Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
Aplikasi ekstrak mimba dengan pelarut alkohol terhadap mortalitas wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens Stal.) Nova Laili Wisuda1* 1
Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus *
Gondangmanis, Bae Kudus PO. BOX 53 Kode Pos 59352. Telp. (0291) 438229 Fax (0291) 437198 *
Email :
[email protected]
Application of neem extract by alcohol solution to brown plant hopper mortality (Nilaparvata lugens Stal.)
Abstract The brown planthopper (BPH) is an important pest in rice that easily become resistance to conventional insecticides. The neem is a plant potentially able used as botanical pesticide to control particular insects. Active ingredients of neem are azadirachtin, melantriol and nimbidin as digest target site and ecdysone blocker, however less study about neem application to BPH. This research aimed to determine relationship between neem application and BPH mortality. The population of BPH used was an susceptible population reared in Plant Protection Laboratory, Agriculture Faculty, Muria Kudus University. The Pandan Wangi variety was commonly used by farmers, thus it used as host for mass rearing of BPH. The neem used in this research was from surrounding Muria Kudus University that was extracted using alcohol by evaporation method. The treatment of neem concentrations were used: 20%, 10%, 5%, 2.5% and 0% using dipping method. CRD was used for research and data were analyzed by ANOVA and then LSD (α = 5%). The highest mortality was from 20% concentration. The mortality decreased 27% in second days after application and there was no mortality in forth days. Therefore, the LC50 in 24 hours after application was 38.01% and application of extracted neem was only effective until third days after application. Keywords: , botanical insecticide, azadirachtin
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
Abstrak Wereng Batang Cokelat (WBC) merupakan hama utama pada pertanaman padi dan sering terjadi resistensi pada beberapa insektisida kimia. Mimba adalah tanaman yang memiliki potensi sebagai insektisida nabati yang cukup efektif terhadap pengendalian beberapa hama. Mimba memiliki bahan aktif seperti azadirachtin, melantriol dan nimbidin yang memberi efek racun dan ecdysone blocker namun kajian aplikasinya untuk pengendalian WBC masih belum banyak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan aplikasi mimba terhadap mortalitas WBC. WBC yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi peka laboratorium proteksi tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Muria Kudus. Varietas padi yang digunakan adalah Pandan wangi karena merupakan varietas yang sering digunakan petani. Mimba yang digunakan adalah yang hidup di lingkungan kampus Universitas Muria Kudus dimana diekstrak dengan menggunakan alkohol dengan metode penguapan. Konsentrasi mimba yang digunakan 20%; 10%; 5%; 2,5% dan 0%, metode uji yang digunakan adalah celup pakan dan desain percobaan rancangan acak lengkap (RAL) dianalisa dengan ANOVA dan diuji lanjut LSD taraf 5%. Hasil penelitian ini adalah konsentrasi 20% memiliki hasil terbaik dan semua perlakuan mimba berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada pengamatan waktu retensi racun terlihat bahwa terjadi penurunan 27% mortalitas WBC pada hari ke-2 setelah aplikasi dan tidak ada mortalitas pada hari ke-4. Kesimpulan penelitian ini adalah didapatkan LC50 pada 24 jam setelah aplikasi ekstrak mimba pelarut alkohol pada konsentrasi 38,01% dan efektivitas racun mimba pada WBC terlihat pada 96 jam setelah aplikasi yaitu dengan LC50 6,77%. Kata kunci : insektisida, nabati, hama, padi
Abstract The rice brown planthopper (BPH) is an important pest in rice that easily become resistance to conventional insecticides. The neem is a plant potentially able used as botanical pesticide to control particular insects. Active ingredients of neem are azadirachtin, melantriol and nimbidin as digest target site and ecdysone blocker, however less study about neem application to BPH. This research aimed to determine relationship between neem application and BPH mortality. The population of BPH used was an susceptible population reared in Plant Protection Laboratory, Agriculture Faculty, Muria Kudus University. The Pandan Wangi variety was commonly used by farmers, thus it used as host for mass rearing of BPH. The neem used in this research was from surrounding Muria Kudus University that was extracted using alcohol by evaporation method. The treatment of neem concentrations were used: 20%, 10%, 5%, 2.5% and 0% using dipping method. CRD was used for research and data were analyzed by ANOVA and then LSD (α = 5%). The highest mortality was from 20% concentration. The mortality decreased 27% in second days after application and there was no mortality in forth days. Therefore, the LC50 in 24 hours
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
after application was 38.01% and application of extracted neem was only effective until third days after application. Keywords: , botanical insecticide, azadirachtin PENDAHULUAN Ketahanan pangan merupakan salah satu isu nasional yang sangat penting sehingga memerlukan penanganan serius agar tidak mengalami krisis pangan. Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu penghambat peningkatan produksi pertanian, hal ini sangat berdampak pada komoditas penting seperti padi. Produksi padi tahun 2014 menurut BPS (Badan Pusat Statistik) sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63 persen) dibandingkan tahun 2013 (Anonim 2015). Penurunan hasil padi terjadi sebagian besar terjadi karena cuaca dan serangan OPT. Wereng Batang Coklat (WBC) merupakan hama klasik yang sudah menjadi momok petani sejak lama dimana menjadi masalah dalam usaha produksi padi di Indonesia. Hama ini termasuk ordo Homoptera, Sub ordo Auchenorrhyncha, Infra ordo Fulgoromorpha, Famili Delphacidae, Genus Nilaparvata, dan spesiesnya Nilaparvata lugens Stal. Ledakan hama WBC juga dipicu oleh penggunaan insektisida kimia yang bukan sasaran oleh lebih 90% petani di Indonesia, data lain menunjukkan 60% petani SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) dan 65% petani non-SLPHT menggunakan insektisida, baik yang dianjurkan maupun yang tidak dianjurkan, secara keliru (Baehaki & Mejaya 2014). Ikatan erat antara WBC dan insektisida kimia terjadi sejak tahun 80-an, dimana hal ini yang memicu resistensi dan munculnya biotipe baru. Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan bahan nabati yang memiliki kemampuan
anti-bacterial dan insektisidal, sehingga dapat digunakan sebagai pengendali OPT pada budidaya pertanian. Mimba dapat tumbuh baik di daerah panas dengan ketinggian 1-700 m dpl dan tahan cekaman air (Kardinan 2002). Menurut Debashri dan Tamal (2012), semua bagian dari pohon mimba memiliki aktivitas pestisida. Biji dan daun mimba mengandung empat senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirachtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Senyawa Azadirachtin dapat menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi dan penetasan telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas dan menolak hama di sekitar pohon mimba (Rukmana & Oesman 2002). Ekstrak
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
mimba yang terbuat dari daun, bunga, dan biji mimba dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama, misalnya Helopelthis sp., ulat jengkal, Aphis sp., Nilarvata sp., dan Sitophilus sp. Daun mimba juga dapat meningkatkan mortalitas larva nyamuk (Maragathavalli et al., 2012). Bahan aktif ini terdapat di semua bagian tanaman, tetapi yang paling tinggi terdapat pada bijinya (Kardinan 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektivan ekstrak daun mimba terhadap WBC dilihat dari LC50 dan lama kematian.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus (UMK) pada bulan April - Juni 2015. Prosedur Umum Penelitian Pembiakan Massal WBC Pembiakan massal dilakukan di laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian UMK menggunakan WBC populasi peka yang didatangkan pada bulan Januari 2015 dari laboratorium Toksikologi Fakultas Pertanian UGM yang dibiakkan sejak tahun 1985. Dilakukan penstabilan populasi dari bulan Januari- Maret 2015, sehingga WBC yang digunakan dalam kondisi yang seragam. Ekstraksi Daun Mimba Daun mimba akan sebanyak 125 g dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 liter alkohol 70% ke dalam erlenmeyer tutup dengan plastik dan kaitkan dengan karet. Kemudian digojok dengan shaker selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam disaring dengan kertas saring pada corong kaca. Pemurnian ekstrak kemudian dilanjutkan dengan penguapan pada water bath Penguapan dilakukan hingga tersisa ½ bagian dari volume awal pada suhu 70ᵒC selama 4 jam Setelah penguapan selesai didapatkan ekstrak pekat. Uji Insekisida Nabati Mimba pada WBC Perlakuan uji yang akan dilakukan adalah konsentrasi ekstrak mimba maupun mahoni mulai dari 20%; 10%; 5%; 2,5%; dan 0% dengan menggunakan pelarut air kran diulang
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
sebanyak 4 kali per perlakuan. WBC yang diamati 5 nimfa (instar 3) dan 5 imago. Metode uji yang digunakan adalah pencelupan, yaitu dengan cara pakan (padi umur 14 hari) dicelupkan selama 5 menit ke dalam larutan uji, kemudian diangkat diangin-anginkan selama 10 detik. Kurungan kecil digunakan 3 gelas plastik sebagai wadah per perlakuan, gelas satu diberi genangan air, gelas kedua dipotong setengah diberi 3 lubang untuk 6 bibit yang kemudian dimasukkan ke gelas 2 tutup dengan gelas 3 yang sudah dilubangi halus dengan jarum pentul. Serangga uji dalam wadah perlakuan didiamkan selama 24 jam, kemudian dicatat kematian tiap perlakuan sampai hari ke-3. Parameter yang Diamati Mortalitas WBC pada 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam dengan menggunakan koreksi Abbot karena kematian lebih dari 5% pada kontrol.
Setelah mendapatkan % kematian maka bisa didapatkan LC50 dari regresi linier dengan persamaan : y = ax + b dimana “y” untuk mortalitas, “x” untuk konsentrasi. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (rancangan acak lengkap) masing- masing perlakuan dilakukan 4 ulangan dimana semua data disidik ragam dan diuji lanjut dengan LSD taraf 5%.
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
HASIL Mortalitas WBC pada 24 jam setelah aplikasi didapatkan hasil kematian tertinggi 34,38% pada konsentrasi 20% dengan tidak berbeda nyata dengan perlakuan ekstrak mimba yang lain tetapi berbeda nyata terhadap kontrol (tabel 1). Pada 48 jam setelah aplikasi kematian tertinggi 25% pada konsentrasi 20% namun kali ini berbeda nyata dengan konsentrasi 2,5% dan kontrol, dimana konsentrasi 2,5% berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 1). Data mortalitas WBC 72 jam setelah aplikasi memiliki trend yang sama dengan kondisi 48 jam setelah aplikasi (Tabel 1). Tabel 1. Data Mortalitas WBC (%) Konsentrasi (%) 0 2.5 5 10 20
Waktu setelah aplikasi (Jam) 48 72
24
96
0.00
b
0.00
c
0.00
c
0
21.88
a
12.50
b
12.50
b
0
28.13
a
15.63
ab
15.63
ab
0
28.13
a
21.88
ab
21.88
ab
0
Total 0 46.88 59.38 71.88 84.38
34.38 a 25.00 a 25.00 a 0 Keterangan : nilai yang diikuti huruf sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada LSD taraf 5%.
c b b a a
Sedangkan pada 96 jam setelah aplikasi tidak ada kematian pada semua perlakuan. Total kematian tertinggi setelah 96 jam aplikasi juga terjadi pada konsentrasi 20% dimana mortalitas mencapai 84,38%. Terlihat dari trend kematian berdasarkan waktu terlihat bahwa mortalitas terjadi hanya sampai 72 jam setelah aplikasi ekstrak mimba. Sedangkan untuk data kematian per hari pada konsentrasi ekstrak 20% dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kematian pada 72 jam dibandingkan dengan 24 jam setelah aplikasi yaitu dari 34,38% menjadi 25% angka mortalitas WBC (penurunan mortalitas sebanyak 27%). Perhitungan regresi linier LC50 menggunakan pada 24 jam setelah aplikasi ekstrak mimba, diperoleh nilai LC50 dengan konsetrasi yang masih cukup tinggi yaitu 38,02% (Gambar 1).
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
45 y = 1.2812x + 12.892
40
Mortalitas WBC (%)
35 30 25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi Ekstrak Mimba (%)
Gambar 1. Regresi linier LC50 ekstrak mimba pada 24 jam setelah aplikasi terhadap mortalitas WBC
Untuk perhitungan regresi linier LC50 pada 96 jam setelah aplikasi diperoleh nilai LC50 dengan konsentrasi yang rendah yaitu 6,77% (Gambar 2). 100
y = 3.4063x + 26.955
90 Mortalitas WBC (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi Ekstrak Mimba (%)
Gambar 2. Regresi linier LC50 ekstrak mimba pada 96 jam setelah aplikasi terhadap mortalitas WBC
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
PEMBAHASAN Efektivitas ekstrak mimba terhadap mortalitas WBC kemungkinan disebabkan karena daun mimba yang mengandung senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai insektisida dimana menurut Kardinan (2002) mimba merupakan jenis tumbuhan yang mempunyai senyawasenyawa bioaktif yang termasuk kedalam kelompok limonoid (triterpenoid) dan setidaknya terdapat sembilan senyawa limonoid yang telah dketahui diantaranya azadirachtin, meliantriol, salanin, nimbin, dan nimbidin. Azadirachtin tidak langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin bekerja sebagai penghambat makan serangga. Nimbin bekerja sebagai anti virus, sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga (Subiyakto 2009). Penelitian Ardiansyah et al. (2002) mengemukakan bahwa aplikasi ektrak daun mimba pada anak siput murbei mengakibatkan kematian siput mencapai 98,35% pada konsentrasi 27,5%. Penelitian lain menyebutkan bahwa daun mimba dengan konsentrasi 4% mampu menekan populasi kumbang beras Sitophilus oryzae hingga 100% (Setiawan, 2010). Hasil penelitian Safaruddin dan Gafar (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi 100 ml/l air ekstrak daun mimba mampu menekan serangan hama Aphis gossypii pada tanaman kedelai (Glicyne max L.). Potensi mimba sebagai penolak serangga penggerek batang lada (Lophobaris piperis Marsh) juga dilaporkan oleh Sutopo (1996) dalam Soegihardjo (2007). Hasil penelitian Boadu et al. (2011) memperkuat bahwa mimba efektif untuk pengendalian, pada aplikasi obat nyamuk bakar ekstrak daun mimba mampu menekan gigitan nyamuk sampai 84.5%-85%. Menurut Boadu et al. (2011) mimba aman bila terpapar pada manusia, dimana dari koresponden yang ada hanya ada 2 kasus iritasi kulit dan tidak ada kasus pusing pada obat nyamuk mimba sedangkan pada obat nyamuk konvensional kasus iritasi kulit mencapai 14 kasus dan sakit kepala hingga 10 kasus. Waktu mortalitas WBC efektif pada penelitian ini hanya sampai 72 jam setelah aplikasi yaitu sekitar 3 hari, hal ini dimungkinkan karena penelitian ini tidak menggunakan sabun sebagai perekat. Sabun digunakan pada ekstrak nabati sebagai emulsifier dan perekat karena biasanya bahan nabati mengandung minyak sehingga sulit menempel pada tanaman atau sasaran. Selain dari segi kurangnya penempelan ekstrak pada pakan, hal lain yang menyebabkan pendeknya toksisitas ekstrak mimba adalah degradasi terjadi sebelum 96 jam setelah aplikasi penggunaan
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
sabun juga mampu menghambat degradasi bahan nabati dari media tempel. Perbedaan LC50 antara 24 jam dan 96 jam setelah aplikasi dikarenakan oleh MoA (Mode of Action) mimba yang berupa anti-feedant mengakibatkan WBC tidak memiliki keinginan untuk menghisap pakan yang sudah diaplikasi dan tidak langsung mati tapi menunggu berapa hari untuk terlihat penurunan fitness sampai akhirnya serangga itu mati. Lee et al. (2010) melaporkan bahwa azadirachtin memiliki aktivitas antifeedant, ketika larva serangga menelan senyawa azadirachtin maka pertumbuhan dan perkembangannya terhambat karena adanya pemblokiran hormon biosintesis seperti ecdisteroid. Nilai LC50 yang semakin kecil memperlihatkan tingkat kepekaan yang cukup tinggi serangga terhadap suatu insektisida, dalam penelitian terlihat efek knock down ekstrak terlihat setelah 72 jam aplikasi. Menurut Aradila (2009) pestisida nabati dari mimba memerlukan waktu 4-5 hari setelah perlakuan untuk dapat mematikan hama, sehingga bisa dikatakan mimba tidak memberikan efek knock down yang cepat seperti insektisida kimia. Pada 24 jam setelah aplikasi belum diperoleh LC50 hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bedjo (2011), bahwa pestisida nabati memiliki daya racun yang rendah (tidak langsung mematikan serangga atau memiliki efek lambat) dibandingkan dengan pestisida sintetik yang efektif dan cepat menurunkan populasi hama (Jumar 2000). Keuntungan lain dari penggunaan insektisida mimba, adalah bahan ini bersifat mudah diserap oleh jaringan tanaman, bekerja secara sistemik, sedikit racun kontak dan aman bagi serangga musuh alami (Sunarto & Nurindah 2009).
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ekstrak mimba menggunakan pelarut alkohol cukup efektif terhadap pengendalian WBC. Nilai LC50 pada 24 jam setelah aplikasi ekstrak mimba adalah konsentasi 38,02% dan LC50 pada 96 jam setelah aplikasi diperoleh nilai LC50 adalah konsentrasi 6,77%. Efek knock down ekstrak mimba terlihat setelah 96 jam setelah aplikasi.
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2015, Produksi Padi Tahun 2014 (Angka Sementara) Diperkirakan Turun 0,63 Persen. http://www.bps.go.id/brs/view/id/1122. Aradilla, A.S. 2009. Uji Efektifitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Larva Aedes aegepty. Laporan Akhir Penelitian Universitas Diponegoro. Ardiansyah, Wiryanto & E. Mahajoeno, 2002, Toksisitas Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) pada Anakan Siput Murbei (Pomacea canaliculata L.), bioSmart, 4(1) : 29-34. Baehaki, S.E. & I. M. J. Mejaya, 2012. Wereng Cokelat sebagai Hama Global Bernilai Ekonomi Tinggi dan Strategi Pengendaliannya, Iptek Tanaman Pangan 9 (1 ): 1-12. Bedjo, 2011, Keefektifan Bahan Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Pada Tanama Kedelai. Artikel disajika pada Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011. Boadu, K. O., S. K. Tulashie, M. A. Anang, J. D. Kpan, 2011, Production of natural insecticide from Neem leaves (Azadirachta indica), Asian Journal of Plant Science and Research, 1 (4):33-38 Debashri, M & M.Tamal, 2012, A Review on efficacy of Azadirachta indica A. Juss based biopesticides: An Indian perspective. Research Journal of Recent Sciences, 1(3): 94-99 Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta. Kardinan, A., 2002, Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi, PT Penebar Swadaya : Jakarta. Lee, K. Y., O.M. Lynn, , W.G. Song, J.K Shim, & J.E. Kim, 2010, Effects of Azadirachtin and Neem-based Formulations for the Control of Sweetpotato Whitefly and Root-knot Nematode. J. Korean Soc. Appl. Biol. Chem. 53(5): 598-604 Maragathavalli, S., S. Brindha, , N. S Kaviyarasi,., B. Annadurai & S. K. Gangwar, 2012, Mosquitoes Larvicidal Activity Of Leaf Extract Of Neem (Azadirachta indica). International Journal Of Advanced Biological Research, 2(1):138-142 Rukmana, H.R & Y.Y. Oesman,. 2002. Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami. Yogyakarta: Kanisius. Safaruddin, U.N. dan Gafar,A. 2010. Pengaruh Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica Juss) Terhadap Serangan Aphis gossypii Pada Tanaman Kedelai (Glicyne max L.). Artikel disajikan pada Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan , 27 Mei 2010.
Proseeding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Malang, 1-2 Oktober 2015
Setiawan, D., 2010, Kajian Daya Insektisida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus oryzae Linn., Jurnal Penelitian Sains, 10 : 6-12. Soegiharjo, C.J. 2007. Mimba (Azadirachta indica A. Juss, suku Meliaceae), Tanaman Multi Manfaat yang Dapat Menanggulangi Persoalan Rakyat Indonesia. SIGMA, Vol, 10, No. 1, Januari 2007:83-102 ISSN: 1410-5888. Subiyakto, 2009, Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi Pengembangannya, Jurnal Perspektif, 8 (2): 108-116. Sunarto, D.A & Nurindah, 2009, Peran Insektisida Botani Ekstrak Biji Mimba untuk Konservasi Musuh Alami dalam Pengelolaan Serangga Hama Kapas. Jurnal Entomologi Indonesia, 6, (1): 42-52