PENINGKATAN KUALITAS SAYURAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK DAN PENERAPAN TEKNIK PASCAPANEN
DINI NUR HAKIKI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Kualitas Sayuran dengan Penggunaan Pupuk Organik dan Penerapan Teknik Pascapanen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015 Dini Nur Hakiki NIM F152120021
RINGKASAN DINI NUR HAKIKI. Peningkatan Kualitas Sayuran dengan Penggunaan Pupuk Organik dan Penerapan Teknik Pascapanen. Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI, UENO HIDETO, dan Y.ARIS PURWANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan antara perlakuan prapanen dengan penggunaan pupuk organik dan penanganan pascapanen dengan perlakuan hydrocooling dan heat shock untuk meningkatkan mutu sayuran. Penelitian ini mengkaji kualitas sayuran saat panen (lobak, pak choi, dan bayam) dan selama penyimpanan (bayam) yang dipupuk menggunakan pupuk organik dibandingkan dengan pupuk kimia. Selain itu, mengkaji penanganan pascapanen sayuran organik (bayam) yang mudah diaplikasikan di tingkat petani dengan teknik hydrocooling dan heat shock. Pupuk organik yang digunakan berasal dari kotoran ayam dengan konsentrasi sama (15 gN/m2), lebih rendah (12 gN/m2), dan lebih tinggi (30 gN/m2) dari pupuk kimia (15 gN/m2). Pupuk organik dicampur merata dengan tanah pada pot berukuran 0.102 m2, didekomposisi selama 20 hari, kemudian ditanami lobak, pak choi, dan bayam. Panen dilakukan saat lobak berdiameter 2 cm sedangkan pak choi dan bayam saat tinggi mencapai 20 cm. Kualitas yang diamati adalah penampakan fisik dengan pengukuran warna (sistem L*, a*, b* hunter) dan klorofil (bayam), rasa dengan total padatan terlarut, nutrisi dengan asam askorbat, total antioksidan, dan total mineral K, Ca, Mg, Na, serta keamanan pangan dengan kandungan nitrat. Selanjutnya hanya pada komoditas bayam dilakukan penyimpanan dan perlakuan penanganan pascapanen menggunakan teknik hydrocooling (merendam bayam pada air es 3-5 0C selama 5 menit) dan heat shock (merendam pada air hangat 40 OC selama 3.5 menit). Penyimpanan bayam dilakukan pada suhu 7 0C selama 7 hari. Kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, total antioksidan, warna, dan klorofil diukur tiap 1, 3, dan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik berpengaruh terhadap kualitas saat panen lobak, pak choi, dan bayam. Pada lobak dan pak choi, pemberian pupuk organik memiliki pengaruh signifikan pada peningkatan asam askorbat dan penurunan nitrat.Kandungan nitrat pada aplikasi pupuk organik lebih rendah kurang dari setengahnya pupuk kimia sedangkan asam askorbat 1.7-2 x lipat lebih tinggi dari pupuk kimia.Total padatan terlarut dan total antioksidan tidak menunjukan pengaruh yang signifikan dan apliaksi pupuk organik dengan 2x konsentarsi pupuk kimia menunjukan total mineral K, Ca, Mg, dan Na yang tidak berbeda dengan pupuk kimia. Pada bayam, aplikasi pupuk organik dengan konsentrasi 2x lipat lebih banyak dari pupuk kimia dapat menghasilkan kualitas yang hampir sama dengan pupuk kimia dari segi kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, total mineral K, Ca, Mg, dan Na, dan warna.Selama penyimpanan, bayam organik dan non-organik tidak berbeda nyata dalam segi warna namun berbeda nyata pada kandungan nitrat, total padatan terlarut, dan asam askorbat. Keunggulan bayam organik yaitu terjadi kenaikan asam askorbat dan total antioksidan pada hari ketiga penyimpanan, kenaikan total padatan terlarut, serta belum terjadi perombakan nitrat menjadi nitrit.
Aplikasi pascapanen menggunakan heat shock cenderung mempertahankan warna dan klorofil bayam organik lebih baik dibanding dengan hydrocooling. namun aplikasi heat shock tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa penanganan pascapanen) dalam parameter kualitas warna, nitrat, asam askorbat, total padatan terlarut, dan total antioksidan. Kata kunci: heat shock, hydrocooling, kualitas, organik, pupuk
SUMMARY DINI NUR HAKIKI. Improvement of Vegetables Quality with Applied Organic Fertilizer and Postharvest Treatment. Supervised by EMMY DARMAWATI, Y.ARIS PURWANTO, and UENO HIDETO. This study aimed to improve vegetables quality by integration pre and postharvest treatments. Quality vegetables grown by application organic fertilizer after harvest in radish, pak choi, and spinach and during storage in spinach was compared with chemical fertilizer. Then, postharvest treatments of organic spinach that simple and applicable for farmer using by hydrocooling and heat shock was determined. Radish, pak choi, and spinach grown were raised in pot amended with three different rates of an organic fertilizer from chicken manure as 12 g N.m-2 ,15 g N.m-2, and 30 g N.m-2 and chemichal fertilizer as 15 g N/m2 .Organic fertilizer mixed completely with soil and decomposted for 20 days. The harvest time was determined when the diameter of radish as 2cm and the plant height of pak choi and spinach as 20 cm. The quality was evaluated by visual (color by L*a*b system and chlorophyll), flavour (total soluable solid), nutrition (ascorbic acid, total antoxidant, Total mineral K, Ca, Mg, and Na), and safety (nitrate content). Then, the study of postharvest treatment evaluated in spinach using by hydrocooling treatment was carried out using cold water of 3-5°C for 5 min and heat shock treatment was carried out using warm water of 40°C for 3.5 min. Spinach were placed in plastic oriented polypropylene (OPP) at 70C for 7 days. The changes in color, nitrate content, soluble solid content, ascorbic acid, total antioxidant were observed at 1, 3 and 7 days during storage period. The results showed organic fertilizer application can improve quality at harvest. Organic fertilizers application significantly affected the radish and pak choi quality, especially increase in ascorbic acid and decrease in nitrate content. The nitrate content from all treatment using organic fertilizer less than half of chemical fertilizer. The highest value of ascorbic acid in organic fertilizer treatment was 2 and 1.7 fold higher than chemical fertilizer. But no significant difference was observed in total soluable solid and total antioxidant. Application of organic fertilizer two times than chemical fertilizer have similar as total mineral K, Ca, Mg and Na in chemical fertilizer. At spinach, application of organic fertilizer two times than chemical fertilizer have similar as nitrate, total soluable solid, ascorbic acid, total mineral K, Ca, Mg, Na, and color. During storage organic and non-organic spinach was no significanct difference in terms of color, but significantly different in nitrate, total soluable solids, and ascorbic acid. Organic spinach have a good charecteristic during storage such us increasing ascorbic acid and total antioxidant at third day, changing nitrate to nitrite yet, and increasing total soluable solid. Heat shock was better than hydrocooling to maintain color and chlorophyll organic spinach but it were no significant difference with control to quality of color, ascorbic acid, total soluable solid, and total antioxidant.
Keywords: fertilizer, heat shock, hydrocooling, organic, quality
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENINGKATAN KUALITAS SAYURAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK DAN PENERAPAN TEKNIK PASCAPANEN
DINI NUR HAKIKI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah Peningkatan Kualitas Sayuran dengan Penggunaan Pupuk Organik dan Penerapan Teknik Pascapanen. Penelitian ini merupakan kerjasama penelitian antara IPB dan Ehime University –Japan dalam program Joint Degree Program Six Universities Initiative Japan Indonesia (SUIJI) Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Emmy Darmawati dan Bapak Dr Y.Aris Purwanto selaku pembimbing di Indonesia, serta Dr Ueno Hideto dan Dr Yo Toma yang menjadi pembimbing di Jepang. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof Sugahara, Prof Yamada, Prof Nishiguci, dan Dr Kataoka yang membantu saya dalam penyediaan alat laboratorium. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga, teman-teman dari JDP 2014, Soil Fertility and Plant Nutrition Laboratory, TPP 2012, PPI Ehime atas segala bantuan, doa, dan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Dini Nur Hakiki
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
vi vi vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Alat Rancangan Percobaan Prosedur penelitian Pengamatan dan pengukuran
4 4 4 4 5 6 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sayuran Lobak Pertumbuhan tanaman Kualitas lobak saat panen Pak choi Pertumbuhan tanaman Kualitas pak choi saat panen Bayam Pertumbuhan tanaman Kualitas bayam saat panen Kualitas Bayam Selama Penyimpanan Warna Kandungan Nitrat Total Padatan Terlarut Asam askorbat Total Antioksidan Kualitas Penanganan Pascapanen
14 14 15 15 16 18 18 19 21 21 23 26 26 27 28 29 29 30
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
33 33 33
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
34 38 50
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Formulasi pupuk Perlakuan pascapanen pada bayam Analisis tanah Karakteristik tanah awal Total mineral K, Mg, Ca, dan Na pada lobak setelah panen Total C/N pada lobak setelah panen Total mineral K, Mg, Ca, dan Na pada pak choi setelah panen Total C/N pak choi setelah panen Karakteristik tanah awal Total mineral K, Mg, Ca, dan Na pada bayam setelah panen Warna bayam setelah panen 12 Total C/N pada bayam setelah panen
5 5 6 15 17 18 20 21 21 24 25 25
DAFTAR GAMBAR 1 Jarak tanam bayam (kiri), lobak dan pak choi (kanan) 2 Penanganan pascapanen dengan hydrocooling (kiri) dan heat shock (kanan) 3 Diagram alir penelitian kualitas lobak,pak choi, dan bayam saat panen dengan perlakuan pupuk kimia konsentarsi 100% dan pupuk organik konsentarsi 80, 100, dan 200% 4 Diagram alir penelitian kualitas sayuran selama penyimpanan dan penanganan pascapanen 5 Tinggi tanaman lobak selama pertumbuhan 6 Klorofil lobak selama pertumbuhan 7 Kandungan nitrat, Total padatan terlarut, asam askorbat, dan % penghambatan pada lobak 8 Tinggi tanaman pak choi selama pertumbuhan 9 Klorofil pak choi selama pertumbuhan 10 Kandungan nitrat, Total padatan terlarut, asam askorbat, dan % penghambatan pada pak choi 11 Tinggi bayam selama pertumbuhan 12 Klorofil bayam selama pertumbuhan 13 Kandungan nitrat, Total padatan terlarut, asam askorbat, dan % penghambatan pada bayam 14 Kualitas warna pada bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan 15 Kandungan nitrat pada bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan 16 Kandungan total padatan terlarut pada bayam selama penyimpanan 17 Asam askorbat bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan 18 Asam askorbat bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan
7 8
12 13 15 16 16 18 19 20 22 22 23 27 28 28 29 29
19 Warna bayam selama penyimpanan setelah penanganan pascapanen 20 Kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, dan total antioksidan bayam dengan hydrocooling, heat shock, kontrol selama penyimpanan
30
32
DAFTAR LAMPIRAN 1 Alat yang digunakan 2 Bayam organik selama penyimpanan 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
38 setelah perlakuan penanganan
pascapanen Analisis statistik tinggi tanaman lobak Analisis statistik tinggi tanaman pak choi Analisis statistik tinggi tanaman bayam Analisis statistik klorofil lobak Analisis statistik klorofil pak choi Analisis statistik klorofil bayam Analisis statistik CN Lobak Analisis statistik CN pak choi Analisis statistik CN bayam Analisis statistik kandungan nitrat lobak Analisis statistik kandungan nitrat pak choi Analisis statistik kandungan nitrat bayam Analisis statistik total padatan terlarut lobak Analisis statistik total padatan telarut pak choi Analisis statistik total padatan terlarut bayam Analisis statistik asam askorbat lobak Analisis statistik asam askorbat pak choi Analisis statistik asam askorbat bayam Analisis statistik total antioksidan lobak Analisis statistik total antioksidan pak choi Analisis statistik total antioksidan bayam Analisis statistik total Mineral K, Ca, Mg, dan Na Lobak Analisis statistik total Mineral K, Ca, Mg, dan Na pak choi Analisis statistik total Mineral K, Ca,Mg, dan Na bayam Analisis statistik warna bayam Analisis statistik warna bayam organik dan non-organik selama penyimpanan Analisis statistik kandungan nitrat bayam organik dan non-organik selama penyimpanan Analisis statistik total padatan terlarut bayam organik dan non-organik selama penyimpanan Analisis statistik asam askorbat bayam organik dan non-organik selama penyimpanan Analisis statistik total antioksidan bayam organik dan non-organik selama penyimpanan Perlakuan hydrocooling dan heat shock terhadap kualitas warna Analisis statistik perlakuan hydrocooling dan heat shock terhadap kandungan nitrat, TPT, asam askorbat,dan total antioksidan
40 41 41 41 42 42 43 43 44 44 45 45 45 45 45 45 46 46 46 46 46 47 47 47 46 46 46 47 47 47 47 48 49
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan sayuran diprediksi akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan berkembangnya kesadaran akan pola hidup sehat di masyarakat. Sejalan dengan konsumsi yang meningkat perlu diimbangi dengan upaya menyediakan sayuran yang berkualitas. Konsumen menginginkan sayuran yang secara visual terlihat bagus, rasa enak, kaya nutrisi, serta aman bagi kesehatan (Kader 2002). Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kualitas sayuran. Kualitas sayuran dibangun mulai dari prapanen hingga pascapanen. Dari segi prapanen banyak studi menyatakan pupuk berpengaruh terhadap kualitas. Nitrogen yang terkandung dalam pupuk merupakan makronutrien penting bagi tanaman. Nitrogen tidak hanya mempengaruhi peningkatan produktivitas namun juga terhadap kualitas sayuran. Nitrogen berperan dalam penyusunan protein yang merupakan bahan utama pembentuk kloroplas, mitokondria, dan berperan dalam reaksi biokimia di dalam sel. Selain itu nitrogen juga merupakan penyusun klorofil dan berpengaruh terhadap warna hijau daun (Havlin 2005). Peningkatan nitrogen akan meningkatkan hasil panen, kandungan nitrat dan oksalat pada daun bayam, selain juga menurunkan kandungan vitamin C pada kentang (Elia et al 1997; Lee &Kader 2000). Pupuk dapat berasal dari bahan organik maupun kimia. Isu lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, membuat penggunaan pupuk organik lebih menarik untuk diterapkan. Pupuk organik dari kotoran ayam potensial sebagai penyedia nutrisi nitrogen bagi tanaman dengan kandungan nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik lain seperti dari kotoran sapi atau babi (Bernal et al. 2008). Selain itu, berkembangnya gaya hidup sehat di masyarakat, membuat masyarakat mulai melirik produk organik. Data dari International Federation of Organic Agriculture Movement International menyatakan bahwa penjualan produk organik secara global mencapai 72 miliar US dolar di tahun 2013 dan terus meningkat hingga 5 kali lipat sejak tahun 1999 (IFOAM 2015). Sayuran yang ditanam dengan pupuk organik cenderung lebih enak, sehat, dan kaya nutrisi walau hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Sekitar 1 240 studi menunjukkan bahwa buah atau sayuran organik lebih banyak mengandung mineral dan vitamin dibandingkan dengan konvensional. Namun beberapa studi juga menyatakan tidak ada signifikansi antara komoditas organik maupun konvensional. Pupuk organik memiliki karakteristik yang berbeda dengan pupuk kimia. Pupuk organik cenderung lambat proses mineralisasinya dibandingkan dengan pupuk kimia (Worthington 2001). Adanya perbedaan ini mungkin berpengaruh terhadap komposisi yang terbentuk pada sayuran sehingga mungkin akan berpengaruh pula terhadap kualitas sayuran saat panen. Sayuran selepas panen akan terus mengalami penurunan kualitas sejalan dengan lama penyimpanan akibat adanya respirasi yang merombak komponenkomponen di dalam sayuran. Selama ini studi mengenai kualitas sayuran organik selama penyimpanan masih relatif sedikit (Amodio et al. 2007). Beberapa penelitian terkait studi selama penyimpanan baru sebatas pada buah yaitu pada
2
jeruk (Candir et al, 2013), anggur (Chebrolu et al. 2012) kiwi (Amodio et al. 2007), dan apel (Deell dan Prange. 1992). Kualitas sayuran yang telah dihasilkan di lahan akan sia-sia bila tidak dijaga kualitasnya selepas panen. Kualitas yang dihasilkan dengan pemilihan pupuk yang tepat perlu dipertahankan hingga sampai ke tangan konsumen.Upaya dalam mempertahankan kualitas dapat dilakukan dengan penanganan pascapanen yang tepat. Penanganan pascapanen sayuran organik harus memperhatikan minimalisasi dari pemakaian bahan-bahan kimia. Penanganan pascapanen tanpa menggunakan bahan kimia diantaranya dengan penanganan secara fisik menggunakan aplikasi hydrocooling dan heat shock. Aplikasi penanganan ini juga cenderung mudah diterapkan di tingkat petani. Hydrocooling berusaha menurunkan panas lapang sesegera mungkin untuk memperlambat respirasi, memperkecil kerentanan terhadap mikroba, mengurangi kehilangan air, dan meringankan beban sistem pendinginan pada beban angkutan (Pantastico 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) menunjukkan bahwa hydrocooling pada suhu 3 0C selama 5 menit mampu memberikan efek terbaik selama penyimpanan pada pak choi. Selain hydrocooling, penanganan pascapanen menggunkaan heat shock juga mampu mempertahankan kualitas komoditas. Penelitian Gomez et al (2008) menunjukkan bahwa heat shock pada bayam dengan suhu air 40 0C selama 3.5 menit dapat mengurangi pemecahan jaringan tanaman serta mempertahankan warna hijau pada bayam serta menunda menguningnya warna daun bayam. Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian yang mengintegrasikan antara perlakuan prapanen dengan penggunaan pupuk organik dan penanganan pascapanen dengan hydrocooling dan heat shock untuk mempertahankan mutu sayuran sampai di tangan konsumen. Perumusan Masalah Kualitas sayuran dibangun mulai dari prapanen hingga pascapanen. Faktor prapanen yang mungkin berpengaruh terhadap kualitas sayuran adalah pemupukan. Kandungan nitrogen dalam pupuk berperan dalam penyusunan protein dan klorofil. Sumber nitrogen yang cukup melimpah terkandung di pupuk organik dari kotoran ayam. Pupuk organik memiliki karakteristik yang berbeda dengan pupuk kimia. Pupuk organik cenderung lambat proses mineralisasinya dibandingkan dengan pupuk kimia. Adanya perbedaan ini mungkin berpengaruh terhadap kualitas sayuran saat panen. Setelah dipanen, sayuran akan terus mengalami penurunan kualitas sejalan dengan lama penyimpanan akibat adanya respirasi yang merombak komponen-komponen di dalam sayuran. Nitrogen mungkin berpengaruh terhadap terhadap komposisi yang terbentuk saat panen dan mungkin berpengaruh pula terhadap kualitas selama penyimpanan. Pengaruh aplikasi pupuk organik terhadap kualitas sayuran saat panen dan selama penyimpanan dibandingkan dengan kontrol pupuk kimia perlu diteliti. Pupuk organik yang diaplikasikan menggunakan beberapa konsentrasi nitrogen yaitu sama, lebih tinggi, dan lebih rendah konsentrasinya dengan pupuk kimia. Kualitas sayuran yang telah dihasilkan di lahan akan sia-sia bila tidak dijaga kualitasnya selepas panen Kualitas yang dihasilkan dengan pemilihan pupuk yang tepat perlu dipertahankan sampai ke tangan konsumen. Penanganan pascapanen diperlukan untuk mempertahankan kualitas. Penanganan pascapanen sederhana yang dapat
3
diterapkan di tingkat petani diantaranya menggunakan hydrocooling atau heat shock. Penelitian terdahulu menyatakan hydrocooling pada pak choi efektif dilakukan pada suhu 3 0C selama 5 menit dan heat shock pada bayam dengan suhu air 40 0C selama 3.5 menit. Pengaruh aplikasi penanganan pascapanen tersebut terhadap kualitas bila diterapkan terhadap sayuran organik perlu diteliti. Penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa komoditas sayuran yang mewakili sayuran umbi akar yaitu lobak dan sayuran daun yaitu pak choi dan bayam, sedangkan penelitian mengenai kualitas selama penyimpanan dan penanganan pascapanen difokuskan pada satu komoditas saja yaitu bayam. . Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Mengkaji pengaruh pupuk organik yang berasal dari kotoran ayam terhadap kualitas lobak, pak choi, dan bayam saat panen. Mengkaji pengaruh pupuk organik terhadap kualitas bayam selama penyimpanan. Mengkaji pengaruh perlakuan pascapanen hydrocooling dan heat shock dalam mempertahankan kualitas bayam organik. Manfaat Penelitian
Informasi yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani dalam usaha penyediaan sayuran organik berkualitas bagi konsumen. Petani dan konsumen dapat memperoleh informasi mengenai kualitas sayuran organik saat panen dan selama penyimpanan. Selain itu dapat menjadi referensi bagi petani dalam menentukan konsentrasi nitrogen yang tepat pada pupuk organik dengan kualitas tidak kalah dengan pupuk kimia. Petani juga mendapat informasi tentang penanganan pascapanen sederhana untuk sayuran organik. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Jepang dengan kerjasama program Six Universities Initiative Japan Indonesia (SUIJI) antara IPB dan Universitas Ehime. Objek penelitian dibatasi pada tiga komoditas sayuran yang merepresentasikan sayuran umbi yaitu lobak dan sayuran berdaun yaitu pak choi dan bayam. Tiga komoditas ini cukup luas pemanfaatanya baik di Indonesia maupun Jepang. Di Jepang, lobak menjadi bahan baku tsukemono atau pikel yang menjadi makanan penting dihidangkan bersama nasi maupun miso soup. Bayam umumnya digunakan sebagai topping dalam sup ataupun dijadikan horenso no goma e, yang merupakan rebusan bayam dicampur bersama kecap plus minyak wijen. Di Indonesia berbagai jenis makanan menggunakan bahan dasar dari lobak, bayam,dan pak choi. Pak choi sendiri mulai populer dan banyak ditemukan di pasar swalayan Indonesia, umumnya digunakan sebagai masakan Cina. Penelitian ini menggunakan pupuk organik dari kotoran ayam dan pupuk kimia. Pupuk kimia digunakan sebagai kontrol dengan kandungan nitrogen sebanyak 15 gN/m2 yang merepresentasikan penggunaan pupuk kimia secara umum oleh petani sayuran di Jepang. Konsentrasi nitrogen pada pupuk organik menggunakan 3 taraf konsentrasi yaitu sama dengan kontrol sebesar 15 gN/m2
4
(100%), lebih rendah sebesar 12 gN/m2 (80%), dan lebih tinggi sebesar 30 gN/m2 (200%). Penelitian selama penyimpanan dan penanganan pascapanen dilakukan hanya pada komoditas bayam. Hal ini mempertimbangkan bayam merupakan tanaman yang paling responsif terhadap nitrogen (Cantliffe 1992) selain juga mempertimbangkan keterbatasan waktu dan tenaga. Kualitas yang diamati adalah penampakan fisik dengan pengukuran warna (L, a ,b) dan klorofil (bayam), rasa dengan total padatan terlarut, nutrisi dengan asam askorbat, total antioksidan, dan total mineral K, Ca, Mg, Na, serta keamanan pangan dengan kandungan nitrat.
2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Juli 2014 hingga Januari 2015 di Green House Ehime University Jepang untuk penanaman, Soil Fertility and Plant Nutrition Laboratory dan Animal Cell Technology Ehime University Jepang untuk analisis laboratorium. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari benih lobak, pak choi, dan bayam, pot, media tanam, pupuk organik yaitu pupuk kandang dari kotoran ayam, dan pupuk kimia. Benih lobak dan pak choi berasal dari Peacock company sedangkan bayam berasal dari Takii Company. Benih dibeli di toko pertanian DAIKI pada bulan Juni 2014 (lobak dan pak choi) dan September 2014 (bayam). Pot yang digunakan berasal dari bahan plastik dengan dimensi 60 cm x 70 cm. Media tanam lobak dan pak choi berupa tanah dengan kandungan vermiculate, batu bara, dan pasir sedangkan pada bayam menggunakan media tanam yang telah terkemas berasal dari perusahaan ISEKI ditambah dengan tanah yang mengandung charcoal. Pupuk kandang dari kotoran ayam dengan kandungan N:P:K = 4.4%:3.7%:2.7% dibeli di toko pertanian DAIKI dalam bentuk pelet yang telah dikemas. Pupuk kimia dengan kandungan N:P:K= 14:14:14 juga dibeli pada tempat yang sama. Bahan pendukung lainnya antara lain: plastik Oriented Polypropylen (OPP) 27 cm x 19 cm, air es, dan air hangat 40 0C. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, SPAD-502 plus, pH B-713, EC meter model Twind Cond B-173, CN elemental analyzer Sumigraph NC-80 Auto, dan Atomic Absorption Spectrophotometer Z-5300, Hitachi High-Tech Fielding Corporation, Chromameter CR-200, Nitrate meter B3412 Twind Horiba, Refractometer PAL-1, Atago Co., Ltd, dan Reflektometer EMD Millipore 116981 Reflectoquant® Ascorbic Acid Test Strips, Microplate Reader SH 8000. Penyimpanan menggunakan cool storage PCI-301.
5
Rancangan Percobaan Percobaan pengaruh pupuk organik dan pupuk kimia terhadap kualitas sayuran lobak, pak choi, dan bayam dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 kali ulangan. Perlakuan dengan formulasi pupuk dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1 Formulasi pupuk Perlakuan
Label
Pupuk Kimia (Kontrol) Pupuk Organik 80% Pupuk Organik 100% Pupuk Organik 200%
C 100 M 80 M 100 M 200
Konsentrasi N Jumlah pupuk (gN/m2) (gr fertilizer/pot) 15 12 15 30
10.9 27.8 34.8 69.6
Penelitian terhadap lobak dan pak choi dilakukan pada bulan Agustus September 2014 sedangkan untuk bayam dimulai November 2014 – Januari 2015. Sebanyak 16 buah lobak dan 5 buah pak choi ditanam bersama dalam satu pot sedangkan bayam ditanam sebanyak 14 buah perpot. Selama pertumbuhan dilakukan pengukuran tinggi tanaman dan kandungan klorofil. Setelah panen lobak, pak choi, dan bayam dianalisis kualitasnya dengan pengukuran kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, total antioksidan, dan total mineral K, Ca, Mg, dan Na. Rancangan percobaan dijelaskan dengan model matematika sebagai berikut: Yij(t) = µ + P(i) + ε(i) Keterangan: Yij(t) = respon tiap parameter yang diamati µ = nilai rata-rata umum P(i) = pengaruh perlakuan pupuk e(i) = pengaruh galat percobaan Selanjutnya dari tiga jenis komoditas, hanya bayam yang dilakukan penelitian selama penyimpanan dan penanganan pascapanen. Penelitian penanganan pascapanen bayam dengan menggunakan perlakuan hydrocooling dan heat shock (Tabel 2). Bayam yang dipilih sebagai sampel adalah bayam pada aplikasi pupuk organik dengan pertumbuhan tanaman paling baik. Tabel 2 Perlakuan pascapanen pada bayam Perlakuan Pascapanen Keterangan Tanpa perlakuan Hydrocooling suhu 3-50C selama 5 menit. Heat shock suhu 400C selama 3.5 menit
6
Setelah perlakuan penanganan pascapanen, bayam disimpan pada suhu 70C selama 7 hari dan diamati kualitasnya pada hari ke-1, 3, dan 7 hari penyimpanan. Analisis kualitas yang dilakukan adalah kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, total antioksidan, dan total mineral K, Ca, Mg, dan Na. Rancangan percobaan perlakuan pascapanen menggunakan rancangan acak lengkap dijelaskan dengan model matematika sebagai berikut: Yij(t) = µ + P(i) + ε(i) Keterangan: Yij(t) = respon tiap parameter yang diamati µ = nilai rata-rata umum P(i) = pengaruh perlakuan penanganan pascapanen e(i) = pengaruh galat percobaan Analisis statistik menggunakan ANOVA dengan SPSS 16.0. Uji lanjut dnegan menggunakan uji duncan dengan selang kepercayaan 95%. Prosedur penelitian 1. Tahap penyiapan tanah dan pot Penelitian diawali dengan penyiapan tanah dan pot. Karakteristik tanah yang digunakan dalam penelitian dianalisis terlebih dahulu (Tabel 3). Pada lobak dan pak choi, tanah terdiri dari vermiculate, charcoal, dan pasir sedangkan pada bayam media tanam dicampur dengan tanah yang mengandung charcoal. Tabel 3 Analisis tanah Analisis Total N Total C EC pH Total K, Mg, Ca, Na
Metode Combustion method Combustion method EC meter pH meter Atomic absorbance spectrophotometry
2. Tahap dekomposisi pupuk organik Pupuk organik dari kotoran ayam yang berbentuk pelet ditimbang sesuai dengan perlakuan pada Tabel 3. Pupuk organik didekomposisi terlebih dahulu. Tanah dicampur merata dengan media tanam menggunakan skop, diratakan permukaannya, ditambahkan 2 liter air/pot, dan ditutup menggunakan terpal. Proses dekomposisi dilakukan selama 20 hari. 3. Tahap Penanaman Penanaman lobak dan pak choi dilakukan pada Bulan Agustus 2014 (musim panas) di lahan terbuka sedangkan bayam dilakukan pada bulan November 2014 (peralihan menuju musim dingin) di green house. Lobak dan pak choi ditanam secara bersamaan dalam satu pot yang terdiri dari 16 lubang untuk lobak dan 5 lubang untuk pak choi, masing-masing lubang berisi 5 benih. Bayam ditanam
7
sebanyak 14 lubang/pot, masing-masing lubang berisi 3 benih (Gambar 1). Setelah berumur satu minggu dilakukan thin out/penjarangan untuk menghasilkan satu tanaman perlubang. Kriteria tanaman yang dipilih adalah tanaman paling tinggi, daun paling banyak dan sehat. Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida nabati dari campuran air cabai dan bawang putih yang disemprotkan tiap dua kali sehari. Insektisida nabati hanya diberikan pada lobak dan pak choi dikarenakan populasi hama seperti ulat dan belalang selama musim panas cenderung tinggi dibandingkan musim dingin. Penyiraman dilakukan tiap pagi atau sore hari bila secara visual permukaan tanah tampak mulai mengering. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan tiap minggu meliputi pengukuran tinggi tanaman dan klorofil.
A B Gambar 1 Jarak tanam bayam (A), lobak dan pak choi (B) 4. Tahap Pemanenan Panen lobak dilakukan ketika diameter umbi mencapai 2 cm sedangkan untuk pak choi dan bayam ketika tinggi tanaman mencapai 20 cm. Umur panen lobak, pak choi, dan bayam berturut-turut 33, 35, dan 64 hari. Panen dilakukan pada pagi hari. Panen lobak dilakukan dengan mencabut umbi akar secara perlahan menggunakan skop, pak choi dengan mencabut akar secara perlahan menggunakan tangan, dan bayam memotong bagian akar tanaman secara perlahan menggunakan gunting. Lobak, pak choi, dan bayam dibersihkan dengan air untuk menghilangkan sisa tanah yang menempel, selanjutnya dikeringanginkan, dan diukur sesegera mungkin. Pengukuran meliputi kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, total antioksidan, dan total mineral K, Ca, Mg, Na. 5. Tahap penanganan pascapanen Hanya komoditas bayam yang selanjutnya dilakukan penanganan pascapanen dan disimpan. Bayam dengan perlakuan pupuk kimia setelah dibersihkan segera dibungkus dengan plastik Oriented Prolypropylene (OPP). Kemudian, bayam dengan salah satu perlakuan pupuk organik yang memiliki tingkat kematangan hampir sama dengan pupuk kimia dilakukan perlakuan penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen menggunakan hydrocooling dan heat shock dijelaskan pada Gambar 2 Hydrocooling Bayam direndam dalam air es dengan suhu 3-5 0C selama 5 menit. Kemudian dikeringanginkankan dengan kain tisu dan dikemas dengan plastik OPP (Dewi, 2008). Heat shock
8
Bayam direndam dalam air hangat pada temperatur 40 0C selama 3.5 menit. Kemudian sampel dikeringanginkan dengan kain tisu dan dikemas dengan plastik OPP (Gomez, 2008). Untuk kontrol, bayam yang telah dibersihkan dan tanpa diberi perlakuan apapun dibungkus dengan plastik OPP.
A B Gambar 2 Penanganan pascapanen dengan hydrocooling (A) dan heat shock (B) Dalam tiap plastik terdiri dari 4 buah bayam dengan berat kurang lebih 20 gram per bayam. Seluruh sampel bayam disimpan di lemari pendingin pada suhu 70C, RH 98-95% selama 7 hari. Pengukuran kualitas meliputi warna, kandungan nitrat, total padatan terlarut, dan asam askorbat pada hari ke-1, 3, dan 7 penyimpanan sedangkan total antioksidan hanya dilakukan pada hari ke-3 dan 7 penyimpanan. Diagram alir penelitian dijelaskan pada Gambar 3 dan 4. Pengamatan dan pengukuran Analisis karakteristik tanah 1.pH dan EC Analisis pH digunakan untuk mengetahui derajat keasaman dan kebasahan tanah. Alat yang digunakan adalah pH meter LAQUA dengan rentang pengukuran pH 2-12. Prinsip kerja alat ini menggunakan metode elektrometri yaitu sensor berupa elektroda kaca akan mengukur jumlah ion H3O+ di dalam larutan. Sebelum digunakan alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan standar pH 7. Sampel tanah sebanyak 5 gram dilarutkan dengan air distilasi sebanyak 12.5 ml dalam tabung corning, kemudian dihomogenisasi dengan mesin pada kecepatan 130 rpm selama 1 jam. Sampel tanah diteteskan pada sensor pH meter (Lampiran 1.Gambar 1), ditunggu beberapa detik hingga nilai pH terbaca pada alat. Setelah digunakan, pH meter dibersihkan menggunakan larutan distilasi dan dikeringkan dengan tisu untuk digunakan dalam pengujian sampel selanjutnya. Analisis EC digunakan untuk mengukur konduktivitas listrik tanah atau tingkat kegaraman yang ada dalam tanah. Alat yang digunakan adalah EC meter Twin Cond B-173 dengan rentang pengukuran 0-19.9 mS/cm. Prinsip kerja alat ini dengan metode AC bipolar. Sebelum digunakan alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan standar 1.41 mS/cm. Preparasi sampel tanah pada pengukuran EC sama dengan pengukuran pH namun setelah homogenisasi ditambahkan kembali air distilasi sebanyak 12.5 ml dan dikocok dengan tangan selama 1 menit. Sampel kemudian diteteskan pada sensor EC meter Twin Cond B-173 hingga nilai EC terbaca pada monitor alat. (Lampiran 1. Gambar 2)
9
2.Total C dan N Kandungan karbon dan nitrogen diukur menggunakan CN elemental analyzer Sumigraph NC-80 Auto Sumika Chemical. Prinsip kerja mesin ini menggunakan flash combustion yang akan mengubah senyawa organik dan inorganik menjadi gas. Gas yang terbentuk selanjutnya akan dialirkan ke kolom kromatografi dengan gas helium sebagai carrier-nya. Gas akan dipisahkan di kolom dan dideteksi dengan thermal conductivity detector. Sampel tanah sebanyak 10 gram dikeringkan terlebih dahulu pada suhu ruang selama 1 minggu. Sampel selanjutnya digiling hingga menjadi bubuk. Sampel berbentuk bubuk ditimbang sebanyak 20 mg kemudian ditempatkan pada mesin CN elemental analyzer (Lampiran 1.Gambar 3) yang dijalankan pada suhu 850 0C menggunakan gas oksigen dan helium. Acetyl nitril digunakan sebagai standar. Hasil pengukuran akan dibaca oleh chromatopag. Formulasi perhitungannya sebagai berikut: Area acetyl/mg N= N mg sampel = N%=
X 100
C mg sampel = C%=
X 100
C/N =
3.Total Mineral K, Ca, Mg, Na Total Mineral K, Ca, Mg, Na dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer Z-5300, Hitachi High-Tech Fielding Corporation, Japan. Prinsip kerja alat ini dengan absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Sampel tanah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu ruang selama 1 minggu. Sampel digiling hingga menjadi bubuk kemudian ditimbang sebanyak 1 gram. Sampel sayuran dikeringkan terlebih dahulu dengan oven pada suhu 100 0C selama 3 hari. Sampel yang sudah kering, digiling hingga menjadi bubuk kemudian ditimbang sebanyak 0.2 gram (tanah) dan 0.1 gram (sayuran) untuk didekomposisi. Sampel diletakan di dalam tabung reaksi, ditambahkan asam nitrit sebanyak 10 ml dan asam perkolat sebanyak 10 ml, dipanaskan di atas hotplate bersuhu 200 0C selama kurang lebih dua minggu hingga larutan sampel berubah menjadi transparan. Selanjutnya larutan sampel diencerkan hingga 100 ml, dikocok, disaring menggunakan kertas penyaring dan ditempatkan pada tabung
10
corning. Larutan sampel diukur menggunakan Spectrophotometry (Lampiran 1. Gambar 4).
Atomic
Absorption
Parameter Kualitas Pascapanen 1.Nitrat Kandungan nitrat diukur menggunakan nitrat meter B3142 twin Horiba Japan. Alat ini bekerja dengan prinsip elektroda ion. Sebelum digunakan alat dikalibrasi terlebih dahulu. Bagian bayam dan pak choi yang diukur adalah seluruh bagian baik itu daun dan petiole sedangkan pada lobak yang digunakan adalah bagian umbi. Sebanyak 5 gram sampel ditambahkan air distilasi sebanyak 45 ml kemudian diblender hingga homogen. Larutan sampel diteteskan pada NO3meter (Lampiran 1.Gambar 6). Hasil yang terbaca ditampilkan pada layar. Hasil yang tertera dikalikan dengan dilusi yang dilakukan. 2.Total padatan terlarut Pengukuran total padatan terlarut menggunakan refraktometer Atago Co., Ltd. Sampel dihancurkan menggunakan juicer, kemudian diteteskan pada prisma refraktometer selama beberapa detik. Hasil akan tertera pada layar dengan satuan 0 brix. 3.Asam Askorbat Analisis asam askorbat menggunakan reflektometer EMD Millipore 116981 Reflectoquant® Ascorbic Acid Test Strips. Alat ini dilengkapi dengan kertas strip tes. Prinsip kerja alat ini yaitu asam askorbat akan mereduksi molybdophosphoric acid menjadi phospormolybdenum yang diukur secara reflektometri. Strip tes dicelupkan dalam sample dan diukur oleh reflektometer. Bagian bayam dan pak choi yang diukur adalah seluruh bagian baik itu daun dan petiole sedangkan pada lobak yang digunakan adalah bagian umbi. Sampel dipotong, ditimbang sebanyak 5 gram, ditambahkan air distilasi sebanyak 45 ml, diblender hingga homogen dan diukur pada reflektometer. Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan strip tes ke dalam larutan sampel selama dua detik, ditiriskan dengan tisu, dan ditempelkan pada sensor yang terdapat pada reflektometer .(Lampiran 1. Gambar 5). Hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Hasil yang tertera dikalikan 10 x dilusi. 4.Total Antioksidan Pengukuran antioksidan menggunakan pereaksi 1,1 diphenyl-2 picrylhydrazyl (DPPH) yang merupakan radikal bebas. Elektron pada DPPH akan memberikan absorpsi yang kuat pada panjang gelombang 515 nm dan memberikan warna ungu. Warna ungu akan memudar atau menjadi kuning ketika elektron bebas pada DPPH berikatan dengan hidrogen dari antioksidan yang terdapat pada sampel. Metode yang digunakan mengacu pada Tiveron et al.(2012) dan Khanam (2012). Bagian bayam dan pak choi yang diukur adalah seluruh bagian baik itu daun dan petiole sedangkan pada lobak yang digunakan adalah bagian umbi. Sampel dipotong kecil, dimasukan ke dalam tabung corning, dibekukan dalam freezer pada suhu -80 0C, kemudian dikeringkan menggunakan freeze drying selama kurang lebih dua hari. Sampel kering digiling hingga menjadi bubuk. Sebanyak
11
0.3 gram bubuk sampel diekstrak menggunakan 6 ml larutan metanol. Selanjutnya dikocok dengan kecepatan 120 rpm pada suhu 80 0C selama 1 jam. Ekstrak kemudian didinginkan dan disaring. Ekstrak didilusi dengan metanol 100%. Pada tiap komoditas, tiap perlakuan menggunakan faktor dilusi yang sama. Hasil dilusi dihomogenkan agar tercampur sempurna. Sebanyak 100 µl dilusi ekstrak direaksikan dengan 100 µl Larutan DPPH 0.05 mg/ml methanol dalam microplate. Microplate ditutup dengan aluminium foil untuk meminimalisasi kontak dengan cahaya karena larutan DPPH sangat reaktif terhadap cahaya, selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang dan diukur menggunakaan microplate reader SH 8000 Lab Japan dengan panjang gelombang 515 nm (Lampiran 1.Gambar 7). Penghitungan total antioksidan menggunakan % penghambatan dengan persamaan : % penghambatan= (1- A test Sampel/Ablank) x 100% 5.Warna Pengukuran warna menggunakan chromameter CR 200 Minolta Japan. Sistem notasi warna yang digunakan adalah sistem hunter yaitu L (kecerahan), a (+ merah,- hijau), b (+ kuning, - biru). Untuk kalibrasi, Chromameter diletakan pada kertas berwarna putih terlebih dahulu. Chromameter diletakan di atas daun dengan tepat tanpa ada celah diantara daun dengan Chromameter kemudian ditekan tombol pengukuran (Lampiran 1.Gambar 8). Sumber cahaya menyala dan reflektan terukur. Hasil pengukuran akan tertera pada layar printer. 6.Klorofil Pengukuran klorofil menggunakan klorofilmeter, SPAD yang prinsipnya mengukur absorbansi daun pada dua wilayah panjang gelombang. Klorofil daun akan berada pada wilayah biru dengan panjang gelombang 400-500 nm dan merah 600-700 nm. Penggunaan SPAD relatif mudah dan cepat. Daun dijepit pada sensor SPAD kemudian ditekan tombol pengukuran. Hasil pengukuran akan langsung terbaca pada layar SPAD.
12
Lobak, Pak choi, Bayam
Penyiapan pot dan media tanam
Pencampuran pupuk dengan media tanam 1. Pupuk kimia 80% (12.5 gN/m2) 2. Pupuk kandang 80% (12 gN/m2) 3. Pupuk kandang100% (15 gN/m2) 4. Pupuk kandang 200% (30gN/m2)
Penanaman, perawatan, dan pengukuran selama pertumbuhan (tinggi tanaman dan klorofil)
Pemanenan Lobak :diameter ukuran 2 cm (33 hari) Pak choi :tinggi 20cm (35 hari) Bayam : tinggi 20cm (64 hari)
Pengukuran indikator kualitas Kandungan nitrat Total padatan terlarut Asam askorbat TotalAntioksidan Total Mineral K,Ca,Mg, Na Warna dan Klorofil (bayam)
Analisis data
Gambar 3 Diagram alir penelitian kualitas lobak,pak choi, dan bayam saat panen dengan perlakuan pupuk kimia konsentarsi 100% dan pupuk organik konsentarsi 80, 100, dan 200%
13
Bayam
Bayam dengan aplikasi pupuk kimia
Bayam organik dengan hasil terbaik, tingkat kematangan sama dengan aplikasi pupuk kimia
Perlakuan pascapanen 1. Kontrol 2. Hydrocoling (T=3-5 0C, t =5 menit) 3. Heat shock((T=40 0C, t =3.5 menit)
Penyimpanan selama 7 hari Suhu 7 0 C, RH 98-95%
Analisis kualitas pada hari ke-1, 3, dan 7 penyimpanan; Kandungan nitrat Total padatan terlarut Asam askorbat TotalAntioksidan Warna dan Klorofil
Selesai Gambar 4 Diagram alir penelitian kualitas sayuran selama penyimpanan dan penanganan pascapanen
14
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sayuran Definisi kualitas menurut beberapa pakar yaitu Valero and Serrano (2010) menjelaskan bahwa kualitas pada produk segar berhubungan dengan atribut sensoris (penampakan visual, warna, tekstur, aroma, dan rasa), nutrisi (komponen kimia untuk kecukupan energi), dan fungsional (vitamin, kandungan fitokimia). Sama halnya dengan Kader yang menyatakan konsumen menganggap produk hortikultura berkualitas apabila terlihat secara visual terlihat bagus, renyah, dan menyediakan rasa dan nutrisi yang baik. Kader menjelaskan lebih lanjut bahwa komponen kualitas terdiri dari 5 komponen yaitu penampakan visual, tekstur, rasa, aroma dan rasa, nutrisi, dan keamanan pangan. Di Jepang kualitas untuk pasar retail khususnya, penampakan visual produk hortikultura menjadi karakteristik kualitas yang penting (Dyck dan Ito, 2002). Pada bayam kualitas secara visual dapat dilihat dari tinggi, berat, dan warna bayam. Tinggi tanaman bayam yang siap dijual di pasaran minimal berukuran 20 cm. Dari segi warna, hasil wawancara dengan beberapa konsumen jepang, lebih menyukai warna yang cenderung hijau gelap. Penelitian NARO (2013) terhadap komoditas bayam yang ditanam pada lahan terbuka memiliki nilai SPAD berkisar pada angka 30 sedangkan pada lahan tertutup berkisar pada angka 25. Untuk komoditas lobak, hasil wawancara dengan beberapa konsumen lobak dapat dipanen ketika diameter lobak telah mencapai 2 cm. Pak choi sendiri dapat dijual di pasaran ketika tinggi tanaman mencapai ukuran 20 cm. Indikaor kualitas lainnya yang penting adalah kualitas dari dalam yaitu nutrisi dan rasa. Untuk kualitas nutrisi asam askorbat dan kandungan nitrat menjadi indikator penting. Asam askorbat merupakan bagian dari vitamin C merupakan salah satu nutrisi penting bagi tubuh. Kegunaan vitamin C antara lain menghambat pembentukan nitrosoamine, meningkatkan imunitas, sebagai antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas, menurunkan resiko arterisklerosis, penyakit kardiovaskuler, dan kanker (Harris 1996). Pada lahan tertutup asam askorbat bayam mencapai rentang 30-40 mg/100g sedangkan pada lahan terbuka mencapai 50-60mg/100g. Kandungan nitrat yang rendah sangat penting bagi kesehatan. Nitrat sendiri sebenarnya cenderung tidak berbahaya, namun metabolisme nitrat akan menghasilkan produk seperti nitrit, nitritoksida, dan N-Nitroso yang dapat memicu terjadinya penyakit methaemoglobinaemia dan bersifat karsinogenik (Mensinga et al, 2003). Beberapa regulasi terkait batas nitrit yang aman antara lain sebesar 0-3.7 mg NO3/kg berat badan sesuai standar WHO, kemudian Europian Union mensyaratkan level maksimum kandungan nitrat sebesar 3 000 mg/kg dan 2 500 mg/kg berat segar pada tanaman yang dipanen bulan 1 November sampai 31 Maret dan 1 April sampai 31 Oktober (Muramoto 1999). Untuk standar Jepang, dari hasil wawancara kandungan nitrat pada tanaman tidak boleh lebih dari 3 000 ppm. Dari segi rasa, yaitu rasa yang manis dan tidak pahit.
15
Lobak Pertumbuhan tanaman Lobak ditanam pada pada media tanah yang memiliki karakteristik seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Lobak ditanam di lahan terbuka pada bulan Juli 2014 yang merupakan musim panas di Jepang. Tabel 4 Karakteristik tanah awal Analisis Tanah Lobak &Pak choi pH 6.7 EC (µS/m) 55.1 Total C (mg/kg) 0.96 Total N (mg/kg) 0.02 C/N 55 K (g/kg) 7.8 Mg (g/kg) 14.5 Ca (g/kg) 7.6 Na (g/kg) 1.6
Tinggi ( cm)
Pada masa awal pertumbuhan (hari ke-16), tinggi tanaman lobak pada aplikasi pupuk organik lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia namun seiring dengan bertambahnya waktu aplikasi pupuk kimia cenderung lebih cepat pertumbuhannya (Gambar 5). Hingga hari panen, lobak dengan aplikasi pupuk kimia lebih tinggi secara signifikan dengan pupuk organik 80% dan 100% namun dengan konsentrasi pupuk organik sebanyak 2x lipat pupuk kimia, tinggi tanaman lobak tidak berbeda nyata. 40 30 20 10 0
a a
a
b
a
a
C 100
a
M 80
a
b
b
M 100 M 200
16
Gambar 5
a
a
Lobak
25
33
Tinggi tanaman lobak selama pertumbuhan a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
Data klorofil menunjukan klorofil daun pada lobak yang ditanam dengan pupuk kimia lebih unggul dari awal hingga pada masa akhir tanam (Gambar 6). Aplikasi pupuk organik hingga 2x lipat pupuk kimia (M200) tidak berbeda nyata dengan pupuk kimia.
Klorofil
16
40
a
b
a
b
b
C 100
a b
ab
b
c
a
bc
M 80
20
M 100
0
M 200 16 days
25 days
33 days
Klorofil lobak selama pertumbuhan
Gambar 6
a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
Kualitas lobak saat panen Kualitas saat panen lobak dijelaskan pada Gambar 7. Kandungan nitrat pada semua perlakuan masih dalam batas aman yaitu kurang dari 3 000 ppm. Kandungan nitrat lobak dengan aplikasi pupuk organik lebih rendah dan berbeda secara signifikan dengan pupuk kimia. Pada konsentrasi nitrogen yang sama (15gN/m2), kandungan nitrat lobak dengan aplikasi pupuk organik mencapai 1.7x lipat lebih rendah. Konsentrasi nitrat paling rendah yaitu pada aplikasi pupuk organik 80% (M80) dengan kandungan nitrat yang 6x lipat lebih rendah dari pupuk kimia. Lobak merupakan jenis sayuran umbi akar, penelitian yag dilakukaan oleh Malmauret (2002) pada tanaman umbi akar lain yaitu kentang menunjukkan tren yang sama bahwa kandungan nitrat pupuk organik lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kimia. 5
1,000 Nitrat (ppm)
600
a ab
400 200
b
b
TPT (O brix)
4.5
800
a
3 C 100
M 80
M 100
C 100
M 200
50
a
40 b
30
bc
c
10 0 C 100
M 80
M 80
M 100 M 200
100
a
M 100
M 200
% penghambatan
Asam askorbat (mg/100g)
a
a
3.5
00
20
a 4
a
a
80 60
a
40 20 0 C 100
M 80
M 100 M 200
Gambar 7 Kandungan nitrat, Total padatan terlarut, asam askorbat, dan % penghambatan pada lobak a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
17
Total padatan terlarut (TPT) pada lobak tidak menunjukan perbedaan yang signifikan antar perlakuan (Gambar 7). Dilihat dari trendnya, TPT pada aplikasi pupuk organik cenderung lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik yang diaplikasikan maka total padatan terlarut cenderung lebih rendah. Asam askorbat lobak yang ditanam dengan pupuk organik signifikan lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia. Asam askorbat lobak tertinggi yaitu pada aplikasi pupuk organik 80% (M80) dengan kandungan asam askorbatnya 2x lipat lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia (Gambar 7). Semakin besar konsentrasi nitrogen pada pupuk organik maka asam askorbat cenderung semakin menurun. Pada aplikasi pupuk organik 200%, asam askorbat lobak tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk kimia. Total antioksidan lobak antar perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang signifikan (Gambar7). Aplikasi pupuk organik cenderung menghasilkan total antioksidan yang lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia. Total mineral lobak menunjukan bahwa mineral K, Mg, dan Ca tidak berbeda secara signifikan dengan pupuk kimia namun berbeda nyata pada mineral Na. Total K dan Mg paling tinggi pada aplikasi pupuk kimia sedangkan mineral Ca dan Na pada aplikasi pupuk organik 100% dan 200%. Tabel 5 Total mineral K, Mg, Ca, dan Na pada lobak setelah panen Mineral C 100 M 80 M 100 M 200 K 72.0 a 77.9 a 88.9 a 97.4 a Mg 3.16 a 2.81 a 2.97 a 3.33 a Ca 3.93 a 3.95 a 4.14 a 4.12 a Na 3.00 c 3.08 c 3.66 b 4.67 a Huruf tebal menunjukkan dua nilai terbesar dalam satu jenis komoditas Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Secara umum, lobak yang ditanam dengan aplikasi pupuk organik memiliki keunggulan dengan kandungan nitrat yang lebih rendah, asam askorbat dan mineral Na yang lebih tinggi serta memiliki kecenderungan TPT dan total antioksidan yang lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia. Terdapat teori keseimbangan C/N yang menjelaskan mengenai faktor yang berpengaruh terhadap kandungan kimia pada tanaman. Teori tersebut menyatakan bahwa ketika nitrogen tersedia dengan mudah, maka tanaman akan mengoptimalkan komponen yang mengandung kandungan nitrogen seperti protein, nitrat, alkaloid, glukosinolat namun ketika ketersediaan nitrogen terbatas maka metabolisme tanaman berganti dengan mengoptimalkan komponen kaya karbon seperti pati, selulosa, fenol, dan terpenoid, dan vitamin C (Worthington, 2001). Kandungan nitrat yang rendah pada lobak yang dipupuk organik dikarenakan pupuk organik tidak menyediakan nitrogen dalam bentuk yang mudah diserap tanaman (Siderer et al, 2005). Pada pupuk organik, proses mineralisasi nitrogen berjalan lebih lambat (Herencia et al. 2010). Hal ini dibuktikan dengan kandungan nitrogen yang terdapat pada lobak dengan pupuk organik lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kimia (Tabel 6). Bila nitrogen
18
tersedia dalam jumlah lebih maka terjadi peningkatan protein dan akan terakumulasi dalam bentuk nitrat (Worthington, 2010). Total C/N pada lobak yang diberi pupuk organik lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia (Tabel 6). Berdasar teori C/N, maka ketersediaan nitrogen tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik lebih terbatas sehingga metabolisme tanaman akan mengoptimalkan komponen kaya karbon seperti pati, selulosa, fenol, dan terpenoid, dan vitamin C.Oleh karena itu komponen karbon seperti total padatan terlarut, asam askorbat, dan total antioksidan cenderung lebih tinggi pada pupuk organik dibanding dengan pupuk kimia. Tabel 6 Total C/N pada lobak setelah panen Komponen C 100 M 80 M 100 M 200 (15gN/m2) (12gN/m2) (15gN/m2) (30gN/m2) Total C (mg/kg) 437.39a 465.67a 471.71a 443.78a Total N (mg/kg) 30.69a 17.21b 16.29b 23.25b Total C/N 14.83b 27.21a 28.95a 19.53b Pak choi
Tinggi (cm)
Pertumbuhan tanaman Pak choi ditanam secara bersamaan dengan lobak dalam satu pot. Hasil perkembangan tanaman menunjukan pola yang hampir sama dengan lobak yaitu pada awal masa pertumbuhan (hari ke-16), tinggi tanaman pak choi pada aplikasi pupuk organik khususnya aplikasi 200% (M200) lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia (Gambar 8). Seiring bertambahnya waktu aplikasi pupuk kimia lebih cepat pertumbuhannya. Saat hari panen, aplikasi pupuk kimia lebih tinggi dibanding dengan pupuk organik namun aplikasi pupuk organik 200% menunjukkan tinggi yang tidak berbeda nyata dengan pupuk kimia.
30 20
b
b ab
a
a
b ab
a
a
b
b
a
C 100 M 80
10
M100
0 16
Gambar 8
25
33
M 200
Tinggi tanaman pak choi selama pertumbuhan a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
Klorofil pak choi pada akhir panen lebih tinggi pada aplikasi pupuk kimia dibanding dengan pupuk organik namun aplikasi pupuk organik dengan konsentrasi 2x lipat pupuk kimia memiliki klorofil yang tidak berbeda dengan pupuk kimia (Gambar 9).
Klorofil
19
60 40 20 0
a
a
a
16 days
a
a
bc
c
25 days
ab
a
b
b
35 days
a
C 100 M 80 M 100 M 200
Gambar 9 Klorofil pak choi selama pertumbuhan a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
Kualitas pak choi saat panen Kualitas pak choi saat panen ditunjukkan pada Gambar 10. Kandungan nitrat pada semua perlakuan masih menunjukan batas aman. Kandungan nitrat pak choi dengan pupuk organik lebih rendah dan berbeda secara signifikan dengan pupuk kimia. Pada konsentrasi nitrogen yang sama (15 gN/m2), kandungan nitrat dengan aplikasi pupuk organik mencapai 5x lipat lebih rendah dari pupuk kimia. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik maka kandungan nitrat juga semakin meningkat. Pak choi yang ditanam dengan pupuk organik hingga konsentrasi 200% menunjukan kandungan nitrat yang tetap lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kimia yaitu sebesar setengah dari aplikasi pupuk kimia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vogtman et al (1993) pada tanaman daun. Total padatan terlarut pak choi yang ditanam dengan pupuk organik menunjukan hasil yang tidak signifikan dengan pupuk kimia (Gambar 10). Total padatan terlarut tertinggi yaitu pada aplikasi pupuk organik 80% sebesar 4.2 0brix dan terendah pada aplikasi pupuk kimia sebesar 3.7 obrix. Dilihat dari trendnya semakin tinggi konsentrasi nitrogen yang diberikan maka total padatan terlarut juga semakin menurun. Blom-Zandstra & Lampe, (1985) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara konsentrasi nitrat dengan akumulasi gula pada tanaman selada. Asam askorbat pak choi pada aplikasi pupuk organik lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia. Asam askorbat pada aplikasi pupuk organik 80% dan 100% berbeda signifikan dengan aplikasi pupuk kimia namun tidak berbeda signifikan pada aplikasi pupuk organik 200%. Aplikasi pupuk organik 100% menghasilkan asam askorbat tertinggi yaitu sebesar 1.7x lipat dibanding pupuk kimia. Semakin besar konsentrasi nitrogen maka asam askorbat cenderung semakin menurun (Gambar 10). Total antioksidan antar perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Dilihat dari trendnya, total antioksidan pada pupuk organik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kimia.Total antioksidan tertinggi yaitu pada aplikasi pupuk organik 100% (Gambar 10). Secara umum, pak choi yang ditanam dengan pupuk organik memiliki keunggulan yaitu kandungan nitrat yang rendah dan asam askorbat yang lebih tinggi dari pupuk kimia. Pak choi dengan pupuk organik juga cenderung memiliki kandungan TPT dan total antioksidan yang lebih tinggi. Dengan dua kali konsentrasi pupuk kimia, pak choi dengan aplikasi pupuk organik memiliki total mineral yang hampir sama dengan pupuk kimia. .
20
700 600
5
a
4
400
O brix
Nitrat (ppm)
500
a
b
300 200
c
100
a
3 2
c 1
00 C 100
a
a
0
M 80 M 100 M 200
C 100
M 80
M 100 M 200
100 a a
150 100
ab
b
50 0
% penghambatan
Asam askorbat (mg/100g)
200
80
a
a
a
M 80
M 100
M 200
a
60 40 20 0
C 100
M 80
M 100
M 200
C 100
Gambar 10 Kandungan nitrat, Total padatan terlarut, asam askorbat, dan % penghambatan pada pak choi a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
Total mineral K, Mg, Ca, dan Na pada aplikasi pupuk organik lebih rendah dibanding dengan pupuk kimia namun aplikasi pupuk organik hingga 2x lipat konsentrasi pupuk kimia menunjukan total mineral K, Ca, Mg, dan Na yang tidak berbeda (Tabel 7). Tabel 7 Total mineral K, Mg, Ca, dan Na pada pak choi setelah panen Mineral K Mg Ca Na
Sayuran Pak choi Pak choi Pak choi Pak choi
C 100 88.2 a 6.01 a 19.8 a 2.64 ab
M 80 60.1 b 3.55 c 9.29 b 2.15 c
M 100 58.7 b 4.54 bc 12.4 ab 2.27 bc
M 200 84.5 a 4.77 b 12.1 ab 2.91 a
Huruf tebal menunjukkan dua nilai terbesar dalam satu jenis komoditas Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Secara umum, pak choi yang ditanam dengan pupuk organik memiliki keunggulan yaitu kandungan nitrat yang rendah dan asam askorbat yang lebih tinggi dari pupuk kimia. Pak choi dengan pupuk organik juga cenderung memiliki kandungan TPT dan total antioksidan yang lebih tinggi. Dengan dua kali konsentrasi pupuk kimia, pak choi dengan aplikasi pupuk organik memiliki total mineral yang hampir sama dengan pupuk kimia. Dilihat dari total C/N, pak choi dengan pupuk organik lebih tinggi dibanding dengan pupuk kimia (Tabel 8)
21
sehingga tanaman akan mengoptimalkan komponen kaya karbon seperti asam askorbat, total padatan terlarut, dan total antioksidan. Sama halnya dengan lobak, kandungan nitrogen pada pak choi yang ditanam dengan pupuk organik lebih rendah dibanding dengan pupuk kimia (Tabel 8) sehingga menyebabkan kandungan nitrat yang juga rendah. Bila dibandingkan dengan lobak, total N pada pak choi lebih tinggi dibanding dengan lobak. Pada aplikasi pupuk kimia total N pada lobak sebesar 30,69mg/kg sedangkan pada pak choi sebesar 54.87 mg/kg. Menurut Lawlor et al (2001) tanaman umbi yang menyimpan karbohidrat akan memiliki kandungan nitrogen yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman daun. Tabel 8 Total C/N pak choi setelah panen Komponen Pak Choi Total C (mg/kg) Total N (mg/kg) Total C/N
C 100 M 80 M 100 M 200 (15gN/m2) (12gN/m2) (15gN/m2) (30gN/m2) 451.66a 54.87a 8.28b
508.29a 18.71c 27.89a
430.11a 17.70c 24.49a
468.20a 38.42b 12.57b
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Bayam Pertumbuhan tanaman Bayam ditanam dalam green house pada bulan November yang merupakan peralihan musim gugur menuju musim dingin. Karakteristik tanah yang digunakan untuk menanam bayam dijelaskan pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik tanah awal Analisis Tanah Bayam pH 6.7 EC (µS/m) 187.25 Total C (mg/kg) 12.5 Total N (mg/kg) 1.07 C/N 12 K (g/kg) 12.4 Mg (g/kg) 22.8 Ca (g/kg) 8.3 Na (g/kg) 1.2 Sama halnya dengan lobak dan pak choi, bayam yang ditanam dengan pupuk organik menunjukan pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi pada awal pertumbuhan (hari ke- 25) dibanding dengan aplikasi pupuk kimia namun seiring bertambahnya waktu sampai hingga akhir masa tanam, tinggi bayam pada aplikasi pupuk kimia lebih tinggi namun konsentrasi pupuk organik 200% menunjukan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan pupuk kimia (Gambar 11). Citak dan Sonmez (2010) melaporkan bahwa tinggi tanaman bayam yang diberi pupuk kimia lebih unggul dibandingkan dengan pupuk organik yang berasal dari pupuk
22
Tinggi (cm)
kandang dan blood meal dikarenakan mineralisasi pupuk organik cenderung berjalan lebih lambat dibanding dengan pupuk kimia. Tanaman akan menyerap nitrogen sebagai sumber nutrisinya dalam bentuk NO3 atau NH4+. Pupuk organik terdiri dari protein yang memerlukan waktu untuk dipecah menjadi bagian-bagian kecil sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pemecahan ini dinamakan proses mineralisasi. Proses mineralisasi pada pupuk organik cenderung lebih lambat karena protein yang berasal dari pupuk organik harus diubah dulu menjadi NH2, NH3 hingga nantinya menjadi NH4+ atau NO3yang dapat langsung diserap oleh tanaman. Berbeda dengan pupuk kimia yang proses mineralisasinya relatif lebih cepat dan dapat langsung diubah menjadi NO3atau NH4+ (Havlin et al. 2012). Oleh karena itu, untuk memperoleh tinggi tanaman yang hampir sama dengan pupuk kimia, konsentrasi pupuk organik membutuhkan 2x lipat lebih banyak dari pupuk kimia. 20 10
b a a ab
a a a a
25 days
40 days
ab bc c a
a
a
b b
0 Hari 52 days
64 days
Gambar 11 Tinggi bayam selama pertumbuhan a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
Klorofil
Klorofil bayam menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan dari awal masa tanam (hari ke-25) hingga hari ke-52, namun pada masa akhir tanam, bayam dengan aplikasi pupuk kimia lebih tinggi klorofilnya dibanding dengan pupuk organik. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik maka nilai klorofil pada masa akhir tanam juga semakin besar. Aplikasi pupuk nitrogen konsentrasi 200% memiliki klorofil yang tidak jauh berbeda dengan pupuk kimia (Gambar 12). Baik lobak, pak choi, dan bayam menunjukan semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik maka nilai klorofil juga semakin besar. Aplikasi pupuk nitrogen konsentrasi 200% memiliki klorofil yang tidak jauh berbeda dengan pupuk kimia. Hal ini dikarenakan nitrogen berperan dalam pembentukan klorofil yang mengkonversi cahaya menjadi energi kimia dalam aktivitas fotosintesis. Struktur klorofil terdiri dari 4 cincin pyrrole yang masing-masing tersusun dari satu nitrogen dan empat karbon. ketersediaan nitrogen yang cukup akan memberikan aktivitas fotosistesis yang tinggi dan pertumbuhan tanaman yang cepat (Havlin et al. 2012). 60 40 20 00
a a a a
a a a a
25 days
40 days
a a a a
Hari
52 days
a
b b
a
64 days
Gambar 12 Klorofil bayam selama pertumbuhan a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
23
Kualitas bayam saat panen Kualitas bayam saat panen ditunjukkan pada Gambar 13. Berbeda dengan lobak dan pak choi, kandungan nitrat bayam antar perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Kandungan nitrat paling tinggi pada aplikasi pupuk kimia sebesar 243.4 ppm dan terendah pada pupuk organik sebesar 133.9 ppm. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen maka kandungan nitrat juga semakin meningkat. Kandungan nitrat yang terkandung pada bayam masih dalam batas aman. 12
400 a
a a
200
8 O brix
Nitrat (ppm)
10 300
a
a
a
6 4
a
a
100 2 0
0 C 100
M 80
M 100
M 200
C 100
a ab 150 b
c
100 50 00 C 100
M 80
M 100
M 200
% penghambatan
Asam askorbat (mg/100g)
200
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
M 80
M 100 M 200
a b
ab b
C 100
M 80
M 100
M 200
Gambar 13 Kandungan nitrat, Total padatan terlarut, asam askorbat, dan % penghambatan pada bayam a
Bar dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji duncan (p =0.05)
Berbeda dengan lobak dan pak choi, bayam menunjukkan tren sebaliknya pada asam askorbat. Asam askorbat pada aplikasi pupuk organik lebih rendah dibanding pupuk kimia namun aplikasi pupuk organik dengan konsentrasi 2x lipat dari pupuk kimia (konsentrasi 200%) menunjukkan nilai asam askorbat yang tidak berbeda dengan pupuk kimia. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen yang diberikan pada bayam cenderung meningkatkan kandungan asam askorbat (Gambar 13). Total antioksidan bayam dengan aplikasi pupuk kimia lebih tinggi dibanding pupuk organik. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik yang diberikan, maka total antioksidan semakin berkurang (Gambar 13). Total mineral K, Mg, Ca, dan Na memiliki tren yang sama dengan pak choi Total padatan terlarut bayam juga tidak menunjukan perbedaan yang signifikan pada semua perlakuan. TPT paling besar pada aplikasi pupuk organik 80% sebesar 6.5 obrix. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik, TPT
24
cenderung semakin menurun. TPT terendah pada bayam dengan aplikasi pupuk kimia (Gambar 13). Bayam dengan aplikasi pupuk organik memiliki total mineral K, Mg, Ca, dan Na yang lebih rendah dibanding dengan pupuk kimia namun aplikasi pupuk organik hingga 2x lipat konsentrasi pupuk kimia menunjukan total mineral yang tidak berbeda (Tabel 10). Tabel 10 Total mineral K, Mg, Ca, dan Na pada bayam setelah panen Mineral K Mg Ca Na
C 100 95.9 a 10.5 a 2.8 a 3.5 a
M 80 82.2 b 7.0 b 2.0 b 2.9 b
M 100 80.8 b 7.8 b 2.3 ab 3.0 ab
M 200 90.8 ab 8.6 b 2.1 b 3.2 ab
Huruf tebal menunjukkan dua nilai terbesar dalam satu jenis komoditas Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Dari segi warna, hasil pengukuran nilai L, a, b, dan klorofil ditunjukan pada Tabel 11. Nilai L yang merepresentasikan kecerahan menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik memiliki nilai kecerahan yang lebih tinggi dibanding aplikasi pupuk kimia. Nilai L pada aplikasi pupuk kimia sebesar 38.7 namun pada aplikasi pupuk organik 80%, 100%, dan 200% berturut turut sebesar 48.9, 46.6, 41.8. Semakin tinggi kandungan konsentrasi nitrogen pada aplikasi pupuk organik maka semakin rendah nilai L atau semakin gelap warnanya. Nilai L pada aplikasi pupuk organik 80% dan 100% berbeda nyata dengan pupuk kimia namun aplikasi 200% cenderung sama dengan pupuk kimia. Nilai -a merepresentasikan warna hijau, menunjukkan aplikasi pupuk organik memiliki nilai-a yang cenderung lebih kecil atau lebih terang warna hijaunya dibanding dengan pupuk kimia. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik maka nilai -a semakin rendah yang mengindikasikan semakin gelap warna hijaunya. Aplikasi pupuk organik 200% memiliki nilai a sebesar-14.8 tidak berbeda nyata dengan pupuk kimia sebesar -13.2. Untuk nilai b yang merepresentasikan warna kuning, aplikasi pupuk organik menghasilkan nilai b yang cenderung lebih besar dibanding dengan pupuk kimia. Aplikasi pupuk organik 80% memilik nilai b yang paling tinggi sebesar 29 disusul dengan aplikasi pupuk organik 100% sebesar 26.6. Keduannya berbeda secara signifikan dengan aplikasi pupuk kimia. Hal ini juga didukung dengan nilai derajat Hue pada aplikasi pupuk organik memiliki derajat hue lebih rendah 121.6128.3 atau lebih kuning dibanding dengan pupuk kimia sebesar 130.6. Hutching (1999) mengkategorikan kisaran warna 90-126o berada pada daerah kromatisitias warna kuning dan 126-162 pada warna kuning-hijau. Tabel 7 memperlihatkan bahwa warna daun pada aplikasi pupuk organik 80% sudah mulai menguning. Warna kuning yang terbentuk kemungkinan akibat penurunan protein N yang dinamakan chlorosis. Umumnya chlorosis disebabkan karena tanaman kekurangan nitrogen yang dimulai dari daun paling bawah terlebih dahulu. Lama kelamaan daun menguning ini akan menjadi kecoklatan dan selanjutnya akan mati (Havlin et al. 2012).
25
Secara umum bayam yang ditanam dengan pupuk kimia lebih unggul dari segi warna yaitu memiliki warna hijau yang lebih gelap, namun aplikasi pupuk organik dengan 2x lipat konsentrasinya dari pupuk kimia menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk kimia Hal ini dikarenakan pupuk organik yang proses mineralisasiya lebih lambat membuat nitrogen yang digunakan untuk membentuk klorofil tidak seoptimal pupuk kimia. Nitrogen merupakan merupakan bagian dari struktur klorofil yang berperan dalam pembentukan warna hijau daun. Semakin tinggi konsentrasi nitrogen maka klorofil yag dihasilkan juga semakin tinggi. Conversa et al (2013) melaporkan bahwa bayam yang diberi pupuk dengan konsentrasi nitrogen semakin tinggi menununjukan klorofil yang juga semakin tinggi. Tabel 11 Warna bayam setelah panen Komponen L a b Hue(o) C Klorofil Gambar
C100 38.7 -13.2 15.4 130.6 20.3 49.5
c c d b b a
M80 48.9 -17.7 29.0 121.6 34.0 35.1
a a a a a b
M100 46.5 -17.7 26.6 123.6 32.50 39
ab a ab a a b
M200 41.8 c -14.8 bc 18.8 cd 128.3 b 23.93 b 47.8 a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Bayam dengan aplikasi pupuk organik dengan 2x lipat lebih banyak konsentrasi pupuknya dari pupuk kimia akan memiliki kualitas kandungan nitrat, total padatan terlarut, dan asam askorbat, dan warna yang hampir sama dengan pupuk kimia. Dilihat dari total C/N bayam, aplikasi pupuk organik konsentrasi 200% tidak berbeda nyata dengan pupuk kimia. Tabel 12 Total C/N pada bayam setelah panen Komponen
C 100 M 80 M 100 M 200 2 2 2 (15gN/m ) (12gN/m ) (15gN/m ) (30gN/m2) Total C (mg/kg) 379.67a 378.19a 373.45a 371.67a Total N (mg/kg) 41.06a 21.77b 25.76b 29.84b Total C/N 48.27ab 41.06c 48.63ab 53.14a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
26
Berbeda dengan lobak dan pak choi, bayam pada aplikasi konsentrasi 80% dan 100% cenderung memiliki nilai asam askorbat yang lebih rendah. Hal ini mungkin dikarenakan proses mineralisasi nitrogen pada pupuk organik berjalan lebih lambat pada suhu dingin (Fujiwara et al 2005). Bayam sendiri ditanam pada peralihan musim gugur menuju musim dingin. Mineralisasi yang lambat ini menyebabkan bayam pada pupuk organik 80% dan 100% tidak dapat membentuk komponen-komponen kimiawi seperti asam askorbat secara optimal. Hal ini sejalan dengan warna daun pada bayam dengan aplikasi pupuk organik 80% dan 100% yang telah menguning, mengindikasikan bayam kekurangan nitrogen. Nitrogen sendiri akan berperan pada reaksi biokimia dalam sel (Havlin 2005). Kualitas Bayam Selama Penyimpanan Kualitas selama penyimpanan difokuskan hanya pada sayuran bayam. Pada umur panen yang sama yaitu selama 64 hari, aplikasi pupuk organik 200% memiliki tingkat kematangan yang sama dengan pupuk kimia dilihat dari panjang tanaman dan warna yang tidak berbeda nyata. Panjang tanaman pada aplikasi pupuk kimia sebesar 19.3, sedangkan pupuk organik 200% sebesar 19.4 (Gambar 11). Aplikasi pupuk organik 80% dan 100% berbeda nyata baik terhadap tinggi tanaman dan warnanya dengan pupuk kimia. Panjang tanaman pupuk organik 80% dan 100% berturut turut 14.5 dan 14.9. Oleh karena itu, pembahasan mengenai perbedaan kualitas selama penyimpanan antara produk organik dan kimia menggunakan aplikasi pupuk organik 200% dan pupuk kimia. Untuk pembahasan selanjutnya, bayam dengan aplikasi pupuk kimia(C100) dinamakan bayam non-organik sedangkan dengan aplikasi pupuk organik 200% (M200) dinamakan bayam organik. Warna Hasil penelitian menunjukkan nilai L, a, b, Hue, dan Chroma pada bayam organik dan non-organik selama penyimpanan tidak berbeda nyata selama 7 hari penyimpanan. Candir et al. (2013) melaporkan bahwa warna buah jeruk organik maupun konvensional tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan selama penyimpanan. Hasil pengukuran warna ditunjukan lengkap pada Gambar 14. Bayam non-organik cenderung lebih stabil. Dari awal hingga akhir penyimpanan nilai L, a, b, Hue, dan C stabil berturut turut pada angka 39, -13, 15, 130, dan 20. Berbeda dengan bayam organik, sampai hari ketiga penyimpanan warna hijau menjadi semakin gelap (nilai L semakin berkurang, nilai –a bertambah, nilai b menurun) namun hingga akhir penyimpanan intensitas warna hijau berkurang menjadi semakin kuning (nilai hue berkurang dan chroma meningkat). Conversa et al. (2013) melaporkan nilai chroma selama penyimpanan pada bayam semakin meningkat berhubungan telah terjadi nya reaksi browning. Warna erat kaitanya dengan klorofil. Perubahan yang terjadi pada klorofil berpengaruh terhadap warna yang terbentuk. Pada bayam organik selama penyimpanan warna hijau akan berangsur-angsur memudar menandakan klorofil terdegradasi menjadi chlorophyllin kemudian terdegradasi menjadi pheophorbidae dengan warna menjadi kecoklatan.
27
a
a
Organik
Hari penyimpanan
-10
a
0
a
a
a
a
a
-12 nilai a
Nilai L
Kimia 44 42 40 38 36 34 32 30
1 a
a
2
3 a
-14
5
6
7 a
a
a
a
-16
4
a
-18 0
1
2
3 4 5 Hari penyimpanan
6
7
-20
60 25
nilai b
20 15
a
10
a
Klorofil SPAD
a
a a
a
a
a
5
55
a
a
a
a
50 45
a
40
a
a
a
35 30
0 0
1
2
3 4 5 Hari penyimpanan
6
0
7
1
2 3 4 5 Hari penyimpanan
6
30
132
a
a
a
a
a
a
a
a
a
25 Chroma
Hue (o)
135
7
a
a
20 a
15
a
a
a
10
129
a
5
126
0 0
1
2
3
4
Hari penyimpanan
5
6
7
0
1
2
3
4
5
6
7
Hari penyimpanan
Gambar 14 Kualitas warna pada bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan huruf sama pada hari yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0.05)
Bayam non-organik cenderung lebih stabil dibanding dengan bayam organik, hal ini mungkin dikarenakan kandungan nitrogen pada bayam nonorganik lebih tinggi dibanding bayam organik. Menurut Bonasia et a.l (2013) nitrogen berperan penting dalam mempertahankan warna hijau daun. Nitrogen merupakan penyusun klorofil. Dari hasil penelitian juga menunjukkan klorofil pada bayam non-organik cenderung lebih tinggi dibanding dengan organik walau secara statistik tidak berbeda nyata. Kandungan Nitrat Kandungan nitrat selama penyimpanan berbeda nyata pada hari ketiga dan terakhir penyimpanan (Gambar 15). Nitrat bayam organik cenderung semakin meningkat dari hari ke hari sedangkan pada bayam non-organik kenaikan terjadi sampai hari ketiga dan mulai menurun hingga hari akhir penyimpanan. Penelitian Tamme et al. (2009) menunjukkan tren yang sama yaitu pada bayam yang disimpan pada suhu 4-6 0C akan menunjukkan peningkatan nitrat pada hari kedua dan ketiga setelah panen kemudian terjadi penurunan nitrat diakhir penyimpanan
28
pada hari ketujuh. Penurunan nitrat ini dikarenakan telah terjadi perombakan nitrat menjadi nitrit oleh enzim nitrate reductase (Chung 2013). Metabolisme nitrat akan menghasilkan produk seperti nitrit, nitritoksida, dan N-Nitroso yang dapat memicu terjadinya penyakit methaemoglobinaemia dan bersifat karsinogenik (Mensinga et al. 2003). Pada bayam organik menunjukkan nitrat yang belum menurun kemungkinan belum terjadi penurunan nitrat seperti yang terjadi pada bayam non-organik.
Nitrat (ppm)
Kimia
Organik a
500 400 300 200 100 0
a
a
a
a a 0
b
b
1
2
3
4
5
Hari penyimpanan
6
7
Gambar 15 Kandungan nitrat pada bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan huruf sama pada hari yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0.05)
Total padatan terlarut (0 brix)
Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut ini dapat digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan. Total padatan telarut baik bayam organik dan non-organik cenderung mengalami kenaikan selama penyimpanan. Kenaikan total padatan terlarut selama penyimpanan disebabkan terdegradasinya komponen dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin menjadi komponen sederhana yang larut dalam air. Selama penyimpanan total padatan terlarut bayam organik mengalami kenaikan yang signifikan pada hari pertama dan ketiga penyimpanan dibanding dengan bayam non-organik (Gambar 16). Pada hari pertama dan ketiga total padatan terlarut bayam organik sebesar berturut turut 8.5 dan 6.5 Obrix sedangkan bayam non-organik 2.8 dan 3.2 Obrix. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa produk organik selama penyimpanan memiliki total padatan terlarut yang lebih tinggi pada Apel (Deell dan Prange 1992) dan Anggur (Lester 2007). Zeiger (1978) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara total padatan terlarut dengan rendemen pada apel. 15 12 9 6 a 3 a 0 0
Kimia
Organik
a
a
a
a b 1
b 2
3
4
Hari penyimpanan
5
6
7
Gambar 16 Kandungan total padatan terlarut pada bayam selama penyimpanan huruf sama pada hari yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0.05)
29
Asam askorbat (mg/100g)
Asam askorbat Asam askorbat berbeda nyata hanya pada hari pertama penyimpanan dengan nilai asam askorbat lebih tinggi pada bayam non-organik. Asam askorbat selama penyimpanan cenderung menurun (Gambar 17). Penurunan asam askorbat lebih tinggi pada bayam organik yaitu sebesar 28% dibandingkan dengan nonorganik sebesar 16%, namun pada hari ketiga penyimpanan, asam askorbat bayam organik justru meningkat, lebih tinggi dari bayam non-organik dan menurun kembali hingga hari akhir penyimpanan. Penelitian Candir (2013) terhadap jeruk ‘Washington Navel’ melaporkan bahwa penurunan asam askorbat selama penyimpanan lebih tinggi pada jeruk organik dibanding dengan konvensional. Hal ini dikarenakan pada jeruk organik terjadi susut bobot yang lebih tinggi dan asam titrasi lebih rendah. Tingginya susut bobot pada suatu komoditas menyebabkan penurunan asam askorbat yang cepat (Lee dan Kader 2000). Kimia
200 160
a
120
a
Organik
a
a a
80
a b
a
40 0
0
1
2
3
4
5
6
7
Hari penyimpanan
Gambar 17 Asam askorbat bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan huruf sama pada hari yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0.05)
% penghambatan
Total Antioksidan Total antioksidan pada bayam non-organik dan organik tidak berbeda nyata selama penyimpanan. Total antioksidan pada bayam organik cenderung menurun seiring lama penyimpanan sedangkan bayam organik terjadi kenaikan pada hari ketiga dan menurun kembali hingga hari ketujuh (Gambar 18). Tren ini sama halnya dengan yang ditunjukan oleh asam askorbat. Antioksidan merupakan zat yang dapat menghambat kerusakan oksidatif di dalam sel. Asam askorbat merupakan salah satu antioksidan yang terdapat pada bayam selain karotenoid dan flavanoid. 100 80 60 40 20 0
a
a a
b 0
a
1
2 Hari 3penyimpanan 4 5
a
6
7
Gambar 18 Asam askorbat bayam dengan aplikasi pupuk kimia dan organik selama penyimpanan huruf sama pada hari yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0.05)
30
Kualitas Penanganan Pascapanen Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada bayam dengan aplikasi pupuk organik 200% memiliki kualitas saat panen yang tidak jauh berbeda dengan aplikasi pupuk kimia dari segi warna, kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, dan total mineral. Kemudian, selama penyimpanan bayam dengan aplikasi pupuk organik 200% dan kimia tidak berbeda nyata dalam segi warna namun berbeda nyata pada kandungan nitrat, total padatan terlarut, dan asam askorbat. Keunggulan bayam dengan aplikasi pupuk organik 200% ini yaitu terjadi kenaikan asam askorbat dan total antioksidan pada hari ketiga penyimpanan, belum terjadi perombakan nitrat menjadi nitrit hingga akhir penyimpanan, serta total padatan terlarut yang meningkat. Kontrol
Heatshock
a
40 38
0
a
a
42
Hari Penyimpanan
-5
a Nilai a
44 Nilai L
Hydrocooling
a
a
1
2
a
36
a
34
4
5
6
7
-10 a a
a a
a
a
-15
a
3
a a a
-20 0
1
2
3
4
5
6
7
a
a
24 22 20 18 16 14 12 10
a
a
a
a
60
a Klorofil
Nilai b
Hari penyimpanan
a
a
a
b
30
b
20 0
1
2
3
4
5
6
0
7
1
2
3
4
5
6
7
Hari penyimpanan
Hari penyimpanan 40
135 a
130
a a a
a
a a
a
125
a
30 Chroma
a Hue (o)
a
a
a
40
a
a
a
50
a
a a
a
a
20 a
a
a 10
120
0 0
1
2
3
4
Hari penyimpanan
5
6
7
0
1
2
3
4
5
6
7
Hari penyimpanan
Gambar 19 Warna bayam selama penyimpanan setelah penanganan pascapanen huruf sama pada hari yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0.05)
Penanganan pascapanen berusaha untuk mempertahankan kualitas yang telah dihasilkan. Prinsip kerja hydrocooling adalah mendinginkan sayuran sesegera mungkin untuk menahan laju respirasi sedangkan heat shock dengan memberikan perlakuan panas sesaat untuk membuat sayuran dalam kondisi stress sehingga memunculkan respon fisiologis yang dapat meningkatkan kualitas
31
pascapanen. Hasil pengukuran kualitas bayam yang telah mengalami penanganan pascapanen disajikan pada Gambar 19 dan 20. Warna dengan perlakuan penanganan pascapanen tidak menunjukkan signifikan yang nyata dengan kontrol (Gambar 16) Sampai hari akhir penyimpanan perlakuan heat shock cenderung memiliki nilai L,-a, b,dan chroma terendah serta nilai hue yang tertinnggi yang berarti memiliki warna lebih gelap dan lebih hijau dibanding dengan perlakuan lain. Warna erat kaitannya dengan klorofil, yang berperan dalam pembentukan warna hijau pada daun. Seiring dengan penyimpanan, klorofil akan terdegradasi yang ditandai dengan memudarnya warna hijau pada daun. Analisis kandungan klorofil menunjukkan kandungan klorofil berbeda nyata pada hari pertama dan akhir penyimpanan (Gambar 16). Bayam yang diberi perlakuan heat shock memiliki nilai klorofil yang lebih tinggi dibanding dengan kontrol dan hydrocooling. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan kandungan klorofil dengan perlakuan panas lebih tinggi dibanding dengan tanpa diberi perlakuan panas pada bayam (Gomez et al. 2008), brokoli (Tian et al. 1996; Costa 2005), dan Arugula (Koukonaras et al 2009). Perlakuan panas dapat mempertahankan klorofil dikarenakan dapat menurunkan aktivitas enzim chlorophyllase dan peroxidase yang berperan dalam degradasi klorofil (Funamoto 2002). Perlakuan hydrocooling cenderung belum mampu mempertahankan warna sebagus kontrol. Hydrocooling cenderung memiliki nilai L dan -a yang lebih tinggi seiring penyimpanan ditunjukan dengan warna semakin cerah dan warna hijau mulai memudar dibanding dengan kontrol dan heat shock serta nilai klorofil yang paling rendah dibanding perlakuan lain. Gambar bayam organik setelah diberi perlakuan penanganan an pascapanen disajikan pada Lampiran 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nitrat pada bayam organik dalam batas aman dikonsumsi. Kandungan nitrat selama penyimpanan cenderung lebih tinggi pada perlakuan pascapanen baik hydrocooling maupun heat shock dibanding dengan kontrol. Nilai selisih perubahan nitrat dari hari ketujuh dan hari saat panen menunjukkan aplikasi heat shock kandungan nitratnya meningkat sebesar 69%, hydrocooling 55%, dan kontrol 33%. Kenaikan nitrat pada hydrocooling cenderung lebih rendah dibanding dengan heat shock. Perubahan nitrat akan berjalan lambat pada suhu dingin karena aktivitas enzim nitrate reductase menjadi terhambat (Chung et al. 2007). Hydrocooling sendiri berusaha mendinginkan sayuran sesegera mungkin dengan kontak menggunakan air es. Total padatan terlarut selama penyimpanan dengan perlakuan penanganan pascapanen menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (Gambar 20). Dibandingkan dengan kontrol perlakuan heat shock cenderung memiliki total padatan terlarut yang lebih stabil. Total padatan terlarut pada heat shock sampai hari terakhir penyimpanan hanya meningkat 3% dibandingkan dengan kontrol dan hydrocooling yang meningkat lebih dari dua kali lipatnya. Penelitian Rodriguez et al (2012) terhadap bayam menyatakan terdapat hubungan positif peningkatan gula dalam jaringan tanaman selama penyimpanan dengan respirasi tanaman yang tinggi. Kenaikan total padatan terlarut disebabkan oleh kehilangan air. Siriboon dan Propapan (2000) menyatakan pergerakan air dalam daging buah dan
32
degradasi karbohidrat menjadi gula yang larut dalam air di dalam sel dapat meningkatkan total padatan terlarut. Asam askorbat cenderung menurun selama penyimpanan (Gambar 20). Bayam termasuk komoditas yang tergolong sedang dalam penurunan asam askorbatnya (Lee & Kader 2000). Tidak ada perbedaan yang signifikan asam askorbat antar perlakuan. Penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian Gomez et al. (2008) dan Koukonaras et a.l (2009) yang menunjukkan tidak ada signifikansi penurunan asam askorbat antara yang diberikan perlakuan panas ataupun tidak pada komoditas bayam dan arugula. Sementara berbeda dengan penelitian Nampan et al. (2006) melaporkan hydrocooling efektif dalam menjaga penurunan asam askorbat pada komoditas buah rambutan. Penurunan nilai asam askorbat paling besar terjadi pada hydrocooling dibanding heat shock yaitu sebesar 44% sedangkan heat shock hanya 37%. a
a
12
a a
400
ab
a
300 a
200
b
b
Total padatan terlarut (0 brix)
Heat shock
500
100
a
8
a
a a
a a
a a
4 a 0
0 0
Asam askorbat (mg/100g)
Hydrocooling
1
2
3 4 5 Hari penyimpanan
6
0
7
200 150
a
100
a a
a
50
a
a
a
a
% penghambatan
Kandungan nitrat (ppm)
Kontrol 600
1
2 3 4 5 Hari penyimpanan
80
6
a a a
60
7
a a a
40 20 0
0 0
1
2
3
4
5
6
7
0
1
2
3
4
5
6
7
Hari penyimpanan
Hari penyimpanan
Gambar 20 Kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, dan total antioksidan bayam dengan hydrocooling, heat shock, kontrol selama penyimpanan huruf sama pada hari yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0.05)
Aplikasi di Indonesia Dari hasil penelitian ini, aplikasi pupuk organik dengan menggunakan kotoran ayam memiliki prospek untuk dikembangkan. Potensi pengembangan pupuk organik dari kotoran ayam masih terbuka lebar di Indonesia. Populasi ayam Indonesia (lokal, pedaging, petelur) mencapai lebih dari 1.47 milyar pertahun (Badan Pusat Statistik 2013). Bila menggunakan asumsi satu ekor ayam menghasilkan 200 g/hari maka potensi kotoran kandang ayam yang bisa dihasilkan di Indonesia sebesar 295.14 ton/hari. Limbah peternakan yang menjadi beban biaya usaha bagi peternak dan menjadi masalah lingkungan tentunya akan
33
bermanfaat bila digunakan sebagai pupuk organik. Pada tanaman seperti lobak dan pak choi, aplikasi pupuk organik dapat meningkatkan kualitas nutrisi dengan penurunan nitrat dan kenaikan asam askorbat. Selain itu iklim Indonesia yang cenderung lebih hangat dibanding negara Jepang akan menguntungkan dalam proses dekomposisi dan mineralisasi pupuk organik. Riset-riset produk organik selama penyimpanan masih belum banyak di Indonesia namun melihat prospek pasar yang terus terbuka lebar terlebih masyarakat lebih peduli dengan gaya hidup sehat membuat riset ini menjadi menarik untuk dilakukan. Penyusunan Good Handling Practice terhadap sayuran organik merupakan peluang yang masih terbuka lebar untuk para akademisi.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Peningkatan kualitas saat panen dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik. Pada lobak dan pak choi, pemberian pupuk organik memiliki pengaruh signifikan pada peningkatan asam askorbat dan penurunan nitrat.Kandungan nitrat pada aplikasi pupuk organik lebih rendah kurang dari setengahnya pupuk kimia sedangkan asam askorbat 1.7-2 x lipat lebih tinggi dari pupuk kimia.Total padatan terlarut dan total antioksidan tidak menunjukan pengaruh yang signifikandan apliaksi pupuk organik dengan 2x konsentarsi pupuk kimia menunjukan total mineral K, Ca, Mg, dan Na yang tidak berbeda dengan pupuk kimia. Pada bayam, aplikasi pupuk organik dengan konsentrasi 2x lipat lebih banyak dari pupuk kimia dapat menghasilkan kualitas yang hampir sama dengan pupuk kimia dari segi kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, total mineral K, Ca, Mg, dan Na, dan warna.Selama penyimpanan, bayam organik dan non-organik tidak berbeda nyata dalam segi warna namun berbeda nyata pada kandungan nitrat, total padatan terlarut, dan asam askorbat. Keunggulan bayam organik yaitu terjadi kenaikan asam askorbat dan total antioksidan pada hari ketiga penyimpanan, kenaikan total padatan terlarut, serta belum terjadi perombakan nitrat menjadi nitrit. Aplikasi pascapanen menggunakan heat shock cenderung mempertahankan warna dan klorofil bayam organik lebih baik dibanding dengan hydrocooling. namun aplikasi heat shock tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa penanganan pascapanen) dalam parameter kualitas warna, nitrat, asam askorbat, total padatan terlarut, dan total antioksidan.
Saran Dari hasil pengamatan, semakin tinggi konsentrasi nitrogen pada pupuk organik, semakin tinggi asam askorbatnya, dengan warna yang lebih gelap sehingga untuk riset ke depan dapat dicoba aplikasi pupuk organik dengan konsentrasi diatas 200%. Kajian pada komoditas bayam dilakukan pada skala laboratorium dan green house untukitu perlu dilakukan kajian pada lahan terbuka untuk membuktikan konsistensi pupuk organik dalam meningkatkan asam askorbat.
34
Perlu penanganan pascapanen dengan aplikasi heat shock yang lebih dalam lagi dengan mencari suhu optimum sehingga dapat mempertahankan klorofil namun menurunkan kandungan nitratnya dan tetap mempertahankan asam askorbat.
DAFTAR PUSTAKA Amodio ML, Giancarlo C, Jannine KH, Kader AA. 2007. A comparative study of composition and postharvest performance of organically and conventionally grown kiwifruits. Journal of Science & Food Agriculture. 87:1228–1236. Badan Pusat Statistik. 2015. Survei Peternakan: Produksi unggas menurut provinsi.[Internet].[diunduh 2015 April 29] tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1509. Basker D.1992.Comparison of taste quality between organically and conventionally grownfruits and vegetables. American Journal of Alternative Agriculture. 7(3):129-136. Bergquist SAM, Getsson UE, Olsson ME. 2006. Influence of growth stage and postharvest storage on ascorbic acid and carotenoid content and visual quality of baby spinach (Spinacia oleraceae L). Journal of Science Food &Agriculture. 86:346-355. Bernal MP, Alburquerque JA, Moral R. 2008.Composting of animal manures and chemical criteria for compost maturity assesssment. A review. Biosource Technology. 100:5444-5453. Bimova P, Pokluda R. 2009. Impact of oganic fertilizers on total antioxidant capasity in head cabbage. Horticulture Science (PRAGUE). 36(1):21-25. Blom-Zandstra M, Lampe JEM. 1985. The role of nitrate in the osmoregulation of lettuce (Lactuca sativa L.) grown at different light intensities. Journal of Experimental Botany. 36: 1043-1052. Bonasia A, Conversa G, Lazzizera C, Elia A. 2013. Preharvest nitrogen and Preharvest nitrogen and azoxystrobin application enhances raw product quality and post-harvest shelf life of butterhead lettuce. Postharvest Biology Technology. 85:67-76. Candir E, Kamiloglu, Ustun D, Kendir GT. 2013. Comparison postharvest quality of conventionally and organically grown’Washington Navel’Orages. Journal of Applied Botany and Food Qualit. 89:59-65. Cantliffe DJ. 1972. Nitrate accumulation in spinach grown under different light intensities. Journal of the American Society for Horticultural Science. 97: 152154. Chebrolu KK, Jayaprakasha GK, Jifon J, Patil, BS. 2012. Production system and storage temperature influence grape fruit vitamin C, limonoids, and carotenoids. Journal of Agriculture and Food Chemistry. 60:7096-7103. Chung JC, Chou SS, Hwang DF. 2013. Changes in nitrate and nitrite content of four vegetables during strage at refrigerator and ambient temperatures. Journal of food additives and contaminant. 21(4):317-322. Citak S, Sonmez S. 2010. Effect of conventional and organic fertilization on spinach (Spinaceae oleraceae L.) growth, yield, vitamin c, and nitrate
35
concentration during two successive seasons. Scientia Horticulturae. 126:415420. Conversa G, Bonasia A, Lazzizera C, Elia A.2014. Pre-harvest nitrogen and azoxystrobin application enhances raw product quality and post-harvest shelf life of baby spinach (Spinacia oleraceae L.). Journal Science Food Agriculture. 94(15):3263-3272. Deell R, Prange K. 1992. Postharvest quality and sensory attributes of organically and conventionally grown apples. Horticulture Science. 27:1096-1099. Dewi, A. 2008. Pengaruh Hydrocooling dan Pengemasan Terhadap Mutu Pak Choi (Brassica rapa var Chinensis) Selama Transpotasi Darat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dyck, JH, Ito K.2002. Japan fruit and vegetable market.{Internet]. (US).Economic Research Service. hlm 64-76. {diunduh 2015 Agustus 30] tersedia pada http://www.ers.usda.gov/media/320488/wrs0406h_1_.pdf. Elia A, Santamaria P, Serio F. Nitrogen Nutrition Yield, and Quality of Spinach. 1997. Journalof Science Food & Agriculture. 76:341-346. Fujiwara,T.Kumakura, H.Ohta, S. Yoshida Y, Kameno T, 2005. Seasonal variationof L-ascorbic acid and nitrate content of commercially available spinach. Hort Res 4(3):347-352. Funamoto Y, Yamauchi N, Shigenaga T, Masayoshi S. 2002. Effect of heat treatment on chlorophyll degrading enzymes in stored broccoli (Brassica oleraceae L.). Postharvest Biology and Technology. 2:163-170. Gomez F, Fernandez L, Gergoff G, Guiamet JJ. 2008. Heat shock increase mitocondrial H2O2 production and extend postharvest life of spinach leaves. Postharvest Biology and Technology. 49:229-234. Harris JR. Subcelluler biochemistry, ascorbic acid: biochemistry and biomedical cell biology vol 25. NewYork (USA): Plenum Pr. Havlin, et al. 2005. Soil Fertiliy and Fertilizers. New Jersey (USA):Pearson Prentice Hall Pr. Heaton S. 2001. Organic Farming, Food Quality And Human Health: A Review of The Evidence. Bristol (ENG): Soil Asociaton Organic Standard Pr. Herencia JF, Pedro AGG, Jose ARD, Celia M. 2011. Comparison of nutritional quality of the crops grown in an organic and conventional fertilized soil. Scientia Horticulturae. 129:882-888. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance, 2nd ed. Gaithersburg : Aspen Pub. International Federation of Organic Agriculture Movement International. 2015. The world of organic agriculture, statistic and emerging trends 2015. Switzerland; FiBL and IFOAM Pr. Jaworska G. 2005. Nitrates, nitrites, and oxalates in products of spinach and New Zealand spinach Effect of technological measures and storage time on the level of nitrates, nitrites, and oxalates in frozen and canned products of spinach and New Zealand spinach. Food chemistry. 93: 395-401. Kader AA. 2002. Postharvest technology of horticultural crops. California (USA):University of California Agricultural Pr. Khanam UKS, Oba S, Yanase E, Murakami Y. 2012. Phenolic acids, flavanoids, and total antioxidant capacity of selected leafly vegetables. Journal of Functional Food. 4:979-987
36
Koukounaras A, Siomos AS, Sfakiotakis E. 2009. Impact of heat treatment on ethylene production and yellowing of modified atmosphere packeged . Postharvest Bology and Technology. 54: 172-176. Lawlor DW, Lemaire G, Gastal F. 2001. Nitrogen, plant growth, and crop yield. Berlin (DEs) :Springer Berlin Heidelberg Pr. Lee SK, Kader AA. 2000. Preharvest and Postharvest Factors infleuncing vitamin C content of horticultural crops. Postharvest Biology and Technology. 20:207220 Liu D, Shi J, Ibarra AC, Kakuda Y, Xue SJ. 2008. The scavenging capacity and synergistic effects of lycopene, vitamin E, vitamin C, and carotene mixtures on the DPPH free radical. Food Sci Technol. 41:1344–1349. Malmauret L, Parent M, Hardy JL, Verger P. 2002.Contaminant in organic and conventional foodstuf in France. Food Additive Contaminant. 19(6):524-532 Mensinga TT, Speijers GJA, Meulenbelt J. 2003. Health implication of exposure to environmental nitrogenous compounds. Toxicol Rev. 22 (1):41-51. Mozafar, A. 1993. Nitrogen fertilizer and the amount of vitamin in plants: review. Journal of Plant Nutrition. 16:2479-2506. Muramoto J. 1999. Comparison of nitrate content in leafly vegetables from organic and conventional farms in California.[Internet]. California (US):Center for Agroecology and sustainable food system.hlm 1-66;[diunduh 2015 April 29] tersedia pada:http://www.agroecology.org/documents/Joji/leafnitrate.pdf. Nampan K, Techavuthioporn, Kanlavanarat S. 2006. Hydrocooling improves quality and storage life of rong-rein rambutan (Nephellium lappaceum L.)Proceeding of the 4th International Conferenceon Managing Quality in Chains; Agustus 7, 2006 Bangkok,Thailand. hlm 763-770. NARO, 2013. Metode meningkatkan kualitas bayam pada musim panas (Bahasa Jepang). Jepang (JP):NARO Oliveira AB, Moura CFH, Gomes FE, Marco CA, Urban L. 2013. The Impact of Organic Farming on Quality of Tomatoes Is Associated Increased Oxidative Stress during Fruit Development. PLoS ONE 8(2): e56354. Pantastico. 1986. Fisiologi pascapanen, penanganan dan pemanfaatan buahbuahan dan sayuran tropika dan subtropika. Terjemahan. Yogyakarta (ID):UGM Pr. Phillips WEJ. 1968, Changes in the nitrate and nitrite contents of fresh and processed spinach during storage. Journal of Agricultural Food Chemistry. 16: 88–91. Rodriguez EG, Lieth JH, Jernstead JA, Suslow TV. 2012. Prediction of spinach quality based on pre-and postharvest conditions. Act Hort 9. 34:1141-1148. Siderer Y, Maquet A, Anklam E. 2005. Need for research to support consumer confidence in the growing organic food market. Trends Food Science Technology. 16 :332-343. Siriboon N, Propapan B. 2000. A study on the ripening of ‘Namwa’Banana. Faculty of Biotechnology, Assumption University. Bangkok. Thailand. Tamme T, Reinik M, Roasto, Juhkam, T. Tenno, Kiis. 2006. Nitrates and nitrites in vegetables and vegetable-based products and their intakes by the Estonian population. Food Additive. Contamination. 23:355–361.
37
Tian MS, Woolf AB, Bowen JH, Ferguson IB. 1996. Changes in color and chlorophyll fluoresence of broccoli florets following hot water treatment. J. American Society for Horticulture Science. 121 (92):310-313. Tiveron AP, Melo PS, Bergamasachi KB, Vieira TMFS, Arce MABG, Alencar SM. 2012. Antioxidant activity of brazilian vegetablesand uts realtion with phenolic composition. International Journal of Molecular Sciences. 13:89438947. Valero D, Serrano M. 2010.Postharvest biology and technology for preserving fruit quality. London (ENG): CRC press. Vogtman H, Matthies K, Kehres, Meier PA. 2002. Enhanched food quality, effect of compost on the quality of plant foods. Compost Science Utilization. 1:82100 Williams CM. 2002. Nutritional quality of organic food: shades of grey or shades of green? Proceedings of The Nutrition Society. 51(1):19-24 Worthington V. 2001. Nutritional quality of organic versus conventional fruits, vegetable, and grains. Journal of Alternative and Complementary Medicine. 7:161-173. Zeiger D. 1978. Nitrogen fertilizing and pruning of apple trees as they affect yield, fruit quality and tree growth in North Carolina. North Carolina Agr. Expt. Sta. Tech. Bul. 254.
38
Lampiran 1 Alat yang digunakan
39
Lampiran 1 Lanjutan
40
Lampiran 2 . Bayam organik selama penyimpanan setelah perlakuan penanganan pascapanen
Heat Shock
Hydrocooling
Kontrol
H1
H3
H7
41
Lampiran 3 Analisis statistik tinggi tanaman lobak
Lampiran 4 Analisis statistik tinggi tanaman pak choi
Lampiran 5 Analisis statistik tinggi tanaman bayam
42
Lampiran 6 Analisis statistik klorofil lobak
Lampiran 7 Analisis statistik klorofil pak choi
43
Lampiran 8 Analisis statistik klorofil bayam
Lampiran 9 Analisis statistik CN Lobak
44
Lampiran 10 Analisis statistik CN pak choi
Lampiran 11 Analisis statistik CN bayam
45
Lampiran 12 Analisis statistik kandungan nitrat lobak
Lampiran 13 Analisis statistik kandungan nitrat pak choi
Lampiran 14 Analisis statistik kandungan nitrat bayam
Lampiran 15 Analisis statistik total padatan terlarut lobak
Lampiran 16 Analisis statistik total padatan telarut pak choi
Lampiran 17 Analisis statistik total padatan terlarut bayam
46
Lampiran 18 Analisis statistik asam askorbat lobak
Lampiran 19 Analisis statistik asam askorbat pak choi
Lampiran 20 Analisis statistik asam askorbat bayam
Lampiran 21 Analisis statistik total antioksidan lobak
Lampiran 22 Analisis statistik total antioksidan pak choi
47
Lampiran 23 Analisis statistik total antioksidan bayam
Lampiran 24 Analisis statistik total Mineral K, Ca, Mg, dan Na Lobak
Lampiran 25 Analisis statistik total Mineral K, Ca, Mg, dan Na pak choi
46
Lampiran 26 Analisis statistik total Mineral K, Ca,Mg, dan Na bayam
Lampiran 27 Analisis statistik warna bayam
46
Lampiran 28 Analisis statistik warna bayam organik dan non-organik selama penyimpanan
47
Lampiran 29 Analisis statistik kandungan nitrat bayam organik dan non-organik selama penyimpanan
Lampiran 30 Analisis statistik total padatan terlarut bayam organik dan nonorganik selama penyimpanan
Lampiran 31 Analisis statistik asam askorbat bayam organik dan non-organik selama penyimpanan
Lampiran 32 Analisis statistik total antioksidan bayam organik dan non-organik selama penyimpanan
48 Lampiran 33 Perlakuan hydrocooling dan heat shock terhadap kualitas warna
49
Lampiran 34 Analisis statistik perlakuan hydrocooling dan heat shock terhadap kandungan nitrat, TPT, asam askorbat,dan total antioksidan
50 RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama lengkap Dini Nur Hakiki, merupakan putri ketiga dari Almarhum Abdul Kadir, S.Pd dan Sri Wilyantari, S.Pd. Penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Sidoarjo pada tahun 2006 dan meneruskan ke Perguruan Tinggi IPB pada jurusan Teknologi Industri Pertanian hingga lulus pada tahun 2011. Setahun kemudian, Penulis mendapatkan beasiswa BPPDN DIKTI untuk melanjutkan pendidikan master di IPB pada Departemen Teknologi Pascapanen. Selama menempuh pendidikan master, Penulis berkesempatan mengikuti kesempatan Summer Course 2012 kerja sama antara IPB dengan Ibaraki University, Tsukuba University, dan Ryukyus University. Penulis juga berhasil mempresentasikan karya tulis berjudul “Postharvest Integration of Rice and Soybean for Supporting National Food Security dalam Olimpiade Karya Tulis Ilmiah 2013 yang diselenggarakan di Prancis. Pada tahun 2014, Penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Joint Degree Program Six Universities Initiative Japan Indonesia (JDP-SUIJI) di Ehime University yang merupakan inisiasi kerjasama riset antar 6 universitas di Jepang dan Indonesia. Selama program tersebut penulis berkesempatan untuk mempresentasikan sebagian hasil penelitianya dalam Seminar akhir SUIJI di Ehime University dan Crop Science Conference Branch Shikoku di Kagawa University, Jepang..