1
PERAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN KABONGA BESAR KECAMATAN BANAWA KABUPATEN DONGGALA Oleh : M. Jabir
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar telah mengalami kerusakan akibat pengalihfungsian lahan hutan mangrove menjadi lahan pemukiman. Tujuan dalam penlitian ini adalah mengetahui peran masyarakat dalam mempertahankan fungsi ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove yaitu dusun III dan dusun IV dengan jumlah 545 Kepala Keluarga (KK), dengan sampel 113 KK dan 2 orang tokoh yakni Kepala Kelurahan dan ketua Karang Taruna sebagai informan. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove menunjukan angka yang positif dimana 88,49% dalam melestarikan dan mempertahankan fungsi ekosistem hutan mangrove dapat berjalan dengan baik dimana ditandai dengan angka kerusakan ekosistem hutan mangrove cukup sedikit sekitar 11,51%. Hal inilah yang membuat ekosistem hutan mangrove tetap terjaga kelestarianya sampai sekarang. Kata kunci: Peran Masyarakan, Pengelolaan Ekosistem, Hutan Mangrove,
2
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai sumberdaya pembangunan, baik sebagai sumberdaya ekonomi maupun sumberdaya ekologi, oleh karena itu ekosistem hutan mangrove dimasukan dalam salah satu ekosistem pendukung kehidupan yang penting dan perlu dipertahankan keberadaanya.(Nindi 2008). Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas. Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob (Departemen Kehutanan, 2006). Potensi sumberdaya hutan mangrove diera otonomi saat ini merupakan aset daerah yang tidak kecil, artinya dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah khususnya pembangunan daerah pesisir. Karena itu, pelestarian hutan mangrove merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan, dengan tetap mempertahankan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya lokal setempat. Menyadari pentingnya manfaat hutan mangrove bagi kehidupan masyarakat khusunya daerah pesisir, baik manfaat lansung maupun tidak lansung, maka sumberdaya hutan mangrove harus tetap dipertahankan keberedaanya. Pemanfaatan hutan mangrove yang berlebihan bukan hanya menimbulkan masalah lingkungan tapi juga masalah sosial dan ekonomi masyarakat pengguna jasa lingkungan. Hutan
3
mangrove juga sangat penting peranannya yaitu sebagai penyangga kehidupan di kawasan pantai dengan ekosistem laut. Wilayah propinsi Sulawesi Tengah, luas hutan mangrove (bakau) terdapat seluas 26.536,1 Ha yang tersebar di sembilan wilayah Kabupaten (Donggala, Poso, Banggai, Buol, Toli-Toli, Morowali, Bangkep, Touna dan Parimo). Berdasarkan hasil identifikasi hutan mangrove oleh dinas kehutanan tahun 2006 ternyata luas areal yang masih bervegatasi mangrove tersisa seluas 6.996,1 Ha (26,4%)
dan seluas 19.540 Ha (76,6%) yang telah mengalami
kerusakan. Kerusakan ekosistem hutan mangrove seluas 19.540 Ha dan sebagian disebabkan oleh abrasi pantai dan penebangan pohon bakau untuk pemenuhan kayu bakar dan arang (BPDAS,2006). Salah satu ekosistem hutan mangrove di Sulawesi Tengah terdapat di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala, yang oleh masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan perekonomianya. Hutan mangrove harus dilindungi, karena banyak memiliki fungsi dan manfaat bagi manusia, serta layak untuk diperhatikan sebagai salah satu penunjang bagi masyarakat. Disamping menghasilkan bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri, hutan mangrove juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting antara lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat mencari makan bagi biota laut yang hidup di sekitar mangrove, dan juga mampu berperan sebagai penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada dibelakang ekosistem ini. Namun saat ini, tedapat banyak kepentingan manusia yang menyebabkan kehidupan kawasan mangrove tertekan.
4
Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti: penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut, 2004)”. Oleh karena itu dituntut peran masyarakat dalam mempertahankan fungsi ekosistem hutan mangrove agar ekosistem mangrove dapat dipertahankan kelangsungan yang bisa menjaga sekaligus menguntungkan manusia. Adapun alasan penulis mengambil daerah ini sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut : 1)
Daerah tersebut terdapat pengalihfungsian ekosistem Hutan Mangrove ?
2)
Daerah tempat penelitian merupakan tempat ekosistem hutan mangrove yang mempunyai banyak keanekaragaman ekosistem mangrove ?
3)
Belum pernah dilakukan penelitian yang sama di daerah ini sebelumnya ? Berpijak dari hal tersebut, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian tentang
peran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan, maka di rumuskan pokok permasalahan penelitian ini sebagai berikut : “Bagaimana peran masyarakat dalam mempertahankan fungsi ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala“
5
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah di kemukakan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran masyarakat dalam mempertahankan fungsi ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah sebagai berikut : Bagi pemerintah, dalam hal ini para pengambil kebijakan dapat di jadikan sebagai bahan dan dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengembangan wilayah. 1.4.1 Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan agar pengelolaan ekosistem hutan mangrove di lakukan secara bijaksana. 1.4.2 Bagi peneliti, sebagai bahan referensi atau bahan bacaan pada penelitian berikutnya dengan pendekatan yang berbeda. II.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan survei. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview agar nantinya menggambarkan sebagai aspek dari populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei melalui teknik wawancara terbuka, dan wawancara mendalam Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang bermukim dekat hutan mangrove yang berjumlah 2556 jiwa atau 545 KK. Sampel Menurut Arikunto S. (2002) menyatakan bahwa “Sampel adalah atau wakil dari populasi yang diteliti”. Sampel juga merupakan sebagian anggota
6
dari anggota populasi yang dapat memberikan keterangan atau data yang diperlukan dalam suatu penelitian, sampel ini biasanya disimbolkan dengan (n) yang ukurannya akan selalu lebih kecil dari populasi (N). yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penduduk yang berdomisilin di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala . Sampel dalam penelitian adalah penduduk Kelurahan Kabonga Besar yang bermukim di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove, dari keempat dusun yang berada di Kelurahan Kabonga Besar hanya ada dua dusun yang berada di sekitar ekosistem hutan mangrove dan jumlah keseluruhan berjumlah 160 jiwa dari 113 KK. Penarikan sampel secara Simple Random Sampling yaitu jumlah sampel setiap Rt ditarik berdasarkan proporsi masing-masing, selanjutnya untuk menentukan siapa anggota sampel peneliti melakukan cara undian. Hal ini dimaksudkan agar semua individu (penduduk) dalam populasi mempunyai peluang atau kesempatan yang sama menjadi anggota sampel. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai tingkat kepercayaan sebesar 95% terhadap populasinya. penentuan jumlah sampel (sample size) adalah : X2 NP (1- P) S= d2 (N -1) + X2 p (1 – P)
di mana: S = Jumlah anggota sampel N = Jumlah anggota populasi P = Proporsi populasi (0,5) d = Derajat ketelitian (0,05) x2 = Nilai tabel X2 (3,841).
7
Berdasarkan pendapat di atas, maka jumlah sampel yang diambil yaitu : X2 NP (1- P) S= d2 (N -1) + X2 p (1 – P) 3,841.160.0,5 (1- 0,5) S= 0,052(160 -1) + 3,841.0,5 (1 – 0,5) 153,64 S= 1.35775 S = 113 Penelitian ini yang dijadikan sampel adalah penduduk yang terlibat langsung dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove dan penduduk yang berada disekitar kawasan hutan mangrove, akan tetapi untuk mempermudah dalam pengambilan sampel maka dihitung dari jumlah populasi penduduk 160 KK. Sehingga dari hasil perhitungan dengan menggunakan formulasi di atas diperoleh sampel sebanyak 113 orang. Kelurahan Kabonga Besar secara geografis terletak di Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah, dengan luas ± 2.500 Ha dan memiliki batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Palu b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Ganti c. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kabonga Kecil d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Loli Dondo
8
9
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian yang diperoleh di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala melalui teknik wawancara yang diajukan kepada masyarakat yang bermukim disekitar kawasan ekosistem hutan mangrove. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap bapak Herman selaku aparatur pengawas hutan mangrove mengatakan bahwa : pada tahun 2000 dibentuklah suatu kelompok yag bernama Kelompok Alam Bahari yang digagas oleh BPDAS Palu-Poso dengan melakukan percobaan penanaman dan penataan hutan mangrove dengan luas 5 hektar untuk tanaman mangrove, alhamdulillh pecobaan ini berhasil, akan tetapi ada juga kendala yaitu dalam penataan dan penanaman hutan mangrove terdapat tiram atau hama pengganggu mangrove yang melengket pada pohon, jadi dibutuhkan kesabaran dan kerja keras untuk kelangsungan ekosistem hutan mangrove. Sementara hubungan antara peran masyarakat terhadap pengembangan ekosistem hutan mangrove masih berlangsung pengembangan hutan mangrove harus dilakukan secara penuh kesadaran oleh karena itu melalui wawancara dengan bapak Maskar mengatakan bahwa : pengembangan ekosistem hutan mangrove sudah berjalan melalui bantuan Bansos yaitu melakukan pembibitan atau merapatkan jenis hutan mangrove dan kami diberikan pembibitan untuk mengganti tanaman yang rusak maupun ditempat yang belum ditanami hutan mangrove. Hubungan antara peran masyarakat dalam pemeliharaan ekosistem hutan mangrove berlangsung secara konservatif yaitu melakukan pemeliharaan ekosistem hutan mangrove secara berkelanjutan hal ini disampaikan bapak Harianto dalam wawancara mengatakan bahwa :
10
pemeliharaan ekosistem hutan mangrove dilakukan secara berkelanjutan dan berkeseimbangan agar tidak terjadi kerusakan hutan mangrove jika ada yang mau mengambil kayu atau pohon mangrove, tidak boleh banyak atau menghabiskan akan tetapi harus dirawat dan digantikan dengan bibit atau tanaman baru. Hubungan antara peran masyarakat dalam pemanfaatan hutan mangrove dalam penelitian ini cendrung memilih memanfaatkan kayu hutan mangrove lebih cenderung tidak merusak sebagai yang dikatakan bapak Asrun dalam wawancara : kami tidak akan merusak hutan mangrove, kalaupun kami mau mengambilnya itu hanya sebatas kayu bakar atau tiang rumah tanpa menghabiskan ekosistem hutan mangrove karena sudah ada kesadaran bahwa ekosistem hutan mangrove mempunyai banyak fungsi jadi kami tidak mungkin merusak dan kalaupun merusak kami dapat teguran maupun sanksi jika kami melanggar sesuai aturan yang dibuat. Hubungan antara peran masyarakat dalam pemulihan ekosistem hutan mangrove Hal ini yang diungkapkan oleh bapak Subri bahawa : pemulihan ekosistem hutan mangrove harus ada pengawas yang memerintahkan agar hama, sampah plastic yang tersangkut bisa jadi penghambat ekosistem hutan mangrove dan memperbaiki ulang ekosistem hutan mangrove yang sudah rusak untuk ditanam kembali agar dapat terjaga kelansungan hidup ekosistem hutan mangrove Hubungan antara peran masyarakat dalam pengawasan ekosistem hutan mangrove sebagaimana yang dikatakan bapak Herman yang juga ketua pengawas ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar
11
saya sudah jalankan kontrolnya, sudah saya perintahkan dan sekaligus memelihara ekosistem hutan mangrove untuk dijaga agar dapat terjaga kelestarianya, untungnya masyarakat punya kesadaran sehingga tanaman ekosistem hutan mangrove tetap terjaga keseimbanganya sampai sekarang dan tingkat kerusakanya semakin sedikit. Hubungan antara peran masyarakat dalam pengendalian ekosistem hutan mangrove sangat erat hubunganya sebagai mana yang dikatakan oleh bapak Ali bahwa : Agar dapat dikendalikan ekosistem hutan mangrove perlu ada kebijakan artinya bahwa dalam memanfaatkan ekosistem hutan mangrove tidak boleh merusak secara keseluruhan dan perlu ditanam bibit kembali dimana tempat ia mengambil pohon mangrove harus ada ditandai dengan bambu disampingnya sebagai kode bahwa disitu telah diganti dan ditanami ekosistem hutan mangrove. Penjelasan diatas menunjukan bahwa pemahaman masyarakat terhadap fungsi ekosistem hutan mangrove sudah menunjukan hal yang positif, hal itu dikarenakan adanya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya fungsi dari ekosistem hutan mangrove yang tidak merusak atau deskruftif melainkan secara konservatif atau memelihara berkelanjutan secara bijaksana. 3.2 Pembahasan 3.2.1. Peran Masyarakat Dalam Mempertahankan Fungsi Ekosistem Hutan Mangrove Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu yang berkaitan dengan keyakinan, perasaan dan kecenderungan untuk bertindak dalam hal ini terhadap pemanfaatan hutan mangrove. Dalam penelitian ini sikap masyarakat yang dimaksudkan adalah sikap yang positif dan sikap yang negatif. Sikap yang positif adalah sikap yang ditunjukkan melalui perilaku pemanfaatan yang bijaksana/berkelanjutan (konservatif) yaitu dimana mereka hanya mengambil sesuai dengan kebutuhan tdak untuk diperjual belikan, ada
12
usaha untuk melakukan penanaman kembali secara swadaya, menjaga dan mempertahankan hutan dan ekosistem mangrove tersebut. Kemudian sikap negatif disini adalah sikap yang ditunjukkan melalui pemanfaatan yang destruktif atau yang sifatnya merusak, yaitu mereka mengainbil secara berlebihan dalam jumlah banyak atau untuk dijual, Serta mengubah fungsi dan hutan mangrove misalnya membuat tambak. Bentuk-bentuk perilaku masyarakat Kelurahan Kabonga Besar dalam mempertahankan ekosistem hutan mangrove. Secara beberapa bentuk sikap masyarakat tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 4.9
No 1 1
2
3
4
5
Bentuk – Bentuk Sikap Peran Masyarakat Kelurahan Kabonga Besar Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove Jumlah Persentase Uraian Responden ( %) (Orang) 2 3 4 Penataan hutan Mangrove cukup berhasil 98 86.72 menahan abrasi air laut,namun kendalanya adanya tiram yang melengket dipohon mangrove Pengembangan ekosistem hutan mangrove 67 59,29 dilakukan dengan system pembibitan, pengkayaan atau dirapatkan pohon mangrove. Pemeliharaan ekosistem hutan mangrove lebih 73 64,60 cenderung konservatif, berkelanjutan dan berkeseimbangan. Pemanfaatan hutan mangrove lebih cenderung 80 70,79 memperbaiki karena masyarakat sudah mengerti dan adanya hukuman jika merusak hutan mangrove. Pemulihan hutan mangrove di lakukan oleh 92 81.41 anngota TNI, Dinas Perikanan, dan masyarakat setempat dengan cara ditata ulang yang rusak dan menanam kembali pohon mangrove dengan ditandai dengan disampingya ditanam pohon bambu.
13
6
7
8
9
Pengawasan hutan mangrove dilakukan oleh aparatur pengawas kelompok alam bahari dengan melaksanakan penanam kembali hutan mangrove dan membersihkan hama atau yang menganggu tanaman hutan mangrove. Pengendalia hutan mangrove sudah berjalan kontrolnya namun butuh waktu bagi masyarakat untuk mengetahui fungsi hutan mangrove. Fungsi ekosistem hutan mangrove yaitu Menghindari ombak abrasi air laut, angin puting beliung, tempat biota laut berkembang. Nilai ekonomis hutan mangrove dapat dijadikan farpum, kayu bakar, menangkap ikan
100
88,49
46
40,70
57
50,44
100
88,49
Tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa sikap masyarakat dalam mempertahankan fungsi ekosistem hutan mangrove secara umum menunjukkan sikap pemanfaatan terhadap hutan mangrove yang cenderung bersifat konservatif atau cendrung memanfaatkan hutan mangrove secara berkelanjutan Sikap masyarakat tersebut ditunjukkan dengan adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa mangrove merupakan ekosistem yang keberadaanya harus dilindungi melalui beberapa kegiatan antisipatif seperti pencegahan kerusakan lingkungan oleh tokoh dan warga masyarakat setempat, hal ini juga didorong oleh tingginya kesadaran masyarakat untuk tidak menebang pohon-pohon mangrove yang berfungsi sebagai pelindung abrasi pantai, angin puting beliung maupun tempat berkembangnya biota laut. melalui beberapa upaya pengamanan secara kontinyu oleh Dishut dan masyarakat, serta keinginan untuk melakukan aturan pengelolaan kawasan yang mampu meminimalisir kemungkinan gangguan terhadap hutan mangrove.
14
3.2.2. Keterkaitan Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Pengelolaan Ekosistem HutanMangrove Pengelolaan ekosistem hutan mangrove adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pada tahun 2000 dibentuklah suatu kelompok yag bernama Kelompok Alam Bahari yang digagas oleh BPDAS Palu-Poso dengan melakukan percobaan penanaman dan penataan hutan mangrove dengan luas 5 (lima) hektar untuk tanaman mangrove, pecobaan yang dilakukan berhasil, akan tetapi ada juga kendala yaitu dalam penataan dan penanaman hutan mangrove terdapat tiram atau hama pengganggu hutan mangrove yang melengket pada pohon mangrove jadi dibutuhkan kesabaran dan kerja keras untuk kelansungan ekosistem hutan mangrove. Selain itu keterkaitan antara aktifitas penduduk terhadap ekosistem hutan mangrove cukup baik karna saling berpengaruh jadi hutan mangrove mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. 3.2.3. Hubungan Antara Peran Masyarakat dalam Mempertahanka Fungsi Ekosistem Hutan Mangrove. Hubungan antara peran masyarakat dalam mempertahankan ekosistem hutan mangrove cukup baik, dari hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah responden 98 orang mengatakan bahwa penataan ekosistem hutan mangrove sudah pada tempatnya. Hal ini dapat dilihat sepanjang jalan tanaman hutan mangrove dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat menjaga abrasi air laut, angin puting beliung maupun tempat biota laut berkembang biak. konsep antara peran masyarakat terhadap penataan ekosistem hutan mangrove menunjukan hal yang signifikan yaitu adanya hubungan erat antara masyrakat dan ekosistem hutan mangrove agar bisa terjaga kelangsungan hutan mangrove, sementara pengembangan hutan mangrove harus dilakukan
15
secara penuh kesadaran. Hubungan antara peran masyarakat dalam pemeliharaan ekosistem hutan mangrove berlangsung secara konservatif yaitu melakukan pemeliharaan ekosistem hutan mangrove secara berkelanjutan 3.2.4 Upaya Pengelolaan dan Pendidikan Masyarakat terkait Konservasi dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan mangrove berbasis masyarakat termasuk pada program penanggulangan kerusakan Mangrove yang telah terjadi pada kawasan pantai melalui langkah terpadu yang tepat dilakukan adalah pengelolaan hutan Mangrove berbasis masyarakat dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Tujuan utama langkah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan Mangrove. Pengelolaan hutan Mangrove menjadi lokasi wisata cenderung memberikan dampak posistif terhadap perekonomian masyarakat, seperti terbukanya lapangan usaha dan perekrutan tenaga kerja. Hal utama dari program ini, pola masyarakat sebagai perambah hutan mangrove terhenti dan berganti dengan pola penyelamatan mangrove sebagai kawasan yang diminati pengunjung wisata. Dalam hal pemerintah daerah
Kabupaten Donggala melalui Dinas
kehutanan, BPDAS, dan organisasi masyarakat setempat telah melakukan sosialisasi dengan penduduk kelurahan Kabonga Besar akan pentingnya menjaga ekosistem hutan mangrove.
IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 4.1.1 Peran masyarakat dalam pemanfaatan hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar masyarakatnya lebih cenderung bersifat konservatif yaitu memanfaatkan secara bijaksana
16
atau berkelanjutan misalnya mempertahankan keberadaan hutan mangrove seperti membatasi pengambilan kayu, melarang orang lain mengambil kayu secara berlebihan atau dalam jumlah banyak, melakukan penanaman secara swadaya, dan melakukan penyuluhan tentang pentingnya fungsi dan keberadaan hutan mangrove, hal ini dikarenakan adanya kesadaran masyrakat akan pentingnya memelihara ekosistem hutan mangrove yang mempunyai banyak manfaat dari segala aspek. 4.1.2 Upaya pelestarian yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Donggala terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Kabonga Besar melalui Dinas Kehutanan, BPDAS, Organisasi masyarakat setempat yaitu berupa sosialisasi dengan penduduk tentang pentingnya menjaga ekosistem hutan mangrove, serta pemerintah berjanji akan memberikan bantuan berupa bibit mangrove dan akan melakukan penanam mangrove secara bersama-sama. 4.2 Saran 4.2.1 Kepada instansi terkait dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten Donggala SulawesiTengah perlu adanya suatu bimbingan serta penyuluhan yang kontinyu untuk memanfaatkan hutan mangrove secara lestari. 4.2.2 Kepada masyarakat kiranya dapat menjaga ketestarian hutan mangrove mengingat fungsi dan hutan mangrove itu sangat penting serta terus meningkatkan kegiatan pelestarian yang ada. 4.2.3 Untuk mendapat kajian yang lebih mendalam mengenai sikap masyarakat di Kelurahan Kabonga Besar, hubungannya dengan pengelolaan hutan mangrove perlu dilakukan penelitian Janjutan dengan melibatkan faktor internal dan faktor eksternal (luas lahan, peran pemerintah, dan sosial budaya setempat) yang lebih lengkap.
17
V. DAFTAR PUSTAKA Anonimus. Undang undang pengelolaan lingkungan hidup tahun 1997 Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta BP-DAS Palu-Poso, 2006. Areal Model Bakau Di Kelurahan Kabonga Besar Kecamatan Banawa Kabupaten donggala. Materi Dialog Seputar Balai Pengeloaan DAS Palu-Poso Palu. Departemen Kehutanan, 2006. Kegiatan Perencanaan Dan Pembinaan Rehabilitasi hutan dan Perhutanan Sosial. Hutan Bakau (Mangrove). Dephut. Palu. Golar, Munisa, A., Hafiz, Palaloang, Erniwati, Dharma, Susanti, dan Ganda Putri, 2003. Pembangunan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat dan Tantangannya. Studi Kasus Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai. Makalah Program Pasca Sarjana. IPB. http://www.tumoutou.net? 702_7134/71034_13.html. (Diakses tanggal 24 Januari 2013). Kusmana, 2002. Udang Di Balik Mangrove. http:// www.dephut.go.it/informasi (Diakses tanggal 24 Januari 2013). Liyana, Y.I., Hadiyati O., H.M. Affendi A., Sudarma l.R., Budiana 1.N., 1999. Model Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari, Studi Kelayakan di Republik Indonesia. Denpasar Bali. Mantra, Ida Bagoes. 1995. Langkah-Langkah Penelitian Survei. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Mac Nae. W. 1986. Tahu Sama Tahu Pentingnya Peran http://www.adiska.blogspot.com)2007/11/tahu-sama-tahu pentingnya mangrove.html (Diakses tanggal 24 Januari 2013).
Iklan Mangrove. peran hutan
Nasir, M., 1993. Metode Penelitian. Grahalia Indonesia. Jakarta. Nugraha, A., 2005. Aniropologi Kehulanan. Wana Aksara. Banten. Nindi. 2008. Keanekaragaman Ekosistem Hutan Mangrove . Universitas tadulako (Skripsi tidak dipublikasikan) Untad Palu Sugiyono, 2000. Statistika Untuk Penelitian. Alvabeta. Bandun. Sukardi, 2008. Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi Dan Praktiknya. Jakarta : PT. Bumi Aksara