumah tangga (cottage indutries) yang menggunakan tenaga kerja 1-4 orang;
2.
Unit usaha kecil yang menggunakan tenaga kerja antara 5-19 orang; dan
3.
Usaha menengah yang menggunakan tenaga kerja antara 20-99 orang. Peran industri rumah tangga sebagai penampung tenaga kerja sangat besar jika
dibanding dengan industri kecil maupun menengah. Menurut Abdul Latif (1997:2) jumlah tenaga kerja pada masing-masing kelompok industri kecil dan menengah di Indonesia cukup tinggi. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada industri rumah tangga maupun indutri kecil meningkat sangat berarti baik dari penyerapan tenaga kerja maupun pertumbuhan unit usaha. Untuk industri rumah tangga mendekati jumlah 30.5 juta orang, bekerja pada 20 juta unit usaha. Sedangkan pada kelompok industri menengah
menunjukkan
pertumbuhan
statis.
Depnaker
telah
menetapkan,
pengembangan usaha kecil dan menengah mempunyai dua pola utama yaitu pengembangan unit usaha yang telah ada dan penciptaan usaha baru. Berdasarkan SUPAS 1995 dan Sensus Penduduk 1990, diproyeksikan kelompok industri rumah tangga ditargetkan masih akan menjadi pilihan utama untuk menampung tenaga kerja sebesar 4.06 juta yang tersebar pada 6.100 unit usaha. Pada industri kecil ditargetkan 311 ribu orang dan tersebar pada 27.7 ribu unit usaha, sedangkan pada industri menengah ditargetkan menampung 371.8 ribu orang pada 6.198 unit usaha menengah. Pembinaan Industri Rumah Tangga yang Diperlukan Evaluasi kegagalan pembinaan terhadap kelompok industri-industri lemah ini tak dapat dipisahkan dari ekologi jenis industri ini yang harus berhadapan dengan kompleksitas persoalan yang ada. Hal ini memberi legitimasi, membina industri kecil ini secara langsung (direct assistances) sangat diperlukan. Apalagi kalau memperhatikan realitas peran industri kecil dan industri rumah tangga sangat penting bagi penduduk miskin sebagai sumber penghasilan (Tulus Tambunan, 1993 : 91) Menurut De Soto (1989), setidaknya ada tiga jenis pendekatan yang bisa diperankan pemerintah. Pertama, disebut sebagai non policy approach. Untuk industri kecil yang bergerak pada lower spectrum (kegiatan-kegiatan marjinal) cara ini mungkin terbaik, mengingat intervensi pemerintah yang terlalu jauh justru akan melahirkan biaya birokratis yang tinggi. Bahkan justru menimbulkan efek distortif yang membatasi pertumbuhan bahkan sering mematikan usaha kecil. Pendekatan kedua, biasanya berupa proteksi. Proteksi ini meliputi berbagai regulasi,
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
75
debirokratisasi atau larangan kepada industri besar untuk menghasilkan produkproduk tertentu, batasan impor terhadap produk substitusi dan kontrol terhadap penyebaran teknologi yang berakibat mengejutkan industri kecil. Cara ini banyak dikritik karena dianggap merugikan konsumen. Pendekatan ketiga, yang banyak dianjurkan adalah stimulation approach dalam bentuk program pembinaan. Program ketiga ini biasanya memusatkan perhatian pada sisi penawaran dalam bentuk pemberian kredit, penyediaan bahan baku, peralatan serta pemberian kursus-kursus. Pemerintah Indonesia telah cukup lama memberi perhatian terhadap perkembangan industri kecil. Beberapa program yang utama antara lain pembentukan sentra-sentra dan pewilayahan industri kecil (Lingkungan Industri Kecil). Disusul program pengembangan koperasi-koperasi industri kecil. Namun dalam perjalanannya praktek manajemen koperasi seringkali dililit masalah kinerja yang lebih rumit, akibatnya anggotanya juga kurang merasakan manfaat kehadiran koperasi ini. Program perkreditan melalui KIK/KMKP yang semula diharapkan memberi jembatan akses permodalan lebih leluasa pada industri kecil ternyata prakteknya banyak dijangkau oleh industri-industri yang sebenarnya bukan kategori kecil. Kebijakan ini akhirnya dicabut, diganti dengan KUK melalui paket deregulasi 29 Januari 1990. Namun, sangat disayangkan banyak bank yang tak mampu menyalurkan 20 % dari portofolio kreditnya sebagai KUK. Kemudian pemerintah memberi keleluasaan baru kredit tanpa agunan, KKU (Kredit Kelayakan Usaha) yang disalurkan mulai Oktober 1995. Pola keterkaitan melalui sistem bapak angkat sebenarnya bukan kebijakan baru. Kebijakan ini lahir pertama sejak Pelita III melalui UU No. 5/1984 tentang Perindustrian. Program ini dinilai kurang berhasil karena prakteknya industri kecil dieksploitasi dan bahkan dikooptasi bapak angkatnya (Hetitah Sjaifudian, 1995:85). Belakangan lahir pola subkontrakting. Program penting yang dilakukan oleh Depkeu yang melakukan terobosan lewat SK No. 1232/1989, yang mewajibkan BUMN menyisihkan 1-5% keuntungan untuk pembinaan industri kecil atau koperasi. Program penjualan saham kepada koperasi, program pendirian lembaga-lembaga modal ventura dan berbagai program pelatihan. Sebagaimana telah dicanangkan Perencanaan Tenaga Kerja Nasional untuk mendukung pembinaan usaha industri rumah tangga (cottage indutries) usaha kecil dan menengah sasaran Depnaker adalah membina tenaga kerja dan sumberdaya manusianya. Pembinaan keterampilan, sikap mental, kepemimpinan, sikap produktif,
76
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
membangun dan mencetak mental berwiraswasta menjadi tujuan utama Depnaker. Sekalipun demikian menurut Abdul Latif (1997:2) masih terdapat permasalahan utama bagaimana pembinaan unit usaha bisnisnya, aspek finansial, pemasaran, proses produksi, pemilihan komoditi. Aspek ketenagakerjaan juga menjadi persoalan utama pengembangan industri kecil. Yudo Swasono (1996:9) menemukan, pengembangan industri kecil acapkali menemui kendala pada aspek pengorganisasian. Penjelasan ini mengikuti temuan kelompok peneliti Cornell yang mengemukakan bahwa organisasi lokal berperan penting dalam setiap intervensi sosial untuk menggalang partisipasi masyarakat (Cohen dan Uphoff, 1974: 14). Organisasi tradisional lokal berperan besar dalam menciptakan pengaturan-pengaturan yang diperlukan misalnya untuk (1) insurance, (2) welfare, (3) reciprocity, (4) provision of public goods dan (5) pooling of productive assets. Laporan penelitian Tulus Tambunan (1993:84) pada 24 Dati II di Jawa Barat menemukan sejumlah keunggulan utama industri kecil. Pertama, proses produksi industri kecil padat tenaga manusia, karenanya pengembangan industri kecil dapat memperluas kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan pendapatan. Kedua, konsentrasi operasi industri kecil lebih banyak terdapat di daerah pedesaan dan memanfaatkan bahan-bahan baku yang dapat dijangkau dengan biaya relatif murah. Ketiga, pada umumnya industri kecil memakai teknologi sederhana yang lebih cocok dengan kondisi ekonomi, sosial serta fisik pedesaan. Keempat, sumber utama dana untuk pembiayaan kegiatan pada umumnya berasal dari uang atau tabungan pribadi si pemilik usaha. Hal ini masih konsisten dengan hasil penelitian yang menemukan, 81 % modal awal industri rumah tangga berasal dari uang pribadi. Karena itu pengembangan industri kecil pedesaan sangat penting sebagai instrumen untuk mengalokasikan sumber dana lokal pada kegiatan produktif. Sementara itu penelitian Hendrawan Supratikno dkk (1994) juga menyebut, beberapa tipe industri kecil tahan terhadap berbagai gelombang resesi dan pemanasan suhu ekonomi. Analisis menjelaskan, ditengah gempuran persaingan dan berpihaknya kebijakan industri pada beberapa jenis industri besar dan menengah, eksistensi industri kecil menunjukkan resistensi yang luar biasa. Menurut Hendrawan Supratikno, (1994:26) ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini. Pertama, usaha industri kecil sebagian besar bergerak dalam pasar yang terpecah-pecah (fragmented market). Dalam pasar yang demikian fenomena skala ekonomi tidaklah terlalu penting
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
77
sehingga keuntungan yang diperoleh dari besaran usaha tidaklah menonjol. Kedua, usaha industri kecil tersebut menghasilkan produk-produk dengan karakteristik elastisitas pendapatan yang tinggi. Maksudnya jika terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, permintaan terhadap jenis-jenis produk tersebut akan naik. Apalagi jika tersedia saluran pemasaran ekstra yang memungkinkan aksesnya lebih luas. Ketiga, usaha tersebut memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, khususnya heterogenitas teknologi yang bisa digunakan. Dengan aneka teknologi yang ada tersebut industri kecil mampu menghasilkan produk yang beraneka ragam. Variasi ini pula yang menentukan kelangsungan industri kecil. Keempat, usaha industri kecil mayoritas tergabung dalam suatu kluster dan kantong-kantong masyarakat yang terbatas dan solid, sehingga mampu memanfaatkan efesiensi kolektif yang kukuh dalam hal pembelian bahan baku, pemanfaatan tenaga terampil dan dalam hal pemasaran bersama. Dengan keadaan ini industri kecil secara langsung mampu membetengi dirinya dari penetrasi persaingan dari luar. (Afred Marshall, 1994). Kelima, proses produksi ISK sangat padat tenaga kerja manusia. Karena itu pengembangan ISK akan memperluas kesempatan kerja sekaligus membentuk dan meningkatkan pendapatan. Laporan Depnaker menyebutkan, strategi utama yang ditempuh Depnaker untuk mencapai target pertumbuhan tersebut antara lain dilakukan melalui : pengembangan SDM dan penciptaan usaha menengah baru melalui (a) pendidikan dan pelatihan dibidang kewirausahaan, penyusunan business plan, dan teknik operasional produkis serta aspek manajemen, (b) leadership training (c) bantuan informasi an akses kepada lembaga keuangan (d) bantuan pemasaran (e) bimbingan dan pendampingan untuk jangka waktu maksimal selama 1 tahun. Disamping itu pembinaan SDM pra-usaha melalui Balai Latihan Kerja (BLK) dan Kursus Latihan Kerja (KLK). Pelatihan teknis industri rumah tangga dan usaha kecil melalui MTU (Mobile Training Unit) yang tersebar di seluruh Indonesia. Depnaker juga telah memacu penciptaan usaha kecil dan menengah baru melalui pengembangan tenaga kerja pemuda mandiri dan profesional. Sekalipun pembinaan terhadap industri kecil tersebut telah dilakukan lintas sektor, namun berbagai penelitian menjelaskan eksistensi industri rumah tangga dan industri kecil masih berhadapan dengan persoalan. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrawan Supratikno dkk (1994:32) di enam sentra industri Jawa Tengah menyebut
78
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
partisipasi mengikuti program perkreditan tertinggi (39%), disusul partisipasi dalam program kursus teknis (25%) dan kursus pemasaran (23%). Sementara itu 65% responden menyebut kehadiran kredit sangat bermanfaat, 80% responden mengemukakan program peralatan sangat bermanfaat dan 48% menyebut kursus teknis sangat bermanfaat. Temuan ini juga menjelaskan 34% dan 22% responden mengharap pemberian kredit dan kursus pemasaran mendapat prioritas utama pembinaan selanjutnya.
ISU-ISU PENGELOLAAN GENTENG Industri genteng di Indonesia sebagian besar merupakan industri kecil yang dikelola oleh individu ataupun kelompok kecil dengan modal kecil (Setio Hartono,”Sosialisasi dan Bimbingan Penerapan SNI Genteng 2010”). Bahan baku genteng diperoleh pengrajin genteng dengan memanfaatkan lahan lempung yang ada di sekitar domisilinya, dimana bahan lempung tersebut keberadaannya melimpah di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pengrajin genteng mengolah sendiri bahan baku lempung tersebut, disamping ada kelompok pengrajin yang khusus menyediakan bahan lempung yang siap pakai. Demikian juga dengan bahan bakar, para pengrajin genteng masih ada yang memanfaatkan kayu bakar dengan mengambil dari hutan-hutan di sekitarnya atau memanfaatkan potongan-potongan bambu yang merupakan limbah dari industri kreatif. Bahan aditif yang dicampurkan dengan lempung diantaranya sekam padi, limbah bambu/daun bambu, serbuk gergaji, dan limbah plastik (Sosialisasi dan Bimbingan Penerapan SNI Genteng 2010). Sampai dengan tahun 2010 terdapat 649.000 industri genteng yang tersebar di seluruh Indonesia dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 6,5 juta orang. Produksi genteng yang demikian banyak tersebut sejalan dengan semakin berkembangnya bisnis pengembangan perumahan rakyat di seluruh Indonesia. Namun pemenuhan kebutuhan genteng tersebut harus diiringi dengan peningkatan mutunya. Maka standardisasi mutu produk genteng menjadi alat untuk meningkatkan kualitas produk genteng dan melindungi konsumen dari faktor keamanan produk (Setio Hartono, “Sosialisasi dan Bimbingan Penerapan SNI Genteng 2010”) Globalisasi perdagangan melahirkan persaingan antar industri genteng semakin tajam. Industri genteng dituntut menghasilkan produk genteng yang
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
79
bermutu dan memuaskan harapan konsumen. Menghadapi situasi tersebut, industri genteng harus mampu memberikan jaminan bahwa produknya memenuhi seluruh persyaratan yang diminta/berlaku, termasuk didalamnya adalah persyaratan mutu dan keamanan produk (Arini Rasma dan Apriani Setiati 2010). Standardisasi produk diantaranya bertujuan untuk memberikan acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar yang transparan, melindungi kepentingan konsumen dalam aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat serta perlindungan kelestarian fungsi lingkungan (Asep, Pusat Standardisasi Badan Penelitian dan Pengembangan Industri 2010). Balai Besar Keramik merupakan unit pelaksana teknis di bawah Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan penelitian, pengembangan, kerjasama, standardisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan kompetensi industri keramik khususnya industri genteng di Indonesia (Arini Rasma dan Apriani Setiati 2010). Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh informasi industri kecil yang mampu menerapkan SNI genteng keramik. Proses tataniaga mengandung beberapa fungsi yang harus ditampung oleh pihak produsen dan lembaga – lembaga atau mata rantai penyaluran produk – produknya. Seringkali fungsi – fungsi tersebut menimbulkan masalah-masalah yang harus dipecahkan baik oleh pihak produsen yang bersangkutan maupun oleh lembaga – lembaga yang merupakan mata rantai saluran produk-produknya itu (Kartasapoetra, 1992). Ada tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu : A. Fungsi Pertukaran (Exchange Functions) 1. Pembelian (Buying) 2. Penjualan (Selling) B. Fungsi Fisis (Physical Functions) 3. Penyimpanan (Storage) 4. Pengangkutan (Transportation) kegiatan produksi mampu meningkatkan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu. Dalam menciptakan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu ini diperlukan biaya pemasaran. Biaya pemasaran ini diperlukan untuk melakukan fungsi – fungsi pemasaran oleh lembaga – lembaga pemasaran yang terlibat dalam
80
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
proses pemasaran dari produsen kepada konsumen akhir. Pengukuran kinerja pemasaran ini memerlukan ukuran efisiensi pemasaran. Sistem pemasaran yang kurang efisien ini akan mengakibatkan biaya pemasaran relatif besar. Dengan demikian akan mengakibatkan harga jual produk hasil pertanian menjadi tinggi. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke konsumen. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses bisa lebih dari satu. Bila si produsen tersebut bertindak sebagai penjual produknya, maka biaya pemasaran bisa dieliminasi. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lainnya, tergantung pada hal berikut : a. Macam komoditas yang dipasarkan b. Lokasi / daerah produsen c. Macam dan peranan lembaga tataniaga. Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Makin panjang pemasaran (semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat) maka makin besar margin pemasaran (Daniel, 2002). Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin yang diperoleh pada masing– masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda pula (Sudiyono, 2004). Efisiensi pemasaran diukur dengan menggunakan biaya pemasaran dibagi dengan nilai produk yang dipasarkan. Pasar yang tidak efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran terjadi jika : a.
Apabila harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi
b.
Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
81
c.
Adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002).
3. METODE KAJIAN PENELITIAN 1.
Pendekatan Umum a. Tahap Persiapan Studi literatur yang terkait dengan program, rencana tindak, tujuan
dan
sasaran
yang
ingin
dicapai
dalam
upaya
pengembangan Perumusan Metodologi Studi, Outcome, Output, dan Input. Mempersiapkan kebutuhan data dan panduan wawancara sebagai instrumen pengumpulan data. b. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait dalam rangka kajian pengembangan c. Tahap Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan baik data-data yang bersifat statistikal kuantitatif maupun data-data sosial, budaya dan data pendukung lain yang bersifat kualitatif. Pengkajian terhadap kebijakan-kebijakan persampahan d. Tahap Analisis dan Evaluasi. Identifikasi Permasalahan Perumusan Indikator dan Variabel Melakukan analisis terhadap data-data yang terkait, untuk kemudian diformulasikan dan dilakukan pemodelan dalam upaya pengembangan pelatihan pembuatan genteng/gerabah 2.
Beberapa Metoda Analisis Kajian yang berupaya mengeksplorasi fenomena diperlukan adanya pentahapan dalam analisis data. Langkah awal setelah data terkumpul, dilakukan proses penyederhanaan data yang diperoleh ke dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami dan diintepretasi yang pada hakekatnya merupakan upaya mencari jawaban atas permasalahan yang ada. Uraian dilakukan sedetil mungkin dengan uraian-uraian kualitatif dalam arti akan dilakukan analisa secara kualitatif. Artinya dari data yang diperoleh dilakukan pemaparan serta intepretasi secara mendalam.
82
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
Data yang ada dianalisis serinci mungkin sehingga diharapkan dapat diperoleh kesimpulan yang memadai. Data yang sudah terkumpul kemudian direduksi berupa pokokpokok temuan yang relevan dengan fokus pelatihan, selanjutnya disajikan secara naratif. Dengan demikian data disajikan secara deskriptif, faktual dan sistematik. Proses selanjutnya adalah penarikan kesimpulan, analisis data ini merupakan uraian logis, dimana baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif disajikan dengan saling melengkapi. Komponen analisis data yang mencakup pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan adalah merupakan rangkaian interaktif yang dilakukan terus-menerus sampai diperoleh kesimpulan yang benar. Artinya apabila kesimpulan kurang memadai maka diperlukan kegiatan pengujian ulang yaitu dengan cara mengkaji ulang sajian data ke lapangan lagi. Selanjutnya, teknik analisa data yang digunakan dalam pelatihan ini adalah analisis dengan menggunakan model interaktif, dengan 3 komponen analisis, yaitu : (i) reduksi data; (ii) sajian data; (iii) penarikan kesimpulan. Secara umum analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif yang didukung dengan data kualitatif maupun kuantitatif.
4. ANALISA DAN INTERPRETASI DATA Analisa Pendampingan Pada Masyarakat Seorang pendamping adalah pemeran kunci didalam pengembangan masyarakat. Tugas utama seorang pendamping adalah mengembangkan kapasitas masyarakat sehingga mampu mengorganisir diri dan menentukan sendiri upayaupaya yang diperlukan dalam memperbaiki kehidupan mereka. Pendamping bekerja bersama-sama dengan masyarakat untuk membangun kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan dan potensi yang sebenarnya mereka miliki. Pada dasarnya pendamping memiliki tiga peran dasar yaitu : 1.
Penasehat Kelompok: Pendamping memberikan berbagai masukan dan pertimbangan yang diperlukan oleh kelompok dalam menghadapi masalah.
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
83
Pendamping tidak memutuskan apa yang perlu dilakukan, akan tetapi kelompoklah yang nantinya membuat keputusan. 2.
Trainer Participatoris: Pendamping memberikan berbagai kemampuan dasar yang diperlukan oleh kelompok seperti mengelola rapat, pembukuan, administrasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan sebagainya.
3.
Link Person: Peran pendamping adalah menjadi penghubung masyarakat dengan berbagai lembaga yang terkait dan diperlukan bagi pengembangan kelompok. Permasalahan yang selalu muncul dalam program pendampingan adalah
berapa lama program pendampingan dijalankan. Program pendampingan dapat dinilai sebagai rule atau discretion. Dengan cara ini maka target dan tujuan dapat dicapai pada waktunya bahkan dapat dipercepat. Kegiatan Pendampingan perlu memiliki tujuan dan sasaran yang jelas yang merupakan sesuatu yang dapat diukur. Kegiatan pencapaian tujuan dan sasaran akan lebih terarah apabila dirumuskan secara berjenjang dan bertahap. Dengan cara ini program pendampingan dapat dimonitor dan dievaluasi apakah memiliki kemajuan atau stagnan dan tidak menunjukkan adanya dampak yang berarti. Menjadi seorang pendamping bukanlah merupakan suatu tugas yang mudah. Untuk menjadi seorang pendamping, persyaratan yang harus dimiliki adalah: 1.
Memiliki kompetensi dan kapasitas kognitif atau pengetahuan yang dalam dan luas dibidangnya.
2.
Memiliki
komitmen,
profesional,
motivasi,
serta
kematangan
dalam
pelaksanaan pekerjaan. 3.
Memiliki kemauan yang sangat kuat untuk membagi apa yang dianggapnya baik bagi sesamanya (orang lain).
4.
Memiliki
kemampuan dalam
mengumpulkan data, menganalisis dan
identifikasi masalah, baik sendiri maupun bersama-sama masyarakat yang didampingi. 5.
Memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi atau membangun hubungan dengan setiap keluarga.
6.
Memiliki kemampuan berorganisasi dan mengembangkan kelembagaan. Pendampingan harus memiliki tahap-tahap kegiatan agar lebih terarah dan
dapat dipahami kapan program akan berakhir. Tahap-tahap ini pada hakikatnya
84
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
merupakan target atau sasaran yang ingin dicapai pada kurun waktu tertentu. Tahap-tahap kegiatan pendampingan adalah sebagai berikut: a.
Pengenalan Kebutuhan Masyarakat, dilakukan untuk mengetahui apa yang diperlukan oleh masyarakat di satu daerah sehingga kegiatan yang akan dijalankan di daerah tersebut tidak sia-sia dan dapat memberikan manfaat bagi mereka. Oleh karena itu informasi mengenai lokasi, karakteristik masyarakat serta potensi daerah diperlukan sebagai bahan dasar untuk merancang suatu kegiatan. Informasi dapat diperoleh baik dari dokumen tertulis maupun dari pejabat pemerintah, pemuka masyarakat maupun pemuka adat atau agama. Informasi
dari sumber lain seperti dari masyarakat secara langsung juga
diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan yang akan dilakukan dapat menjawab kebutuhan masyarakat. b.
Rekruitmen Pendamping, untuk mencapai tujuan dari
pemberdayaan
masyarakat tersedianya SDM tenaga pendamping yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan, merupakan hal yang sangat penting Tenaga pendamping merupakan mitra kerja bagi kelompok, penyuluh dan petugas lapangan di daerah. Perekrutan tenaga pendamping ini merupakan salah satu tahap yang menentukan bagi keberhasilan program pendampingan. Proses rekruitmen ini harus dapat menghasilkan tenaga pendamping yang berdedikasi tinggi dan mempunyai motivasi yang kuat untuk membantu masyarakatmasyarakat di daerah perdesaan.
Selain kriteria pendamping tersebut,
pendamping perlu memiliki kemampuan untuk dapat berfungsi sebagai pemrakarsa, penunjuk jalan, pendorong, pendamai, pengumpul fakta dan pemberi fakta, serta penyelarasan (konvergensi) kepentingan-kepentingan setempat.
METODE PENDAMPINGAN 1. Konsultasi, yaitu upaya pembantuan yang diberikan pendamping terhadap masyarakat dengan cara memberikan jawaban, solusi dan pemecahan masalah yang dibutuhkan oleh masyarakat. 2. Pembelajaran, yaitu alih pengetahuan dan sistem nilai yang dimiliki oleh pendamping kepada masyarakat dalam proses yang disengaja.
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
85
3. Konseling, yakni membantu menggali masalah dan potensi yang dimiliki, membuka alternatif-alternatif solusi dan mendorong masyarakat mengambil keputusan
berdasarkan
pertimbangan
yang
bertanggung-jawab
bagi
kehidupannya. 4. Tugas dan Fungsi Pendamping/fasilitator, Fasilitator adalah orang yang menyelenggarakan dan menyediakan sarana dan membangun proses agar peserta belajar (masyarakat kelompok sasaran) melakukan kegiatan secara mandiri. Fasilitator adalah “orang luar” yang mendampingan masyarakat untuk menggali pengetahuan dan keterampilan mereka, bukan sebagai “guru” bahkan fasilitator juga belajar mengenal keterampilan dan pengetahuan masyarakat. Tugas Fasilitator adalah: Mendorong masyarakat untuk melakukan Perubahan-perubahan Sikap, pengetahuan maupun perilaku baik perubahan secara individual maupun kelompok dalam penanggulangan Kemiskinan. Melakukan identifikasi dan analisa masalah, Merencanakan Kegiatan, Monitoring dan evaluasi bersama dengan kelompok sasaran. Mendorong kelompok sasaran/masyarakat untuk melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan. Membantu masyarakat untuk mengorganisir kegiatan. Mendorong terjadinya kerjasama antar anggota masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Membantu masyarakat baik individu maupun kelompok dalam bekerjasama dengan kelompok lain dalam pelaksanaan kegiatan, misalnya memudahkan msyarakat
untuk
mendapatkan
narasumber
dalam
pengembangan
usaha.
Memberikan informasi yang dibutuhkan mengenai pengembangan usaha. Agar kegiatan ini bisa menghasilkan data informatif yang valid, maka digunakan metodologi survei sebagai berikut; a. Jenis Data, Data yang akan digunakan dalam kegiatan ini meliputi dua jenis yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder terutama
berupa
dokumen-dokumen yang berhubungan langsung produk unggulan Kabupaten Trenggalek. Selain itu juga akan digunakan data sekunder dari BPS dan dinas terkait. Sedangkan data primer bersumber dari responden pelaku UKM di
86
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
masing-masing komoditas unggulan, yang bisa memberikan banyak informasi tentang maslaah-masalah yang dihadapi. b. Metode Pengumpulan Data, Untuk data sekunder, akan diambil dari BPS Kabupaten Trenggalek, dan data dari dinas terkait lain, dengan cara melakukan kunjungan langsung ke instansi-instansi tersebut untuk mengambil data-data yang diperlukan dalam kegiatan. Sedangkan untuk data primer, proses pengumpulannya dilakukan dengan teknik In Depth Interview kepada pelaku UKM di masing-masing produk unggulan. Melalui pendekatan ini akan tergali berbagai informasi kualitatif dan kuantitatif terkait dengan masalah yang ada pada masing-masing komoditas unggulan. c. Teknik Analisis, Setelah semua data yang diperlukan dalam kegiatan ini terkumpul, baik yang bersifat data primer maupun data sekunder, baik yang bersifat data kualitatif maupun kuantitatif, serta semua data yang mempunyai kaitan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan ini, akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Kebijakan pembangunan yang mengkombinasikan pendekatan sektoral (sectoral developed approach) dengan pendekatan wilayah (regional developed approach) berdampak pada munculnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (growth pole) dan aktifnya perdagangan antar wilayah (interregional trade). Kondisi ini memungkinkan berkembangnya unit-unit usaha ekonomi baru termasuk usaha kecil dan menengah. Setiap pusat pertumbuhan ekonomi baru yang berada dalam suatu wilayah harus saling memiliki keterkaitan aktifitas ekonomi, demikian juga dengan usaha kecil dan menengah yang berada pada masing-masing pusat pertumbuhan tersebut. Perlu pengidentifikasian terhadap kendala, potensi dan kebijakan yang terkait dengan usaha kecil dan menengah dalam upaya pengembangannya. Upaya ini ternyata akan lebih efektif jika dilakukan sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi masing-masing usaha kecil dan menengah. Demikian juga halnya dengan usaha industri genteng di Trenggalek ini sehingga akan, lebih membantu perbankan dalam menganalisis kelayakan Industri genteng Trenggalek sangat membutuhkan
dorongan
dan
bantuan
kebijakan
pemerintah
dalam
hal
pengembangan usahanya. Bentuk kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
87
mendorong pihak perbankan dalam memberikan dukungan pendanaan guna memenuhi kebutuhan modal usaha/kredit untuk industri genteng. Dukungan perbankan tentu saja juga akan sangat berarti bila dukungan permodalan juga diberikan kepada kelompok pedagang yang berperan sebagai konsumen dan menjadi ujung tombak dari industri genteng. Semakin kuat dukung permodalan yang diberikan kepada kelompok pedagang ini maka semakin besar peluang industri genteng untuk meningkatkan usahanya. Oleh sebab itu, juga perlu dilakukan kajian kelayakan usaha terhadap kelompok pedagang kreditnya. Studi kelayakan dapat dilakukan untuk menilai kelayakan investasi, baik pada suatu proyek maupun bisnis yang sedang berjalan. Studi kelayakan yang dilakukan untuk menilai kelayakan suatu proyek yang akan dijalankan disebut Studi Kelayakan Proyek, sedangkan studi kelayakan yang dilakukan untuk menilai kelayakan dalam pengembangan suatu usaha disebut studi kelayakan bisnis. Studi kelayakan menurut Ati Harmoni (2007) adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu ide bisnis tentang layak atau tidaknya ide tersebut untuk dilaksanakan. Proyek investasi umumnya menyangkut dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang. Studi diperlukan agar proyek tidak berhenti di tengah jalan atau tidak menguntungkan (gagal). Sebab kegagalan proyek: •
Kesalahan perencanaan
•
Kesalahan dalam menaksir pasar yang tersedia
•
Kesalahan dalam memperkirakan teknologi yang tepat
•
Kesalahan memperkirakan kebutuhan tenaga kerja
•
Pelaksanaan proyek tidak dapat dikendalikan
•
Faktor lingkungan (ekonomi, sosial, politik) yang berubah
•
Sebab-sebab di luar dugaan Kegiatan bisnis adalah mencari keuntungan yang digerakkan oleh kapital.
Kapital ialah uang, barang, ilmu, teknologi, dan kemampuna Sumber Daya Manusia yang digunakan untuk mencari keuntungan. Kaum yang memiliki kapital untuk mencari keuntungan disebut kaum kapitalis. Kaum kapitalis menggunakan Perusahaan untuk mencari keuntungan. Agar keuntungan dapat diperoleh secara maksimal, kapital harus di kelola dengan baik. Pengelolaan kapital dalam Perusahaan disebut Manajemen Keuangan atau Manajemen Kapital.
88
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
Kapital harus diperoleh dengan syarat yang semurah-murahnya dan digunakan dalam
kegiatan bisnis harus efektif, efisien, produktif, dan
menguntungkan. Inti pokok dalam perolehan dan penggunaan kapital adalah keuntungan. Dengan demikian Manajemen Keuangan dapat didefinisikan sebagai : a. Usaha manajemen untuk memperoleh dana (modal) dengan biaya semurahmurahnya. b. Menggunakan dana yang efektif, efisien, dan produktif dengan tujuan akhir untuk memperoleh keuntungan. Menurut Suad Husnan (1999) Pengeluaran modal seperti contoh di atas memerlukan keputusan-keputusan penting yang harus diambil, dimana semua itu memerlukan pengeluaran kas untuk modal yang akan kembali secara bertahap melalui keuntungan (manfaat) di masa yang akan datang. Pembuatan Keputusan memerlukan 4 tahap penting, yaitu: 1. Membuat beberapa alternatif proyek investasi. 2. Mengevaluasi kelebihan dan kekuarangan masing-masing alternatif tersebut. 3. Memilih satu alternatif. 4. Menerapkan keputusan. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi alternatif, tetapi terlepas dari metode mana yang akan di pakai, ada dua prinsip dasar yang perlu diikuti, yaitu : -
Prinsip semakin besar semakin baik. Artinya manfaat yang lebih besar adalah lebih baik dari pada yang kecil, dengan anggapan hal-hal lain tidak berubah.
-
Prinsip burung di tangan. Artinya manfaat di saat awal lebih baik dari pada manfaat di kemudian hari, dengan anggapan hal-hal lain tidak berubah. Atau dengan kata lain, seribu rupiah di tahun depan lebih berharga dari pada seribu rupiah lima tahun lagi.
Untuk menentukan kriteria kelayakan dan manfaat menurut Gittinger (1986) yaitu : 1.
B/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya
dimana
apabila dalam perhitungannya diperoleh hasil B/C > 1, maka suatu proyek dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan. Sedangkan apabila B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena akan menderita kerugian.
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
89
2.
Payback Period Method meupakan Penilaian proyek investasi menggunakan metode ini didasarkan pada lamanya investasi tersebut dapat tertutup dengan aliran-aliran kas masuk, dan faktor bunga tidak dimasukan dalam perhitungan ini.
3.
Return on investment merupakan pengukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atas sejumlah keseluruhan aktiva yang tersedia. Semakin tinggi ROI akan semakin baik bagi perusahaan di dalam pengelolaan aktiva dalam rangka memperoleh laba.
ASPEK PEMASARAN Pemasaran menurut Philip Kothler (1997), adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai pada pihak lain Sedangkan menurut William J. Stanton dalam buku Basu Swasta (1996), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditunjukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Berdasarkan dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses sosial dan manajerial yang mana para individu atau kelompok dapat memperoleh barang dan jasa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk. Philip Kotler (1997), memperkuat pendapat tersebut dengan pernyataan bahwa bauran pemasaran atau disebut juga marketing mix terdiri dari beberapa komponen yang terdiri dari : 1.
Produk Segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Untuk persaingan dewasa ini lebih menuju ke arah apa yang dapat ditambahkan perusahaan pada produk yang dibuatnya dalam bentuk pembungkus, iklan, pelayanan syarat penyerahan barang dan sebagainya. Oleh karena itu perusahaan harus menemukan suatu cara untuk dapat melakukan tambahan pada produk yang ditawarkan.
90
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
2.
Harga (Price) Nilai tukar untuk manfaat yang ditimbulkan oleh barang atau jasa tertentu bagi seseorang. Penetapan harga barang dan jasa merupakan suatu strategi kunci dalam berbagai perusahaan sebagai konsekuensi dari regulasi, persaingan global yang kian sengit, rendahnya pertumbuhan di banyak pasar, dan peluang bagi perusahaan untuk memantapkan posisinya di pasar. Harga mempengaruhi kinerja keuangan dan juga sangat mempengaruhi persepsi pembeli dan penentuan merek. Harga menjadi suatu ukuran tentang mutu produk bila pembeli mengalami kesulitan dalam mengevaluasi produk-produk yang kompleks.
3.
Tempat (Place) Adalah lokasi tempat yang menentukan cara penyampaian produk ketangan konsumen setelah produk selesai diproses atau sering disebut juga distribusi. Lokasi yang strategis dan mudah dijangkau konsumen sasaran, akan memberikan dampak yang positif pada daya saing dan pemasaran suatu produk.
4.
Promosi Kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh perusahaan (penjual) untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan. Pemasaran pada masa sekarang ini tidak cukup hanya dengan pengembangan produk, peningkatan kualitas, dan lain-lain, tetapi lebih lagi produsen harus dapat berkomunikasi dengan langganannya. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan promosi.
Promosi
mencakup
semua
kegiatan
perusahaan
untuk
memperkenalkan produk dan bertujuan agar konsumen tertarik untuk membelinya. Seseorang yang memiliki kemampuan kreatif, inovatif, berani menanggung risiko, serta selalu mencari peluang melalui potensi yang dimilikinya. Sehingga Wirausaha adalah seseorang yang menjalankan kegiatan kewirausahaan, atau seseorang yang memulai dan atau mengoperasikan bisnis. (dalam hal ini adalah seorang pribadi yang mandiri dalam mengejar prestasi, berani mengambil risiko untuk mulai mengelola bisnis demi mendapatkan laba), kemampuan seseorang yang menjadi obyek kewirausahaan meliputi: a) Kemampuan merumuskan tujuan hidup/usaha
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
91
b) Kemampuan memotivasi diri c) Kemampuan untuk berinisiatif d) Kemampuan berinovasi e) Kemampuan untuk membentuk modal uang atau barang modal f) Kemampuan untuk mengatur waktu g) Kemampuan untuk belajar dari pengalaman Hakekat Kewirausahaan a) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis. b) Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda c) Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan d) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan perkembangan usaha e) Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat memberikan nilai lebih f) Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Dari keenam hakekat tersebut, kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses, dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko. Setelah pelatihan, pihak Pemerintah Kabupaten/Kota harus dan akan terus melakukan pemantauan atas perkembangan usaha para peserta pelatihan, serta memberikan bimbingan dan jasa konsultasi sesuai kebutuhan, baik menyangkut
92
manajemen usaha, teknis produksi,
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
administrasi keuangan, maupun pemasaran dan promosi usaha. Selain melakukan pelatihan secara reguler kepada para di harapkan penerintah kabupaten Situbondo juga aktif melakukan pembinaan UMK berdasarkan kluster. Pola pembinaan ini dilakukan dalam rantang waktu yang lebih lama dan menyeluruh. Pelaksanaan program bisa mencapai 6 bulan hingga satu tahun, mulai dari proses assesment awal guna mengetahui berbagai kebutuhan anggota kluster, dilanjutkan dengan serangkain pelatihan baik menyangkut perkuatan kelompok, manajemen usaha, manajemen keuangan, kewirausahaan, desain produk, pemasaran, teknologi pengemasan, sertifikasi dan lain-lain.
PENGUATAN KELOMPOK Kelompok adalah kumpulan orang yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan sumberdaya untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggotanya yang ditetapkan oleh kepala dinas kabupaten/kota. Efek dan dampak yang timbul dari kurangnya penguatan kelompok adalah :
Kesenjangan Latar Belakang Para Stakeholder Cukup Besar (Pedagang dan Eksportir)
Kerjasama Para Stakeholder Belum Terpadu
Keterbelakangan Sektor Genteng dan Kelautan disebabkan lemahnya dukungan industrialisasi, modernisasi dan kapasitas kelembagaan
Tanpa Program Pemberdayaan proses perubahan manajerial pengelolaan budidaya berbasis kawasan akan berjalan sangat lambat
Masyarakat masih mencerminkan kelemahan dan kekurangan dalam keswadayaan, kemandirian, partisipasi, solidaritas sosial, keterampilan, sikap kritis, sistem komunikasi personal, wawasan akan perubahan paradigma kesuksesan
Lemahnya permodalan dan kurangnya akses sumber permodalan, dalam hal ini tidak adanya kontrol dari lembaga pemerintahan di kabupaten tentang perkembangan permodalan
Semakin ketatnya persyaratan mutu dan harga produk genteng di pasaran internasional
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
93
Kepentingan industri tanah liat untuk genteng, dimana bahan baku semakin menipis dan membutuhkan biaya tinggi guna mendapatkannya walau itu ada di kabupaten yang sama
Semangat berkelompok masih rendah
Pembinaan Teknis dan pendampingan kelompok sangat terbatas, sehingga budidaya berkelompok sangat rendah
Penerapan teknologi budidaya yang dianjurkan masih rendah disertai masih ada intervensi kepentingan non teknis transformatif serta rendahnya mutu dan taraf hidup
MANAJEMEN USAHA Manajemen merencanakan,
Usaha
adalah
mengorganisasi,
proses
yang
melaksanakan
berkesinambungan dan
memonitoring
untuk serta
mengevaluasi usaha yang di lakukan tanpa mengenal lelah dan bagaimana cara mencari celah inovatif usaha tersebut.
MANAJEMEN KEUANGAN Manajemen Keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh suatu organisasi atau peserta pelatihan . 1. Perencanaan Keuangan, membuat rencana pemasukan dan pengeluaraan serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk periode tertentu. 2. Penganggaran Keuangan, tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat detail pengeluaran dan pemasukan. 3. Pengelolaan Keuangan, menggunakan dana peserta pelatihan
untuk
memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara. 4. Pencarian Keuangan, mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional kegiatan peserta pelatihan . 5. Penyimpanan Keuangan, mengumpulkan dana peserta pelatihan serta menyimpan dan mengamankan dana tersebut. 6. Pengendalian Keuangan, melakukan evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan pada peserta pelatihan .
94
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
7. Pemeriksaan Keuangan, melakukan audit internal atas keuangan peserta pelatihan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan.
PROSES PEMASARAN STRATEGI Menurut Cravens (1991,67) mencakup langkah-langkah sebagai berikut : A. Analisa Situasi Pasar a. Mendefinisi dan menganalisa pasar b. Melakukan segmentasi pasar c. Menganalisis persaingan Untuk itu diperlukan strategi bersaing. Strategi bersaing dalam suatu industri dibutuhkan membangkitkan daya kemampuan operasional perusahaan. Michael E. Porter (1992,10) menyatakan strategi bersaing adalah bagaimana posisi relative suatu perusahaan dalam industrinya. Tujuan strategi bersaing adalah menemukan posisi dalam industri tersebut dimana perusahaan dapat melindungi diri sendiri terhadap tekanan persaingan. Dalam strategi bersaing terdapat lima kekuatan persaingan yang digambarkan sebagai berikut : Gambar 1 Kekuatan-kekuatan Yang Mempengaruhi Persaingan Industri Sumber : Michael E. Porter (1992,5) Pendatang baru potensial
Pemasok
Persaingan diantara perusahaan yang ada
Pembeli
Produk Pengganti
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
95
B. Desain Strategi Pemasaran Desain strategi pemasaran mencakup : 1) Target Pasar dan Strategi Posisioning Memilih kecocokan antara produk dan pasar marketing advantage dipengaruhi oleh factor situasional meliputi : Karakteristik industri Type industri Luasnya diferensial dalam buyer need and competitive advantage yang dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan Posisioning adalah salah satu dari tiga pilar dalam menentukan peluangpeluang pasar, adapun ketiga pilar tersebut adalah segmenting, targeting dan positioning. Menurut Philip Kotler (1993,365) segmenting adalah suatu tindakan untuk membagi pasar menjadi kelompok-kelompok pembeli yang berbeda, targeting adalah tindakan mengembangkan ukuran-ukuran daya tarik pasar dan memilih salah satu atau lebih segmen pasar untuk dimasuki. Segmenting dan targeting adalah merupakan suatu langkah pendahuluan sebelum positioning. Positioning sendiri adalah tindakan menentukan pemasaran perusahaan sehingga ia menempati suatu tempat yang khusus dan bernilai dalam bentuk konsumen sasarannya. a.
Strategi Pemasaran untuk Seleksi Pasar Memiliki strategi pemasaran yang akan digunakan sesuai dengan situasinya yang menyangkut misalnya : teknologi, harga, distribusi dan pengemasan sebagai dasar menentukan strategi yang digunakan disesuaikan dengan kecocokan pasar.
b. Perencanan Produk Baru Dalam rangka mencari kecocokan produk pasar mungkin diperlukan pengembangan produk baru karena lingkungan yang berubah terus, produk yang dihasilkan tidak laku dijual yang kaitannya dengan daur hidup produk.
C. Evaluasi Evaluasi melalui SWOT dimana dalam evaluasi ini terdapat empat alternative strategi yang bias digunakan antara lain yaitu :
96
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
a) Strategi SO (perkalian antara strength dan opportunity) Strategi SO yaitu strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b) Strategi ST (perkalian antara strength dan threatness) Strategi ST adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c) Strategi WO (perkalian antara weakness dan opportunity) Strategi WO adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d) Strategi WT (perkalian antara weakness dan threatness) Strategi WT yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
D. Strategi Pemasaran Jasa “Perusahaan jasa tidak cukup hanya memakai 4 P (bauran pemasaran), tetapi perlu juga ditambah dengan unsur-unsur sebagai berikut : a.
Pemasaran didalam perusahaan Diartikan bahwa perusahaan jasa harus melatih secara efektif dan memotivasi karyawan penghubung para konsumen sebaik para karyawan pelaksana pekerjaan dalam usaha memuaskan kebutuhan konsumen.
b. Pemasaran interaktif Pemasaran interaktif menggambarkan hubungan antara pelanggan dan konsumen. Diharapkan setiap karyawan yang loyal, bermotivasi tinggi dan diberdayakan dapat memberikan pelayanan yang maksimal, maka pelanggan yang puas akan menjalin hubungan berkesinambungan dengan personal dan perusahaan yang bersangkutan.” Perusahaan maupun wirausaha dalam menghadapi 3 tugas utama dalam mengatasi strategi pemasarannya, yaitu : 1. Mengelola tingkat perbedaan dengan pesaing 2. Mengelola kualitas jasa 3. Mengelola produktivitas
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
97
Ada 6 pendekatan untuk meningkatkan produktivitas jasa perusahaan: a) Membutuhkan pelaksana yang mampu bekerja lebih keras dan lebih terampil dalam tingkat pembayaran yang sama. b) Meningkatkan kualitas pelayanan dalam tingkat kualitas pelayanan yang sama. c) Mengindustrialisasikan pelayanan dengan menambah peralatan dan menstandardisasikan proses pekerjaan. d) Mengurangi dan membuat usang atau kuno kebutuhan untuk suatu jasa dengan menggunakan menciptakan produk-produk pemecahan suatu jasa dengan menciptakan produk-produk pemecahan. e) Mengembangkan pelayanan yang lebih efektif. f) Memberi insentif pada para langganan untuk mengganti tenaga kerja perusahaan dengan tenaga kerja sendiri
INTERPRETASI DATA Keterbatasan waktu sangat terkait dengan keterbatasan biaya, akan tetapi jumlah tatap muka dirasa cukup memadai sehingga pelatihan ini menjadi lebih bermakna Antusiasme peserta pelatihan
menjadikan mereka merasa waktu
pelatihan terlalu singkat karena harus berakhir di saat peserta pelatihan telah mulai memahami materi. Hal itu masih ditambah dengan: 1. Tidak kompeten dalam manajerial 2. Bahan Baku Genteng yang masih menjadi Kendala 3. Kurang berpengalaman 4. Kurang dapat mengendalikan keuangan 5. Gagal dalam perencanaan 6. Budaya pengikut, bila ada yang sukses baru bergerak. 7. Kurangnya pengawasan peralatan, sehingga sering peralatan yang di berikan hanya berujung pada penjualan 8. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha 9. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi wirausaha
98
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
INTERPRETASI a.
Analisis Internal dan Eksternal
Analisis Internal Setelah factor internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan factor strategis internal tersebut dalam kerangka strength dan weakness perusahaan tahapannya adalah sebagai berikut :
-
Menentukan faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan.
-
Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00).
-
Hitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama, sedangkan variabel yang bersifat negative, kebalikannya.
-
Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
-
Jumlahkan skor pembobotan, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan terterntu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya.
Analisis Eksternal Sebelum membuat matrik SWOT, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategis eksternal (EFAS) berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategis eksternal (EFAS) :
a.
Menyusun faktor eksternal yang ada di perusahaan yaitu faktor peluang dan ancaman.
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
99
b.
Memberi bobot masing-masing faktor mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.
c.
Hitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan (poor) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan pembelian nilai ranting untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1) pemberian ranting ancaman adalah kebalikannya.
d.
Kalikan bobot dengan rating, untuk memperoleh pembobotan. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
e.
Jumlahkan skor pembobotan, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalanya.
Matrik SWOT Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternalnya yang dihadapi perusahaan/wirausaha dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Dari hasil analisa faktor internal dan eksternal dapat menghasilkan empat set kemungkinan aterntaif strategis. Tabel 1 Analisa Intenal – Eksternal dan Evaluasi Strategi I.
Analisis Faktor Internal Keterangan
Bobot
Rating
Skor
Kekuatan -
Reputasi yang baik dibidang produk
0,05
3
0,45
-
Keamanan berwirausaha dari premanisme
0,10
3
0,30
0,09
3
0,27
dan pengusaha yang kuat -
Memiliki sumber daya manusia yang telah berpengalaman dibidang penjualan dan mutu produk
100
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
-
Penyediaan fasilitas bagi konsumen yang
0,06
2
0,12
0,16
2
0,32
pada saat dan
0,05
4
0,20
Melakukan pendampingan kegiatan promosi
0,05
2
0,10
akan membeli ptoduk -
Jenis-jenis mutu produk pyang ditawarkan ke konsumen.
-
Pemberian pendampingan keadaan tertentu
-
di koperasi daerah dan provinsi
Kelemahan -
Keterbatasan produk yang ditawarkan
0,20
2
0,40
-
Standar yang dipergunakan untuk harga
0,10
2
0,20
0,04
1
0,04
tidak ada -
Tidak ada pendampingan setelah pelatihan sehingga hilang komunikasi kelompok Total
II.
1,00
2,40
Analisis Faktor Eksternal Keterangan
Bobot
Rating
Skor
0,05
3
0,15
0,16
2
0,32
0, 1
3
0,30
0,20
3
0,60
Peluang -
Adanya suatu spesifikasi mutu produk dari pesaing yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia
-
Adanya perbaikan pertumbuhan ekonomi dan
kemudahan
wirausaha
dalam
mempelajari kelompok
sistem sehingga
meningkatkan pendapatan / daya beli yang akan meningkat -
Adanya kesempatan yang di berikan kepala dinas kabupaten dan kota
Ancaman -
Semakin banyak yang bergerak dalam
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
101
bidang berwirausaha dengan mengedepankan pelayanan mutu produk -
Munculnya
organisasi
daerah
dan
0,05
3
0,15
0,05
1
0,05
0,10
2
0,20
masyarakat sejenis yang mempunyai atau menawarkan produk yang sama
yang
memiliki modal lebih kuat -
Tingkat
pemerataan
pendapatan
yang
kurang -
Inflasi dan resesi ekonomi Total
1,00
2,64
Berbagai alternative strategi dapat dirumuskan berdasarkan metode analisis matrik SWOT dan didalam matrik SWOT ini kita dapat dengan mudah memformulasikan strategi yang kita peroleh berdasarkan penggabungan antara faktor internal dan eksternal. Adapun 4 alternatif strategi yang dapat diperoleh yaitu strategi SO strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Analisis dengan menggunakan model matrik SWOT ini menggunakan data yang diperoleh dari tabel I (Internal dan Eksternal) yang dimana faktor internal mempunyai skor : 2,40 dan faktor eksternalnya mempunyai skor : 2,64. maka ditarik suatu derajad (2,40.2,64) yang di gambarkan sebagai berikut :
102
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
Tabel 2 Analisa SWOT Kekuatan
Reputasi yang baik dibidang produk Keamanan berwirausaha dari premanisme dan pengusaha yang kuat Memiliki sumber daya manusia yang telah berpengalaman dibidang penjualan dan mutu produk Penyediaan fasilitas bagi konsumen yang akan membeli ptoduk Jenis-jenis mutu produk pyang ditawarkan ke konsumen. Pemberian pendampingan pada saat dan keadaan tertentu Melakukan pendampingan kegiatan promosi di koperasi daerah dan provinsi
Kelemahan
Keterbatasan produk yang ditawarkan Standar yang dipergunakan untuk harga tidak ada Tidak ada pendampingan setelah pelatihan sehingga hilang komunikasi kelompok
Peluang
Adanya suatu spesifikasi mutu produk dari pesaing yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia Adanya perbaikan pertumbuhan ekonomi dan kemudahan mempelajari sistem wirausaha dalam kelompok sehingga meningkatkan pendapatan / daya beli yang akan meningkat Adanya kesempatan yang di berikan kepala dinas kabupaten dan kota Ancaman
Semakin banyak yang bergerak dalam bidang berwirausaha dengan mengedepankan pelayanan mutu produk Munculnya organisasi daerah dan masyarakat sejenis yang mempunyai atau menawarkan produk yang sama yang memiliki modal lebih kuat Tingkat pemerataan pendapatan yang kurang Inflasi dan resesi ekonomi
Strategi SO
Strategi WO
Strategi ST
Strategi WT
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
103
Sehingga dari evaluasi diperoleh satu strategi yaitu strategi SO. Maka pimpinan organisasi daerah dan masyarakat
harus mampu mengidentifikasi
kekuatan, kelemahan peluang dan ancaman yang baik atau yang sedang dihadapi maupun yang belum dihadapi pada masa yang akan datang dan dari kekuatan dan kelemahan apa saja yang mempengaruhi kebijakan organisasi daerah dan masyarakat
sebaliknya juga dari peluang, ancaman apa saja yang dapat
mempengaruhi kebijaksanaan organisasi daerah dan masyarakat .
5. SIMPULAN a) Penilai akan berhasil tidaknya suatu proses masyarakat sebaiknya bukan hanya di dasarkan pada ada tidaknya produk yang di hasilkan kegiatan tersebut atau bagaimmana produk tersebut dapat mengatasi permasalahan ekonomi kabuten Trenggalek. Pola pngembangan masyarakat melalui kegiatan kelompok adalah suatu alternatif untuk peningkatan kapasitas produksi masyarakat daerah Trenggalek itu sendiri, agar dapat lebih berperan aktif dan produktif dalam kegiatan yang di lakukan tanpa melupakan pendampingan dan kinjungan yang efektif dan efisien guna menampung kesulitan yang ada, dibandingkan dengan pengembangan masyarakat secara individual, pengembangan masyarakat berbasis kelompok lebih efisien dan dapat mewakili penerimaan, penolakan atau ketidak perdulian para anggota kelompok itu akan suatu permasalah. b) Faktor yang mendukung adanya suatu spesifikasi mutu produk dari pesaing yang berbeda dengan daerah lain di
Indonesia dan perbaikan pertumbuhan
ekonomi dan kemudahan mempelajari sistem wirausaha dalam kelompok sehingga meningkatkan pendapatan / daya beli yang akan meningkat, sedangkan faktor yang menghambat adalah semakin banyak yang bergerak dalam bidang berwirausaha dengan mengedepankan pelayanan mutu produk, munculnya organisasi daerah dan masyarakat sejenis yang mempunyai atau menawarkan produk yang sama yang memiliki modal lebih kuat , tingkat pemerataan pendapatan yang kurang disertai inflasi dan resesi ekonomi
DAFTAR PUSTAKA Basu Swasta DH & Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, Lembaga Manajemen KPN, Yogyakarta, 2002
104
Media Mahardhika Vol. 11 No 1 September 2012
Cravens, David W. Strategic Marketing, 3rd ed, Irwin Homewood, IL 60430, 1991 Freddy Rangkuti, Analisa SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, IKAPI, Jakarta, 1997 Guiltinan, Joseph P. and Gordon W.Paul, Strategic Dan Progam : Manajemen Pemasaran, Terjemahan, Edisi 2, Erlangga, Jakarta, 1990 Michael E.Porter, Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2008 Phililp Kotler, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, Terjemahan, Jilid II, Edisi 5, Erlangga, Jakarta,2008 Rowe J.Alan, R.O Mason, Karl E. Dickel, Richard B. Mann, Robert J. Mockler, Strategic Mananjemen, A Methodological Approach, 4 th, ed. Edisi Wesley, 1994 Wiliam F. Glueck, Business Policy and Strategic Management, Terjemahan, Erlangga, Jakarta, 1980
Peranan Pelatihan dan Peningkatan.......... (Sri Rahayu) h. 73 - 105
105