Metropilar Volume 11 Nomor 2 April 2013
PENGGUNAAN PASIR KUARSA GUNUNG BATU KECAMATAN BAULA KABUPATEN KOLAKA SEBAGAI AGREGAT HALUS TERHADAP CAMPURAN HOT ROLLED SHEET – WEARING COURSE (HRS-WC) Nasrul Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil – Universitas Haluoleo ABSTRACT Utilization of quartz sand as fine aggregate concrete mix asphalt pavements has not been utilized optimally in Southeast Sulawesi regency Kolaka district. The potential of quartz sand is large enough for quartz sand is often supplied to areas outside of Kolaka district Starting from this issue, there should be research on the use of quartz sand as fine aggregate on the HRS-WC published by Indonesian National Standard Revision in 2005 The purpose of this study was to determine the characteristics of Marshall HRS-WC uses Quartz sand as fine aggregates. From the Marshall test results for the HRS-WC obtained optimum asphalt content of 7.45% with parameter VMA 19,03% (≥ 18%), VIM 4,63% (3 - 6), VFA 76,10% (≥ 65%), Stability 1280,18 kg (≥ 800), flow 3,73 mm % (≥ 3), MQ 343,81 kg/mm (≥ 250). The result showed that HRS-WC with quartz sand as fine aggregate eligible are fulfill the terms of syarat VMA (voids in mineral aggregate), VFA (voids filled with asphalt), VIM (voids in the mix), stabilitas, dan Marshall Quotient (MQ) dan Index of Retained Strength (IRS) published by Indonesian National Standard Revision in 2005 Key word : HRS-WC, Quartz Sand, Fine Aggregate ABSTRAK Pemanfaatan pasir kuarsa sebagai agregat halus campuran perkerasan aspal beton belum termanfaatkan secara optimal di Sulawesi Tenggara khususnya daerah Kabupaten kolaka. Potensi dari pasir kuarsa tersebut cukup besar karena pasir kuarsa tersebut sering dipasok ke daerah-daerah di luar dari Kabupaten Kolaka Berawal dari masalah ini, perlu diadakan penelitian tentang penggunaan pasir kuarsa sebagai agregat halus terhadap campuran HRS-WC dengan mengacu pada Revisi Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tahun 2005. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik Marshall campuran HRS-WC mempergunakan Pasir Kuarsa sebagai Agregat halus. Dari hasil pengujian Marshall untuk campuran HRS-WC diperoleh Kadar Aspal Optimum 7,45% dengan parameter VMA 19,03% (≥ 18%), VIM 4,63% (3 - 6), VFA 76,10% (≥ 65%), Stabilitas 1280,18 kg (≥ 800), flow 3,73 mm % (≥ 3), MQ 343,81 kg/mm (≥ 250). Hasil penelitian menunjukan bahwa campuran HRS-WC dengan Pasir Kuarsa sebagai agregat halus memenuhi syarat VMA (voids in mineral aggregate), VFA (voids filled with asphalt), VIM (voids in the mix), stabilitas, dan Marshall Quotient (MQ) dan Index of Retained Strength (IRS) yang ditentukan oleh Revisi Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tahun 2005. Kata Kunci : HRS-WC, Pasir Kuarsa, agregat halus
PENDAHULUAN Proyek-proyek pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan di Indonesia pada umumnya menggunakan lapisan permukaan konvensional berupa lapis tipis aspal beton (Lataston) atau Hot Rolled Sheet (HRS) dan lapis aspal beton (Laston) atau Asphalt Concrete (AC). Tetapi kinerja dari lapisan permukaan ini tidak terlalu memuaskan dan kerusakan dini sering terjadi. Kerusakan tersebut terlihat berupa terjadinya gelombang (corrugation) dan retak-retak (cracks).
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo
Hot Rolled Sheet (HRS) adalah salah satu campuran yang cocok digunakan di daerah tropis seperti Indonesia karena mempunyai kelenturan yang tinggi dan tahan terhadap kelelehan plastik (Rantetoding, 1984). Karakteristik utama HRS adalah mempunyai gradasi senjang. Yang terpenting pada HRS adalah campuran aspal, agregat halus dan filler, dimana didalamnya ditempatkan beberapa agregat kasar. Pemanfaatan pasir kuarsa sebagai agregat halus campuran perkerasan aspal beton belum
138
Metropilar Volume 11 Nomor 2 April 2013 termanfaatkan secara optimal di Sulawesi Tenggara khususnya daerah Kabupaten kolaka. Salah satu daerah penghasil Pasir Kuarsa yakni di Gunung Batu yang terletak di Kecamatan Baula, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Potensi dari pasir kuarsa tersebut cukup besar karena pasir kuarsa tersebut sering dipasok ke daerah-daerah di luar dari Kabupaten Kolaka. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan suatu permasalahan yaitu bagaimana pengaruh “ Penggunaan Pasir Kuarsa Gunung Batu Kecamatan baula Kabupaten Kolaka Sebagai Fine Aggregate (Agregat Halus) Terhadap Campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-WC)” . Tujuan dari Penelitian ini yatu : 1. Mengetahui karakteristik Agregat Terhadap Campuran HRS-WC 2. Mengetahui karakteristik Marshall campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-WC) mempergunakan Agregat Halus Pasir Kuarsa meliputi : kepadatan (density), VMA (voids in mineral aggregate), VFA (voids filled with asphalt), VIM (voids in the mix), stabilitas (stability), kelelehan (flow) Marshall Quotient (MQ) dan Index of Retained Strength (IRS) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa Gunung Batu Kecamatan Baula Kabupaten Kolaka Sebagai Agregat Halus Terhadap Campuran HRS-WC dengan karakteristik Marshall.
LANDASAN TEORI A. Umum Perkerasan jalan dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan lentur adalah suatu perkerasan jalan yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapisan permukaan, lapis pondasi dan pondasi bawah. Lapisan permukaan dibangun di atas lapisan pondasi dan pondasi bawah yang terletak pada tanah dasar yang telah dipadatkan. Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan jalan yang terbuat dari semen portland berupa pelat beton dan diantara pelat beton dan tanah dasar boleh dipasang atau tidak dipasang lapis pondasi (Yoder, Witczak 1975). B. Hot Rolled Sheet (HRS Hot Rolled Sheet (HRS) atau Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah salah satu campuran yang cocok digunakan di daerah tropis seperti Indonesia karena mempunyai kelenturan yang tinggi dan tahan terhadap kelelehan plastik (Rantetoding, 1984). Dua jenis Lataston (HRS) disediakan : Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) dan Lataston Lapis Permukaan (HRS-WC). Ukuran nominal maksimum agregat keduanya adalah 12.5 mm. Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) mempunyai gradasi yang lebih kasar dari Lataston Lapis Permukaan (HRS-WC). Ada dua jenis gradasi, gradasi yang benar-benar senjang dan gradasi semi senjang. Gradasi yang benar benar senjang akan digunakan bilamana terdapat pasir halus yang memenuhi syarat. Campuran ini diperuntukkan untuk lalu lintas yang kurang dari 0.5 juta ESA (10 tahun).
Tabel 1 Ketentuan Sifat-sifat campuran Lataston Sifat-Sifat Campuran Kadar aspal efektif (%) Penyerapan Aspal (%) Jumlah Tumbukan per bidang Rongga Dalam Campuran (VIM) (%)
Min Maks Min Maks Min Min Min Min Min Min
LATASTON Lapis Aus (WC) Lapis Pondasi (BC) Semi Semi Senjang Senjang Senjang Senjang 5,9 5,9 5,5 5,5 1,7 75 3,0 6,0 18 17 68 800 3 250 80
Rongga dalam Agregat (VMA) % Rongga Terisi Aspal (VFA) % Stabilitas Marshall (Kg) Kelelehan (mm) Marshall Quontient (kg/mm) Stabilitas Marshall sisa setelah perendaman selama 24 jam, 60oC Sumber : Revisi Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tahun 2005
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo
139
Metropilar Volume 11 Nomor 2 April 2013 C.
Pasir Kuarsa Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Pasir kuarsa memerlukan perhatian khusus karena mempunyai sifat pelekat yang kurang baik terhadap aspal (striping)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian ini untuk menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO). Kadar Aspal Optimum diperoleh dari tengah-tengah rentang karakteristik Marshall yaitu : VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, MQ yang memenuhi syarat campuran HRS-WC. Persyaratan yang digunakan sesuai dengan Spesifikasi Revisi Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tahun 2005.
Tabel 2 Hasil Pengujian Marshall No.
Karakteristik
Syarat
1
VMA (%)
2
Kadar Aspal (%) 7 7,5 19.49 19,26
6
6,5
≥ 18
18,41
18,84
VIM (%)
3–6
6,98
6,32
5,66
3
VFA (%)
≥ 65
62,08
66,46
4
Stabilitas (kg)
≥ 800
1123,0
5
Flow (mm)
≥3 ≥ 250
6 MQ (kg/mm) Sumber : Hasil Analisa
8 18.84
8,5 19.21
4.75
2.80
2.05
70,64
75.61
85.14
89.33
1162,0
1367,9
1260.2
1164.9
1054.6
2,65
3,05
3,55
3.70
3.90
4.15
423,97
381,96
385,42
340.82
298.83
254.38
Grafik Hubungan Antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, flow, MQ dengan kadar aspal pada campuran HRSWC dapat dilihat pada gambar berikut.
(a) (b) Gambar 1. Grafik Hubungan VMA dengan Kadar Aspal (a) Grafik Hubungan VIM dengan Kadar Aspal
(a) (b) Gambar 2 Grafik Hubungan antara VFA dengan Kadar Aspal (a) Grafik Hubungan antara Stabilitas dengan Kadar Aspal
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo
140
Metropilar Volume 11 Nomor 2 April 2013
(a)
(b)
Gambar 3 Grafik Hubungan antara flow dengan Kadar Aspal (a) Grafik Hubungan antara MQ dengan Kadar Aspal Dari grafik hubungan antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, flow, MQ dibuat tabel penentuan Kadar Aspal Optimum. Kadar Aspal Optimum dapat dilihat pada Tabel berikut Tabel 3 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran HRS-WC
6,8
7,45
8,1
Dari grafik hubungan antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, flow, MQ diperoleh Kadar Aspal Optimum campuran HRS-WC 7,45 %. Parameter Kadar Aspal Optimum Secara lengkap dapat dilihat pada tebel berikut Tabel 4. Parameter Kadar Aspal Optimum No. 1 2 3 4 5 6
Karakteristik VMA (%) VIM (%) VFA (%) Stabilitas (kg) Flow (mm) MQ (kg/mm)
Syarat
KAO (x)
≥ 18
≥ 800 ≥3 ≥ 250
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo
Hasil(y)
Ket
2
19,30
memenuhi
2
4,63
memenuhi
2
76,10
memenuhi
2
y = -0.326x + 4.973x + 0.341
3–6 ≥ 65
Pers garis dari grafik
y = -0.399x + 3.723x - 0.962 7,45 %
y = 1.461x - 9.918x + 68.9 y = -139.4x + 1996x - 5853
1280,15
memenuhi
2
3,73
memenuhi
2
343,81
memenuhi
y = -0.139x + 2.602x - 7.945 y = -13.85x + 135.6x + 102.3
141
Metropilar Volume 11 Nomor 2 April 2013 Nilai dari parameter Marshall Kadar Aspal Optimum diperoleh dari persamaan garis pada grafik parameter Marshall dengan KAO sebagai variabel “x” dan nilai dari parameter Marshall sebagai variabel “y” dari persamaan garis pada grafik Tabel 5. Pengujian Durabilitas Standar NO 1 2
Lama Perendaman ; 60oc;jam 0,5
Syarat
IRS (%)
Ket.
-
-
-
24
≥ 85 %
89.69
Memenuhi
Ini menunjukkan bahwa pengujian Durabilitas Standar campuran HRS-WC telah memenuhi spesifikasi dari Revisi Standar Nasional Indonesia (RSNI) tahun 2005. A. Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa Terhadap VMA VMA adalah persentase rongga Yang terisi aspal. Apabila VFA besar, maka banyak rongga dlm campuran yang terisi aspal sehingga kekedapan campuran terhadap rongga udara dan air semakin tinggi. Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa semua campuran HRS-WC berbagai kadar aspal memenuhi syarat (≥ 65). Nilai VMA semakin besar seiring bertambahnya kadar aspal berkurangnya komposisi pasir kuarsa terhadap campuran secara bertahap turun. Nilai VMA terendah pada kadar aspal 6 % (18,41 %) dan Nilai VMA tertinggi pada kadar Aspal 7,5 % (19,49%). Hal ini menunjukkan bahwa Nilai VMA semakin bertambah seiring berkurangnya komposisi Pasir Kuarsa terhadap campuran danbertambahnya kadar aspal dalam campuran. B. Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa Terhadap VIM VIM adalah rongga Yang terdapat dalam campuran beraspal setelah dipadatkan. Semakin kecil nilai VIM, maka campuran akan bersifat lebih kedap air, namun nilai VIM yang terlalu kecil dapat menyebabkan keluarnya aspal ke permukaan. Dari Gambar 2 dapat diketahui campuran HRS-WC yang memenuhi syarat (3-6) yaitu pada kadar aspal 7 % (5,66) dan 7,5 % (4,75 %) . Nilai VIM cenderung semakin rendah seiring bertambahnya kadar aspal dan berkurangnya komposisi pasir kuarsa terhadap campuran secara bertahap. Nilai VIM terendah pada campuran dengan kadar aspal 7 % (5,66 %) dan Nilai VIM tertinggi campuran dengan kadar Aspal 7,5 % (4,75%). Hal ini menunjukkan bahwa Nilai VMA
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo
semakin berkurang seiring berkurangnya komposisi Pasir Kuarsa dalam campuran dan bertambahnya kadar aspal dalam campuran. C. Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa Aspal Terhadap VFA VFA adalah rongga Yang terdapat diantara partikel agregat suatu campuran beraspal setelah dipadatkan. Nilai minimum dari rongga diantara aggregat untuk menghindari banyaknya rongga udara yang menyebabkan material menjadi berpori. Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa semua campuran HRS-WC berbagai kadar aspal memenuhi syarat (≥ 68) kecuali campuran dengan kadar aspal 6% dan 6,5%. Nilai VFA semakin besar seiring bertambahnya kadar aspal berkurangnya komposisi pasir kuarsa terhadap campuran secara bertahap. Nilai VMA terendah pada kadar aspal 7 % (70,64 %) dan Nilai VMA tertinggi pada kadar Aspal 8,5 % (89,93%). Hal ini menunjukkan bahwa Nilai VMA semakin bertambah seiring bertambahnya kadar aspal dalam campuran dan berkurangnya komposisi Pasir Kuarsa terhadap campuran. D. Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa Aspal Terhadap Stabilitas Nilai stabilitas menunjukkan besarnya kemampuan suatu perkerasan untuk menahan deformasi yang diakibatkan beban lalu lintas. Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa semua campuran HRS-WC berbagai kadar aspal memenuhi syarat (≥ 800). Nilai Stabilitas semakin besar seiring bertambahnya kadar aspal berkurangnya komposisi pasir kuarsa terhadap campuran secara bertahap turun. Nilai stabilitas terendah pada campurann dengan kadar aspal 8,5 % (1054,55 kg) dan Nilai Stabilitas tertinggi pada campuran dengan kadar Aspal 7 % (1367,93 kg). Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya komposisi pasir kuarsa dalam campuran, maka nilai stabilitas semakin kecil. Semakin berkurangnya pasir kuarsa dalam campuran dan bertambahnya kadar aspal, maka nilai stabilitas juga semakin rendah. E. Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa Aspal Terhadap flow Flow adalah besarnya deformasi yang terjadi pada perkerasan akibat beban lalu lintas. Suatu campuran dengan nilai flow tinggi akan cenderung lembek. Sebaliknya jika flow rendah, maka campuran menjadi kaku dan mudah retak apabila menerima beban . Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa semua campuran HRS-WC berbagai kadar aspal
142
Metropilar Volume 11 Nomor 2 April 2013 memenuhi syarat (≥ 3 mm) kecuali campuran dengan kadar aspal 6% (2,65 mm). Nilai flow semakin besar seiring bertambahnya kadar aspal berkurangnya komposisi pasir kuarsa terhadap campuran. Nilai flow terendah pada campuran dengan kadar aspal 6,5 % (3,05 mm dan Nilai flow tertinggi pada kadar Aspal 8,5 % (4,15). Hal ini menunjukkan bahwa Nilai flow semakin bertambah seiring bertambahnya kadar aspal dalam campuran dan berkurangnya komposisi Pasir Kuarsa terhadap campuran. F. Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa Aspal Terhadap MQ MQ adalah rasio stabilitas terhadap flow yang digunakan sebagai indikator kekakuan dalam campuran. Dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa semua campuran HRS-WC berbagai kadar aspal memenuhi syarat (≥ 200 kg/mm). Nilai MQ semakin besar seiring bertambahnya nilai stabilitas berkurangnya nilai flow terhadap campuran secara bertahap turun. Nilai MQ terendah pada kadar aspal 6 % (424,97 kg/mm) dan Nilai MQ tertinggi pada kadar Aspal 8,5 % (254,38 kg/mm). Hal ini menunjukkan bahwa Nilai MQ semakin berkurang seiring bertambahnya kadar aspal dalam campuran dan berkurangnya komposisi Pasir Kuarsa terhadap campuran.
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Dari hasil penelitian pada campuran Hot Rolled Sheet – Wearing Course (HRS-WC) dengan penggunaan Pasir Kuarsa Ex. Gunung Batu sebagai Fine Aggregate, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil pengujian Marshall untuk campuran HRS-WC diperoleh Kadar Aspal Optimum 7,45% dengan parameter VMA 19,03% (≥ 18%), VIM 4,63% (3 - 6), VFA 76,10% (≥ 65%), Stabilitas 1280,18 kg (≥ 800), flow 3,73 mm % (≥ 3), MQ 343,81 kg/mm (≥ 250). 2. Dari hasil pengujian Durabilitas Standar diperoleh IRS 89,69% (≥ 85%) dengan lama perendaman 24 jam pada suhu 600C .
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo
3. Penggunaan Pasir Kuarsa Ex. Gunung Batu telah memenuhi standar spesifikasi sebagai campuran HRS-WC. B. Saran 1. Perlu diadakan Kalibrasi Alat Laboratorium untuk mengetahui nilai kalibrasi alat yang sebenarnya. 2. Dilakukan penelitian untuk mengetahui parameter-parameter lain pada campuran seperti: a. Uji Kepadatan Membal (Refusal Density) b. Uji Permeabilitas c. Uji Durabilitas Modifikasi
DAFTAR PUSTAKA Darmawan Iman, 2003, Pengaruh Penggunaan Serbuk Genteng Sebagai Filler Terhadap Kinerja Campuran HRS, Tesis, Program Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro,Semarang Departemen Pekerjaan Umum, 2005, Pedoman Pelaksanaan Lapisan Campuran Beraspal Panas, Badan Litbang Howardy, Latif B.S, Iman S, 2008, Perancangan Laboratorium campuran HRS-WC dengan menggunakan Buton Granular Asphalt (BGA) Sebagai bahan Additive Javid Hurryanto,2008, Pengaruh Dust Proportion Spent Catalist RCC (Limbah Pertamina) terhadap karakteristik marshall dan durabilitas pada campuran HRS dengan kepadatan mutlak Prabowo Agung Hari, 2003, Pengaruh Rendaman Air Laut Pasang (ROB) Terhadap Kinerja LATASTON (HRS-WC) Berdasarkan Uji Marshall dan Uji Durabilitas Modifikasi Silvia S, 1995, Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta Suparto, 2005. Kajian Laboratoriu1vi Sifat Marshall Dan Durabilitas Hot Rolled Sheet – Wearing Coarse (HRS-WC) Dengan Menggunakan Aggregat Halus Pasir Pantai Sendang Sikucing
143