PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN ALAMI LATEKS (GETAH KARET) TERHADAP KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COURSE (HRS - WC) Wilda Wati Dalimunthe Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480
[email protected]
Eduardi Prahara, S.T., M.T. (Dosen Pembimbing) Binus University, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK In the construction of facilities and infrastructure today, transport facilities is the main thing, especially land transport the most preferred by the users of transport. Therefore, it is necessary to increase the quality of the road pavement needs both in terms of strength, safety and comfort. This study was to determine the effect of natural materials latex (latex) against HRS-WC mixture characteristics that would be obtained relationships between characteristic of HRS-WC. To then be compared with a mixture of HRS-WC without any added ingredients. At this study asphalt content variation plan used are 5.5%, 6.0%, 6.5% and 7.0%. KAO value used is 5.9%. So from the results of a study of -0.5% bitumen content KAO, KAO and + 0.5% with the addition of latex variation of 0%, 3%, 4%, 5% and 6% KAO value obtained for the latex concentration of 0%, ie 6, 02%, KAO value to 3% latex content is 6.01%, Value KAO to 4% latex content is 5.85%, KAO value for latex concentration of 5% that is 5.9%, KAO value for the content of latex 6% ie 5.675%. And the results showed that the most optimum use of content that is a mixture of bitumen content of 5.9% with the addition of a latex content of 5%. Keywords: Asphalt, Hot Rolled Sheet Wearing Course, Latex, Pavement, KAO Dalam pembangunan sarana dan prasarana dewasa ini, fasilitas transportasi adalah hal utama khususnya transportasi darat yang paling banyak diminati oleh pengguna transportasi. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kualitas kebutuhan perkerasan jalan baik dari segi kekuatan, keamanan dan kenyamanan. Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan alami lateks (getah karet) terhadap karakteristik campuran HRS–WC yang akan diperoleh hubungan antar karakteristik campuran HRS-WC. Untuk kemudian dibandingkan dengan campuran HRS-WC tanpa bahan tambah apapun. Pada Penelitian ini variasi kadar aspal rencana yang digunakan yaitu 5,5%, 6,0%, 6,5% dan 7,0%. Nilai KAO yang dipakai adalah 5,9%. Maka dari hasil penelitian terhadap kadar aspal -0,5% KAO, KAO dan +0,5% dengan tambahan variasi lateks 0%, 3%, 4%, 5% dan 6% didapatkan Nilai KAO untuk kadar lateks 0% yaitu 6,02%, Nilai KAO untuk kadar lateks 3% yaitu 6,01%, Nilai KAO untuk kadar lateks 4% yaitu 5,85%, Nilai KAO untuk kadar lateks 5% yaitu 5,9%, Nilai KAO untuk kadar lateks 6% yaitu 5,675%. Dan dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan kadar campuran paling optimum yaitu kadar aspal 5,9% dengan tambahan kadar lateks 5%. Kata kunci: Aspal, Hot Rolled Sheet Wearing Course, Lateks, Perkerasan Jalan, KAO
PENDAHULUAN Dalam pembangunan sarana dan prasarana dewasa ini, fasilitas transportasi adalah hal utama khususnya transportasi darat yang paling banyak diminati oleh pengguna transportasi. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan raya yang sangat berpengaruh terhadap mobilitas masyarakat. Kota Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi yang sedang berkembang mempengaruhi jumlah pengguna kendaraan yang semakin hari semakin meningkat, secara langsung memperpendek umur pelayanan prasarana transportasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kualitas kebutuhan perkerasan jalan baik dari segi kekuatan, keamanan dan kenyamanan. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) atau hot rolled sheet (HRS) yang merupakan salah satu jenis campuran beraspal panas yang terbuat dari agregat halus, agregat kasar dan filler dengan aspal sebagai bahan pengikat yang diyakini dapat meningkatkan kualitas perkerasan jalan yang menghasilkan campuran aspal menjadi tahan retak (Amiruddin, 2012). Dalam upaya memperbaiki kinerja campuran beraspal, selain menggunakan campuran beraspal panas dengan pemilihan agregat dan material yang bermutu baik dapat pula dengan memodifikasi aspal menggunakan bahan tambahan. Salah satu bahan tambah yang dapat digunakan yaitu lateks. Penggunaan lateks untuk campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC) diharapkan dapat berperan sebagai bahan stabilitator aspal. Sejauh ini sudah dilakukan penelitian dengan menggunakan bahan tambah alami khususnya karet namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya. Terutama pada penggunaan kadar aspal dan kadar karet yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil evaluasi penelitian-penelitian sebelumnya yang mengarah kepada hasil persentase optimum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan alami lateks (getah karet) terhadap karakteristik campuran HRS–WC yang akan diperoleh hubungan antar parameter stabilitas, flow, marshall quotient, void in the mix, void in mineral aggregate dan void filled with asphalt terhadap variasi penggunaan kadar aspal dan kadar karet. Untuk kemudian dibandingkan dengan campuran HRS-WC tanpa bahan tambah apapun. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan sebuah rekomendasi kepada semua pihak terkait pengaruh bahan tambah alami lateks (getah karet) terhadap nilai kekuatan dan keawetan penggunaan campuran HRS-WC sebagai alternatif bahan perkerasan jalan raya.
METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam penelitian ini, maka digunakan metode pengumpulan data yaitu studi pustaka untuk memperoleh data sekunder dengan membaca sejumlah buku, jurnal dan artikel-artikel ilmiah sebagai landasan teori dalam menuju kesempurnaan penelitian ini. Dan juga pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium untuk mendapatkan data primer yang akan digunakan dalam menganalisa hasil dari penelitian yang dilaksanakan. Metode pengambilan bahan untuk digunakan dalam campuran beraspal yaitu material agregat kasar dan agregat halus diambil dari PT Subur Brothers, aspal pertamina Penetrasi 60/70 diperoleh dari laboratorium PT Subur Brothers. Lateks diperoleh pabrik pembuatan lem daerah Bintara, Bekasi Barat. Salah satu metode untuk menghasilkan mix design yang baik adalah marshall. Dikembangkan oleh Bruce Marshall sekitar tahun 1940an dibuat standar dalam ASTM D 1559-89 dengan membuat beberapa benda uji dengan kadar aspal yang berbeda. Karakteristik metode marshall yaitu: Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan lapis aspal beton untuk menahan deformasi atau perubahan bentuk akibat beban lalu lintas yang bekerja pada lapis perkerasan tersebut. Nilai stabilitas menunjukkan kekuatan dan ketahanan campuran beton aspal terhadap terjadinya perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur (rutting) maupun bleeding. Stabilitas dinyatakan dalam satuan kg dan diperoleh dari pembacaan arloji pada alat uji marshall test. Flow (Kelelehan) Flow menunjukkan besarnya deformasi dari campuran beton aspal akibat beban yang bekerja pada perkerasan. Flow merupakan salah satu indikator terhadap lentur. Besarnya rongga antar campuran dan penggunaan aspal yang tinggi dapat memperbesar nilai kelelehan. Nilai kelelehan diperoleh dari pembacaan arloji kelelehan pada alat uji marshall dan dinyatakan dalam satuan mm. Campuran yang memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia pelayanannya.
Marshall Quotient Marshall Quotient merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan.Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan. Voids in Mix VIM merupakan volume pori dalam campuran yang telah dipadatkan. VIM merupakan indikator dari durabilitas dan kemungkinan bleeding. Rongga udara dalam campuran (VlM) dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Voids in Mineral Aggregate VMA merupakan volume rongga yang terdapat diantara suatu campuran beraspal padat, termasuk di dalamnya rongga efektif dan menunjukkan persentase dari volume total benda uji. Harga VMA dari campuran beraspal padat dapat di kalkulasikan dalam hubungannya dengan berat jenis kering total aggregat (Aggregate Bulk Spesific Gravity). Pemakaian agregat bergradasi senjang dan kadar aspal yang rendah dapat memperbesar VMA. Voids Filled in Asphalt VFA adalah persentase pori antar butir agregat yang terisi aspal, sehingga VFA merupakan bagian dari VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk didalamnya aspal yang terabsorbsi oleh masing-masing butir agregat. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat diterima. Pengaruh utama kriteria VFA adalah membatasi VMA maksimum dan kadar aspal maksimum. VFA juga dapat membatasi kadar rongga campuran yang diizinkan.
HASIL DAN BAHASAN Pemeriksaan Mutu Material Pembentuk Campuran Pengujian mutu material pembentuk campuran dilakukan dengan menyesuaikan hasil pengujian dengan acuan Standart Nasional Indonesia (SNI). Standart Nasional Indonesia (SNI) merupakan sebuah acuan dalam pengujian mutu bahan yang memiliki syarat-syarat nilai minimum ataupun maksimum yang harus dipenuhi. Apabila nilai karakteristik suatu bahan tidak dapat memenuhi syarat Standart Nasional Indonesia (SNI) maka bahan tidak dapat digunakan untuk keperluan penelitian lebih lanjut dan harus digantikan dengan bahan yang memenuhi syarat SNI. Tabel 1 Hasil Uji Aspal Penetrasi 60/70 Syarat Min. Max. 1. Penetrasi 60,40 60,0 70,0 2. Titik Lembek 48,50 48,0 3. Daktilitas 150,00 100 4. Titik Nyala 282,00 232 5. Berat Jenis 1,04 1,00 Sumber: Hasil Pengujian dan Perhitungan Laboratorium PT Subur Brothers No.
Jenis Pengujian
Hasil Uji
Metode Pengujian
Sat.
SNI 06-2456-1991 SNI 06-2434-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2441-1991
0,1 mm o C cm o C
Tabel 1 Hasil Uji Agregat No.
Jenis Pengujian
1.
Abrasi
Split 2 -5 26
Hasil Pengujian Split Screen 1-2 25
29
Abu Batu -
Syarat
Metode Pengujian
Sat.
Max 30/40
SNI 03-2417-1991
%
SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990
Gr/cc Gr/cc
-
Gr/cc
-
Gr/cc
Berat Jenis Bulk 2,61 2,62 2,62 2,61 Berat Jenis SSD 2,66 2,68 2,68 2,67 Berat Jenis 2,76 2,78 2,79 2,78 4. Apparent Berat Jenis 2,68 2,70 2,70 2,70 5. Efektif Penyerapan Air 2,17 2,23 2,34 2,36 Max 3 6. Kelekatan 95 95 95 Min 95 7. Terhadap Aspal Sumber: Hasil Pengujian dan Perhitungan Laboratorium PT Subur Brothers 2. 3.
-
%
SNI 03-2439-1991
%
Penentuan Gradasi Campuran Penentuan gradasi campuran dilakukan dengan melakukan pemeriksaan analisa saringan agregat baik agregat kasar maupun agregat halus. Hasil data sieve analysis masing-masing agregat dikombinasikan dengan persentase agregat rencana sampai didapatkan nilai pembagian butir agregat yang sesuai dengan spesifikasi SNI yang disyaratkan.
Tabel 3 Komposisi Kebutuhan Bahan Material Hotbin I Hotbin II Hotbin III Hotbin IV Filler Total Passing (%) Spec. Grading
In mm %PASS %PASS %PASS %PASS %PASS
Gradasi Lataston HRS-WC ½’ 3/8’ #8 13,2 9,5 2,36 66,92 3,46 0,62 100 100 5,54 100 100 100 100 100 100 100 100 100 92,06 76,83 60,09 90-100 75-85 50-72
¾’ 19,5 100 100 100 100 100 100 100
#30 0,6 0 0,55 13,66 78,92 100 36,53 35-60
#200 0,075 0 0,02 1,08 11,64 100 6,51 6-12
(%) 24% 17% 16% 42% 1,0%
Gambar 1 Desain Gradasi Campuran HRS-WC
Pengujian pada Kadar Aspal Rencana Berikut adalah hasil uji marshall pada kadar aspal rencana yang telah ditetapkan yaitu 5,5%, 6,0%, 6,5% dan 7,0%. Hasil uji meliputi nilai VIM, VMA, VFA, Stabilitas, Flow dan MQ. Tabel Error! No text of specified style in document. Rekapitulasi Pengujian Marshall pada Variasi Kadar Aspal Rencana No.
Karakteristik
Syarat
1 2 3 4 5 6
VIM (%) VMA (%) VFA (%) Stabilitas (kg) Flow (mm) MQ (kg/mm)
3–6 > 16 > 65 > 800 3-6 > 200
5,5 4,96 16,86 70,61 1022,94 3,3 309,981
Variasi Kadar Aspal (%) 6,0 6,5 3,78 2,53 16,67 16,95 77,34 85,06 1363,92 1159,33 3,55 3,80 384,20 305,08
7,0 0,78 16,86 95,36 983,16 4,07 241,76
Penentuan Kadar Aspal Optimum Kadar aspal rencana yang digunakan yaitu 5,5%, 6,0%, 6,5% dan 7,0% yang akan dilakukan pengujian marshall untuk didapatkan kadar aspal optimum yang akan dilakukan dari hasil uji marshall tersebut didapatkan besarnya kadar aspal optimum berdasarkan nilai tengah dari rentang kadar aspal rencana yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan hasil uji kaddar aspal rencana didapatkan kadar aspal optimum sebesar 5,9%.
Gambar 2 Penentuan Kadar Aspal Optimum
Pengujian pada Kadar Aspal Optimum Pengujian marshall tahap kedua ini menggunakan kadar aspal optimum ditambahkan dengan variasi kadar lateks. Berikut adalah rekapitulasi hasil uji marshall pada kadar aspal optimum antar parameter aspal.
Gambar 3 Hubungan antara Kadar Aspal (%) dengan Nilai VIM (%)
Gambar 4 Hubungan antara Kadar Aspal (%) dengan Nilai VMA (%)
Gambar 5 Hubungan antara Kadar Aspal (%) dengan Nilai VFA (%)
Gambar 6 Hubungan antara Kadar Aspal (%) dengan Nilai Stabilitas (kg)
Gambar 7 Hubungan antara Kadar Aspal (%) dengan Nilai Flow (mm)
Gambar 8 Hubungan antara Kadar Aspal (%) dengan Nilai MQ (kg/mm)
Pembahasan Hubungan Nilai VIM Terhadap Kadar Aspal dengan Kadar Lateks Pada Gambar 3 hubungan antara kadar aspal (%) dengan nilai VIM (%) menunjukkan bahwa nilai VIM cenderung menurun seiring dengan bertambahnya kadar aspal dan lateks. Semakin bertambahnya kadar aspal dan lateks membuat rongga antar butiran agregat semakin bertambah karena terisi oleh aspal dan lateks. Tetapi pada kadar lateks 4% dalam kadar karet 5,9% dan 6,4% terjadi peningkatan persentase nilai VIM tetapi nilainya masih memenuhi syarat spesifikasi yang disyaratkan SNI untuk nilai VIM yaitu 3-6 mm. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh agregat yang
terdapat dalam campuran kurang terselimuti aspal dengan baik, sehingga mengakibatkan jumlah rongga udara dalam campuran tersebut meningkat pada kadar karet dalam kadar aspal tersebut. Kurangnya agregat yang terselimuti oleh aspal disebabkan karena adanya faktor human errorsaat pengadukan campuran aspal, agregat,lateks dan filler, sehingga campuran yang dihasilkan kurang homogen. Pada gambar 3 dapat dilihat juga pada kadar lateks 6% dalam kadar aspal 6,4% berada dibawah syarat minimum yang ditentukan yaitu 3% berarti rongga pada campuran relatif kecil, menjadikan tidak tersedianya ruang yang cukup, menyebabkan aspal akan naik ke permukaan (bleeding). Hubungan Nilai VMA Terhadap Kadar Aspal dengan Kadar Lateks Pada Gambar 4 hubungan antara kadar aspal (%) dengan nilai VMA (%) menunjukkan bahwa nilai VMA cenderung meningkatseiring dengan bertambahnya kadar aspal dan kadar lateks karena rongga-rongga yang terisi oleh aspal dan juga lateks semakin banyak menyebabkan rongga udara yang ada diantara mineral agregat didalam campuran beraspal panas yang sudah dipadatkan semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena aspal yang biasa menyelimuti agregat sebagian diganti oleh lateks. Sifat lateks yang lebih encer dibandingkan aspal, akan cepat meresap kedalam agregat sehingga lapisan yang menyelimuti agregat menjadi tipis, akibat rongga dalam agregat menjadi besar.Sedangkan turunnya nilai VMA pada kadar lateks dalam kadar aspal 5,4%, 5,9% dan 6,4% disebabkan jumlah lateks yang masuk menyelimuti agregat tersebut masih kurang karena adanya faktor human error saat pengadukan campuran aspal, agregat, lateks dan filler, sehingga campuran yang dihasilkan kurang homogen. Pada gambar 4 dapat dilihat juga bahwa penggunaan lateks membuat semua nilai VMA kecil dan tidak dapat memenuhi syarat nilai VMA yang berlaku yaitu minimum 16%, hal tersebut disebabkan karena aspal yang biasa menyelimuti agregat sebagian diganti oleh lateks. Sifat lateks yang lebih encer dibandingkan aspal, akan cepat meresap kedalam agregat sehingga lapisan yang menyelimuti agregat menjadi tipis, akibat rongga dalam agregat memiliki nilai yang kecil. Hubungan Nilai VFA Terhadap Kadar Aspal dengan Kadar Lateks Pada gambar 5 hubungan antara kadar aspal (%) dengan nilai VFA (%) dapat dilihat bahwa nilai VFA semakin meningkat seiring bertambahnya kadar aspal dan kadar lateks. Hal tersebut dikarenakan setiap penambahan kadar aspal dan kadar lateks maka rongga yang terisi terisi aspal juga semakin bertambah. Gambar 5 menunjukkan bahwa hanya kadar lateks 0% dalam kadar aspal 5,4% yang belum memenuhi standart syarat nilai VFA yaitu minimum 68%. Nilai VFA yang rendah disebabkan oleh jumlah aspal efektif yang mengisi rongga-rongga antar butir agregat sedikit sehingga rongga udara besar. Hal ini akan mengurangi keawetan dari campuran. Hubungan Nilai Stabilitas Terhadap Kadar Aspal dengan Kadar Lateks Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa campuran aspal dengan penambahan lateks memiliki nilai stabilitas lebih besar dibanding dengan campuran aspal tanpa tambahan lateks. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan lateks dapat meningkatkan kekuatan aspal. Hal ini tekait pada kinerja nilai kepadatan campuran, nilai VMA, nilai VIM dan nilai VFA seperti yang ditunjukkan pada kadar aspal 5,4% meningkat sampai batas kadar aspal optimum yaitu 5,9% selanjutnya stabilitas turun yang menunjukkan terlalu tebalnya film aspal yang menyelimuti agregat, sehingga stabilitas menjadi menurun. Hubungan Nilai Flow Terhadap Kadar Aspal dengan Kadar Lateks Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya kadar aspal dan kadar lateks nilai flow semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena sifat aspal yang mengikat ditambah lateks yang membuat campuran akan menjadi lebih lentur atau elastis, sehingga ikatan antara agregat dengan aspal semakin baik. Tetapi pada kadar lateks 4% terjadi penurunan pada kadar aspal 5,9%, kemudian pada kadar lateks 5% terjadi penurunan pada kadar aspal 5,9% dan pada kadar lateks 6% penurunan terjadi pada kadar aspal 5,9% dan 6,4%. Penurunan nilai flow tersebut terjadi karena seiring dengan bertambahnya kadar lateks pada aspal maka campuran sebagian mempunyai sifat mengunci (interlocking) yang tinggi. Agregat dan aspal tidak mudah bergeser dari kedudukan pada saat perkerasan dibebani lalu lintas. Selain itu juga penyebab penurunan nilai flow karena adanya factor human error pada saat pengujian yaitu pengeluaran benda uji dari waterbath bersuhu 60oC yang melebihi batas waktu maksimal yaitu 30 detik sehingga suhu dalam campuran menurun dan membuat hasil pembacaan dial nilai flow menjadi menurun dari seharusnya. Nilai flow yang rendah akan
menyebabkan mudah retak apabila terkena beban lalu lintas yang tinggi dan berat karena sifatnya yang kaku dan getas. Pada gambar 7 juga menunjukkan bahwa semua kadar lateks dalam kadar aspal yang di uji memenuhi syarat standart nilai flow yang berlaku yaitu 3-6 mm. Kecuali hanya pada kadar lateks 4% dalam kadar aspal 6,4% bernilai 6,50 mm dan kadar lateks 6% dalam kadar aspal 5,4% bernilai 6,43mm yang melebihi batas maksimum flow yang disyaratkan. Hubungan Nilai MQ Terhadap Kadar Aspal dengan Kadar Lateks Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa seiring bertambahnya kadar lateks dan kadar aspal nilai MQ cenderung meningkat kepada kadar aspal optimum dan menurun pada kadar diatas kadar aspal optimum yaitu 6,4%. Nilai MQ cenderung keseluruhan memenuhi syarat standart nilai MQ yaitu minimum 200 kg/mm. Kecuali pada kadar aspal 6,4% dengan campuran lateks 4% yang berada dibawahstandartsyarat minimum. Campuran tersebut fleksibel dan cenderung menjadi lentur sehingga mudah mengalami perubahan bentuk pada saat menerima beban lalu lintas yang tinggi.
Nilai Karakteristik Rendah Tinggi
Hubungan Nilai Stabilitas dengan Nilai Flow
Gambar 9 Hubungan antara Nilai Stabilitas dengan Nilai Flow Secara Teoritis Gambar 9 menunjukkan bahwa secara teori semakin meningkatnya nilai stabilitas pada penambahan kadar aspal maka nilai flow akan semakin menurun dan sebaliknya. Grafik diatas menyatakan bahwa adanya hubungan berbanding terbalik antara nilai stabilitas dengan nilai flow. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hubungan antara nilai stabilitas dan nilai flowberbanding terbalik terdapat pada kadar aspal 5,4%, 5,9% dan 6,4% dengan penambahan kadar lateks 3% dan 5%.
Min. 800 kg
Gambar 10 Hubungan Berbanding Terbalik Nilai Stabilitas dengan Nilai Flow
Penentuan Kadar Aspal Optimum Terhadap Kadar Lateks Penentuan kadar aspal optimum terhadap kadar lateks bertujuan untuk mengetahui penggunaan kadar aspal paling efektif untuk ditambahkan dengan kadar karet 0%, 3%, 4%, 5% dan 6% agar menghasilkan hasil karakteristik marshall yang baik dan memenuhi standart yang berlaku.
Gambar 11 Kadar Aspal Optimum (%) dengan Lateks 0%
Gambar 12 Kadar Aspal Optimum (%) dengan Lateks 3%
Gambar 13 Kadar Aspal Optimum (%) dengan Lateks 4%
Gambar 14 Kadar Aspal Optimum (%) dengan Lateks 5%
Gambar 15 Kadar Aspal Optimum (%) dengan Lateks 6%
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian pengaruh penambahan bahan alami lateks pada campuran hot rolled sheet wearing course didapatkan hasil pengujian awal pada kadar aspal rencana didapatkan kadar aspal optimum yaitu 5,9%. Dilakukan pengujian kedua untuk nilai KAO. Pengujian dilakukan dengan variasi kadar aspal yaitu 5,4%, 5,9% dan 6,4% dengan kondisi 2 x 75 tumbukan. Untuk pengujian aspal dengan kadar karet 0% dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya kadar aspal dalam suatu campuran HRS-WC maka campuran tersebut akan semakin padat, rongga-rongga udara serta rongga mineral semakin kecil sehingga campuran lebih mampu menahan beban lalu lintas. Dari segi stabilitas, campuran dengan kadar aspal 5,9% memiliki nilai tertinggi yaitu 1267,31 kg, kadar aspal 5,4% dan 6,9% memiliki nilai stabilitas yang berangsur-angsur turun. Pada nilai kelelehan dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya kadar aspal, maka campuran akan semakin elastis. Nilai maksimum keelastisitasan pada kadar aspal 6,4% dengan nilai 3,75 mm. Bahan tambah yang dicampurkan pada campuran penelitian ini adalah lateks atau getah karet cair. Jenis karet yang digunakan juga mempengaruhi nilai karakteristik campuran. Dapat dibuktikan bahwa hasil penelitian yang didapat memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu Darunifah (2007) yang menggunakan bahan tambah karet padat bahan vulkanisir dan Amiruddin (2012) yang menggunakan bahan tambah lump segar. Pengujian selanjutnya dilakukan pada beberapa variasi kadar aspal (5,4%, 5,9% dan 6,4%) dengan variasi kadar lateks (3%, 4%, 5% dan 6%) pada kondisi 2x75 tumbukan. Pada pengujian ini dapat dilihat serta diperbandingkan mengenai perubahan karakteristik aspal, bahwa nilai VIM (%) cenderung menurun seiring dengan bertambahnya kadar aspal dan lateks. Semakin bertambahnya
kadar aspal dan lateks membuat rongga antar butiran agregat semakin bertambah karena terisi oleh aspal dan lateks. Nilai VMA cenderung menurun seiring dengan bertambahnya kadar aspal dan kadar lateks karena rongga-rongga yang terisi oleh aspal dan juga lateks semakin banyak menyebabkan rongga udara yang ada diantara mineral agregat didalam campuran beraspal panas yang sudah dipadatkan semakin mengecil. Nilai VFA cenderung meningkat. Nilai stabilitas lebih besar dibanding dengan campuran aspal tanpa tambahan lateks. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan lateks dapat meningkatkan stabilitasan aspal. Nilai flow campuran semakin meningkat dan nilai MQ cenderung meningkat kepada kadar aspal optimum dan menurun pada kadar diatas kadar aspal optimum yaitu 6,4%. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan lateks pada campuran aspal membuat perubahan pada karakteristik dari campuran HRS-WC tersebut. Nilai KAO untuk kadar lateks 0% yaitu 6,02%, Nilai KAO untuk kadar lateks 3% yaitu 5,90%, Nilai KAO untuk kadar lateks 4% yaitu 5,85%, Nilai KAO untuk kadar lateks 5% yaitu 5,9%, Nilai KAO untuk kadar lateks 6% yaitu 5,67%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan kadar campuran paling optimum yaitu kadar aspal 5,9% dengan tambahan kadar lateks 5%. Berdasarkan hasil penelitian, campuran HRS-WC dengan bahan tambah lateks dapat dikategorikan baik yaitu campuran memiliki nilai stabilitas yang tinggi tetapi nilai flow tidak kurang dari 3 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran dapat menahan beban berat yang bekerja diatas perkerasan tanpa terjadi retak. Dapat dibuktikan dari nilai stabilitas yang tinggi diatas 1000 kg dan nilai flowdengan keelastisitasan yang baik, cenderung memiliki nilai flow 3-5 mm dimana batas syarat nilai flowyang baik yaitu 3-6 mm. Untuk para peneliti yang akan melanjutkan penelitian ini ada beberapa saran yang akan diberikan oleh penulis agar mendapatkan hasil penelitian yang sempurna. Adapun saran-saran untuk yang akan melanjutkan penelitian ini yaitu pada saat melakukan penelitian, disarankan untuk lebih dapat melakukan sesuai dengan prosedur yang benar. Terutama pada saat memasak campuran aspal, kehomogenan antar material harus diperhatikan, selain itu suhu campuran juga harus diperhatikan sesuai dengan yang disyaratkan. Pada saat melakukan penelitian, disarankan untuk lebih teliti dalam tahap penimbangan sampel agar didapatkan hasil yang lebih akurat. Penggunaan alat-alat juga harus diperhatikan dan dipastikan bahwa alat itu baik untuk digunakan terutama untuk alat uji marshall test yang akan menentukan hasil penelitian.Untuk penelitan selanjutnya disarankan untuk melanjutkan meneliti penggunaan campuran HRS-WC dengan bahan tambah lateks terhadap parameter lain seperti porositas, viskositas, dan lain-lain. Kemudian juga disarankan untuk menganalisa biaya penggunaan dengan nilai durabilitas campuran.
REFERENSI Achmad, Djedjen, 2011, “Dampak Penambahan Polimer Terhadap Karakteristik Beton Aspal”, Politeknik Negeri Jakarta. Amiruddin, 2012, “Kajian Eksperimental Campuran HRS-WC Dengan Aspal Minyak Dan Penambahan Aditif Lateks Sebagai Bahan Pengikat”, Universitas Trisakti. Awan, Hery, 2014, “ Permeability Campuran Hot rolled sheet wearing course (HRS-WC) Dengan Filler Abu Sekam Padi Untuk Jalan Perkotaan”, Universitas Soedirman. Darunifah, Nurkhayati, 2007, “Pengaruh Bahan Tambahan Karet Padat Terhadap Karakteristik Campuran Hot rolled sheet wearing course (HRS-WC)”, Universitas Diponegoro. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2001, “Spesifikasi Baru Beton Aspal Campuran Panas”, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta. Ghoffar, Mochammad, 2010, “Studi Analisa Perbandingan Penambahan Material Limbah (Fly Ash) dan Bahan Kimia (Wetfix-Be) Pada Campuran Beraspal Untuk Meningkatkan Stabilitas”, Bina Nusantara. Howardy, 2008, “Perancangan Laboratorium Campuran HRS-WC Dengan Penggunaan Buton Granular Asphalt (Bga) Sebagai Bahan Additive”, Forum Teknik Sipil, UGM. Mamangkey, Rizky, 2013, “Kajian Laboratorium Sifat Fisik Agregat Yang Mempengaruhi Nilai Vma Pada Campuran Beraspal Panas Hrs-W”. Pradana, Riky, 2010, “Pengaruh Penambahan Bahan Alami Lateks (Getah Karet) Terhadap Kinerja Marshall Aspal Porus”, Universitas Brawijaya. Sakti, Aji, 2012, “Studi Karakteristik Perkerasan HRS – WC Menggunakan Aspal Minyak dan Penambahan Aditif Lateks, Universitas Hasanudin. Saodang, H, 2004, “Perancangan Perkerasan Jalan Raya”, Bandung. Sukirman, S, 1995, “Perkerasan Lentur Jalan raya”. Bandung. Sukirman, S, 2003, “Beton Aspal Campuran Panas”. Bandung. Yosa, Dego, 2010, “Pemanfaatan Lateks Karet Alam Sebagai Bahan Pemodifikasi Aspal Untuk Meningkatkan Mutu Perkerasan Jalan Aspal”, IPB.
RIWAYAT PENULIS Wilda lahir di kota Jakarta pada 2 Agustus 1993. Penulis menamatkan kuliah S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Teknik Sipil pada tahun 2015. Penulis aktif di berbagai organisasi yaitu Himpunan Teknik Sipil Bina Nusantara (HIMTES) sebagai wakil ketua periode 2013-2014.