Energi Baru dan Terbarukan Untuk Ketahanan Energi dan Dekarbonisasi Indonesia Peran Perguruan Tinggi
Pusat Kebijakan Keenergian
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Ketahanan Energi Energi merupakan suatu kebutuhan dasar manusia untuk kegiatan sehari-hari maupun untuk kegiatan ekonomi dan pembangunan. Sebagai negara berkembang permintaan energi akan terus meningkat. Dalam 15 tahun terakhir permintaan energi nasional meningkat rata-rata 4% per tahun. Berdasarkan hasil penelitian di Pusat Kebijakan Keenergian ITB, permintaan energi nasional dalam kurun waktu 20 tahun mendatang masih akan terus meningkat pada kisaran 4-5% per tahun. Kebutuhan energi Indonesia sebagian besar dipenuhi dari pemanfaatan sumberdaya energi dalam negeri. Namun dalam jangka panjang kondisi swasembada energi ini tidak dijamin keberlangsungannya karena permintaan terus meningkat sementara kemampuan pasokan, khususnya energi fossil, tidak tak terbatas. Untuk minyak bumi, kondisi tidak swasembada ini bahkan sudah terjadi sejak 2004 di mana Indonesia mulai menjadi net importir minyak bumi. Ketersediaan energi merupakan salah satu komponen utama dari ketahanan energi. Komponen lain dari ketahanan energi adalah aksesibilitas, keterjangkauan (harga), dan penerimaan (akseptibilitas) masyarakat terhadap suatu energi dan keberlanjutan.
2
EBT dan Mitigasi Perubahan Iklim Salah satu strategi untuk mencapai ketahanan energi adalah diversifikasi pasokan energi. Diversifikasi energi untuk mencapai ketahanan energi diarahkan pada pemanfaatan sumbersumber energi domestik yang ketersediaannya selalu terjamin yaitu energi terbarukan dan sumber energi yang tersedia di dalam negeri dalam jumlah besar (batubara). Tantangan lain dalam penyediaan energi Indonesia masa mendatang terkait dengan kontribusi Indonesia terhadap masyarakat dunia dalam hal mitigasi perubahan iklim. Melalui “Paris Agreement” (COP 21) masyarakat dunia sepakat untuk secara bersama-sama berupaya mencegah agar peningkatan temperatur permukaan bumi, yang terus terjadi sejak dimulainya industrialisasi, tidak melebihi 2oC di pertengahan abad ini karena peningkatan temperature permukaan bumi lebih dari 2oC akan memberikan dampak luar biasa negatif terhadap peradaban umat manusia. September tahun lalu Indonesia telah menyampaikan niatan Indonesia untuk berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim yang dikenal sebagai INDC (Intended Nationally Determined Contribution). Target mitigasi INDC-Indonesia adalah reduksi emisi GRK 29% lebih rendah dibanding emisi baseline (tanpa mitigasi) di 2030. Salah satu sektor yang diharapkan melakukan reduksi emisi GRK secara signifikan adalah sektor energi mengingat sektor ini merupakan salah satu sektor yang dominan dalam emisi GRK.
3
EBT, Ketahanan Energi dan Mitigasi Perubahan Iklim Reduksi emisi GRK sektor energi dilaksanakan melalui efisiensi energi dan penggunaan sumber energi yang secara netto bersifat rendah karbon, yaitu energi terbarukan, nuklir, dan energi fosil yang dilengkapi dengan carbon capture and storage (CCS). Upaya-upaya pengembangan sistem energi dengan emisi GRK yang rendah dikenal sebagai dekarbonisasi energi.
Upaya diversifikasi energi dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan menyasar dua hal yaitu mewujudkan ketahanan energi dan merealisasikan niatan reduksi emisi GRK. Indonesia dianugerahi cukup banyak sumberdaya energi terbarukan sehingga mempunyai potensi besar untuk melaksanakan dekarbonisasi energi. Kunci dari dekarbonisasi energi adalah keekonomian karena energi baru dan terbarukan (EBT) saat ini relatif lebih mahal dibandingkan energi konvensional. Dua faktor penting keekonomian EBT adalah ‘economy of scale’ (mahal karena volume permintaan masih rendah) dan kemajuan teknologi peralatan. Dengan adanya upaya bersama seluruh dunia dalam penggunaan EBT, keekonomian energi baru dan terbarukan diperkirakan akan menjadi lebih baik dan kompetitif di masa mendatang.
4
Riset Pengembangan Kapasitas Teknologi EBT Bagi Indonesia tantangan lain dalam dekarbonisasi energi melalui pengembangan EBT adalah mengembangkan kapasitas teknologi domestik sehingga tidak tergantung kepada impor teknologi yang pada gilirannya akan memberi dampak negatif bagi ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, upaya diversifikasi untuk ketahanan energi dan mitigasi perubahan iklim, memerlukan riset-riset pengembangan teknologi EBT di perguruan tinggi, lembaga riset dan industri, baik secara tersendiri di masing-masing institusi maupun melalui riset-riset kolaborasi antar institusi.
5
Semua elemen masyarakat harus berkontribusi dalam upaya-upaya mewujudkan kedaulatan energi, termasuk perguruan tinggi. Peran Perguruan Tinggi: • Pendidikan (penyediaan SDM - operator, design dan fabrikasi peralatan energi, management, tenaga pendidikan dan R & D)
• Pengembangan teknologi melalui penelitian dan pengembangan, transfer teknologi • Continuing education (training industri)
• Pengabdian kepada masyarakat (consultancy kepada pemerintah, industri)
Catatan: Faktor penting pengembangan energi tidak hanya IPTEK namun juga faktor-faktor socio-economy dan manajemen 6
Penguatan Peran Perguruan Tinggi: • Capacity building (kuantitas dan kualitas) tenaga Pendidikan dan Peneliti
• Peningkatan dana penelitian • Pelibatan perguruan tinggi dalam proses-proses alih teknologi yang dilakukan industri • Peningkatan mutu pendidikan dan penelitian • Pengembangan link-and-match antara pendidikan perguruan tinggi dengan kebutuhan industri • Pengembangan link-and-match antara penelitian perguruan tinggi dengan kebutuhan industri
7
Penelitian Bidang Energi Terbarukan dan Perubahan Iklim Riset Teknologi: • Explorasi & Eksploitasi Panas Bumi • Mikrohidro • Produksi Biofuel (bahan nabati, algae, lignoselulosa) • Gasifikasi Biomassa • Biogas (limbah pertanian, sampah, limbah industri agro) • Organic Rankine Cycle • PLTS (PV) • PLT Sampah • Micro Grid berbasis EBT Riset Kebijakan (Pemodelan) • Low Carbon Development • Deep Decarbonization
8
Konsep ‘Low Carbon Development‘ dan Komitmen Indonesia dalam Mitigasi Perubahan Iklim dan NDC (Paris Agreement) International (2005), Ton C/capita Japan, UK, Germany 2.5 US 5.5; Canada 4.2 India 0.3; China 0,6 World (average) 1.0 – 1.1
GHG emissions per capita
Indonesia BAU (2050): ??? ton C/capita
Membatasi kenaikan Global Temperatur tidak lebih dari 2o C Negara Berkembang
LeapfrogDevelopment World Target (2050): 0.44 ton C/capita
Indonesia (2014) 0.48 ton C/capita
Tahun
Dapat diakses di: crep.itb.ac.id
Sumber: AIM (Asia Pacific Integrated Model) of Energy Sector, Pusat Kebijakan Keenergian, ITB, 2015
9
GHG Emissions level
Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia
Target ‘non-binding’ commitment (26% or 41%) in 2020
Target ‘NDC’ 29% tingkat GRK baseline 2030
BaU (Baseline)
Emission level target 2005
2020
In-line with Low Carbon Development Paths 2030
2050
10
Studi Dekarbonisasi Mendalam (Deep Decarbonization) Merupakan kolaborasi inisiatif untuk memahami dan menunjukkan bagaimana negara-negara di dunia dapat melakukan transisi ke ekonomi-rendah karbon dan bagaimana dunia dapat mencapai target yang telah disepakati yaitu membatasi peningkatan global mean surface temperature kurang dari 2 °C. Membatasi peningkatan pada 2oC tersebut membutuhkan transformasi sistem energi hingga pertengahan abad ini melalui penurunan tajam intensitas karbon di semua sektor ekonomi, suatu transisi yang disebut “deep decarbonization” (dekarbonisasi mendalam) http://deepdecarbonization.org/countries/#indonesia 11
Studi Deep Decarbonization
Tim Studi Tim peneliti dari 15 negara: Australia, Brazil, Canada, China, France, Germany, India, Indonesia (ITB), Japan, Mexico, Russia, South Africa, South Korea, the UK, and the USA. 15 negara tersebut: • Merupakan major emitters - 70% dari emisi GRK dunia • Bervariasi dari segi tingkat kemajuan ekonominya
Lead/co-founder Institutions: • The Sustainable Development Solutions Network (SDSN) • The Institute for Sustainable Development and International Relations (IDDRI) DDPP merupakan ongoing initiative dan akan menyampaikan laporan deep decarbonization secara berkala.
12
Studi Deep Decarbonization
Trend Emisi GRK Indonesia 2000 - 1,001 million ton
2012 - 1,454 million ton
Waste 6.0%
Waste 6.7%
Energy 29.8% LULUCF* 50.5%
*) incl. peat fire
Sectors Energy IPPU Agriculture LULUCF * Waste Total *) including peat fire
Energy 34.9% IPPU 4.1%
Agriculture 9.6%
Million ton CO2e 2000 2012 298 508 41 41 96 113 505 695 61 97 1,001 1,454
LULUCF* 47.8% IPPU 2.8% *)incl. peat fire
Percentage 2000 2012 30 35 4 3 10 8 51 48 6 7
Agriculture 7.8%
Average annual growth
4.5% 0.1% 1.3% 2.7% 4.0% 3.2% Source: Draft Indonesia 1st BUR, 2015 13
Studi Deep Decarbonization
Breakdown Emisi GRK Energi Others Commercial 2% 1%
Energy 2012 508 mill ton
600 500
Electricity Generation 34%
Transport 26% Industry 27%
Million ton CO2-eq
Residential 6%
Fugitive 4%
Others
400
Commercial
300
Residential Transport
200
Industry
100
Electricity Gen.
2000
Emisi dari pembakaran bahan bakar Sumber utama: batubara dan BBM di pembangkit, industri dan transport. Sisi pengguna akhir: 45% dari pembakaran bahan bakar di industri.
Emisi listrik (tak langsung) terkait permintaan oleh sektor bangunan (60%) dan industri (40%).
2004
2008
2012
Mton CO2 600 500 400 300
Electricity (Allocation by End Use Sector) Petroluem Products
200
Natural Gas 100 -
Coal
14
Studi Deep Decarbonization
Dekomposisi emisi sektor energi, 1990-2010
Energy related CO2 Emissions per Energy
GDP per capita n.c
Population Energy per GDP
1995 1990
2000 1995
2005 2000
2010 2005
• Driver utama: aktivitas ekonomi (naik 5% - 6% per thn). • Penurunan energi per GDP menunjukkan mulai terjadi decoupling antara energi dengan ekonomi • Intensitas carbon pada energi masih meningkat menunjukkan jenis energi yang digunakan makin didominasi oleh energi fosil
15
Studi Deep Decarbonization
Pendekatan untuk identifikasi energy drivers menggunakan “IPAT identity”:
Impact = Population × Affluence × Technology Energy demand = Population × (GDP/Population) × (Energy/GDP)
(“Kaya” multiplicative identity ) GRK = Populasi × (PDB/Populasi) × (Aktivitas/PDB) × (GRK/Aktivitas) Variabel yang diintervensi
PDB Energi C Net C P P PDB Energi Sistem yang lebih efisien
Sistem yang lebih bersih
• Tantangan Pengembangan Teknologi Pemanfaatan dan Penyediaan Energi • Penguatan Peran Perguruan Tinggi
16
Studi Deep Decarbonization
Decarbonization pathway
• Efisiensi Energi • Elektrifikasi pengguna akhir • Dekarbonisasi listrik End-use
ELECTRICITY TRANSMISSION
COAL POWER PLANT HYDRO GEOTH.
17
Studi Deep Decarbonization
Drivers Pertumbuhan Indonesia Sebagai negara berkembang ekonomi dan populasi Indonesia diperkirakan akan tumbuh signifikan dalam 4 dekade mendatang
Indikator pertumbuhan dan energy service demand drivers 2010
2020
2030
2040
2050
Populasi, juta
234
252
271
289
307
GDP per capita [$/capita]
2,306
3,655
5,823
9,319
14,974
Electrification rate
70%
85%
99%
99%
99%
Poverty indicator
12%
8%
3%
3%
2%
18
Studi Deep Decarbonization
Pasokan dan Permintaan Energi Untuk mencapai dekarbonisasi, Indonesia harus secara drastis merubah bauran permintaan dan pasokan energi.
+211%
Dekarbonisasi energi primer : • Mengurangi pangsa batubara • Mengurangi konsumsi minyak • Tingkatkan pangsa natural gas • Meningkatkan pangsa renewables secara signifikan • Mulai menggunakan PLTN.
19
Studi Deep Decarbonization
+252%
Dekarbonisasi energi final : • Mengurangi penggunaan batubara secara signifikan • Meningkatkan pangsa gas • Subsitusi BBM dgn biofuel • Meningkatkan elektrifikasi pengguna akhir secara signifikan.
20
Studi Deep Decarbonization
Elemen Dekarbonisasi
GDP per capita
Perubahan drastis bauran energi primer dan final dihasilkan dari beberapa tindakan (measures). Dekarbonisasi merupakan kombinasi dari: energy efficiency, low and zerocarbon emitting technologies, dan perubahan struktural ekonomi.
Population Energy per GDP Energy related CO2 Emissions per Energy
2020 2010
2030 2020
2040 2030
2050 2040
Elemen kunci : • Peningkatan energy efficiency di semua sektor. • Penggunaan lower-carbon emitting energy sources (pindah batubara, minyak ke gas, pindah dari onsite fuel combustion ke elektrifikasi). • Switching ke renewable : solar, hydro, dan geothermal untuk listrik, biofuels di transport, dan biomass, biofuels dan biogas di industri. • Perubahan struktural ekonomi (i.e. penurunan peran industri dalam pembentukan GDP melalui sektor jasa). 21
Studi Deep Decarbonization
Pillar 1. Energy Efficiency
Energy intensity of GDP
Pilar Dekarbonisasi Pillar 1. Efisiensi Energi - akan secara drasitis menurunkan intensitas energi (Energi per PDB) Pillar 2. Dekarbonisasi listrik dengan menggunakan bahan bakar rendah karbon akan menurunkan intensitas emisi (gCO2/kWh) Pillar 3. Elektrifikasi sisi pengguna akhir – akan mengurangi emisi GRK secara signifikan (asalkan sektor pembangkit di-dekarbonisasi)
MJ/$ 8.3
2010
- 70%
2.5
2050
0.0
2.0
4.0
6.0
Pillar 2. Decarbonization of Electricity
8.0
10.0
Elect. emission intensity
gCO2/kWh 871
2010
- 94%
50
2050
0
200
400
Pillar 3. Electrification of end-uses 2010
600
800
1000
% of electricity in final energy +22 pct
12%
2050
34% 0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
% 40%
22
Studi Deep Decarbonization
Hasil Dekarbonisasi 600 28
500
MtonCO2
400
27 25
123
121
28 118 27
111
300 200 100
176
202
109
214 211
184
197
Transportation Industry
152
144
Buildings
Electricity
161 56
0
2010
2020
2030
2040
2050
• Emisi akan naik (economic development) dan kemudian turun (hasil decarbonization measures). • Industry dan transport merupakan sumber utama emisi di 2050. • Dekarbonisasi signifikan di pembangkit, 144 MtCO2 (2010) ke 56 MtCO2 (2050). • Emisi industri meningkat dari 152 MtCO2 in 2010 ke 211 MtCO2 in 2050. • Emisi per kapita turun dari 1.84 ton CO2 menjadi 1.31 ton CO2 23
Studi Deep Decarbonization
Pembangkit Listrik
Permintaan listrik akan terus naik dengan kemakmuran dan pergeseran ke listrik di residential, industrial, dan transport. Strategi Dekarbonisasi: • Fuel switching ke lower carbon-emitting fuels (coal to gas, oil to gas), • Maksimumkan renewable (solar, geothermal, hydropower, biofuels) • Nuklir dan efficiency improvements di power plants. Hasil: penurunan carbon intensity dari 871 gCO2/kWh menjadi 51 gCO2/kWh 24
Studi Deep Decarbonization
Bahan bakar cair (transport, industry, dan listrik)
BIOFUEL
BBM BBM
• • •
BBM akan naik kemudian turun karena elektrifikasi end uses (electric cooking, electric cars etc). Untuk dekarbonisasi mendalam, perlu significant switch dari petroleum ke biofuels. Biofuels dalam liquid fuel mix akan menurunkan intensitas karbon di bahan bakar cair.
25
Studi Deep Decarbonization
Sektor Industri
Komponen dekarbonisasi: • Fuel switching ke gas dan bioenergy (solid biomass dan biofuel) • Elektrifikasi di penggunan akhir • Pengurangan batubara Hasil: menurunkan intensitas dari 88 gCO2/MJ ke 33 gCO2/MJ. 26
Studi Deep Decarbonization
Transport
The decarbonization strategy: • Modal shift ke mass transport, electrification, fuel switching ke gas dan biofuels, more energy-efficient vehicles, shift of freight transport dari road ke railway. • Personal vehicles turun dari 60% in 2010 ke 40% in 2050. • Share electric cars 30% di 2050 Hasil: intensitas turun dari 73 gCO2/MJ ke 49 gCO2/MJ. 27
Studi Deep Decarbonization
Komersial dan residensial
Decarbonization strategy: • Fuel switching ke gas/LPG dan tingkatkan electrifikasi • Penggunaan peralatan super hemat energi Residential sector: kenaikan per capita income menaikkan energy consumption, tetapi balanced oleh more efficient equipment 28
Studi Deep Decarbonization
Peluang dan Tantangan SDM • Industrialisasi energi terbarukan • Dibutuhkan SDM science and engineering Manufacture peralatan dan sistem hemat energi Hydropwer (turbin, generator, civil works, maintenance) PLTS (manufacturing, installation) Geothermal (geologist, reservoir engineers, turbine, generators) Pertanian/perkebunan (biofuel feedstock) Survey potensi renewable energi dan perencanaan energi
29
Studi Deep Decarbonization
Catatan Akhir Dekarbonisasi mendalam perlu: • Elektrifikasi di penggunan energi akhir • Penggunaan all possible renewables (significant solar PV) • Penggunaan PLTN Implikasi (renungan): • Siapa yang akan membayar semua ini • Dampak dan peluang ekonomi • Kompensasi dari tidak produksi fossil resources (stranded assets) • Negosiasi climate change antar negara?
30