SUPARYONO ET AL.: PENYAKIT H AWAR D AUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI
Komposisi Patotipe Patogen Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi Stadium Tumbuh Berbeda Suparyono, Sudir, dan Suprihanto Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi
ABSTRACT. The Composition of Pathotypes of Xanthomonas Oryzae pv. Oryzae, the Pathogen of Rice Bacterial Leaf Blight at Different Plant Growth Stages. One hundred and fifty bacterial isolates of Xanthomonas oryzae pv. oryzae, (Xoo) were collected from naturally infected rice in West Java, Central Java, Yogyakarta, and East Java. The isolates consist of 44 isolates collected from the rice plants at tillering stage, 65 isolates at panicle initiation, and 41 isolates at maturing stage. The isolates were evaluated for their virulence on five differential varieties from Japan in Sukamandi during the Dry Season (DS) of 2001 and the Wet Season (WS) of 2001/2002. Ten leaves each hill of the 45 day old plants were inoculated with the Xoo isolates by clipping method. Disease severity was evaluated at 15 days after inoculation. Results indicated that in the DS of 2001, out of 150 Xoo isolates, 64 isolates (42,7%) were identified as group III, 23 isolates (15,3%) as group IV, and 63 isolates (42,0%) as group VIII. In the WS of 2001/2002, results indicated that, 14 isolates (9%) were identified as group III, 43 isolates (29%) as group IV, and 93 isolates (62%) as group VIII. Forty four bacterial isolates were collected from the rice plants at tillering stage consisted of 15 isolates (34,1%) identified as bacterial pathotypes group III, 10 isolates (22,7%) as group IV, and 19 isolates (43,2%) as group VIII, in DS of 2001. While, in WS 2001/2002, 4 isolates (9%) were identified as group III, 15 isolates (34%) as group IV, and 25 isolates (59%) as group VIII. Sixty five isolates were collected from the rice plants at panicle initiation stage, in DS of 2001 consisted of 24 isolates (36,92%) as group III, 12 isolates (18,46%) as group IV, and 29 isolates (44,62%) as group VIII. While, in WS of 2001/2002, they consisted of 6 isolates (9%) as group III, 16 isolates (25%) as group IV, and 43 isolates (66%) group VIII. Out of 41 isolates collected from the rice plants at maturity stage, 25 isolates (61,0%) as group III, one isolate (2,44%) as group IV, and 15 isolates (36,59%) as group VIII, in DS of 2001. While, in WS 2001/2002, 4 isolates (10%) identified as pathotypes group III, 12 isolates (29%) as group IV, and 25 isolates (62%) as group VIII. This study indicated that the rice plant stages significantly affected the composition of bacterial Xoo pathotypes. At tillering and panicle initiation rice stages, the bacterial pathotypes group VIII is the most dominant in both seasons, while at maturing stage the bacterial group III and group VIII were dominant in DS and WS, respectively. Key words: Pathotype, Xoo, growth stage. ABSTRAK. Sebanyak 150 isolat bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur telah dievaluasi keragaman virulensinya pada lima varietas diferensial Jepang di Sukamandi pada MK 2001 dan MH 2001/2002. Isolat-isolat tersebut terdiri atas 44 isolat dari tanaman padi stadium anakan, 65 isolat dari stadium pembungaan, dan 41 isolat dari stadium pemasakan, diinokulasikan pada 10 daun tiap rumpun padi umur 45-50 HST dengan metode gunting. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan pada 15-21 hari setelah inokulasi dengan mengukur panjang gejala yang muncul. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dari 150 isolat bakteri yang diuji pada MK 2001. 64 isolat (42,7%) tergolong patotipe III, 23 isolat (15,3%) patotipe IV, dan 63 isolat (42,0%) patotipe VIII. Pada MH 2001/2002 terdapat 14 isolat (9%) tergolong patotipe III, 43 isolat (29%) patotipe IV, dan 93 isolat (62%) patotipe VIII. Pada MK 2001,
dari 44 isolat bakteri yang berasal dari tanaman padi stadium anakan, 15 isolat (34,1%) tergolong kelompok patotipe III, 10 isolat (22,7%) patotipe IV, dan 19 isolat (43,18%) patotipe VIII. Pada MH 2001/2002, 4 isolat (9%) tergolong kelompok patotipe III, 15 isolat (34%) patotipe IV, dan 25 isolat (57%) patotipe VIII. Enam puluh lima isolat yang berasal dari tanaman padi stadium berbunga terdiri dari 24 isolat (36,9%) tergolong patotipe III, 12 isolat (18,46%) patotipe IV, dan 29 isolat (44,62%) patotipe VIII pada MK 2001, sedangkan pada MH 2001/2002, enam isolat (9%) tergolong patotipe III, 16 isolat (25%) patotipe IV, dan 43 isolat (66%) patotipe VIII. Pada MK 2001, dari 41 isolat bakteri yang berasal dari tanaman padi stadium masak, 25 isolat (60,98%) tergolong patotipe III, 1 isolat (2,44%) patotipe IV, dan 15 isolat (36,59%) patotipe VIII, sedangkan pada MH 2001/2002, 4 isolat (10%) tergolong patotipe III, 12 isolat (29%) patotipe IV, dan 25 isolat (61%) tergolong patotipe VIII. Data ini menunjukkan bahwa komposisi patotipe bakteri Xoo dipengaruhi oleh stadium tanaman padi. Pada tanaman padi stadium anakan sampai pembungaan, bakteri Xoo yang dominan adalah kelompok patotipe VIII, sedangkan pada tanaman stadium masak patotipe III dominan pada musim kemarau dan kelompok VIII dominan pada musim hujan. Kata kunci: Patotipe, Xoo, stadium tumbuh.
P
enyakit hawar daun bakteri (HDB) (Xanthomnas oryzae pv. oryzae= Xoo) merupakan salah satu penyakit penting di negara-negara penghasil padi, termasuk di Indonesia (Ou 1985). Penyakit ini tersebar di berbagai ekosistem dan stadium tumbuh tanaman padi. Pada tanaman padi stadium muda, Xoo menyebabkan gejala kresek, sedangkan pada stadium anakan, stadium berbunga, dan stadium masak menghasilkan gejala yang disebut hawar atau blight. Kresek merupakan bentuk gejala paling destruktif dari penyakit HDB, sementara gejala hawar yang paling umum dijumpai (Suparyono 1982). Bila tanaman padi terkena kresek, warna daunnya berubah menjadi kuning pucat, seluruh tanaman menjadi layu, dan akhirnya mati (Mew 1989). Dalam keadaan demikian tanaman seperti terkena air panas. Selama ini pengendalian HDB dilakukan melalui penggunaan varietas tahan (Qi and Mew 1989). Teknik ini sangat efektif dan sangat membantu petani padi yang secara ekonomi umumnya sangat lemah. Sejak diperoleh varietas yang memiliki gen tahan HDB, maka pemuliaan untuk menghasilkan varietas tahan menjadi salah satu program penting dalam perbaikan varietas padi. Berbagai varietas dan galur padi dengan berbagai tingkat ketahanan telah dikembangkan (Suparyono et al. 1982). 45
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 1 2003
Pengendalian penyakit HDB dengan varietas tahan mudah diterapkan dan sangat efektif. Namun teknologi ini dihambat oleh kemampuan patogen membentuk patotipe (strain) baru yang lebih virulen sehingga sifat ketahanan varietas mudah terpatahkan (Mew 1989, Suparyono 1984). Oleh karena itu, pengembangan varietas tahan harus disesuaikan dengan patotipe yang ada. Menurut Browder et al. (1980) dalam Suparyono (1984), istilah pathotype adalah sinonim strain, form, variant, pathovar, dan ras (race). Robinson (1982) dalam Suparyono (1984) mendefinisikan patotipe sebagai populasi parasit yang semua anggota individunya mempunyai kemampuan yang sama sebagai parasit. Patotipe ditentukan berdasarkan reaksinya terhadap satu perangkat varietas diferensial terpilih (Mew et al. 1982). Program pembentukan varietas tahan penyakit HDB pada umumnya dilakukan melalui evaluasi reaksi tanaman saat pertanaman mencapai stadium berbunga. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa setiap stadium pertumbuhan padi memiliki respons yang sama terhadap patogen. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah respons tanaman padi terhadap HDB bervariasi menurut stadium pertumbuhan. Dalam suatu ekosistem padi dapat terjadi gejala kresek saja, hawar saja, atau keduanya (Mew 1989). Dominansi dan komposisi patotipe menurut stadium pertumbuhan padi (temporal) merupakan aspek yang penting, terutama dalam kaitannya dengan program pengembangan varietas tahan. Hal ini perlu, agar informasi tahan suatu varietas dilengkapi dengan informasi ketahanan terhadap patotipe tertentu pada stadium tumbuh tertentu pula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi patotipe X. oryzae pv. oryzae pada tanaman padi stadium tumbuh berbeda dan patotipe yang dominan pada stadium tumbuh tertentu. Informasi ini bermanfaat dalam proses pengembangan varietas tahan penyakit HDB.
BAHAN DAN METODE Koleksi Isolat X. oryzae pv. oryzae Sejumlah 150 isolat bakteri Xoo dikumpulkan dan dikoleksi dari lahan petani di berbagai sentra produksi padi di Jawa Barat (Cianjur, Ciamis, Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon), Jawa Tengah (Banyumas, Batang, Pati), Yogyakarta (Sleman, Bantul), dan Jawa Timur (Ngawi). Sampel berupa daun padi sakit diambil pada tiga stadium tumbuh utama, yaitu stadium anakan (awal anakan sampai anakan maksimum), stadium berbunga (primordia sampai
46
berbunga), dan stadium masak (pengisian sampai masak). Daun padi sakit yang terkumpul dimasukkan ke dalam amplop kertas dan diberi catatan tentang waktu pengambilan, lokasi, dan varietas padi. Semua sampel kemudian di bawa ke laboratorium untuk proses isolasi. Isolasi Isolasi bakteri dari daun dilaksanakan dengan metode pencucian (leaf washing). Daun-daun padi dicuci dengan air destilasi steril, air cucian ditampung dalam gelas Erlenmayer, diencerkan sampai pengenceran -6 10 , kemudian ditanam dalam cawan petri yang berisi medium Potato Sukrose Agar (PSA). Inkubasi dilaksanakan di laboratorium pada suhu kamar. Koloni tunggal (single colony) khas bakteri Xoo dipindah ke medium PSA miring, untuk kemudian diinokulasikan pada varietas diferensial untuk identifikasi strain. Perlakuan dan Rancangan Percobaan Penelitian disusun dalam tatanan perlakuan acak terpisah (split plot) dengan tiga ulangan. Lima varietas diferensial yang memiliki latar belakang genetik ketahanan terhadap X. oryzae pv. oryzae berbeda (Tabel 1) ditanam sebagai petak utama. Masing-masing varietas ditanam sebanyak lima rumpun tiap ulangan. Sebagai anak petak adalah isolat. Setelah dikecambahkan, masing-masing varietas diferensial ditanam langsung (directly seeded) dengan jarak tanam 20 x 10 cm di screen field, Balitpa, pada MK 2001 dan MH 2001/ 2002. Tanaman dipupuk dengan 300 kg urea/ha dan dipelihara menurut standar pemeliharaan tanaman padi (Suparyono dan Setyono 1993). Inokulasi dan Pengamatan Penyakit Isolat-isolat yang diuji diinokulasikan pada tanaman padi diferensial dengan metode gunting pada saat pertanaman menjelang stadium primordia. Ujungujung daun padi yang sudah dipotong sepanjang 10 cm dicelupkan ke dalam suspensi bakteri umur 48 jam 8 dengan kepekatan 10 cfu. Agar objek penelitian tidak dihadapkan pada suhu yang terlalu terik, inokulasi dilakukan menjelang sore hari, sekitar pukul 15.00-17.30. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan dengan cara mengukur panjang gejala pada 14-21 hari sesudah inokulasi. Keparahan penyakit adalah rasio antara panjang gejala dengan panjang daun. Reaksi ketahanan varietas dikelompokkan berdasarkan keparahan penyakit. Keparahan penyakit kurang dari 11% tergolong tahan (resistant = R), keparahan lebih dari 11% ter-
SUPARYONO ET AL.: PENYAKIT H AWAR D AUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI Tabel 1. Pengelompokan patotipe Xoo berdasarkan interaksi antara varietas diferensial asal Jepang dengan isolat Xoo. Varietas
Gen tahan
Kinmaze Kogyoku Tetep Wase Aikoku Java 14
Tidak ada Xa-1, Xa-kg Xa-1, Xa-2 Xa-3 (Xa-w) Xa-1, Xa-2, and Xa-kg
Kelompok patotipe
Reaksi ketahanan terhadap bakteri Xoo S R R R R
S S R R R
S S S R R
S S S S S
S R R S R
R R S R R
S S S R S
S S S S R
S S R S R
S R S S R
S S R S S
R R R S R
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
R =resistant (tahan), keparahan penyakit < 11% S = Susceptible (rentan), keparahan penyakit > 11% Sumber: Suparyono 1984.
golong rentan (susceptible = S) (Suparyono 1984). Pengelompokan patotipe dilaksanakan berdasarkan nilai interaksi antara varietas diferensial dengan isolat (Tabel 1).
Tabel 2. Anova keparahan hawar daun bakteri pada varietas diferensial asal Jepang yang diinokulasi dengan isolat-isolat Xoo, Sukamandi MK 2001 dan MH 2001/2002. Sumber ragam
Derajat bebas
Tingkat signifikansi virulensi Xoo
Manajemen dan Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rata-rata keparahan penyakit. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam (Anova), dan perbedaan antarperlakuan diuji dengan uji jarak berganda (LSD) pada taraf 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap virulensi isolat bakteri Xoo pada kedua musim tanam (Tabel 2). Ini berarti perkembangan penyakit HDB hasil inokulasi dengan berbagai isolat pada varietas padi diferensial ternyata berbeda. Perbedaan virulensi isolat bakteri Xoo terhadap varietas diferensial diperlihatkan oleh variasi keparahan penyakit yang nyata pada tanaman varietas diferensial yang diinokulasi dengan isolat bakteri Xoo. Perbedaan keparahan ini disebabkan interaksi antara gen tahan pada masing-masing varietas diferensial dengan gen virulen pada masing-masing isolat. Isolat-isolat bakteri Xoo yang diuji umumnya memiliki virulensi tinggi terhadap Kinmaze (tanpa gen tahan), Kogyoku (memiliki dua gen tahan dominan Xa-1, dan Xa-kg), dan Tetep (memilki dua gen tahan dominan, Xa-1 dan Xa-2). Terhadap varietas Wase Aikoku (memilki dua gen tahan Xa-3 dan Xa-w) dan Java 14 (memilki tiga gen tahan Xa-1, Xa-2, dan Xa-kg) isolat-isolat Xoo menunjukkan virulensi yang rendah. Rata-rata keparahan penyakit HDB berturut-turut pada MK 2001 dan MH 2001/2002 pada varietas Kinmaze adalah 41,9% dan 57,7%, Kogyoku 34,%5 dan 53,1%, dan pada Tetep 35,0% dan 55,0%. Pada varietas Wase Aikoku, rata-rata keparahan adalah 11,2% dan
Ulangan Varietas Galat A Stadium tanaman Varietas x Stadium Galat B Total R2 Koefisien variasi
MK 2001
MH 2001/2002
tn ** ** tn 0,99 9,15
tn ** ** tn 0,99 4,69
2 4 8 2 8 20 44
tn = secara statistik tidak berbeda nyata, * = secara statistik berbeda nyata, ** = secara statistik berbeda sangat nyata.
Tabel 3. Rata-rata keparahan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi varietas diferensial yang diinokulasi dengan bakteri Xoo, Sukamandi MK 2001 dan MH 2001/2002. Keparahan penyakit HDB (%) Varietas diferensial MK 2001 Kinmaze Kogyoku Tetep Wase Aikoku Java 14 LSD0,05
MH 2001/2002
41,9 a 34,5 b 35,0 b 11,2 c 8,5 d
57,7 a 53,1 c 55,0 b 16,8 d 10,8 e
2,4
1,8
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama secara statistik tidak berbeda nyata.
16,8%, sedangkan pada Java 14 8,5% dan 10,8%, berturut-turut pada MK 2001 dan MH 2001/2002 (Tabel 3). Faktor stadium tanaman asal isolat Xoo berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit. Ini berarti bahwa virulensi isolat Xoo dipengaruhi oleh stadium tanaman padi asal isolat Xoo. Perbedaan virulensi isolat Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium berbeda diper-
47
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 1 2003 Tabel 4. Rata-rata keparahan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi varietas diferensial yang diinokulasi dengan bakteri Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium tumbuh berbeda, Sukamandi MK 2001 dan MH 2001/2002.
Tabel 5. Komposisi patotipe 150 isolat bakteri Xoo yang berasal dari stadium tanaman padi berbeda, Sukamandi MK 2001 dan MH 2001/2002. MK 2001
Keparahan penyakit HDB (%) Stadium tanaman MK 2001
MH 2001/2002
Anakan Pembungaan Pemasakan
27,5 a 26,8 a 24,4 b
43,8 a 37,6 b 34,6 c
LSD0,05
1,8
1,4
Kelompok patotipe III IV VIII Jumlah
MH 2001/2002
Jumlah isolat
%
Jumlah isolat
%
64 23 63
42,7 15,3 42,0
14 43 93
9,0 29,0 62,0
150
100
150
100
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama secara statistik tidak berbeda nyata.
lihatkan oleh variasi keparahan penyakit yang dihasilkan. Keparahan penyakit tertinggi dihasilkan oleh isolat Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium anakan, diikuti oleh isolat yang berasal dari tanaman padi stadium pembungaan dan pemasakan. Pada MK 2001, rata-rata keparahan penyakit yang dihasilkan oleh isolat-isolat Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium anakan, pembungaan, dan pemasakan berturut-turut adalah 27,5%, 26,8%, dan 24,4%, sedangkan pada MH 2001/2002 berturut-turut sebesar 43,8%, 37,6%, dan 34,6% (Tabel 4). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap interaksi antara stadium tumbuh dengan variasi strain pada patogen tanaman di antaranya adalah fenomena adult-plant resistance, mutasi, dan sifat heterogen alamiah yang ada pada populasi patogen. Hwang et al. (1987) menyimpulkan bahwa adult-plant resistance, yaitu sifat tahan yang muncul saat tanaman sudah berumur, sangat berpengaruh terhadap keparahan penyakit blas dan penurunan hasil padi. Fenomena serupa, sebagai akibat dari proses mutasi, juga terlihat pada hasil kajian virulensi dua patotipe Puccinia graminis f.sp. tritici (Le Roux and Rijkenberg 1987). Mereka melaporkan dua patotipe yang diisolasi selama tahun 1984 dari kultivar SST 44 dan Gamka, yang sebelumnya tahan, menunjukkan peningkatan virulensi untuk gen tahan Sr24. Patotipe yang meningkat virulensinya itu disebut 2SA100 dan 2SA101, keduanya merupakan mutan (hasil mutasi) dari tipe sebelumnya. Kemungkinan lain adalah adanya karakter heterogenitas yang bersifat alamiah dari suatu populasi mikroorganisme. Hal ini serupa dengan hasil kajian "population dynamic and diversity of Pseudomonas syringae" pada kebun maple dan pear (Malvick and Moore 1988). Isolat dari kebun maple dan pear tersebut bervariasi, relatif terhadap patogenitas dan hasil analisis potongan DNA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran virulensi dari 150 isolat bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae sangat luas yaitu dari rendah (keparahan < dari 48
10%) sampai sangat tinggi (keparahan penyakit >50%). Terhadap varietas Kinmaze yang tidak memiliki gen tahan, Kogyoku dan Tetep yang masing-masing memiliki dua gen tahan, semua isolat yang diuji menunjukkan virulensi yang sangat tinggi. Ketiga varietas diferensial tersebut bereaksi rentan (susceptible) terhadap semua isolat bakteri Xoo yang diuji pada kedua musim. Berdasarkan virulensinya terhadap varietas diferensial asal Jepang maka dari 150 isolat bakteri yang diuji pada MK 2001 terdapat 64 isolat (42,7%) yang tergolong kelompok patotipe III, 23 isolat (15,3%) patotipe IV, dan 63 isolat (42,0%) patotipe VIII. Pada MH 2001/2002 terdapat 14 isolat (9%) yang tergolong patotipe III, 43 isolat (29%) patotipe IV, dan 93 isolat (62%) patotipe VIII (Tabel 5). Pada musim kemarau, dominasi patotipe Xoo kelompok III dan VIII berimbang, berturut-turut 42,7% dan 42,0%. Pada musim hujan, dominasi patotipe berubah, patotipe VIII sangat dominan (63%), diikuti patotipe IV (29%), dan patotipe III (9%). Perubahan ini menunjukkan perubahan virulensi. Pada musim hujan, virulensi bakteri Xoo lebih tinggi dibanding musim kemarau. Pada musim hujan, kondisi lingkungan terutama kelembaban relatif lebih mendukung virulensi bakteri Xoo dibanding musim kemarau. Bakteri Xoo berkembang dengan baik pada kondisi kelembaban o tinggi (> 90%) dan suhu 25-30 C (Ou 1985). Patotipe III adalah kelompok isolat Xoo yang memiliki virulensi tinggi terhadap Kinmaze (tanpa gen tahan), Kogyoku (dengan gen dominan Xa-1 dan Xa-kg), dan Tetep (dua gen dominan, Xa-1 dan Xa-2), akan tetapi tidak virulen terhadap Wase Aikoku (Xa-3) dan Java 14 (gen dominan Xa-1, Xa-2, dan Xa-kg). Patotipe IV adalah kelompok isolat yang memiliki virulensi tinggi terhadap semua varietas diferensial asal Jepang. Patotipe VIII adalah kelompok isolat yang memiliki virulensi tinggi tehadap varietas Kinmaze, Kogyoku, Tetep, dan Wase Aikoku, tetapi kurang virulen terhadap Java 14 (Suparyono 1984). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Suparyono (2000) bahwa patotipe IV dan VIII adalah
SUPARYONO ET AL.: PENYAKIT H AWAR D AUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI Tabel 6. Komposisi patotipe dari 44 isolat bakteri Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium anakan, Sukamandi MK 2001 dan MH 2001/2002. MK 2001 Kelompok patotipe
Tabel 7. Komposisi patotipe dari 65 isolat bakteri Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium pembungaan, Sukamandi MK 2001 dan MH 2001/2002.
MH 2001/2002
Jumlah isolat
%
Jumlah isolat
%
III IV VIII
15 10 19
34,1 22,7 43,2
4 15 25
9,0 34,0 57,0
Jumlah
44
44
kelompok patotipe Xoo yang tersebar merata di sentra penghasil padi di Jawa. Hasil pengujian pada MK 2001 menunjukkan bahwa dari sejumlah 44 isolat bakteri yang berasal dari tanaman padi stadium anakan, 15 isolat (34,1%) tergolong kelompok patotipe III, 10 isolat (22,7%) patotipe IV, dan 19 isolat (43,2%) patotipe VIII (Tabel 3). Hasil pengujian pada MH 2001/2002 menunjukkan empat isolat (9%) tergolong patotipe III, 15 isolat (34%) patotipe IV, dan 25 isolat (57%) patotipe VIII (Tabel 6). Data ini menunjukkan bahwa isolat bakteri Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium anakan didominasi oleh patotipe kelompok VIII. Hasil pengujian pada MK 2001 menunjukkan bahwa dari 65 isolat Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium berbunga, terdapat enam isolat (9%) tergolong patotipe III, 16 isolat (25%) patotipe IV, dan 43 isolat (66%) patotipe VIII (Tabel 5). Pada MH 2001/2002, isolatisolat tersebut terdiri dari 24 isolat (36,92%) patotipe III, 12 isolat (18,46%) patotipe IV, dan 29 isolat (44,62%) patotipe VIII (Tabel 7). Sejalan pada tanaman stadium anakan, patotipe yang dominan pada tanaman stadium berbunga adalah kelompok VIII. Hasil pengujian pada MK 2001 terhadap 41 isolat bakteri yang berasal dari stadium tanaman padi masak menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut terdiri atas 25 isolat (60,98%) patotipe III, satu isolat (2,44%) patotipe IV, dan 15 isolat (36,59%) patotipe VIII (Tabel 7). Pada MH 2001/2002 terdapat empat isolat (10%) tergolong patotipe III, 12 isolat (29%) patotipe IV, dan 25 isolat (61%) patotipe VIII (Tabel 8). Berbeda dengan stadium anakan dan stadium berbunga, dominasi kelompok patotipe Xoo pada musim kemarau berbeda dengan pada musim hujan. Pada musim kemarau, patotipe Xoo yang dominan adalah kelompok III, sedangkan pada musim hujan adalah kelompok VIII. Adanya perbedaan atau perubahan dominasi kelompok pada musim kemarau dan musim hujan, diduga karena virulensi bakteri Xoo dipengaruhi oleh musim. Pada MK 2001, komposisi bakteri Xoo yang dominan pada stadium anakan dan pembungaan adalah patotipe VIII, berturut-turut sebesar 43,18% dan
MK 2001 Kelompok patotipe
Jumlah isolat
III IV VIII
24 12 29
Jumlah
65
MH 2001/2002 %
Jumlah isolat
%
36,9 18,5 44,6
6 16 43
9,0 25,0 66,0
65
Tabel 8. Komposisi patotipe dari 65 isolat bakteri Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium masak, Sukamandi MK 2001 dan MH 2001/2002. MK 2001 Kelompok patotipe
MH 2001/2002
Jumlah isolat
%
Jumlah isolat
%
III IV VIII
25 1 15
61,0 2,5 36,5
4 12 25
10,0 29,0 61,0
Jumlah
41
44,62%. Pada stadium pemasakan, patotipe yang dominan adalah kelompok III (60,98%). Pada MH 2001/2002, patotipe yang dominan pada ketiga stadium tumbuh tanaman adalah kelompok VIII. Secara umum kelompok patotipe yang dominan pada kedua musim tanam adalah kelompok VIII. Dominansi dan komposisi patotipe menurut stadium tumbuh tanaman padi (temporal) merupakan aspek yang penting, terutama dalam kaitannya dengan program pengembangan varietas tahan. Hal ini perlu, agar informasi tahan suatu varietas dilengkapi dengan informasi ketahanan terhadap patotipe tertentu pada stadium tumbuh tertentu. Penelitian ini selain memberikan informasi tentang komposisi patotipe X. oryzae pv. oryzae menurut stadium tumbuh padi juga memberikan informasi tentang patotipe yang dominan pada stadium tumbuh tertentu yang selanjutnya akan bermanfaat dalam proses pengembangan varietas tahan hawar daun bakteri. Dalam pembentukan varietas tahan hawar daun bakteri, selain mempertimbangkan dominasi patotipe yang ada di lapang juga perlu memperhatikan dominasi patotipe menurut stadium tumbuh tanaman padi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok patotipe VIII, IV, dan III merupakan patotipe yang dominan di sentra produksi padi di Jawa. Oleh karena itu, program pembentukan varietas tahan di masa yang akan datang perlu memprioritaskan kelompok patotipe-patotipe tersebut. 49
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 1 2003
KESIMPULAN DAN SARAN Keragaman komposisi patotipe bakteri Xoo dipengaruhi oleh stadium tumbuh tanaman padi. Kelompok patotipe bakteri Xoo yang ditemukan pada tanaman padi stadium anakan, berbunga, dan pemasakan adalah patotipe III, IV, dan VIII. Pada MK 2001, isolat bakteri Xoo yang berasal dari tanaman padi stadium anakan dan pembungaan didominasi oleh patotipe bakteri Xoo kelompok VIII, sedangkan isolat bakteri Xoo yang berasal dari stadium pemasakan didominasi oleh patotipe kelompok III. Pada MH 2001/ 2002, dari ketiga stadium tumbuh tanaman, patotipe bakteri Xoo yang dominan adalah kelompok VIII. Faktor yang berpengaruh terhadap interaksi antara stadium tumbuh dengan komposisi patotipe Xoo, di antaranya adalah fenomena adult-plant resistant, mutasi, dan karakter heterogenitas alamiah populasi mikroorganisme. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap dinamika populasi patogen, sesuai dengan stadium tumbuh tanaman. Dominansi dan komposisi patotipe menurut stadium tumbuh tanaman padi (temporal) merupakan aspek yang penting, terutama dalam kaitannya dengan program pengembangan varietas tahan penyakit hawar daun bakteri.
UCAPAN TERIMA KASIH Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr. Suwarji dan Umin Sumarlin, atas kerja dan tanggung jawab dalam melaksanakan penelitian ini. Biaya dan fasilitas penelitian adalah aset Balai Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. Untuk itu, kepada segenap jajaran Badan Litbang Pertanian, khusunya Balitpa, disampaikan terima kasih
50
yang tulus atas dukungannya, baik dana, kesempatan, maupun fasilitas penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Hwang, B.K., Koh Y.K., and Chung H.S. 1987. Effect of adult-plant resistance on blast severity and yield of rice. Plant Disease 71:1035-1038. nd Ou, S.H. 1985. Rice diseases (2 ed) CMI Kew.380 pp. Le Roux, J. and Rijkenberg. 1987. Pathotypes of Puccinia graminis f.sp. tritici with increased virulence for Sr24. Plant Disease 71:1115-1119. Malvick, D.K. and Moore, L.W. 1988. Population dynamics and diversity of Pseudomonas syringae on maple and pear trees and associated grasses. Phytopathology 78:1366-1370. Mew, T.W., Vera Cruz, and R.C. Rayes. 1982. Interaction of Xanthomonas campestris oryzae and Resistance of Rice cultivar. Phytopathology 72 (7): 786-789. Mew, T.W. 1989. An overview of the world bacterial leaf blight situation. p.7-12. In: Bacterial blight of rice. IRRI. Manila Philippines. Qi, Z. and T.W. Mew. 1989. Types of resistance in rice to bacterial blight. p.125-134. In: Bacterial blight of rice. IRRI. Manila Philippines. Suparyono. 1982. Pathotype shifting of Xanthomonas campestris pv. oryzae, the cause of bacterial leaf blight in West Java. Indonesian J. of Crop Science Suparyono 1984. Distribusi patotipe Xanthomonas campestris pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun padi di Jawa Barat. Tesis S2 Fak. Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 37p. Suparyono, A. S. Suriamihardja, and T. Tjubaryat. 1982. Rice bacterial patotype group which attacks the IR36 group of variety. Ilmu Pertanian 3(5). Suparyono. 1982. Pathotype shifting of Xanthomoas campestris pv. oryzae, the cause of bacterial leaf blight in West Java Indonesian. Ilmu Pertanian 3(5). Suparyono. 1984. Distribusi patotipe Xanthomonas campestris pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun padi di Jawa Barat. Tesis S2, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, 37p. Suparyono dan A. Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. 118p. Suparyono. 2000. Pewilayahan varietas tahan hawar daun bakteri di Jawa. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 19p.