Iswanto et al.: Peran Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Padi terhadap Wereng Cokelat
Peran Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Padi terhadap Ketahanan Wereng Cokelat (Nilaparvata lugens) Role Rice Secondary Metabolites to Brown Planthopper (Nilaparvata lugens) Resistance Eko Hari Iswanto*1, R. Heru Praptana2 dan Agus Guswara1 1 Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jalan Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Indonesia * E-mail:
[email protected] 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jalan Merdeka No. 147 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Naskah diterima 25 Februari 2016, direvisi 25 November 2016, dan disetujui diterbitkan 30 November 2016
ABSTRACT Resistance character to brown planthopper (BPH) is one of the main component of farmers’ interest in rice cultivation, because its utilization is convenient, inexpensive and environmental friendly, and, therefore, the technology is rapidly used by farmers in brown planthopper management. Rice resistance to BPH is related with plant secondary metabolite compounds. Oxalic acid, tricin, schaftoside, isoschaftoside and apigenin-Cglycosides have effect to BPH as deterrence, antifeeding and toxicosis. Concentration of those secondary metaboilite is higher in resistant variety than susceptible variety. Every variety has different component and composition of secondary metabolite. With specific plant secondary metabolite as marker, selection proses could be easier and faster in resistance genotype detection in a breeding program. Keywords: Rice, resistan variety, secondary metabolite, genotype detection.
ABSTRAK Sifat tahan varietas terhadap wereng cokelat merupakan komponen penting dalam budi daya padi sawah, karena pemanfaatan teknologinya mudah, murah dan ramah lingkungan sehingga cepat diadopsi petani. Ketahanan varietas berkorelasi dengan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman. Senyawa asam oksalat, tricin, schaftoside, isoschaftoside dan apigenin-C-glycosides berfungsi sebagai penolak (detterence), penghambat makan (antifeeding) atau bersifat racun (toxicosis) terhadap wereng cokelat. Kandungan senyawa-senyawa tersebut lebih tinggi pada varietas tahan dibanding varietas rentan. Setiap varietas mempunyai komposisi dan kandungan senyawa yang berbeda-beda. Dengan mengetahui kandungan senyawa metabolit spesifik sebagai penanda, proses seleksi menjadi lebih mudah dan cepat untuk mendeteksi genotipe tahan pada program pemuliaan. Kata kunci: Padi, varietas tahan, metabolit sekunder, deteksi genotipe.
PENDAHULUAN Wereng cokelat, merupakan hama penting tanaman padi karena serangannya mampu mengakibatkan puso, menularkan penyakit kerdil hampa (ragged stunt) dan kerdil rumput (grassy stunt) pada tanaman musim berikutnya (Cabauatan et al. 2009). Varietas tahan menjadi pilihan untuk pengendalian serangga hama tersebut,
karena efektif menurunkan populasi dan menjadi salah satu komponen pengendalian hama terpadu (Savary et al. 2012, Baehaki et al. 2011). Varietas tahan mempunyai keterbatasan karena wereng cokelat dapat membentuk biotipe baru, yaitu populasi yang mampu beradaptasi pada varietas yang sebelumnya tahan (Cruz et al. 2011). Salah satu tantangan bagi pemulia tanaman adalah merakit varietas yang produksinya tinggi dan mempunyai 127
Iptek Tanaman Pangan Vol. 11 No. 2 2016
ketahanan yang lebih awet (durable resistance) dengan cara menggabungkan lebih dari dua gen ketahanan, baik gen utama maupun gen minor, yang diharapkan mampu menghambat pembentukan biotipe baru wereng cokelat (Iswanto et al. 2015). Mekanisme ketahanan varietas terhadap wereng cokelat secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu antixenosis, antibiosis, dan toleran. Antixenosis merupakan mekanisme ketahanan tanaman untuk menjerakan atau mereduksi koloni serangga. Antibiosis, ketahanan yang bekerja setelah serangga berkoloni dan telah memakan cairan tanaman. Antibiosis menurunkan populasi secara kumulatif dengan menurunkan daya reproduksi, lamanya waktu reproduksi, dan kematian nimfa. Toleran, secara genetik tanaman mampu mentoleransi hama dengan kehilangan hasil minimal (Smith 1989). Secara genetik, ketahanan dibagi menjadi dua, yaitu ketahanan vertikal dan horisontal. Ketahanan vertikal dikendalikan oleh gen mayor atau oligogen yang mudah dipatahkan, sedangkan ketahanan horisontal oleh polygenik atau beberapa gen minor, masing-masing menyumbang sedikit ketahanan sehingga bersifat lebih stabil (Panda and Kush 1995). Wereng cokelat akan memilih dan lebih menyukai varietas rentan dibanding varietas tahan. Wereng cokelat mempunyai kesulitan dalam menghisap cairan floem pada varietas tahan (Seo et al. 2010). Hasil penelitian Jung dan Im (2005) menunjukkan bahwa kandungan glukosa, fruktosa, dan sukrosa pada embun madu (honeydew) wereng cokelat yang diberi pakan varietas tahan lebih rendah daripada varietas rentan, walaupun kandungan gula pada phloem kedua varietas tidak berbeda. Senyawa hasil metabolisme sekunder diduga menjadi faktor utama yang berperan penting dalam ketahanan tanaman terhadap serangga hama dan hal tersebut membedakan varietas tahan dengan varietas rentan (Zhao et al. 2004). Metabolit sekunder merupakan senyawa metabolisme yang tidak esensial bagi pertumbuhan tanaman, ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda pada setiap varietas. Senyawa ini tidak selalu diproduksi, hanya pada saat dibutuhkan atau pada fase tanaman tertentu. Komponen dan kandungan senyawa metabolis sekunder berkorelasi dengan ketahanan tanaman (Zhao et al. 2005). Senyawa ini juga berfungsi sebagai sinyal kimia dalam ekosistem dan sebagai antibiosis terhadap serangga dan patogen (Kong et al. 2002). Senyawa volatile (mudah menguap) juga berperan menentukan respon tanaman terhadap serangga. Saxena dan Okech (1985) mengekstrak senyawa volatile beberapa varietas padi dengan ketahanan berbeda yang diaplikasikan pada varietas rentan (TN1). Hasilnya diketahui bahwa ekstrak dari tanaman tahan nyata menurunkan waktu tinggal induk dan aktivitas makan wereng cokelat, serta meningkatkan kematian 128
induk dan nimfa. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Velusamy et al. (1990) yang mengaplikasikan ekstrak tanaman tahan Oryza officinalis. Selain senyawa kimia, sifat morfologi permukaan tanaman, seperti bulu tanaman (trichome), dapat menjadi faktor pendukung ketahanan varietas terhadap serangga hama (Woodhead and Padgham 1988). Sifat tersebut secara langsung menggangu perkembangan serangga, seperti pada proses peletakan telur, makan, dan kolonisasi. Dari hasil penelitian Astuti et al. (2012) diketahui bahwa bulu tanaman varietas tahan berbeda dengan varietas rentan. Bulu pada varietas tahan tumbuh lebih rapat, lebih banyak dan atau lebih besar/panjang. Jumlah bulu tidak berkorelasi dengan tingkat ketahanan. Pada makalah ini diuraikan jenis dan penggolongan, peran, dan fungsi senyawa metabolit sekunder tanaman padi terhadap wereng cokelat.
PENGGOLONGAN DAN PERAN SENYAWA METABOLIT SEKUNDER Keragaman genetik antarvarietas mengakibatkan terdapatnya keanekaragaman senyawa kimia yang terkandung dalam varietas tanaman. Setiap varietas tanaman padi mempunyai keanekaragaman, kandungan, dan komposisi senyawa kimia, terutama metabolit sekunder. Kandungan dan komposisi senyawa tersebut dapat menjadi ciri khas dan keunggulan suatu varietas. Berbagai hasil penelitian menunjukkan varietas tahan wereng mempunyai kandungan senyawa yang berfungsi sebagai ketahanan terhadap serangga (Yoshihara et al. 1980, Stevenson et al. 1996, Bing et al. 2007). Senyawa metabolit sekunder dapat dibagi menjadi tiga golongan utama berdasarkan jalur biosintesis (biosynthesis pathway), yaitu terpenoid, flavonoid, dan senyawa yang mengandung nitrogen (Irchaiya et al. 2015). Golongan terpenoid merupakan golongan besar, salah satu fungsinya terhadap serangga adalah sebagai atraktan dan antimakan (antifeedant). Golongan flavonoid banyak terlibat dalam berbagai proses seperti proteksi terhadap ultraviolet, pigmentasi, dan ketahanan terhadap penyakit. Golongan ketiga senyawa yang mengandung nitrogen sebagian besar merupakan senyawa alkaloid. Berdasarkan fungsi atau cara kerjanya, senyawa metabolit sekunder dibagi menjadi dua golongan (Kogan 1994). Golongan pertama, yaitu allomones yang secara umum berfungsi sebagai pertahanan tanaman terhadap serangga hama. Pada golongan ini, senyawa dibagi menjadi beberapa golongan lagi yaitu penolak serangga (repelen), mempercepat pergerakan (locomotor excitans), penghambat makan (suppressants), mencegah makan
Iswanto et al.: Peran Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Padi terhadap Wereng Cokelat
(deterrents), dan toksik (pengganggu saraf dan pernafasan). Golongan kedua, yaitu kairomones, merupakan senyawa yang berfungsi menarik serangga sehingga dapat menemukan inangnya. Senyawa yang termasuk kairomones yaitu attractan (mengorientasikan menuju inang), arrestant (memperlambat atau menghentikan pergerakan), dan excitans (memperoleh menusuk atau oviposisi). Varietas tahan mempunyai kandungan senyawa allomones lebih banyak, yang secara umum bersifat menghambat perkembangan serangga hama. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder penting pada tanaman yang berfungsi sebagai penolak (detterent), penghambat makan (antifeeding) dan bersifat racun (toxicosis) bagi serangga (Xu 2001). Ketahanan varietas terhadap hama wereng berasosiasi dengan komposisi senyawa pada floem dan senyawa kimia pada permukaan tanaman dan respon induksi terhadap serangan wereng (Horgan 2009). Senyawa metabolit pada varietas tahan berperan sebagai penghambat perkembangan wereng, terutama melalui aktivitas makan (Tabel 1). Senyawa metabolit utama termasuk asparigine dan phytosterols berpengaruh terhadap perilaku wereng cokelat dalam mencari inang. Kandungan asparigine yang tinggi dan phytosterols yang rendah dapat menarik serangga (Shigematsu et al. 1982). Senyawa metabolit sekunder yang bersifat racun berperan penting pada ketahanan varietas, seperti asam oksalat pada padi varietas Mudgo (Bph1) yang menghambat aktivitas makan wereng cokelat (Yoshihara et al. 1980). Bing et al. (2007) mengisolasi senyawa flavonoid 5,7,4’-trihydroxy-3’,5’-dimethoxyflavone (tricin) dari varietas IR36 yang mempunyai gen bph2. Senyawa tricin mampu menurunkan kemampuan makan nimfa dan peletakan telur induk wereng cokelat. Zhang et al. (2015) melakukan penelitian menggunakan Electrical Penetration
Tabel 1. Senyawa metabolit sekunder pada varietas tahan dan fungsinya terhadap wereng cokelat. Senyawa metabolit
Fungsi
Asparagine Asam oksalat
Stimulan makan wereng Menghambat aktivitas makan dan bersifat racun Menghambat makan Menurunkan kemampuan makan, menghambat pengisapan cairan floem Menghambat makan dan bersifat toksik menurunkan waktu tinggal induk dan aktifitas makan wereng
Phytosterol Tricin
Schaftoside Senyawa volatile
Varietas dengan gen ketahanan Bph 1 Bph 1
Graph (EGP) untuk mengetahui pengaruh tricin terhadap wereng cokelat. Senyawa tricin mengganggu perilaku makan wereng cokelat dengan cara meningkatkan durasi penusukan stilet dan menghambat penghisapan cairan. Senyawa tricin termasuk golongan flavonoid yang terdapat pada batang, daun, dan sekam padi. Jaringan pengangkut floem varietas tahan Rathu Heenati (Bph3), BG300, dan BG379/2 mempunyai kandungan schaftoside, isoschaftoside, dan apigenin-Cglycosides yang lebih tinggi daripada varietas rentan BG380 dan BG94/1. Kandungan total ketiga senyawa tersebut pada varietas Rathu Heenati, BG300, BG379/2, BG380 dan BG94/1 berturut-turut sekitar 210, 260, 270, 100 dan 90 μg/g (Stevenson et al. 1996). Hasil penelitian Grayer et al. (1994) menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) mengidentifikasi schaftoside, isoschaftoside, dan 5,7,4’-apigenin-Cglycosides pada floem varietas tahan. Kandungan glycoside paling tinggi terdapat pada varietas tahan IR62, dengan perbandingan 1,4 kali dari TN1 dan 1,3 kali dari IR22. Kandungan schaftoside dan isoschaftoside terlalu rendah untuk dikalkulasi secara akurat, tetapi trend-nya seperti glycoside, kandungannya lebih banyak pada IR62. Schaftoside berfungsi sebagai penghambat makan atau bersifat toksik langsung terhadap serangga. Senyawa ini menjadi faktor penting bagi ketahanan suatu varietas (Stevenson et al. 1996). Berbagai penelitian menunjukkan kandungan tiga senyawa flavonoid tersebut pada varietas tahan lebih tinggi dibanding varietas rentan. Selain itu, kandungan beta-sitosterol dan stigmasterol lebih banyak pada varietas tahan dibanding varietas rentan (Tabel 2). Beta-sitosterol mempunyai efek penghambat makan wereng cokelat (Shigematsu et al. 1982). Wereng cokelat yang diberi pakan larutan gula yang mengandung pcoumaroylputrescine atau feruloylputrescine mempunyai tingkat mortalitas lebih tinggi dibanding pakan larutan gula (Alamgir 2016). Asam oksalat juga salah satu senyawa yang berfungsi sebagai penghambat pengisapan cairan floem oleh wereng cokelat, sedangkan asam amino asparagin dan sukrosa sebagai stimulan makan wereng cokelat. Kandungan asam oksalat varietas tahan IR74, Inpari 13, dan PTB33 lebih tinggi dibanding varietas rentan TN1, sedangkan kandungan sukrosa lebih tinggi pada varietas rentan dibanding varietas tahan (Tabel 2).
Bph 1 bph 2
Bph 3 Bph 1, bph 2, Bph 3, Bph 4
SENYAWA METABOLIT SEKUNDER SEBAGAI INDIKATOR VARIETAS TAHAN Kandungan dan kombinasi senyawa metabolit sekunder pada setiap varietas berbeda-beda. Senyawa-senyawa tersebut menjadi mekanisme pertahanan tanaman
129
Iptek Tanaman Pangan Vol. 11 No. 2 2016
Tabel 2. Kadar sukrosa, asam oksalat, dan sterols pada berbagai varietas tanaman padi. Varietas
Kadar sukrosa (ppm/200 mg bobot basah sampel)a
Kadar oksalat (ppm/1 g bobot basah sampel)a
Kandungan ß-sitosterol (ng/μl)
Kandungan stigmasterol (ng/μl)
TN1 IR26 IR42 IR64 IR74 PTB33 Inpari 13 80R 74S
0,42 ± 0,01 a 0,39 ± 0,01 b 0,36 ± 0,00 c 0,33 ± 0,01 d 0,36 ± 0,01 c 0,26 ± 0,01 f 0,30 ± 0,01 e ~ ~
1,05 ± 0,00 g 1,17 ± 0,00 e 1,32 ± 0,01 b 1,30 ± 0,01 c 1,28 ± 0,01 d 1,34 ± 0,01 a 1,13 ± 0,01 f ~ ~
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1,8; 2,2; 3,0 0,3; 0,7; 0,8
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *; 0,9; 1,0 *; 0,4; 0,3
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT, *tidak dapat ditentukan, ~ tidak dilakukan pengujian. Sumber: Rahmini et al. (2012), Shigematsu et al. (1982). a
terhadap gangguan serangga herbivora (Chen 2008, Lou et al. 2015). Secara tidak langsung, tanaman yang terserang wereng cokelat mengeluarkan senyawa volatile yang mengundang musuh alami berupa parasitoid telur, Anagrus nilaparvatae (Lou et al. 2005). Varietas tahan mempunyai kombinasi dan kandungan senyawa metabolit tertentu yang mirip dengan varietas tahan lainnya. Misalnya, varietas yang mempunyai kandungan tricin, schaftoside, dan asam oksalat yang tinggi akan mempunyai ketahanan terhadap wereng cokelat. Perakitan varietas tahan wereng dan pengujian ketahanan secara konvensional memakan waktu lama. Dengan diketahuinya kandungan senyawa metabolit sekunder yang bersifat spesifik sebagai penanda (marker) sifat tahan, pengujian menjadi mudah dan cepat, dalam mendeteksi ketahanan pada suatu varietas (Kong et al. 2002). Hasil penelitian Yang et al. (2011) yang membuat dan memvalidasi model antara ketahanan varietas dengan senyawa metabolit sekunder diketahui bahwa ketahanan berkorelasi nyata dengan kombinasi beberapa senyawa metabolit. Persamaan regresi dari skor ketahanan (Y) dan metabolit sekunder (X) terhadap wereng cokelat populasi China (Model A) adalah: Y = 5.3578-0.0302X2+0.0577X5-0.0312X6-0.3293X70.0182X11-0.1014X12+ 0.2470X13+ 0.1264X14+ 0.0352X15-0.0179X16+0.3858X17-0.1212X20 Persamaan regresi terhadap wereng cokelat populasi Bangladesh (model B) adalah: Y = 2.1873+0.2204X1+0.0564X2-0.0478X5+0.0411X60.2642X7-0.0779X8+0.1110X10-0.1836X120.1053X13+0.1014X14+0.0517X15-0.0137X160.7197X17.
130
Dari 20 senyawa yang diuji, puncak 2, 5, 6, 7, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 dan 20 mempunyai efek ketahanan terhadap wereng cokelat populasi China, sedangkan puncak 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 12, 13, 14, 15, 16 dan 17 mempunyai efek ketahanan terhadap populasi Bangladesh. Puncak 4, 5, 6 dan 8 merupakan phenol dengan rantai aliphatic panjang, puncak 10, 11 dan 12 merupakan flavone, serta puncak 14 dan 15 asam hydroxamic. Persamaan regresi tersebut digunakan untuk memprediksi skor ketahanan 72 varietas, kemudian dibandingkan dengan skor pengujian. Tingkat kesesuaian skor simulasi model A dan model B dengan skor pengujian berturut-turut mencapai 94,34% dan 90,14% dengan hubungan korelasi positif (Gambar 1). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ketahanan varietas dapat diduga dengan cara mengetahui senyawa metabolit pada varietas tersebut. Ketahanan varietas terhadap wereng merupakan hasil kerja beberapa senyawa metabolit dengan kontribusi masing-masing senyawa bervariasi. Perakitan varietas tahan menggunakan senyawa metabolit sebagai penanda dapat menjadi alternatif dalam mendeteksi ketahanan galur hasil persilangan dalam jumlah banyak dengan cara mudah dan cepat. Jumlah galur yang dihasilkan dari banyak persilangan sangat banyak sehingga tidak dapat dilakukan pengujian semua bila menggunakan metode skrining fenotipe secara in vivo terhadap wereng cokelat. Padahal semakin banyak galur yang diuji semakin besar peluang untuk mendapatkan galur yang sesuai dengan tujuan persilangan. Pada generasi F6, dimana semua galur sudah stabil dapat dilakukan pendugaan ketahanan berdasarkan kandungan metabolit sekunder untuk mengetahui galur-galur yang mempunyai ketahanan terhadap wereng cokelat.
Iswanto et al.: Peran Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Padi terhadap Wereng Cokelat
Gambar 1. Hubungan skor pengujian dengan skor simulasi pada model A dan model B. Sumber: Yang et al. (2011).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ketahanan suatu varietas terhadap padi wereng cokelat berkorelasi dengan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman. Senyawa asam oksalat, tricin, schaftoside, isoschaftoside, dan apigeninC-glycosides berfungsi sebagai penolak (detterence), penghambat makan (antifeeding), dan bersifat racun (toxicosis) bagi serangga wereng cokelat. Kandungan senyawa-senyawa tersebut lebih tinggi pada varietas tahan dibanding varietas rentan. Perakitan varietas tahan dan pengujian ketahanan dapat dilakukan berdasarkan kandungan senyawa metabolit spesifik yang dijadikan sebagai penanda, menjadikan proses lebih mudah dan cepat dalam mendeteksi sifat tahan, sehingga dapat membantu pemulia dalam merakit varietas tahan wereng cokelat.
Alamgir, K.M., Y. Hojo, J.T. Christeller, K. Fukumoto, R. Isshiki, T. Shinya, I.T. Baldwin and I. Galis. 2016. Systematic analysis of rice (Oryza sativa) metabolic responses to herbivory. Plant, Cell & Environment 39(2):453-466. Astuti, Supriyadi, dan Supriyono. 2012. Karakterisasi fenotip kultivar padi tahan dan rentan wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delpachidae). Jurnal Entomologi Indonesia 9(2):57-63. Baehaki, SE, A. Kartohardjono, dan D. Munawar. 2011. Peran varietas tahan dalam menurunkan populasi wereng coklat biotipe 4 pada tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian 30(3):145-153. Bing, L., D. Hongxia, Z. Maoxin, X. Di, and W. Jingshu. 2007. Potential resistance of tricin in rice against brown planthopper Nilaparvata lugens (Stal). Acta Ecol. Sin. 27:1300-1307.
131
Iptek Tanaman Pangan Vol. 11 No. 2 2016
Cabauatan, P.Q., R.C Cabunagan, and I.R. Choi. 2009. Rice viruses transmitted by the brown planthopper Nilaparvata lugens Stal. In: Planthoppers: new threats to the sustainability of intensive rice production systems in Asia. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines. p.357-368. Chen, M.S. 2008. Inducible direct plant defense against insect herbivore: A Review. Insect Science 15(2):101-114. Cruz, A.P., A. Arida, K.L. Heong, and F.G. Horgan. 2011. Aspect of brown planthopper adaptation to resistant rice varieties with the Bph3 gene. Entomol. Exp. Appl. 141(3):245-257. Grayer, R.J., J.B. Harborne, and Kimmins. 1994. Phenolics in rice phloem sap as sucking deterrens to the brown planthopper, Nilaparvata lugens. Acta Horticulturae 381:691-694. Horgan, F.G. 2009. Mechanisms of resistance: a major gap in understanding planthopper-rice interactions. In: Planthoppers: New Threats to the Sustainability of Intensive Rice Production Systems in Asia, pp. 281302. Heong, K.L. and B. Hardy (Eds.). International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. 281302pp. Irchaiya, D., A. Kumar, A. Yadav, N. Gupta, S. Kumar, G. Nikhil, K. Santosh, Y. Vinay, A. Prakash, and H. Gurjar. 2015. Metabolite in plant and its classification. Worl Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 4(1):287-305. Iswanto, E.H., U. Susanto, dan A. Jamil. 2015. Perkembangan dan tantangan perakitan varietas tahan dalam pengendalian wereng cokelat di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 34(4):187-193. Jung, J.K. and D.K. Im. 2005. Feeding inhibition on brown planthopper, Nilaparvata lugens (Homoptera: Delpachidae) on a resistant rice variety. J. Asia-Pac. Entomol. 8: 301-308. Kogan, M. 1994. Plant resistance in pest management. In: Metcalf and Luckmann (Eds.). Introduction to insect pest management. 3rd edition. A Wiley-Interscience Publication. 73-128p. Kong, C., X. Xu, F. Hu, B. Ling, and Z. Tan. 2002. Using specific secondary metabolismes as markers to evaluate allelophatic potential of rice varieties and individual plant. Chinese Sci. Bull. 47(10):839-843. Lou, Y.G., M.H. Du, T.C.J. Turlings, J.A. Cheng, and W.F. Shan. 2005. Exogenous application of jasmonic acid induced volatile emissions in rice and enhanced parasitism of Nilaparvata lugens eggs by Anagrus nilaparvatae. Journal of Chemical Ecology 31(9):1985-2002. Lou, Y.G., L. Hu, and J. Li. 2015. Herbivore-induced defenses in rice and their potential application in rice planthopper management. In: K.L. Heong, J. Cheng,and M.M. Escalada. Rice Planthopper: Ecology, management, socio-economic and policy. Springer. Zhejiang University Press. 91-116p. Panda, N. and G.S. Kush. 1995. Host plant resistance to insects. CAB International.431p.
132
Rahmini, P. Hidayat, E.S. Ratna, I.W. Winasa, dan S. Manuwoto. 2012. Respons biologi wereng batang coklat terhadap biokimia tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian 31(2):117-123. Savary, S., F. Horgan, L. Willocquet, and K.L. Heong. 2012. A review of principles for sustainable pest management in rice. Crop Protection 32:54-63. Saxena, R.C. and S.H. Okech. 1985. Role of plant volatiles in resistance of selected rice varieties to brown planthopper, Nilaparvata lugens (Stal)(Homoptera: Delpachidae). J. Chem. Ecol. 11:1601-1616. Seo, B.Y., J.K. Jung, B.R. Choi, H.M. Park, S.W. Lee, and B.H. Lee. 2010. Survival rate and stylet penetration behavior of current Korean populationsof the brown planthopper, Nilaparvata lugens, on resistant rice varieties. Journal of Asia-Pasific Entomology 13:1-7. Shigematsu, Y., N. Murofushi, K. Ito, C. Kaneda, S. Kawabe, and N. Takahashi. 1982. Sterols and asparagine in the rice plant, endogenous factors related to resistance against brown planthopper (Nilaparvata lugens). Agric. Biol. Chem. 46:2877-2879. Smith, C.M. 1989. Plant resistance to insects: A fundamental approach. John Wiley & Sons.286p. Stevenson, P.C., F.M. Kimmins, R.J. Grayer, and S. Raveendranath. 1996. Schaftosides from rice phloem as feeding inhibitors and resistance factors to brown planthopper, Nilaparvata lugens. Entomol. Exp. Appl. 80:246-249. Velusamy, R., B. Thayumanavan, S. Sadasivam, and S. Jayaraj. 1990. Effect of steam distilate extract of resistant wild rice Oryza officinalis on behavior of brown planthopper, Nilaparvata lugens (Stal)(Homoptera: Delpachidae). J. Chem. Ecol. 16:809-817. Woodhead, S. and D.E.Padgham. 1988. The effect of plant surface characteristics on resistance of rice to the brown planthopper, Nilaparvata lugens. Entomol. Exp. Appl. 47:15-22. Xu, H.H. 2001. Insecticide plant and botanical insecticide. Beijing: Chinese Agriculture Press. 284-309p. Yang, L., G.W. Liang, F.K. Huang, L. Zeng, and B. Lin. 2011. Correlation of resistance to Nilaparvata lugens Stal with secondary metabolisme s of rice plants. African Journal of Agriculture Research 6(8): 1972-1982. Yoshihara, T., K. Sogawa, M.D. Pathak, B.O. Juliano, and S. Sakamura. 1980. Oxalic acid as a sucking inhibitor of the brown planthopper in rice (Delpachidae, Homoptera). Entomol. Exp. Appl. 27:149-155. Zhang, Z., B. Cui, and Y. Zhang. 2015. Electrical penetration graphs indicate that tricin is a key secondary metabolisme of rice, inhibiting phloem feeding of brown planthopper, Nilaparvata lugens. Entomol. Exp. Appl. 156(1):14-27. Zhao, Y., F.K. Huang, X.L. Tong, B. Ling, and X.F. Pang. 2004. Secondary compounds in rice resistan variety to Nilaparvata lugens. Chinesse J. App. Ecol. 15(11): 2161-2164. Zhao, Y., F.K. Huang, X.L. Tong, and X.F. Pang. 2005. HPLC analysis of rice variety resistance to different biotype of Nilaparvata lugens. J. South. China Agric Univ. 26(2): 53-56.