Pengaruh Pemakaian Additive Wetfix-Be terhadap Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC) Febyliana Haruna1, Fakih Husnan2, Frice L. Desei3.
Abstract This research aimed to find out how big the effect of using additive wetfix-be toward mixture characteristic of HRS-WC is. Additive wetfix-be is a chemical substance which is able to increase bitumen viscosity between the bitumen and aggregate to be thicker. This is intended to prevent abrading and to increase the mixture performance of concrete bitumen in order to lengthen the road hardening age. This research was conducted by comparing mixture characteristic of bitumen concrete with additive wetfix-be and non additive wetfix-be regarding to the research method of Marshall and referring to general specification of Bina Marga 2010. The comparation was conducted by considering the condition of optimum bitumen content. To gain the optimum bitumen content, then it was fulfilled through making testing tool without using additive wetfix-be for 5 variations. The contents were 6.0%, 6.5%, 7.0%, 7.5%, and 8.0% for each variation which was made into testing tool. Then, making testing tool under condition of optimum bitumen content with and without the use 0.3% of additive wetfix-be was made to be 10 tools. All samples tested through the characteristics of Marshall were density, VIM, VMA, VFA, TFA, stability, flow and Marshall Quotient. Research output showed that the use of additive wetfix-be for 0.3% toward 6.25% optimum bitumen content produced the best HRS-WC bitumen mixture. It could be compared with non additive wetfix-be to show that stability increased to 6.94% of 1900.8 kg, flow increased to 0.98 % of 4.10 mm, Marshall Quotient tended to increase 5.91% of 454.519 kg/mm, density, VFA and TFA increased to 0.048% of 2.297 gr/cm3, 2.22% of 72.299% and 2.14% of 7.102 m whereas VIM and VMA tended to decrease to 5.99% of 5.289% and 0.22% of 18.062%. To index retained strength increased to 0.85% of 90.625%. Keywords: HRS-WC, Marshall characteristic, additive wetfix-be. PENDAHULUAN Kondisi iklim yang sering ekstrim dan semakin meningkat intensitas beban lalu lintas, akan mempengaruhi kinerja dari lapisan permukaan aspal. Selain itu, perencanaan dan pelaksanaan yang tidak sesuai juga berpengaruh, yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan dini pada permukaan jalan aspal. Kerusakan yang terjadi umumnya berupa cacat permukaan aspal, yang salah satu akibatnya dari sifat-sifat alamiah aspal dan agregat. Salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas aspal yaitu dengan menambahkan additive. Penambahan additive tersebut dapat menjadikan karakteristik aspal sebagai bahan ikat akan lebih baik, yaitu dapat meningkatkan viskositas, keplastisan, kohesi bitumen, ketahanan terhadap deformasi permanen dan ketahanan terhadap kelelehan serta menjadikan kerentanan bitumen terhadap panas menurun dan proses oksidasi bitumen menurun.
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
1
Wetfix-be merupakan bahan kimia yang dapat meningkatkan viskositas aspal, daya lekat, sehingga perekatan antara aspal dan material agregat akan semakin kuat. Hal ini dapat mencegah pelepasan butiran dan pengelupasan serta meningkatkan kinerja campuran beraspal panas (hot-mix), sehingga dapat memperpanjang umur perkerasan jalan aspal. TINJAUAN PUSTAKA 1. Beton Aspal Campuran Panas Sukirman (2003), menyatakan bahwa beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Materialmaterial pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihampar dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145oC - 155oC, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama hot mix. 2. Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC) HRS-WC merupakan lapis permukaan perkerasan lentur yang terdiri dari agregat bergradasi senjang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. Karakteristik yang penting pada lapisan ini adalah durabilitas dan fleksibilitas/kelenturan serta stabilitas yang cukup dalam menahan beban lalu lintas kendaraan yang bekerja di atasnya. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka campuran harus dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam spesifikasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan gradasi agregat gabungan pada Tabel 2. Tabel 1. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Lataston (Bina Marga, 2010) Lataston Lapis Aus
Sifat-sifat Campuran
Senjang
1
Kadar aspal efektif (%) Penyerapan Aspal (%) Jumlah tumbukan per bidang
Min Max
Rongga dalam campuran (%)(2) Rongga dalam agregat (VMA) (%)
Min Max Min
Rongga terisi aspal (%)
Min
68
Stabilitas Marshall (%) Pelelehan (mm) Marshall Quotient (kg/mm) Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman 24 jam, 60oC (3) Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) (4)
Min Min Min
800 3 250
Min
90
Min
3
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
Lapis Pondasi Semi Senjang Senjang
Semi Senjang
5,9
5,9
5,5
5,5
1,7 75 4 6 18
17
2
Tabel 2. Gradasi Agregat Gabungan HRS (Bina Marga, 2010) % Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran Lataston (HRS) Gradasi Senjang3 Gradasi Semi Senjang 2 WC Base WC Base 100 100 100 100
Ukuran Ayakan (mm) 19 12,5
90 - 100
90 - 100
87 – 100
90 - 100
9,5
75 - 85
65 - 90
55 – 88
55 - 70
4,75
-
-
-
-
2,36
50 - 723
35 - 553
50 – 62
32 - 44
1,18
-
-
-
-
0,6
35 - 60
15 - 35
20 – 45
15 - 35
0,3
-
-
15 – 35
5 - 35
0,15
-
-
-
-
2-9
6 – 10
4-8
0,075
6 - 10
3. Material Aspal Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat, yang terdiri dari hydrocarbons atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan bersifat tidak mudah menguap serta lunak secara bertahap jika dipanaskan. Aspal berwarna hitam atau kecoklatan, memiliki sifat kedap air dan adhesive (British Standard, 1989 dalam Darunifah, 2007). Ketentuan-ketentuan untuk Aspal Keras yang sesuai dengan spesifikasi Umum Bina Marga 2010 ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Ketentuan-ketentuan untuk Aspal Keras (Bina Marga, 2010) No
Jenis Pengujian
a.
Penetrasi pada 25C (dmm)
b.
Metoda Pengujian
Tipe I Aspal Pen. 60-70
SNI 06-2456-1991
60-70
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi A B C Asbuton yg Elastomer Elastomer diproses Alam (Latex) Sintetis 40-55
50-70
Min.40
Titik Lembek (C)
SNI 06-2434-1991
>48
-
-
>54
c.
Daktilitas pada 25C, (cm)
SNI-06-2432-1991
>100
> 100
> 100
> 100
d.
Titik Nyala (C) Berat Jenis
SNI-06-2433-1991 SNI-06-2441-1991
>232 >1,0
>232 >1,0
>232 >1,0
>232 >1,0
e.
Agregat Fungsi dari agregat dalam campuran beton aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90% - 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume (Sukirman, 2003). 1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
3
1. Ketentuan agregat kasar Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan saringan No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan pada Tabel 4. Tabel 4. Ketentuan Agregat Kasar (Bina Marga, 2010) Pengujian Campuran AC bergradasi kasar Abrasi dengan mesin Los Angeles
semua jenis campuran aspal ber gradasi lain
Standar
Nilai Maks 30 %
SNI 2417:2008 Maks 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min 95 % Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90 Partikel pipih ASTM D-4791 Maks 25 % Partikel lonjong ASTM D-4791 Maks 10 % Material lolos saringan no. 200 SNI 03-4142-1996 Maks 1 % Catatan : 95/90 menunjukan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agrregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
2. Ketentuan agregat halus Agregat halus bisa berasal dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan No.8 (2,36 mm) tertahan saringan No.200 (0,075 mm). Agregat halus harus memenuhi ketentuan yang diberikan pada Tabel 5. Tabel 5. Ketentuan Agregat Halus (Bina Marga, 2010) Pengujian Nilai Setara Pasir Material Lolos Ayakan No. 200 Kadar lempung Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan >10 cm)
Standar SNI 03-4428-1997
Nilai Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70% untuk AC bergradasi kasar
SNI 03-4428-1997
Maks. 8%
SNI 3423 : 2008
Maks. 1%
AASHTO TP-33 atau ASTM C1252-93
Min. 45 Min. 40
3. Ketentuan Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi untuk campuran beraspal terdiri atas debu batu kapur (limestone dust), kapur padam (hydrated lime), semen atau abu terbang yang sumbernya telah disetujui. Filler yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan harus mengandung bahan yang lolos saringan No.200 (75 m) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya. 1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
4
4. Additive Wetfix-Be Wetfix-be adalah cairan additive yang dirancang khusus untuk campuran aspal panas sehingga didapatkan stabilitas panas yang baik, wetfix-be juga dapat disimpan dalam aspal panas hingga 5 hari pada suhu sampai 170oC tanpa kehilangan aktivitas dan dosisnya tergantung pada jenis aspal dan agregat yang digunakan, biasanya ditambahkan ke pengikat antara 0,2% - 0,5%. Memiliki lembar data keselamatan yang tidak berbahaya bagi manusia, selama tidak mendapat kontak dengan mata dan mulut (Akzo Nobel, 2003). Beberapa manfaat additive wetfix-be terhadap campuran beton aspal pada perkerasan jalan antara lain sebagai berikut: 1. Memodifikasi aspal supaya melekat lebih kuat terhadap agregat, sehingga penyelimutan aspal terhadap agregat lebih sempurna. 2. Dapat digunakan untuk berbagai macam jenis agregat. 3. Meningkatkan kinerja perkerasan, mengurangi kerusakan akibat banjir, sehingga dapat menurunkan biaya perawatan rutin. 4. Anti penuaan, memperpanjang umur jalan 3 - 4 tahun. 5. Jalan selalu terpelihara dan kenyamanan dalam berkendaraan. Tabel 6. Data-data Produk Wetfix-Be (Akzo Nobel, 2003) Parameter Asam nilai Jumlah amina nomor Kimia dan Data Fisik
Batas <10 mg KOH / g 160-185 mg HCl / g Khas Nilai
Penampilan
coklat, cairan kental pada 20 ° C
pH Kepadatan
11 (5% dalam air) 980 kg / m³ pada 20 ° C
Titik nyala
> 218 ° C
Titik lebur Kelekatan Kelarutan Etanol Air Kelarutan Kemasan dan Penyimpanan
<-20 ° C 800 mPa.s pada 20 ° C Khas Nilai Larut Emulsifialbe Khas Nilai
Penyimpanan dan Penanganan
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
Metode VE/2.013 VE/2.018
Produk ini stabil selama minimal dua tahun dalam wadah aslinya tertutup pada suhu kamar
5
METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 2. Bahan Penelitian Bahan penelitian meliputi agregat kasar dan halus, berupa batu pecah serta abu batu hasil produksi mesin pemecah batu (stone crusher) PT. Cahaya Nusa Sulutarindo. 3. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi satu set alat Marshall, satu set saringan, oven pemanas, timbangan dan alat pengujian lain yang tersedia di laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik UNG. 4. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini semua data diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium, yaitu berupa data hasil pengujian agregat (kasar, halus, dan filler), aspal dan data hasil pengujian terhadap campuran beton aspal dengan metode Marshall. 5. Analisa Data Pada penelitian ini analisa data dilakukan dengan menggunakan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, khususnya untuk Spesifikasi Lataston (HRS-WC). Perancangan campuran berdasarkan metode pengujian Marshall dan data-data yang diperoleh dari hasil pengujian disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik untuk kemudian dianalisa. Analisa data dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik campuran beton aspal HRSWC dan pengaruh dari pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal, dalam campuran beton aspal HRS-WC. 6. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan digambarkan dalam diagram alir seperti pada Gambar 1.
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
6
Mulai
Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Bahan
Batu Pecah Kasar & Medium
Aspal Pen 60/70
Abu Batu
Memenuhi Spesifikasi
Tidak
Tidak
Ya Rancangan Agregat Campuran Perkiraan Kadar Aspal Rencana Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K
Pembuatan 25 Buah Benda Uji dengan Variasi Kadar Aspal (6,0%; 6,5%; 7,0%; 7,5%; 8,0%) Uji Marshall Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Pembuatan 10 Buah Benda Uji tanpa Additive & 10 Buah Benda Uji dengan Additive Wetfix-Be 0,3% Uji Marshall Analisa Data Kesimpulan dan Saran Selesai
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
7
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pemeriksaan Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari stone srusher Isimu PT. Cahaya Nusa Sulutarindo. Hasil pemeriksaan agregat disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Agregat Batu Pecah Kasar -
57,40 %
Spesifikasi Bina Marga, 2010 Min. 50 %
22,71 %
21,90 %
-
Maks.40 %
Berat Jenis Bulk
2,64 %
2,71 %
2,61 %
Min. 2,5 %
SSD
2,67 %
2,74 %
2,63 %
Min. 2,5 %
Berat Jenis Semu
2,72 %
2,78 %
2,68 %
Min. 2,5 %
Penyerapan
1,07 %
0,97 %
0,92 %
Maks. 3 %
Partikel Pipih
9,52 %
9,66 %
-
Maks.10 %
Partikel Lonjong
9,70 %
9,94 %
-
Maks.10 %
Pengujian Nilai Setara Pasir Abrasi Berat Jenis:
Batu Pecah Medium -
Abu Batu
Sesuai hasil pemeriksaan pada Tabel 7 maka material agregat yang berasal dari stone crusher PT. Cahaya Nusa Sulutarindo dapat digunakan sebagai bahan campuran agregat pada HRS-WC. 2. Hasil Pemeriksaan Aspal Hasil pemeriksaan aspal yang dilakukan terhadap material aspal Pertamina jenis AC 60/70 di laboratorium disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Aspal AC 60/70 Pengujian Penetrasi pada 25°C (dmm)
Hasil 65 1,04
Spesifikasi Bina Marga, 2010 60 – 70 ≥ 1,0
Titik Nyala (°C)
107,5 280
≥ 100 ≥ 232
Titik Bakar (°C)
320
-
Titik Lembek (°C)
59,5
≥ 48
Berat Jenis Aspal Daktilitas pada 25°C (cm)
Sesuai hasil pemeriksaan pada Tabel 8 maka material untuk bahan aspal tersebut sudah memenuhi persyaratan dan dapat digunakan sebagai bahan campuran aspal HRS-WC. 3. Hasil Pengujian Marshall Hasil pengujian Marshall tahap pertama dengan 25 buah benda uji pada 5 variasi kadar aspal bertujuan untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO), dan mengetahui nilainilai karakteristik Marshall dari campuran aspal tersebut. KAO dapat diperoleh dari tengah1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
8
tengah rentang kadar aspal yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi Bina Marga 2010 untuk campuran HRS-WC. Hasil pengujian Marshall tanpa additive wetfix-be disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Pengujian Marshall tanpa Additive Wetfix-Be Spesifikasi Bina Marga, 2010
Karakteristik
Kadar Aspal (%) 6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
-
2,289
2,304
2,314
2,309
2,304
VIM (%)
4-6
5,962
4,651
3,567
3,115
2,629
VMA (%)
> 18
18,136
18,022
18,113
18,742
19,339
VFA (%)
> 68
68,896
75,589
81,365
84,240
87,084
Stabilitas (kg)
> 800
1.591,128
1.848,000
1.692,108
1.587,960
1.551,000
>3
4,472
4,648
4,494
4,842
5,128
> 250
348,821
389,794
369,143
321,525
296,527
-
6,776
7,431
8,093
8,763
9,439
Density (gr/cm3)
Flow (mm) Marshall Quotient (kg/mm) TFA (m)
Berdasarkan hasil pengujian Marshall pada Tabel 9, hasil analisa parameter Marshall yang memenuhi semua persyaratan yang sesuai spesifikasi Bina Marga 2010, terletak pada rentang kadar aspal 6.0% dan 6.5%. Dalam penelitian ini, besarnya KAO diambil dari nilai tengah rentang kedua kadar aspal yang memenuhi persyaratan tersebut yaitu kadar aspal 6.0%.
4. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) pada campuran HRS-WC Penentuan KAO dapat dilihat pada Gambar 2. No
Parameter
Spesifikasi
1 2 3 4 5 6 7
Density VIM VMA Stabilitas Flow VFA TFA
8
MQ
4% - 6% > 18% ≥ 800 kg ≥ 3 mm ≥ 68% ≥ 250 kg/mm
6%
Kadar Aspal (%) 6,5% 7% 7,5%
8%
6,25%
Gambar 2. Kadar Aspal Optimum pada Campuran HRS-WC
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
9
5. Hasil pengujian Marshall Immersion Pengujian Marshall Immersion dilakukan terhadap 10 buah benda uji tanpa additive dan 10 buah benda uji yang menggunakan additive wetfix-be, dengan perendaman standar ½ jam dan perendaman 24 jam pada kondisi KAO. Grafik perbandingan benda uji keduanya dapat dilihat pada Gambar 2 dan pada Tabel 10 hasil pengujian Marshall Immersion.
Gambar 2. Grafik perbandingan benda uji tanpa dan dengan additive wetfix-be 0,3% 1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
10
Tabel 10. Hasil Pengujian Marshall HRS-WC pada KAO No.
Karakteristik
Tanpa Additive Wetfix-Be Perendaman 1/2 Jam 24 Jam
Dengan Additive Wetfix-Be Perendaman 1/2 Jam 24 Jam
1
Density (gr/cm3)
2
VIM (%)
5,289
5,278
3
VMA (%)
18,062
18,053
4 5 6 7 8
VFA (%) Stabilitas (kg) Flow (mm) MQ (kg/mm) TFA (m) Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman 24 jam, 60 oC
72,299 1.900,8 4,100 454,519 7,102
72,342 1.722,6 4,376 385,929 7,102
73,906 2.032,8 4,140 481,387 7,254
9
2,297
2,297
90,625
2,298
Spesifikasi Bina Marga, 2010
2,298
-
4,972
4,986
4-6
18,022
18,035
> 18
73,847 1.857,9 4,772 381,7 7,254
> 68 > 800 >3 > 250 -
91,396
> 90
Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 10, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai density meningkat sebesar 0,048% dari nilai density sebelumnya tanpa additive wetfix-be (2,297 gr/cm3). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian additive wetfix-be 0,3% tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai density tetapi dapat membuat campuran beton aspal HRS-WC sedikit lebih padat dari sebelumnya yang dapat berpengaruh pada stabilitas. Untuk nilai VIM (Voids in Mix) mengalami penurununan sebesar 5,99% dari nilai VIM sebelumnya tanpa additive wetfix-be (5,289%). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai VIM dalam campuran beton aspal HRSWC cukup baik meskipun terjadi penurunan, karena jika terjadi peningkatan nilai VIM maka akan semakin keluar dari rentang spesifikasi yang ditentukan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (4% - 6%). Sehingga membuat campuran beton aspal HRS-WC semakin kedap air dan udara sehingga dapat memperlambat proses penuaan aspal, menjadi lebih awet dan tidak mudah retak. Nilai VMA (Voids in the Mineral Aggregate) mengalami penurununan sebesar 0,22% dari nilai VMA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (18,062%). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai VMA cukup baik meskipun adanya sedikit penurunan nilai VMA, tetapi masih memenuhi standar yang ditentukan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (>18,0%). Sehingga membuat campuran beton aspal HRS-WC memiki tingkat keawetan yang cukup, stabilitas tinggi dan tidak mudah retak ataupun bleeding.
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
11
Nilai VFA (Voids Filled with Asphalt) meningkat sebesar 2,22% dari nilai VFA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (72,299%). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian additive wetfix-be 0,3% dalam campuran beton aspal HRS-WC memiliki pengaruh cukup baik terhadap nilai VFA yakni memenuhi standar yang ditentukan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 68,0%) dan adanya peningkatan meskipun tidak begitu besar. Sehingga membuat campuran beton aspal HRS-WC tidak bersifat porous atau campuran lebih lebih kedap air dan udara sehingga lebih awet dan elastis. Nilai stabilitas mengalami peningkatan sebesar 6,94% dari nilai stabilitas sebelumnya tanpa additive wetfix-be (1.900,8 kg). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai stabilitas dalam campuran beton aspal HRS-WC terlihat sangat baik yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 800 kg) dan adanya peningkatan stabilitas. Pemakaian additive wetfix-be meningkatkan kelekatan sehingga daya ikat aspal dan agregat semakin kuat yang menyebabkan stabilitas campuran semakin meningkat, sehingga kerusakan jalan seperti pelepasan butiran atau pengelupasan akibat genangan air atau kelembaban akan semakin berkurang. Nilai flow atau kelelehan mengalami peningkatan sebesar 0,98% dari nilai flow sebelumnya tanpa additive wetfix-be (4,100 mm). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai flow dalam campuran beton aspal HRS-WC cukup baik yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (>3,0 mm) dan adanya peningkatan nilai flow yang membuat campuran beton aspal HRS-WC lebih tidak kaku dan getas sehingga tidak mudah mengalami retak. Nilai MQ (Marshall Quotient) mengalami peningkatan sebesar 5,91% dari nilai MQ sebelumnya tanpa additive wetfix-be (454,519 kg/mm). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai MQ dalam campuran beton aspal HRS-WC terlihat sangat baik yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 250 kg/mm) dan adanya peningkatan nilai MQ yang membuat campuran cenderung kaku. Nilai TFA (Thick Film of Asphalt)mengalami peningkatan sebesar 2,14% dari nilai TFA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (7,102 m). Tebal selimut aspal atau nilai TFA akan mengalami perubahan atau akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai kadar aspal
yang
ditambahkan
dalam
campuran.
Pemakaian
Additive
wetfix-be
dapat
mengakibatkan berat jenis aspal berkurang sehingga berpengaruh pada nilai TFA yang membuat campuran tidak kaku, lebih kedap air dan udara serta lebih awet.
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
12
Lamanya waktu perendaman menyebabkan air yang masuk ke dalam mengisi seluruh rongga campuran, yang mengakibatkan berkurangnya daya lekat aspal terhadap agregat sehingga nilai stabilitas semakin menurun. Additive wetfix-be dapat meningkatkan kelekatan aspal dan agregat sehingga benda uji yang menggunakan additive wetfix-be memiliki indeks kekuatan sisa lebih tinggi dari benda uji tanpa additive. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap karakteristik campuran aspal HRSWC cukup baik, jika dilihat dari karakteristik Marshall density meningkat 0,048%, VFA meningkat sebesar 2,22%, TFA meningkat sebesar 2,14%, stabilitas meningkat sebesar 6,94%, flow meningkat sebesar 0,98% dan MQ meningkat sebesar 5,91% sedangkan VIM mengalami penurunan sebesar 5,99% dan VMA turun sebesar 0,22%. Untuk stabilitas Marshall sisa meningkat 0,85%.
2.
Perbandingan campuran aspal HRS-WC tanpa additive wetfix-be dan yang menggunakan additive wetfix-be pada KAO (6,25%) masing-masing diperoleh density sebesar 2,297 gr/cm3 dan 2,298 gr/cm3, VFA sebesar 72,299% dan 73,906%, TFA sebesar 7,102 m dan 7,254 m, stabilitas sebesar 1.900,8 kg dan 2.032,8 kg, flow sebesar 4,100 mm dan 4,140 mm, MQ sebesar 454,519 kg/mm dan 481,387 kg/mm, VIM sebesar 5,289% dan 4,972%, VMA sebesar 18,062% dan 18,022% dan stabilitas Marshall sisa sebesar 90,625% dan 91,396%. Hal ini jika dilihat dari karakteristiknya, campuran beton aspal HRS-WC yang menggunakan additive wetfix-be memiliki kerapatan campuran yang lebih baik dan akan mampu menahan beban yang lebih berat di atasnya. Campuran lebih kedap air dan udara, memiliki durabilitas atau ketahanan yang lebih kuat terhadap pengaruh air, suhu dan beban lalu lintas sehingga dapat memperpanjang umur perkerasan jalan beton aspal.
Saran Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1.
Disarankan adanya penambahan additive wetfix-be ke dalam campuran beraspal panas pada perkerasan jalan beton aspal, untuk meningkatkan ikatan dan mengurangi kerusakan atau menstabilkan campuran terutama pada musim hujan.
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
13
2.
Disarankan agar penelitian lanjutan ditambahkan pasir halus untuk mendapatkan gradasi yang benar-benar senjang.
3.
Disarankan adanya penelitian lanjutan tentang pemakaian additive wetfix-be dengan uji durabilitas dan skid resistance baik pada kondisi standar (2x75) tumbukan maupun refusal density (2x400) tumbukan.
4.
Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut di lapangan untuk meneliti lebih mendalam pengaruh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca terhadap campuran aspal yang menggunakan additive wetfix-be.
DAFTAR PUSTAKA AASHTO. (1972). Guide For Design of Pavement Structures. Washington DC. Adrianto, M.G.H. (2010). Studi Analisa Perbandingan Penambahan Material Limbah (fly ash) dan Bahan Kimia (wetfix-be) pada Campuran Beraspal untuk Meningkatkan Stabilitas. Skripsi Program Sarjana Universitas Bina Nusantara. Jakarta. Akzo Nobel. (2003). Asphalt Applications. Heat-Stable Adhesion Promoter for Bituminous Binders. http://sc.akzonobel.com/en/asphalt/Pages/product-detail.aspx?prodID=8557 diakses tanggal 27 September 2012 Bina Marga, Dep. PU. (1999). Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak. No. 025/T/BM/1999. Bina Marga, Dep. PU. (2010). Spesifikasi Umum Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan 2010. Jakarta. Castano, N. Ferre, P. Fossas, F. and Punet, A. (2004). A Real Heat Stable Bitumen Antistripping Agent. Kao Corporation S.A. Puig dels Tudons 10. 08210 Barbera del Valles, Barcelona, Spain. http://asac.csir.co.za/capsa/Documents/119.PDF diakses tanggal 22 September 2012 Darsana, I.K. (2009). Prospek Agregat Lokal Kalimantan Tengah Untuk bahan Perkerasan Jalan. Kolokium Hasil Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. http://www.slideshare.net/muchtargani/wetfix-be diakses tanggal 6 September 2012 Darunifah, N. (2007). Pengaruh Bahan Tambahan Karet Padat terhadap Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Desei, F.L. (2011). Pengaruh Perbaikan Agregat Kasar Bantak dengan menggunakan Buton Granullar Asphalt pada campuran HRS-Base. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hadihardaja, J. (1997). Rekayasa Jalan Raya. Jakarta: Gunadarma.
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
14
Hardiyatmo, H.C. (2009). Pemeliharaan Jalan Raya Perkerasan Drainase Longsoran. First Edition. Yogyakarta: UGM Press. Mashuri. Rahman, R. dan Basri, H. (2011). Studi Pengaruh Penambahan Roadcel-50 terhadap Karakteristik Campuran Lapis Tipis Beton Aspal (HRS-WC). Jurnal Rekayasa dan Manajemen Transportasi. Volume I No. 1, Januari 2011. Masykur. (2011). Analisa Uji Simulasi Pembebanan WTM pada Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston). Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro. http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/9_Masykur.pdf diakses tanggal 17 September 2012 Rianung, S. (2007). Kajian Laboratorium Pengaruh Bahan Tambah Gondorukem pada Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) terhadap Nilai Propertis Marshall dan Durabilitas. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Roberts, F.L. Kandhal. Prithvi S. Brown. E. Ray. Lee, Dah-Yinn and Kennedy, T.W. (1991). Hot Mix Asphalt Materials, Mixture Design and Construction. First Edition. Lanham, Maryland: NAPA Education Foundation. Sukirman, S. (2003). Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta : Granit. Suprapto, TM. (2004). Bahan dan Struktur Jalan Raya. Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS FT UGM.
1
Mahasiswa Teknik Sipil Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
15