IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) BERBANTUAN LKS TERSTRUKTUR 1
Km. Agus Adi Wiguna, 2 Made Ary Meitriana, 3 I Made Nuridja 1,2,3
Jurusan Pendidikan Ekonomi, FEB Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar ekonomi melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS terstruktur pada siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Sukasada tahun pelajaran 2012/2013. Data dikumpulkan dengan metode observasi dan tes. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi atau evaluasi, dan refleksi. Hasil penelitian terhadap keaktifan siswa pada siklus I sebesar 14.64 (cukup aktif), meningkat menjadi 16.70 (aktif) pada sikus II, meningkat menjadi 18.39 (aktif) pada siklus III. Persentase hasil belajar secara klasikal pada siklus I sebesar 71.74% (cukup baik), meningkat menjadi 75.65% (baik) pada siklus II, meningkat menjadi 79.57% (baik) pada siklus III. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas dan hasil belajar ekonomi meningkat melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS terstruktur. Kata kunci : aktivitas, hasil belajar, kooperatif tipe STAD, LKS terstruktur Abstract This research was aimed at improving the activity and economic’s learning results through implementation of cooperative STAD type learning model assisted by structured students worksheet on X3 students SMA Negeri 1 Sukasada academic year 2012/2013. The data was collected by observation and test method. This research was action research which was conducted in three cycle in which each cycle consisted of planning phase, action, observation or evaluation, and reflection. The results of the study towards students’ activeness at cycle I is 14.64 (quite active), it is increasing by 16.70 (active) in cycle II, and in cycle III becoming 18.39 (active). Percentage of the results of the study clasically in cycle I is 71.74% (quite good), increased to 75.65% (good) in cycle II, and 79.57% (good) in cycle III. According to this research it can be concluded that activity and result of economic’s learning is increasing by implementation of cooperative STAD type learning model assisted by structured students’ worksheet. Key Words: activity, learning results, cooperative STAD type, structured students’ worksheet
PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang kompleks dan unik, karena melihat banyak komponen siswa, guru, kurikulum, fasilitas penunjang, lingkungan belajar dan lain sebagainya yang saling terikat. Dalam mengelola proses pembelajaran yang kompleks dan unik tersebut, guru mempunyai peran yang sangat strategis dan sentral. Guru dituntut untuk mampu melaksanakan multi peran
yang dilandasi kompetensi personal, profesional, dan sosial yang padu dan mantap. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Pentingnya usaha untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, diperlukan pembelajaran yang dapat membantu guru dalam mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa dalam membuat relasi antara pengetahuan yang dimiliki dengan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis akan tetapi kurang dalam aplikasi. Dalam implementasi standar proses pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru sebagai ujung tombak. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kualitas guru. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah bagaimana merancang suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai. Kegiatan dalam dunia pendidikan seringkali mendapat sorotan dan kritikan karena fenomena-fenomena yang terjadi begitu beragam, unik, dan menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sehingga menimbulkan berbagai aksi yang menggambarkan suatu ketidakpuasan masyarakat dalam kinerja dunia pendidikan. Dunia pendidikan khususnya sekolah seringkali menjadi sorotan sehingga menyebabkan proses pendidikan selalu diteliti guna meningkatkan kualitas proses pendidikan tersebut. Proses pendidikan diawali dengan adanya input yaitu siswa. Kemudian menjalani proses pendidikan yang dilakukan oleh sekolah dengan pengaruh berbagai faktor dalam lingkungan. Setelah proses dilakukan, dihasilkan output pendidikan yaitu siswa yang telah mengalami pendidikan sekolah. Lebih jauh lagi, dari output pendidikan tersebut dituntut adanya outcome berupa kemampuan lebih
yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah siswa menjalani proses pendidikan. Pemerintah telah berupaya menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif agar tercipta proses pendidikan yang berkualitas demi dihasilkan output pendidikan yang berkualitas, kenyataan dibeberapa sekolah masih menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dipandang penting diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivis. Paham konstruktivis menyatakan bahwa pengetahuan guru tidak dapat dipindahkan secara utuh ke pikiran siswa, melainkan pengetahuan itu dikembangkan dari pengetahuan awal yang telah dimiliki dan berakhir dengan pengetahuan yang telah dimodifikasi, dalam penerapan STAD guru membagi kelas menjadi kelompokkelompok dengan anggota 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen. Nur (dalam Astawan, 2010) membagi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam enam langkah pembelajaran yaitu: (1) persiapan, (2) presentasi pelajaran, (3) kerja tim, (4) evaluasi/kuis, (5) skor perbaikan individual, dan (6) penghargaan kelompok. Sistem sosial yang dikembangkan adalah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan sumber kritik yang membangun. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki paradigma pembelajaran dengan pembelajaran berpusat kepada siswa (student center oriented) di mana informasi belajar berasal dari berbagai sumber, sehingga menggeser paradigma lama yang menganggap pembelajaran berpusat kepada guru (teacher center oriented) di mana guru merupakan pusat dari segala informasi belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran
menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif, berbeda dengan metode konvensional yang menempatkan siswa sebagai subjek yang pasif. Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD akan dibantu dengan penggunaan LKS yang disusun secara terstruktur. LKS terstruktur membantu guru dalam menerapakan metode diskusi dengan baik, LKS terstruktur ini memberikan media kepada siswa untuk mengeksplorasi semua informasi yang disediakan untuk mengelaborasi konsep maupun fakta materi pelajaran yang diajarkan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan menyediakan LKS terstruktur ini siswa mampu berinteraksi dengan siswa lainnya serta mereka dapat mempresentasikan hasil diskusi yang dilakukan dengan terarah. Informasi tidak sepenuhnya dikuasai oleh guru, dimana siswa sudah mampu membuat simpulan dengan baik, guru diharapkan mampu untuk memberikan konfirmasi dari hasil diskusi serta hasil dari penyelesaian LKS terstruktur tersebut. Berdasarkan hasil observasi awal kelas X3 SMA Negeri 1 Sukasada, maka ada beberapa hal yang diidentifikasi sebagai faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa yaitu sebagai berikut. Pertama, guru dalam menggunakan metode diskusi masih belum efektif, karena siswa dibiarkan berdiskusi sebatas pada pertanyaan yang diajukan oleh guru. Informasi masih bersifat satu arah, yaitu dari guru kepada siswa, mereka berdiskusi tidak diarahkan dengan baik karena kurangnya media untuk menunjang kegiatan diskusi. Jarang terjadi interaksi antara siswa kepada guru, apalagi dari siswa kepada siswa lainnya. Kedua, partisipasi aktif siswa dalam proses belajar mengajar masih kurang, karena siswa jarang mengajukan pertanyaan, jarang mengemukakan pendapat, jarang berinteraksi dengan guru, dan siswa jarang berinteraksi dengan siswa lainnya. Hal ini salah satunya diakibatkan oleh kurangnya bahan yang digunakan dalam berdiskusi. Ketiga, guru tidak menuntut siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya. Guru hanya menuntut siswa
untuk mengerjakan tugas yang diberikan kepada siswa dan jarang menuntut siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya. Sehingga, sulit diketahui sampai sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Keempat, kurangnya bahan ajar yang digunakan dalam menunjang kegiatan pembelajaran. Bahan ajar yang mampu menuntun siswa untuk mengeksplorasi informasi yang disediakan sehingga mampu mengelaborasi guna mendapatkan konsep dalam materi pembelajaran. Bahan ajar yang berpola secara terstruktur dalam sebuah LKS menggiring siswa untuk melakukan diskusi dengan teman kelompoknya. Berdasarkan uraian permasalahan yang terungkap tersebut, terlihat bahwa yang sangat besar peranannya dalam menimbulkan berbagai permasalahan di kelas tersebut adalah penerapan metode pembelajaran yang kurang tepat dalam kelas tersebut. oleh karena itu perlu adanya upaya penyempurnaan proses pembelajaran, baik itu menyangkut penerapan model pembelajaran baru yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi kelas tersebut maupun mengubah paradigma pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru (teacher center oriented) dimana menempatkan guru sebagai pusat dari segala informasi menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center oriented) dimana guru diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam proses belajar mengajar. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti mencoba salah satu alternatif pemecahan dari permasalahan tersebut dengan menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) berbantuan LKS terstruktur. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarakan kecakapan akademik, sekaligus keterampilan sosial (Riyanto, 2010: 267). Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa, dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang
cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersamasama siswa yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2012). Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik seperti unggul dalam membantu siswa memahami konsepkonsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugastugas akademik. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajar kooperatif sederhana (Ibrahim dalam Astawan, 2010: 41). Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, siswa harus bertanggung jawab atas segala sesuatu dalam kelomponya, dan siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Dalam pembelajaran ini siswa dibagi menjadi dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang secara heterogen. Menurut Nur dalam (Astawan, 2010) pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu (1) persiapan, (2) tahap pembelajaran, (3) kerja tim, (4) evaluasi/kuis, (5) skor perbaikan individu, (6) penghargaan tim. Salah satu bentuk bahan ajar yang bisa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran adalah Petunjuk kerja yang berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah suatu lembaran kerja yang berisi materi dan soal-soal latihan, tugas atau kegiatan siswa yang disusun secara sistematis yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat
bantu dalam proses pembelajaran (Risa Dewi, 2010: 16). Menurut Trianto (2008: 148) LKS adalah panduan yang digunakan oleh siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan atas suatu masalah. LKS dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. Dalam LKS terstruktur berisikan tentang informasi konsep atau fakta yang mampu menuntun siswa untuk melakukan proses eksplorasi dan elaborasi baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian dalam LKS terstruktur guru akan lebih mudah dalam mengelola kelas dan informasi yang didapat tidak lagi sepenuhnya dari guru melainkan dalam proses konfirmasi siswa mampu menjadi pusat informasi dari hasil elaborasi yang dilakukan. LKS yang baik adalah LKS yang mampu menjadikan pebelajar mempunyai keinginan untuk beraktivitas sesuai dengan instruksi. Pada dasarnya LKS sangat tepat digunakan untuk tujuan menjadikan pebelajar lambat laun bekerja secara mandiri. Disamping itu, dengan LKS siswa akan mampu mengingat suatu konsep lebih lama bahkan permanen, karena konsep tersebut diperoleh melalui keterlibatan mental/berpikir tinggi. Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang standar proses, disebutkan bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada sa¬tuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajar¬an, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pem¬belajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam proses
perencanaan pembelajaran, guru harus mempersiapkan segala perangkat yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan. Dalam proses kegiatan belajar mengajar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi bagian yang tidak terpisahkan, dimana dalam RPP utamanya dalam kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD). Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenang-kan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi LKS menjadi salah satu alternatif bahan ajar yang paling mudah dilakukan dan tepat sasaran, sehingga dalam LKS terstruktur berisikan tentang informasi konsep atau fakta yang mampu menuntun siswa untuk melakukan proses eksplorasi dan elaborasi baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian dalam LKS terstruktur guru akan lebih mudah dalam mengelola kelas dan informasi yang didapat tidak lagi sepenuhnya dari guru melainkan dalam proses konfirmasi siswa mampu menjadi pusat informasi dari hasil elaborasi yang dilakukan. Aktivitas belajar diartikan sebagai segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar yang baik tidak hanya menyangkut aktivitas fisik saja, namun juga melibatkan aktivitas mental. Montessori dalam (Sardiman, 2011: 96) menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang dan membentuk dirinya sendiri. Pernyataan ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidikan memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didiknya. Dalam hal kegiatan belajar, segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri,
penyelidikan sendiri dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Jadi aktivitas belajar adalah Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin terjadi. Untuk meningkatkan aktivitas belajar, guru harus berusaha menyalurkan berbagai saran, pendapat, gagasan, serta ketrampilan dan potensi yang dimiliki siswa menjadi kegiatankegiatan yang berguna. Dengan demikian proses pembelajaran akan berlangsung secara dinamis dan tidak membosankan. Subjek didik/siswa harus aktif berbuat dalam kegiatan belajar. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik (Sardiman, 2011: 97). Menurut pandangan ilmu jiwa modern manusia itu sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri, oleh karena itu secara alami anak didik itu juga bisa menjadi aktif karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang, oleh sebab itu tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya dalam hal ini anaklah yang beraktivitas, berbuat, dan harus aktif sendiri. Hasil belajar terdiri dari dua suku kata yaitu kata hasil dan belajar. Hasil memiliki pengertian suatu yang dibuat, sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman. Hasil belajar adalah suatu perubahan yang dibuat oleh seseorang yang belajar. Sedangkan Sardiman (dalam Novi Lestari, 2012: 24) menyatakan bahwa hasil belajar adalah “perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang merupakan satu kesatuan sebagai hasil dari belajar”. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil atau ketercapaian setiap kompotensi dasar, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor, yang diperoleh siswa dari kegiatan pembelajaran yang
mengakibatkan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman. Siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila terjadi perubahan-perubahan dalam diri siswa, baik yang menyangkut perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dimana dalam proses pembelajaran ini melibatkan interaksi antar individu dan juga dengan lingkungan. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), dan bidang psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berprilaku). Ketiga bidang tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. METODE Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam tindakannya akan diimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS terstruktur diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada Ekonomi kelas X SMA Negeri 1 Sukasada yang selama ini dirasa belum optimal. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Sukasada tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak 3 siklus dengan pertemuan setiap siklus yaitu 2 kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi tindakan. HASIL Hasil penelitian siklus I pada aktivitas belajar yaitu pada pertemuan pertama dan kedua jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori sangat aktif belum tampak. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori aktif sebanyak 5 orang, mengalami peningkatan sebanyak 3 orang menjadi 8 orang pada pertemuan kedua. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada
pada kategori cukup aktif sebanyak 7 orang dan tidak mengalami perubahan pada pertemuan kedua. Dan untuk siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori kurang aktif sebanyak 11 orang, mengalami penurunan sebanyak 3 orang menjadi 8 orang pada pertemuan kedua. Keaktifan belajar siswa pada siklus pertama juga dapat dilihat rata-rata penilaian keaktifan belajar selama dua kali pertemuan yaitu pada pertemuan pertama sebesar 14.04, dan pada pertemuan kedua mengalami peningkatan sebesar 1.18 menjadi 15.22. Sehingga rata-rata aktivitas siswa pada siklus pertama sebesar 14.63 dengan kategori cukup aktif. Tabel 1.1 Data Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I Sebaran Aktivitas Belajar Siswa Pertemuan Kategori Pertemuan I II F % F % Sangat 0 0,00 0 0,00 Kurang Aktif Kurang Aktif 11 47,83 8 34,78 Cukup Aktif 7 30,43 7 30,43 Aktif 5 21,74 8 34,78 Sangat Aktif 0 0,00 0 0,00 Jumlah 23 100,00 23 100,00 Data hasil belajar didapatkan bahwa nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus pertama sebesar 71,74 yang berada pada kategori cukup baik, yaitu pada rentang nilai 53 sampai dengan 72. Hasil yang diperoleh dengan kategori kurang baik diperoleh oleh 2 orang atau sebesar 8,70 %, kategori cukup baik sebanyak 7 orang atau sebesar 30,43 %, kategori baik sebanyak 13 orang atau sebesar 56,52 %, dan kategori sangat baik sebanyak 1 orang atau sebesar 4,35 %. Berdasarkan standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu apabila siswa memperoleh nilai minimal 73. Siswa yang memperoleh nilai 73 ke atas sebanyak 14 orang atau sebesar 60,87 %, dan yang belum tuntas sebesar 9 orang atau sebanayak 39,13 %.
Tabel 1.2 Data Hasil Belajar Siswa Siklus I Persentase Rentangan Kategori F (%) 0 – 52 Kurang Baik 2 8,70 53 – 72 Cukup Baik 7 30,43 72 – 92 Baik 13 56,52 93 – 100 Sangat Baik 1 4,35 23 100,00 Jumlah Hasil penelitian siklus II pada aktivitas belajar yaitu pada pertemuan pertama jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori sangat aktif sebanyak 1 orang, mengalami peningkatan sebanyak 1 orang menjadi 2 orang pada pertemuan kedua. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori aktif sebanyak 9 orang, mengalami peningkatan sebanyak 3 orang menjadi 12 orang pada pertemuan kedua. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori cukup aktif sebanyak 10 orang, mengalami penurunan sebanyak 4 orang menjadi 6 orang pada pertemuan kedua. Dan untuk siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori kurang aktif sebanyak 3 orang, tidak mengalami perubahan pada pertemuan kedua. Keaktifan belajar siswa pada siklus pertama juga dapat dilihat rata-rata penilaian keaktifan belajar selama dua kali pertemuan yaitu pada pertemuan pertama sebesar 16.13, dan pada pertemuan kedua mengalami peningkatan sebesar 1.13 menjadi 17.26. Sehingga rata-rata aktivitas siswa pada siklus pertama sebesar 16.70 dengan kategori aktif. Tabel 1.3 Data Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I Sebaran Aktivitas Belajar Siswa Kategori Pertemuan I Pertemuan II F % F % Sangat Kurang 0 0,00 0 0,00 Aktif Kurang Aktif 3 13,04 3 13,04 Cukup Aktif 10 43,48 6 26,09 Aktif 9 39,13 12 52,17 Sangat Aktif 1 4,35 2 8,70 Jumlah 23 100,00 23 100,00
Data hasil belajar didapatkan bahwa nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus kedua sebesar 76,65 yang berada pada kategori baik, yaitu pada rentang nilai 73 sampai dengan 92. Hasil yang diperoleh dengan kategori cukup baik sebanyak 5 orang atau sebesar 21,74 %, kategori baik sebanyak 15 orang atau sebesar 65,22 %, dan kategori sangat baik sebanyak 3 orang atau sebesar 13,04 %. Berdasarkan standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu apabila siswa memperoleh nilai minimal 73. Siswa yang memperoleh nilai 73 ke atas sebanyak 18 orang atau sebesar 78,26 %, dan yang belum tuntas sebesar 5 orang atau sebanayak 21,74 %. Tabel 1.4 Data Hasil Belajar Siswa Siklus II Persentase Rentangan Kategori F (%) 0 – 52 Kurang Baik 0 0,00 53 – 72 Cukup Baik 5 21,74 72 – 92 Baik 15 65,22 93 – 100 Sangat Baik 3 13,04 23 100,00 Jumlah Hasil penelitian siklus III pada aktivitas belajar yaitu pada pertemuan pertama jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori sangat aktif sebanyak 5 orang, mengalami peningkatan sebanyak 1 orang menjadi 6 orang. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori aktif sebanyak 14 orang, mengalami peningkatan sebanyak 2 orang menjadi 16 orang pada pertemuan kedua. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori cukup aktif sebanyak 3 orang, mengalami penurunan sebanyak 2 orang menjadi 1 orang pada pertemuan kedua. Dan untuk siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori kurang aktif sebanyak 1 orang, mengalami perubahan pada pertemuan kedua menjadi 0 orang. Keaktifan belajar siswa pada siklus pertama juga dapat dilihat rata-rata penilaian keaktifan belajar selama dua kali pertemuan yaitu pada pertemuan pertama sebesar 18.04, dan pada pertemuan kedua mengalami peningkatan sebesar 0.70
menjadi 18.74. Sehingga rata-rata aktivitas siswa pada siklus pertama sebesar 18.39 dengan kategori aktif. Tabel 1.5 Data Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus III Sebaran Aktivitas Belajar Siswa Kategori Pertemuan I Pertemuan II F % F % Sangat 0 0,00 0 0,00 Kurang Aktif Kurang Aktif 1 4,35 0 0,00 Cukup Aktif 3 13,04 1 4,35 Aktif 14 60,87 16 69,57 Sangat Aktif 5 21,74 6 26,09 Jumlah 23 100,00 23 100,00 Data hasil belajar didapatkan bahwa nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus kedua sebesar 79,57 yang berada pada kategori baik, yaitu pada rentang nilai 73 sampai dengan 92. Hasil yang diperoleh dengan kategori kategori sangat baik sebanyak 4 orang atau sebesar 17,39 %, dan kategori baik sebanyak 19 orang atau sebesar 82,61 %. Berdasarkan standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu apabila siswa memperoleh nilai minimal 73. Siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 23 orang atau sebesar 100 %. Tabel 1.4 Data hasil Belajar Siswa Siklus III Persentase Rentangan Kategori F (%) 0 - 52 Kurang Baik 0 0,00 53 - 72 Cukup Baik 0 0,00 73 - 92 Baik 19 82,61 93 - 100 Sangat Baik 4 17,39 23 Jumlah 100,00
PEMBAHASAN Dilihat dari data yang diperoleh dari siklus pertama sampai ketiga menunjukkan adanya peningkatan keaktifan siswa. Pada siklus pertama rata-rata 14,63 berada pada kategori cukup aktif, pada siklus kedua ratarata keaktifan siswa mengalami peningkatan menjadi 16,70 berada pada
kategori aktif, siklus ketiga mengalami peningkatan menjadi 18,39 berada dalam kategori aktif. Nilai rata-rata keaktifan belajar siswa kelas X3 mengalami peningkatan dari siklus pertama sampai siklus ketiga, yaitu 14,63 sampai 18,39. Berdasarkan penelitian pada siklus pertama menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang keaktifan belajarnya berada pada kategori kurang aktif yaitu 11 orang pada pertemuan pertama, dan 8 orang pada pertemuan kedua. Pada siklus kedua sampai ketiga terus mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya tergolong kurang aktif pada siklus pertama sudah dapat diminimalkan pada siklus kedua yaitu pertemuan pertama sebanyak 3 orang dan tidak mengalami perubahan pada pertemuan kedua. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya tergolong kurang aktif pada siklus ketiga sudah diminimalkan menjadi 1 orang pada pertemuan pertama dan tidak terdapat siswa yang kurang aktif pada pertemuan kedua. Jumlah siswa yang keaktifan belajarnya tergolong sangat aktif pada siklus pertama belum tercapai dan pada siklus kedua terdapat peningkatan dari 1 orang pada pertemuan pertama, meningkat menjadi 2 orang pada pertemuan kedua, 5 orang pada pertemuan pertama siklus ketiga, meningkat menjadi 6 orang pada pertemuan kedua. Pada siklus ini, rata-rata keaktifan belajar siswa berada pada kategori aktif, dan keaktifan belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II ke siklus III. Jadi, diperoleh kesimpulan bahwa implementasi model pembelajaran STAD berbantuan LKS terstruktur dalam pembelajaran ekonomi sudah dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Sukasada. Hasil belajar yang diperoleh juga mengalami peningkatan. Pada siklus pertama rata-rata kelas sebesar 71,74 dengan kategori cukup baik. Dilihat dari standar ketuntasan yang ditetapkan yaitu 73, maka siswa yang tuntas dalam pembelajaran Ekonomi sebanyak 14 orang atau ketuntasan belajar 60,78%, sedangkan siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran Ekonomi sebanyak 9 orang
atau ketuntasan sebesar 39,13%. Dengan melihat ketuntasan belajar siswa sebesar 60,87%, maka ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan dapat dikatakan sudah mencapai target, meskipun masih 9 orang yang belum mencapai ketuntasan belajar. Meninjau hasil refleksi siklus pertama, terlihat adanya berbagai kelemahan yang perlu diperbaiki dalam proses pembelajaran dan diupayakan penanggulangannya. Berdasarkan implementasi rancangan siklus kedua yang merupakan perbaikan dari siklus pertama ternyata cukup berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dan memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan siklus pertama. Ini dapat dilihat dari hasil belajar pada siklus kedua menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas siswa mengalami peningkatan menjadi 75,65 dengan kategori baik. Jumlah siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran ini berkurang dari 9 orang menjadi 5 orang atau 21,74%, sedangkan jumlah siswa yang tuntas dalam pembelajaran Ekonomi meningkat dari 14 orang menjadi 18 orang atau ketuntasan belajarnya 78,26%. Meninjau hasil refeksi siklus kedua, meskipun sudah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap hasil belajar siswa yang ditujukkan dengan jumlah rata-rata kelas yang jauh lebih tinggi dari yang dicapai pada siklus pertama namun masih terdapat adanya kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran pada siklus kedua. Berdasarkan implementasi rancangan pada siklus ketiga yang merupakan perbaikan dari siklus kedua cukup berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dan memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan pada siklus kedua. Ini dapat dilihat dari hasil belajar pada siklus ketiga menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas siswa mengalami peningkatan menjadi 79,57 dengan kategori baik. Jumlah siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran ini berkurang dari 5 orang menjadi 0 orang atau sebesar 0 %, ini artinya dalam siklus ketiga ketuntasan belajar siswa mencapai 100%. Jadi, diperoleh kesimpulan bahwa implementasi model pembelajaran STAD berbantuan LKS terstruktur dalam pembelajaran ekonomi sudah dapat
meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Sukasada. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Implementasi model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) berbantuan LKS terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Sukasada Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal ini ditujukan oleh hasil penelitian terhadap keaktifan siswa dengan pedoman observasi pada siklus pertama 14,63 yang berada pada kategori cukup aktif menjadi 16,70 yang berada pada kategori aktif pada siklus kedua, meningkat menjadi 18,39 yang berada pada kategori aktif pada siklus ketiga. Implementasi model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) berbantuan LKS terstruktur dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Sukasada Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian pada siklus pertama sebesar 71,74, dengan jumlah siswa yang memiliki kategori tuntas sebanyak 14 orang (60,78%), siswa yang belum tuntas sebanyak 9 orang (39,13%). Pada siklus kedua meningkat menjadi 75,65, dengan jumlah siswa yang memiliki kategiri tuntas sebanyak 18 orang (78,26%), siswa yang belum tuntas 5 orang (21,74%). Dan pada siklus ketiga mengalami peningkatan menjadi 79,57, dengan jumlah siswa yang memiliki kategori tuntas sebanyak 23 orang (100%). Saran peneliti disarankan kepada guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) berbantuan LKS terstruktur karena dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Ekonomi. Kepada calon peneliti lain, disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai LKS terstruktur dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna untuk menunjang penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Ambarita, Christop. 2013. Quantum Lerning. Artikel Pembelajaran pada Dunia Pendidikan. Tersedia pada http://christopambarita1983.blogsp ot.com/2013/02/quantumlearning.html (diakses tanggal 20 Maret 2013) Astawan. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Singaraja. Badan Standar Nasional Pendidikan 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: BNSP. Novi, Lestari. 2012. Pengaruh Minat Belajar dan Aktivitas Belajar terhadap Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X Akuntansi di SMK Negeri 1 Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha. Risa, Dewi Ketut. 2010. Pengaruh Minat Belajar dan Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Terhadap Haisl Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VII B4 SMP Negeri 1 Singaraja tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher. Trianto.
2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Wulandari, Sumarni Ni Made. 2012. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas X6 SMA Negeri 3 Singaraja Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha.