PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) PADA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/ 2010 (Penelitian Tindakan Kelas)
SKRIPSI Oleh: RATIH SANTIKA DEWI K 7406126
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh siswa dengan tujuan mengembangkan hasil belajar yang dimiliki siswa. Pembelajaran hendaknya tidak lagi menempatkan siswa dalam posisi pasif sebagai penerima materi pembelajaran, tetapi sebagai subjek yang aktif melakukan proses berpikir, mencari, mengolah, mengurai, menggabung, menyimpulkan, dan menyelesaikan masalah. Senada dengan pendapat Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 93) yang menyatakan bahwa, “Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa”. Bahan ajar dipilih, disusun, dan disajikan kepada siswa sesuai dengan kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa akan pemenuhan ilmu pengetahuan harus didukung oleh beberapa faktor, antara lain: peran guru mata pelajaran selama pembelajaran, penerapan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa baik hasil belajar kognitif maupun hasil belajar afektif dan psikomotorik, penggunaan media pembelajaran yang sesuai, dan pengelolaan situasi belajar yang kondusif. Guru mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu menciptakan iklim belajar yang kondusif untuk mendukung pemahaman materi pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Peran ini dapat dilaksanakan dengan baik apabila guru menguasai materi pembelajaran, memahami karakteristik dan kebutuhan siswa, serta memberikan motivasi kepada siswa untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Guru harus menyadari bahwa adanya interaksi dalam proses pembelajaran dapat berlangsung dua arah, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa yang lain. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran adalah media pembelajaran. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2005: 30), “Pemanfaatan media pembelajaran sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas pembelajaran.” Pemanfaatan media pembelajaran menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna, memfasilitasi proses interaksi antara siswa
3
dengan guru dan siswa dengan siswa, serta memperkaya pengalaman belajar siswa. Penerapan media pembelajaran yang tepat diharapkan mampu mengubah suasana belajar dari siswa yang pasif menunggu menjadi siswa yang aktif berdiskusi. Penggunaan media pembelajaran juga dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Pengelolaan situasi belajar atau iklim kelas menjadi kondusif juga merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Menurut Depdiknas (2005: 33), “Situasi belajar adalah suasana yang terjadi ketika pembelajaran berlangsung, atau lebih luas lagi yaitu interaksi antara guru dengan siswa baik di dalam kelas maupun di luar kelas karena belajar akan berlangsung secara efektif dalam situasi yang kondusif.” Situasi belajar yang mendukung akan memunculkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan merasa nyaman untuk bertanya, mengerjakan tugas, mengungkapkan pendapat, maupun merespon pembelajaran dari guru. Berdasarkan uraian di atas, peneliti kemudian melakukan observasi untuk memperoleh data awal kegiatan pembelajaran akuntansi siswa. Hasil observasi menunjukkan hasil sebagai berikut: aktivitas belajar siswa selama pembelajaran akuntansi cenderung rendah dan minat belajar siswa masih kurang. Hal ini berakibat situasi kelas menjadi kurang kondusif untuk melakukan pembelajaran akuntansi sehingga pemahaman siswa terhadap mata pelajaran akuntansi menjadi rendah. Siswa bernama Vandi Wisnu Putra dan Risky Yuniarko berpendapat bahwa akuntansi adalah mata pelajaran yang sulit dan tidak mudah dipahami. Oleh karena itu mereka memilih acuh tak acuh ketika guru menyampaikan materi pembelajaran. Guru mata pelajaran akuntansi menggunakan metode penyampaian materi dengan ceramah atau tanya jawab, sehingga respon siswa terhadap pembelajaran juga kurang maksimal karena pembelajaran masih didominasi oleh guru. Beberapa siswa lain juga ikut berpendapat tentang pembelajaran akuntansi yang dilakukan oleh guru mata pelajaran akuntansi selama ini. Seorang siswi bernama Dani Nur Sihwinunggal menyatakan bahwa pembelajaran akuntansi yang digunakan kurang menyenangkan, karena guru sering mengulang materi yang telah disampaikan. Sedangkan bagi Didik Prakoso Andriyanto ketegasan
4
guru terhadap murid masih kurang. Guru dirasa terlalu sabar dalam menyikapi siswa yang bermasalah sehingga terkadang guru masih diremehkan oleh siswa. Siswa bernama Dani Nova Riayanto merasa bahwa pembelajaran selama ini kurang efektif karena guru sering mengulangi materi pembelajaran akuntansi dengan metode ceramah sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk tidak memperhatikan. Penggunaan media pembelajaran berupa modul akuntansi yang dimiliki oleh masing-masing siswa juga membuat pembelajaran berlangsung kurang efektif, karena banyak waktu terbuang untuk menegur siswa yang tidak membawa modul akuntansi. Apabila dilihat dari prestasi belajar siswa, nilai Ujian Akhir Semester (UAS) akuntansi pada semester pertama menunjukkan hasil yang kurang maksimal. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 65, hanya sebesar 57% (20 siswa dari 35 siswa) yang lulus dan sisanya masih berada di bawah KKM. Bersumber dari beberapa permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1 SMA Negeri 8 Surakarta masih perlu ditingkatkan. Pembelajaran yang dilakukan guru tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Hal tersebut dikarenakan guru masih berpedoman pada paradigma lama, seperti yang dinyatakan Anita Lie (2008: 2) bahwa, “Paradigma lama dalam dunia pendidikan mengenai proses belajar mengajar bersumber pada Teori atau lebih tepatnya Asumsi Tabula Rasa John Locke di mana pikiran seorang anak seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya”. Namun perlu disadari bahwa guru dituntut untuk berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebuah pembelajaran yang memprioritaskan aktivitas belajar siswa seharusnya
menjadi
motivasi
bagi
guru
untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran yang sesuai, karena kualitas pembelajaran yang baik akan memberikan kontribusi kemajuan pada kualitas pendidikan. Berdasarkan uraian singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah paling dekat dengan kita dan dapat diamati adalah peningkatan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/ 2010 dapat ditingkatkan dengan penerapan
5
sebuah model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan iklim kelasnya, yaitu pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD). Peneliti memilih pembelajaran kooperatif karena pembelajaran tersebut berfokus pada
penggunaan
kelompok
kecil
siswa
untuk
bekerja
sama
dalam
memaksimalkan kondisi belajar sehingga tujuan belajar masing-masing siswa dapat tercapai. Menurut Juliati dalam Isjoni (2009: 12) “Cooperative Learning lebih tepat digunakan pada pembelajaran IPS.” Hal ini sesuai dengan mata pelajaran akuntansi yang masuk di jurusan IPS. Sugiyanto (2008: 37-38) mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community), yaitu siswa tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari sesama siswa”, sehingga pembelajaran kooperatif akan meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab siswa kepada diri sendiri dan teman satu timnya. STAD dipilih sebagai tipe yang sesuai bagi pembelajaran akuntansi karena STAD adalah sebuah pembelajaran sederhana yang menuntut peran serta siswa secara individu. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa siswa menganggap akuntansi adalah mata pelajaran yang membingungkan. Pengerjaan soal kasus akuntansi secara kelompok akan membuat siswa lebih memahami konsep akuntansi karena setiap siswa menyumbangkan poin kemajuan kepada kelompok mereka berapapun skor kemajuan individual yang mereka peroleh. Oleh karena itu, masing-masing siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk menyumbangkan poin kemajuan untuk kelompok. Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe STAD juga akan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi dengan anggota kelompok masing-masing. Mata pelajaran akuntansi yang dirasa sulit dan tidak mudah dipahami akan menjadi lebih mudah jika dikerjakan berkelompok. Siswa bebas bertanya dan berdiskusi dengan anggota kelompok mereka untuk menyelesaikan permasalahan dalam mata pelajaran akuntansi. Berdasarkan permasalahan
yang telah diuraikan, maka peneliti
mengambil judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Pada Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/ 2010”.
6
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalahmasalah sebagai berikut: 1.
Apakah kurangnya
interaksi
antara
guru
dan
siswa
menyebabkan
pembelajaran berlangsung kurang efektif? 2.
Apakah metode pembelajaran ceramah kurang efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi?
3.
Apakah metode pembelajaran ceramah yang selama ini digunakan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap mata pelajaran akuntansi?
4.
Apakah metode pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran akuntansi?
5.
Apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi?
C. Pembatasan Masalah Masalah perlu dibatasi agar mempunyai arah yang pasti dan jelas. Pembatasan masalah yang dapat disampaikan dalam penulisan ini antara lain: 1.
Kualitas pembelajaran dalam penelitian ini diukur dari aktivitas belajar siswa yang dilihat dari keaktifan siswa selama proses pembelajaran dan hasil belajar siswa yang lebih ditekankan pada hasil belajar kognitif.
2.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran dengan konsep pembagian pencapaian tim siswa. Masing-masing siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menyumbangkan poin bagi kemajuan nilai kelompok berdasarkan nilai yang siswa peroleh secara individu.
3.
Standar kompetensi mata pelajaran akuntansi kelas XI IPS adalah memahami penyusunan siklus akuntansi perusahaan jasa, sedangkan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa adalah membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan jasa. Oleh karena itu materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah menyusun daftar sisa/ neraca sisa (siklus pertama), menyusun jurnal penyesuaian (siklus kedua), dan menyusun kertas kerja (siklus ketiga).
7
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu apakah penerapan pembelajaran kooperatif
tipe
STAD
(Student
Teams
Achievement
Divisions)
dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010?
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/ 2010.
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat Teoretis a. Penelitian ini memberikan sumbangan keilmuan yang bermanfaat bagi dunia pendidikan mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatan kualitas pembelajaran akuntansi. b. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi peneliti lain bagi penulisan di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan yang sejenis.
2.
Manfaat Praktis a. Bagi guru Guru dapat lebih terampil dalam menggunakan pembelajaran STAD. Guru juga terbiasa melakukan penelitian kecil yang bermanfaat bagi perbaikan proses pembelajaran. b. Bagi siswa Penelitian ini bermanfaat bagi siswa yang bermasalah di dalam kelas supaya siswa berusaha meningkatkan aktivitas belajar mereka sehingga hasil belajar akuntansi siswa juga mengalami peningkatan.
8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Belajar a. Hakikat Belajar Cronbach dalam Sardiman A.M. (2007: 20) menyatakan bahwa, “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.” Artinya belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Slameto dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 2) yang mengungkapkan bahwa, “Belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Harold Spears dalam Sardiman A.M. (2007: 20) memberikan batasan, “Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction.” Artinya belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk atau arahan. Bersumber dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar terjadi karena adanya proses mengamati, membaca, mempunyai inisiatif untuk mencoba, mendengarkan, serta mengikuti petunjuk atau arahan dari orang lain yang lebih berpengalaman. Geoch dalam Sardiman A.M. (2007: 20) mengungkapkan,“Learning is a change in performance as a result of practice.” Artinya belajar adalah sebuah perubahan dalam penampilan sebagai hasil dari latihan. Oleh karena itu latihan digunakan sebagai sebuah sarana untuk belajar, sehingga dengan berjalannya waktu seseorang akan mengalami perubahan ke arah positif pada sesuatu yang dipelajarinya. Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 4) mengemukakan, “Perbuatan belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya
9
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.” Bersumber dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan yang dihasilkan terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya. Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 20) mengungkapkan, “Belajar pada hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif.” Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku yang membangun dan berkembang menjadi lebih baik merupakan indikator suatu proses belajar telah berlangsung. Proses belajar mempunyai tujuan yang akan dicapai. Pencapaian tujuan belajar perlu didukung oleh kondisi belajar yang kondusif. Kondisi belajar dipengaruhi oleh berbagai komponen yang saling mempengaruhi. Komponen-komponen tersebut antara lain: tujuan pembelajar-an yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang menjadi pendukung dan pelaku pembelajaran, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia. Menurut Sardiman (2007: 26) tujuan belajar ada tiga macam, yaitu: 1) Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar. 2) Penanaman konsep dan keterampilan Penanaman konsep atau perumusan konsep juga memerlukan suatu keterampilan. Keterampilan dapat dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan jasmani
dan
keterampilan
keterampilan
rohani.
Keterampilan
jasmani
yang
diamati
dan
sehingga
dapat
dilihat
adalah akan
menitikberatkan pada keterampilan gerak dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih sulit, karena menyangkut tentang penghayatan dan keterampilan berpikir, serta
10
kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah dan konsep. Keterampilan dapat dididik, yaitu dengan melatih kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. 3) Pembentukan sikap Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu, guru bukan sekadar “pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai kepada anak didiknya. Sardiman (2007: 28) mengungkapkan, “Dalam interaksi belajar mengajar, guru akan senantiasa diobservasi, dilihat, didengar, ditiru semua perilakunya oleh para siswanya”. Proses observasi yang dilakukan membuat siswa menirukan perilaku gurunya, sehingga diharapkan terjadi proses internalisasi yang dapat menumbuhkan proses penghayatan pada setiap diri siswa untuk kemudian diamalkan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa proses belajar adalah suatu aktivitas yang menyebabkan adanya perubahan positif yang berkembang dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
b. Hakikat Belajar Akuntansi Akuntansi bukanlah mata pelajaran yang mudah dipahami tanpa disertai praktik. Moelyati, Toto Sucipto, Suyoto, dan Sumardi (2001: 12) mengutip dari American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) yang
mendefinisikan
bahwa,
“Akuntansi
adalah
seni
pencatatan,
pengelompokkan, dan peringkasan yang tepat dan dinyatakan dalam satuan mata uang, transaksi-transaksi, dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya bersifat finansial dan penafsiran hasil-hasilnya.” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa akuntansi harus melalui tahap-tahap pengkajian transaksi-transaksi agar nantinya dapat menghasilkan laporan keuangan. Akuntansi di dalam praktiknya membutuhkan ketelitian dan konsentrasi yang baik karena pada setiap tahap pencatatan, pengelompokan, dan peringkasan yang dilakukan menuntut suatu
11
keterampilan agar pengkajian transaksi dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, siswa seharusnya tidak hanya menghafalkan konsep akuntansi tetapi lebih baik memahami konsep akuntansi yang dapat diperoleh dengan membiasakan siswa berlatih dan mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan akuntansi. Kompetensi dasar dalam mata pelajaran akuntansi ini adalah membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan jasa. Pencapaian kompetensi dasar ini diukur dengan penguasaan pada materi: (1) menyusun daftar neraca sisa/ neraca saldo; (2) menyusun jurnal penyesuaian; dan (3) menyusun kertas kerja. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik terhadap materi-materi tersebut demi tercapainya kompetensi dasar pada tahapan pengikhtisaran dalam siklus akuntansi. Pemahaman dan penguasaan konsep akuntansi dapat dilakukan siswa dengan membiasakan proses belajar. Belajar adalah suatu aktivitas yang menyebabkan adanya perubahan positif yang berkembang dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, hakikat belajar akuntansi adalah suatu aktivitas yang menyebabkan munculnya perubahan positif dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam rangka mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa pada mata pelajaran akuntansi.
2. Pembelajaran dan Model Pembelajaran a. Hakikat Pembelajaran Driscoll dalam Robert E. Slavin (2008: 179) menyatakan bahwa pembelajaran adalah, “perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Tetapi bukan perubahan yang disebabkan oleh perkembangan (seperti tumbuh makin tinggi) tetapi karena si pebelajar merasakan dan mengalami sendiri pembelajaran melalui pengalamannya.” Maka dapat dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran harus terjadi perubahan yang signifikan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Atau dengan kata lain aktivitas pembelajaran yang baik setidaknya pada akhir proses pembelajarannya mencapai salah satu dari ketiga aspek tersebut, misalnya aspek kognitif sebagai aspek yang lebih nyata untuk dapat diamati.
12
Isjoni (2009: 11) turut mengemukakan bahwa, “Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.” Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa siswa adalah pelaku utama dalam sebuah pembelajaran, sehingga proses pembelajaran sebaiknya mengutamakan kebutuhan siswa akan ilmu pengetahuan dan aktivitas sosial mereka agar kemampuan siswa dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik akan mengalami perkembangan. Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 11) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa dan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran.” Oleh karena itu konsep komunikasi dan perubahan sikap akan selalu melekat dalam pembelajaran. Guru maupun siswa dalam sebuah pembelajaran bersama-sama menjadi pelaku demi terlaksananya tujuan pembelajaran. Tetapi fungsi dari masing-masing pelaku dalam konteks ini berbeda. Siswa sebagai subjek utama yang melakukan pembelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat Gagne dalam Isjoni (2009: 50) yang menyatakan, “An active process and suggest that teaching involves facilitating active mental process by students.” Artinya suatu proses pembelajaran di mana siswa berada dalam posisi proses mental yang aktif dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran berlangsung lebih efektif dan lebih bermakna bagi siswa karena siswa bertindak lebih aktif daripada guru sehingga siswa bisa lebih mengembangkan kemampuan mereka (baik dari kemampuan kognitif maupun kegiatan sosialnya) dengan bantuan guru sebagai pihak yang selalu memotivasi siswa untuk berkembang. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa pembelajaran merupakan suatu proses perubahan positif yang dilakukan oleh siswa dan didukung oleh guru yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan siswa, baik dari aspek ilmu pengetahuan maupun aktivitas sosial siswa.
13
b. Hakikat Model Pembelajaran Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari strategi, metode, atau prosedur. Pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan dengan situasi kelas yang dihasilkan dari kerja sama antara guru dan siswa. Arends dalam Trianto (2007: 5-6) menyatakan bahwa, “The term teaching model refers to a particular aprroach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.” Artinya model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Yang dimaksud dengan sintaks dari suatu model pengajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang disertai serangkaian kegiatan pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 26) yang
menyatakan,
“model-model
pengajaran
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan: tujuan pembelajaran, pola urutan, dan sifat lingkungan belajar.” Sukamto dalam Trianto (2007: 5) mengemukakan: Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Bersumber dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah
sebuah
kerangka
konseptual
atau
pola
dalam
merencanakan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar siswa. Isjoni (2009: 49) mengemukakan, “Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masingmasing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.” Hal tersebut senada dengan pendapat Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 41) yang mengungkapkan, “Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style).” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa penerapan model pembelajaran perlu memperhatikan kebutuhan siswa dan apa yang dimiliki guru agar pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.
14
Hasan dalam Isjoni (2009: 50) berpendapat, untuk memilih model yang tepat perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam praktiknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik; 2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik; 3) Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan; 4) Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru; dan 5) Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah model pembelajaran memiliki konsep masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan dengan menjadikan siswa sebagai pelaku utama aktivitas belajar dalam sebuah proses pembelajaran. Pendapat tersebut senada dengan yang diungkapkan Trianto (2007: 9): Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya, materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan saran atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan dengan gaya belajar siswa, gaya mengajar guru, kondisi pembelajaran dan iklim pembelajaran di dalam kelas, dan faktor-faktor lain yang mendukung terjadinya pembelajaran. Hal tersebut tidak kalah penting karena pemilihan metode pembelajaran yang sesuai juga akan memotivasi siswa untuk berkembang. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang dirancang dalam merencanakan sebuah pembelajaran terutama aktivitas belajar mengajar yang dipertimbangkan dari gaya belajar siswa, gaya mengajar guru, dan beberapa faktor pendukung yang ada agar tujuan belajar siswa dapat tercapai.
15
3. Hakikat Pembelajaran Akuntansi Akuntansi adalah sebuah proses yang pencatatannya dilakukan secara bertahap dan diperlukan ketelitian dalam menganalisis sumber transaksi untuk kemudian diolah ke dalam elemen-elemen akuntansi yang diperlukan sebelum menghasilkan laporan keuangan. Oleh karena itu, mata pelajaran akuntansi tidak bisa hanya dihafalkan tetapi harus dilandasi dengan pemahaman konsep untuk menyelesaikan soal-soal akuntansi. Pemahaman akuntansi oleh siswa ini dapat dibiasakan dengan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa agar materi akuntansi dapat disampaikan dengan baik. Seperti dikutip oleh Moelyati, Toto Sucipto, Suyoto, Sumardi (2001: 12), American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) mendefinisikan bahwa, “Akuntansi adalah seni pencatatan, pengelompokan, dan peringkasan yang tepat dan dinyatakan dalam satuan mata uang, transaksi-transaksi, dan kejadian-kejadian yang setidaktidaknya bersifat finansial dan penafsiran hasil-hasilnya.” Hal tersebut mengandung arti bahwa akuntansi merupakan suatu seni yang mencatat dan mengkaji sumber-sumber transaksi yang ada untuk kemudian ditafsirkan ke dalam bentuk laporan keuangan. SMA Negeri 8 Surakarta membuka dua jurusan yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan IPS, di mana penjurusan tersebut dilakukan pada kelas XI. Akuntansi adalah mata pelajaran yang diberikan di jurusan IPS, yang dalam satu minggu dialokasikan sebanyak empat jam (biasanya dua kali seminggu). Materi pembelajaran yang dipakai pada penelitian ini melanjutkan materi sebelumnya. Karena mengambil kompetensi dasar membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan jasa, maka materi yang digunakan pada penelitian ini adalah Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, dan Kertas Kerja. Materi tersebut digunakan di setiap siklus. Penelitian ini direncanakan sebanyak tiga siklus di mana masing-masing siklus direncanakan tiga kali pertemuan. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa pembelajaran akuntansi adalah sebuah proses perubahan secara positif yang dilakukan oleh siswa dan didukung oleh guru dalam rangka mengembangkan kemampuan akuntansi yang dimiliki oleh siswa.
16
4. Kualitas Pembelajaran a. Hakikat Kualitas Goetsch dan Davis seperti dikutip oleh Tjiptono dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 81) mengungkapkan bahwa, “kualitas merupakan kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Hal tersebut senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 81), “Banyak pakar dan organisasi yang mencoba mendefinisikan kualitas (mutu) berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Walaupun definisi tersebut tidak ada yang diterima secara universal, tetapi terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut: 1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; 2) kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan, dan 3) kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. Bersumber dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu berpusat pada pelanggan. Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 85) menyatakan bahwa, “mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, dua tahun, atau lima tahun, bahkan sepuluh tahun).” Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa tes kemampuan akademis misalnya ulangan umum, atau ujian nasional (UAN). Selain itu, dapat pula prestasi di bidang lain seperti cabang olahraga, seni, atau lainnya. Bahkan prestasi dalam sekolah dapat dilihat berupa kondisi atau situasi yang tidak dapat dipegang, seperti suasana disiplin, keakraban, dan sikap saling menghormati. Prestasi yang dicapai oleh sekolah adalah prestasi siswa, baik di bidang akademis, bidang lain yang mendukung, maupun pada prestasi yang tidak dapat dilihat seperti disiplin, keakraban, dan sebagainya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan disebut bermutu jika program pendidikan dan pelayanan sekolah memenuhi atau melebihi kebutuhan pelanggan, yaitu siswa, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, dunia usaha/ industri, dan lembaga atau organisasi lainnya yang terkait secara langsung atau
17
tidak langsung dengan pelayanan sekolah. Pengertian mutu dalam konteks pendidikan mencakup input, proses, dan output pendidikan. Agar proses yang baik itu tidak salah arah, mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah. Selain itu, harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Permadi dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 82) menyampaikan pendapatnya bahwa, “mutu jasa pendidikan bersifat relatif (sesuai dengan kebutuhan pelanggan), dan bukan bersifat absolute.” Artinya mutu jasa pendidikan akan baik dan memuaskan jika sesuai atau melebihi kebutuhan para pelanggan yang bersangkutan. Pelanggan dalam konteks pendidikan menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 82-83) dibagi menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. 1) Pelanggan internal (internal customer) adalah orang-orang yang berada dalam organisasi sekolah, yaitu guru, staf tata usaha, pesuruh (office boys), cleaning service, pelayan teknis, dan komponen lainnya. 2) Pelanggan eksternal (external customer) adalah orang-orang yang berada di luar organisasi sekolah yang memperoleh layanan dari sekolah. Pelanggan eksternal dibagi dua macam, yakni: a) Pelanggan primer (primary customer) adalah pelanggan utama, yaitu orang-orang yang langsung bersentuhan dengan jasa-jasa pendidikan yang diberikan oleh sekolah, seperti peserta didik. b) Pelanggan sekunder (secondary customer) adalah pihak-pihak lain yang secara tidak langsung terimbas dari layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah, yaitu orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha/ industri sebagai pengguna tenaga kerja. Pendapat tersebut menegaskan bahwa sekolah yang bermutu adalah sekolah yang dapat memuaskan pelanggan dalam memberikan jasa pendidikan, baik pelangan internal maupun pelanggan eksternal. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kualitas adalah usaha memenuhi harapan pelanggan yang dilakukan dengan sebuah proses untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi pelanggan.
18
b. Kualitas Pembelajaran Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, karena terbentuknya pembelajaran yang berkualitas tidak lepas dari komponenkomponen yang mendukung, seperti: pendidik, siswa, kurikulum/ bahan ajar, iklim pembelajaran, media pembelajaran, dan materi pembelajaran. Dilihat dari sisi pendidik, kualitas pembelajaran dapat dilihat dari seberapa optimal guru mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Ditinjau dari siswa, kualitas pembelajaran dapat dilihat dari proses pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar peserta didik. Ditilik dari sudut kurikulum dan bahan ajar, kualitas dapat dilihat dari seberapa luwes dan relevan kurikulum dan bahan belajar mampu menyediakan aneka stimuli dan fasilitas belajar secara beranekaragam. Apabila ditinjau dari aspek iklim pembelajaran, kualitas dapat dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan bermakna bagi pembentukan karakter siswa. Sisi media pembelajaran melihat bahwa kualitas pembelajaran dapat dilihat dari seberapa kontributif fasilitas fisik terhadap terciptanya situasi belajar yang aman dan nyaman. Sedangkan dari aspek materi pembelajaran, kualitas dapat dilihat dari kesesuaiannya dengan tujuan dan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu, Depdiknas (2005: 7) mengungkapkan bahwa, “kualitas pembelajaran adalah intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis guru, siswa, kurikulum dan bahan belajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler.” Mulyasa (2006: 131) mengungkapkan bahwa, “Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil.” Kualitas proses pembelajaran dapat diamati dari bagaimana aktivitas siswa, interaksi guru-siswa, interaksi antarsiswa, dan motivasi belajar siswa. Sedangkan kualitas hasil belajar dapat diamati dari prestasi belajar dan ketuntasan belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh guru,
19
siswa, dan komponen pembelajaran lain dengan tujuan mencapai hasil belajar yang optimal dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang bertujuan untuk menghasilkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari input, proses pembelajaran, dan output yang dihasilkan yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Kualitas pembelajaran yang akan dikaji meliputi dua aspek, yaitu: 1) Aktivitas Belajar Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 23) menyatakan bahwa, “Proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.” Hal ini berarti pelaku pembelajaran (siswa) harus meningkatkan kegiatan atau keaktifan mereka selama pembelajaran berlangsung dari seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dierich dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 24) menyampaikan aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu sebagai berikut: a)
Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain; b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral) yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaa, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, dan interupsi; c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, atau mendengarkan radio; d) Kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau rangkuman, dan mengerjakan tes, serta mengisi angket; e) Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola; f) Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alatalat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, serta menari dan berkebun.;
20
g) Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan; h) Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa selama pembelajaran dapat dilihat dari berbagai hal selama proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dimaksud antara lain: bagaimana siswa melaksanakan diskusi kelompok, bagaimana siswa melatih diri dalam memecahkan soal yang sejenis, bagaimana siswa turut serta melaksanakan tugas belajarnya, bagaimana siswa melakukan interaksi dengan anggota kelompoknya, bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari guru dengan bertanya, dan sebagainya. Aktivitas belajar tersebut adalah keaktifan siswa yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran. Untuk mengembangkan keaktifan siswa dibutuhkan peran guru sebagai fasilitator dan motivator. Selain itu, keaktifan siswa juga dapat berkembang dengan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa. Peningkatan aktivitas belajar siswa dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Mulyasa (2006: 105) bahwa, “meningkatkan aktivitas siswa merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.” Nana Sudjana (2009: 61) menyatakan penilaian proses belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: a) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, b) terlibat dalam pemecahan masalah, c) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, d) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, e) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, f) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil belajar yang diperolehnya, g) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, dan h) kesempatan menerapkan apa yang telah diperoleh siswa dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
21
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa aktivitas belajar siswa yang tersirat dalam keaktifan siswa selama pembelajaran dapat dijadikan salah satu tolak ukur kualitas pembelajaran, karena keaktifan siswa selama pembelajaran ikut menunjang terlaksananya proses pembelajaran menjadi lebih berkualitas. 2) Hasil Belajar Siswa Penilaian proses belajar adalah upaya memberikan nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian tersebut dapat dilihat sejauh mana efektif dan efisiennya dalam mencapai hasil belajar, yaitu perubahan tingkah laku siswa. Nana Sudjana (2009: 3) menyatakan, “Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini berarti bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa, yaitu perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa, antara lain: adanya perubahan hasil belajar siswa setelah melakukan proses pembelajaran dan apa yang dimiliki siswa tersebut dapat bertahan lama dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran terkait erat dengan hasil belajar. Apabila hasil belajar siswa belum maksimal maka harus ada yang dibenahi dalam sebuah proses pembelajaran Abdurrahman dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 14) berpendapat bahwa, “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.” Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Juliah dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 15) bahwa, “Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya.” “Setelah melalui proses belajar maka siswa diharapkan dapat mencapai tujuan belajar yang disebut juga sebagai hasil belajar” (Asep Jihad
22
dan Abdul Haris, 2009: 15), yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani proses belajar. Oleh karena itu, proses belajar perlu dilalui untuk mencapai tujuan belajar yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa sehingga proses belajar yang dilakukan oleh siswa akan mempengaruhi hasil belajar. Bloom dkk yang dikutip Harjanto dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 20-23) mengemukakan bahwa secara garis besar aspek hasil belajar dibagi menjadi tiga yaitu: (a) Aspek kognitif mencakup ingatan atau pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian; (2) Aspek
afektif
mencakup
penerimaan,
penanggapan,
penghargaan,
pengorganisasia, pengkarakterisasian; dan (c) Aspek psikomotorik yang mencakup persepsi, kesiapan, respon terbimbing, mekanisme, respon nyata kompleks, penyesuaian, dan penciptaan. Penguasaan aspek kognitif diukur dengan tes lisan atau tertulis meliputi pilihan ganda, uraian bebas, bentuk menjodohkan, unjuk kerja, atau pengumpulan kerja siswa. Ranah afektif diukur dengan teknik angket, yang diukur adalah sikap dan minat peserta didik terhadap pelajaran. Bentuk tes psikomotorik diukur dengan teknik angket dan observasi secara langsung yang dapat berupa tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa nilai siswa bukan satu-satunya aspek yang menjadi ukuran perkembangan kemampuan siswa dalam pembelajaran, tetapi didukung juga oleh minat siswa terhadap pelajaran dan keterampilan siswa. Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa hasil belajar siswa juga dapat dijadikan salah satu tolak ukur kualitas pembelajaran, karena hasil belajar siswa khususnya dari aspek kognitif adalah hasil nyata yang bisa dilihat dari kerja keras siswa dalam memahamkan diri mereka tentang suatu materi pembelajaran. Oleh karena itu, berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kualitas pembelajaran dapat diamati dari seberapa besar keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung dan hasil belajar siswa yang ditekankan pada hasil belajar kognitif, sebagai hasil dari proses pembelajaran yang telah dilakukan siswa.
23
5. Pembelajaran Kooperatif a. Model Pembelajaran Kooperatif Sugiyanto
(2008:
35)
mengemukakan
bahwa,
“Pembelajaran
kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.” Hal senada juga diungkapkan oleh Isjoni (2009: 16) yang menyatakan bahwa, “Cooperative Learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning.” Artinya pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dari kelompok-kelompok kecil yang dibentuk dalam sebuah kelas. Anita Lie dalam Sugiyanto (2008: 10) berpendapat bahwa, “pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community).” Artinya siswa tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari sesama siswa. Siswa saling bertukar pikiran tentang sesuatu yang harus diselesaikan secara kelompok. Hal ini akan menjadikan siswa lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap masing-masing anggota dalam kelompok. Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 31) menyampaikan pendapatnya yang tidak jauh berbeda dengan kedua pendapat sebelumnya, “Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.” Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil untuk mencapai sebuah tujuan belajar bersama yang membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan akademis dan kemampuan sosial mereka.
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin dalam Isjoni (2009: 21) terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu:
24
1) Penghargaan kelompok Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu dalam menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung. 2) Pertanggungjawaban individu Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam proses pembelajaran. Hal ini akan melatih kemandirian siswa ketika mengerjakan tugas secara individu. Motivasi siswa juga akan tumbuh dan siswa tidak takut untuk bersaing secara sehat dan jujur. 3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang sebelumnya. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Secara tidak langsung siswa akan termotivasi untuk memberikan yang terbaik bagi kelompok mereka, karena masingmasing anggota kelompok dapat menyumbangkan nilai untuk kelompok. Berdasarkan pendapat yang telah diungkapkan tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah: (1) adanya penghargaan kelompok; (2) adanya tanggung jawab individu; dan (3) adanya kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan.
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Stahl dalam Isjoni (2009: 24) mengemukakan bahwa, “melalui model cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan
25
sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Zaltman et al dalam Isjoni (2009: 24) yang berpendapat bahwa, “siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual.” Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting, seperti yang dirangkum oleh Ibrahim dalam Isjoni (2009: 27-28) yaitu: 1) Hasil belajar akademik Pembelajaran kooperatif mencakup beragam tujuan sosial, baik untuk memperbaiki prestasi siswa ataupun tugas akademik penting yang lain. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Di samping itu, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama demi tugas-tugas akademik. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang untuk bekerja sama pada tugas-tugas akademik. Struktur penghargaan kooperatif juga akan menjadikan siswa belajar saling menghargai dan saling menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. 3) Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan sosial pada dasarnya penting dimiliki oleh siswa, sebab saat ini banyak anak muda yang masih kurang dalam keterampilan sosial. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tersebut maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah
26
mengembangkan kemampuan siswa baik dari aspek pengetahuan maupun dari sikap dan keterampilan sosialnya.
d. Peran Guru dalam Pembelajaran Koooperatif Penciptaan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman dan suasana hati yang gembira tanpa ada tekanan akan dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Oleh karena itu dalam model pembelajaran koooperatif dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreativitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan penerapan model ini guru harus menjadi lebih aktif dalam menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya. Isjoni (2009: 62) menjelaskan bahwa, “Dalam model pembelajaran cooperative learning guru harus mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih dan terbiasa berbeda pendapat.” Pendapat tersebut menekankan bahwa kebiasaan tersebut penting dikondisikan selama pembelajaran sedini mungkin, agar siswa lebih sportif dan jujur dalam mengakui kekurangan diri sendiri dan menerima pendapat siswa lain yang lebih baik. Soemantri dalam Isjoni (2009: 62) menambahkan, “Hal yang perlu dihindari adalah apabila perbedaan pendapat itu menjurus pada konflik intrapersonal yang dapat merugikan kesehatan mental siswa. Isjoni (2009: 62) melanjutkan bahwa, ”Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator dan evaluator.” Sebagai fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap: (1) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan; (2) membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupu kelompok; (3) membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka; (4) membina siswa agar setiap individu menjadi sumber yang bermanfaat bagi lainnya; dan (5) menjelaskan tujuan
27
kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat. Sebagai mediator, guru berpesan sebagai penghubung dalam mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas. Peran guru sebagai directormotivator adalah membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban. Guru juga berperan memberikan motivasi kepada siswa untuk aktif berpartisipasi dan mengembangkan keberanian siswa. Sebagai evaluator guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil tetapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penjelasan tersebut mengemukakan bahwa peran guru dalam pembelajaran kooperatif adalah penting karena mendukung keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa peran guru dalam pembelajaran koooperatif adalah sebagai fasilitator yang menuntun pelaksanaan pembelajaran, sebagai mediator dalam mengaitkan
materi
pembelajaran,
sebagai
director-motivator
dalam
membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi, serta sebagai evaluator dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.
6. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD a.
Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari Universitas John Hopkins. Menurut Sugiyanto (2008: 42), “metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan
pembelajaran
kooperatif.”
Slavin
(2009:
143)
juga
mengemukakan hal yang sama yaitu, “STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.” Pendapat yang hampir sama juga diungkapkan oleh Trianto (2007: 56), yang memberikan pendapat bahwa, “pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup
28
sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional.” Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran konvensional menjadi dasar untuk mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan dengan pembentukan kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang. Anggota kelompok dibentuk berdasarkan skor awal siswa yang diperoleh dari pretes di mana siswa yang memiliki nilai tinggi dimasukkan ke dalam kelompok yang berbeda-beda. Demikian halnya dengan siswa yang memiliki nilai sedang ataupun rendah sehingga setiap kelompok yang terbentuk terdiri dari tingkatan nilai yang beragam, baik nilai tinggi, sedang, atau rendah. Hal tersebut dimaksudkan agar pada saat diskusi berlangsung, siswa yang lebih tinggi nilainya dapat membantu siswa yang belum paham. Dengan demikian, kegiatan diskusi akan menjadikan siswa memiliki rasa setia kawan terhadap teman satu kelompoknya, terutama yang belum memahami soal diskusi. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang cukup sederhana dan dapat digunakan sebagai dasar untuk memulai penerapan pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran.
b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Model pembelajaran yang diterapkan dalam sebuah pembelajaran memiliki tahapan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Slavin (2009: 143-146) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) terdiri dari lima komponen utama, antara lain: 1) Presentasi kelas Materi yang akan diajarkan diperkenalkan dalam presentasi kelas oleh guru. Hal ini merupakan pengajaran langsung yang dipimpin oleh guru. Penjelasan awal ini membutuhkan perhatian penuh dari siswa karena akan membantu mereka dalam mengerjakan soal kelompok dan individu.
29
2) Tim atau Kelompok Kelompok terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, dan ras. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerjakan kuis dengan baik. Hal ini secara tidak langsung akan menumbuhkan kerja sama dan setia kawan terhadap anggota kelompoknya. 3) Kuis Sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan praktik tim, para siswa akan mengerjakan tes individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Tes ini akan membentuk siswa menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri untuk menyelesaikan tugas yang diberikan secara individu. 4) Skor kemajuan individual Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada tim. Setiap siswa akan diberikan skor awal yang diperoleh dari nilai siswa dalam mengerjakan kuis atau evaluasi sebelumnya. Siswa selanjutnya mengumpulkan poin untuk kelompok masing-masing siswa berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis siswa yang dibandingkan dengan skor awal siswa. Proses ini dilakukan pada setiap siklus sehingga siswa selalu memiliki kesempatan untuk memperoleh poin maksimal. 5) Rekognisi tim Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata siswa mencapai kriteria tertentu. Hal ini bertujuan untuk memotivasi kelompok lain yang belum mendapatkan penghargaan agar pada kesempatan berikutnya siswa memperbaiki kinerja kelompok mereka. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari: (1) presentasi
30
kelas; (2) pembentukan tim atau kelompok; (3) adanya kuis; (4) skor kemajuan individual; dan (5) adanya pengharagaan bagi kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pelaksanaannya berbeda dengan pembelajaran lainnya. Model ini lebih menekankan pada kerja sama siswa dan penghargaan yang diperoleh siswa dalam kelompok. Langkahlangkah pembelajaran kooperatif tipe STAD didasarkan pada tahapan pembelajaran kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran kooperatif dapat ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 1. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Fase
Kegiatan Guru Fase 1 Menyampaikan semua tujuan pembelajaran Menyampaikan tujuan dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut memotivasi siswa dan memotivasi siswa belajar Fase 2 Menyajikan informasi kepada siswa dengan Menyajikan/ menyampaikan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan informasi bacaan Fase 3 Menjelaskan kepada siswa bagaimana Mengorganisasikan siswa caranya membentuk kelompok belajar dan dalam kelompok-kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan belajar transisi secara efisien Fase 4 Membimbing kelompok-kelompok belajar Membimbing kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas mereka bekerja dan belajar Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi Evaluasi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6 Mencari cara-cara untuk menghargai baik Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok (Sumber: Trianto, 2007: 54) Berdasarkan fase-fase yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa fase yang paling menonjol dan merupakan ciri dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja sama dalam kelompok dan adanya penghargaan kepada kelompok yang memperoleh hasil belajar yang baik dan memuaskan sesuai dengan kriteria yang didasarkan poin yang diperoleh siswa. Hal ini merupakan salah satu bentuk motivasi yang diberikan kepada siswa agar siswa dapat melaksanakan tugas selama pembelajaran dengan baik.
31
c.
Cara Menghitung Skor Bagi Individu dan Kelompok dalam STAD Hal yang membedakan pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran yang lain adalah adanya penghargaan kelompok. Setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh predikat sebagai tim yang terbaik. Menurut Trianto (2007: 55-56) penghargaan atas keberhasilan kelompok ini dapat dilakukan oleh guru dengan tahapan: 1) Menghitung skor individu Pemberian skor individu adalah salah satu tahap yang harus dilalui. Pemberian skor perkembangan individu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Kriteria Peningkatan Nilai Individu dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Poin No. Skor Kuis Kemajuan 1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin 2. 1 – 10 poin di bawah skor awal 10 poin 3. Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 poin 4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin 5. Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30 poin (Sumber: Slavin, 2009: 159) 2) Menghitung skor kelompok Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata poin kemajuan anggota kelompok dengan menjumlahkan semua poin kemajuan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata poin kemajuan kelompok akan diperoleh kategori skor kelompok sebagai berikut: Tabel 3. Tingkat Penghargaan Kelompok No. Rata-Rata Tim 1. 0≤x≥5 2. 5 ≤ x ≥ 15 3. 15 ≤ x ≥ 25 4. 25 ≤ x ≥ 30
Predikat Tim Baik Tim Hebat Tim Super
(Sumber: Trianto, 2007: 56) 3) Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok
32
sesuai dengan predikatnya. Sugiyanto (2008: 43) menyatakan bahwa, “Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.” Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian penghargaan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah tahap yang harus dilalui, tetapi tidak semua kelompok harus memperoleh penghargaan. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan peraturan yang harus dilakukan oleh siswa di setiap pembelajaran
Pembagian siswa ke dalam kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa. Pembagian kelompok didasarkan pada pretes awal
Guru menerangkan materi pembelajaran dengan presentasi kelas
Diskusi kelompok untuk memecahkan soal kasus akuntansi
Presentasi kelas oleh siswa yang diwakili satu orang anggota setiap kelompok
Nilai siswa dibandingkan dengan nilai pretes dan setiap siswa mempunyai nilai kemajuan individu
Tes individu sebagai sebuah sarana untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa
Nilai kemajuan individu dikumpulkan ke dalam kelompok dan dibagi dengan jumlah anggota kelompok
Nilai rata-rata kelompok diklasifikasikan menurut predikat kelompok dalam pembelajaran STAD
Kelompok yang memperoleh nilai ratarata paling tinggi mendapatkan sertifikat penghargaan dari guru
Gambar 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
33
B. Penelitian yang Relevan Dian Hermawati (2009), Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions). Penelitian ini mengemukakan bahwa terdapat peningkatan kualitas pembelajaran akuntansi dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya peningkatan keaktifan siswa dalam apersepsi dari 95% siswa menjadi 100% siswa, dalam peran siswa mengerjakan tugas kelompok meningkat dari 80% siswa menjadi 90% siswa, serta peningkatan pencapaian hasil belajar siswa dari 95% siswa menjadi 100% siswa. Riska Larasati N.S. (2005), Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dan Pengaruhnya Terhadap Upaya Peningkatan Hasil Belajar Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Mata Pelajaran Akuntansi. Rata-rata prestasi belajar kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol atau rata-rata prestasi belajar siswa mata pelajaran akuntansi yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntasi yang menggunakan metode ceramah. Kelompok siswa yang menggunakan metode ceramah rata-rata prestasi belajarnya adalah 58,88 sedangkan kelompok siswa yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD rata-rata prestasinya adalah 67,5 (di atas KKM sebesar 65). Persamaan penelitian relevan yang pertama dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah jenis penelitian dan variabel yang ditingkatkan, yaitu penelitian tindakan kelas dan kualitas pembelajaran akuntansi. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. Apabila dibandingkan dengan penelitian relevan yang kedua persamaannya dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal inilah yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian dengan variabel yang sama dan model pembelajaran yang sama. Perbedaan penelitian relevan yang pertama dengan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu banyaknya siklus. Penelitian yang relevan menerapkan dua
34
siklus sedangkan peneliti menerapkan tiga siklus. Selain itu, kualitas pembelajaran dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Dian Hermawati menekankan pada keaktifan dan prestasi belajar siswa, sedangkan peneliti meninjau dari aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa. Apabila dibandingkan dengan penelitian yang relevan kedua perbedaannya terletak pada jenis penelitiannya. Riska Larasati menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding, tetapi penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.
C. Kerangka Berpikir Peningkatan kualitas pembelajaran siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu input (masukan) dan proses. Diantara keduanya, proses pembelajaran menjadi hal yang penting untuk menentukan keberhasilan dalam pembelajaran. Peran dari beberapa komponen (siswa, guru, kondisi atau situasi belajar, metode pembelajaran, dan media pembelajaran) dalam sebuah pembelajaran tidak dapat dipandang sebelah mata. Oleh karena itu input dari sekolah asal, kondisi kelas yang acuh, motivasi belajar siswa yang rendah, terlalu mendominasinya metode ceramah, aktivitas belajar siswa yang kurang, serta hasil belajar siswa yang rendah adalah permasalahan yang perlu ditingkatkan secara bertahap. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses yang dilakukan oleh siswa dan didukung oleh guru yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan siswa, baik dari aspek ilmu pengetahuan maupun aktivitas sosial siswa. Pembelajaran hendaknya mengutamakan kebutuhan siswa akan ilmu pengetahuan dan pengembangan kemampuan siswa dalam aspek lain, seperti diskusi, memahami dan menerima pendapat teman lain, bekerja sama dalam tim, setia kawan, dan berani mengemukakan pendapat. Apabila hal tersebut dapat dipenuhi, maka kualitas pembelajaran secara tidak langsung akan meningkat. Guru juga perlu menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa agar pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan berkualitas. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami kompetensi dasar secara kelompok dan individu. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan untuk
35
berpartisipasi dalam kerja kelompok sehingga keaktifan belajar siswa, rasa percaya diri, dan tanggung jawab siswa akan meningkat. Siswa akan mendapatkan poin kemajuan individu yang diperoleh dengan mengerjakan kuis atau tes pada akhir pembelajaran. Siswa terpacu untuk memperoleh hasil yang maksimal dan tanggung jawab siswa akan terbentuk. Oleh karena itu, aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi akan meningkat sehingga kualitas pembelajaran akuntansi akan mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut: 1. 2. 3.
Kondisi awal pembelajaran akuntansi siswa: Metode ceramah mendominasi Hasil belajar kognitif akuntansi siswa rendah Keaktifan siswa selama pembelajaran akuntansi kurang
Implementasi Pembelajaran STAD di dalam kelas
Suasana belajar menyenangkan
Presentasi kelompok
Aktivitas belajar siswa meningkat
Tiap anggota berpartisipasi secara aktif
Kuis individu untuk penambahan poin
Hasil belajar siswa meningkat
Kualitas pembelajaran meningkat
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari tindakan kelas ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.
36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Surakarta yang beralamat di Jalan Sumbing VI no. 49 Mojosongo, Surakarta di kelas XI IPS 1. Adapun alasan yang mendasari pelaksanaan penelitian tindakan kelas di lokasi ini adalah: a. Guru mata pelajaran akuntansi berpendapat bahwa pembelajaran akuntansi yang dilakukan kurang menarik bagi siswa. b. Pembelajaran yang selama ini berlangsung masih belum menunjukkan hasil belajar siswa yang maksimal. c. Pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta belum pernah dilaksanakan penelitian sejenis sehingga kemungkinan adanya penelitian ulang dapat dihindari.
2. Waktu Penelitian Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah dari proses pengajuan judul dan mini proposal sampai dengan penyusunan laporan penelitian. Untuk lebih jelasnya, dapat dipaparkan jadwal penelitian dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2009 No
Keterangan
Okt
Nov Des
1
Pengajuan judul dan mini proposal
2
Penyusunan proposal
Tahun 2010 Jan Feb
Mar Mei
37
3
Ijin penelitian
4
Perencanaan Tindakan
5
Implementansi Tindakan Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
6
Penyusunan laporan penelitian B. Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah adalah siswa kelas
XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta yang terdiri dari 35 siswa dengan komposisi 23 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara kolaborasi dengan guru mata pelajaran akuntansi yaitu Drs. Antonius Edy Priyono yang berperan sebagai pengamat dan penilai aktivitas belajar siswa selama pembelajaran berlangsung sedangkan peneliti bertugas menerapkan pembelajaran kepada siswa karena peneliti dianggap lebih menguasai model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
C. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Oleh karena itu, peneliti menggunakan Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Kunandar dalam Iskandar (2009: 21), “PTK merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki/ meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya.” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa peningkatan mutu proses pembelajaran di kelas adalah sebuah tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan orang lain. Suharsimi Arikunto dalam Iskandar (2009: 20-21) mengungkapkan bahwa, “PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.” Oleh karena itu PTK adalah sebuah pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan yang dilakukan di dalam kelas.
38
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang memerlukan tindakan untuk menanggulangi masalah dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan di dalam kelas dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. PTK merupakan tugas dan tanggung jawab guru terhadap kelasnya. PTK mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penelitian yang lain. Menurut Iskandar (2009: 24), “PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1) didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional; dan (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus. Karakteristik tersebut menjelaskan bahwa Menurut Zainal Aqib (2009: 30), PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahap, seperti terlihat pada gambar berikut:
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
Gambar 3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Secara Umum
Prosedur pelaksanaan PTK mencakup: 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan menjelaskan apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan itu dilakukan. Perencanaan tindakan pada siklus pertama harus berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap sebelum PTK. Untuk dapat menyajikan informasi yang ada dalam identifikasi masalah, maka perlu disusun sebuah rencana tindakan yang mencakup semua langkah-langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan PTK, mulai dari materi/ bahan ajar, model pembelajaran, dan instrumen observasi dipersiapkan dengan
39
matang. Tahap ini perlu memperhitungkan kendala yang mungkin timbul pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Dengan adanya antisipasi diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan merupakan implementasi dari semua rencana tindakan yang telah dibuat. Pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai perbaikan dan peningkatan yang diinginkan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memberdayakan siswa sehingga kelas dapat diciptakan sebagai komunitas belajar. Pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada rencana yang telah disepakati bersama sebelumnya. Untuk mengurangi kelemahan dalam pelaksanaan tindakan, persiapan dalam perencanaan dilakukan secara maksimal, agar pelaksanaan tidak mengalami kesulitan. Untuk perubahan dan perbaikan tindakan perlu disikapi secara positif sebagai bahan masukan pada siklus berikutnya. 3. Pengamatan atau Observasi Tindakan Perekaman data dari proses dan hasil dari pelaksanaan kegiatan dilakukan pada bagian ini. Tujuan dilakukannya pengamatan adalah untuk mengumpulkan bukti hasil dari pelaksanaan tindakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan landasan dalam melakukan refleksi. Iskandar (2009: 118) menyatakan, “Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.” Oleh karena itu proses observasi ini dilakukan pada saat peneliti melaksanakan tindakan. Pengumpulan data ini memerlukan format penilaian yang telah disusun untuk mencermati pelaksanaan skenario tindakan serta dampaknya terhadap proses pembelajaran siswa. Data yang dikumpulkan dalam pengamatan ini berupa hasil ujian, nilai praktik, serta aktivitas belajar siswa selama pembelajaran. Pelaksanaan pengamatan PTK ini dapat dilakukan secara kolaborasi antara guru dengan peneliti agar hasil penelitian dapat berlangsung dengan obyektif. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Suharsimi Arikunto et al (2008: 63) bahwa, “Kerja sama (kolaborasi) antara guru dengan peneliti sangat penting dalam bersama menggali
40
dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi.” Pengamatan dan penilaian pada penelitian ini dilakukan oleh guru mata pelajaran akuntansi sedangkan peneliti bertugas untuk mengajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Iskandar
(2009:
118)
berpendapat
bahwa
pelaksanaan
observasi
memerlukan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: (a) perencanaan antara peneliti dengan guru kelas sebagai pengamat; (b) fokus observasi harus diterapkan bersama; (c) peneliti dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamat diberikan dengan segera. 4. Refleksi Terhadap Tindakan Menurut Taggart dalam Zainal Aqib (2009: 32), “Pada bagian refleksi dilakukan dengan analisis data mengenai proses, masalah, dan hambatan yang dijumpai dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan.” Iskandar (2009: 119) juga
mengemukakan pendapat yang
hampir sama bahwa, “Tahapan ini dilakukan untuk mengkaji dan memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan/ observasi tindakan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis.” Proses refleksi memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Adanya refleksi yang tajam akan diperoleh masukan yang akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Secara keseluruhan keempat tahap PTK membentuk sebuah siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan. Menurut Suharsimi Arikunto et al (2008: 74) model siklus PTK secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Permasalahan Siklus Pertama
Permasalahan baru hasil refleksi Siklus Kedua Apabila permasalahan
Perencanaan Tindakan I
Pelaksanaan Tindakan I
Refleksi I
Pengamatan/ pengumpulan data I
Perencanaan Tindakan II
Pelaksanaan Tindakan I
Refleksi II
Pengamatan/ pengumpulan data II
Dilanjutkan ke
41
Gambar 4. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas Secara Umum D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh informasi atau data yang mendukung sebuah penelitian. Penelitian tindakan kelas ini mengumpulkan data penelitian dengan teknik sebagai berikut: 1.
Observasi
Peneliti berperan serta dalam kegiatan dan aktivitas subjek penelitian yang sesuai dengan fokus masalah yang ingin dicari jawabannya. Lembar observasi digunakan untuk mengamati perkembangan pembelajaran akuntansi yang dilakukan oleh siswa. Peneliti mengamati aktivitas belajar siswa yang ditinjau dari segi apersepsi, diskusi, pembelajaran, dan presentasi serta melakukan pengamatan terhadap pekerjaan siswa untuk melakukan penilaian hasil belajar kognitif siswa. Masing-masing aktivitas belajar siswa yang diamati memiliki rentang skor 1 sampai dengan 3, di mana skor 1 diberlakukan untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah, skor 2 untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar sedang, dan skor 3 untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi.
2.
Teknik Evaluasi/ Tes
Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 67) menyatakan bahwa, “Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus
42
dilaksanakan oleh orang yang dites.” Oleh karena itu tes digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah menguasai materi pembelajaran yang disampaikan. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data hasil belajar kognitif siswa. Jenis soal tes yang digunakan pada penelitian ini lebih menekankan pada pemahaman siswa tentang kompetensi dasar yang ingin dicapai sehingga bentuk soal yang diberikan adalah bentuk soal kasus dalam sebuah perusahaan.
3.
Instrumen Non-tes (Teknik Angket)
Penilaian nontes adalah prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik, minat, sifat, dan kepribadian. Instrumen ini digunakan untuk menilai hasil belajar afektif siswa. Bentuk angket yang digunakan adalah bentuk check list yaitu suatu bentuk angket di mana pengisi angket tinggal memberi tanda check (√) pada kolom yang telah disediakan dengan lima alternatif jawaban tiap item. Prosedur pemberian skor tiap item pernyataan menggunakan Skala Likert. Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 8889), “Dalam pemberian skor untuk aspek afektif umumnya digunakan Skala Likert rentang 1 sampai dengan 5. Ini berarti bila menggunakan 20 butir pernyataan/ pertanyaan maka akan diperoleh skor maksimum 100 dan skor minimum 20.” Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert rentang 1 sampai dengan 5 dan sepuluh butir pernyataan, sehingga skor minimum yang diperoleh adalah 10 dan skor maksimum adalah 50 dengan penilaian untuk masingmasing pernyataan yang diberikan kepada siswa sebagai berikut: a. Skor 5 untuk alternatif jawaban sangat setuju (SS) b. Skor 4 untuk alternatif jawaban setuju (S) c. Skor 3 untuk alternatif jawaban ragu-ragu (R) d. Skor 2 untuk alternatif jawaban tidak setuju (TS) e. Skor 1 untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju (STS) Angket ini digunakan untuk mengukur minat siswa terhadap mata pelajaran akuntansi dan disebar setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan.
43
4.
Wawancara
Menurut Nurul Zuriah (2006: 179), “Wawancara ialah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber informasi.” Wawancara ini dilakukan peneliti kepada guru mata pelajaran akuntansi dan beberapa siswa kelas XI IPS 1 untuk memperoleh data awal dan mengetahui permasalahan yang ada dalam pembelajaran sebelum penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Teknik ini dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan.
5.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan gambargambar
sebagai
data
pendukung
telah
terjadinya
penelitian.
Peneliti
mendokumentasikan proses penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk gambar atau foto.
E. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian dari awal hingga akhir. PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk mengamati peningkatan kualitas pembelajaran akuntansi dengan penerapan pembelajaran koperatif tipe STAD. Adapun prosedur PTK terdiri dari beberapa tahapan kegiatan, yaitu: 1.
Tahap pengenalan masalah Kegiatan yang dilakukan peneliti antara lain: a. Mengidentifikasi permasalahan yang ada selama proses pembelajaran b. Menganalisis masalah yang muncul selama pembelajaran berlangsung c. Menyusun tindakan yang sesuai pada siklus pertama d. Menyusun alat evaluasi dan lembar pengamatan
44
2.
Tahap persiapan tindakan Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan yang meliputi: a. Penyusunan jadwal penelitian tindakan kelas b. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) c. Penyusunan soal diskusi kelompok bagi siswa disertai kunci jawabannya d. Penyusunan soal tes sebagai bentuk evaluasi disertai kunci jawabannya e. Penyusunan instrumen penilaian lain yang digunakan dalam PTK Tahap persiapan tindakan disusun dalam tiga siklus, di mana masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan atau observasi tindakan, dan refleksi tindakan. Setiap siklus peneliti mencocokkan hasil siswa dengan indikator ketercapaian untuk mengetahui apakah jumlah siswa yang sesuai nilai minimal indikator telah memenuhi syarat.
3.
Tahap pelaksanaan tindakan Peneliti melakukan hipotesis tindakan, yaitu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tahap ini dilakukan untuk menguji kebenaran melalui tindakan yang telah direncanakan.
4.
Tahap pengamatan Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung, khususnya aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran di bawah bimbingan guru dan keterampilan siswa dalam mengerjakan soal postes akuntansi.
5.
Tahap penyusunan laporan Peneliti menyusun laporan dari semua kegiatan yang telah dilakukan selama penelitian berlangsung. Penyusunan laporan PTK didasarkan atas data-data yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung.
F. Proses Penelitian
45
Peningkatan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah indikator yang ingin dicapai. Setiap tindakan peningkatan kualitas pembelajaran dirancang ke dalam tiga siklus yang masing-masing terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) Perencanaan tindakan; (2) Pelaksanaan tindakan; (3) Observasi tindakan; dan (4) Refleksi tindakan. 1. Perencanaan Tindakan Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan PTK meliputi: a. Membuat RPP setiap siklus dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. b. Menyusun lembar observasi agar dapat mengamati kondisi pembelajaran siswa di kelas pada saat pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan. c. Mempersiapkan materi yang akan disampaikan melalui media pembelajaran laptop dan Liquid Crystal Display (LCD) dalam bentuk Slide Show. d. Mempersiapkan lembar kerja siswa sebagai bahan diskusi kelompok. e. Mempersiapkan media bagi siswa untuk presentasi melalui laptop dan LCD dalam bentuk Microsoft Excel 2007 yang dipersiapkan oleh guru. f. Menyusun seluruh alat evaluasi pembelajaran (lembar observasi dan soal). g. Menetapkan indikator ketercapaian dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada setiap siklus. Indikator ketercapaian dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Indikator Ketercapaian Siswa ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa Aspek yang diukur
Persentase Ketercapaian
Cara Mengukur
Keaktifan siswa selama apersepsi
70%
Diamati saat guru memberikan apersepsi dan dihitung berapa banyak siswa yang berkontribusi
Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok
70%
Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang
46
aktif berdiskusi atau bertanya dengan teman satu kelompoknya Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran STAD
70%
Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan selama pembelajaran berlangsung
Keaktifan siswa dalam presentasi
70%
Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang aktif presentasi dan yang menanggapi hasil presentasi
Ketuntasan hasil belajar siswa yang ditekankan pada nilai siswa (KKM 65)
75%
Dihitung dari jumlah siswa yang mendapatkan nilai minimal 65 sudah mencapai ketuntasan
2. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan ini dilaksanakan ke dalam tiga siklus. a. Rancangan Siklus Pertama 1) Pendahuluan a)
Menyampaikan salam dan memberitahukan kepada siswa bahwa siswa akan melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b)
Memperkenalkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan apa yang akan diperoleh siswa melalui pembelajaran ini.
c)
Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan apersepsi dari pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya.
d)
Menjelaskan peraturan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Siswa diminta untuk menaati peraturan yang telah disepakati bersama.
e)
Membentuk
kelompok
secara
heterogen,
dilakukan
berdasarkan prestasi belajar siswa pada saat pretes. 2) Kegiatan inti
oleh
guru
47
a)
Guru mempresentasikan materi pembelajaran (Neraca Saldo) dan meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan adalah sebagai bahan untuk mengerjakan soal diskusi.
b)
Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta siswa bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi. Guru berperan sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.
c)
Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.
d)
Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas antarkelompok berlangsung.
e)
Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang telah dipresentasikan masing-masing kelompok.
3) Penutup a) Memberikan
kuis
individu
dan
memastikan
siswa
benar-benar
mengerjakan sendiri. b) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja bagus, baik dari proses pembelajaran dan nilai postes. c) Memberikan
tugas
kepada
siswa
untuk
mempersiapkan
materi
pembelajaran berikutnya.
b. Rancangan Siklus Kedua 1) Pendahuluan a)
Memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa yang akan melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b)
Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan indikator pembelajaran yang sesuai dengan silabus.
c)
Mengumpulkan siswa secara berkelompok sama dengan sebelumnya dan siswa kembali melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2) Kegiatan inti
48
a)
Guru mempresentasikan materi pembelajaran (Jurnal Penyesuaian) dan meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan adalah bahan untuk mengerjakan soal diskusi.
b)
Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta siswa bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi. Guru berperan sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.
c)
Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.
d)
Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas antarkelompok berlangsung.
e)
Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang telah dipresentasikan masing-masing kelompok.
3) Penutup a)
Memberikan
kuis
individu
dan
memastikan
siswa
benar-benar
mengerjakan sendiri. b)
Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja bagus, baik dari proses pembelajaran dan nilai postes.
c)
Memberikan
tugas
kepada
siswa
untuk
mempersiapkan materi
pembelajaran berikutnya.
c. Rancangan Siklus Ketiga 1) Pendahuluan a)
Memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa yang akan melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b)
Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan indikator pembelajaran yang sesuai dengan silabus.
c)
Membentuk kelompok secara heterogen, di mana penyusunan kelompok masih sama seperti siklus sebelumnya.
2) Kegiatan inti
49
a)
Guru mempresentasikan materi pembelajaran akuntansi (Kertas Kerja) dan meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan adalah sebagai bahan untuk mengerjakan soal diskusi.
b)
Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi tersebut. Guru berperan sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.
c)
Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.
d)
Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas antar kelompok berlangsung.
e)
Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang telah dipresentasikan masing-masing kelompok.
3) Penutup a)
Memberikan
kuis
individu
dan
memastikan
siswa
benar-benar
mengerjakan sendiri. b)
Memberikan penghargaan kepada kelompok yang melakukan proses pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik dan sesuai dengan peraturan.
c)
Memberikan
tugas
kepada
siswa
untuk
mempersiapkan materi
pembelajaran berikutnya.
3. Observasi Tindakan Proses ini dilakukan dengan mengamati berjalannya pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran akuntansi. Peneliti juga mengisi lembar observasi yang telah dibuat untuk memperoleh data selama pembelajaran berlangsung dan untuk mencatat aktivitas belajar siswa selama pembelajaran. Peneliti juga mencari keunggulan dan kekurangan dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD agar dapat dikembangkan dan diperbaiki pada siklus berikutnya.
4. Refleksi Tindakan
50
Tahap ini dilakukan dengan menganalisis data yang telah dikumpulkan pada proses yang telah berlangsung sehingga diperoleh kesimpulan tentang keberhasilan dan kekurangan dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD serta langkahlangkah perbaikan yang perlu dilakukan untuk peningkatan kualitas pada siklus sebelumnya. Kesimpulan tersebut akan digunakan untuk perbaikan pada siklus tindakan berikutnya yang ditindaklanjuti dengan perbaikan RPP.
51
SIKLUS PENELITIAN
TINDAKAN KELAS PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD Permasalahan awal:
Perencanaan Tindakan Siklus Pertama:
1. Model ceramah mendominasi 2. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa rendah 3. Aktivitas belajar siswa selama pembelajaran akuntansi kurang
1. Penyusunan skenario pembelajaran 2. Pembuatan RPP 3. Pembuatan soal diskusi dan soal tes individu 4. Pembuatan lembar penilaian hasil belajar Refleksi Tindakan Siklus Pertama:
Kelemahan yang ada pada siklus pertama
1. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD 2. Siswa berkelompok secara heterogen dan guru memberikan soal diskusi untuk kelompok 3. Siswa diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas Pengamatan Tindakan Siklus Pertama:
1. Dilakukan setelah pembelajaran selesai dan sebelum siklus berikutnya 2. Refleksi dilakukan atas kelemahan dan keunggulan yang ada pada pembelajaran siklus pertama Masalah baru hasil refleksi siklus pertama:
Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama:
Perencanaan Tindakan Siklus Kedua: 1. Penyusunan skenario pembelajaran 2. Pembuatan RPP 3. Persiapan materi pembelajaran Jurnal Penyesuaian
Refleksi Tindakan Siklus Kedua:
1. Pengamatan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran 2. Mengumpulkan data yang diperlukan dengan bantuan lembar observasi dan catatan harian Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua: 1. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD 2. Siswa berkelompok secara heterogen dan guru memberikan soal diskusi untuk kelompok 3. Siswa diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan Pengamatan Tindakan Siklus Kedua:
1. Dilakukan setelah pembelajaran selesai dan sebelum siklus berikutnya. 2. Refleksi dilakukan atas kelemahan dan keunggulan yang ada pada pembelajaran siklus I.
1. Pengamatan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran 2. Mengumpulkan data yang diperlukan dengan bantuan lembar observasi dan catatan harian
Masalah baru hasil refleksi siklus kedua: Siklus Ketiga
Seluruh indikator tercapai
Kelemahan yang ada pada siklus keuda
1
KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI MENINGKAT
2
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat SMA Negeri 8 Surakarta Berdirinya SMA Negeri 8 Surakarta tidak lepas dari alih fungsi SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) Negeri Surakarta. Pengajar SGPLB Negeri Surakarta berjumlah 69 orang sebagian besar disebar ke UPT-UPT (SMU / SMA, SMK, SMP, SLB, dan hanya 2 orang yang menjadi dosen di UNS dan UMS). Kemudian disusul 3 orang ke IKIP Surabaya, yang di SMA Negeri 8 Surakarta tinggal 5 orang, yaitu Drs. Sumarno, Dra Mugiarti Chaei, Drs. Sugiatno, dan Drs. Mulyono. Tahun 1995/ 1996 dimulai tahun ajaran baru SMA Negeri 8 Surakarta, disamping SGPLB Negeri Surakarta menuntaskan mahasiswa sebanyak 7 orang. a. Pendaftaran dimulai bulan Juni 1995, dengan tenaga pendaftaran dari SMA Negeri 8 Surakarta. b. Membuka pendaftaran untuk 6 kelas dengan jumlah siswa 240 orang. c. Tenaga pengajar tetap 5 orang tidak tetap 5 orang. d. Tenaga administrasi/ TU 11 orang semuanya tenaga dari EX-SGPLB. e. Kepala sekolah diampu oleh Ign. Sutaryo, B.A. (Kepala SMA Negeri 6 Surakarta). Pada awal berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, pembiayaan ditunjang dengan Dana Sumbangan dan SPP, karena SMA Negeri 8 Surakarta belum mendapatkan SK Pendirian (dalam proses pendirian) dan belum mendapatkan alokasi dana DIK dari pemerintahan. SMA Negeri 8 Surakarta menempati bekas gedung SGPLB dengan segala mebel, dan peralatannya mempunyai luas tanah 4,2 ha yang terdiri dari 2 sertifikat. Namun yang dikelola belum secara keseluruhan, hal ini mengingat situasi dan kondisi dana. Secara pasti akhirnya berkat adanya perjuangan yang gigih dari pendahulu ataupun penerus, SMA Negeri 8 Surakarta diresmikan dan mendapatkan SK Pendirian NO .0106/0/96 pada tanggal 23 April 1996.
50
51
Berikut ini kepala sekolah yang pernah menjabat di SMA Negeri 8 Surakarta, yaitu: a. Ign. Sutaryo
: Periode th 1995 – 1996
b. Drs. Ermus Rwa Sumarso
: Periode th 1997 – 1998
c. Drs. H Winarno
: Periode th 1998 – 2000
d. Drs. Sartono Praptoharjono
: Periode th 2002 – 2004
e. Drs. JS. Soekarjo, M.A
: Periode th 2004 – 2007
f. Drs. Sudadi Mulyono,M.Si
: Periode th 2007 – sekarang
2. Keadaan Lingkungan Belajar SMA Negeri 8 Surakarta yang berlokasi di Jalan Sumbing VI No. 49 Mojosongo,
Jebres,
Surakarta
ini
mempunyai
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi proses pembelajaran siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Faktor Internal Keadaan lingkungan belajar siswa SMA Negeri 8 Surakarta pada umumnya cukup baik. Hal ini terlihat dari beberapa hal, antara lain: 1) Kebersihan Kebersihan lingkungan sekolah di SMA Negeri 8 Surakarta sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari kondisi kelas, halaman sekolah, ruang guru, kantin, dan tempat parkir. Siswa bertanggung jawab pada kebersihan kelasnya masing-masing dengan adanya regu piket untuk tiap kelasnya. Sedangkan penjaga sekolah bertanggung jawab pada kebersihan tempattempat umum, misalnya: kamar mandi, halaman sekolah, ruang guru, aula, lapangan olahraga dan lain-lain. 2) Kerapian Kerapian di SMA Negeri 8 Surakarta dapat dilihat dari tempat parkir yang tertata rapi. Tempat parkir antar guru dan siswa terpisah. Kerapian di SMA juga dapat dilihat dari seragam yang dikenakan oleh siswa dan guru. 3) Ketenangan SMA Negeri 8 Surakarta cukup tenang karena letaknya cukup jauh dari jalan raya.
52
4) Keamanan Kondisi keamanan di SMA Negeri 8 Surakarta cukup baik karena adanya penjagaan yang lebih baik oleh penjaga sekolah dan penjaga parkir. 5) Ketertiban Ketertiban di SMA Negeri 8 Surakarta perlu ditingkatkan karena sebagian siswa belum mematuhi peraturan tata tertib yang ada. Misalnya ada beberapa siswa yang memakai sepatu tidak sesuai dengan yang ditentukan yaitu sepatu hitam. b. Faktor Eksternal Beberapa faktor eksternal yang kurang mendukung untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman antara lain: lokasi yang sulit dijangkau oleh transportasi umum dan jauh dari jalan raya. Tetapi secara umum, gedung SMA Negeri 8 Surakarta dalam keadaan baik dan memenuhi syarat sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tanahnya yang luas dan tersedianya ruang-ruang kegiatan yang mendukung kegiatan belajar mengajar.
3. Motto, Visi, dan Misi a.
Motto Sekolah Motto SMA Negeri 8 Surakarta adalah: Yang saya dengar, saya lupa; yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat; yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan, atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan.
b. Visi Sekolah Visi SMA Negei 8 Surakarta adalah “Meningkatkan Dalam Prestasi Akademik dan Unggul Dalam Prestasi Nonakademis Berdasakan Imtak”. c.
Misi Sekolah Misi SMA Negeri 8 Surakarta adalah: 1) Melaksanakan pembelajaran secara efektif sehingga siswa dapat bekembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
53
2) Mengenalkan dan menggunakan serta mengembangkan hasil teknologi modern. 3) Mengoptimalisasi bakat dan ketrampilan siswa sehingga memiliki kemandirian dan kecakapan hidup di tengah masyarakat. 4) Menumbuhkan semangat ketertiban dan kedisiplinan bagi warga sekolah sebagai konsep dasar menuju sukses. 5) Mendorong semangat kerja bagi guru dan karyawan sehingga memiliki tanggung jawab dan berdedikasi tinggi. 6) Meningkatkan pengalaman ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan berperilaku. 7) Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi diri dalam bidang olah raga dan seni sehingga dapat berkembang secara optimal. 8) Membudayakan etika pergaulan yang saling sapa, salam, senyum sehingga terjalin persaudaraan dan kesetiakawanan sejati, saling asah, asih, dan asuh.
B. Identifikasi Masalah Pembelajaran Akuntansi pada Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Kegiatan awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran akuntansi. Proses mengidentifikasi masalah dilakukan dengan observasi awal pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Observasi awal diperlukan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya di lapangan. Hal ini terkait dengan hal-hal yang masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan dalam proses pembelajaran. Observasi awal dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 29 September 2009 ketika peneliti melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) dan pada hari Selasa tanggal 26 Januari 2010. Adapun hasil identifikasi masalah pada proses pembelajaran antara lain sebagai berikut: 1. Ditinjau dari segi siswa a. Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran akuntansi. Hal ini dapat dilihat ketika siswa mengikuti pelajaran akuntansi. Banyak siswa yang tidak membawa buku akuntansi, baik buku tulis, buku
54
paket, maupun modul yang sudah dibagikan. Siswa tidak merasa rugi tanpa modul akuntansi, karena bagi mereka pelajaran akuntansi adalah pelajaran yang sulit dan usaha apapun yang mereka lakukan dalam kelas selama pelajaran akuntansi berlangsung tidak akan membuahkan hasil. Hal ini juga berdampak pada antusias siswa yang masih kurang selama pembelajaran. Mata pelajaran akuntansi di SMA Negeri 8 Surakarta ini lebih sering berlangsung setelah jam istirahat. Ketika bel masuk berbunyi, banyak siswa yang terlambat masuk kelas bahkan sengaja berada di luar kelas walaupun guru sudah masuk kelas. Ketika pembelajaran dimulai, siswa lebih memilih untuk mengobrol dan bercanda dengan teman-teman daripada memperhatikan penjelasan dari guru yang sedang mengajar. Jika sudah lelah mengobrol atau membuat keributan, mereka memilih untuk tidur di dalam kelas dan hal ini menyebabkan kelas menjadi kurang interaktif selama pembelajaran akuntansi berlangsung. b. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa rendah. Prestasi belajar siswa diperoleh ketika peneliti melakukan evaluasi pembelajaran pada saat PPL. Rata-rata nilai kelas adalah 54. Nilai tersebut masih jauh di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65. Jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas 65 adalah 8 siswa. Selain itu, guru akuntansi juga mengadakan pretes sebelum penelitian dimulai. Hasil pretes menunjukkan bahwa hanya sebesar 51% (18 dari 35 siswa) yang tuntas KKM. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran akuntansi yang selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil yang maksimal. Siswa perlu dimotivasi dengan pembelajaran yang sesuai agar nilai siswa mengalami peningkatan. c. Siswa kurang aktif dalam merespon pembelajaran akuntansi. Aktivitas yang dilakukan oleh beberapa siswa selama proses pembelajaran akuntansi di dalam kelas antara lain: tiduran, mengobrol, dan melamun. Sedangkan untuk siswa yang serius mengikuti pembelajaran akuntansi (kira-kira 10-15 anak) hanya mencatat dan menganggukkan kepala. Guru sering bertanya-tanya apakah siswa benar-benar paham
55
dengan materi yang disampaikan. Ketika diberi kesempatan bertanya, siswa tidak ada yang bertanya dan ketika mengerjakan soal, nilai siswa yang mencapai ketuntasan masih rendah. 2. Ditinjau dari segi guru a. Guru masih menggunakan metode ceramah dalam mengajar. Metode ceramah masih kuat diterapkan dalam pembelajaran akuntansi di dalam kelas. Lama kelamaan siswa merasa bosan dengan pembelajaran tersebut karena tidak jarang metode tersebut mempersulit pemahaman mereka terhadap mata pelajaran akuntansi. Pekerjaan Rumah (PR) yang seharusnya dikerjakan di rumah juga selalu dikerjakan di sekolah karena ada beberapa siswa yang tidak mengerjakan PR atau tidak membawa buku pelajaran yang sudah dibagikan. b. Guru merasa kesulitan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi akuntansi. Guru mata pelajaran akuntansi telah menerapkan berbagai cara untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Mulai dari menegur dan memberi peringatan kepada siswa yang tidak memperhatikan sampai dengan membawakan penggaris agar siswa dapat mengerjakan soal akuntansi dengan mempersingkat waktu. Hal tersebut dilakukan dengan harapan bahwa siswa dapat memberikan sebagian besar perhatiannya untuk menyimak penjelasan dari guru. Tetapi cara tersebut belum dapat meningkatkan intensitas perhatian siswa kepada guru yang sedang memberikan penjelasan, dan akibatnya pemahaman akuntansi siswa kurang maksimal.
C. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada semester dua dengan materi pembelajaran Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, dan Kertas Kerja. Peneliti menggunakan nilai pretes yang diambil oleh guru mata pelajaran akuntansi sebagai skor awal siswa yaitu sebagai berikut:
56
Tabel 6. Nilai Awal Siswa Sebelum Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Keterangan:
NIS 5078 4972 4939 4977 4943 5084 5120 4980 5162 4947 4981 5090 5019 4984 5057 4950 4951 4986 4953 4955 4990 4991 4994 4996 4998 5000 4961 5181 5037 4966 4967 5221 5004 4969 4547
Nama Siswa Agnes Dhebi Martira Agus Budi Riawan Avian Nuryanto Danang Putro Susilo Dani Nova Riayanto Dani Nur Sihwinunggal Dedy Aringgo Shaputro Duwi Siswanto Dyah Ayu Wulandari Dyah Roro Anyes Eko Purbo Kusumo Eryndo Bondan Adi PW Ferry Hermansyah Hari Natal Nugroho Hummad Arrozi Rosid Jefry Chrissandy Kiki Untari Lisa Putri Puspita Sari Mahendrata PK Nabella Jones Nanda Beti Angga S. Nanda Medya Utama Noviani Dewi Pratiwi Puru Shottama DJ Risky Yuniarko Sabatian Chris Nendri N. Samuel Yuli Kristianto Savanta Grenandityo Teguh Prakoso Valentina Murana Vandi Wisnu Putra Wahyu Puput Prasetyo Yusti Kristi K. Yustika Monika M. Didik Prakoso A.
Skor Awal 56 76 50 60 63 71 71 72 64 69 67 55 63 51 70 58 64 59 74 56 74 72 77 52 51 56 77 54 69 53 60 84 79 77 81
Nilai merah adalah nilai yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal.
57
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai pretes akuntansi menunjukkan bahwa sebanyak 51% (18 dari 35 siswa) siswa belum mencapai KKM sebesar 65 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran akuntansi belum maksimal dan masih perlu ditingkatkan. Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) analisis dan refleksi tindakan. Siklus Pertama Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Perencanaan Tindakan Siklus Pertama Perencanaan tindakan adalah proses awal yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian. Perencanaan tindakan dilakukan pada hari Rabu 3 Februari 2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Peneliti bersama guru mata pelajaran mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini. Penelitian mulai dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Februari 2010. Siklus pertama dengan materi pembelajaran neraca saldo dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan. Tahap perencanaan ini meliputi kegiatan antara lain: a. Penyusunan skenario pembelajaran Penyusunan skenario pembelajaran dilakukan berdasarkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan materi pembelajaran neraca saldo: 1) Pertemuan ke-1 Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu: a) Kegiatan awal Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa, dan dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan sebagai pengantar agar materi pembelajaran yang akan disampaikan dapat diterima lebih baik oleh siswa. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan tentang kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru juga menjelaskan tentang peraturan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
58
b) Kegiatan inti Kegiatan inti dilakukan dengan penyampaian materi neraca saldo secara singkat dan penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setelah itu dilanjutkan dengan pembagian kelompok di mana masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda. Masing-masing kelompok diberi soal diskusi yang harus diselesaikan secara kelompok. Guru mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila terdapat kelompok yang mengalami kesulitan. c) Kegiatan akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa pada pertemuan berikutnya siswa mempersiapkan akan melakukan presentasi kelas yang akan diwakili oleh satu orang dari masingmasing kelompoknya. 2) Pertemuan ke-2 a) Kegiatan awal Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan salam dan motivasi untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru memberikan apersepsi terkait materi pembelajaran yang telah dipelajari agar siswa tidak kesulitan dalam pembelajaran. b) Kegiatan inti Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas di mana masingmasing kelompok siswa dipersilakan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka yang diwakili oleh satu atau dua orang dari masing-masing kelompok. c) Kegiatan akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran yang telah dipelajari. Guru memberikan masukan dan perbaikan apabila ada penjelasan siswa yang masih kurang sempurna. Setelah itu guru meminta siswa untuk mempersiapkan tes pada pertemuan berikutnya tentang materi yang telah siswa pelajari.
59
3) Pertemuan ke-3 a) Kegiatan awal Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka, apersepsi, dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu. b) Kegiatan inti Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan, dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes tersebut secara individu. c) Kegiatan akhir Siswa mengumpulkan pekerjaan dan diakhiri dengan salam penutup. b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk materi pembelajaran Neraca Saldo. c. Penyusunan instrumen penilaian berupa lembar observasi bertujuan untuk mengamati keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa. Lembar observasi untuk mengamati keaktifan belajar siswa disusun dalam empat kategori penilaian yaitu apersepsi, diskusi, pembelajaran, dan presentasi. Pengukuran aspek afektif siswa dilakukan dengan angket yang diisi oleh siswa setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan, sedangkan aspek psikomotorik dilakukan dengan lembar penilaian yang dibuat oleh guru. Aspek afektif dan psikomotorik adalah data pendukung dalam penelitian ini.
2.
Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama Siklus pertama dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan, yaitu hari Selasa 16 Februari 2010 pada jam ke-7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di ruang multimedia SMA Negeri 8 Surakarta, hari Rabu 17 Februari 2010 pada jam ke-1 dan 2 (pukul 07.00 s/d 08.30) di ruang multimedia SMA Negeri 8 Surakarta, dan hari Selasa 23 Februari 2010 pada jam ke-7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Pertemuan dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario pembelajaran dan RPP.
60
Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut: Pertemuan ke-1 (Selasa, 16 Februari 2010) a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat dua siswa yang tidak masuk tanpa keterangan, yaitu Agnes Dhebi Martira dan Dani Nur Sihwinunggal. b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa tentang materi terakhir yang mereka pelajari dan memberikan apersepsi singkat untuk mengantar siswa pada materi yang akan dipelajari dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. c. Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mulai membagi siswa ke dalam kelompok kecil. d. Guru membagi 35 siswa ke dalam 7 kelompok berdasarkan kemampuan akademiknya, sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa. Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD siklus pertama adalah sebagai berikut:
61
Tabel 7. Pembagian Kelompok Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD KELOMPOK A 1. Kiki Untari 2. Dyah Ayu Wulandari 3. Agus Budi Riawan 4. Nandya Medya Utama 5. Danang Putro Susilo KELOMPOK B 1. Jeffry Chrissandy 2. Dedy Aringgo Shaputro 3. Yustika Monika Martasari 4. Ferry Hermansyah 5. Dani Nova Riayanto KELOMPOK C 1. Wahyu Puput Prasetyo 2. Samuel Yuli Kristanto 3. Savanta Grenandityo 4. Eko Purbo Kusumo 5. Puru Shottama D.J. KELOMPOK D 1. Hummad Arrozi Rosid 2. Avian Nuryanto 3. Mahendrata P.K. 4. Dyah Roro Anyes 5. Eryndo Bondan Adi P.W. KELOMPOK E 1. Nabella Jones 2. Teguh Prakoso 3. Dani Nur Sihwinunggal 4. Vandi Wisnu Putra 5. Lisa Putri Puspita Sari KELOMPOK F 1. Didik Prakoso A. 2. Yusti Kristi K. 3. Risky Yuniarko 4. Agnes Dhebi Martira 5. Hari Natal Nugroho KELOMPOK G 1. Noviani Dewi Pratiwi 2. Nanda Beti Angga S. 3. Duwi Siswanto 4. Sabatian Chris Nendri Novaristi 5. Valentina Murana
Skor Awal 84 74 69 60 55 81 76 69 60 54 79 72 67 59 53 77 72 64 58 52 77 71 64 56 51 77 71 63 56 51 76 70 63 56 50
62
e. Guru menjelaskan maksud dari pembagian siswa ke dalam kelompokkelompok kecil, yaitu untuk melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mempermudah siswa dalam memahami materi. f. Guru mulai mempresentasikan materi pembelajaran siklus pertama yaitu neraca saldo dan siswa diminta menyimak penjelasan guru. g. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas. h. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok. i. Guru membimbing jalannya diskusi kelompok, mengamati aktivitas siswa, dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan. j. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi mereka dan menyimpan satu pekerjaan mereka sebagai arsip kelompok untuk presentasi pada pertemuan selanjutnya. k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup. Pertemuan ke-2 (Rabu, 17 Februari 2010) a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa. Siswa Hari Natal Nugroho tidak dapat mengikuti pembelajaran karena ijin untuk memperpanjang Surat Ijin Mengemudi (SIM). b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan. c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok mereka sama seperti pertemuan sebelumnya. d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD. e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi adalah Kelompok E, Kelompok F, dan Kelompok B. g. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu.
63
h. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari pada materi pembelajaran neraca saldo. i. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya. j. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup. Pertemuan ke-3 (Selasa, 23 Februari 2010) a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan soal dengan baik. Seluruh siswa masuk untuk mengikuti tes. b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke dalam empat jenis soal yang berbeda. c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan mengawasi pekerjaan siswa. d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan memastikan identitas siswa sudah lengkap. e. Menyampaikan salam penutup dan memberikan pesan bahwa siswa diharapkan dapat mempersiapkan materi pembelajaran berikutnya, yaitu Jurnal Penyesuaian.
3.
Observasi Tindakan Siklus Pertama Observasi tindakan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Peneliti bertindak sebagai pengajar dan guru mata pelajaran akuntansi bertindak sebagai pengamat yang bertugas mencatat aktivitas siswa dan memberikan penilaian berdasarkan lembar observasi yang telah dibuat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa peneliti lebih menguasai model pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas. Guru mata pelajaran akuntansi dalam melakukan pengamatan berada di bangku paling belakang untuk melengkapi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 16 Februari 2010 diisi dengan pengenalan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembagian kelompok berdasarkan nilai pretes siswa. Selain itu, guru juga memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran. Guru juga memberikan
64
kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal diskusi secara kelompok. Pertemuan ke-2 pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2010 diisi dengan presentasi hasil kerja siswa serta pembimbingan materi oleh guru ketika siswa menemui kesulitan. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk kembali berdiskusi dengan kelompoknya untuk mempersiapkan pos tes yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Sedangkan pada pertemuan ke-3 pada hari Selasa tanggal 23 Februari 2010, guru memberikan kuis individu kepada siswa untuk menguji pemahaman siswa atas materi yang telah didiskusikan sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa dan hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut: a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebesar 11%. Sebesar 43% memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang terlambat masuk kelas sehingga konsentrasi siswa tidak bisa sepenuhnya fokus terhadap pembelajaran. Siswa lain juga masih ada yang membawa jajanan ke dalam kelas sehingga siswa tidak siap untuk memulai pembelajaran akuntansi. Selain itu, siswa juga belum terbiasa aktif selama pembelajaran berlangsung. b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok adalah sebesar 34%. Sebesar 57% memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini disebabkan karena siswa belum bisa memahami pembelajaran yang diterapkan. Beberapa siswa tertarik dalam berdiskusi, tetapi belum bisa menerapkan sikap saling membantu kepada teman satu kelompok mereka. c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran berlangsung dan mengikuti aturan pembelajaran STAD sebesar 57%. Sebesar 26% memiliki tingkat keaktifan pembelajaran sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan selama pembelajaran rendah. Hal ini dikarenakan siswa belum cukup memahami apa tujuan pembelajaran
65
kooperatif tipe STAD karena siswa baru mengenal pembelajaran ini sebagai pembelajaran baru yang diterapkan pada pembelajaran akuntansi. d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas adalah sebesar 34%. Sebesar 43% memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan siswa masih merasa sungkan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. e. Hasil belajar siswa dilihat dari segi kognitif yang diambil dari postes mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang berhasil mengerjakan soal dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah 98 dan nilai terendah siswa adalah 27. Sebesar 74% tuntas dalam mengerjakan soal dengan materi pembelajaran Neraca Saldo sedangkan 26% yang tidak tuntas dikarenakan kurang teliti dalam menghitung saldo debit dan kredit pada buku besar dua kolom yang bagi sebagian siswa memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan buku besar tiga kolom atau empat kolom. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa skor penghargaan tertinggi diraih oleh kelompok F dengan rata-rata nilai sebesar 23 poin dan masuk dalam kategori kelompok hebat. Hasil evaluasi siswa ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
66
Tabel 8. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Pertama Skor Siklus Skor No. Nama Siswa Awal Pertama Kemajuan Kelompok A 1 Kiki Untari 84 98 14 2 Dyah Ayu Wulandari 74 88 14 3 Agus Budi Riawan 69 80 11 4 Nandya Medya Utama 60 71 11 5 Danang Putro Susilo 55 52 -3 Kelompok B 1 Jeffry Chrissandy 81 97 16 2 Dedy Aringgo Shaputro 76 87 11 3 Yustika Monika M. 69 79 10 4 Ferry Hermansyah 60 69 9 5 Dani Nova Riayanto 54 51 -3 Kelompok C 1 Wahyu Puput Prasetyo 79 96 12 2 Samuel Yuli Kristanto 72 86 14 3 Savanta Grenandityo 67 79 12 4 Eko Purbo Kusumo 59 67 8 5 Puru Shottama D.J. 53 51 -2 Kelompok D 1 Hummad Arrozi Rosid 77 95 18 2 Avian Nuryanto 72 85 13 3 Mahendrata P.K. 64 78 14 4 Dyah Roro Anyes 58 66 8 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 52 47 -5 Kelompok E 1 Nabella Jones 77 93 16 2 Teguh Prakoso 71 85 14 3 Dani Nur Sihwinunggal 64 75 11 4 Vandi Wisnu Putra 56 65 9 5 Lisa Putri Puspita Sari 51 45 -6 Kelompok F 1 Didik Prakoso A. 77 89 12 2 Yusti Kristi K. 71 82 11 3 Risky Yuniarko 63 73 10 4 Agnes Dhebi Martira 56 57 1 5 Hari Natal Nugroho 51 35 -16 Kelompok G 1 Noviani Dewi Pratiwi 76 88 12 2 Nanda Beti Angga S. 70 81 11 3 Duwi Siswanto 63 72 9 4 Sabatian Chris Nendri N. 56 54 -2 5 Valentina Murana 50 27 -23
Poin Tambah
Total Skor
Rata Skor Hebat
30 30 30 30 10
90
18
Hebat 30 30 30 20 10
100
20
Baik 30 30 30 20 10
70
14
Hebat 30 30 30 20 10
110
22
Baik 30 30 30 20 10
95
19
Hebat 30 30 20 20 5
115
23
Hebat 30 30 20 10 5
110
22
67
4.
Refleksi Tindakan Siklus Pertama Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus pertama ini, peneliti melakukan analisis sebagai berikut: a. Kebaikan guru pada siklus pertama adalah: 1) Persiapan materi pembelajaran oleh guru dilakukan dengan baik dan lengkap. 2) Guru melakukan perkenalan dan penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik. 3) Materi diskusi dibuat berbeda ke dalam tiga tipe soal diskusi bagi tujuh kelompok siswa yang ada. 4) Respon guru dalam menanggapi pertanyaan dan kesulitan siswa cukup baik dan tanggap. b. Kebaikan siswa pada siklus pertama adalah: 1) Beberapa siswa yang protes dengan anggota kelompok mereka tetap bersedia masuk dalam kelompok yang sudah ditentukan walau harus dibujuk oleh guru terlebih dahulu. 2) Siswa merespon soal diskusi dengan baik dan ada usaha untuk menyelesaikan soal diskusi yang diberikan dengan pemahaman. 3) Siswa mulai ada yang bertanya ketika menemui kesulitan dalam mengerjakan soal diskusi. c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus pertama adalah: 1) Guru belum bisa mengelola diskusi dengan baik karena ada beberapa siswa yang tidak menyukai anggota kelompok mereka. 2) Suara guru pada saat menjelaskan materi pembelajaran kurang keras sehingga situasi kelas menjadi kurang kondusif. Hal ini juga disebabkan karena pembelajaran dilakukan di ruang multimedia. 3) Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru disampaikan terlalu cepat dan kurang sistematis. 4) Guru kurang memperhatikan alokasi waktu dalam melakukan pembelajaran
sehingga
pada
pertemuan
pembelajaran masih belum maksimal.
ke-1,
kegiatan
akhir
68
d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus pertama adalah: 1) Beberapa siswa protes terhadap pembagian kelompok yang dibuat. 2) Siswa yang merasa kurang cocok dengan teman satu kelompok tidak mau bekerja sama dan memilih mengerjakan soal secara individu. 3) Beberapa siswa masih acuh dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan oleh guru. 4) Anggota kelompok tidak kompak dalam melaksanakan tugas kelompok. 5) Ada siswa yang masuk ke kelas terlambat sehingga guru sering mengulang pembagian kelompok, penyampaian materi, dan peraturan pembelajaran STAD. Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan nilai siswa dari skor awal. Siklus pertama menunjukkan bahwa 26 siswa (74% dari 35 siswa) sudah mencapai nilai KKM. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai siswa mengalami peningkatan, dari 49% menjadi 74%. Hasil tersebut melebih target yang diharapkan yaitu 65% dari jumlah seluruh siswa. Jumlah tersebut sudah menunjukkan peningkatan dengan nilai rata-rata kelas sebesar 72, 66. Walaupun sudah ada peningkatan, tetapi peneliti ingin mengulangi lagi pembelajaran yang sama dengan materi pembelajaran berikutnya dengan perbaikan rencana dan pelaksanaan pembelajaran agar pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan refleksi yang dapat dilakukan adalah: a. Guru hendaknya memberikan penjelasan materi lebih sistematis dan tidak terlalu cepat untuk memastikan siswa memahami apa yang disampaikan. Guru perlu memberikan penjelasan ulang tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tujuannya. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih memahami arti kerja sama dan tanggung jawab dalam kelompok. b. Guru perlu memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk lebih mengenal anggota kelompok dengan kegiatan bersama anggota kelompok.
69
c. Guru harus lebih dapat mengalokasikan kegiatan diskusi siswa agar pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan kekompakan siswa akan muncul. d. Guru harus melakukan pendekatan kepada siswa yang masih acuh dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam penjelasan guru maupun dalam diskusi kelompok.
Siklus Kedua Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan Tindakan Siklus Kedua Perencanaan tindakan siklus kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 24 Februari 2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Peneliti bersama dengan guru sebagai kolaborator kemudian merencanakan waktu pelaksanaan penelitian. Pembelajaran koooperatif tipe STAD siklus kedua akan dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu pada hari Senin, 29 Maret 2010, hari Selasa 30 Maret 2010, dan hari Rabu 31 Maret 2010 dengan kegiatan sebagai berikut: a. Penyusunan skenario pembelajaran Penyusunan
skenario
pembelajaran
dilakukan
dengan
penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan materi Jurnal Penyesuaian. 1) Pertemuan ke-1 Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu: a) Kegiatan awal Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa, dan dilanjutkan dengan apersepsi singkat agar materi pembelajaran yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru juga menyampaikan kembali tujuan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD dan diharapkan siswa dapat bekerja sama dengan lebih baik dalam kelompoknya. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan kompetensi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD.
70
b) Kegiatan inti Siswa diminta berkumpul kembali dengan kelompoknya. Guru memberikan waktu kepada masing-masing kelompok untuk memberi nama kelompok mereka. Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan penyampaian materi jurnal penyesuaian. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian soal yang harus diselesaikan dalam kelompok. Guru mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila ada kelompok yang mengalami kesulitan. c) Kegiatan akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa pada pertemuan berikutnya siswa mempersiapkan presentasi kelas yang akan diwakili oleh satu orang dari masing-masing kelompok. 2) Pertemuan ke-2 a) Kegiatan awal Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan ucapan salam dan motivasi untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru
memberikan
apersepsi
kepada
siswa
terkait
materi
pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya agar siswa tidak merasa kesulitan dalam melanjutkan pembelajaran. b) Kegiatan inti Guru meminta siswa untuk kembali kepada kelompok mereka masing-masing. Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas dan beberapa kelompok siswa dipersilakan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok yang diwakili oleh satu orang. Guru bertugas sebagai fasilitator dan mengarahkan jalannya diskusi kelompok. Siswa diminta untuk kembali ke kelompoknya masing-masing dan diberi waktu untuk berdiskusi lagi dengan tujuan mempersiapkan kematangan pemahaman materi. c) Kegiatan akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran yang telah dipelajari bersama. Guru memberikan masukan dan
71
perbaikan apabila dari presentasi siswa yang kurang lengkap. Guru juga memberikan kesempatan untuk bertanya kepada siswa. Setelah itu siswa diminta untuk mempersiapkan tes pada pertemuan berikutnya. 3) Pertemuan ke-3 a) Kegiatan awal Kegiatan
awal
dilakukan
dengan
salam
pembuka
dan
mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu. b) Kegiatan inti Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan, dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes tersebut secara individu. c) Kegiatan akhir Siswa diminta mengumpulkan pekerjaan mereka dan diakhiri dengan salam penutup. b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk materi pembelajaran Jurnal Penyesuaian. c. Penyusunan instrumen untuk mengumpulkan data penelitian yang berupa tes individu dan lembar observasi yang bertujuan untuk mengamati keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa. Lembar observasi untuk mengamati keaktifan siswa disusun dalam empat kategori penilaian yaitu Apersepsi, Diskusi, Pembelajaran, dan Presentasi pada saat mengikuti proses pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua Pelaksanaan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan, yaitu hari Senin 29 Maret 2010 pada jam ke 5 dan 6 (pukul 10.15 s/d 11.45) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, hari Selasa 30 Maret 2010 pada jam ke 7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, dan hari Rabu 31 Maret 2010 pada jam ke 1 dan 2 (pukul 07.00 s/d 08.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Pertemuan
72
dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario pembelajaran dan RPP yang telah direncanakan. Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut: Pertemuan ke-1 (Senin, 29 Maret 2010) a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat dua siswa yang tidak masuk yaitu Nanda Beti Angga Sari (tanpa keterangan) dan Savanta Grenandityo dikarenakan sakit. b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa dan apersepsi singkat untuk mengantar siswa pada materi yang akan dipelajari dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. c. Guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mulai meminta siswa kembali ke dalam kelompoknya masing-masing. d. Guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk memberi nama kelompok mereka sesuai dengan kesepakatan kelompok. e. Guru menjelaskan materi jurnal penyesuaian tentang apa arti jurnal penyesuaian, tujuan penyesuaian, akun-akun yang perlu disesuaikan, cara membuat jurnal penyesuaian. f. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas. g. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok. h. Guru membimbing jalannya diskusi kelompok dengan mengamati aktivitas siswa dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan. i. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi dan menyimpan satu pekerjaan mereka sebagai arsip untuk presentasi j. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup dan menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mempersiapkan materi untuk presentasi pada pertemuan selanjutnya. Pertemuan ke-2 (Selasa, 30 Maret 2010) a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa. Seluruh siswa masuk untuk mengikuti pembelajaran akuntansi.
73
b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai. c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok yang sama. d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD. e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi siswa adalah Kelompok E, Kelompok F, dan Kelompok A. g. Guru mengarahkan jalannya diskusi agar pembelajaran dapat berlangsung dengan lebih fokus dan efektif. Guru memfasilitasi siswa yang akan bertanya atau menanggapi presentasi dari kelompok lain. h. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu. i. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari pada materi pembelajaran jurnal penyesuaian. j. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya. k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.
Pertemuan ke-3 (Rabu, 31 Maret 2010) a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan soal dengan baik. Ada dua siswa yang tidak mengikuti tes, yaitu Noviani Dewi Pratiwi dan Didik Prakoso A. Keduanya masuk tanpa keterangan. b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke dalam dua jenis soal yang berbeda. c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan mengawasi pekerjaan siswa. d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan memastikan siswa sudah melengkapi identitasnya.
74
e. Guru menyampaikan salam penutup dan memberikan pesan bahwa siswa diharapkan dapat mempersiapkan materi pembelajaran berikutnya yaitu Kertas Kerja.
3. Observasi Tindakan Siklus Kedua Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Senin 29 Maret 2010 diisi dengan penyampaian kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain itu, guru juga memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran jurnal penyesuaian. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal diskusi secara kelompok. Pertemuan ke-2 pada hari Selasa 30 Maret 2010 diisi dengan presentasi hasil pekerjaan siswa serta pembimbingan materi oleh guru ketika siswa menemui kesulitan. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk kembali berdiskusi dengan kelompoknya untuk mempersiapkan pos tes yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Sedangkan pada pertemuan ke-3 pada hari Rabu 31 Maret 2010, guru memberikan kuis individu kepada siswa untuk menguji pemahaman siswa atas materi yang telah didiskusikan sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut: a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebanyak 60%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 49% dari siklus sebelumnya. Sebanyak 26% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan masih ada siswa yang kurang mempersiapkan materi. b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok adalah sebanyak 66%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 34% dari siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa sudah mulai bisa bekerja sama dengan anggota kelompok mereka yang awalnya merasa tidak cocok. Sebanyak 29% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah.
75
c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran STAD adalah sebanyak 71%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 13% dari siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan siswa sudah lebih memahami apa arti kerja sama dalam kelompok mereka dan hasil apa yang akan mereka capai nantinya apabila mereka dapat mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD sesuai prosedur. Sebanyak 29% siswa memiliki tingkat keaktifan dalam pembelajaran sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan dalam pembelajaran rendah. d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas adalah sebanyak 63%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 29% dibanding siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan sudah ada beberapa siswa yang mulai berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. Sebanyak 26% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. e. Hasil pekerjaan siswa mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang berhasil mengerjakan soal dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah 95 dan nilai terendah siswa adalah 10. Sebanyak 57% siswa tuntas dalam mengerjakan soal dari materi pembelajaran Jurnal Penyesuaian sedangkan 37% siswa yang tidak tuntas. Sebagian besar siswa kurang benar dalam membuat jurnal penyesuaian pada penyusutan peralatan. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa skor penghargaan tertinggi diraih oleh kelompok E dengan rata-rata nilai sebesar 19 poin dan masuk dalam kategori kelompok hebat. Hasil evaluasi siswa ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
76
Tabel 9. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Kedua Siklus Siklus Skor No. Nama Siswa Pertama Kedua Kemajuan Kelompok A 1 Kiki Untari 98 89 -9 2 Dyah Ayu Wulandari 88 58 -30 3 Agus Budi Riawan 80 95 5 4 Nanda Medya Utama 71 66 -5 5 Danang Putro Susilo 52 72 20 Kelompok B 1 Jeffry Chrissandy 97 50 -47 2 Dedy Aringgo Shaputro 87 74 -13 3 Yustika Monika M. 79 73 -6 4 Ferry Hermansyah 69 88 19 5 Dani Nova Riayanto 51 72 21 Kelompok C 1 Wahyu Puput Prasetyo 96 65 -31 2 Samuel Yuli Kristanto 86 50 -36 3 Savanta Grenandityo 79 64 -15 4 Eko Purbo Kusumo 67 41 -26 5 Puru Shottama D.J. 51 66 15 Kelompok D 1 Hummad Arrozi Rosid 95 49 -46 2 Avian Nuryanto 85 10 -75 3 Mahendrata P.K. 78 70 -8 4 Dyah Roro Anyes 66 80 14 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 47 55 8 Kelompok E 1 Nabella Jones 93 67 -26 2 Teguh Prakoso 85 81 -4 3 Dani Nur Sihwinunggal 75 82 7 4 Vandi Wisnu Putra 65 88 23 5 Lisa Putri Puspita Sari 45 56 11 Kelompok F 1 Didik Prakoso A. 89 0 -89 2 Yusti Kristi K. 82 57 -25 3 Risky Yuniarko 73 75 2 4 Agnes Dhebi Martira 57 72 15 5 Hari Natal Nugroho 35 55 20 Kelompok G 1 Noviani Dewi Pratiwi 88 0 -88 2 Nanda Beti Angga S. 81 73 -8 3 Duwi Siswanto 72 65 -7 4 Sabatian Chris Nendri N. 54 64 10 5 Valentina Murana 27 64 37
Poin Tambah
Total Skor
Rata Skor Hebat
10 5 20 10 30
85
17
Hebat 5 5 10 30 30
80
16
Baik 5 5 5 5 30
50
10
Baik 5 5 10 30 20
70
14
Hebat 5 10 20 30 30
95
19
Hebat 5 5 20 30 30
90
18
Hebat 5 10 10 20 30
75
15
77
4. Refleksi Tindakan Siklus Kedua Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus kedua ini, peneliti melakukan analisis sebagai berikut: a. Kebaikan guru pada siklus kedua adalah: 1) Guru menyampaikan presentasi materi dengan perlahan dan tidak tergesa-gesa. 2) Ketika penyampaian materi guru melakukan interaksi aktif kepada siswa agar siswa memperhatikan penjelasan dari guru. 3) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang dianggap tidak memperhatikan atau tidak berkonsentrasi selama pembelajaran. 4) Guru melakukan pembimbingan diskusi dengan baik dan tanggap. 5) Guru sudah mencoba melakukan pendekatan pada beberapa siswa yang dirasa acuh. b. Kebaikan siswa pada siklus kedua adalah: 1) Siswa sudah mulai bisa bekerja sama dengan kelompok mereka, karena mereka mempunyai kebersamaan ketika menciptakan nama bagi kelompok mereka. 2) Siswa yang aktif bertanya dan berdiskusi semakin meningkat karena materi pembelajaran juga lebih sulit dibanding sebelumnya. 3) Respon siswa selama pembelajaran lebih baik daripada sebelumnya. c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus kedua adalah: 1) Pendekatan guru terhadap siswa yang acuh dalam pembelajaran masih kurang. 2) Guru masih bersikap kurang tegas untuk menegur siswa yang perhatiannya terhadap pembelajaran masih kurang. d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus kedua adalah: 1) Siswa masih ada yang acuh terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan. 2) Ada beberapa siswa yang harus dimotivasi terlebih dahulu agar berani mengungkapkan pendapatnya dan maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil kerja.
78
Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan nilai siswa dari siklus pertama. Siklus kedua menunjukkan bahwa 20 siswa (57% dari 35 siswa) mencapai nilai KKM. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai siswa mengalami penurunan, dari 74% menjadi 57%. Hasil tersebut belum mencapai target yang diharapkan yaitu 70% dari jumlah seluruh siswa. Nilai rata-rata kelas pada siklus kedua adalah 66,24. Penurunan nilai siswa pada siklus kedua ini dikarenakan materi pembelajaran siswa lebih sulit dibanding materi sebelumnya. Karena belum ada peningkatan hasil belajar siswa dari aspek kognitif maka peneliti perlu mengulangi lagi pembelajaran yang sama dengan materi pembelajaran berikutnya dengan perbaikan perencanaan dan pelaksanaan tindakan agar pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan refleksi yang dapat dilakukan adalah: a. Guru perlu melakukan pendekatan yang lebih kepada siswa yang acuh dan siswa mempunyai keinginan untuk berubah tetapi sulit melakukannya. b. Guru perlu menjelaskan kembali tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tujuan dari pembelajaran ini bagi siswa agar siswa tidak lupa apa tujuan mereka bekerja sama dalam kelompok. c. Guru perlu melakukan motivasi yang lebih terhadap siswa agar siswa berani mengungkapkan pendapat mereka dengan kesadaran dari dalam diri sendiri.
Siklus Ketiga Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan siklus ketiga dilakukan pada hari Kamis, 01 April 2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Guru dan peneliti kemudian merencanakan waktu pelaksanaan siklus ketiga. Pembelajaran koooperatif tipe STAD siklus ketiga akan dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu pada hari Senin,
79
05 April 2010, hari Selasa 06 April 2010, dan hari Rabu 07 April 2010 dengan kegiatan sebagai berikut: a. Penyusunan skenario pembelajaran Penyusunan
skenario
pembelajaran
disusun
berdasarkan
materi
pembelajaran kertas kerja antara lain sebagai berikut: 1) Pertemuan ke-1 Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu: a) Kegiatan awal Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa, dan dilanjutkan dengan apersepsi singkat agar materi pembelajaran yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru juga menyampaikan kembali tujuan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan harapan siswa dapat bekerja sama dengan lebih baik dibandingkan siklus kedua. Guru sudah menghargai kerja keras siswa untuk memperbaiki kerja sama antaranggota kelompok pada siklus sebelumnya, tetapi hal tersebut masih perlu ditingkatkan lagi agar hasil belajar yang dicapai oleh siswa menjadi lebih maksimal. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan indikator dan kompetensi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan harapan siswa akan lebih termotivasi untuk berdiskusi. b) Kegiatan inti Siswa diminta berkumpul kembali dengan kelompoknya sama seperti sebelumnya. Guru mengingatkan siswa akan nama kelompok mereka masing-masing Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan penyampaian materi kertas kerja. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian soal kasus yang harus diselesaikan dalam kelompok. Guru mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila ada kelompok yang mengalami kesulitan. Guru juga lebih melakukan pendekatan kepada siswa yang dirasa masih acuh terhadap pembelajaran yang diterapkan oleh guru, walau hanya ada beberapa siswa.
80
c) Kegiatan akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa pada pertemuan berikutnya siswa harus mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka yang akan diwakili oleh satu orang dari masing-masing kelompoknya. Kelompok yang mempresentasikan hasil kerjanya adalah kelompok sukarela. 2) Pertemuan ke-2 a) Kegiatan awal Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan ucapan salam dan motivasi untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru
memberikan
apersepsi
kepada
siswa
terkait
materi
pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya agar siswa mengingat kembali materi pembelajaran yang telah mereka bahas sebelumnya. b) Kegiatan inti Guru meminta siswa untuk kembali kepada kelompok mereka masing-masing. Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas di mana beberapa kelompok dipersilakan maju untuk mempresentasikan hasil kerja mereka yang diwakili oleh satu atau dua orang siswa dari masing-masing kelompok. Guru bertugas sebagai fasilitator dan mengarahkan jalannya diskusi kelompok. Setelah diskusi selesai, siswa diminta untuk berkumpul kembali ke kelompok masingmasing dan diberi waktu untuk berdiskusi lagi dengan tujuan mempersiapkan kematangan pemahaman materi. c) Kegiatan akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran yang telah dipelajari. Guru memberikan masukan dan perbaikan apabila dari presentasi siswa yang kurang lengkap. Guru juga memberikan kesempatan bertanya kepada siswa tentang materi pembelajaran yang belum jelas. Setelah itu guru mengakhiri pembelajaran dengan memberikan pesan kepada siswa untuk mempersiapkan tes pada pertemuan berikutnya.
81
3) Pertemuan ke-3 a) Kegiatan awal Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka, apersepsi, dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu dengan mengatur tempat duduk siswa agar siswa siap mengerjakan soal tes yang telah ditentukan oleh guru. b) Kegiatan inti Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan, dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes tersebut secara individu. c) Kegiatan akhir Siswa diminta mengumpulkan pekerjaan mereka dan diakhiri dengan salam penutup. b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk materi pembelajaran kertas kerja. c. Penyusunan instrumen untuk mengumpulkan data penelitian yang berupa tes individu dan lembar observasi yang bertujuan untuk mengamati keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa. Lembar observasi untuk mengamati keaktifan siswa disusun dalam empat kategori penilaian yaitu Apersepsi, Diskusi, Pembelajaran, dan Presentasi pada saat mengikuti proses pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Ketiga Pelaksanaan tindakan pada siklus ketiga dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan, yaitu hari Senin 05 April 2010 pada jam ke 5 dan 6 (pukul 10.15 s/d 11.45) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, hari Selasa 06 April 2010 pada jam ke 7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, dan hari Rabu 07 April 2010 pada jam ke 1 dan 2 (pukul 07.00 s/d 08.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Pertemuan dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario pembelajaran dan RPP.
82
Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut: Pertemuan ke-1 (Senin, 05 April 2010) a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat lima siswa yang tidak masuk. Nabella Jones mengikuti kompetisi taekwondo, Dani Nova Riayanto dan Yusti Kristi Kristianingrum mengikuti seleksi Popda. Didik Prakoso Ariyanto dan Puru Shottama D.J. tidak masuk tanpa keterangan. b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa dan memberikan apersepsi singkat untuk mengantar siswa pada materi yang akan dipelajari pada pembelajaran kooperatif tipe STAD. c. Guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mulai meminta siswa kembali ke dalam kelompoknya masing-masing. d. Guru menjelaskan materi kertas kerja tentang apa arti kertas kerja, tujuan kertas kerja, dan bagaimana menyusun kertas kerja 10 kolom. e. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas. f. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok. g. Guru membimbing diskusi kelompok dengan mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan. Guru melakukan pendekatan kepada siswa yang masih acuh dalam pembelajaran, antara lain: Vandi Wisnu Putra, Risky Yuniarko, dan Avian Nuryanto. h. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi dan menyimpan satu pekerjaan mereka sebagai arsip kelompok untuk materi presentasi. i. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup. Pertemuan ke-2 (Selasa, 06 April 2010) a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa. Seluruh siswa masuk untuk mengikuti pembelajaran akuntansi. b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai. Respon siswa di awal pembelajaran mengalami perbaikan.
83
c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok mereka sama seperti pertemuan sebelumnya. Guru memastikan setiap siswa berkumpul dengan kelompok yang benar. d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD dan menekankan kembali tujuan pembelajaran ini dilakukan dalam kelompok. e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi adalah Kelompok C dan Kelompok D. Kelompok ini maju secara sukarela dan pekerjaan hasil diskusi mereka dengan kelompoknya dipresentasikan dengan baik walau masih dengan terbata-bata. g. Guru mengarahkan jalannya diskusi agar pembelajaran dapat berlangsung dengan lebih fokus dan efektif. Guru memfasilitasi siswa yang akan bertanya atau menanggapi presentasi dari kelompok lain. Partisipasi siswa dalam presentasi meningkat. Ada beberapa siswa yang bertanya walau tidak secara langsung dan meminta guru untuk mengulang pertanyaannya di depan kelas. h. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu. i. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari pada materi pembelajaran kertas kerja. j. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya. k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup. Pertemuan ke-3 (Rabu, 07 April 2010) a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan soal dengan baik. Ada satu siswa yang tidak mengikuti tes, yaitu Yusti Kristi Kristianingrum karena masih mengikuti Popda.. b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke dalam dua jenis soal yang berbeda dengan kode AKT-011 dan AKT-022.
84
c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan berkeliling untuk mengawasi pekerjaan siswa. d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan memastikan identitas siswa sudah lengkap. e. Menyampaikan salam penutup untuk mengakhiri pembelajaran.
3. Observasi Tindakan Siklus Ketiga Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Senin 05 April 2010 diisi dengan penyampaian kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain itu, guru juga memberikan penjelasan secara sistematis tentang materi pembelajaran kertas kerja. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk membahas soal diskusi secara kelompok. Pertemuan ke-2 pada hari Selasa 06 April 2010 diisi dengan presentasi hasil pekerjaan siswa serta pembimbingan materi oleh guru ketika siswa menemui kesulitan. Pendekatan kepada siswa yang masih acuh menjadi prioritas guru untuk memperbaiki proses pembelajaran. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk kembali berdiskusi dengan kelompok untuk mempersiapkan postes yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan ke-3 pada hari Rabu 07 April 2010, guru memberikan kuis individu kepada siswa untuk menguji pemahaman siswa atas materi yang telah didiskusikan sebelumnya. Berdasarkan
hasil
pengamatan
terhadap
pelaksanaan
proses
pembelajaran akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut: a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebanyak 74%. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai merasa nyaman dengan pembelajaran yang diterapkan. Perhatian siswa di awal pembelajaran menunjukkan perbaikan. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 14% dari siklus sebelumnya. Sebanyak 20% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok adalah sebanyak 77%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 11% dari
85
siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa sudah mulai kompak dengan anggota kelompok mereka, baik dari segi diskusi maupun dari segi kesamaan lainnya dari pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya. Sebanyak 14% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran STAD adalah sebanyak 86%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 15% dari siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai merasa cocok dengan teman satu kelompok mereka sehingga pembelajaran STAD mulai dari diskusi kelompok, presentasi materi pembelajaran oleh guru, dan presentasi kelas oleh siswa mengalami peningkatan. Sebanyak 14% siswa memiliki tingkat keaktifan dalam pembelajaran sedang. d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas adalah sebanyak 83%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 20% dibanding siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya tanpa motivasi yang berlebihan dari guru. Siswa merasa nyaman bertanya dalam presentasi kelas karena hal itu akan membuat teman lain juga ikut paham. Sebanyak 11% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. e. Hasil pekerjaan siswa mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang berhasil mengerjakan soal dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah 84 dan nilai terendah siswa adalah 47. Sebanyak 80% siswa tuntas dalam mengerjakan soal dari materi pembelajaran Kertas Kerja sedangkan 17% siswa tidak tuntas. Sebagian besar siswa kurang teliti dalam memasukkan akun debit di kolom debit dan kredit di kolom kredit sehingga walaupun hasil mereka seimbang tetapi masih keliru dalam memasukkan akun di debit dan kredit. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa skor penghargaan tertinggi diraih oleh kelompok C dengan rata-rata nilai sebesar 24 poin dan masuk dalam kategori kelompok hebat. Hasil evaluasi siswa ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
86
Tabel 10. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Ketiga Siklus Siklus Skor No. Nama Siswa Kedua Ketiga Kemajuan Kelompok A 1 Kiki Untari 89 73 -16 2 Dyah Ayu Wulandari 58 73 15 3 Agus Budi Riawan 95 84 -11 4 Nanda Medya Utama 66 76 10 5 Danang Putro Susilo 72 70 -2 Kelompok B 1 Jeffry Chrissandy 50 75 25 2 Dedy Aringgo Shaputro 74 78 4 3 Yustika Monika M. 73 78 5 4 Ferry Hermansyah 88 84 -4 5 Dani Nova Riayanto 72 72 0 Kelompok C 1 Wahyu Puput Prasetyo 65 84 19 2 Samuel Yuli Kristanto 50 84 34 3 Savanta Grenandityo 64 72 8 4 Eko Purbo Kusumo 41 78 37 5 Puru Shottama D.J. 66 62 -4 Kelompok D 1 Hummad Arrozi Rosid 49 78 29 2 Avian Nuryanto 10 75 65 3 Mahendrata P.K. 70 56 -14 4 Dyah Roro Anyes 80 79 -1 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 55 47 -8 Kelompok E 1 Nabella Jones 67 82 15 2 Teguh Prakoso 81 84 3 3 Dani Nur Sihwinunggal 82 83 1 4 Vandi Wisnu Putra 88 84 -4 5 Lisa Putri Puspita Sari 56 82 26 Kelompok F 1 Didik Prakoso A. 0 84 84 2 Yusti Kristi K. 57 0 -57 3 Risky Yuniarko 75 74 -1 4 Agnes Dhebi Martira 72 82 10 5 Hari Natal Nugroho 55 59 4 Kelompok G 1 Noviani Dewi Pratiwi 0 83 83 2 Nanda Beti Angga S. 73 82 9 3 Duwi Siswanto 65 70 5 4 Sabatian Chris Nendri N. 64 58 -6 5 Valentina Murana 64 57 -7
Poin Tambah
Total Skor
Rata Skor Hebat
5 30 5 20 10
70
14
Baik 30 20 20 10 20
100
20
Hebat 30 30 20 30 10
120
24
Hebat 30 30 5 10 10
85
17
Hebat 30 20 20 10 30
110
22
Hebat 30 5 10 20 20
85
17
Hebat 30 20 20 10 10
90
18
87
4. Refleksi Tindakan Siklus Ketiga Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus ketiga ini, peneliti melakukan analisis sebagai berikut: a. Kebaikan guru pada siklus ketiga adalah: 1) Guru melakukan pendekatan yang lebih aktif kepada siswa yang acuh atau siswa yang sebenarnya berminat memperhatikan pembelajaran tetapi tidak bisa karena diganggu oleh temannya. 2) Guru dapat mengalokasikan waktu dan kegiatan pembelajaran dengan baik. b. Kebaikan siswa pada siklus ketiga adalah: 1) Siswa mulai memahami arti kerja sama dalam kelompok mereka dan siswa sudah dapat membagi peran mereka dalam kelompok. 2) Siswa saling membantu dalam menyelesaikan soal diskusi dan presentasi. 3) Beberapa siswa bersedia maju untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka dengan sukarela. c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus ketiga adalah: 1) Guru masih bersikap kurang tegas dalam menegur siswa yang perhatiannya terhadap pembelajaran masih kurang sehingga masih ada beberapa siswa yang menyepelekan guru. Hal ini disebabkan kesalahpahaman siswa dalam mengartikan kesabaran guru. d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus ketiga adalah: 1) Masih ada beberapa siswa yang harus dimotivasi terlebih dahulu agar berani mengungkapkan pendapatnya dan maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka. 2) Siswa yang acuh belum sepenuhnya mengalami perbaikan dalam merespon pembelajaran kooperatif tipe STAD. Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan nilai siswa dari siklus kedua. Siklus ketiga menunjukkan bahwa 28 siswa (80% dari 35 siswa) sudah mencapai nilai KKM. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai
88
siswa mengalami peningkatan, dari 57% menjadi 80%. Hasil tersebut sudah melebihi target yang diharapkan yaitu 75% dari jumlah seluruh siswa. Nilai rata-rata kelas pada siklus ketiga adalah 74,76. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan refleksi yang dapat dilakukan adalah: a. Guru harus lebih kreatif dalam mengatur alokasi waktu pembelajaran dan penyampaian materi pembelajaran. b. Guru perlu mengenal siswa secara pribadi agar dapat memantau perkembangan siswa dan membantu kesulitan siswa selama pembelajaran. c. Guru harus lebih tegas dalam menegur siswa yang mengganggu pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lebih baik.
D. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran koooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. Aktivitas belajar siswa setiap siklus mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki kemauan dalam meningkatkan kontribusi mereka dalam pembelajaran. Siswa mulai terbiasa melakukan diskusi dan menyampaikan pendapat apabila ada materi yang belum jelas. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 11. Aktivitas Belajar Siswa dan Hasil Belajar Siswa Selama Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siklus Pertama Siklus Kedua Siklus Ketiga Aspek yang Dinilai Jumlah % Jumlah % Jumlah % Keaktifan siswa selama 4 21 26 11% 60% 74% apersepsi siswa siswa siswa Keaktifan siswa selama 12 23 27 34% 66% 77% diskusi siswa siswa siswa Keaktifan siswa selama 20 25 30 57% 71% 86% mengikuti pembelajaran siswa siswa siswa Keaktifan siswa selama 12 22 29 34% 63% 83% presentasi siswa siswa siswa Ketuntasan hasil belajar 26 20 28 74% 57% 80% (nilai KKM 65) siswa siswa siswa Perkembangan Psikomotor 17 21 26 49% 60% 74% Siswa siswa siswa siswa
89
J u m l a h S i s w a
35 30
26
25
21
20
23
26 27
25 22
30 29
28 Apersepsi
20
Diskusi
20 12
15
Pembelajaran
12
Presentasi 10
Hasil Belajar
4 5 0 Siklus I
Siklus II
Siklus III
Pemberian Tindakan
Gambar 6. Hasil Penelitian Tindakan Kelas Tabel dan gambar di atas adalah hasil penelitian tindakan kelas dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilihat dari keaktifan siswa dan hasil belajar siswa. Secara umum, keaktifan siswa selama pembelajaran mengalami peningkatan baik dari indikator keaktifan siswa selama apersepsi, keaktifan siswa selama diskusi, keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran, dan keaktifan siswa selama presentasi. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa siswa semakin terbiasa melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal tersebut ditunjukkan dengan presentase siswa yang aktif selama pembelajaran berlangsung mengalami perkembangan yang positif. Siswa menjadi terbiasa berdiskusi dengan teman satu kelompok dan siswa juga mulai terbiasa mengungkapkan pendapatnya di depan kelompok lain. Dilihat dari hasil belajar kognitif siswa, nilai siswa masih belum stabil karena pada siklus kedua nilai siswa secara umum mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan karena materi pembelajaran yang diberikan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding sebelumnya. Tetapi pada siklus ketiga nilai siswa mengalami kenaikan yang cukup baik yaitu 80% (28 siswa). Jumlah tersebut sudah baik karena siswa tampak mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tersebut didukung oleh hasil belajar dari aspek kognitif dan psikomotorik.
90
Tabel 12. Hasil Belajar Afektif Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Setelah Penerapan Pembelajaran Skala Kriteria Kooperatif Tipe STAD Nilai Jumlah Persentase 0 – 10 Tidak berminat 0 siswa 0% 11 – 20 Kurang berminat 2 siswa 6% 21 – 30 Biasa-biasa saja 3 siswa 9% 31 – 40 Cukup berminat 5 siswa 14 % 41 – 50 Sangat berminat 25 siswa 71 % Total 35 siswa 100% Aspek afektif mengukur minat siswa terhadap sebuah obyek, dalam hal ini adalah mata pelajaran akuntansi. Pengukuran hasil belajar siswa dari aspek afektif ini dilakukan dengan angket yang berisi beberapa pernyataan yang harus dipilih siswa sesuai dengan kondisi siswa yang sebenarnya. Penghitungan hasil angket menggunakan skala Likert dengan nilai dan kriteria tertentu. Setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan, siswa diminta mengisi angket yang bertujuan mengukur minat siswa terhadap pembelajaran akuntansi. Berdasarkan angket yang diisi oleh siswa dapat disimpulkan bahwa minat positif siswa terhadap pembelajaran akuntansi cukup tinggi. Hal tersebut didasarkan pada data yang diperoleh antara lain: siswa yang sangat berminat terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 25 siswa (71%), siswa yang cukup berminat terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 5 siswa (14%), siswa yang berminat biasa-biasa saja terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 3 siswa (9%), dan siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 2 siswa (6%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta sangat berminat terhadap mata pelajaran akuntansi. Apabila dilihat dari aspek pendukung psikomotorik siswa maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan psikomotorik siswa mengalami peningkatan pada setiap siklus. Kriteria yang dinilai dalam aspek ini menekankan pada ketelitian dan kerapian siswa dalam mengerjakan soal akuntansi. Pada awalnya, siswa acuh dalam mengerjakan soal akuntansi. Mulai dari kolom yang tidak dibuat, penulisan nominal uang tanpa rupiah, kolom referensi tidak diisi, dan sebagainya. Tetapi ketika guru menekankan bahwa cara siswa membuat kolom juga dinilai, siswa
91
menjadi terbiasa dalam mengerjakan soal akuntansi sehingga penulisan kolom dan nominal pun menjadi lebih terarah dan siswa juga lebih yakin akan pekerjaannya. PTK dalam penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) refleksi tindakan. Deskripsi hasil penelitian dari PTK ini dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Observasi awal adalah langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui masalah pembelajaran yang muncul di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran akuntansi perlu ditingkatkan. Peneliti bersama kolaborator berdiskusi dan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. 2. Peneliti bersama kolaborator menyusun RPP dan skenario pembelajaran yang kemudian dilaksanakan pada siklus pertama dengan materi pembelajaran neraca saldo. Peneliti selaku guru memberikan penjelasan tentang prosedur pembelajaran STAD dan mulai membagi 35 siswa ke dalam kelompokkelompok kecil, di mana satu kelompok terdiri dari lima siswa. Setelah guru selesai mempresentasikan materi pembelajaran dalam media power point, siswa berdiskusi untuk menyelesaikan soal kelompok yang diberikan oleh guru. Pertemuan berikutnya diisi dengan presentasi kelas. Perwakilan kelompok diminta mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan guru bertugas untuk memfasilitasi jalannya diskusi. Pertemuan kedua menunjukkan siswa belum terbiasa dalam presentasi kelas. Pertemuan ketiga diakhiri dengan tes individu. Selama pembelajaran berlangsung terdapat kelemahan yang perlu diperbaiki, antara lain: siswa masih protes terhadap pembagian kelompok yang tidak sesuai dengan keinginan, siswa belum terbiasa menjalankan tugas kelompok dengan kompak dan tanggung jawab, serta beberapa siswa masih acuh tak acuh dengan peran mereka sebagai anggota kelompok sehingga diskusi belum bisa berjalan baik. Berdasarkan kelemahan yang ada, peneliti bersama kolaborator menyusun skenario pembelajaran dan RPP untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.
92
3. Siklus kedua dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan dengan materi pembelajaran jurnal penyesuaian. Materi ini dirasa lebih sulit bagi siswa daripada materi sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai tes individu siswa pada siklus kedua banyak mengalami penurunan. Guru memperbaiki pembelajaran dengan melakukan pendekatan kepada siswa yang acuh tak acuh terhadap pembelajaran. Pendekatan tersebut membuat siswa sedikit demi sedikit menjadi lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Guru juga mengulang penjelasan tentang prosedur pembelajaran kooperatif tipe STAD agar siswa lebih memahami tujuan dari pembelajaran STAD. Keaktifan siswa sudah mulai muncul tetapi masih ada siswa yang harus dimotivasi dulu sebelum mengungkapkan pendapat atau bertanya tentang materi yang sulit. Beberapa siswa lebih mempunyai tanggung jawab terhadap kelompoknya. Hal tersebut terlihat dari kerja sama siswa dengan anggota kelompok sudah mulai terjalin. Guru membantu siswa untuk mendekatkan hubungan antaranggota dengan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk memberi nama kelompok mereka. Berdasarkan kelemahan yang ada di siklus kedua, peneliti bersama kolaborator menyusun skenario pembelajaran dan RPP selanjutnya untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut. 4. Materi pembelajaran pada siklus ketiga adalah kertas kerja. Materi ini lebih mudah dibanding materi sebelumnya sehingga nilai siswa mengalami peningkatan yang cukup baik. Pembelajaran di siklus ketiga ini berlangsung lebih interaktif daripada siklus-siklus sebelumnya. Siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan masing-masing anggota kelompok juga sudah mampu berkomunikasi dengan baik antaranggota kelompok. Walaupun masih ada beberapa siswa yang belum berani mengungkapkan pendapat jika belum dimotivasi oleh guru, tetapi secara umum pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus ketiga ini sudah berjalan dengan baik dan lancar. Ditinjau dari aspek afektif dan psikomotor, siswa mengalami perkembangan dalam ketelitian dan kerapian dalam mengerjakan soal akuntansi. Minat siswa akan mata pelajaran akuntansi juga meningkat dibanding sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD.
93
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat dipaparkan bahwa guru berhasil menarik minat siswa terhadap mata pelajaran akuntansi dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru juga ikut membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Keaktifan siswa selama pembelajaran juga mengalami peningkatan, ditunjukkan dengan bertambahnya siswa yang mulai berani mengungkapkan pendapat di depan kelas dan bertanggung jawab dalam melakukan peran mereka dalam kelompok. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta mengalami
peningkatan.
Keberhasilan
pembelajaran
akuntansi
dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: 1. Perubahan respon siswa ke arah yang lebih baik dapat diamati dari proses pembelajaran yang berlangsung Hal ini juga ditunjukkan dengan keberanian siswa untuk bertanya kepada teman yang mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka maupun kepada guru yang mengajar. 2. Siswa menunjukkan
tanggung
jawab
mereka masing-masing dengan
mengerjakan dan mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru secara berkelompok. 3. Jumlah siswa yang sangat berminat terhadap mata pelajaran akuntansi cukup banyak, yaitu 71% (25 siswa dari 35 siswa). 4. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, khususnya pada siklus ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran akuntansi. 5. Ketelitian siswa dan kerapian siswa dalam mengerjakan soal akuntansi juga mengalami peningkatan dan perbaikan.
94
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus meliputi empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) refleksi tindakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Hal tersebut didukung oleh fakta-fakta sebagai berikut: (1) Keaktifan siswa dalam apersepsi mengalami peningkatan dari 11% (4 siswa) pada siklus pertama menjadi 60% (21 siswa) pada siklus kedua, dan meningkat lagi menjadi 74% (26 siswa) pada siklus ketiga; (2) Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok mengalami peningkatan dari 34% (12 siswa) pada siklus pertama menjadi 66% (23 siswa) pada siklus kedua dan meningkat lagi menjadi 77% (27 siswa) pada siklus ketiga; (3) Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari 57% (20 siswa) pada siklus pertama menjadi 72% (25 siswa) pada siklus kedua dan meningkat lagi menjadi 86% (30 siswa) pada siklus ketiga; (4) Keaktifan siswa dalam presentasi kelas mengalami peningkatan dari 34% (12 siswa) pada siklus pertama menjadi 63% (22 siswa) pada siklus kedua dan meningkat lagi menjadi 83% (29 siswa) pada siklus ketiga; (5) Hasil belajar siswa mengalami penurunan tetapi kemudian mengalami peningkatan. Pada siklus pertama siswa yang tuntas sebesar 74% (26 siswa) kemudian menurun menjadi 57% (20 siswa) pada siklus kedua, dan meningkat menjadi 80% (28 siswa) pada siklus ketiga.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti kemukakan di atas, maka dapat dikaji implikasinya, baik impllikasi teoretis maupun implikasi praktis, yaitu sebagai berikut:
95
1. Implikasi Teoretis Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. Kualitas pembelajaran akuntansi dalam penelitian ini dapat dilihat dari keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar kognitif siswa. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa aktivitas belajar siswa yang tinggi selama proses pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Siklus pertama sampai dengan siklus ketiga dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang positif dari kegiatan pembelajaran siswa. Siswa menjadi lebih aktif dalam merespon pembelajaran akuntansi. Hasil belajar kognitif siswa juga menjadikan siswa merasa puas terhadap hasil yang mereka capai. Beberapa siswa yang mengaku tidak bisa akuntansi menjadi termotivasi untuk meningkatkan kemampuan akuntansi mereka karena akuntansi adalah pelajaran yang menyenangkan. Selain itu, siswa merasa lebih percaya diri dalam melakukan pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran berkelompok membuat siswa nyaman dan lebih bebas dalam mengungkapkan pendapat, karena bantuan datang tidak hanya dari guru tetapi juga dari teman satu kelompok.
2. Implikasi Praktis Penelitian ini memberikan gambaran secara jelas bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajar-an akuntansi siswa. Hasil penelitian tersebut menjadikan guru mata pelajaran akuntansi termotivasi untuk melakukan peningkatan kualitas pembelajaran di kelas lain dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pembelajaran ini adalah pembelajaran yang sederhana dan mudah diterapkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Selain itu, guru mata pelajaran akuntansi juga menjadi lebih optimis dalam melakukan perbaikan dari metode pembelajaran yang selama ini diterapkan, yaitu dengan menjadikan ceramah sebagai sebuah sarana dan bukan yang utama dalam memberikan pemahaman materi pembelajaran akuntansi yang menyenangkan bagi siswa.
96
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dipaparkan, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru a. Guru diharapkan dapat selalu mengembangkan motivasi dan semangat siswa selama mengikuti pembelajaran akuntansi agar siswa merasa mampu dan percaya diri dengan materi pembelajaran yang siswa pelajari. b. Guru hendaknya dapat memilih penerapan pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. c. Guru diharapkan selalu mengembangkan pengetahuan tentang model pembelajaran yang lebih inovatif agar pembelajaran dapat dikemas menjadi lebih menarik bagi siswa dan proses pembelajaran di dalam kelas. d. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam pengelolaan kelas sehingga pembelajaran apapun yang akan diterapkan dapat berjalan dengan baik dan lancar. 2. Bagi Siswa a. Pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengembangkan kemampuan siswa secara sosial seperti: kerja sama, kekompakan, memecahkan masalah, dan saling bertukar pendapat dengan anggota kelompok yang lain. b. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dimanfaatkan pula untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari teman satu kelompok terkait permasalahan akuntansi yang sedang didiskusikan. 3. Bagi Sekolah a. Sekolah hendaknya memberikan dukungan kepada guru dalam bentuk bimbingan dan pembinaan tentang metode pembelajaran inovatif dan efektif agar keberhasilan pembelajaran di dalam kelas dapat tercapai. b. Sekolah sebaiknya membuka kerja sama dengan pihak eksternal seperti peneliti atau lembaga pendidikan agar kesempatan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran lebih terbuka dengan adanya masukan dari pihak lain.
97
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Asep Jihad dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Dian Hermawati. 2009. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Kelas X Akuntansi 1 SMK Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2008/ 2009. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Isjoni. 2009. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: Penerbit Alfabeta Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat: Gaung Persada (GP) Press. Moelyati et al. 2001. Siklus Akuntansi Untuk Tingkat 1 SMK Kelompok Bisnis dan Manajemen. Jakarta: Yudhistira. Mulyasa E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika Aditama Nurul Zuriah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori – Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara Riska Larasati N.S. 2005. Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dan Pengaruhnya Terhadap Upaya Peningkatan Hasil Belajar Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Mata Pelajaran Akuntansi pada Siswa Kelas II Semester I SMU Negeri 7 Purworejo. Skripsi: Universitas Negeri Semarang. Robert E. Slavin. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks.
98
Robert E. Slavin. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media. Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13. Suharsimi Arikunto et al. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Zainal Aqib. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru. Bandung: Penerbit Yrama Widya.
99