PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK PESANTREN TERHADAP KEGIATAN PESANTREN Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah
Oleh RAHMAT IRFANI NIM : 9919016078 Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1425 H / 2004 M
l?'ENYESUAIAN
nuu SANTJU DI PONDOK PESANTREN TERHADAP KEGIATAN l'ESANTREN
Studi Knstrn di Pomlok Pcsantren Danmnajah
Skripsi : Diajuk:rn Kepaiia Falwltas l'silw!ogi Untuk Mcmenuhi Syarat-Syarat Mencapai
Ge!ar Sarjana l'sikologt
Oleh:
nahmat Irfani
9919016078
Di bawah bimbiugan :
i'embimbing
r,
Pemhimbint~
H,
t;\bdul Mujib JH. Ag NIP. 150 283 344
NH'. 150 238 773
FAKlJLTAS PSlKOLOGI UIN SYARlF H1HAYATULLAH JAKARTA 1425 HI 2004 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul "PENYESUAIAN DIR! SANTRI DI PONDOK PESANTREN TERHADAP KEGIATAN PESANTREN: Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah " telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi UJN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 juni 2004. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 7 Juni 2004 Sidang Munaqasyah
i
I
gkap Anggota,
Sekretaris
h M. Psi.
Anggota Pembimbif19 II
Ab ul Mujib M. Ag NIP. 150 283 344
Penguji I
Ors. Ch . luddin. AS. MA
e guji II
. M.si
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahamat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak Jupa shalawat s,erta salam kita sampaikan kepada junjungan kita yang telah membawa kita dari kegelapan, Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulis menyadari banyak sekali mengalami kesulitan, hambatan serta halangan yang dihadapi dalam rangka meyelesaikan studi dan juga skripsi ini. Karena itulah penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu penulis menyelesaika studi dan skripsi ini. lzinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi, lbu Dra. Hj. Netty Hartaty 2. Jbu Dra. Hj. Zahrotun Nihayah selaku Pudek Fakultas psikologi dan juga pembimbing 1 skripsi, terima kasih atas waktu dan bimbingannya. 3. Abdul Mujib M.Ag selaku dosen pembimbing 2 yang sangat sabar dan selalu menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh keluarga, apa, ibu atas kesabarannya serta perjuangan serta kerja kerasnya demi tercapai cita-cita ini. 5.
saudara-saudaraku Aa Hilman Te Fitri, Te amah, ka dadang, te eneng, ka wildan, aka, ajid, obi, eva, yang selalu memberi keceriaan
dan kegembiraan. Juga pada ponakanku yang Lucu Aa Jan dan Aa Gib cepet gede ya sayang. 6. Bapak Abdul Rahman selaku pembimbing akademik yang siap mendengarkan keluh kesah dari penulis. 7. Bu Tya makasih atas saran dan diskusinya sehinggga telah membuka cakrawala pemikiran penulis. 8. Dosen-dosen fakultas Psikologi serta para staff. 9. Untuk "my tweety" terimakasih untuk kebersamaannya, kesabaran dan dorongan yang diberikan kepada penulis. Now I wan to say that yu're the best for me. Ft forever. 1O. untuk ustadz Rasyud Syakir terima kasih atas do'a dan dukungannya. 11. untuk adik-adik kelasku di DN, terima kasih atas tumpangan dan datanya moga sukses aja ya ... ma anak IKPDN karim buyung hafidz
uu., aYouk , Pay ros (di tunggu undangnannya) 12. Lilis & Edho, (q'ta tunggu undangannya yah), moef ma reni kapan konser lagi, wat risa & eva (manajer). Dewi makasih ya.... Hari makasih beseknya, lyunk, Husni.S, Pipih, Anne, lta, LD M, Yani makasih juga ya ... Daniel, Hudan makasih instalannya, ma Kembaran gw moga bahagia ma Aa-nya. semua angkatan 99 terima kasih untuk kebersamaan yang indah.
13. Buat anak kos usman (Aldi, Kodir, Awan, deni, dani) makasih atas kebersamaannya. 14.Akhirnya terima kasih untuk semua teman -teman di fakultas psikologi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana layaknya, baik dari segi bahasa maupun materi yang tertuang di dalamnnya. Besar harapan penulis laporan ini dapat berguna untuk menambah wawasan baru dan membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca sekalian. Amien
Jakarta september 2003
Penulis
ABSTRAK Rahmat lrfani, Penyesuaian diri santri di pondok pesantren terhadap kegiatan pesantren'. studi kasus di pondok pesantren Darunnajah Jakarta, Fakultas Psikologi, Juni 2004. Latar belakang : Penelitian ini berawal dari banyaknya santri baru yang kurang dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan pesantren. penyesuaian diri ini terkait dengan kegiatan, peraturan, rutinitas dan sosialisasi dengan teman-teman di pondok pesantren. Hal yang paling utama dalam penyesuaian diri anak adalah penerimaan dari teman teman sebaya.
Tujuan ; Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara santri baru dalam menyesuaiakan diri dengan kegiatan pesantren yang harus dijalaninya selama bermukim di pondok pesantren.
Subyek penelitian : subyek penelitian ini adalah santri pondok pesantren dengan usia 11-14 tahun, menetap di pondok pesantren, baru menetap di pondok pesantren maksimal 1 tahun, dan santri yang memiliki prestasi belajar di kelas dengan kriteria tinggi sedang dan rendah dengan rujukan dari raport sekolah. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi kasus. Wawancara merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data. Sedangkan metode penunjangnya adalah observasi dan skala penilaian berbentuk check list. Hasil : Dalam proses penyesuaian diri santri membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kegiatan pesantren itu terbukti pada awal masuk kepesantren banyak santri yang melanggar peraturan pesantren, namun pasa akhirnya hal tersebut berkurang dengan sendirinya seiring dengan proses belajar yang mereka lakukan. Bahan bacaan 23 ( 1968-2002)
DAFTAR ISi KATA PENGANTAR
iv
ABSTRAK
v
DAFTAR ISi
viii
DAFTAR TABEL BABI
1-9
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
1
1.2. ldentifikasi Masalah
7
1.2.1. Pembatasan Masalah
7
1.2.2. Perumusan Masalah
7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
8
1.3.2. Manfaat Penelitian
8
1.4. Sistematika Penulisan
BAB II
8
9
KAJIAN TEORI
10-41
2.1. Penyesuaian Diri.
10-32
2. 1. 1. Pengertian Penyesuaian Diri 2.1.2.
Macam-m~!;ll
Penyesuaian Diri
2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian
10 14 18
2.1.4. Pendekatan Aliran Psikologi terhadap Penyesuaian 2.2. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren
BAB Ill
32-41
2.2.1. Pengertian
32
2.2.2. Kegiatan di Pondok Pesantren
37
2.3. Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren.
38
METODOLOGI PENELITIAN
42-50
3.1. Desain Penelitian
42-43
3.1.1. Pendekatan 3.2. Tehnik Pengumpulan Data
BABIV
20
42 43-48
3.2.1. Metode Pengumpulan Data
43
3.2.2. Prosedur Pengumpulan Data
47
3.2.3. Tehnik Analisa Data
48
3.3. Subjek Penelitian
48
3.4. Etika Penelitian
49
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subyek 4.2. Riwayat dan Anailis Kasus
51-75
51 52-74
4.2. 1. ldentifikasi dan Latar Belakang Subjek Masuk Pondok Pesantren
52
BABV
4.2.2. Kesimpulan
71
4.3. Analisis Antar Kasus
74
PENUTUP
76-80
5.1. Kesimpulan
76-78
5.1.1. Gambaran Penyesuaian Diri T erhadap Kegiatan Pesantren
76
5.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Santri 5.2. Diskusi
79
5.3. Rekomendasi
80
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
78 :''l(.:
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 52 2. Tabel 4.2
74
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak. Meskipun keluarga bukan sebuah lembaga pendidikan formal namun pelajaran yang didapatkan oleh anak dari keluarga pasti akan membentuk watak dan kepribadian anak . Hal ini terjadi karena dari keluarga anak akan belajar mengenai hal-hal yang mendasar seperti sopan santun, agama dan bagaimana bersikap dengan lingkungan sekitar. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga itu akan terpola dan tertanam di dalam diri anak dan menjadi suatu kebiasaan. Penanaman nilai-nilai atau pelajaran dari orang tua biasanya lebih banyak terjadi melalui proses modeling di mana anak akan mengikuti tingkah laku atau sikap orang tuanya.
Proses modelling yang terjadi terkadang tidak disadari orang tua sehingga anak akan meniru hal tersebut tanpa tahu apakah hal itu baik atau buruk. Hal ini membutuhkan perhatian orang tua agar perilaku anak tidak melenceng dari norma-norma agama dan sosial. Seiring berkembangnya usia anak semakin bertambah pula kebutuhan anak baik secara fisik maupun psikis. Mereka akan lebih kritis dalam menanggapi suatu hal, mereka juga akan
2
lebih memaksa jika menginginkan sesuatu. Ada orang tua yang akan tidak langsung menuruti keinginan anaknya, dan ada juga yang langsung memberikan segala keinginan anaknya tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Hal ini akan membuat anak menjadi bergantung pada orang tua dan terbiasa untuk dipenuhi segala keinginannya yang akan menjadikan anak jadi manja ,
dan tidak mandiri. Sehingga pada masa perkembangan awal anak tidak akan mudah untuk tinggal berjauhan dengan orang tuanya.
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak, kebutuhan anak pun semakin meningkat. Salah satunya adalah kebutuhan akan pendidikan. Hal ini pun akan menjadi pertimbangan orang tua, orang tua harus jeli dalam memberikan pendidikan yang tepat bagi anaknya agar anak mampu dan siap untuk mengikuti pelajaran yang diterimanya. Pendidikan yang diberikan pada anak bisa melalui otodidak ataupun melalui pendidikan formal di sekolah baik itu di TK, SD dan SL TP dan seterusnya.
Pada awal masa pembelajaran di sekolah anak akan sulit berinteraksi namun apabila orang tua dan guru dapat mengarahkan hal tersebut terasa mudah bagi anak. Di sekolah anak akan lebih banyak berinteraksi dengan guru dan teman-teman hal ini yang menjadikan anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya.
3
Masa-masa sulit bagi anak dalam berinteraksi sosial adalah ketika perpindahan dari sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah tingkat pertama (SLTP). Menurut Ellias, Tobias dan Friedlander (1999) dalam bukunya cara efektif mengasuh anak dengan EQ, "beranjak dari SD ke SMP membawa perubahan kalau di SL TP biasanya sekolahnya lebih besar, ada anak disekeliling mereka yang lebih besar-sebagian jauh lebih besar- jumlah gurunya lebih banyak, mata. pelajarannya pun banyak sehingga tugas yang diembannya pun lebih banyak dibanding sewaktu di SD" (Ellias, Tobias dan Friedlander, 1999 ).
Hal inilah menjadikan anak harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, teman baru baik yang sebaya maupun yang lebih dewasa. Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman yang baru dibutuhkan keterampilan anak dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah dari tugas y13ng harus ia selesaikan.
Jika orang tua memasukan anaknya ke sekolah menengah umum atau yang sederajat kegiatannya yang dilakukan oleh anak biasanya hanya terbatas pada kegiatan sekolah ataupun kegiatan yang berkaitan dengan pelajarannya di sekolah. Sedangkan kegiatan yang ia lakukan di rumah adalah pekerjaan sekolah yang dibawa pulang kerumah. Sedangkan kegiatan rumah tangga seperti mencuci, menyetrika, merapikan rumah dan sebagainya biasanya
4
sudah dilakukan oleh ibunya ataupun orang lain yang membantu di rumah tersebut. Dan bagi sebagian anak ada juga yang melakukannya sendiri namun masih dalam bimbingan orang tua. Bahkan ada juga yang tidak melakukannya sama sekali sehingga untuk merapikan kamar tidurnyapun masih membutuhkan orang lain untuk melakukannya.
Alternatif lain bagi orang tua dalam memilih pendidikan yang tepat bagi anaknya adalah pendidikan dalam pondok pesantren, baik itu pesantren salaf maupun pesantren modern. Pendidikan dalam pondok pesantren pada dasarnya adalah sama dengan pendidikan di madrasah atau di sekolah umum lainnya, namun yang membedakan adalah pelajaran yang didapat oleh sisiwanya lebih banyak pada ajaran agama dan kebanyakan para sisiwanyapun menetap di asrama yang telah disediakan oleh pesantren.
Dalam pondok pesantren salaf, pendidikan yang ditawarkan adalah pendidikan agama seperti membaca Al-Quran, tafsir, hadits, fiqh, bahasa Arab dan lain sebagainya. Biasanya metode yang digunakan adalah metode ceramah secara klasikal atau yang di kenal dengan sorogan.
Sedangkan dalam pondok pesantren modern pendidikan yang ditawarkan lebih beragam, karena biasanya dalam pesantren modern memakai tiga
5
kurikulum yaitu kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) , kurikulum Departemen Agama (DEPAG) dan kurikulum pesantren salaf. Hal tersebut di alas merupakan salah satu aspek yang membedakan antara pesantren modern dan pesantren salaf, dan hal tersebut jugalah yang memungkinkan orang tua dalam memilih pondok pesantren sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan bagi anaknya, karena di dalam pondok pesantren anak akan mendapatkan pelajaran umum -yang didapat juga pada sekolah lain- selain itu anak juga mendapat pelajaran agama dan langsung dipraktikan sehingga anak akan terbiasa melakukan ibadah yang harus dilakukannya sehari-hari.
Kegiatan yang dilakukan dalam pondok pesantren juga sangat beragam, mulai kegiatan kurikuler seperti sekolah dan ekstrakurikuler seperti organisasi intrasekolah , pramuka, dan kegiatan lainnya, sampai pada kegiatan umum yang biasa dilakukan sehari-hari di rumah seperti shalat, mengaji, mencuci pakaian dan lain-lain. Sementara di rumah biasanya anak membutuhkan perhatian dan bantuan orang tuanya dalam hal pengerjaan kegiatan rumah seperti mencuci, menyetrika atau menyiapkan pakaian sekolah sampai menyiapkan buku-buku pelajaran dan alat-alat tulisnya. Namun di pondok pesantren hal tersebut harus dilakukannya sendiri tanpa ada perhatian dan bantuan dari orang tuanya, sehingga anak di tuntut untuk mandiri.
6
Dalam mencapai suatu tingkat kemandirian dalam pondok pesantren seorang anak harus dapat menyesuaiakan diri dengan kehidupan pesantren terlebih dahulu, baik itu secara fisik maupun secara psikis.
Menurut Murai yang dikutip oleh Budi Harjo dalam anima Vol VII des 91 agar anak memiliki kemampuan yang baik dalam hat penyesuaian diri, diperlukan suatu pola relasi antara anak dan orang tua yang tidak menghambat pemenuhan kebutuhan anak, dan terhambatnya pemenuhan kebutuhan anak menimbulkan frustasi. Dan frustasi memungkinkan timbulnya indelequency, inferior, ataupun insecurity yang mengarah pada timbulnya tingkahlaku yang agresif, rasa bermusuhan dan menarik diri dari lingkungan.
Dalam hat penyesuaian diri yang dilakukan anak yang berasal dari rumah dan hanya mendapat pelajaran umum sewaktu di sekolah dasar kemudian harus belajar ke pesantren yang mempelajari pelajaran agama yang memakai bahasa yang berbeda, dan memiliki aturan yang berbeda, dengan orang-orang yang berbeda, dan harus berinteraksi dengan orang orang yang relatif lebih dewasa dan lebih besar, juga membutuhkan kemandirian yang tinggi dalam hal manajemen diri tentunya membutuhkan suatu penyesuaian yang relatif lama dan sulit. Dan hat ini yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian ini. Dengan judul "PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK
7
PESANTREN TERHADAP KEGIATAN PESANTREN: STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH"
1.2. ldentifikasi Masalah 1.2.1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul permasalahan yang menarik bagi peneliti, dan agar memudahkan penelitian ini maka kiranya perlu ada pembatasan masalah sebagai berikut: Penyesuian diri santri baru di pondok pesantren ini meliputi penyesuaian diri terhadap kegiatan, tata tertib, rutinitas, dan teman teman di lingkungan pesantren. Penelitian ini di fokuskan pada anak kelas satu madrasah Tsanawiyah usia 11-14 tahun.
1.2.2. Perumusan Masalah Masalah yang akan kami teliti dalam pene"litian ini adalah: Bagaimana cara santri baru dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan di pondok pesantren. Faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri 3nak di pondok pesantren.
8
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara santri baru dalam menyesuaiakan diri dengan kegiatan pesantren yang harus dijalaninya selama bermukim di pondok pesantren.
1.4.2. Manfaat Penelitian Secara teoritis penulis berharap agar penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan bagi bidang psikologi pendidikan khususnya di pondok pesantren. Dan berguna bagi penelitian selanjutnya.
Secara praktis penulis berharap agar penelitianan ini dapat membantu pembimbing di pondok pesantren dalam mengidentifikasi anak dan mengatahui masalah-masalah yang terjadi dalam diri anak khususnya penyesuaian diri . Membantu orang tua dalam hal penyesuaian diri anak di pondok pesantren.
1.5. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka penulis membagi skripsi kedalam lima bab :
9
Bab I
Pendahuluan yang meliputi penulisan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II
Kajian teori yang meliputi definisi penyesuaian diri, pengertian penyesuaian diri, macam-macam penyesuaian diri, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, pendekatan aliran psikologi terhadap penyesuaian, pengertian pondok pesantren, macam-macam pondok pesantren, kegiatan dalam pondok pesantren, penyesuian diri dalam pondok pesantren.
Bab Ill
Metodologi penelitian yang meliputi
d~ain
penelitian, tehnik
pengumpulan, metode pengumpulan data prosedur pengumpulan data dan tehnik analisis data, subjek penelitian, serta etika penelitian. Bab IV
Hasil penelitian gambaran umum subjek , riwayat dan analisis kasus, analisis antar kasus.
Bab V
Penutup yang meliputi kesimpulan, diskusi dan rekomendasi.
BAB2 KAJIAN TEORI Dalam bab dua ini di sajikan beberapa kajian teori mengenai penyesuaian diri, macam-macamnya, penyesuaian menurut mazhab-mazhab psikologi, serta beberapa definisi tentang pondok pesantren, macam macam dan kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan di pesantren.
2.1. Penyesuaian Diri 2.1.1. Pengertian Penyesuian Diri Menurut poerwadaminta (1976) Ada dua kata dalam bahasa asing yang kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama yaitu penyesuaian diri, kata tersebut adalah adjustment dan adaptation.
Pandangan yang berbeda dikemukakan oleh Lazarus (1969) dalam bukunya
patterns of adjustment, tentang kedua istilah tersebut Lazarus mengartikan istilah adaptation sebagai suatu konsep biologis yaitu suatu struktur dan proses biologis yang memudahkan individu untuk bertahan di lingkungannya. Namun konsep adaptation ini kemudian mulai dikembangkan oleh para psikolog dan akhirnya muncul istilah baru yaitu adjustment dan meciurut Lazarus adjustment adalah :
11
"Adjustment consist of psychological proses by means of which the individual manages or copes with various demand on pressures"
~Lazarus, 1969 h.
18)
Penyesuaian diri adalah proses psikologi yang merupaJan alat bagi individu untuk mengatur atau mengatasi tekanan dan tuntutan.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Musthafa Fahrni dalam bukunya At-Takawuf An-nafsiy yang diterjemahkan oleh prof. Dr. Zakiah Daradjat (1982) dalam ,
bukunya yang berjudul penyesuaian diri pengertian dan peranannya dalam kesehatan mental, proses penyesuaian diri adalah dinamika yang berlujuan untuk mengubah kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya (Muthafa Fahrni; ZakiahDaradjat, 1981 h. 14).
Sedangkan menurut Schneiders (1964) seperti yang dikutip oleh tanara (1991) dalam anima vol VII penyesuaian diri organisasi, penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustasi karena terhambat kebutuhan da/am dirinya dan tuntutan luar dirinya atau lingkungannya (Schneider 1964; Tanara, 1991 h. 23)
Menurut Haber dan Ruyon (1984) seperti yang dikutip oleh Nita Pandriani Nainggolan (2000) dalam skripsinya penyesuaian diri dan dukungan pada orang tua yang mempunyai anak autisma: studi kualitatif pada em pat orang tua anak , "adjusment is an angoing proses that will continue throughout the
12
life"(Haber dan Ruyon, 1984; Nita, 2000 h. 10) penyesuaian diri adalah suatu proses yang berkelanjutan sepanjang hidup.
Sedangkan menurut Grasha dan Kirschenbaum {1980) dalam bukunya psychology of adjustment and competence: an applied approach, "adjusment is our ability to cope with the problem and demands of our environment".(grasha dan kirschenbaum, 1980 h. 12), penyesuaian diri adalah kemampuan kita untuk mengatasi masalah yang kita hadapi dan tuntutan lingkungan.
Dan menu rut Atwater (1983) dalam bukunya psychology of adjustment , seperti yang dikutip Tanara (1991) dalam anima vol VII penyesuaian diri organisasi menyebutkan bahwa penyesuaian diri terdiri dari perubahan dalam diri dan lingkungan di sekitar kita yang kesemuanya ini diperlukan untuk memuaskan hubungan dengan lingkungan sekitar kita dan orang lain. Menurut Atwater perubahan semacam ini berkaitan dengan dua hal yang timbal balik yang pertama perubahan dalam diri kita agar sesuai dengan lingkungan dan yang kedua perubahan lingkungan agar sesuai dengan cara kita dalam memenuhi kebutuhan kita (Atwater 1983; Tanara 1991 h. 24)
Sedangkan menurut Watson dan Tharp (1972) dalam bukunya self-direction behavior; self modification for personal adjustment, "to arrange, compose, harmonize; to come to terms; to arrange the parts suitably to themselves and
13
to something else; and to do this according to the laws which govern this harmony". (Watson and tharp, 1972 h. 10) Definisi penyesuaian diri adalah menata , mengubah dan menyeimbangkan sehingga mencapai persetujuan; menata kembali bagian bagian sehingga sesuai dengan dirinya dan orang lain. Dan menyesuaikan tingkah laku dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Menurut Lazarus (1969) ada dua tuntutan yang membutuhkan penyesuaian diri yaitu tuntutan eksternal dan tuntutan internal. Tuntutan eksternal antara lain tuntutan fisik yang datang dari lingkungan seperti sakit, bahaya dan lainlain; dan tuntutan sosial seperti tuntutan orang lain agar seseorang secara nyata atau tidak melakukan, memikirkan dan merasakan sesuatu. Dan tuntutan yang kedua yaitu tuntutan internal yaitu tuntutan kebutuhan jaringan tubuh seperti makan,minum dan lain-lain serta tuntutan motif sosial seperti menyayangi dan disayangi, dihormati dan lain-lain. Dan ketika tuntutan aksternal dan internal tersebut melewati batas kemampuannya maka akan imbul dengan apa yang dinamakan stress (Lazarus, 1969 h. 161-166)
)ari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian liri adalah suatu proses psikologis, merupakan kemampuan kita untuk nengatasi masalah dan tekanan yang berasal dari lingkungan, merupakan emenuhan kebutuhan dari dirinya dan lingkungannya. Dan merupakan roses yang berkelanjutan sepanjang hidup kita.
14
2.1.2. Macam-Macam Penyesuaian Diri Penyesuaian yang baik (good adjusment) Menurut Abe Arkoff ( 1968) dalam bukunya adjustment and mental health, "a person who has made good adjusment or one who is called mental healthy demonstratesa patterns of behavior or person characteristics wich are valued or considered considerable" (Arkoff, 1968 h. 206). Seseorang yang mempunyai pola penyesuaian diri yang baik atau orang yang disebut sebagai orang yang sehat mentalnya menunjukan pola tingkah laku atau karakteristik yang sesuai dengan yang diinginkannya.
Menurut Haber dan Ruyon (1984) seperti yang dikutip oleh Nita Pandriani Nainggolan (2000) dalam skripsinya penyesuaian diri dan dukungan pada orang tua yang mempunyai anak autisma: studi kualitatif pada empat orang tua anak , mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan mempunyai pola penyesuaian diri yang baik apabila memiliki beberapa kriteria dibawah ini
Yang pertama yaitu mempunyai persepsi yang akurat terhadap realitas. Persepsi yang akurat terhadap kenyataan ini merupakan syarat munculnya penyesuaian diri yang baik , persepsi ini biasanya diwarnai dengan keinginan dan motivasi. Untuk mencapai hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari individl! pada kenyataannya harus memodifikasi tujuan yang ingin dicapainya sehingga ia dapat mencapai tujuan tersebut.sehubungan dengan itu aspek
15
yang terpenting bagi individu adalah kemampuan individu untuk mengenali konsekuensi dari tindakannya dan kemampuan mengarahkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan norma yang ada dalam lingkungannya.
Yang kedua yaitu kemampuan mengatasi stress dan kecemasan. Dalam ,
kehidupan sehari-hari biasanya setiap individu akan menghadapi suatu masalah. Masalah yang dihadapi tersebut ada yang dapat terselesaikan dengan mudah dan ada yang tidak dapat diselesaikan dengan mudah, dan ketika masalah yang dihadapinya sulit untuk terselesaikan maka biasanya akan menimbulkan stress, dan apabila individu tersebut tidak dapat mengatasi stress yang datang maka ia dapat disebut dengan individu yang kurang dapat menyesuaikan diri.
Kriteria yang ketiga yaitu memiliki citra diri positif. Citra diri merupakan salah satu indikator dari penyesuaian diri, dan persepsi merupakan salah satu indikator dari citra diri, ketika persepsi tidak disetujui dan individu tidak mampu mengharmonisasikan persepsi tersebut maka ia akan menjadi maladjustment tetapi apabila individu tersebut dapat mengharmonisasikan persepsi tersebut maka ia dapat dikatakan sebagai orang yang mampu menyesuaikan diri.
Yang keempat yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan. Dalam mengekspresikan perasaannya biasanya individu yang mempunyai pola
16
penyesuaian diri yang baik mampu mengontrol emosi atau perasaannya sehingga apabila ia bergembira iapun tidak terlalu larut dalam kegembiraan dan begitu juga sebaliknya apabila ia bersedih iapun tidak terlalu larut dalam kesedihannya. Biasanya orang seperti ini mempunyai kontrol diri yang baik, yang tidak mengontrol secara berlebihan dan tidak juga membiarkan dirinya tanpa kontrol sama sekali.
Yang kelima yaitu mempunyai hubungan interpersonal yang baik. orang yang mempunyai pola penyesuaian diri yang baik akan mampu mencapai keakraban yang mudah dalam hubungannya dengan kelompok sosial. Dan biasanya ia mampu membuat orang lain merasa nyaman ketika berinteraksi dengannya dan dia pun akan merasa nyaman bila berinteraksi dengan individu atau kelompok sosial yang lainnya. (Haber dan Ruyon 1984; Nita Pandriani Nainggolan, 2000 h. 26-28)
,
Maladjusment Menurut Buss seperti yang dikutip Adam E. Henry (1972) dalam bukunya psychology of adjusment, ada beberapa kriteria dalam menetukan penyesuaian yang buruk yaitu discomfort, bizarrenes, dan inefficiency.
Discomfort atau ketidaknyamanan dapat di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain indisposition, worry, depresion dan lain sebagainya. Kurang enak badan atau indisposition dapat di sebabkan oleh rasa lelah, sakit, mual dan
17
rasa muak yang di sebabkan oleh faktor biologis atau faktor lainnya. Kecemasan atau worry dapat di sebabkan oleh rasa takut yang tidak realistis, khawatir akan masa depan yang tidak pasti dan gelisah. Depresi atau depresion dapat di sebabkan oleh berbagai sebab antara lain gaga! dalam ujian, kekacauan dalam menangani pekerjaan atau bisa juga disebabkan oleh kehilangan seseorang yang dicintai.
Bi=arrenes are Unusual deviation from sosial norm or reality, prilaku yang ganjil adalah tingkah laku yang menyimpang dari norma sosial dan kenyataan. Beberapa penyakit yang menyimpang atau yang termasuk dalam bizarrenes antara lain adalah delusi, halusinasi, amnesia, phobia serta kompulsif. Termasuk juga diantaranya kenakalan remaja yang kronis atau chronic delinquency dan penyimpangan seksual
lneficiency atau ketidak berdayaan, banyak cara bagi individu untuk menyelesaikan masalahnya, dan banyak pula pola respon yang tercipta dalam mengerjakan masalahnya. Terkadang pola respon tertentu kurang praktis sehingga masalah tidak dapat terselesaikan. Ketidak berdayaan dalam menyelesaikan masalah secara ekstrim dianggap abnormal oleh lingkungan sosial. Ada dua cara dalam mengukur ketidak berdayaan seseorang yaitu membandingkan potensi individu dengan kemampuannya dan membandingkan kemampuannya dengan tugas yang diembannya (Adam E. Henry, 1972. h 11 ).
18
Yang dimaksud maladjustment di sini bukan berarti individu tersebut tidak dapat menyesuaikan diri sama sekali, sebenarnya dia dapat menyesuaikan diri namun tidak seperti kebiasaan orang normal sehingga orang lain mengangap dia mempunyai pola penyesuaian diri yang buruk.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1993) dalam bukunya kesehatan mental, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah:
frustrasi Frustrasi adalah proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan kebutuhan atau menyangka bahwa akan terjadinya sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Frustrasi ini terkait dengan stress, stress sendiri terbagi dua stress yang positif atau austress dan stress yang negatif atau distress. Apabila orang tersebut mampu mengatasi stress maka sebut dengan austress dan orang yang demikian dapat dikatakan orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik dan apabila orang tersebut tidak mampu mengatasi stress yang datang maka ia disebut dengan distress dan orang yang demikian itu dapat dikatakan dengan orang yang tidak mampu menyesuaikan diri.
konflik
19
konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain. Menurut Zakiahkonflik itu terbagi tiga yang pertama yaitu konflik terhadap dua hal yang diingini, yang tidak mungkin di ambil keduanya, misalnya seorang gadis yang dilamar oleh dua orang pemuda yang sama-sama di cintainya, jika ia memilih A maka ia akan kehilangan yang B begitu juga sebaliknya. Yang kedua yaitu konflik terhadap dua hal yang bertentangan, contohnya adalah seorang anak yang ingin naik gunung tetapi oleh sang ibu dilarang, di satu sisi sang ibu tidak ingin kalau anaknya tidak mempunyai pengalaman yang menarik di saat Ii bu ran, tetapi di sisi yang lain ibu tersebut juga takut kalau anaknya mengalami kecelakaan di jalan. Yang ketiga yaitu konflik terhadap dua hal yang tidak diingini contohnya adalah seorang militer yang turun ke medan perang ia tidak ingin membunuh lawannya tetapi kalau ia tidak membunuh maka ia akan dibunuh oleh lawannya.
kecemasan kecemasa~
adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur
baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Kecemasan itu mempunyai segi yang di sadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa, juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.
20
Kecemasan pun menurut Zakiahdapat di sebabkan oleh beberapa hal yang pertama yaitu rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancamnya. Contohnya adalah seorang pejalan kaki yang melihat moibil berkecepatan tinggi datang menuju kearahnya seakan-akan ingin menabraknya tentunya ia akan merasa takut dan mencoba untuk menyelamatkan diri. Yang kedua rasa cemas berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk yaitu takut terhadap hal yang tidak jelas, tidak tentu, dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu mempengaruhi kepribadian seseorang. Bentuk yang lainnya adalah kecemasan yang ditimbulkan oleh benda-benda yang ada kaitan dengan dirinya.' Yang ketiga kecemasan yang disebabkan oleh rasa berdosa atau bersalah karena melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Cemas ini juga dapat diikuti denngan beberapa gejala baik itu fisik seperti jantung berdebar-debar, ujung jari berkeringat, dan lain-lain; dan gejala psikis seperti tidak nyaman, rasa takut yang berlebihan, gelisah, tidak percaya diri, merasa rendah diri dan lain-lain. (ZakiahDaradjat, 1993 h. 24-28)
2.1.4 Pendekatan Aliran Psikologi Terhadap Penyesuaian Di bawah ini merupakan pendekatan dari aliran psikologi terhadap penyesuaian yang dikutip dari Calhoun dan Acocella (1990) dalam bukunya psychology of adjustment and human relationship yang diterjemahkan oleh R.S Satmoko (1995) psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan
21
Psikoanalisa Tidak dapat dipungkiri bahwa Freud merupakan tokoh psikoanalis yang sangat berpengaruh pada pemikiran tentang psikologi bagi para psikolog sesudahnya, oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas pemikirannya tentang penyesuaian.
Menurut Freud (1920) proses penyesuaian pada orang dewasa itu dapat terjadi tergantung dari terpuaskan atau tidaknya naluri pada fase perkembangan awal manusia, apabila pada masa-masa awal tersebut terjadi pengalaman yang tidak menyenangkan di waktu menyusui atau diwaktu berlatih bersih-bersih (toilet training), atau terjadi pemanjaan, keadaan tertekan dan kekurang konsistenan orang tua dalam menerapkan pelatihan yang sesuai bagi anak, biasanya anak akan mengalami konflik yang berat dan hal ini dapat melemahkan ego, menghambat kedewasaan anak dan anak akan mengalami fiksasi dan regresi. Dalam proses yang disebut fiksasi anak akan mengalami kemunduran pada fase sebelumnya, sehingga ego untuk menyenangkan id kembali jatuh pada ukuran infantil dan tidak menemukan kedewasaan. Contohnya adalah individu yang mengalami fiksasi atau kembali dari fase sebelumnya dari fase anal ke fase oral biasanya individu tersebut terlihat sering memainkan bibir atau Iidahnya, bertingkah laku biasa tergantung dan terlihat seperti kelaparan. Akibat lain dari kemunduran perkembangan adalah regresi yaitu kembalinya perkembangan rnanusia
22
kepada fase-fase manapun sesudahnya. Contohnya adalah orang dewasa yang selalu jengkel apabila ada orang yang menghalangi keinginannya walaupun orang yang menghalangi tersebut bermaksud baik.
Sebaliknya penyesuaian yang baik dapat terjadi, bila terdapat keseimbangan yang rasional, pada waktu anak-anak dari pemuasan dan dorongan yang datang. Contoh apabila orang tersebut mencapai keselarasan antara id, ego dan superego biasanya apabila ia diajak berkelahi, maka ia akan menolak ajakan itu, karena dorongan yang digunakan orang tersebut untuk menyerang biasanya terbentur oleh superego yang melarang untuk berbuat kejahatan. Sebaliknya ia akan menjadi hakim atau atlit beladiri untuk dijadikan pemuas dorongan tersebut sehingga lebih bernilai dan lebih diakui. Kesimpulannya bahwa orang yang menyesuaikan diri pada dasarnya terkait oleh id akan tetapi dengan bantuan ego yang sehat individu mampu mengatasi konflik tersebut. (J.F. Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h. 19-21)
Neo-psikoanalis Frued memiliki sejumlah pengikut yang brilian yang memisahkan diri dari Frued karena menurut mereka ada beberapa kekeliruan dari pemikiran Frued diantaranya adalah Freud memandang id sebagai motivator dasar di dalam tingkah laku manusia, ego mengatur id tetapi hal tersebut tidak mampu
23
menggantikan tiap dorongan itu sendiri. Oleh karena itu sekalipun fungsinya mungkin rumit, ego tidak mampu menjelaskan kepribadian manusia yang sebenarnya dan inilah hak istimewa dari id. Pandangan yang bertentangan dengan itu, penganut neo-fruedian memberi argumentasi tentang fungsi egopersepsi, memori, problem solving, kreativitas- sama pentingnya dengan id, karena menurut mereka ego mempunyai kekuatan sendiri untuk mengatur.
Pertentangan yang lainnya adalah pertentangan mengenai penyesuaian sosial menurut Freud penyesuaian diri terjadi apabila anak mampu menjalani lima tahap perkembangan manusia dengan baik . Sedangkan para neopsikosnslis memandang bahwa penyesuaian diri adalah suatu kemampuan dan maladjustment adalah suatu ketidak mampuan, membentuk kasih sayang dan keakraban dengan orang lain. Untuk menggambarkan kedua pertentangan tersebut, kita akan tinjau pemikiran dari Erich Fromm dan Erik Erikson.
Fromm (1947) menekankan pentingnya masyarakat bagi penyesuaian manusia. dalam pandangan Freud kepribadian manusia dewasa dibentuk oleh pemuasan biologis tidak terlalu banyak dibentuk oleh watak masyarakat, sedangkan menurut Fromm, pribadi yang pasif dan tergantung merupakan pembentukan dari masyarakat yang otoriter, masyarakat kapitalis membentuk manusia menjadi pribadi seperti robot yang tidak tahu mawas-diri ataupun orang lain dan memandang segala sesuatunya sebagai komoditi yang
24
diperjual-belikan, sedangkan pribadi yang produktif hanya dapat diciptakan oleh masyarakat yang idealistis, pribadi yang produktif adalah pribadi yang '
mampu menyayangi dan mengerahkan diri sehingga dapat meningkatkan kemampuannya, pribadi yang produktif inilah menurut Fromm yang mempunyai penyesuaian yang bagus. Karena menurut Fromm tidak hanya masyarakat yang menciptakan kepribadian tetapi melalui kepribadian kita kita juga dapat membina masyarakat.
Sedangkan menurut Erikson (1963) penyesuaian dapat terjadi berdasarkan kemelut yang mengikuti hubungan individual dengan orang lain. Pada tahun pertama perkembangan manusia misalnya keharmonisan dan ketidakharmonisan hubungan orang tua dan anak menghasilkan kepercayaan dan ketidak percayaan terhadap orang lain. Pada tahun kedua masa perkembangan anak bila latihan bersih-bersih dan belajar berjalan yang dilakukan anak berlangsung dengan baik maka anak akan mampu otonomi dan mempunyai kepercayaan diri yang baik, dengan begitu dapat dipastikan anak akan mampu melakukan penyesuaian dengan baik.
Menurut Erikson (1963) setiap fase perkembangan manusia mempunyai kemelut yang dapat diselesaikan oleh individu secara konstruktif ataupun destruktif. Penyelesaian dari kemelut yang tidak baik pada fase tertentu dari perkembangan manusia akan melemahkan ego, sehingga individu tersebut
25
kurang mampu menyesuaikan diri, tetapi manusia tersebut tetap melakukan penyesuaian, kadang berjalan lumayan sukses.
Teori ini berbeda dengan teori Freud dalam beberapa hal yang pertama, dalam sistem Erikson, ego berfungsi lebih sulit dari pada id yang hanya dijadikan pemuas nafsu seperti yang dikemukakan Freud. Karena ego menurut Erikson mempunyai kekuatan untuk berdiri sendiri yang bertugas untuk menyelesaikan masalah. Kedua, dalam sistem Erikson kemelut dan jalan keluarnya dinyatakan secara umum dengan istilah sosial. Pada Freud fase-fase tersebut dinyatakan dengan fase psikoseksual namun pada Erikson dinyatakan dengan fase psikososial. Jadi senada dengan Fromm, Erikson pun mengungkapkan penyesuaian merupakan kapasitas untuk membentuk hubungan yang hangat dan dapat dipercaya dengan orang lain (J.F. Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h.21-24).
Teori Behavioral Psikologi behavioral dikembangkan sebagai reaksi terhadap teori psikoanalis, '
para behaviorisme merasa tidak puas terhadap teori psokoanalis yang cenderung subjektif, menurut psikologi behavioris kepribadian manusia tidak bisa diterangkan hanya dengan hal yang tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur {id, ego, dan super ego). Untuk memperbaiki situasi ini, mereka mengajukan bahwa psikologi ini harus dipelajari berdasarkan rumusan yang
26
khusus, tingkah laku yang dapat diukur-benda yang dapat dilihat, dan sebab-sebab yang dapat dilihat dari tingkah laku tersebut.
Berdasarkan behaviorisme klasik, orang yang terlibat dengan tingkah laku tertentu mereka akan mempelajarinya melalui pengalaman-pengalaman tedahulu, dan menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Seperti pada kejadian orang yang menghentikan tingkah laku tertentu akibat tidak mendapatkan hadiah dari lingkungannya.
Namun, seiring dengan meluasnya teori behavioris, maka pemikiran tentang teori ini pun semakin beragam, sehingga banyak ahli psikologi sekarang merasa bahwa tingkah laku manusia tidak hanya dapat dijelaskan dengan hadiah dan hukuman eksternal saja, pikiran dan perasaan atau kejadian internal lainnya harus diperhitungkan juga.
Behaviorisme Kognitif Menurut behaviorisme kognitif penyesuaian yang baik merupakan kemampuan untuk mengartikan kejadian-kejadian secara nyata dengan aka! yang positif, sehingga menghasilkan yang dapat lebih menyempumakan penyesuaian diri pada menghancurkan dirinya sendiri.
Menurut Walter Mischel (1973) tingkah laku merupakan hasil sating berhubungan antara karakteristik pribadi dengan lingkungan. Menurut
27
Mischel bagaimanapun individu sama pentingnya dengan situasi disatu sisi ada variabel situasional contohnya dengan siapa anda bicara, di mana anda bicara, dan bagaimana kondisi udara disekitar anda. Dan variable personal seperti kemampuan-kemampuan anda, harapan- harapan, nilai-nilai dan kebiasaan anda berpikir. Saling berkaitan dalam hal penyesuaian diri. Teori Mischel ini memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain, kekurangannya kaum behavioris di satu pihak memperhatikan proses mental yang tidak dapat diamati, dan membuang peraturan-peraturan yang sangat di junjung tinggi oleh behavioris klasik. Dan kelebihannya adalah karena kaum behavioris kognitif nampaknya menyajikan penjelasan tentang kegiatan tingkah laku manusia yang lebih lengkap dan karena itu juga kaum behavioris kognitif ini lebih realistis dalam memandang tingkah laku manusia (J.F. Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h. 24-25).
Teori Humanistik Kaum humanistik berpendapat bahwa penyesuaian yang ideal merupakan lebih dari sekedar penyelesaian secara sederhana, atau juga penyelesaian yang berhasil dengan keadaan yang nyata yang terdapat dalam kehidupan anda. Untuk dapat mengetahui teori humanistik kita perlu melihat pada humanistis yang sangat berpengaruh yaitu Abraham Maslow dan Carl Roger. Sumbangan yang sangat berpengaruh dari Abraham maslow adalah teori hierarki kebutuhan. Menurut maslow (1954) penyesuaian yang diajarkan oleh teori psikologi sebelumnya yaitu psikodinamika dan behavioris- pemenuhan
28
kebutuhan biologis, mendapatkan teman, belajar menghargai diri sendirisebenarnya hanyalah persiapan untuk menghadapi tantangan yang lebih tinggi yaitu aktualisasi-diri sebagai pemenuhan secara sempuma potensi unik seseorang.
Maslow mengurutkan kebutuhan manusia atas 5 tahap, Pertama yaitu kebutuhan fisik seperti lapar, haus dan dorongan seksual.
Kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman seperti bebas dari bahaya dan merasa tentram.
Ketiga yaitu kebutuhan akan rasa cinta seperti dapat mencintai dan dicintai, mempunyai anggota keluarga, dapat berhubungan dengan orang lain, dan menjadi anggota suatu kelompok.
Keempat yaitu kebutuhan akan kepercayaan diri, merasa mampu, mendapat kepercayaan dan pengakuan.
Kelima yaitu aktualisasi diri atau kebutuhan untuk mencapai kemampuan unik seseorang. Menurut maslow (1954) setiap tipe kebutuhan harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan berikutnya diupayakan.
29
Menurut ma slow ( 1954) penyesuaian yang optimal baru terjadi apabila orang tersebut telah memenuhi keempat kategori kebutuhannya terdahulu secukupnya, untuk selanjutnya mengarah pada aktualisasi diri: suatu ekspresi yang bebas dan sempurna dari kemampuan dasar serta kemampuan-kemampuan selanjutnya yang telah dimiliki.
Rogers, sama halnya dengan maslow yang memberi batasan tentang penyesuian diri dengan aktualisasi diri, menurut Rogers (1951) kunci dari aktualisasi diri adalah konsep diri, yang merupakan sebagian besar pengalaman kita pada waktu kecil, khususnya dengan orang tua kita sendiri. Sumbangan khusus dari teori konsep diri ini adalah telah dapat menjelaskan mengapa sebagian orang berhasil dalam mencapai aktualisasi diri dan mengapa sebagian lagi tidak berhasil.
Semua anak secara alamiah mendambakan kehangatan dan penerimaan dari orang tuanya, namun banyak dari orang tua hanya mau menerima anaknya dengan kondisi suatu tingkahlaku tertentu seperti yang mereka harapkan. Dan kondisi ini yang menurut rogers akan menjadi penyebab terjadinya konsep diri anak tidak lumrah dan terbatasi.
Bila orang tua menuntut anaknya menjadi baik maka anak akan menggambarkan dirinya agar menjadi baik, baik di sini adalah baik menurut orang tuanya, sehingga dia akan menghapus dari kesadarannya setiap
30
pengalaman yang bertentangan dengan kebaikan dirinya. Kerugian yang di dapat adal"!h bahwa kekuatan orang tersebut disia-siakan bagi pertahanan konsep-diri yang tidak realistis yang seharusnya dapat digunakan untuk mengekspresikan secara sempurna sesuatu ysebenarnya merupakan pengalaman yang sangat bermacam macam bagi dirinya di dunia. Bagi Rogers pra syarat yang terpenting untuk tercapainya aktualisasi-diri adalah konsep-diri yang luas dan fleksibel, sehingga kita dapat menyerap semua pengalaman dan mengekspresikan diri kita secara penuh (J.F. Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h26-29).
Teori eksistensial Seperti halnya kaum Humanis teori eksistensial pun mempelajari suatu kepribadian yang dinamis dalam memandang manusia. Namun yang membedakannya dari kaum humanis adalah prosesnya. Pada teori humanis manusia akan mencapai aktualisasi diri setelah semua kebutuhan yang di bawahnya terpenuhi tetapi pada eksistensialis manusia akan mencapai kebermaknaan hidup dengan cara pengembangan diri pribadi yang sesuai dengan cita-cita orang tersebut.
Para eksistensialis sependapat dengan para humanis yang memandang tingkah laku sebagai hasil dari pilihan yang bebas. Mereka juga sependapat dengan para humanis bahwa persepsi dan kesanggupan kemampuan tiap orang adalah sama sekali unik dan bahwa penyesuaian yang baik berarti
31
suatu realisasi penuh tentang kesanggupan seseorang. Namun yang membedakan antara para humanis dan para eksisitensialis adalah dalam hal bagaimana mereka mencapainya. Bagi para humanis, aktualisasi-diri merupakan suatu hal yang agak otomatis seperti halnya bunga, manusia akan mencapai perkembangan penuh apabila telah mencapai tahap perkembangan di bawahnya. Sedangkan bagi para eksistensialis, perkembangan penuh potensi seseorang merupakan proses yang lebih sukar, membutuhkan perjuangan yang menyakitkan, dalam kesepian dan ketakutan.
Menurut Frankl (1962) kekuatan motivasi yang utama dari kehidupan manusia bukanlah keinginan untuk bersenang-senang atau keinginan untuk berkuasa, melainkan keinginan untuk bermakna. Satu-satunya jalan untuk mencapai kebermaknaan hidup adalah dengan jalan mengikuti nilai-nilainya, apa yang kita lakukan beberapa untuk mencapai tujuan, memperhatikan orang lain, dan mencoba meruml,lskannya dengan kesulitan.
Frankl (1962) berpendapat bahwa psikologi tradisional akan menghasilkan gambaran yang rancu dari keadaan manusia apabila meninggalkan kehidupan rohani. Menurut-nya pernyataan spiritual tersebut merupakan kebutuhan mutlak untuk kesehatan psikis. (Calhoun dan Acocella, 1990; R.S. Satmoko, 1995 h. 29-30)
32
2.2. Kegiatan santri di Pondok Pesantren 2.2.1. Pengertian Pondok Pesantren Menurut Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Bidang Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, Departemen Agama Republik Indonesia (2002) dalam Pedoman pondok pesantren, definisi pondok pesantren pada umumnya tergambar pada beberapa ciri khas yang biasa ada dalam pondok pesantren yaitu adanya pengasuh pondok pesantren (kyai/ ajengan/ tuan guru/ tengku/ ustadzl buya), adanya masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan tempat belajar, adanya santri yang belajar, serta adanya asrama sebagai tempat tinggal santri. Disamping empat komponen tersebut hampir setiap pesantren juga menggunakan kitab kuning (kitab klasik tentang ilmu-ilmu keislaman yang menggunakan bahasa Arab yang disusun pada abad pertengahan sebagai sumber kajian.
Selain itu dalam pedoman yang ditulis oleh Departemen Agama RI membagi pondok pesantren dalam dua macam yang pertama pondok pesantren Khalafiyah atau 'Ashriyah yaitu pondok pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sistem sekolah, kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum pemerintah, dalam hal ini departemen pendidikan nasional dan departemen agama, melalui penyelenggaraan SD, SL TP, dan SMU, atau Ml, MTS, dan MA bahkan ada juga yang sampai perguruan tinggi. Dan pondok pesantren
33
Salafiyah yaitu pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem pendidikan khas pondok pesantren, baik kurikulum maupun metode pendidikannya, bahan pelajarannyapun meliputi ilmu-ilmu agama islam, dengan mempergunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab, sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing santri. Pembelajaran dengan sistem badongan dan sorogan masih tetap dipertahankan, tetapi sudah banyak yang menggunakan sistem klasikal. (Depag RI, 2000 h. 6-7)
Menurut Marwan Saridjo (1983) dalam bukunya sejarah pondok pesantren di indosesia secara singkatnya yang dimaksud dengan pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang sekurang-kurangnya mempunyai tiga unsur yaitu kyai yang mendidik dan mengajar , santri yang belajar dan rnasjid tempat mengaji.
Lebih lanjut lagi menurut Marwan Saridjo (1983} yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non-klasikal (sistem badongan dan sorogan) di mana seorang Kyai mengajar santri-santrinya berdasarkan kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal di dalam asrama yang disediakan oleh pesantren. Dan yang dimaksud dengan pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran
34
agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut di atas tetapi para santrinya tidak disediakan asrama sehingga para santrinya tinggal rumah dan pemukiman warga sekitar pesantren. Di mana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem wetonan yaitu para santri datang kepada gurunya pada waktu-waktu tertentu. (Marwan Saridjo, 1983 h. 9-10)
Santri Seorang alim hanya akan dapat disebut kyai apabila mempunyai pesantren dan santri yang tinggal di dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab kuning. Oleh karena itu santri merupakan elemen penting bagi terciptanya sebuah pondok pesantren.
Menurut Zamakhsyari Dhofier (1982) dalam bukunya tradisi pesantren; studi tentang par'1dangan hidup kyai, dalam suatu lembaga pesantren santci terbagi menjadi dua macam yang pertama, santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari luar daerah tersebut atau dari daerah tersebut dan menetap dalam asrama yang disediakan oleh pesantren untuk belajar dalam pondok pesantren tersebut. Ada beberapa alasan mengapa santri memilih menetap di pesantren, pertama yaitu ingin membahas kitab-kitab yang lain di bawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren tersebut; yang kedua ingn memperoleh pengalaman kehidupan di dalam pesantren, baik itu system pengajaran, sitem pengorganisasian, sampai hubungan dengan pesantren
35
lain; yang ketiga yaitu ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa di sibukan oleh kegiatan sehari-hari di rumah keluarganya. Dan santri yang pulang pergi dan tidak menetap di pondok pesantren atau biasa disebut santri kalong yaitu santri yang yang dalam kesehariannya tidak menetap dalam pesantren untuk mengikuti pelajaran di pesantren melainkan pulang pergi dari rumahnya sendiri, biasanya santri yang seperti ini mempunyai rumah yang dekat dengan lokasi pesantren. (Zamakhsyari Dhofier, 1985 h. 51-52)
Tugas Perkembangan Santri Pada Masa Kanak Kakak Akhir "fang Terkait Dengan Penyesuaian Diri Menurut hurlock (1980) pada masa ini tugas perkembangan yang diemban oleh anak adalah "belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya, mulai mengembangkan peran sosial antara pria dan wanita, mengembangkan hati nurani, moral serta etika dan mulai mengembangkan sikap solidaritas terhadap kelompoknya"(Hurlock 1980; h 10).
Dalam menyesuaikan diri dengan teman sebayanya kadang anak takut akan ditolak oleh kelompoknya, dengan demikian anak berusaha mati-matian untuk menyamai standar kelompoknya walaupun itu terkadang harus melawan standar orang tua mereka. Motivasi inilah yang merupakan sosialisasi pada akhir masa kanak-kanak walaupun terkadang harus memperbudak dirinya agar diterima oleh kelompoknya.
36
Sedangkan dalam peranan sosial dimulai segera setelah kelahiran namun pada masa,kanak-kanak akhir mulai muncul kekuatan-kekuatan baru yang memainkan peranan penggolongan peran sosial. Anak biasanya banyak belajar dari pelajaran di sekolah dan aktivitas gurunnya, namun kebanyakan anak laki-laki lebih banyak belajar dari media massa mengenai pentingnya laki-laki disbanding dengan perempuan dan ank perempuan lebih banyak belajar dari ibunya mengenai tugas tugas yang di lakukan oleh anak perempuan.
Dalam hal penanaman moral pada masa kanak-kanak akhir cenderung mengikuti moral orang dewasa sehingga pada masa ini moral anak mulai sama dengan standar moral yang ditetapkan orang dewasa, dan penilaian tentang moral anak perempuan cenderung lebih matang dibandingkan dengan panilaian tentang moral anak laki-laki karena anak perempuan lebih banyak mendapatkan bimbingan dan lebih diawasi oleh orang tuanya.
Perkembangan solidaritas anak biasanya ditandai dengan keikut sertaan anak pada kelompoknnnya atau geng anak-anak yang biasanya lebih mekedepankan kesenangan bukannya mengacau atau malkukan perilaku yang amoral.
37
2.2.2. kegiatan di pondok pesantren Kegiatan yang biasa dilakukan santri sehari hari tidak jauh dari masjlis dan madrasah seperti mengaji kitab klasik (kitab kuning) baik itu dengan metode sorogan atau badongan, dan belajar formal di madrasah atau sekolah umum. Selebihnya adalah kegiatan ekstra seperti pramuka, olah raga dan kegiatan kesenian seperti qosidah, marawis, teater, bela diri dan lain lain, adapun kegiatan yang biasa dilakukan di asrama adalah belajar kosa kata bahasa arab dan inggris atau mufrodaat serta kegiatan individual sehari-hari seperti mencuci memasak dan membersihkan asrama.
Adapun beberapa kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan se-waktu hari sekolah menurut hasil penelitian Sudjoko Prasodjo Dkk (1974) dari tim LP3S dalam profil pesantren; laporan hasil penelitian pesantren al-falak dan delapan pesantren lainnya di Bogor adalah sebagai berikut : shalat Subuh berjamaah di masjid, setelah itu tadararus AJ-Quran, dilanjutkan dengan olah raga (hari libur), persiapan sekolah dan makan pagi, sekolah, shalat Dzuhur berjama'ah, makan siang, istirahat (ada beberapa pesantren yang melaksanakan idhofah atau sekolah siang) , shalat Ashar berjamaah, mengaji kitab, berolah raga, persiapan shalat magrib, mengaji Al-Quran, makan malam, shalat lsya berjama'ah, belajar kitab kuning, mufrodaat, belajar, dan istirahat. ke esokan harinya kegiatan tersebut terulang kembali (Sudjoko dkk, 1974 h ).
38
Sedangkan kegiatan sehari-hari di pondok pesantren Darunnajah tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjoko Prasodjo dkk (1974), adapun kegiatannya antara lain: Shalat shubuh berjama'ah, tadarus al-quran, muhadatsah, olah raga pagi,persiapan sekolah, mandi, makan pagi, sekolah, shalat dzuhur, makan siang, idhofah (sekolah siang), shalat ashar, ekstrakurikuler ( PRAMUKA, Tapak Suci, Jamiyyatuh Tahfidz, Jamiyyah Qurro', Jamiyyah Muballighiin, olah raga), mandi, shalat maghrib, mengaji Al-Quran, makan malam, shalat isya, mengaji Al-Quan dan kitab kuning, mufroda'at, belajar dan istirahat, keesokan harinya kegiatan tersebut terulang kembali.
2.3 Penyesuaian Diri Santri Di Pondok Pesantren ketika individu memasuki lingkungan yang baru tentunya ia perlu menyesuaikan diri, baik itu lingkungan fisik seperti suhu udara maupun lingkungan sosial seperti teman, hukum dan peraturan dan sebagainya, sehingga individu tersebut mampu memenuhi kebutuhannya.
Begitu juga seorang santri yang baru memasuki pesantren dan tinggal di dalamnya ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru, teman yang baru, peraturan yang berbeda, kegiatan yang berbeda, dan usaha terhadap pemenuhan kebutuhan yang berbeda dengan di rumah,
39
karena di pesantren ia harus melakukan pemenuhan kebutuhannya sendiri, sehingga ia dapat mangembangkan potensi yang dimilikinya, dan mengaplikasikan potensi tersebut.
Bagi santri yang baru memasuki pesantren tentunya ia akan mengalami pergantian 'teman dan akan menemukan teman-teman yang berbeda dari temannya di rumah. Pergantian teman ini merupakan pelajaran berharga yang diterima oleh anak dan memainkan peranan penting yang dalam proses penyesuaian diri anak di lingkungan sosialnya. Menurut Hurlock (1978) dalam bukunya child development yang diterjemahkan dr. Med. Neitasari Tjandrasa dan Ora. Muslichah Zarkasih dalam bukunya perkembangan anak; edisi keenam, menyatakan bahwa dalam proses pergantian teman anak akan belajar:
Yang pertama yaitu, karena pergantian teman hapir selalu menimbulkan hal yang kurang menyenangkan dan menimbulkan kesepian maka anak akan mempelajari sejauhmana makna akan pentingnya teman bagi mereka. Hal ini akan memberikan motivasi bagi mereka untuk belajar menampilkan tingkah laku yang akan mencegah terjadinya pergantian teman atau setidaknya mengurangi hal tersebut.
Yang kedua yaitu, akan mempelajari karakter teman yang dapat memenuhi kebutuhannya dan ia akan mencari teman seperti yang ia inginkan. Dan
40
ketika ia mempelajari jenis karakteristik teman seperti apa yang dapat memenuhi'kebutuhannya maka ia akan selektif mencari teman.
Yang ketiga yaitu, ketika ia memilih teman, maka dengan sendirinya ia akan belajar menyesuaikan diri dengan kelompok sosialnya, dan ia berusaha untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya sehingga ia tidak egosentris. (Hurlock 1978; dr. Med. Neitasari Tjandrasa dan Dra. Muslichah Zarkasih, h. 292).
Dan lebih lanjut lagi menurut Hurlock (1978) usaha penyesuaian diri sosial itu merupakan keberhasilan individu dalam dalam menyesuaikan diri dengan orang lain dan dengan kelompoknya. Di bawah ini adalah kriteria yang baik dari pola penyesuaian diri, antara lain:
Mempunyai penampilan yang nyata. Maksud dari penampilan yang nyata adalah seorang anak yang ingin diterima oleh kelompoknya maka ia harus bisa memenuhi harapan kelompoknya dan mampu bertingkah faku sesuai dengan standar kelompoknya.
Mampu menyesuaikan diri dengan kelompok lain. lndividu yang mampu menyesuaikan diri dengan kelompok lain (kelompok yang lebih dewasa) dianggap mempunyai pola penyesuaian yang baik karena ia mampu
40
ketika ia mempelajari jenis karakteristik teman seperti apa yang dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan selektif mencari teman.
Yang ketiga yaitu, ketika ia memilih teman, maka dengan sendirinya ia akan belajar menyesuaikan diri dengan kelompok sosialnya, dan ia berusaha untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya sehingga ia tidak egosentris. (Hurlock 1978; dr. Med. Neitasari Tjandrasa dan Ora. Muslichah Zarkasih, h.
292).
Dan lebih lanjut lagi menurut Hurlock (1978) usaha penyesuaian diri sosial itu merupakan keberhasilan individu dalam dalam menyesuaikan diri dengan orang lain dan dengan kelompoknya. Di bawah ini adalah kriteria yang baik dari pola penyesuaian diri, antara lain:
Mempunyai penampilan yang nyata. Maksud dari penampilan yang nyata adalah seorang anak yang ingin diterima oleh kelompoknya maka ia harus bisa memenuhi harapan kelompoknya dan mampu bertingkah laku sesuai dengan standar kelompoknya.
Mampu menyesuaikan diri dengan kelompok lain. lndividu yang mampu menye,suaikan diri dengan kelompok lain (kelompok yang lebih dewasa) dianggap mempunyai pola penyesuaian yang baik karena ia mampu
41
mengharmonisasikan perbedaan persepsi yang ada di dalam kelompoknya dengan persepsi yang ada dikelompok lain.
Mempunyai sikap sosial. Anak harus dapat menunjukan sikap yang mampu diterima oleh kelompok sosialnya, dan mampu berpartisipasi dalam kelompok sosialnya, serta mengetahui perannya dalam kelompok sosial sehingga dapat dikatakan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Kepuasan pribadi. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik, maka anak harus dapat merasa puas terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial baik sebagai anggota maupun sebagai pemimpin kelompok.
Dari beberapa hal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam pondok pesantren anak akan di hadapkan dengan masalah- masalah penyesuaian diri, baik itu fisik maupun sosial. Untuk itu dorongan dari orang tua dan lingkungan mutlak sangat diperlukan supaya anak dapat mandiri. Penyesuian diri merupakan hal yang dinamis sehingga sewaktu-waktu dapat berubah dengan cepat. Dalam proses perubahan ini menuntut semua pihak yang terkait (orang tua, pengasuh, dan santri senior) untuk dapat memberikan bimbingan sehingga anak dapat berinteraksi dengan baik di lingkungannya.
BAB3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab tiga ini penulis akan mengemukakan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, juga akan dibahas mengenai jenis dan metode penelitian, serta metode dan instrumen yang dipakai dalam pengumpulan '
data. Data yang diperoleh akan menjawab pertanyaan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah penyesuaian diri santri di pondok pesantren terhadap kegiatan pesantren.
Pada bab ini juga penulis akan mengemukakan mengenai subjek penelitian, termasuk bagaimana seleksi dan kriteria dalam menentukan subjek yang ada. Kemudian akan dijelaskan beberapa prosedur yang dipakai, analisa data yang diperoleh dan akan disajikan pula etika dalam penelitian.
3.1 Desain Penelitian Pendekatan Dua pendekatan yang biasa dilakukan oleh peneliti dalam menjawab masalah penelitiannya yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan kualiatif, dipilihnya pendekatan ini agar didapatkan gambaran secara mendalam dan
43
lebih akurat mengenai penyesuaian diri san!ri di pondok pesan!ren terhadap kegiatan pesantren.
Selain itu juga pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena secara sistematis, faktual dan akurat mengenai penyesuaian diri santri di pondok pesantren terhadap kegiatan pesantren. Jadi pendekatan yang dipakai pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif jenis studi kasus, yaitu mendeskrifsikan dengan rinci mengenai prilaku penyesuaian diri santri di pondok pesantren selama kurun waktu tertentu.
3.2 Teknik Pengumpulan Data 3.2.1 Metode Pengumpulan Data. Seperti telah disebutkan sebelumnya, metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi sebagai pelengkap data Maka disini akan diuraikan lebih lanjut mengenai hal terse but.
Wawancara Pada penelitian kali ini penulis menggunakan tehnik wawancara mendalam sebagai metode utama dalam pengumpulan data. Penulis menggunakan
44
tehnik wawancara agar didapat data yang lebih mendalam mengenai penyesuaian diri santri di pondok pesantren. Adapun pengertian wawancara menurut Kerlinger "Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bersemuka (face to face) ketika seseorang -yakni pewawancara- melakukan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancara atau responden". (Kerlinger,
2000: 770)
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode wawancara adalah suatu situasi di mana terjadi hubungan secara langsung ( dengan bertatap muka) antara dua orang, dimana seorang berperan sebagai interviewer yang bertugas menanyai orang yang sedang diinterview, dan yang seorang lagi berperan sebagai responden atau interviewee ( dalam penelitian disebut sebagai subyek penelitian), yang bertugas untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tertentu yang terdapat dalam masalah-masalah penelitian.
Sedangkan menurut kartini kartono (1996) "wawancara adalah suatu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah". ( Kartini Kartono, 1996: 187). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah proses tanya jawab yang dilakukan dua orang atau lebih ( satu orang bertugas
45
sebagai penanya dan yang lainnya bertugas menjawab pertanyaan) yang saling berhadapan dan diarahkan pada suatu masalah penelitian. Pada penelitian kali ini proses wawancara dilakukan dengan cara individual atau satu responden bukan kalsikal atau banyak responden.
Menurut Patton (1980) dalam Moleong (2002) metode penelitian kualitatif, secara umum ada tiga pendekatan dasar dalam memperoleh data melalui wawancara, yaitu: Wawancara pembicaraan informal. Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitas dalam mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai. Wawancara demikian dilakukan pada latar alamiah.
Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokokpokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pokok-pokok itu dilakukan sebelum wawancara dilakukan. Pokok- pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya.
46
Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaannya , katakatanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan mendalam terbatas, dan hal itu bergantung pada situasi wawancara dan kecakapan pewawancara. (Patton, 1980; Moleong, 2002: 135-136)
Pada penelitian ini akan digunakan metode wawancara baku terbuka dengan seperangkat pertanyaan baku. Namun sebelum wawancara digunakan telah diuji cobakan (try out) terlebih dahulu sehingga bisa diketahui jenis pertanyaan dan urutan pertanyaan yang lebih cocok dan akurat. Jadi pertanyaan yang diajukan sesuai dengan topik penelitian dan pertanyaan juga telah dirumuskan.
lnstrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara. Pedoman wawancara adalah sebuah daftar pertanyaan mengenai tema-tema atau topik yang harus tercakup dalam proses wawancara dalam hal ini tema mengenai penyesuaian diri santri di pondok pesantren. Pesoman wawancara yang telah ,
dibuat berdasarkan teori yang telah dikemukakan pada bab dua.
Untuk membantu penulis dalam mencatat setiap jawaban pada saat wawancara, peneliti menggunakan alat bantu berupa tape recorder.
47
Penggunaan ala! ini dimaksudkan agar peneliti dapat konsentrasi pada proses wawancara tanapa dosibukan oleh kegiatan lain. Penggunaan alat ini menimbulkan kegelisahan dan menghambat jawaban yang jujur dan terbuka , oleh karena itu penggunaan ini juga atas persetujuan responden. Sehingga proses wawancara dapat berjalan dengan baik.
Observasi Pada penelitian ini digunakan juga metode observasi yang berfungsi sebagai metode pendukung. Adapun observasi menurut kartini kartono (1996) dalam bukunya pengantar metodologi riset sosial, menyatakan bahwa "obsevasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan" (Kartini Kartono 1996, 1957)
Sedangkan menurut Chaplin (1981) "observasi adalah pengujian secara intensional atau bertujuan sesuatu hal, khususnya untuk maksud pengumpulan data. Merupakan suatu verbalisasi terhadap suatu yang diamati" (Chaplin 1981; Kartini kartono 1996, 157).
3.2.2 Prosedur Pengumpulan Data untuk mendapatkan data dalam penelitian ini maka penulis melakukan beberapa hal yaitu membuat angket (daftar pertanyaan) yang sesuai dengan
48
teori yang di pergunakan pada penelitian kali ini. kemudian diuji validitas dan reliabelitasnya, kemudian membuat pedoman observasi.
3.2.3. Tehnik Analisa Data menurut patton (1980) analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar. Patton membedakan antara analisa data dan penafsiran, sedangkan penafsiran ialah memberi arti yuang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian (patton, 1980; moleong, 2002: 103)
dalam melakukan analisis data, ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh penulis. Pertama yaitu membuat daftar pertanyaan, pedoman observasi dan pedoman analisis dokumen. kemudian daftar pertanyaan tersebut ajukan kepada dosen pembimbing untuk mendapat saran dan masukan. Setelah itu baru dilakukan proses wawancara. Ketika data sudah terkurnpul baru dianalisa yng tertuang dalam bab empat.
3.3 Subjek Penelitian penelitian menggunakan pendekatan studi kasus yang dalam proses pengumpulan tidak ada pembatasan dalam menentukan jumlah responden.
49
Sehingga peneliti harus benar-benar yakin bahwa subjek yang dipilihnya telah memenuhi kriteria yang telah di tetapkan.
Dalam menentukan subjek penelitian peneliti menggunakan tehnik purposive sample atau sample bertujuan, yaitu pengambilan subjek yang menurut
peneliti sangat mewakili dan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Adapun klasifikasinya adalah: santri pondok pesantren dengan usia sebelas sampai empat belas tahun, menetap di pondok pesantren Darunnajah , baru menetap di pondok pesantren Darunnajah maksimal satu tahun, dan santri yang memiliki prestasi belajar di kelas dengan kriteria tinggi, sedang dan rendah dengan rujukan dari raport sekolah.
3.6. Etika Penelitian Etika merupakan kumpulan norma yang digunakan masyarakat untuk mengatur anggota kelompoknya. Sedangkan etika penelitian adalah "Norma yang digunaka oleh peneliti agar menjunjung tinggi nilai ilmiah yang berlaku. Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak meng!;Jormati, mematuhi dan mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan pribadi tersebut. Apabila terjadi benturan nilai, konflik, frustasi dan semacamnya akan berdampak besar pada kemurnian pengumpulan data". ( Moleong, 2002: 92)
Selanjutnya beberapa segi praktis yang perlu dilakukan peneliti dalam menghadapi persoalan etika menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam Moleong (2002) metodologi penelitian kualitatif, akan diuraikan dibawah ini:
50
ketika kita berhadapan dengan orang-orang pada latar penelitian, beritahukan secara jujur dan secara terbuka maksud dan tujuan. Hal itu hendaknya diajukan kepada mereka yang memberikan izin, kepada pejabat setempat, kepada subjek yang akan diamati atau diwawancarai.
Menghargai orang-orang yang akan diteliti bukan sebagai subjek, melainkan sebagai orang yang sama derajatnya dengan peneliti. Hargai, hormati, patuhi, semua peraturan, norma, nilai masyarakat, kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, tabu yang hidup didalam masyarakat tempat penelitian dilakukan.
Memegang kerahasiaan segala sesuatu yang berkenaan dengan informasi yang diberikan oleh subjek. Jika informasi yang diberikan oleh mereka tidak dikehendaki untuk dipublikasikan, hendaknya peneliti menghormatinya. Nama- nama subjek juga sebaiknya tidak disebutkan dalam laporan penelitian kecuali jika subjek tidak berkeberatan. Atau jika dipandang perlu, nama-nama tersebut diganti dengan nama lain atau inisial.
Menulis segala kejadian, peristiwa, cerita, dan lain-lain secara jujur, benar dan nyatakanlah sesuai aslinya. Memoles atau "memproses data dalam pabrik" ataupun "mengubah data" akan merupakan dosa terakhir bagai seorang ilmuwan (Bogdan dan Biklen, 1982: 50; maleong , 2002: 93) .
BAB4 HASIL PENELITIAN Pada bab empat ini peneliti akan memaparkan hasil pengolahan data yang meliputi ga'mbaran umum subjek penelitian, riwayat kasus, analisis kasus dan perbandingan antar kasus.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Dalam penelitian ini subyek seluruhnya berjumlah tiga orang. Usia subjek rata-rata dua belas tahun. Usia dua belas tahun menurut Hurlock adalah masa kanak-kanak akhir yang merupakan usia berkelompok "Pada usia ini ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bi/a tidak bersama teman-temannya . anak tidak lagi puas bermain di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian bi/a tidak bersama teman-temannya" (Hurlock, 1980 h 155-156)
inti dari pada perkembangan pada masa ini adalah penyesuaian diri anak terhadap kelompoknya, sehingga anak akan berusaha mati-matian agar diterima oleh kelompoknya hal inilah yang membuat anak akan menghabiskan waktu, bermain bersama teman-temannya dan rnengikuti standar yang di tetapkan oleh kelompoknya sehingga terkadang mengabaikan standar dari orang tuanya.
52
Pada penelitian ini nama-nama subyek diganti dengan nama tokoh-tokoh pewayangan untuk menjaga kerahasiaan subyek yang merupakan kode etik penelitian. Pada tabel 4.1. dibawah ini diuraikan gambaran umum subyek.
Tabel 4.1 No
Nam a
Usia
Jen is
Anak ke
Asal sekolah
6 dari 11
Ml Nurul
bersaudara
hidayah
kelamin 1.
Bi ma
11 tahun
Laki-laki
3 bulan
Jeruk purut 3
Laksmana
11 tahun
Laki-laki
2 bulan 4.
Yudhistira
12 tahun
Laki-laki
1 dari 4
SD kenari
bersaudara
08 pagi
3 dari 7
Ml
bersaudara
Darunnajah
4.2. Riwayat dan analisis kasus. 4.2.1. ldentifikasi dan latar belakang subyek masuk pondok pesantren Penelitian ini berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian , yaitu bagaimana cara santri baru menyesuaikan diri dengan kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren, masalah masalah apa saja yang
53
timbul ketika mereka mulai menjalani kehidupan di pesantren serta faktorfaktor apa yang mempengaruhi penyesuaian diri mereka.
Bi ma Sima merupakan anak ke-enam dari sebelas bersaudara saat ini usia Sima belum genap dua belas tahun. Sima mempunyai kulit yang putih bersih, tubuhnya terlihat kecil dengan tinggi badan sekitar seratus empat puluh centimeter. Ayahnya adalah seorang pegawai sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan S 1. Saat diwawancara Sima mengenakan kemeja dan celana panjang, ia juga terlihat sangat rapih. Dahulu sebelum masuk pesantren ia lebih suka memakai kaos dan celana pendek, sekarang ia lebih senang mengenakan baju koko dan celana panjang atau sarung, Sima ketika masuk pesantren sudah biasa memakai sarung karena ayahnya sudah mengajarkannya memakai sarung ketika di SD. Mengomentari perubahan gaya berpakaiannya Sima mengatakan bahwa itu terjadi karena peraturan serta suasana lingkungan.
Sima pertama kali mengetahui tentang pondok pesantren dari kakaknya yang kebetulan juga pernah bersekolah di pondok pesantren Darunnajah. Pada awalnya Sima sudah mempunyai keinginan untuk masuk pesantren, tetapi karena terpengaruh oleh teman-temannnya yang mengajak untuk
54
masuk ke SMP membuat Sima menolak untuk masuk pesantren. Hal ini membuat kakaknya harus membujuk Sima terlebih dahulu agar mau masuk ke pesantren, Sima diberi pengetahuan mengenai pesantren yang akhirnya membuat Sima memilih untuk masuk pesantren setelah lulus dari Madrasah lbtidaiyah.
Sima mau masuk pesantren karena ia ingin melanjutkan sekolah keluar negeri ia beralasan di pesantren ada program bahasa serta ada kesempatan beasiswa bagi siswa yang berprestasi untuk belajar di luar negeri. Kini setelah masuk di dalam pondok pesantren Sima mempunyai keinginan agar setelah keluar dari pesantren ia bisa membantu orang tuanya.
Pertama kali membaca peraturan yang ada di pesantren Sima merasa berat dan ia meragukan apakah ia bisa mengiku!i peraturan tersebut, namun setelah menjalani selama kurang lebih dua bulan ia merasa biasa saja bahkan ia merasa nyaman dengan peraturan -peraturan yang ada. la merasakan bahwa dengan adanya peraturan ia merasa segalanya menjadi lebih teratur, ia juga merasa bahwa ia !idak lagi bertindak semaunya sendiri.
Pada awal masuk pesantren Sima sering merasa kangen dengan rumah karena orang tuanya menjenguk satu minggu sekali, sehingga bila ia merasa "indu ia sering menelpon ke rumah dan meminta orang tuanya untuk
55
menjenguk. Bima merasa senang sekali saat orang tuanya menjenguk Bima karena saat itu Bima dapat melepas kerinduan terhadap orang tuanya dan mendapatkan uang saku. Bima juga menelpon orang tuanya saat sakit, tetapi sebelumnya ia akan pergi ke klinik pesantren dahulu bila sakitnya tidak terlalu berat, biasanya teman-temannya akan merawatnya. Namun bila dirasa Penyakitnya agak berat Bima akan menelpon orang tuanya.
Kegiatan Bima diawali sejak pukul empat kurang lima belas menit, ia harus bangun pagi untuk melaksanakan shalat subuh, menurut Bima paling berat adalah untuk bangun shalat subuh. la harus bangun pagi sekali
sehingga
tak heran pada awal bermukim di pesantren ia jarang bangun sendiri, ia selalu dibangunkan oleh keamanan. Sekarang sesekali Bima sudah mulai bisa bangun sendiri tanpa harus dibangunkan oleh keamanan terlebih dahulu.
Bima termasuk santri yang selalu tepat waktu saat shalat biasanya ia sudah ada di masjid sebelum adzan, biasanya sambil menunggu waktu shalat ia kan melaksanakan shalat sunnah dan membaca Qur,an. Bima merasa ketika masuk pesantren ia sudah bisa mengaji karena ia sudah bisa mengaji sejak usia 8 tahun, ternyata banyak sekali bacaan-bacaannya yang masih salah terutama pada makhraj hurufnya. Hal itu membuat Bima selalu
56
membaca qur'an paling sedikit lima ruku.t agar bacaan qur'annya semakin lama semakin baik. Bima lebih senang membaca qur'an bersama-sama '
dibandingkan sendiri, karena menurut Bima bila bersama-sama ada ustadz2 yang akan membenarkan bacaannya bila salah.
Setelah shalat shubuh diharuskan mengikuti olah raga, ia merasa senang dengan olah raga tetapi bila sedang tidak ingin ia lebih senang untuk mencuci pakaian atau membaca buku di kamar karena biasanya ia mencuci sebagian bajunya dan sebagian lagi dibawa pulang oleh ibunya untuk dicucikan di rumah. Bima akan menjadi sangat bersemangat bila bermain sepak bola saat olahraga karena ia sangat menyukai permainan tersebut. la merasa senang dengan sepak bola karena pemainnya banyak , selain agar badannya sehat ia juga bisa, mendapatkan banyak teman saat bermain sepak bola. Bila lapangan yang biasa ia gunakan bermain sepak bola sedang dipakai biasanya ia akan menunggu giliran atau bergabung dengan kakak kelas. Meskipun memiliki banyak teman ia mempunyai seorang sahabat yang sangat dekat dengannya yaitu Fu'ad. la merasa nyaman berteman baik dengan Fu'ad karena menurutnya Fu'ad baik, serta tidak pernah marah. Menjelang waktu makan biasanya ia akan mencari Fu'ad atau Fu'ad yang mencarinya. Bila Bima memiliki masalah biasanya ia kan berusaha
1 2
Ruku' : batas pembahasan ayat dalam AJ-Quran ustadz : guru dalam bahasa Arab
57
menyelesaikan sendiri terlebih dahulu, bila masalah tersebut tidak terselesaikan ia akan meminta bantuan Fu' ad atau ustadz yang dekat dengannya yaitu ustadz lwan.
Sekolah masuk pukul tujuh kurang lima belas, biasanya setelah olah raga Bima langsung mandi, ia rela antri lebih lama agar bisa mandi dekat keran karena tempat itu lebih bersih. Setelah antri mandi Bima akan antri untuk makan, pada awalnya Bima sering merasa kesal ketika antri, tetapi untuk sekarang ia sudah terbiasa antri meskipun antriannya cukup panjang Bima tetap antri sampai dapat giliran. Hal yang ia tidak sukai saat antri adalah bila ada temannya yang baru datang langsung "nyelak", biasanya ia akan langsung menegur temannya itu, hal ini mungkin karena ia tidak pemah memotong barisan.
Bima termasuk anak yang gampang dalam hal makanan, mesk.ipun terkadang menunya tidak ia sukai ia akan tetap makan-makanan tersebut, karena ia hanya diberikan uang saku sekitar lima belas ribu untuk satu minggu. Bima sering kehabisan uang saku, biasanya uang itu habis digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang ia ikuti dan untuk jajan. Biasanya bila kehabisan uang, ia akan meminjam kepada temannya atau menelpon orang tuanya. Hal itu yang membuat kakak Bima mengajarkan Bima untuk mengatur uang saku dengan cara menjatahkan uang jajan perhari, sehingga
58
ia hanya boleh jajan sebanyak uang yang sudah ditentukan. Ternyata hal itu cukup berhasil, saat ini Bima sudah bisa menabung dari sisa uang jajannya tersebut. Dari tabungan tersebut ia bisa mengikuti kegiatan-kegiatan tanpa harus meminta uang dari orang tuanya, bahkan ia bisa meminjamkan uang kepada temannya bila ada temannya yang kurangan.
T erhadap pelajaran di pondok pesantren Bima sudah tidak asing lagi karena ia berasal dari madrasah lbtidaiyah. Pelajaran yang disukai Bima adalah pelajaran Bahasa, Matematika dan Fisika. la seorang siswa yang berotak sangat cemerlang ini terbukti dari ranking yang didapatnya menduduki lima besar dikelas. Untuk mencapai hal itu bukanlah hal yang mudah Bima selalu belajar setiap malam mulai pukul delapan sampai jam sepuluh malam Bima lebih suka belajar dengan ustadz di masjid karena bila ada yang salah ada
ustadz yang akan membenarkan, ia juga selalu meluangkan waktu setiap hari selama dua jam untuk membaca.
Dalam berbahasa Bima lebih menyukai berbahas arab karena ia merasa lebih mengenal dengan bahasa arab, tetapi itu bukan berarti Bima tidak bisa berbahas inggris, karena saat minggu bahasa inggris ia tetap berkomunikasi dengan teman-temannya menggunakan bahasa inggris. Keahliannya dalam berbahasa tentu mendukungnya dalam pelajaran pidato, ia saat ini sudah bisa berpidato dalam dua bahasa, dan tentunya ia sangat menyukai pidato
59
dalam bahasa arab. Pada masa awal masuk Sima sering mendapatkan hukuman dari bagian bahasa karena ia sering menggunakan kata "gua" atau "elu" , saat ini ia sudah tidak pernah lagi mendapatkan hukuman dari bagian bahasa. Sima juga tidak pernah mendapatkan hukuman dari bagian keamanan gejak awal masuk pesantren. Hukuman tidak pernah didapat karena Sima termasuk anak yang taat pada peraturan , termasuk dalam hal membereskan kamar. la selalu membereskan tempat tidur setelah bangun tidur, hal yang pada awalnya ia lakukan karena takut dihukum. Tetapi kini ia melakukan hal itu karena ia sudah terbiasa dengan tempat yang bersih dan rapih.
Jadwal Bima di pesantren sangat padat dari pagi hingga sore, ia termasuk anak yang cukup aktif, ia juga mengikuti dua kegiatan ekstrakurikuler sekaligus yaitu pramuka dan tapak suci, ia
mengikuti kegiatan tersebut
dengan tujuan agar dapat menambah nilai. Disamping itu ia juga berharap dengan mengikuti pramuka
ia dapat membaca sandi, sedangkan untuk
ekstrakurikuler tapak suci ia berharap bisa menjaga kesehatan dan jaga diri.
Jadwal Sima yang padat mengakibatkan antara kegiatan yang satu dengan yang lainnya bentrok. Siasanya Sima akan mendahulukan kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran terlebih dahulu.
60
Kegiatan Bima berakhir pukul sepuluh malam. Biasanya mudabbir-nya yang akan mengingatkan dia untuk tidur. Bima akan berusaha untuk tidur meskipun belum bisa tidur, Karena ia pernah tidur di kelas. Hal itu terjadi karena ia kurang tidur.
Laksmana Laksmana seorang remaja berusia sebelastahun dua bulan, ia merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Laksmana bertubuh agak gemuk '
dengan tinggi badan 150 cm. Laksmana berku/it putih, pipinya agak tembem,
'
dengan hidung mancung .. sehingga ia terlihat seperti seorang anak mama yang manis. Ayah Laksmana seorang wiraswasta yang bergerak dibidang perniagaan, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir kedua orang tuanya adalah sarjana.
Awai Laksamana mengetahui tentang pesantren dari om-nya yang merupakan alumni dari pesantren Darunnajah. Laksmana saat itu tidak mempunyai keinginan sama sekali untuk masuk ke pondok pesantren, hal ini karena Laksmana mempunyai persepsi yang salah tentang pesantren. Pada awalnya ia berpikir bahwa pesantren adalah tempat yang kotor, jorok dan berisi anak-anak yang naka/, tetapi hal itu sirna ketika orang tuanya
1
mudahhir: pembimbing kamar
61
lihat jauh berbeda dari apa yang ia bayangkan. Setelah itu ia berubah pikiran dan menerima tawaran kedua orang tuanya untuk masuk pesantren.
Motivasi Laksmana masuk pesantren adalah untuk belajar agama, dan dapat mampu berbahasa dengan lancar baik itu bahasa Arab maupun bahasa lnggris. Sama halnya dengan Bima, Laksmana pun berkeinginan untuk melanjutkan belajarnya keluar negeri, namun bedanya Bima belajar keluar negeri apabila ia mampu berprestasi di pesantren, sedangkan Laksmana melanjutkan belajar keluar negeri atas janji ibunya yang akan menyekolahkan Laksmana keluar negeri apabila ia berprestasi. Ketika pertama kali disosialisasikan peraturan pesantren Laksrnana menjadi tidak betah dan takut. Namun sekarang ia merasa lebih baik karena ia berkesimpulan bahwa yang membuat ia tidak betah dan takut bukan peraturan tetapi perasaan kita ketika melanggar jadi apabila tidak melanggar peraturan maka tidak akan merasa takut dan tertekan. Ketika ditanya Laksmana pernah melanggar atau tidak, la menjawab pernah melanggar dua kali jenis pelanggarannya yaitu berbahasa daerah sehingga ia mendapat hukuman botak. Lewat proses belajar dari pengalaman inilah ia mengetahui bagaimana caranya menghadapi peraturan sehingga ia tidak merasa takut dan merasa tertekan.
62
Pada awal masuk pesantren ia merasa rindu dengan kamarnya di rumah, menurutnya ia tidak bisa tidur karena lampunya terang dan apabila lampunya ia, matikan maka ia akan dihukum karena terkait dengan peraturan bagian keamanan untuk tidak mematikan lampu ketika tidur malam. Selain itu juga ia rindu dengan orang tuanya, karena selama ini ia tidak pernah menginap di tempat lain selain dengan orang tuanya. Dan apabila sedang rindu dengan orangtuanya maka ia akan menelpon dan meminta orang tuanya untuk datang menjenguk. Laksmana sangat senang sekali ketika orang tuanya datang menjenguknya karena dengan begitu ia dapat melepas kerinduan dengan kedua orang tuanya. Namun setelah enam bulan orangtua Laksmana mulai jarang menjenguk dan apabila menjenguk sebulan sekali serta dalam memberi jajan orangtuanya pun langsung memberi dalam jangka waktu sebulan. Kadang Laksmana merasa kesal dengan orang tuanya sehingga lebih baik tidak datang, karena apabila orang tuanya datang biasanya Laksmana akan dimarahi, sehingga ia lebih memilih pembantunya yang datang dibanding dengan orang tuanya.
Laksmana biasanya akan memeriksakan diri ke dokter pesantren sebulan sekali, namun apabila ia sedang tidak enak badan maka ia akan berobat sampai ia sembuh, dan apabila sakitnya dirasakan berat maka ia akan menelpon orangtuanya.
63
Laksmana termasuk anak yang aktif, itu terbukti dengan 5 jenis kegiatan 4
yang ia ikuti antara lain PRAMUKA, tapak suci, teater, jam'iyatul mubalighiin , dan klub olah raga wall climbing. la mengikuti kegiatan tersebut dengan harapan ia dapat mandiri dan lebih terfokus dengan kegiatan di pesantren dari pada ia bengong dan diam. Ketika PRAMUKA ia lebih suka belajar sandi dan morse serta tali temali dibandingkan baris-berbaris, sedang pada tapak suci ia berharap dapat menjaga dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain ketika ia diserang orang, ia lebih suka belajar jurus yang menggunakan tangan kosong dibanding dengan yang menggunakan alat. la juga termasuk anak yang menyukai seni, sehingga ia juga mengikuti teater tropis. Ketika awal masuk pesantren ia pernah diminta untuk pidato namun ketika itu ia tidak bisa sehingga ia merasa malu, dari situlah ia mulai belajar pidato dan mengikuti klub pidato. Dalam berpidato ia lebih suka ' ' menggunakan bahasa Indonesia karena menurutnya ia bisa lebih memahami
apa yang ia bicarakan. Dalam berolah raga ia lebih menyukai olah raga yang menantang maka ia masuk klub wall climbing, menurut dia dengan ikut olahraga tersebut badannya akan lebih lentur dan lebih kuat sehingga tidak mudah sakit,. Menurut dia apabila da kegiatan yang bentrok maka ia akan memilih yang terpenting, misalkan pada PRAMUKA ada kenaikan tingkat sedangkan pada tapak suci hanya latihan biasa maka ia akan memilih pramuka dan meminta izin pada pelatih untuk mengukuti latihan PRAMUKA. 4
klub pidato
64
Kegiatan Laksmana bangun pagi pada pukul empat kurang lima belas WIB. la bangun pagi untuk melaksanakan shalat shubuh, ketika pertama kali bangun shubuh ia merasa kesal karena biasanya paling pagi ia dibangunkan jam setengah enam oleh orang tuanya. Untuk bangun shubuh sampai sekarang ia masih dibangunkan oleh kakak kelasnya karena biasanya ia baru tidur jam sebelas atau jam dua belas malam, sehingga pada waktu shubuh ia masih terasa mengantuk, dan sering terlambat untuk berangkat kemasjid pada waktu shubuh. Karena sering telat untuk bangun sholat subuh, membuat Laksmana tidak sempat untuk membereskan tempat tidurnya terlebih dahulu. Sehingga ia membereskan tepat tidurnya setelah shalat shubuh.
Laksmana sebenarnya termasuk orang yang tepat waktu biasanya ia hanya terlambat untuk pergi kemasjid hanya waktu shalat shubuh. Sedangkan untuk shalat yang lainnya biasanya ia berangkat sebelum iqomah. Laksmana belajar mengaji dari neneknya, om dan ustadz private yang didatangkan oleh orang tuanya ke rumah. Sehingga ketika masuk pesantren ia sudah mampu membaca Al-Quran dan mampu menghapal surat yang pendek kurang lebih sebanyak sepuluh surat pendek. Menurutnya ia lebih suka mengaji bersama ustadz karena apabila ada bacaannya yang salah maka ustadz akan memberitahu bagaimana cara membaca yang benar.
65
Setelah mengaji biasanya ia di haruskan untuk berolah raga tetapi apabila malas berolah raga maka ia akan membaca buku atau membereskan buku pelajaran untuk sekolah setelah itu bergegas untuk mandi. Pada awalnya Laksmana mencuci dan menyetrika pakaiannya sendiri namun apabila ia mencuci sendiri pakaiannya ia sering kehilangan pakaiannya tersebut, sehingga ia, memutuskan untuk mencuci di laundry atau dibawa pulang sebulan sekali.
Laksmana mempunyai dua teman akrab yaitu Saddam dan Dias, ia suka berteman dengan Saddam dan Dias karena mereka baik , humoris, tidak pemarah, tidak nakal dan bisa jaga rahasia, Sehingga tidak jarang ia menceritakan masalahnya kepada kedua temannya itu. Apabila masalahnya mudah maka ia akan menyelesaikan masalahnya sendiri sedangkan apabila masalahnya berat maka ia akan meminta bantuan kedua temannya atau meminta bantuan ustadz, ustadz yang paling sering ia minta bantuan adalah ustadz Udin karena menurutnya ustadz Udin baik dan perhatian terhadap
anak muridnya.
Biasanya Laksmana masuk sekolah pada jam tujuh kurang lima belas, biasanya setelah membereskan buku, Laksmana langsung mandi. Laksmana biasa mandi di tempat yang kosong dan bersih, jadi baginya lebih baik mandi
66
di tempat kosong dan bersih dari pada di tempat yang yang ada kerannya namun antri, tetapi apabila airnya kurang maka ia lebih memilih antri dari pada sakit gatal. Sehabis mandi biasanya ia langsung antri makan, pada awalnya ia merasa risih dan kesal karena harus antri mengambil makan sehingga terkadang ia "menye/ak" temannya tetapi sekarang sudah tidak lagi. Ketika makan biasanya Laksmana melihat menunya terlebih dahulu, apabila menu makanannya tidak ia sukai maka biasanya ia membeli di kantin pesantren.
Hal ini bukanlah masalah yang besar bagi laksamana karena ia mendapatkan uang saku sebesar seratus enam puluh ribu rupiah perbulan, yang berarti dalam satu minggu ia mendapatkan uang saku sebesar empat puluh ribu Pada awal masuk ia sering kekurangan, hal ini terjadi karena ia sering ikut kegiatan-kegiatan yang ada serta Laksmana termasuk boros dalam jajan. Hal itu berlangsung tidak lama karena setelah itu ibunya menyarankan agar uang bulanan yang diberikan hanya untuk jajan saja sedangkan uang untuk ikut kegiatan diberikan lagi oleh ibunya oleh ibunya.
Laksamana terbiasa tidur sekitar pukul sebelas sampai pukul duabelas malam karena ia belajar hingga pukul sebelas malam. ketika belajar ia lebih senang belajar sendiri dari pada belajar dengan ustadz karena menurutnya bila ia belajar dengan ustadz ia tidak bisa berkonsentrasi, maklumlah bila
67
dengan ustadz ia belajar beramai-ramai dengan teman-temannya yang lruku'sehingga konsentrasinya berkurang.
Yudhistira Yudhistira saat ini berusia dua belas tahun ia merupakan anak ke tiga dari tujuh bersaudara. Yudhistira mempunyai kulit coklat gelap dengan tinggi badan sekitar seratus empat puluh lima cm, tubuhnya agak kecil dengan mata yang besar dan hidung agak pesek. Ayah dari Laksmana berpendidikan SMP, sedangkan ibunya berpendidikan SD. Saat ini mereka mempunyai usaha perniagaan dibidang pertekstilan.
Sama halnya dengan Bima, Yudhistira mengetahui tentang pesantren dari kakaknya yang memang merupakan alumni Darunnajah. Yudhistira sendiri tamatan Ml Darunnajah, sehingga keinginan ia untuk masuk persantren sangat kuat. la berfikiran bahwa dengan masuk pesantren ia akan mempunyai banyak teman serta mendapatkan pengalaman yang menyenangkan. Hal ini sangat didukung oleh kedua orangtuanya yang memang menginginkan anaknya untuk masuk pesantren.
Saat Yudhistira melihat peraturan untuk pertama kali Yudhistira merasa kaget, was-was serta takut perasaan itu bercampur jadi satu. Setelah itu ia mulai merasa nyaman dengan adanya peraturan karena ia termasuk anak
68
yang sering dijahili oleh teman-temannya. Dengan adanya peraturan temantemannya tidak bisa menjahili ia lagi.
Hal lain yang membuat Yudhistira nyaman selain peraturan adalah saat orang tuanya menjenguk, ia merasa sangat senang ketika bertemu dengan orang tuanya orang tuanya.
Bila orang tuanya belum menjenguk tetapi
Yudhistira sudah merasa kangen biasanya ia akan menelpon orang tuanya atau menjenguk. Biasanya orang tuanya menengok empat sampai lima kali sebulan, sedangkan ia biasanya pulang kerumah satu bulan sekali. Lain halnya bila ia sakit, biasanya bila ia sakit ia akan istirahat di kamar dan dirawat oleh mudabbir. Bila merasa sakitnya cukup berat ia akan pulang kerumah. Hal itu akan dia lakukan terhadap temannya yang sakit, biasanya ia akan membantunya merawat dengan mengambilkan makanan dan menelpon orangtua temannya jika sakit temannya itu cukup parah.
Yudhistira tidak mempunyai jadwal kegiatan yang tertulis, tetapi ia sudah terbiasa dengan rutinitas yang ia jalani sehari-hari. Kegiatannya diawali sejak pukul empat kurang lima belas dengan bantuan kentongan dari mudabbir-
nya, setelah bangun ia langsung menuju masjid untuk shalat. Setelah selesai shalat shubuh apabila tidak ada olah raga ia biasanya akan tidur kembali. Bila ia tidak bisa tidur kembali ia akan membereskan buku, mandi kemudian makan. Yudhistira lebih menyukai antri dari pada mendapat tempat yang
69
kotor, meskipun itu kemungkinan akan berakibat ia kehabisan makanan atau terlambat sekolah.
Dalam urusan makan, bila menunya tidak sesuai ia lebih memilih untuk makan di kantin sebelum ia berangkat sekolah. Tidak heran jika uangnya paling banyak dihabiskan untuk jajan. la biasa mendapat uang saku sebesar dua puluh lima ribu rupiah untuk seminggu. Biasanya uang tersebut diberikan oleh orangtuanya saat menjenguk Yudhistira. Karena boros Yudhistira sering kehabisan uang, namun saat ini tidak lagi karena ia sudah di ajarkan oleh kakaknya untuk mengatur uangnya agar cukup untuk satu minggu. Hal yang masih jadi kebiasaan buruk Yudhistira adalah tidur di kelas. la sering tertidur di kelas .saat jam-jam pelajaran terakhir, atau ketika pelajarannya menu rut , Yudhistira tidak enak yaitu pelajaran matematika atau fisika. Sedangkan ' pelajaran favoritnya adalah sejarah dan kebudayaan Islam.
Untuk kegiatan di luar pelajaran sekolah ia mengikuti ekstrakurikuler pramuka dan tapak suci, ketika ditanya kenapa memilih dua ekstrakurikulertersebut ,
Yudhistira mengatakan ia ingin belajar beladiri dengan menggunakan senjata dan belajar mengenai tali temali dan morse. Dan ketika kedua kegiatannya bentrok ia akan memilih yang lebih penting.
70
Dalam berbahasa Yudhistira lebih menyukai bahasa arab karena menurutnya bahasa Arab itu lebih mudah dan lebih "familier' dibandingkan dengan bahasa lnggris. Saat minggu bahasa lnggris Yudhistira lebih banyak diam, hal itu membuat Yudhistira tidak pernah melanggar bahasa. Kesukaannya pada bahasa arab sedikit banyak mempengaruhi keahlian yudhisitra dalam berpidato, ia lebih suka berpidato dalam bahas arab dibandingkan bahasa inggris. Tetapi bahasa yang paling ia sukai adalah bahasa Indonesia, Yudhistira lebih sering melanggar bagian pengajaran seperti bercanda di masjid, bercanda saat shalat dan tidak menggunakan peci. Hal itu mengakibatkan rambutnya tidak pernah panjang atau selalu cepak, namun hal itu berlangsung saat ia masih baru masuk pesantren saat ini ia sudah tidak pernah terkena hukuman lagi.
Seperti santri santri lainnya Yudhistira diharuskan membaca Qur'an sehabis shalat. Biasanya ia membaca empat sampai lima ruku', awalnya ia agak kesulitan dengan tata cara membaca Al-Qur'an terutama dalam hal tajwid atau hukum bacaan. Namun berkat bimbingan dari ustadz iwan halwani ia sudah bisa membaca qur'an dengan lebih baik.
Dalam berteman Yudhistira termasuk anak yang supel dan mudah bergaul, ia mempunyai dua teman akrab yaitu ismet dan asir karena teman-temannya itu humoris dan tidak pernah jahil terhadapnya. Keduia temannya itu pula yang
71
pertamakali ia ceritakan ketika ia mendapatkan masalah. Bila tidak : mendapatkan pemecahan masalah dari temannya biasanya ia akan langsung bercerita kepada mudabbirnya.
Bila malam hari tiba Yudhistira tidak lupa untuk belajar, ia biasa belajar pukul delapan malam sampai jam sepuluh malam. la lebih menyukai belajar , dengan ustadz karena ada tempat untuk bertanya. Setelah selesai belajar ia langsung menuju tempat tidur untuk beristirahat dan bersiap untuk menjalani kegiatan pada keesokan harinya.
4.2.2. Kesimpulan Dari ketiga subyek penelitian hanya satu orang yang merupakan anak pertama yaitu Laksmana, sedangkan dua orang lainnya merupal
Motivasi awal untuk masuk pondok pesantren pada Bima awalnya sudah timbul dari dirinya sendiri, karena ia sering mendengar cerita dari kakaknya betapa menyenangkan pesantren itu. Bima juga berfikir bahwa ia bisa mendapatkan banyak teman serta dapat keluar negeri bila ia masuk pesantren, namun karena saat itu teman-temannya mempengaruhi untuk
72
masuk SMP ia jadi ikut-ikutan ingin masuk pesantren. Ternyata bujukan kakaknya lebih kuat dari pada pengaruh teman-temannya.
Lain halnya dengan Sima yang sejak awal sudah bercita-cita untuk masuk pesantren, Laksmana pada awalnya sama sekali tidak pernah berfikir untuk masuk pondok pesantren. la pertama kali mengetahui mengenai pesantren dari om-mya yang merupakan alumni Darunnajah. Laksmana saat itu mempunyai asumsi bahwa pesantren adalah tempat buangan untuk anakanak yang nakal ia juga berfikir bahwa pesantren adalah tempat yang kotor dan kumuh.
Dari ke tiga subyek yang terlihat mempunyai kemauan yang kuat untuk masuk pesantren adalah Yudhistira. Hal ini terjadi karena kakaknya yang merupakan alumni Darunnajah dan ia sendiri berasal dari Ml Darunnajah. Melihat kegiatan kakaknya dan kegiatan yang ia lihat sehari-hari ternyata menarik mi,natnya untuk masuk pesantren.
Motivasi yang dimiliki Sima bisa dibilang cukup kuat karena ia mampu menyesuaikan diri secara cepat dengan kegiatan pesantren. Dalam hal peraturan pesantren hanya pada awal masuk pesantren saja ia terkena sanksi itupun bukan sanksi yang berat, selanjutnya ia hampir tidak pernah
73
melanggar. Rasa kangen dengan orang tuanya pun bisa ia atasi dengan cara menelpon orang tuanya.
Dalam hal kemampuan mengatasi stress dan kecemasan, kita dapat melihat bahwa dari ke tiga subyek hanya dua orang yang mampu mengatasi rasa itu yaitu Bima dan Laksmana. Sedangkan pada yudhistira ia mengalami discomfort atau ketidak nyamana dengan lingkungan sekitarnya terutama teman-temannya. lni terlihat dari pernyataannya yang mengatakan bahwa ia sering merasa cemas karena selalu menjadi bahan ejekan oleh temantemannya. Hal itu membuat ia merasa tidak betah, hal yang membuat ia bertahan adalah karena ia memiliki seorang teman baik yang selalu membelanya bila ia sedang diganggu oleh teman-temannya yang lain.
Persepsi yang akurat terhadap realitas, bisa kita lihat pada Bima ketika motivasi awal ia adalah keinginan untuk bisa keluar negeri. Hal itu belum memungkinkan untuk saat ini sehingga ia harus memodifikasi tujuannya menjadi belajar dengan tekun sehingga mendapatkan nilai yang bagus dengan harapan agar prestasinya yang bagus bisa memudahkan atau mewujudkan cita citanya belajar ke luar negeri.
Pada ketiga subyek kemampuan untuk mengekspresikan perasaan terlihat baik. Hal ini dapat kita lihat pada saat mereka dijenguk orang tua mereka
74
merasa senang, dan bila mereka melanggar peraturan mereka cukup khawatir memikirkan sanksi yang akan didapat oleh mereka. Pada ketiga subyek tidak terlalu berlebihan dalam mengekspresikan perasaan.
Hubungan ii1terpersonal ketiga subyek pada dasarnya bagus, hanya yudhistira yang interpersonalnya kurang bagus. Hal itu terjadi bukan karena keinginanya sendiri, hal itu karena ia selalu menjadi bahan ejekan atau celaan saat bermain atau bergaul dengan teman-temannya, sehingga ia merasa hanya mempunyai seorang teman yang baik yang benar-benar dapat dipercaya.
4.3.
Analisis antar kasus
Selanjutnya pada bagian ini akan dilakukan analisis antar kasus setelah pada bagian sebelumnya sudah dilakukan analisis intern kasus. Pada skema di bawah ini komponen dari masing masing kasus dimasukkan ke dalam skema sehingga nantinya akan terlihat perbedaan, persamaan, hal yang saling melengkapi serta hal yang saling bertolak belakang. Tabel 4.2 Komponen Berasal dari madrasah ibtidaiyah Masuk pesantren atas kemauan sendiri Mengetahui tentang pesantren sebelum masuk
Bi ma
Laksmana
Yudhistira
x x x
-
x x x
-
x
75
Sudah bisa shalat sendiri
x
Sering terlambat ke masjid
-
Sudah bisa mengaji dengan lancar Pernah melanggar peraturan Lebih suka belajar dengan ustadz Prestasi bagus di sekolah Mempunyai teman dekat Sering terlambat masuk sekolah Sering tidur di kelas Sering menyisakan uang jajan Lebih menyukai bahasa Arab
x x x x x
x x
x x x x
x -
-
x x x
-
-
x
x x x
-
x x
-
-
x
Lebih menyukai bahasa inggris
-
x
-
Orang tua menjenguk satu minggu sekali
x x x x x x x
-
x
x x
-
-
x x x x
Dekat dengan ustadz Selalu makan makanan dari pesantren
mempunyai hubungan interpersonal yang baik
-
-
discomfo1i
-
-
x x x x x x
-
-
-
-
-
-
kemampuan mengatasi stress dan kecemasan
'' persepsi yang akurat terhadap realitas citra diri positif kemampuan mengekspresikan perasaan
bizarreness inefficiency
,
BABS PENUTUP Pada bab lima ini peneliti akan menyajikan diskusi-diskusi mengenai hasil yang sudah diperoleh dari penelitian, serta rekomendasi apabila ada yang ingin melakukan penelitian serupa agar pada penelitian selanjutnyamenjadi lebih baik dan data yang diperoleh menjadi lebih dalam dan akurat.
5.1. Kesimpulan 5.1.1. Gambaran penyesuaian diri terhadap kegiatan di pesantren Berdasarkan perolehan data dan analisis kasus, gambaran penyesuaian santri baru pada umumnya mereka membutuhkan waktu yang cukup lama uintuk menyesuaikan diri terhadap kegiatan di lingkungan pesantren. Ketika pertama kali mereka melihat peraturan-peraturan mereka merasa peraturan yang ada sangat berat. Mereka merasa tidak yakin bisa melaksanakan semua itu. Lama kelamaan setelah mereka sudah cukup lama tinggal di pesantren mereka merasa peraturan yang ada biasa saja.
Pada penyesuaian diri pada santri baru mereka banyak melakukan perubahan tingkah laku mereka agar sesuai dengan tuntutan lingkungan. Mereka membutuhkan waktu untuk mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang baru untuk mereka. lni tercermin dari banyaknya pelanggaran yang mereka
77
lakukan pada awal mereka masuk pesantren. Mereka harus merubah kebiasan-kebiasaan mereka di rumah agar sesuai dengan lingkungan baru mereka. Setelah lama mereka di pesantren intensitas pelanggaran yang mereka lakukan berkurang.
5.1.2.Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri santri Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pada mereka yang pertama adalah tuntutan dari lingkungan atau peraturan. Pada awalnya tingkah laku mereka serta kebiasaan mereka dilakukan semata-mata untuk memenuhi tuntutan pesantren atau peraturan yang sudah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan definisi penyesuaian diri menurut para ahli psikologi yang mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah perubahan pada diri sehingga tercapai hubungan yang serasi dengan orang-orang dan lingkungan sekitar kita.
Faktor kedua yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah motivasi dari dalam diri santri baru tersebut. Dua dari subyek penelitian mempunyai motivasi untuk bisa belajar keluar negeri, sehingga pada awal masuk meskipun mereka merasa berat dengan peraturan yang ada di lingkungan pesantren mereka mampu bertahan dan menyesuaikan diri dengan kegiatan dan lingkungan pesantren.
78
Faktor ketiga yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah adanya seorang mudabbir atau pendamping yang bertanggung jawab terhadap santri baru. Kehadiran mudabbir sangat membantu santri baru untuk menyesuaikan diri terhadap kegiatan pesantren karena dari mudabbir inilah mereka mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang mereka butuhkan untuk memudahkan para santri beradaptasi terhadap kegiatan maupun lingkungan pesantren. Mudabbir juga menjadi pengganti orang tua bagi para santri, para santri dapat belajar, bertanya dan meminta bantuan dari para mudabbir mereka.
Faktor keempat yang mempengaruhi penyesuaian diri pada santri baru adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan para santri baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikologis. Pada kebutuhan fisik para santri sudah dipenuhi melalui kantin yang ada di sekolah. Apabila mereka tidak tidak menyukai makanan yang disediakan mereka bisa membelia diluar.
Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan psikologis seperti rasa dihormati disayangi, mereka mencari pengganti keluarga mereka di rumah. Biasanya mereka mencarinya dalam diri ustadz, mudabbir atau teman-teman mereka yang menurut mereka baik dan bisa memahami diri mereka. Sehingga mereka dapat mencari kasih sayang yang biasanya mereka dapatkan setiap hari dari orang tua mereka.
79
5.2. Diskusi Hasil penelitian ini mampu menggambarkan penyesuaian diri santri baru terhadap kegiatan-kegiatan di pondok pesantren. lni terlihat dari hasil yang mampu dicapai oleh santri-santri baru tersebut bertahan di pondok pesantren sampai menjelang kenaikan kelas.
Penyesuaian diri para santri tersebut berhasil jika mereka mampu memenuhi tuntutan yang berasal dari dalam diri mereka seperti makan, minum, kasih sayang dan tuntutan dari luar diri mereka seperti peraturan, norma agama dan norma sosial yang berlaku di lingkungan pesantren. Pada penelitian ini para santri baru mampu memenuhi tuntutan tersebut dengan cara yang masuk kategori adjustment yaitu: kemampuan mengatasi stress dan kecemasan, ketika mereka mengalami kesulitan keuangan mereka berusaha meminjam dari teman atau menelpon orang tua untuk minta tambahan. Ketika melanggar mereka juga mengalami rasa cemas , tetapi setelah itu mereka sudah melupakannya dan bersikap seperti biasa kembali.
Kemampuan mengekspresikan perasaan, terlihat saat mereka merasa kangen mereka menelpon ke rumah, dan bila dijenguk mereka merasa senang.
Mempunyai hubungan interpersonal yang baik dan citra positif, dari ketiga subyek penelitian ketiganya mempunyai teman baik dan mempunyai banyak teman mereka senang berbaur dan mencari teman-teman sebanyak-
80
banyaknya termasuk kakak kelas mereka. Bahkan mereka juga mempunyai satu ustadz yang biasanya dekat dengan mereka.
5.3 Rekomendasi Berdasarkan uraian diskusi diatas, maka penulis menganjurkan saransaran untuk perbaikan dan pengembangan penelitian ini selanjutnya sebagai berikut:
Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak tiga orang, pada penelitian selanjutnya jumlah sampel dapat ditambah agar mendapatkan hasil yang lebih baik serta lebih dapat mewakili penyesuaian diri pada semua santri baru.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, sehingga penelitian ini tidak dapat dijadikan tolak ukur atau digeneralisasikan terhadap semua santri baru di pondok pesantren. Untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel yang lebih besar.
Pada penelitian ini digunakan interview sebagai instrument pengumpul utama, pada penelitian selanjutnya ada baiknya jika ditunjang dengan instrumen lain seperti kuesioner atau skala sikap sebagai metode penunjang sehingga data yang didapat lebih valid dan reliabel.
DAFTAR PUSTAKA
. Arkoff, Abe. (1968). Adjustment and mental Health. New York: McGraw Hill Book Company.
Bogdan, Robert C. & Sari Knopp Biklen, (1982), Qualitatif Research for Education: An lntoduction to Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, · Inc. Lexy. J. Maleong, (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT . Remaja Rosda Karya.
· Calhoun, James F dan Acocella, Joan Ross (1990). A psychology of adjustment an human relationships. Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan. R.S. satmoko (terj) (1995). Semarang, IKIP Press.
Echols, Jhon M dan Hasan Sadily (1996). Kamus lnggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Elias, Maurice J. Tobias, Steven S. and Friedlander, Brian (1999). Emotional inte/ligent parenting; how to raise a self-disciplined, responsible, socially skilled child Cara efektif mengasuh anak dengan EQ; mengapa penting membina disiplin anak, tanggung jawab, dan kesehatan emosional anak pada masa kini. M. jauharul fuad (terj). (2002). Bandung, Kaifa.
, Grascha, Anthony F. and Kirschenbaum, Daniel S, (1980). Psychology of
adjustment
and
competence;
an
applied
approach,
Cambridge:
Massachusetts. Winthrop publishers, Inc.
, Henri, adam. E. (1972). Psychology of Adjustment. New York: The Roland Press Company. LTD.
1
Hurlock,
B
Elizabeth
(1980).
Approach, Fifth Edition,
Developmental Psycology; A Life-Span
Psikologi Perkembangan ; Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. lstiwidayati ; Soedjarwo (terj). Jakarta, Erlangga
, Kartini Kartono ( 1996). Pengantar metodologi riset sosial. Bandung: CV. Mandaar Maju.
, Kerlinger. Fred N.. Foundation Of Behavioral Research ,Asas-Asas Penelitian
Behavioral. Lindung R. Simatupang (terj).1990. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
, Kristi Poerwandari. (2001). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Ul.Jakarta.
Lazarus, Richard. S. (1969) Pattern of Adjustment. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, LTD.
, Lazarus, Richard. S. (1976) Pattern of Adjustment. Third Edition. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, LTD.
Lexy. J. Moleong, (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
M Dawam, raharjo, Sudjoko Prasodjo, M Zamroni, M Mastuhu, Sardjono Goenari, Nurcholish Majid (1982). Profit pesantren; laporan hasil penelitian pesantren al falak dan delapan pesantren lain di Bogor. Jakarta, LP3S.
Marwan Saridjo. (1983). Sejarah Pondok Pesantren Di Indonesia. Jakarta : Penerbit Dharma Bhakti.
, Nita Pandriani Nainggolan (2000). Penyesuaian diri dan dukungan pada orang tua yang mempunyai anak autisma; studi kualitatif pada empat orang tua anak . Depok ; skripsi sarjana, Fakultas Psikologi Universitas lndosesia.
Rosenthal, R and Rosnow, E (1984). Essential of behavioural research; method and analysis, New York , McGraw Hill.
Suharsimi Arikunto. (1992). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :Rineka Cipta.
Watson, David Land Tharp, Roland G (1972). Self modification for personal adjustment. Belmount, California, Woodsworth Publishing Company, Inc.
, Yusak Burhanuddin (1999). Kesehatan Mental. Jakarta : Penerbit Pustaka Setia.
• Zakiyah Daradjat (1993). Kesehatan Mental. Jakarta: CV Haji Masagung.
Zamakhsyari Dhofier. (1985). Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta : LP3S.
DAFTAR LAMPIRAN
l. Lampiran 1 : Surat pernyataan kesediaan.
2. Lampiran 2 : Verbatim 3. Lampiran 3 : Pedoman Wawancara 4. Lampiran 4 : Pedoman Observasi
PERNYATAAN KESEDIAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa saya : Nama T.T.L Jenis Kelamin Alamat. Telepon
Menyatakan kesediaan ikut dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Rahmat lrfani yang berjudul "penyesuaian diri santri di pondok pesantren terhadap kegiatan pesantren" Adapun data pribadi saya dan hasil wawancara merupakan rahasia dan semata-mata untuk keperluan skripsi. Apabila ditemukan data yang masih kurang lengkap, saya bersedia di wawancarai kembali.
Jakarta Juli 2003 Interviewee
Interviewer
Nama lengkap
Rahmat lrfani
VERBATIM WAWANCARA
Wawancara ini dilakukan di kamarnya ustadz pembimbing Bima di gedung Rimba lantai tiga pada tanggal 25 Mei 2004. Wawancara dimulai pada siang hari setelah makan siang. Saat itu cuaca sangat cerah dan angin bertiup kencang sehingga suasana terasa nyaman dan memungkinkan untuk dilakukan wawancara.
Bima merupakan anak ke enam dari sebelas bersaudara saat ini usia Bima belum genap dua betas tahun. Bima mempunyai kulit yang putih, tubuhnya terlihat kecil dengan tinggi badan sekitar seratus empat puluh centimeter, dan berat sekitar tiga puluh kilogram. Ketika wawancara ia memakai baju koko warna putih dipadukan dengan celana panjang dengan warna yang sama. Ketika wawancara berlangsung ia terlihat begitu antusias terhadap pertanyaan yang diajukan interviewer.
p
: Kamu tahu pesantren dari siapa ?
s
: Dari kakak
p
: Memang kakak kamu pernah belajar di pesantren?
s
; lya dulu, pernah di sini selama enam_ tahun
p
: Atas kemauan siapa sih kamu masuk pesantren ?
s
: Atas kemauan sendiri
p
: Ada enggak dorongan dari orang tua ?
s
: Ada, dulu awalnya saya ingin masuk pesantren seperti kakak tapi temen-temen saya banyak yang ke SMP maka nya saya jadi ingin ke SMP, terus, kakak membujuk saya, agar saya masul< ke pesantren.
Setelah itu di ceritakan mengenai pengalaman kakak saya sewaktu di pesantren. Akhirnya saya jadi tertarik untuk masuk pesantren. P
: Alasan kamu masuk pesantren apa sih?
S : Saya ingin belajar keluar negeri. P
: Memang ada hubungannya antara belajar di sini dengan keluar negeri?
S
: kata kakak kalau saya berprestasi dan bisa bahasa Arab, saya akan di kirim keluar negeri lewat bea sisiwa dari pesantren.
P : Oh gitu, adalagi enggak alasan kamu masuk pesantren? S : Biar bisa Bantu orang tua? P : Memang pekerjaan orang tua kamu apa? S : Guru di madarasah. P
: Sekarang kakak mau tanya masalah peraturan , kamu tahu enggak peraturan di pesantren ?
S : Tahu! P : Apa aja? S : Tidak boleh kabur dari pesantren, kalau ingin keluar pondok izin dulu sama ustadz, tidak boleh merokok, harus berbahasa dan banyak lagi kak! P : Sekarang gimana perasaan kamu ketika pertama kali tahu peraturan pesantren? S : Takut, ngerasa susah ngejalaninnya, tapi pas sekarang biasa aja. P : Kamu nyaman enggak dengan adanya peraturan pesantren? S : Pada awalnya sih enggak tapi sekarang nyaman P : Kenapa? S : Karena lebih bisa teratur dan enggak semaunya sendiri P : Ketika awal masuk kamu kan bermalam di pesantren, bagaimana perasaan kamu ketika pertama kali bermalam di pesantren?
S : Enggak betah, kangen sama orang tua di rumah, pengen ketemu sama mama. P : Sekarang gimana? S : Sekarang udah enggak lagi. P : Terus, gimana perasaan kamu ketika orang tua datang menjenguk? S : Seneng! Jadi pengen pulang, tapi nggak boleh sama orang tua P : Terus gimana perasaan kamu ketika orang tua kamu pulang? S : Sedih lagi tapi enak sih dikasih uang banyak sama orang tua, P : Terus kamu nangis enggak?. S : Enggak, kata mama anak laki itu enggak boleh nangis. P : Kamu pernah sakit nggak di sini? S : Pernah, sakit demam. P : Kaiau kamu sakit di pesantren kamu ngapain? S : Kalau saya sakit biasanya saya pergi ke klinik terus istirahat dikamar. Tapi kalau sakit saya parah saya telpon orang tua minta datang terus pulang ke rumah. P : Sekarang masalah kegiatan, kamu punya jadwal kegiatan harian enggak? S : Enggak punya. P : Kamu bangun pagi jam berapa? S : Biasanya saya bangun jam empat kurang lima belas menit, P : Siapa yang bangunkan? S : Awal-nya kakak mudabbir, tapi sekarang saya kadang bangun sendiri. P : Waktu di rumah kamu biasa bangun jam berapa? S : Saya kalau di rumah bangun jam lima tiga puluh P : Waktu pertama kali di bangunkan jam empat kurang lima belas, gimana perasaan kamu?
S : Kesel ! P : Kok kamu mau bangun? S : Awalnya saya susah bangunnya, tapi sekarang udah biasa. P : Pagi sebelum shubuh biasanya apa yang kamu lakukan? S : Saya pergi ke masjid terus shalat sunnah, kalau masih ada waktu saya ngaji Al-Quran. P : Kalau setelah shubuh? S : Kalau habis shubuh biasanya saya ngaji Al-quran, habis itu olah raga mandi makan deh. P : Kalau ngaji biasanya sendiri apa sama ustadz? S : Kadang sama ustadz kadang sendiri? P : Mana yang kamu suka ngaji sama ustadz apa ngaji sendiri? S : Ngaji sama ustadz karena kalau salah ada yang benerin. P : Kapan kamu bisa ngaji lancar? S : Bisa ngaji dengan lancar kira-kira usia delapan tahun? P : Berarti dari rumah udah lancar? S : lya P : Kalau di rumah siapa yang ngajarin?
S : Cak mul. P : Kalau kamu ngaji berapa ruku' sih sehari? S : Ruku' itu apa? P : Kan, kalau kamu ngaji suka ada huruf
'ain di pinggir nya, itu
namanya ruku'. Berapa ruku' sehari? S : Kalau sehari biasanya paling sedikit lima ruku', karena kata ustadz saya masih kurang fasih jadi harus banyak latihan. P : Tadi kamu bilang habis ngaji biasanya kamu olah raga. Kamu suka olah raga apasih? S : Sepak bola
P : Kenapa? S : Karena lebih banyak pemainnya jadi lebih asyik, udah gitu kan kalau sepak bola banyak gerak jadi lebih sehat udah gitu jadi banyak temen, kan pemainnya banyak P : Sekarang begini, kamu pengen main bola tapi lapangannya di pakai semua, gimana kamu olah raganya? S : Biasanya saya gantian kalo nggak, ikut main aja sama tim yang sudah ada. P : Kamu ikut klub sepak bola nggak? S : Nggak. P : Kalu kamu malas olah raga ngapain? S : Biasanya nyuci kalo nggak baca buku. P : Kalau main bola biasanya sama siapa? S : Sama Fuad P : Fuad siapa? S : Teman saya? P : Kenapa kamu berteman sama Fuad? S : Dia orangnya baik, enggak pemarah dan bisa dipercaya. P : Terus, kalau kamu ada masalah cerita sama dia? S : Biasanya saya cerita sama dia tap,i kalau dia enggak bisa Bantu, saya cerita sama ustadz lwan. P : Kalau habis olah raga biasanya kamu ngapain? S : Mandi habis itu makan. P : Kalau mandi biasa di kamar mandi yang mana? S : Di kamar mandi pojok yang ada kerannya. P : Emang ada yang nggak ada kerannya? S : Ada, kan baknya panjang udah gitu di kasih pembatas jadi yang di sebelahnjya gak ada kerannya.
P : Kenapa kok mandi di tempat yang ada kerannya? S : Karena lebih bersih, bisa langsung ngambil di keran pakai ember. P : Terus antri enggak? S : Biasanya antri banget. P : Terus kamu tetap mandi di situ? S : lya. P : Tadi kamu bilang kalu habis mandi, kamu langsung makan. Makannya di mana? S : Di bawah P : Sama siapa? S : Sama Fuad P : Kalau menu makanannya enggak kamu suka, apa yang kamu lakukan? S : Tetap makan P : Kamu pernah enggak makan? S : Hampir nggak pernah P : Siapa sih yang ngingetin kamu? S : Ya biasanya saya makan sama Fuad, kalo mau makan saya nyari dia, kalau enggak dia yang nyari saya. P : Kalau makan kan antri, gimana perasaan kamu ketika pertama kali antri? S : kesel! P : Kalau antriannya panjang apa yang kamu lakukan? S : Tetap antri P : Pernah ada yang nyelak enggak? S : Pernah tapi biasanya kalau ketahuan di hukum P : Kamu pernah nyelak enggak? S : Nggak pernah
P : Kamu kalau di kasih uang perminggu apa perbulan? Berapa? S : Perminggu, biasanya lima belas ribu Rupiah P : Biasanya habis untuk apa? S : Buat ikut kegiatan sama jajan. P : Pernah kurang enngak, kalau kurang apa yang kamu lakukan? S : Awalnya pernah tapi sekarang jarang. Kalau kurang biasanya pinjam, kalau enggak telepon orang tua biar nanti minggunya di bawain P : Kalau lebih biasanya diapakan? S : Di tabung P : Awalnya kan kurang terus sekarang sering lebih. Memang ada yang mengajarkan kamu untuk mengatur uang, Kalau ada siapa? S : Ada kakak saya P : Bagaimana caranya? S : Di jatah perhari berapa, habis itu kalau sisa di tabung. P : nah sekarang kalau ada temen yang butuh uang, apa yang kamu lakukan? S : Pinjemin. P : Kalau tabungannya udah banyak buat apa sih? S : Buat bayar kegiatan jadi enggak usah minta lagi sama orang tua. P : Kalau habis makan biasanya ngapain? S : Berangkat ke sekolah. P : Jam berapa sih kamu berangkat ke sekolah? S : Jam tujuh kurang lima belas menit. P : Di sekolah pelajaran apa sih yang kamu suka? S : Bahasa, matematika, fisika. P : Selain di sekolah, kapan biasanya kamu belajar? S : Malam, jam delapan sampai jam sepuluh. P : Kalau belajar sama siapa sih?
S : Ka~ang sendiri, kadang sama fuad, kadang sama ustadz. P : Kalau belajar di mana? S : Di masjid P : Mana yang kamu suka belajar sendiri apa belajar sama ustadz? S : Belajar sama ustadz, karena kalau salah ada yang benerin. P : Kalau ada waktu luang biasanya kamu ngapain sih? S : Nyuci kalau nggak baca buku. P : kaalu baca buku bisanya berapa jam sehari? S : Biasanya dua jam sehari. P : Kalau berbahasa kamu lebih suka bahasa apa sih? S : Bahasa Arab P : Kenapa? S : Lebih saya kenal karena saya pernah belajar waktu di madarasah dulu P : Misalkan sekarang minggu lnggris, apa yang kamu lakukan dalam berkomunikasi? S : lkutin pakai bahasa lnggris, tapi lebih banyak diamnya, karena saya kurang bisa. P : Kalau belajar pidato biasanya kamu lebih suka pakai bahasa apa? S : Bahasa Arab. P : Kamu pernah melanggar peraturan enggak? S : Pernah, melanggar bahasa, waktu itu saya ngomong "gua sama elu" P : Hukumannya apa? S : Push up P : Kamu biasa membersihkan kamar berapa kali seminggu? S : Biasanya dua kali P : Yang beresin tempat lemari sama tempat tidur siapa? S ; Saya sendiri
P : Kamu ikut akstrakulikuler apa sih? S : Saya ikut Tapak Suci sama PRAMUKA P : Apa yang kamu harapkan ikut ekstrakulikuler tersebut? S : Kalu PRAMUKA biar bisa sandi-sandi, terus biar bisa mandiri. Kalau Tapak Suci biar bisa jaga diri. P : Kalau PRAMUKA latihannya hari apa aja sih? S .: Kalau PRAMUKA latihannya hari Minggu sama Selasa sore P : Kalau Tapak Suci hari apa? S : Kalau Tapak Suci hari Senin sore sama Jum'at pagi. P : Kalau kegiatan yang kamu ikuti bentrok, bagaimana? S : Pilih yang berhubungan dengan belajar dan yang paling penting. P : Kalau tidur jam berapa sih ? S : Jam sepuluh malam. P : Ka!au nggak bisa tidur biasanya ngapain ? S : Paksain, soalnya takut kesiangan besoknya P : Yang mengingatkan buat tidur siapa sih? S : Kakak mudabbir P : Kamu pernah tidur di kelas nggak? S : Pernah, waktu itu habis perkemahan, cape banget akhirnya tidur di kelas. P : Ok, selesai terima kasih banyuak atas bantuannya. S : Sama-sama kak.
PEDOMAN WAWANCARA Nama Tanggal
sld
Jam
No
Pertanyaan
1.
Shalat berjamaah
2.
Mengaji
3.
Berbusana muslim
4.
Belajar
r
,. r r
,. ,. r
Shalat fardu berjamaah di masjid Mengaji al-qur' an Berbusana yang muslim Berbusana yang bersih dan rapi Belajar malam Belajar bersama ustadz Belajar sendiri
>-- Membaca buku
5.
Muhadarah
,.
Menjadipenceramah
>-- Hanya melihat
6.
Mengatur keuangan
,.
Sela! u menabung
:i-- Jajan yang berlebihan
7.
Manajemen waktu
y Selalu berangkat kemasjid sebelum iqomah :i-- Berangkat kesekolah sebelum bel masuk
,.
Tidur tepat waktu
~
Mengisi waktu kosong dengan kegiatan
8.
Disiplin
y tidak pernah melanggar
9.
Olah raga
}I;-
Olah raga setiap hari
);--
Mengikuti klub olah raga
10.
Mengukiti
ekstra
:;.. Mengikuti salah satu ekstrakulikuler •!• Pramuka
kulikuler
•!• Teater •!• Pencak silat •!• Klubbahasa •!• Jam'iyyah Quro'
•!• Jam'iyyah Tahfidzul Qur'an •!• Jam'iyyah Mubalighiin 11.
Membersihkan
y Membersihkan asrama
asrama/
);--
Membersihkan kamar
);--
Antri dalam menggunakan fasilitas pesantren
>
Selalu berbahasa arab dan inggris yang sudah
gotong
royong 12. Budaya antri 13.
Berbahasa asing
dipelajari );--
Tidak pernah melanggar peraturan bagian bahas a
14. Mencari teman
);--
Mempunyai lebih dari satu teman akrab
p Kena\ dengan kakak kelas
:»
Kenai dengan dewan guru
~
Kenai dengan teman sekelas/ sekamar
15. Kesehatan
,..,.
Memeriksakan diri ke dokter pesantren
16.
~
Menelpon orang tua dikala kangen
:»
Dijenguk orang tua di kala bingung
:»
Lernari tertata rapih
17.
Jauh dari orang tua
Kebersihan
dan
kerapihan diri
I
18.
Makan dan minum
p Mencuci dan mensetrika sendiri
:» ,..,,
Memakai baju yang sudah di setrika
:»
Makan pagi, siang dan sore sore hari tepat
Mandi pagi dan sore hari
waktu
19.
lstirahat ,
:»
Menggunakan waktu luang dengan istirahat
p Tidur tepat waktu
Lembar Observasi
)ubyek
Tanggal: ...................... .
l\/awancara Ke
Jam
:........... s/d ......... .
·empat
:atatan lapangan 1. Keadaan tempat wawancara,
cuaca,
dan kehadiran pihak lain
disekitar tempat wawancara. 2. Gambaran fisik penampilan subyek. 3. Ringkasan awal dan akhir wawancara (yang tidak direkam apa saja yang dilakukan interviewer dan subyek). 4. Ringkasan sikap subyek selama jalannya wawancara ( suara. intonasi, sikap tubuh, antusiasme, sikap kepada interviewer dll). 5. Gangguan atau hambatan selama wawancara. 6. Catalan khusus selama wawancara.