Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
PERMEABILITY CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COURSE (HRS-WC) DENGAN FILLER ABU SEKAM PADI UNTUK JALAN PERKOTAAN Hery Awan Susanto1, Eva Wahyu Indriyanti2, Bambang Edison3 ABSTRAK Salah satu faktor keberhasilan dalam pembangunan jalan adalah tersedianya bahan kontruksi jalan yang memenuhi syarat spesifikasi teknis. Bahan konstruksi jalan yang dimaksud adalah agregat. Selain itu, bahan yang dapat ditambahkan dalam campuran aspal bisa berupa filler yang berfungsi sebagai bahan pengisi. Abu sekam padi sebagai limbah pembakaran batu bata mampu memberikan peluang alternatif sebagai bahan campuran dalam aspal, karena abu sekam padi banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Banyumas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat permeabilitas campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC). Permeabilitas merupakan salah satu parameter untuk mengukur kemampuan struktur perkerasan aspal dalam menahan rembesan air yang bisa merusak lapisan perkerasan aspal. Semakin kecil nilai permeabilitas struktur perkerasan beraspal, maka semakin awet kekuatan lapisan perkerasan tersebut. Kedepan, selain mampu memberikan nilai pemanfaatan lebih terhadap limbah abu sekam padi, penggunaan abu sekam padi juga diharapkan mampu meningkatkan permeabilitas campuran HRS-WC. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penggunaan abu sekam padi sebagai filler dalam campuran HRS-WC memenuhi semua syarat sifat-sifat Marshall, yaitu Stabilitas Marshall, Flow, VIM (Void In the Mix), VFB (Void Fill with Bitumen), VMA (Void Mix Aggregate), serta Marshall Quotient. Demikian juga dengan pengujian permeabilitas campuran diperoleh bahwa nilai permeabilitasnya dikategorikan sebagai practically impervious, yaitu tingkat kekedapan yang baik. Sehingga dengan demikian penggunaan filler abu sekam padi pada campuran HRS-WC mampu memberikan tingkat kekuatan dan kekedapan lapisan yang baik. Kata kunci : abu sekam padi, HRS-WC, Marshall ABSTRACT One of the success factors in the construction of the road is a road construction material available qualified technical specifications. Road construction materials in question are aggregated. In addition, the material can be added to the asphalt mixture can form filler that serves as filler. Rice husk ash as waste burning brick able to provide alternative opportunities as an ingredient in asphalt mixtures, as rice husk ash are often found in areas Banyumas. This study aims to determine the permeability properties of a mixture of Hot Rolled Sheet Wearing Course ( HRS - WC ). Permeability is one of the parameters to measure the ability of the asphalt pavement structure that can withstand water seepage damage the asphalt pavement layers. The smaller the value of the permeability of asphalt pavement structure, the more durable the strength of the pavement layers. In the future, besides being able to deliver more value to the utilization of waste rice husk ash, rice husk ash utilization is also expected to increase the permeability of the mixture HRS - WC. From the results of this research is that the use of rice husk ash as filler in the mix HRS WC meets all requirements Marshall properties, namely the Marshall Stability, Flow, VIM ( Void In The Mix ), VFB ( Void Fill with Bitumen ), VMA ( Void Aggregate Mix ), and Marshall Quotient. Likewise, the obtained mixture permeability testing that permeability values are categorized as practically impervious, ie a good degree of watertightness. Thus the use of rice husk ash filler on the HRS - WC mixture is able to provide the level of strength and good watertightness coating. Keywords: rice husk ash, HRS-WC, Marshall 1
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Page 17
1. PENDAHULUAN Jalan raya merupakan komponen utama dalam transportasi darat. Jalan raya menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya, memperlancar proses pengiriman jasa dan barang, serta sebagai fasilitas pendukung dalam keberhasilan pembangunan di berbagai daerah. Dalam proses pemeliharaan, kerusakan jalan kadang terjadi lebih dini dari masa pelayanan yang disebabkan oleh adanya banyak faktor, antara lain faktor manusia, faktor alam, dan faktor beban. Faktor – faktor alam yang dapat mempengaruhi mutu perkerasan jalan diantaranya air, perubahan suhu, cuaca dan temperatur udara. Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material pembentuk aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkat ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145-1550C, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan, ketahanan terhadap kelelahan, kekesatan permukaan, kedap air (impermeability) dan kemudahan pelaksanaan. Ketujuh sifat campuran beton aspal ini sulit untuk dapat dipenuhi sekaligus oleh satu jenis campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih diinginkan, akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu lintas ringan seperti mobil penumpang, sebaiknya lebih memilih jenis beton aspal yang memiliki durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi, daripada jenis beton aspal yang memiliki stabilitas tinggi. (Silvia Sukiman, 2008) Page 18
Hot Rolled Sheet adalah salah satu jenis campuran aspal panas yang terdiri dari campuran agregat halus, agregat kasar, filler, dan aspal. Hot Rolled Sheet memiliki susunan agregat bergradasi senjang, dimana terdapat satu bagian fraksi yang tidak terdapat dalam campuran. Hot Rolled Sheet memiliki fungsi sebagai lapisan penutup untuk mencegah masuknya air dari permukaan ke dalam konstruksi perkerasan bawahnya hingga dapat mempertahankan kekuatan konstruksi. Sifat-sifat dari Hot Rolled Sheet antara lain adalah kedap terhadap air, tahan terhadap keausan lalu lintas, memiliki kekenyalan yang tinggi, mampu digunakan pada jalan dengan lalu lintas padat, tikungan tajam, perempatan jalan, dan daerah yang permukaan jalannya bisa menahan beban roda berat. (Ir. Masykur, M. M., 2001) Di Kabupaten Banyumas tepatnya di Desa Pliken terdapat banyak usaha pembuatan batu bata merah. Setiap hari usaha pembuatan batu bata merah tersebut menghasilkan bahan sisa berupa abu sekam padi dari proses pembakaran batu bata merah. Abu sekam padi hasil proses pembakaran tersebut biasanya dianggap sebagai limbah atau digunakan sebagai abu gosok untuk mencuci perkakas rumah tangga. Abu sekam banyak mengandung unsur Karbon (C) dan Silika. Karbon (C) dan Silika memiliki fungsi sebagai lem atau zat perekat, memiliki sifat yang tahan terhadap gesek, serta mampu membuat struktur lebih keras tetapi tidak memiliki sifat ketajaman (Aditya Sesunan, 2011). Maka penyusun tertarik untuk melakukan penelitian tentang seberapa jauh pengaruh penggunaan filler abu sekam padi terhadap karakteristik campuran Lataston Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (Hot Rolled Sheet – Wearing Course).
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014
Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hot Rolled Sheet Hot Rolled Sheet (Lapis Tipis Aspal Beton) atau yang sering juga disebut Lataston merupakan lapis permukaan yang terdiri dari campuran antara aspal dan agregat yang bergradasi senjang (gap graded) dengan perbandingan tertentu, dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara panas (Bina Marga, 1983). Hot Rolled Sheet (HRS) merupakan perkembangan dari Hot Rolled Aspalt (HRA) yang berasal dari Inggris dan telah disesuaikan dengan kondisi alam yang ada di Indonesia. Aspal yang digunakan dalam jenis konstruksi perkerasan ini adalah aspal keras dengan penetrasi 60-70 (AC 60-70). Laston terdiri dari dua macam campuran, Laston Lapis Pondasi (HRS-Base) dan Laston Lapis Permukaan (HRS-WC) yang ukuran maksimum masingmasing agregat adalah 19 mm. Penggunaan filler yang tepat pada Hot Rolled Sheet (HRS) yang memiliki agregat senjang dapat menutupi kekosongan butiran gradasi yang tidak dapat diisi oleh agragat, sehingga dapat memberikan lapis aus Hot
Rolled Sheet (HRS) lebih kedap terhadap air (permeability), tahan terhadap perubahan cuaca, dapat menyerap kadar aspal yang relatif tinggi, dan memberikan permukaan yang mampu menerima beban berat tanpa mengalami retak. 2.2 Aspal Aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat campuran aspal beton adalah hasil residu dari destilasi minyak bumi, atau aspal yang dimodifikasi dengan bahan lain yang dapat bereaksi secara kimia terhadap aspal dengan memberikan daya ikat yang cukup tinggi. Dalam suhu kamar berbentuk padat atau semi padat, sedangkan pada suhu yang telah ditentukan akan berbentuk cair, sehingga mampu mengikat agregat. Fungsi aspal dalam campuran adalah sebagai pengikat yang bersifat visco-elastis dengan tingkat viscositas yang tinggi selama masa layan. Fungsi yang lain adalah sebagai pelumas pada saat penghamparan campuran di lapangan sehingga akan memudahkan untuk pemadatan.
Tabel 1 Spesifikasi Teknis Aspal Penetrasi 60/70 No.
1
Jenis Pengujian
Metode
1 2 3
Penetrasi, 250C; 5 det; 100 gr; 0,1 mm Viskositas 1350C (cSt) Titik Lembek, 0C
SNI 06-2456-1991 SNI 06-6441-2000 SNI 06-2434-1991
4 5 6 7 8
Indeks Penetrasi Titik Nyala, 0C Daktilitas, 250C, 5 cm/ menit Berat Jenis Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % berat
≥ -1,0 ≥ 232 ≥ 100 ≥ 1,0 ≥ 99
9
Stabilitas Penyimpanan (0C)
SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2441-1992 RSNI M-04-2004 ASTM D 5976 part. 6.1
10 11
Pengujian Residu TFOT atau RTFOT Penurunan Berat (TFOT), % berat Penetrasi setelah penurunan berat, % asli
SNI 06-2440-1991 SNI 06-2456-1991
≤ 0,8 ≥ 54
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Spesifikasi Aspal Pen 60/70 60 - 70 385 ≥ 48
-
Page 19
12 13 14
Daktilitas setelah penurunan berat, cm Uji noda aspal Kadar parafin, %
SNI 06-2432-1991 SNI 03-6885-2002 SNI 03-3639-2002
≥ 50 Negatif ≤ 2
sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
2.3 Agregat Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan untuk campuran aspal, yang dapat berupa berbagai jenis butiran-butiran atau pecahan yang
termasuk di dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, debu batu agregat dan lain-lain. 2.3.1 Agregat Kasar
Tabel 2 Persyaratan Agregat Kasar dan Metode Pengujian Pengujian Standard Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan SNI 3407:2008 magnesium sulfat Abrasi dengan mesin Los Angeles
Campuran AC bergradasi kasar
Semua jenis aspal bergradasi lainya Kekuatan agregat terhadap aspal Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan ≤ 10cm) Partikel pipih dan lonjong
Nilai Maks 12% Maks 30%
SNI 2417:2008 Maks 40% SNI 03-2439-1991 DoT’s Pennyslvania Test Method, PTM no. 621 ASTM D4791 Perbandingan 1:5 SNI 03-4142-1996
Min 9.5% 95/901 80/751
Maks 10%
Material lolos ayakan no. 200 Maks 1% Catatan : (*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dari 90% agregat kasar mempunyai bidang pecah dua atau lebih (**) pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1:3 sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
Tabel 3 Ukuran Nominal Agregat Kasar Penampung Dingin untuk Campuran Aspal Ukuran Nominal Agregat Kasar Penampung Dingin untuk Campuran Aspal Jenis Campuran 5-10 10-14 14-22 22-30 Lataston Lapis Aus Ya Ya Lataston Lapis Pondasi Ya Ya Laston Lapis Aus Ya Ya Laston Lapis Pengikat Ya Ya Ya Laston Lapis Pondasi Ya Ya Ya Ya sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
Page 20
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014
Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
2.3.2 Agregat Halus Tabel 4 Persyaratan Agregat Halus dan Metode Pengujian No
Pengujian
Metode
Persyaratan
1
Nilai setara pasir
SNI 03-4428-1997
Min 50%
2
Material lolos saringan no. 200
SNI 03-4428-1997
Maks 8%
3
Kadar Lempung
SNI 3423 : 2008
Maks 1%
3
Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan > 10cm)
AASHTO TP-33 atau ASTM C1252-93
Min 45 Min 40
sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2010
2.3.3 Filler Tabel 5 Syarat Gradasi Filler Pengujian
Standar
Lolos saringan no. 200
Nilai Min. 75 %
SNI 03 M-02-1994-03 Bebas dari bahan organik
Max. 4%
sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
2.4 Abu Sekam Padi Abu sekam padi yang mengandung lebih dari 70% silika sehingga termasuk ke dalam bahan pozolan, merupakan bahan yang sudah populer digunakan sebagai bahan tambah (admixture) dalam permbuatan beton, khususnya dalam meningkatkan kekuatan beton karena silika akan beraksi dengan semen dan air membentuk kalsium silikat hidrat yang dapat berfungsi sebagai perekat (Subakti, dalam Putra 2006). Penelitian terhadap abu sekam padi sebagai material yang memiliki sifat seperti semen telah dikembangkan dibanyak negara di dunia. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa abu sekam padi sebagai suatu campuran material yang diberikan pada campuran semen dalam pembuatan beton ternyata dapat memperbaiki propertis beton. Semula bahan yang bersifat pozzolanic ini 1
hanya dikembangkan sebagai bahan pengisi (filler) ruang mikro yang terbentuk diantara butiran semen yang terhidrasi agar matriks beton menjadi lebih padat (Musbar, 2010). Tabel 7 Komposisi Kimia Abu Sekam Padi Unsur Kandungan Presentase (%) SiO2 86.90 – 97.30 K2O 0.58 – 2.50 Na2O 0.00 – 1.75 CaO 0.20 – 1.50 MgO 0.12 – 1.96 Fe2O3 ~ 0,54 P2O5 0.2 – 2.85 SO3 0.1 – 1.13 sumber : Saiyidatul Umah (2010)
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Page 21
2.5 Gradasi Agregat Penentuan distribusi partikel dalam suatu campuran disebut Gradasi. Gradasi sangat penting dalam menentukan stabilitas campuran perkerasan. Gradasi agregat akan mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dalam proses pelaksanaan. (Krebs dan Walker, 1971) menyatakan bahwa garadasi dibedakan atas 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut ini. 1. Gradasi seragam (uniform graded), yaitu gradasi yang mempunyai ukuran butiran hampir sama atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi ini akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan mempunyai berat volume kecil.
2. Gradasi Rapat (Dense Graded), yaitu campuran agregat kasar dan agregat halus dalam porsi berimbang, sehingga disebut juga dengan agregat bergradasi baik (wellgraded). Gradasi ini akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, dan berat volume besar. 3. Gradasi Buruk (Poorly-Graded), yaitu merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori diatas. Agregat bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan perkerasan lentur, yaitu gradasi celah/senjang (gap-graded), yaitu merupakan campuran agregat dengan satu fraksi dihilangkan atau satu fraksi dikurangi sedikit, dimana akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis gradasi diatas.
Tabel 8 Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal % berat yang lolos Ukuran ayakan Lataston 3 Gradasi Senjang Gradasi Semi Senjang2 ASTM (mm) HRS-WC HRS-BASE HRS-WC HRS-BASE 1½” 37,5 1” 25 ¾” 19 100 100 100 100 ½” 12,5 90 – 100 90 – 100 87 – 100 90 – 100 3/8” 9,5 75 – 85 65 – 90 55 – 88 55 – 70 No. 4 4,75 No. 8 2,36 50 – 723 35 – 553 50 – 62 32 – 44 No. 16 1,18 No. 30 0,600 35 – 60 15 – 35 20 – 45 15 - 35 No. 50 0,300 15 – 35 5 – 35 No. 100 0, 150 No. 200 0,075 6 – 10 2–9 (1) Laston (AC) bergradasi kasar dapat digunakan pada daerah yang mengalami deformasi yang lebih tinggi dari biasanya seperti pada daerah pegunungan, gerbang tol, atau pada dekat lampu lalu lintas. (2) Lataston (HRS) bergradasi semi senjang sebagai pengganti Lataston bergradasi senjang dapat digunakan pada daerah dimana pasir halus yang diperlukan untuk membuat gradasi yang benar-benar senjang tidak dapat diperoleh. (3) Untuk HRS-WC dan HRS-Base yabg benar-benar senjang, paling sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8 (2,36 mm) harus lolos ayakan no.30 (0,600 mm). Page 22
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014
Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
(4) Untuk semua jenis campuran, rujuk Tabel 6.3.2.1(b) untuk ukuran agregat nominal maksimum pada tumpukan bahan pemasok dingin. (sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010)
2.6 Permeabilitas Salah satu karakteristik perkerasan adalah permeabilitas, yaitu kemampuan permukaan perkerasan untuk menahan rembesan air ke dalam perkerasan. Menurut The Asphalt Institute, MS-19 (1979) disebutkan bahwa volume pori dalam campuran (total void) merupakan salah satu karakteristik AC-WC yang amat penting dalam kaitannya dengan tingkat kekedapan terhadap air (impermeabilitas) dalam lapis perkerasan. Ini berarti lapis perkerasan harus memiliki nilai permeabilitas kecil. Lapis perkerasan kedap air dapat diperoleh dengan cara : 1. menggunakan campuran rapat, 2. mengoptimalkan kadar aspal dan filler agar nilai void-nya kecil, 3. pemadatan yang baik. Faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam konstruksi perkerasan adalah impermeabilitas aspal setelah mengalami pemadatan. Hal ini disebabkan karena lapis permukaan harus kedap air, untuk melindungi lapis bawahnya dari kerusakan akibat air. Permeabilitas menurut Cabrera dan Zoorob, 1999 didefinisikan sebagai sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk dilalui atau dirembesi oleh zat cair melalui hubungan antar pori. Ukuran permeabilitas sebagai K (cm2) dan koefisien permeabilitas k’ (cm/detik). Hubungan antara K dengan koefisien k’ dapat dilihat dalam persamaan (1), kemudian Darcy dalam Suparna (1997) menyebutkan bahwa koefisien permeabilitas dapat dinyatakan dalam persamaan (2) sampai persamaan (4). ……………………………...(1) ……………………………..(2) ………………………………...(3) 1
……………………….…....…..(4) dimana : μ = viskositas zat alir (gr.detik/cm3) q = V/T = debit aliran rembesan (cm3/detik) V = volume rembesan (cm3) T = waktu aliran tertampung (detik) k’ = koefisien impermeabilitas Darcy (cm/detik) i = h/L = gradien hidrolis, parameter berdimensi h = P/ γ = selisih tinggi tekanan total P = tekanan pengujian terkumpul 2 (dyne/cm ) γ = berat unit air (dyne/cm3) A = luas penampang benda uji (cm2) Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran aspal dapat diklasifikasikan kedalam batas permeabilitasnya. Mullen 1967, mengklasifikasikan tingkat permeabilitas sebagai berikut : Tabel 9 Klasifikasi campuran aspal berdasarkan impermeabilitas k’ (cm/detik) Impermeability -8 1 x 10 Impervious -6 1 x 10 Practically impervious -4 1 x 10 Poor drainage -4 100 x 10 Fair drainage -4 1000 x 10 Good drainage Sumber : Suparma, 1997
3. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 3.1 Pengujian Marshall Tahap I Pengujian Marshall Tahap I bertujuan untuk memperoleh kadar aspal optimum yang akan digunakan sebagai indikator awal untuk menentukan kadar aspal yang akan dipakai pada proses mix desain pada campuran aspal selanjutnya.
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Page 23
Tabel 10 Karakteristik sifat campuran aspal pada kondisi kering (dry) atau standar
Tabel 11 Karakteristik sifat campuran aspal akibat rendaman (soaked)
Page 24
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014
Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
a. Pengaruh Filler dan Kadar Aspal terhadap Density Nilai density (kerapatan) menunjukan besarnya derajat kepadatan suatu campuran yang telah dipadatkan. Kepadatan suatu campuran dipengaruhi oleh jenis dan kualitas bahan penyusunya, kadar aspal, gradasi agregat, temperatur pemadatan, dan energi pemadatan. Campuran dengan nilai density yang tinggi akan mampu menahan beban yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan campuran yang memiliki density lebih rendah, karena semakin tinggi nilai kerapatanya maka semakin tinggi pula kekedapan campuran tersebut terhadap air dan udara. Dengan menggunakan agregat yang tidak beraturan (tidak pipih dan bulat), pemadatan dilakukan pada temperatur yang tinggi (140 oC), serta cara pemadatan yang benar akan mengasilkan kerapatan yang tinggi pada campuran Lataston Lapis Permukaan. Terjadinya peningkatan nilai density (kerapatan) sesuai dengan peningkatan penggunaan kadar aspal dalam campuran. Pada kondisi dry, nilai kerapatan maksimum terus meningkat dan mencapai puncaknya pada kadar aspal 9,6% dengan nilai maksimum 2,139. Sedangkan pada kondisi soaked nilai kerapatan maksimum terdapat pada kadar aspal 9,1% dengan nilai 2,115. Hal ini disebabkan karena 9,1% merupakan batas dimana kadar aspal sudah mengalami jenuh. Sehingga penambahan kadar aspal selanjutnya akan mengakibatkan kestabilan nilai density atau bahkan penurunan nilai pada penggunaan filler abu sekam padi. Selain itu yang menyebabkan besarnya kadar aspal yang dibutuhkan dalam campuran ini adalah pengaruh dari filler abu sekam padi. Abu sekam padi memiliki kandungan silika yang tinggi menyebabkan abu sekam cepat menyerap aspal yang mengakibatkan berkurangnya daya lekat aspal terhadap agregat. Oleh karena itu, diperlukan jumlah 1
kadar aspal yang lebih banyak pada campuran Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (HRSWC) yang menggunakan filler abu sekam. Dengan penggunaan kadar aspal yang semakin banyak akan mengakibatkan jumlah aspal yang mengisi rongga-rongga antar butiran semakin banyak sehingga campuran menjadi semakin padat. Dengan meningkatkan kadar aspal juga mempermudah agregat yang berukuran lebih kecil untuk mengisi ronggarongga butiran antar agregat yang lebih besar. b. Pengaruh Filler dan Kadar Aspal terhadap VMA VMA atau Void in Mineral Aggregate adalah besarnya rongga udara yang ada diantara partikel aspal yang telah dipadatkan termasuk ruang yang terisi aspal. Nilai VMA yang kecil akan mengakibatkan suatu campuran memiliki nilai durabilitas yang rendah, sedangkan apabila memiliki nilai VMA yang besar akan menyebabkan campuran memiliki stabilitas yang rendah. Dari hasil pengujian menunjukan bahwa penambahan kadar aspal yang digunakan dalam campuran, mengakibatkan terjadinya penurunan nilai VMA. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya kadar aspal yang digunakan dapat menutup rongga yang terjadi antar agregat dalam campuran. Pada kondisi soaked nilai VMA manimal terjadi pada kadar aspal 9,1% sebesar 22,56% namun pada kadar aspal 9,6% terjadi kenaikan kembali nilai VMA menjadi 23,02%. Hal ini dikarenakan penambahan filler pada campuran dengan kadar aspal yang tinggi akan memperbesar rongga antar agregat. Dimana filler yang berfungsi mengisi rongga antar agregat melebihi ruang rongga antar agregat yang terjadi, sehingga terjadi penambahan ruang rongga antar agregat yang ada. Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2010, standar nilai VMA yang ditetapkan sebesar minimal 18%, sehingga seluruh campuran Lataston Lapis Permukaan
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Page 25
(HRS-WC) yang menggunakan filler abu sekam dengan berbagai kadar aspal yang digunakan memenuhi persyaratan campuran yang disyaratkan. c. Pengaruh Filler dan Kadar Aspal terhadap VFB VFB atau Void Fill with Bitumen adalah nilai yang menunjukan banyaknya rongga yang terisi aspal, tidak termasuk aspal yang terserap ke dalam agregat. Nilai VFB berpengaruh terhadap kekedapan campuran terhadap air dan udara, serta elastisitas. Semakin tinggi VFB berarti semakin tinggi rongga yang terisi oleh aspal, sehingga campuran memiliki nilai kekedapan yang besar dan elastisitas tinggi. Namun, nilai VFB yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan bleeding akibat beban lalu lintas yang tinggi, sehingga aspal naik ke permukaan. Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa nilai VFB akan naik seiring dengan banyaknya kadar aspal yang digunakan dalam campuran. Meningkatnya nilai VFB disebabkan karena dengan semakin banyaknya filler abu sekam yang digunakan maka butir yang terselimuti aspal yang akan menyelimuti rongga menjadi lebih banyak. Dengan semakin banyaknya butir pengisi, ditambah kenaikan kadar aspal yang digunakan menyebabkan prosentase rongga yang terisi menjadi semakin meningkat. Dengan demikian, penggunaan banyaknya filler abu sekam dan peningkatan kadar aspal yang digunakan dapat mengurangi prosentase rongga yang terjadi dalam campuran. Nilai VFB maksimum tercapai pada kadar aspal 9,6% dengan nilai VFB sebesar 90,68 untuk kondisi dry dan 86,06 untuk kondisi soaked. Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2010, standar nilai VFB yang ditetapkan sebesar minimal 68% sehingga ada beberapa campuran Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC) yang menggunakan filler abu sekam dengan kadar aspal 7,6% (kondisi dry dan soaked) dan kadar aspal 8,1% (kondisi soaked) tidak memenuhi persyaratan Page 26
campuran yang disyaratkan, selain itu semua campuran dapat memenuhi persyarat campuran yang disyaratkan. d. Pengaruh Filler dan Kadar Aspal terhadap VIM VIM atau Void in Mix merupakan prosentasi rongga udara yang terdapat dalam total campuran, rongga udara berfungsi agar terdapat ruang untuk aspal mengalir karena pembebanan lalu lintas, sehingga tidak terjadi bleeding. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan, semakin tinggi nilai VIM semakin tinggi pula rongga dalam campuran yang dapat mengakibatkan campuran bersifat pourus. Hal ini mengakibatkan air menjadi mudah masuk dan mengurangi kelekatan antara agregat dengan aspal. Namun, nilai VIM yang terlalu rendah juga tidak terlalu baik, karena akan menyebabkan campuran akan memiliki nilai kekakuan yang tinggi karena memiliki rongga dalam campuran yang terlalu sedikit. Dari hasil penelitian yang terlihat bahwa dengan bertambahnya kadar aspal nilai VIM menjadi semakin menurun. Hal ini dikarenakan oleh semakin bertambahnya kadar aspal, maka aspal tersebut akan mengisi rongga-rongga yang tersisa sehingga jumlah rongga semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kadar aspal. Nilai VIM juga menurun seiring dengan bertambahnya filler abu sekam yang dipakai karena filler abu sekam dapat menyusup dan mengisi ronggarongga yang terjadi antar agregat. Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2010, standar nilai VIM yang ditetapkan sebesar minimal 4% - 6% sehingga, ada beberapa campuran Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan yang menggunakan filler abu sekam yang tidak memenuhi persyaratan campuran yang disyaratkan, sedangkan campuran yang dapat memenuhi persyaratan campuran yang disyaratkan antara lain : Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC) yang menggunakan filler abu JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014
Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
sekam dengan kadar aspal 8,55% - 9,12% pada kondisi dry, dan Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC) yang menggunakan filler abu sekam dengan kadar aspal 8,55% - 9,2% pada kondisi soaked. e. Pengaruh Filler dan Kadar Aspal terhadap Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap. Suatu campuran dikatakan memiliki stabilitas yang tinggi apabila campuran tersebut dapat menahan suatu beban lalu lintas dengan kapasitas tertentu tanpa mengalami kerusakan apapun. Sebaliknya, suatu campuran dikatakan memiliki stabilitas yang rendah apabila campuran tersebut telah rusak selama beban masih bekerja di atasnya. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh gesekan antar butiran dan kohesi yang ditentukan oleh bentuk, kualitas tekstur permukaan, penetrasi aspal, dan gradasi agregat. Bahan filler memiliki peran penting dalam memperbaiki gradasi campuran hingga ukuran yang sangat kecil yang dibutuhkan untuk menembus rongga antar agregat kasar. Karenanya penambahan filler yang tepat diyakini dapat meningkatkan stabilitas. Dari hasil penelitian yang terlihat bahwa dengan bertambahnya kadar aspal, nilai stabilitas pun ikut meningkat. Penggunaan filler abu sekam juga meningkatkan kerapatan campuran sehingga meningkatkan bidang kontak antar agregat (mengurangi rongga yang ada dalam campuran) dan meningkatkan interlocking antar agregat sehingga dapat meningkatkan nilai stabilitas. Nilai stabilitas mencapai nilai maksimum pada kadar aspal 8,6% sebesar 2355,7 kg. Penambahan kadar aspal diatas 8,6% mengakibatkan turunnya nilai stabilitas, hal ini disebabkan oleh aspal yang terlalu banyak malah akan menjadi 1
pelicin antar agregat, sehingga interlocking antar agregat menjadi berkurang. Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2010, standar nilai stabilitas yang ditetapkan sebesar minimal 800 kg, sehingga seluruh campuran Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC) yang menggunakan filler abu sekam dengan berbagai kadar aspal yang digunakan, baik dalam kondisi dry maupun kondisi soaked memenuhi persyaratan campuran yang disyaratkan. f. Pengaruh Filler dan Kadar Aspal terhadap Flow Flow (kelelehan) adalah nilai dari marshall test yang menyatakan besarnya deformasi yang dialami oleh perkerasan akibat beban lalu lintas yang diterimanya. Nilai flow yang terlalu rendah dapat menyebabkan lapisan perkerasan menjadi mudah retak karena lapis perkerasan terlalu kaku, tetapi nilai flow yang terlalu tinggi pun tidak baik karena membuat mudah terjadi bleeding pada perkerasan akibat beban lalu lintas yang bekerja. Tingkat kelelehan dari suatu campuran dipengaruhi oleh kandungan aspal residu dan kepadatannya. Peran bahan filler sebagai campuran terutama berfungsi meningkatkan kepadatan campuran sehingga dapat mengurangi kelelehan plastis. Dari hasil penelitian yang terlihat bahwa nilai flow terus naik seiring dengan bertambahnya kadar aspal, dan mencapai maksimum pada kadar aspal 9,6% sebesar 7,87 mm. Penambahan kadar aspal mengakibatkan campuran memiliki sifat yang semakin plastis sehingga terus meningkatkan nilai flownya. Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2010, standar nilai flow yang ditetapkan sebesar minimal 3 mm, sehingga seluruh campuran Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC) yang menggunakan filler abu sekam dengan berbagai kadar aspal yang digunakan, baik dalam kondisi dry
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Page 27
maupun kondisi soaked memenuhi persyaratan campuran yang disyaratkan. g. Pengaruh Filler dan Kadar Aspal terhadap MQ Marshall Qoutient adalah nilai Marshall Test dari hasil bagi antara stabilitas dengan kelelehan. Manfaat dari Marshall Qoutient ini adalah untuk pendekatan terhadap nilai kekakuan dan fleksibilitas campuran. Nilai Marshall Qoutient yang terlalu tinggi dapat menyebabkan campuran menjadi kaku dan memiliki fleksibilitas yang rendah, sehingga perkerasan menjadi mudah retak akibat beban lalu lintas dan apabila terlalu rendah akan menyebabkan mudah terjadi bleeding. Dari hasil penelitian yang terlihat bahwa bertambahnya nilai kadar aspal maka nilai Marshall Qoutient semakin meningkat, dan mencapai puncaknya pada kadar aspal 8,6% pada sebesar 330,10 kg/mm. Hal ini disebabkan oleh kenaikan pada nilai stabilitas pada setiap penambahan kadar aspal, namun nilai flow juga mengalami peningkatan. Selisih kenaikan flow cenderung lebih besar apabila dibandingkan dengan kenaikan stabilitas sehingga nilai Marshall Qoutient yang didapat menjadi semakin kecil apabila telah mencapai maksimum. Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2010, standar nilai Marshall Qoutient yang ditetapkan sebesar minimal 250 kg/mm, sehingga seluruh campuran Lapisan Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC) yang menggunakan filler abu sekam dengan berbagai kadar aspal yang digunakan, baik dalam kondisi dry maupun kondisi soaked memenuhi persyaratan campuran yang disyaratkan. Dari seluruh pengujian yang dilakukan pada campuran Lapis Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC) dengan penggunaan filler abu sekam padi menunjukkan kondisi campuran memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh SNI, British Standart maupun lembaga standar lain yang Page 28
digunakan pada penelitian ini, seperti AASHTO dalam batas karakteristik Marshall yang meliputi VIM, VFB, VMA, stabilitas, flow, Marshall Quotient (MQ) dan kepadatan campuran atau density. Pengaruh pengunaan abu sekam padi sebagai filler pada campuran aspal sudah memenuhi persyaratan atau karateristik untuk lapisan perkerasan jalan, khususnya Lapis Tipis Aspal Beton Permukaan (HRS-WC). Kedua bahan filler tersebut dapat digunakan untuk lapis perkerasan jalan raya, khususnya abu sekam padi, keberadaannya cukup melimpah di daerah Pliken Kabupaten Banyumas dan sangat potensial untuk dimanfaatkan. Tentunya akan lebih baik lagi jika campuran aspal dengan abu sekam padi dapat dikombinasikan dengan bahan material lain untuk dapat mengisi kesenjangan yang ada pada gradasi campuran agregat tersebut. 3.2 Hasil Analisis Tebal Selimut atau Film Aspal Tebal Film Aspal adalah ketebalan lapisan aspal yang menyelimuti agregat dalam suatu campuran yang erat hubunganya dengan berat jenis aspal, faktor luas permukaan agregat dan kadar aspal. Semakin tinggi kadar aspal efektif semakin tebal selimut atau film aspal pada masing-masing butir agregat. Film aspal yang tipis mengakibatkan ikatan aspal mudah lepas, tidak kedap air, oksidasi mudah terjadi, lapis perkerasan menjadi lebih mudah rusak dan durabilitas rendah. Tabel 12 Hasil perhitungan berat jenis dan BJ aspal BJ Aspal (Gb)
BJ Bulk (Gsb)
BJ Apparent
BJ Efektif (Gse)
1.026
2.4436
2.522
2.483
Pab 100 *
(Gse Gsb) * Ga 0.67 % Gsb * Gse
Pae Pa
Pab * Ps 7.97 % 100
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014
Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
Tebal aspal film =
Pae 1 * *1000µm 12.9 µm Ga LP * Ls Dari hasil analisis tebal film aspal campuran Lataston Lapis Aus Permuka0an (HRS-WC) pada kadar aspal optimum (KAO) 8,6% mempunyai tebal film aspal sebesar 12 µm dimana hasil tersebut sudah memenuhi syarat tebal film aspal sebesar 7,5 µm (Bina Marga, 2010). 3.3 Hasil Analisis Pengujian Permeabilitas Pengujian permeabilitas didasarkan pada persamaan 1-4 (sub bab permeabilitas), dimana sangat perlu dikaji pengujian permeabilitas ini, antara jumlah pori (total rongga) dalam campuran padat dengan nilai koefisien permeabilitas untuk setiap bahan susun benda uji. Dalam pengujian ini bahan susun benda uji diambil dari job mix formula untuk kadar aspal optimum (KAO). Pengujian permeabilitas campuran dengan filler abu sekam padi meliputi 2 variasi jenis, yaitu : filler abu sekam padi (100 %) soaked dan filler abu sekam padi (100 %) dry. Perhitungan susun benda uji dan perhitungan kebutuhan agregat, aspal dapat dilihat dalam lampiran. Permeabilitas merupakan sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk dilalui atau dirembesi oleh air atau zat cair lainnya melalui hubungan antar pori, salah satu ukuran untuk menilai permeabilitas adalah dengan mengukur besarnya koefisien permeabilitas. Sifat permeabilitas HRS-WC berhubungan erat dengan karakteristik umumnya seperti nilai total rongga, densitas, nilai stabilitas, tingkat penyelimutan dan porositas agregat. Sehingga pengaruh aliran air dan udara dalam lapis perkerasan akan berpengaruh terhadap tingkat durabilitasnya. Angka aliran yang tinggi menunjukkan lapis 1
perkerasan akan sangat peka terhadap kerusakan struktural dan pergerakan udara di dalam lapis perkerasan akan memiliki nilai durabilitas yang rendah. Dengan melihat nilai koefisien permeabilitas campuran HRS-WC menggunakan filler abu sekam padi sebesar 4x10-5 cm/det, maka menurut ketentuan dari Mullen 1967 dikategorikan sebagai practically impervious. Dengan demikian, maka penggunaan filler abu sekam padi mampu menghasilkan campuran kedap air, sehingga memiliki tingkat keawetan terhadap pengaruh cuaca khususnya dari air hujan. 4. KESIMPULAN dan SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa dari pengujian Marshall akan didapatkan tujuh karakteristik campuran aspal yang merupakan indikasi mengenai pengaruh kombinasi kadar aspal dan variasi filler yang digunakan untuk dua kondisi, yaitu kondisi kering (dry) dan kondisi rendaman (soaked). Tujuh karakteristik tersebut adalah stabilitas, kepadatan (Density), kelelehan (Flow), rongga terisi aspal (VFB), prosentase rongga dalam campuran aspal (VIM), prosentase rongga di antara mineral agregat (VMA), dan nilai Marshall Quotient (MQ). Dari penelitian ini juga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini : 1. Kadar aspal optimum yang dari campuran Hot Rolled Sheet – Wearing Coarse (HRS-WC) dengan filler abu sekam pada kondisi soaked (rendaman) diperoleh KAO sebesar 8,6%. 2. Penggunaan abu sekam padi pada Lataston Lapis Aus dapat memberikan keuntungan antara lain meningkatkan stabilitas, durabilitas, serta flexibilitas. Namun juga memiliki kelemahan yaitu
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Page 29
menjadikan penggunaan kadar aspal yang cenderung lebih tinggi karena sifat abu sekam padi yang mudah menyerap aspal. 3. Nilai density, flow, dan VFB terus meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan kadar aspal, dan mencapai nilai maksimum pada kadar aspal 9,6%, dengan nilai density maksimum sebesar 2,139 gr/cc, nilai flow maksimum sebesar 7,87 mm, dan nilai VFB maksimum sebesar 90,68%. 4. Nilai stabilitas tertinggi terdapat pada campuran HRS-WC dengan kadar aspal 8,6% sebesar 2355,7 kg dengan nilai Marshall Quotient (MQ) sebesar 330,10 kg/ mm dan flow 7,23 mm. 5. Dilakukan ekstrapolasi terhadap kadar aspal sebesar +1,5% dan 2% pada uji pendahuluan untuk mendapatkan nilai VIM yang disyaratkan untuk Lapis Tipis Aspal Beton Permukaan (HRSWC) sebesar 4% - 6%. Sehingga diperoleh nilai kadar aspal 8,55% 9,2% yang dapat memenuhi standar nilai VIM. 6. Berdasarkan hasil pengujian terhadap parameter Marshall, seperti density, VMA, sabilitas, flow dan MQ, filler abu sekam dapat digunakan sebagai filler dalam campuran lapisan perkerasan jalan, khususnya Lapis Tipis Aspal Beton Permukaan (HRSWC) sesuai dengan persyaratan Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010. 7. Berdasarkan hasil pengujian permeabilitas, maka penggunaan filler abu sekam padi pada campuran HRSWC memberikan nilai kekedapan yang baik (practically impervious), sehingga lebih tahan terhadap pengaruh air hujan. 4.2 Saran 1. Perlu adanya penelitian terhadap penggunaan abu sekam padi terhadap Page 30
fungsinya sebagai filler pada campuran aspal lain. 2. Perlu adanya penelitian terhadap variasi jumlah prosentase kadar filler abu sekam untuk menentukan prosentase kadar filler abu sekam yang optimum dalam campuran HRS-WC. 3. Perlu adanya penelitian terhadap durability pada campuran HRS-WC yang menggunakan filler abu sekam. 5. DAFTAR PUSTAKA AASHTO, (1975), Standard Specification for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing, Washington DC AASHTO, (1993), Guide for Design of Pavement Structure; Washington DC. Departemen Pekerjaan Umum, (1999), Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, Pedoman Teknis, Badan Penerbit PU, Jakarta Departemen Pekerjaan Umum (2004), Perencanaan Material Campuran Aspal, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Jakarta Departemen Pekerjaan Umum (2006), Spesifikasi Umum Divisi-6 Perkerasan Aspal, Balai Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan II, Bandung Departemen Pekerjaan Umum (2010), Spesifikasi Umum Divisi-6 Perkerasan Aspal, Balai Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan II, Bandung Darunifah, Nurkhayati. (2007), Pengaruh Bahan Tambah Karet Padat terhadap Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC), Skripsi Sarjana Jurusan Teknik, Program Studi Teknik Sipil Universitas Diponegoro Semarang Hadi, Ridwan. (2007), Pengaruh Abu Sekam sebagai Bahan Filler terhadap Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR), Skripsi JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014
Permeability Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (Hrs-Wc) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan
Sarjana Jurusan Teknik, Program Studi Teknik Sipil Universitas Diponegoro Semarang Indraswari H., (1976), ASPAL BETON, Perencanaan Campuran Di Laboratorium, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Indraswari H., (1971), Bahan Perkerasan Jalan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Linggo, Soandrijani. dan Eliza Purnamasari. (2007), Pengaruh Serat Serabut Kelapa sebagai Bahan Tambah dengan Filler Serbuk Bentonite pada HRS-Base dan HRS-WC,Skripsi Sarjana Jurusan Teknik, Program Studi Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta Masykur, M. M, Ir. (2001), Analisa Uji Simulasi Pembebanan WTM pada Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston), Universitas Muhammadiah Metro Sukiman, Silvia, (2008), Beton Aspal Campuran Panas, Buku Obor, Jakarta Sjachril M, Perencanaan Bahan Campuran Aspal, Pusdiklat Departemen Pekerjaan Umum Sari, Novita. (2006), Pengaruh Penggunaan Aspal AC 60/70 dengan Abu Ampas Tebu sebagai Filler Pengganti pada Campuran HRS pada Karakteristik Campuran terhadap Uji Marshall, Skripsi Sarjana Jurusan Teknik, Program Studi Teknik Sipil Universitas Gajah Mada Yogyakarta Suryoputranto, Iwan. dan Wardhani. (1998), Penggunaan Filler dari Pecahan Genting dan Kapur untuk Campuran HRS-B, Skripsi Sarjana Jurusan Teknik, Program Studi Teknik Sipil Universitas Gajah Mada Yogyakarta Sinartra, Wenny. (2005), Pengaruh Penggunaan Abu Serbuk Kayu Jati sebagai Bahan Pengisi pada Campuran 1
HRS-WC dalam Tinjauan Marshal, Skripsi Sarjana Jurusan Teknik, Program Studi Teknik Sipil Universitas Gajah Mada Yogyakarta SKNI-M-58-1990-03, (1990), Metode Pegujian Campuran Aspal Dengan Alat Marshall. Departemen pekerjaan Umum, Jakarta. Umah, Saiyidatul. (2010), Kajian Penambahan Abu Sekam Padi dari Berbagai Suhu Pengabuan terhadap Plastisitas Kaolin, Skripsi Sarajan Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknik Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim ______________, (1993), Penyegaran Teknik Kebinamargaan Modul M2-5, Penyiapan Rancangan Campuran Kerja, Proyek Peningkatan Jalan Dan Penggantian Jembatan Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. ______________, (1996), Manual Pemeriksaan Bahan Jalan No. 01/MN/BM/ 1976, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum ______________, (2001), Petunjuk Praktis Pengujian Bahan Jalan, Laboratorium Jalan Raya Akademi Teknologi Semarang.Semarang. _______________, (1988), Manual Supervisi Lapangan untuk Staff Pengendali Mutu, Central Quality Control & Monitoring Unit; Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. _______________, (1988), Campuran Aspal Panas dengan Durabilitas Tinggi – Buku I, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unseod, Purwokerto;
[email protected] Prodi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto;
[email protected] 3 Teknik Sipil UPP Pasir Pengaraian;
[email protected] 2
Page 31
Page 32
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 1 Januari 2014