Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 17, No.2, 2012, halaman 172-184
ISSN : 1410-0177
PENGGUNAAN METODE RASIO ABSORBAN DALAM PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN SALISILAMIDA BERBENTUK SEDIAAN CAMPURAN Fithriani Armin, Rusdi, Ehrlich Von Dantes Fakultas Farmasi Universitas Andalas ABSTRACT
A study on the determination of paracetamol and salicylamide in a mixture by absorbance ratio method has been done. The absorption spectrum of both compounds crossing one each other at isoabsorption point. The maximum wavelength of paracetamol, salicylamide, and wavelength of isoabsorpsi line which show the relation of paracetamol fractions in a mixture containing paracetamol and salicylamide in various proportions and absorbances at isoabsorption wavelength was constructed. The measurement of absorbance was done at 247,2 nm and 300,3 nm. The experiment showed that the absorbancy ratio method can be used to determine paracetamol and salicilamyde. The percent recovery of paracetamol was 101,31 % with 0,642 % of standard deviation and coefficient of variation 0,616 %. The salicylamide content was then calculated and found to be 99,66 % with 0,863 % of standard deviation and 0,861 % of coefficient variation. Keyword: Isoabsorption point, Determination in mixture PENDAHULUAN Parasetamol merupakan derivat aminofenol yang mempunyai aktivitas analgetik dan antipiretik. Seperti salisilat, parasetamol berefek menghambat sintesa prostaglandin di otak sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino benzen yang menurunkan panas saat demam (Wilmana, 1995 ; Mutschler, 1991 ; Scunach, Mayer & Haak, 1990). Salisilamida adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgetik dan antipiretik mirip asetosal. Efek analgetik-antipiretik salisilamida lebih lemah dari salisilat, karena zat ini mengalami metabolisme lintas pertama di dalam usus, sehingga hanya sebagian salisilamida yang masuk sirkulasi sebagai zat aktif (Wilmana, 1995 ; Mutschler, 1991 ; Scunach, et., al, 1990 ). Kombinasi parasetamol dan salisilamida ditemukan pada sediaan yang
beredar di masyarakat dengan kadar yang berbeda-beda. Sediaan ini termasuk golongan obat bebas terbatas dan indikasinya adalah untuk mengobati sakit kepala, sakit gigi dan nyeri otot (Tjay & Rahardja, 2002 ). Suatu obat dikatakan bermutu jika obat yang digunakan tersebut mempunyai efek terapi yang baik dan aman dalam penggunaannya. Agar mutu obat tersebut tetap terjamin dan efektif dalam pengobatan, maka diperlukan suatu kadar zat aktif yang tepat terkandung dalam sediaan obat tersebut (Fatah, 1987). Untuk mengetahui kadar obat, perlu suatu metode penetapan kadar yang menunjukkan hasil yang baik dan terjamin ketepatan dan ketelitiannya (Fatah, 1987 ; Connors, 1982). Metode resmi untuk analisa kadar parasetamol adalah dengan titrasi nitrimetri (Ebel, 1992 ; Roth & Blaschke, 1994), titrasi serimetri (British Pharmacopeiea, 1980) dan penetapan kadar Nitrogen secara N-Kjehdal (Depkes RI, 1979). Sedangkan metode resmi untuk analisa kadar 172
Fithriani A., et al.
salisilamida adalah dengan titrasi asam basa (Depkes RI, 1995). Dari metode resmi diatas, penetapan kadar dari parasetamol dapat dilakukan dengan metode titrasi asam basa dan salisilamida juga dapat ditentukan kadarnya dengan metode N-Kjehdal, tetapi karena masing-masing zat tersebut saling mempengaruhi satu sama lain maka penetapan kadarnya menjadi terganggu sehingga zat tersebut harus dipisahkan. Penetapan kadar parasetamol dalam bentuk campuran dengan salisilamida dan kofein dalam sediaan tablet dapat dilakukan dengan melakukan pemisahan parasetamol secara kromatografi lapis tipis dan penetapan kadar secara spektrofotodensitometri (BPOM, 2001), dan penetapan kadar salisilamida dalam campuran dengan parasetamol, kofein dan gliserilguaiakolat dalam sediaan tablet dapat dilakukan dengan mengukur serapan maksimum salisilamida dalam NaOH 0,1 N pada panjang gelombang lebih kurang 328 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer UV (BPOM, 2001). Untuk penentuan kadar senyawa obat yang terdapat dalam keadaan campuran dengan pemisahan terhadap masing-masing senyawa seperti metodemetode diatas, membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga metode ini menjadi tidak efektif dan efisien jika penentuan kadar masing-masing zat dibutuhkan dalam waktu yang cepat dan singkat. Salah satu metode yang cukup cepat dan singkat adalah metode rasio absorban dengan menggunakan alat spektrofotometer UV. Metode rasio absorban adalah salah satu metoda penetapan kadar campuran tanpa terlebih dahulu dilakukan pemisahan terhadap campuran tersebut, dimana prinsip dari metode ini adalah menentukan serapan pada panjang gelombang maksimum dari salah satu senyawa dan serapan pada panjang gelombang isoabsorptif dengan menggunakan alat spektrofotometer UV.
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Pengukuran menggunakan alat spektrofotometer UV didasarkan pada penyerapan dari energi radiasi elektromagnetik oleh suatu media yang dilakukan pada daerah ultraviolet yaitu pada panjang gelombang 200 – 400 nm (Sastroamidjojo, 1991 ; Roth & Blaschke, 1994). Panjang gelombang isoabsorptif adalah panjang gelombang dimana kedua senyawa memiliki koefisien absorptifitas yang sama. (Pernarowski, Knevel, & Christian, 1961). Berdasarkan hal di atas, maka pada penelitian ini dicoba menetapkan kadar parasetamol dan salisilamida dalam campuran dengan menggunakan metode rasio absorban dengan alat spektrofotometer UV. METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca (Erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur), buret mikro, krus, desikator, oven (Gallen Kamp), timbangan analitik (Shimadzu), alat penentu titik leleh (Fisher John), spektrofotometer UV Probe (Shimadzu), spektrofotometer IR (Biorad/Digilab FTS 45). Bahan-bahan yang digunakan adalah parasetamol (Kimia Farma), salisilamida, natrium hidroksida(Merck), metanol p.a (Merck), etanol (Merck), kloroform (Merck), eter Merck), asam asetat glasial p.a (Merck), asam asetat anhidrida p.a (Merck), kristal violet p.a (Merck), asam perklorat p.a (Merck), kaliumbiftalat p.a (Merck), toluen p.a (Merck), air suling.
Pelaksanaan Penelitian Pemeriksaan pembanding
kemurnian
bahan
173
Fithriani A., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Pemeriksaan kemurnian bahan pembanding parasetamol dan salisilamida dilakukan menurut prosedur yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 yang meliputi pemeriaan, kelarutan, identifikasi, suhu lebur, sisa pemijaran dan penetapan kadar.
perpotongan kedua kurva merupakan titik isoabsorpsi dari kedua larutan.
Menentukan panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dan salisilamida.
Dibuat bermacam-macam persentase dari campuran parasetamol dengan salisilamida (50 % + 50 %), (40 % + 60 %), (30 % + 70 %), (20 % + 80 %), (10 %+ 90 %), dengan konsentrasi total 10 µg/mL, dengan mencampur larutan parasetamol (100 µg/mL) dan larutan salisilamida (100 µg/mL) sebagai berikut, (1,25 mL + 1,25 mL), (1 mL + 1,5 mL), (0,75 mL + 1,75 mL), (0,5 mL + 2 mL), (0,25 mL + 2,25 mL), dan dengan konsentrasi total 15 µg/mL, dengan mencampur larutan parasetamol (100 µg/mL) dan larutan salisilamida (100 µg/mL) sebagai berikut, (1,875 mL + 1,875 mL), (1,5 mL + 2,25 mL), (1,125 mL + 2,625 mL), (0,75 mL + 3 mL), (0,375 mL + 3,375 mL), diencerkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas. Ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dan pada panjang gelombang isoabsorptif.
a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dalam NaOH 0,1N. Dipipet 2,5 mL larutan parasetamol 100 µg/mL, diencerkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas, diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 µg/mL. Diukur serapan larutan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari spektrum serapan dapat dilihat nilai panjang gelombang maksimumnya (λ maks). b. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum salisilamida dalam NaOH 0,1N. Dipipet 2,5 mL larutan salisilamida 100 µg/mL, diencerkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas, diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 µg/mL. Diukur serapan larutan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari spektrum serapan dapat dilihat nilai panjang gelombang maksimumnya (λ maks). Menentukan panjang gelombang isoabsorptif Panjang gelombang isoabsorptif dari campuran parasetamol dan salisilamida dapat diketahui dengan mendempetkan kurva serapan dari larutan parasetamol dan salisilamida pada konsentrasi sama yang diukur pada panjang gelombang antara 200400 nm. Panjang gelombang dimana terjadi
Menentukan harga indeks serapan beberapa campuran parasetamol dan salisilamida pada panjang gelombang isoabsorptif
Menentukan persamaan garis regresi fraksi salah satu senyawa dalam campuran dan harga rata-rata indeks serapannya Dari data pada point 3.3.5 dan point 3.3.6, dapat dicari persamaan garis lurus fraksi parasetamol. Dimana hasil bagi serapan pada panjang gelombang maksimum parasetamol dengan serapan pada panjang gelombang isoabsorptif dinyatakan dengan Qo (ordinat) sedangkan fraksi parasetamol dinyatakan dalam persen (sebagai absis). Harga indeks serapan didapat dengan menghitung serapan
174
Fithriani A., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
campuran parasetamol dan salisilamida pada panjang gelombang isoabsorptif terhadap konsentrasi 1 g/L.
total dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : Pada titik isoabsorptif, A a . b . c akan sama dengan :
Penetapan perolehan kembali kadar parasetamol dan salisilamida dalam campuran dengan metode rasio absorban Dibuat bermacam-macam persentase dari campuran parasetamol dengan salisilamida yaitu (44,44 % + 55,56 %), (50 % + 50 %), (62,5 % + 37,5 %), dengan konsentrasi total 6,75 µg/mL, 12 µg/mL, 6 µg/mL, dengan mencampur larutan induk parasetamol (100 µg/mL) dan larutan induk salisilamida (100 µg/mL) sebagai berikut, (0,75 mL + 1 mL), (1 mL + 1 mL), (1 mL + 0,5 mL), diencerkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas. Ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dan pada panjang gelombang isoabsorptif.
Perhitungan dan Analisa Data
=
Aiso aiso .b(cx cy ) (cx cy )
Aiso aiso .b
Aiso aiso .b(c pct c Sal ) (c Pct c Sal )
Aiso aiso .b
(2)
Untuk mendapatkan % Fraksi Parasetamol dapat digunakan persamaan berikut : % FPst
c Pct 100 % (c Pct cSal )
(3)
Nilai Aiso, aiso, b (tebal kuvet) diketahui, dan cpst + csal merupakan variabel yang tidak diketahui. Dimana :
Perhitungan Dari persamaan garis lurus yang didapatkan, maka fraksi parasetamol dalam campuran dengan salisilamida dapat dihitung dengan menyederhanakan persamaan berikut: Qo (Qx Qy ) Fx Qy
Qo Qy (Qx Qy ) Qo b F Pct a Fx
FPct
Q a o b
(1) Dari harga rata-rata indeks serapan (a) yang diperoleh, kadar
Qo
= Hasil bagi serapan pada panjang gelombang maksimum parasetamol dengan serapan pada panjang gelombang isoabsorptif.
Fx
= Fraksi parasetamol.
% Fpct
= % Fraksi Parasetamol.
Aiso
= Serapan pada panjang gelombang isoabsorptif.
a iso
= Harga indeks serapan pada panjang gelombang isoabsorptif.
175
Fithriani A., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
b
= Tebal kuvet.
cx+cy
= Konsentrasi campuran.
cpct + csal
= Konsentrasi campuran Parasetamol dan Salisilamida.
Analisa data % Recovery dari masing – masing zat adalah :
X
% Recovery zat X 100%
Y
% Recovery zat X 100%
Rata – rata % recovery:
x Simpangan deviasi) :
x n
baku
(standar
x x
2
SD =
n 1
Simpangan baku (koefisien variasi) :
KV
SD X 100% x
relatif
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari Penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dalam NaOH 0,1 N didapat pada 257,4 nm, dapat dilihat pada gambar 1, dan salisilamida didapat pada 328,2 nm dan 241,8 nm, dapat dilihat pada gambar 5. 2. Hasil pengukuran panjang gelombang isoabsorptif dari campuran parasetamol dan salisilamida pada 300,3 nm dapat dilihat pada gambar 9. Panjang gelombang isoabsorptif dari campuran parasetamol dan salisilamida dapat diketahui dengan menyatukan spektrum serapan dari larutan parasetamol (10 μg/mL) dengan larutan salisilamida (10 μg/mL) yang diukur pada panjang gelombang antara 200-400 nm. 3. Hasil serapan dari beberapa campuran parasetamol dan salisilamida pada panjang gelombang serapan maksimum parasetamol (257,4 nm), dan pada panjang gelombang isoabsorptif (300,3 nm), harga Qo dan nilai indeks serapan pada titik isoabsorptif didapat 26,18 dapat dilihat pada Tabel III,. 4. Hasil penentuan persamaan regresi fraksi parasetamol adalah : Semakin meningkatnya persentase dari parasetamol maka harga Qo juga meningkat atau berbanding lurus. Hal ini diperlihatkan oleh harga r yang mendekati satu.
176
Fithriani A., et al.
Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan : Qo = 0,0309 FPst + 0,6264 r = 0,9979. 5. Hasil penetapan perolehan kembali parasetamol dan salisilamida dalam campuran dengan metode rasio absorban didapatkan perolehan kembali parasetamol adalah 101,31 %, Standar Deviasi (SD) ± 0,642 %, KoefisienVariasi ± 0,616 %, dan perolehan kembali salisilamida adalah 99,66 %, Standar Deviasi (SD) ± 0,863 %, Koefisien Variasi (KV) ± 0,861 %. Hasil penetapan perolehan kembali ini diperoleh dengan membandingkan konsentrasi parasetamol yang didapat dengan konsentrasi parasetamol seharusnya dikali 100 %. Dimana dengan persentase dan konsentrasi yang berbeda-beda, dengan metode rasio serapan dapat diperoleh hasil yang baik.
Pemeriksaan kemurnian bahan pembanding menurut Farmakope Indonesia edisi IV yang meliputi pemerian, kelarutan, jarak lebur, identifikasi, dan sisa pemijaran telah dilakukan pada kedua zat tersebut, dimana dari hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur yaitu Farmakope Indonesia edisi IV sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini. Pengukuran serapan dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200-400 nm diperoleh panjang gelombang serapan maksimum untuk parasetamol dalam larutan NaOH 0,1 N adalah 257,4 nm dan salisilamida dalam larutan NaOH 0,1 N didapat 328,2 nm dan 241,8 nm. Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum ini berbeda
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
dengan literatur, dimana menurut literatur panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dalam larutan NaOH 0,1 N adalah 255 nm dan salisilamida dalam larutan NaOH 0,1 N adalah 327 nm dan 240 nm (Werner & Dibbem, 1978), hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan alat, dan kondisi yang berbeda. Jika dilihat dari spektrum serapan parasetamol dan salisilamida keduanya saling berpotongan, untuk serapan yang spektrumnya saling berpotongan dapat ditentukan kadarnya dengan metode rasio absorban. Prinsip dari metode rasio absorban ini adalah menentukan serapan campuran zat pada panjang gelombang maksimum dari salah satu senyawa dan serapan pada panjang gelombang isoabsorptif, serta menentukan harga indeks serapan campuran (Pernarowski, et., al, 1961). Pada penelitian ini campuran yang digunakan berupa campuran parasetamol dan salisilamida yang dilarutkan dalam natrium hidroksida 0,1 N, diukur serapannya pada panjang gelombang 257,4 nm dan pada panjang gelombang isoabsorpif (300,3 nm), hasil bagi serapan pada panjang gelombang 257,4 nm dan pada pada panjang gelombang isoabsorptif (300,3 nm) adalah Qo. Indeks serapan dihitung berdasarkan serapan campuran parasetamol dan salisilamida pada panjang gelombang isoabsorptif terhadap konsentrasi 1 g/L, dan diperoleh nilai rata-rata indeks serapan 26,18, seperti terlihat pada tabel III . Persamaan regresi diperoleh dari hasil perhitungan, dimana % parasetamol sebagai sumbu x dan Qo (hasil bagi serapan pada panjang gelombang maksimum parasetamol dengan serapan pada panjang gelombang isoabsorptif) sebagai sumbu y, dengan membuat beberapa persentase dari campuran parasetamol dengan salisilamida yaitu, (50 % + 50 %), (40 % + 60 %), (30
177
Fithriani A., et al.
% + 70 %), (20 % + 80 %), dan (10 % + 90 %), dengan konsentrasi total 10 µg/mL dan 15 µg/mL, diukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dan pada panjang gelombang isoabsorptif. Untuk menentukan perolehan kembali dibuat bermacam-macam fraksi parasetamol dalam campuran dengan salisilamida dimana perbandingan fraksi didasarkan pada sediaan yang beredar yaitu (44,44 % + 55,56 %), (50 % + 50 %) dan (62,5 % + 37,5 %), dengan berbagai konsentrasi total dengan serapan berkisar antara 0,2 sampai 0,8 (Roth, 1994), dimana dalam rentang ini kesalahan pengukuran relatif kecil, dengan cara mengukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dan pada panjang gelombang isoabsorptif. Penetapan perolehan kembali ini diperoleh dengan membandingkan konsentrasi parasetamol yang didapat dengan konsentrasi parasetamol sebenarnya dikali 100 %. Dengan menyelesaikan persamaan pada bab 3 perhitungan dan analisis data didapat perolehan kembali untuk fraksi parasetamol 44,44 % adalah parasetamol 103,99 % ± 0,315, KV 0,3 %, dan salisilamida 97,96 % ± 0,407, KV 0,415 %. Fraksi parasetamol 62,5 % perolehan kembali parasetamol 98,84 % ± 0,843, KV 0,85 %, dan salisilamida 100,81 % ± 1,409, KV 1,397. Fraksi parasetamol 50 % perolehan kembali parasetamol 101,11 % ± 0,768, KV 0,759 % dan salisilamida 99,54 % ± 0,797, KV 0,800 %. Hasil ini dapat dilihat pada tabel IV dan V Dari data yang diperoleh dapat diamati parameter kecermatan yaitu dari % perolehan kembali dan keseksamaan dari standar deviasi dan koefisien variasi. Rentang perolehan kembali berkisar antara 80 – 120 % dan rentang keseksaman yaitu standar deviasi dan koefisien variasi adalah
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
≤ 2 % (Harmita, 2004 ; Ibrahim, 1997 ; Satiadarma, 1997). Kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi, jumlah sampel, sampel yang diperiksa, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa penetapan perolehan kembali parasetamol dan salisilamida dalam campuran memberikan hasil yang baik dimana syarat perolehan kembali untuk parasetamol dan salisilamida dalam sediaan tablet berkisar antara 90 - 110 % (Depkes, 1995), sedangkan perolehan kembali parasetamol yang didapatkan berkisar antara 97,87 % - 103,67 %, salisilamida 97,6 % - 102,44 % dan keseksamaannya tinggi, karena standar deviasi maupun koefisien variasi ≤ 2 %, sehingga penentuan kadar parasetamol dan salisilamida dalam campuran dapat dilakukan dengan metoda rasio absorban, dimana hasil ini dapat dilihat tabel IV dan V.
Gambar 1. Spektrum serapan UV bahan pembanding parasetamol dalam NaOH 0,1 N
178
Fithriani A., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Tabel I. Hasil pemeriksaan kemurnian bahan pembanding Paracetamol Persyaratan Pemeriksaan (Depkes, 1995) 1. Pemerian Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit (Depkes, 1995) 2. Kelarutan: dalam air Agak sukar larut (Depkes, 1995) dalam etanol Mudah larut (Depkes, 1995) dalam NaOH 1 N Larut (Depkes, 1995) dalam HCl 0,1 N Sukar larut (Depkes, 1995) 3. Jarak lebur 168-172 oC (Depkes, 1995) 4. Identifikasi a. Spektrum IR Spektrum IR parasetamol (Depkes, 1995)
b. Spektrum UV - dalam NaOH 0,1 N 5. Sisa pemijaran 6. Kadar
Pengamatan Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. 1 : 67 1:6 1 : 42 1 : 690 168,5 – 169,5 oC Spektrum IR parasetamol ( memenuhi syarat)
λ maks 255 nm (Depkes, 1995) λ maks 257,4 nm Tidak lebih dari 0,1% (Depkes, 1995) 99,0-101,0 % (Depkes, 1995)
0,0164 % 100,36 %
Tabel II. Hasil pemeriksaan kemurnian bahan pembanding salisilamida Pemeriksaan 1. Pemerian 2. Kelarutan:
dalam air dalam etanol dalam NaOH 1 N dalam HCl 0,1 N
3. Jarak lebur 4. Identifikasi a. Spektrum IR
b. Spektrum UV - dalam NaOH 0,1 N 5. Sisa pemijaran 6. Kadar
Persyaratan (Depkes, 1995) Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit (Depkes, 1995) Agak sukar larut (Depkes, 1995) Mudah larut (Depkes, 1995) Larut (Depkes, 1995)
Pengamatan Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. 1 : 67 1:6 1 : 42
Sukar larut (Depkes, 1995) 168-172 oC (Depkes, 1995)
1 : 690 168,5 – 169,5 oC
Spektrum IR parasetamol (Depkes, 1995)
Spektrum IR parasetamol ( memenuhi syarat)
λ maks 255 nm (Depkes, 1995) λ maks 257,4 nm Tidak lebih dari 0,1% (Depkes, 1995) 99,0-101,0 % (Depkes, 1995)
0,0164 % 100,36 %
179
Fithriani A., et al.
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Tabel III. Hasil serapan beberapa campuran parasetamol dan salisilamida dengan konsentrasi total 10 μg/mL dan 15 μg/mL, harga Qo dan penentuan harga indeks serapan ratarata konsentrasi total No
% Pct
% Sal
(10 μg/mL)
aiso rata-rata
(15 μg/mL)
A Pct
AIso
Qo
aiso
A Pct
AIso
Qo
aiso
1
10
90
0,195
0,200
0,972
20,0
0,213
0,269
0,790
26,9
23,5
2
20
80
0,236
0,201
1,172
20,1
0,441
0,308
1,431
30,8
25,5
3
30
70
0,292
0,211
1,385
21,1
0,562
0,322
1,148
32,2
26,6
4
40
60
0,362
0,223
1,625
22,3
0,684
0,320
2,136
32,0
27,2
5
50
50
0,412
0,213
1,936
21,3
0,820
0,351
2,337
35,1
28,2
a
iso
130,9
Tabel VI. Penentuan kadar parasetamol dalam campuran (sampel no. 3) No 1 2 3 Σ
x ( % perolehan kembali ) 102 100,67 100,67 303,34
(x - x ) 0,89 -0,44 -0,64
(x - x )2 0,7921 0,1936 0,1936 1,1793
180
62,5
50
2
3
Keterangan :
50
37,5
44,44 55,56
1
No % Pct % Sal
0,158
0,343
2,1708
2,1708
3
100,67
3,02
101,11
± 0,843
0,759
0,850
100,67 ± 0,768 Rata-rata SD rata-rata KV rata-rata 101,31 = 0,642 =0,616 Serapan pada λ maks parasetamol ( 257,4 nm )
101,11
3,06
3,02
99,33
7,45
98,84
=
Apct / Aiso
0,158
0,343
2,1923
99,33
7,45
Qo
0,156
0,342
2,5528
7,5
Serapan pada λ isoabsorptif ( 300,3 nm )
0,123
0,314
2,5528
97,87
7,34
± 0,315
0,300
KV (%)
(%)
% 103,65 104,00 104,30 103,99
Rata-rata
Rata-rata
Recovery
Aiso =
0,123
0,314
2,5242
3
3,11 3,12 3,13
Didapat (µg/mL)
Sal = Salisilamida
0,124
0,313
2,0393 2,0449 2,0502
Seharusnya (µg/mL)
APct =
0,178 0,178 0,179
0,363 0,364 0,367
Qo
Pct = Parasetamol
Aiso
Apct
Parasetamol
Lampiran 4. Hasil Penetapan Perolehan Kembali Tabel IV. Hasil Penetapan Perolehan Kembali Kadar Parasetamol dalam Beberapa Campuran Buatan Parasetamol dan Salisilamida dengan Metode Rasio Absorban
Fithriani A., et al. J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Gambar 2. Spektrum serapan UV parasetamol dalam NaOH 0,1 N (Werner & Dibbem 1978)
Gambar 3. Spektrum Infra Merah bahan pembanding parasetamol dalam pelet KBr
Gambar 4. Spektrum Infra Merah parasetamol dalam pelet KBr (Werner & Dibbem 1978
Gambar 5. Spektrum serapan UV salisilamida dalam NaOH 0,1 N (Werner & Dibbem 1978)
181
62,5
50
2
3
50
37,5
55,56
Keterangan :
44,44
1
No. % Pct % Sal
0,178 0,178 0,179 0,124 0,123 0,123 0,156 0,158 0,158
0,363 0,364 0,367 0,313 0,314 0,314 0,342 0,343 0,343
2,0393 2,0449 2,0502 2,5242 2,5528 2,5528 2,1923 2,1708 2,1708
Qo
Qo =
Apct / Aiso
Sal = Salisilamida
Pct = Parasetamol
Aiso
Apct
Aiso =
APct =
3
4,5
3,75
Seharusnya (µg/mL)
± 0,774
100,22
± 1,409
100,81
± 0,407
0,772
1,397
0,415
KV (%)
(%) 97,96
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata SD rata-rata KV rata-rata 99,66 = 0,863 =0,861
% 98,40 97,87 97,60 102,44 100,00 100,00 99,33 100,67 100,67
Recovery
Serapan pada λ isoabsorptif 300,3 nm )
(
Serapan pada λ maks parasetamol ( 257,4 nm )
3,69 3,67 3,66 4,61 4,50 4,50 2,98 3,02 3,02
Didapat (µg/mL)
Salisilamida
Tabel V. Hasil Penetapan Perolehan Kembali Kadar Salisilamida dalam Beberapa Campuran Buatan Parasetamol dan Salisilamida pada Panjang Gelombang 257,4 nm dan 300,3 nm
Fithriani A., et al. J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Gambar 7. Spektrum Infra Merah bahan pembanding salisilamida dalam pelet KBr
Gambar 8. Spektrum Infra Merah salisilamida dalam pelet KBr (Werner & Dibbem 1978)
A. B. C.
Gambar 9.
Parasetamol Salisilamida Titik Isoabsorptif
Spektrum serapan UV bahan pembanding parasetamol (10 μg/mL) dan salisilamida (10 μg/mL) dalam NaOH 0,1 N
Gambar 10. Garis regresi % Fraksi Parasetamol dengan Qo.
182
Fithriani A., et al.
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penetapan perolehan kembali parasetamol dan salisilamida dalam campuran adalah parasetamol 101,31 % ± 0,642, KV 0,616 %, dan salisilamida 99,66 % ± 0,863, KV 0,861 %. 2. Hasil yang diperoleh cermat dimana % perolehan kembali parasetamol berkisar antara 97,87 % - 103,67 %, salisilamida 97,6 % - 102,44 % dan keseksamaannya tinggi, karena standar deviasi maupun koefisien variasi ≤ 2 %. 3. Penentuan kadar parasetamol dan salisilamida dalam campuran dapat dilakukan dengan metode rasio absorban. DAFTAR PUSTAKA
Connors, K. A. (1982). A Textbook of Pharmaceutical Analysis. (3rd ed). A. New York : Wiley Interscience Publication John Wiles and Sons. Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang : Andalas University Press. Day, R.A., A. I. Underwood. (1991). Analisis Kimia Kuantitatif. (Edisi ke-4). Jakarta : Penerbit Erlangga. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia. (Edisi III). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Indonesia. (Edisi IV). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Department of Health and Social Security Scotish Home and Health. (1980). British Pharmacopeiea. Vol I. London : Department Welsh Office. Ebel, S. (1992). Obat sintetik. Penerjemah : Mathilda dan Samhoedi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Ewing, G. W. (1969). “Instrumental Methods of Chemical Analysis”. (3rd ed). New York : MC.Graw Hill Book Company. Fatah, M. A. (1987). Analisis Farmasi Dahulu dan Sekarang. Yogyakarta : Penerbit UGM. Ganellin, C. R. and Roberts, S. M. (1993). Medicinal Chemistry. (2 nd Ed). London : Academic Press. Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. I No. 3. Jakarta : Departemen Farmasi FMIPA UI. Ibrahim, S. (1997). Penggunaan Statistik dalam Validasi Metode Analitik dan Penerapannya. Proseding : Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi. Bandung : Penerbit ITB. Jusnir, M. (1987). Studi perbandingan penentuan kadar Trimetoprim dan Sulfametoksazol dalam Campuran dengan Menggunakan Metode Rasio Serapan dan metode dari Farmakope Indonesia. (Skripsi). Padang : Jurusan Farmasi FMIPA UNAND. Munsons, W.J. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Penerjemah : Hardjana dan Soemardi. Surabaya : Airlangga University Press. Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat, Terbitan ke-5. Penerjemah :
183
Fithriani A., et al.
Mathilda B, W. Bandung : Penerbit ITB. Pernarowski M., Knevel A. M., Christian J. E. (1961). Application of Absorbancy Ratios to The Analysis of Pharmaceuticalsc I. Theory of The Binary Mixtures. Journal of Pharmaceutical Sciences, 50, 943-945. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional. (2001). Metoda Analisis PPOMN 2000. Jakarta : Badan Pengujian Obat dan Makanan. Roth, H., J., Blaschke, G. (1994). Analisis Farmasi. Cetakan kedua. Penerjemah : S. Kisman dan S. Ibrahim, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Satiadarma. K. (1997). Validasi Prosedur Analisis, Prosending : Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi. Bandung : Penerbit ITB. Sastroamidjojo, H. (1991). Spektroskopi. (Ed 2). Yogyakarta : Liberty.
J. Sains Tek. Far., 17(2), 2012
Scunach, W., K., Mayer and Haak, M. (1990). Senyawa Obat. (Ed II). Penerjemah : Wattimena J.R dan Soebito. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Tjay, T., H., dan Rahardja K. (2002). Obat-obat Penting. Jakarta : PT. Gramedia. Werner, H and Dibbem. (1978). UV and IR Spektra of Some Important Drug. Frankfrut/ Main : Aulendrof,. Willard, H. H., L. L. Merrit., J. A. Dean. (1974). “Instrumental Methods of Analysis”. (5th Ed). New York : D. Van Nostrand Company. Wilmana, P. F. (1995). Farmakologi dan Terapi. (Edisi 4). Jakarta : Bagian farmakologi FKUI.
184