PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY DALAM PENENTUAN CAKUPAN WILAYAH INDEKS CURAH HUJAN USING FUZZY SIMILARITY METHOD FOR DETERMINING COVERAGE RAINFALL INDEX AREAS 1
2
3
Woro Estiningtyas , Agus Buono , Rizaldi Boer , Irsal Las
1
1
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balitbang Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 1A, Bogor 16111 Departemen Ilmu Komputer IPB, Kampus IPB Darmaga, Jl. Meranti Wing 20 Level 5 - 6, Bogor, 16680 3 Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Wing 19 Level 4 Gedung FMIPA IPB Darmaga Bogor 16680 E-mail:
[email protected] 2
Naskah masuk: 11 Maret 2013; Naskah diperbaiki: 30 September 2013; Naskah diterima: 24 Desember 2013
ABSTRAK Dalam pengembangan asuransi indeks iklim, diperlukan informasi berapa luas cakupan indeks iklim yang disusun dari suatu stasiun hujan yang dapat mewakili berlakunya suatu indeks. Penelitian ini menyajikan suatu pendekatan penentuan cakupan indeks hujan menggunakan metode Fuzzy Similarity (FS). Metode FS tergolong baru dalam aplikasi cakupan indeks hujan ini. Dalam analisisnya, metode FS tidak memerlukan periode data yang sama pada setiap stasiun hujan. Hal ini sangat membantu karena seringkali satu stasiun hujan hanya memiliki data yang pendek sementara ada stasiun lain yang cukup panjang datanya. Untuk analisis ini digunakan stasiun Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur yang semuanya tercakup dalam wilayah administratif Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Masing-masing stasiun referensi dikorelasikan dengan 41 stasiun di seluruh Kabupaten Indramayu. Cakupan wilayah indeks hujan ditetapkan berdasarkan nilai korelasi lebih dari 0.45. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan wilayah untuk stasiun pewakil Terisi adalah yang paling luas. Sekitar 53.8% dari seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu memiliki kemiripan data dengan stasiun Terisi. Sebaliknya stasiun pewakil Kandanghaur, hanya berlaku untuk stasiun itu sendiri karena korelasinya yang sangat rendah terhadap stasiun lainnya. Kata kunci : curah hujan, Fuzzy Similarity, cakupan wilayah indeks iklim
ABSTRACT This research provides an option method of determining the coverage area of the rainfall station for the implementation of climate indices with Fuzzy Similarity (FS). Four rainfall station selected for each sub district as reference station is Cikedung, Lelea, Terisi and Kandanghaur, Indramayu District, West Java. Each reference station was correlated with 41 stations across the district Indramayu. The result shows that the coverage area for the Terisi station was the most extensive. Approximately 53.8% of all stations in Indramayu district have similarities with the Terisi rainfall station data. Whilst for Kandanghaur station, it only covers Kandanghaur because there is low correlation with another rainfall station. Keywords: rainfall, Fuzzy Similarity, coverage area of climate index
1. Pendahuluan Ketersediaan data curah hujan dalam jangka panjang secara runut waktu (time series) sangat diperlukan dalam analisis, demikian juga dengan sebarannya secara spasial. Informasi tentang besaran (jeluk) serta pola curah hujan tidak dapat diketahui apabila di lokasi yang bersangkutan tidak tersedia penakar hujan yang merekam kejadian tersebut secara berkesinambungan.
Distribusi stasiun penakar hujan di Indonesia belum merata secara spasial, demikian juga dengan kualitas dan kontinyuitas datanya. Pemasangan penakar hujan masih terkait dengan kepentingan instansi yang menggunakan data tersebut baik untuk kepentingan penelitian ataupun keperluan teknis lainnya seperti irigasi dan sebagainya. Ada wilayah tertentu yang cukup rapat sebaran stasiunnya, sebaliknya ada wilayah lain yang sangat jarang sebaran stasiunnya. Akibatnya ada wilayah tertentu yang ada penakar
PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY.............................................................................................Woro Estiningtyas dkk.
53
hujannya sehingga bisa merepresentasikan pola hujan setempat, tetapi sebaliknya untuk wilayah yang tidak ada penakar hujannya maka pola hujan pada umunya direpresentasikan oleh stasiun terdekat apabila keadaan topografinya relatif datar. Hasil penelitian Adiningsih yang diacu dalam Boer [1] menunjukkan bahwa kerapatan jaringan stasiun di Indonesia masih sangat rendah terutama untuk pulaupulau di luar Pulau Jawa. Pulau Jawa adalah salah satu wilayah di Indonesia dengan kerapatan jaringan stasiun meteorologi tertinggi [2]. Hingga akhir tahun 1941 terdapat sejumlah 3128 pengukur hujan yang tercatat ada di Pulau Jawa dengan kerapatan 15 km2 pengukur hujan, namun tidak satupun yang mengumpulkan basis data secara lengkap baik dalam waktu panjang (Sandy diacu dalam Damayanti)[3]. Untuk Pulau Jawa sendiri kerapatannya sudah cukup tinggi, yaitu 11.6 artinya untuk setiap 100 km2 wilayah di Pulau Jawa terdapat sekitar 11-12 penakar hujan. Pulau yang paling rendah kerapatan stasiunnya adalah Papua (Irian Jaya), yaitu 0.05 stasiun per 100 km2. Jawa Barat (termasuk DKI Jakarta dan Banten) ratarata kerapatan stasiunnya sebesar 47.12 km2 tiap stasiun [4]. Menurut Damayanti [3] jumlah stasiun hujan di Jawa Barat yang sudah sesuai dengan ketentuan World Meteorological Organization (WMO), namun perlu diperhatikan sebaran dan kualitas datanya. Selain sebaran data secara spasial, masalah lain yang dihadapi adalah kelengkapan data secara runut waktu. Dalam bidang klimatologi misalnya, kelengkapan data curah hujan secara runut waktu dalam jangka panjang sangat diperlukan dalam analisis seperti dampak perubahan iklim dan sebagainya. Tetapi kebutuhan tersebut tidak selalu tersedia seperti yang diinginkan. Seringkali data yang tersedia cukup panjang tetapi tidak lengkap secara runut waktu, atau cukup lengkap tetapi hanya dalam jangka waktu yang relatif pendek atau tersedia secara runut waktu tetapi tidak lengkap secara spasial. Kondisi ini akan menghambat dalam analisis data. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat besar variasinya baik dari waktu ke waktu maupun dari satu tempat ke tempat yang lain. Oleh karena itu, tinggi rendahnya curah hujan sangat besar pengaruhnya terhadap keragaman hasil. Penggunaan data curah hujan dalam berbagai analisis membutuhkan syarat apakah data tersebut bisa digunakan baik ditinjau dari aspek spasial maupun temporal. Untuk kelengkapan data dari aspek temporal, saat ini telah digunakan dan dikembangkan berbagai metode prediksi data hingga skala waktu yang kecil seperti data harian. Untuk aspek spasial, metode yang dikembangkan masih terbatas. Selama ini permasalahan yang sering dijumpai adalah tidak adanya stasiun hujan yang berada dalam wilayah yang diteliti sehingga harus menggunakan data dari stasiun pewakil. Solusi yang digunakan pada umumnya adalah menggunakan data stasiun terdekat. Artinya data curah hujan dari stasiun yang paling dekat dengan lokasi penelitianlah yang digunakan untuk analisis. Selain itu metode pengelompokkan (clustering), poligon thiessen juga
sering digunakan untuk mengatasi masalah keterbatasan data curah hujan secara spasial ini. Penelitian ini menawarkan suatu pendekatan baru yang bisa digunakan untuk mengatasi keterbatasan stasiun hujan, yaitu dengan Fuzzy Similarity (FS). Metode FS relatif sederhana dan memerlukan periode data yang tidak harus sama antar stasiun hujan. Terkait dengan pengembangan asuransi indeks iklim (Climate Index Insurance), keberadaan stasiun hujan maupun kualitas datanya sangat menentukan dalam penghitungan indeks iklim. Asuransi indeks iklim adalah asuransi yang memberikan penggantian atas kerugian berdasarkan indeks iklim (curah hujan, suhu, kelembaban dll). Dalam penelitian ini indeks iklim yang dikembangkan dalam asuransi adalah curah hujan. Jadi faktor curah hujan sangat besar peranannya. Menurut Boer [5] sistem ini memberikan pembayaran pada pemegang polis manakala terpenuhi kondisi cuaca/iklim yang tidak diharapkan (Indeks Iklim) tanpa harus ada bukti kegagalan panen. Indeks iklim ini digunakan sebagai dasar untuk klaim asuransi. Permasalahannya adalah tidak semua lokasi penelitian memiliki stasiun hujan, atau seandainya ada stasiun hujan tetapi datanya tidak memenuhi syarat sehingga harus menggunakan stasiun terdekat sebagai pewakil. Namun seberapa luas dan wilayah mana saja yang bisa diwakili masih menjadi pertanyaan dan perlu analisis lebih lanjut. Penentuan stasiun pewakil ini menjadi sangat penting ketika dihadapkan pada suatu keadaan dimana data curah hujan tersebut menjadi input yang menentukan dalam suatu pengambilan keputusan seperti dalam penetapan indeks iklim. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk menganalisis hubungan antara stasiun hujan yang digunakan sebagai pewakil (stasiun referensi) dengan stasiun lainnya untuk mengetahui sebaran dan cakupan wilayah yang bisa diwakilinya menggunakan metode Fuzzy Similarity (FS). Metode FS merupakan pendekatan baru dalam bidang aplikasi klimatologi. Terkait dengan periode data yang tidak selalu sama pada setiap stasiun, metode FS tetap dapat diterapkan meskipun panjang datanya berbeda-beda pada setiap stasiun. Pendekatan dengan metode FS ini diharapkan juga bisa memberikan solusi bagi masalah keterbatasan stasiun hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) menentukan nilai FS sebagai indikator kemiripan antar stasiun hujan dan 2) menyusun peta cakupan wilayah indeks untuk aplikasi Asuransi Indeks Iklim.
2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Indramayu yang merupakan salah satu sentra produksi padi dan juga rentan terhadap perubahan iklim. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data curah hujan bulanan dari 41 stasiun hujan yang mencakup 31 kecamatan di seluruh Kabupaten Indramayu dengan periode data yang paling panjang 1965-2010.
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
54
Stasiun referensi yang digunakan adalah Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur. Pemilihan stasiun pewakil ini adalah berdasarkan lokasi dimana akan dihitung indeks hujannya, sehingga akan diketahui indeks pada keempat stasiun hujan tersebut bisa mewakili/mencakup wilayah mana saja. Analisis Kemiripan Data dengan Metode Fuzzy Similarity. Penentuan cakupan wilayah indeks pada prinsipnya adalah menentukan kemiripan data hujan suatu stasiun dengan data hujan stasiun referensi. Dalam konteks asuransi indeks iklim, jangkaun wilayah indeks menjadi sangat penting. Metode FS pada prinsipnya mempelajari pola (fluktuasi) curah hujan dari suatu stasiun referensi kemudian membandingkannya dengan stasiun lain yang diuji. Nilai indeks dari suatu stasiun referensi akan bisa diberlakukan untuk suatu stasiun tertentu apabila stasiun tersebut memiliki kemiripan (similarity) dengan stasiun referensi yang dimaksud. Fungsi kemiripan (similarity function) pada prinsipnya adalah membandingkan dua stasiun untuk mengetahui kemiripan datanya. Untuk kemiripan antara dua stasiun (fitur), jarak antara keduanya dapat didefinisikan sebagai perbandingan mengukur (match measure). Dalam penelitian ini batasan nilai FS yang digunakan untuk menilai kemiripan adalah lebih dari 0.4. Hal ini didasarkan pada sebaran hasil korelasi. Pada penelitian ini, metode FS mempelajari pola data berdasarkan sinyal yang terbentuk. Pada prinsipnya setiap sinyal memiliki energi (EN) dan Entropi (ET). Sinyal dikatakan sama jika energi dan entropinya sama atau mirip. Setiap sinyal terdiri dari komponenkomponen sinyal sebanyak k. Untuk melakukan uji kemiripan data curah hujan diperlukan dua tahapan analisis utama, yaitu : penentuan nilai threshold kemiripan data curah hujan dan analisis Fuzzy Similarity [6]. Tahapan analisis selengkapnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data curah hujan dibuat beberapa frame sesuai dengan periode data yang tersedia. 2. Dilakukan transformasi wavelet sehingga diperoleh koefisien setiap sinyal yaitu d1, d2, d3, ..., dK. Energi dari d1 dinyatakan dengan
. Sinyal
dikatakan sama jika memiliki energi atau entropi yang sama atau mirip. Setiap sinyal merupakan kombinasi dari komponen-komponen sinyal (sebanyak k). 3. Kemudian dihitung entropinya dengan persamaan :
K ET Pk , j ln Pk , j i 1 i j
i
(2) dimana : h = 1,15 x simpangan baku dari data stasiun referensi x 5. Setelah diperoleh nilai energi (EN) dan entropi (ET), maka selanjutnya dilakukan analisis fuzzy. Tujuan utamanya adalah membuat batasan EN dan ET sebagai patokan dalam menilai kemiripan data. 6. Setelah dilakukan analisis fuzzy akan diperoleh nilai EN dan ET masing-masing untuk nilai terbesar dan terkecil. Untuk setiap nilai EN akan diperoleh fuzzy membership yang berbeda-beda. Sebagai contoh untuk sinyal energi : S 1 = Sinyal 1 EN 1 dengan fuzzy membership (a, b, c, d, e, f) S 2 = Sinyal 2 EN 2 dengan fuzzy membership (g, h, i, j, k, l) dst S T = Sinyal ke-T EN T Untuk sinyal Entropi : S 1 = Sinyal 1 ET 1 dengan fuzzy membership (m, n, o, p, q, r) S 2 = Sinyal 2 ET 2 dengan fuzzy membership (s, t, u, v, w, x) dst S T = Sinyal ke-T ET T Selanjutnya digunakan persamaan : (3) dimana N = jumlah energi sinyal atau entropinya. Dalam penelitian ini, N = 2, yaitu berupa energi (EN) dan Entropi (ET). 7. Berdasarkan persamaan tersebut di atas dilakukan penghitungan untuk setiap sinyal. Sebagai contoh : dst dengan cara yang sama dihitung untuk S(S1,S3), S(S1,S4), S(S1,S5), ..., S(S1,ST). Jika suatu stasiun yang akan diuji menghasilkan nilai S lebih besar atau sama dengan nilai threshold, maka stasiun tersebut memiliki kemiripan data dengan stasiun referensi. 8. Cara yang sama seperti tahapan analisis tersebut di atas, diberlakukan untuk setiap stasiun referensi. Nilai FS yang dihasilkan akan memberi gambaran stasiun refensi tersebut lebih mirip ke stasiun yang mana. Keseluruhan nilai FS disajikan dalam tabel antara stasiun yang diuji dengan stasiun referensi, serta dalam bentuk peta cakupan wilayah indeks. Seluruh program tersebut dijalankan dengan Program Matlab. Secara garis besar, tahapan analisis disajikan dalam gambar 1.
(1)
dimana Pk,j adalah probabilitas density dari koefisien wavelet pada setiap tingkat resolusi j=1,.....dst. 4. Dilakukan estimasi densitas (density estimation) menurut metode Kernel[7], dengan persamaan: PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY.............................................................................................Woro Estiningtyas dkk.
55
Dalam konteks penelitian ini, indeks iklim disusun berdasarkan curah hujan karena pengaruhnya yang cukup besar terhadap produksi tanaman. Dalam konteks asuransi indeks iklim, cakupan wilayah pewakil stasiun hujan diperlukan untuk mengetahui daerah mana saja yang bisa diwakili oleh suatu stasiun referensi dimana data pada stasiun referensi tersebut digunakan untuk menghitung indeks curah hujan. Dengan kata lain indeks curah hujan yang dihasilkan dari suatu stasiun referensi bisa berlaku bagi wilayah lain yang masuk dalam cakupannya. Dengan demikian indeks curah hujan yang dihasilkan dari salah satu stasiun referensi bisa digunakan untuk wilayah lain sebagai klaim asuransi dengan catatan wilayah tersebut memiliki kemiripan (similarity) dengan stasiun referensi.
Gambar 1. Diagram alir analisis wilayah cakupan indeks iklim dengan Fuzzy Similarity
Penyusunan Peta Cakupan Wilayah Indeks Iklim Anaisis kemiripan data dengan metode FS menghasilkan nilai mulai dari 0 hingga 1. Penyebaran nilai kemiripan antara seluruh stasiun dengan stasiun referensi selanjutnya di plot dalam peta. Peta administrasi yang digunakan sebagai peta dasar bersumber dari Badan Pusat Statistik [8].
3. Hasil dan Pembahasan Indeks iklim merupakan suatu nilai hasil analisis yang digunakan sebagai dasar klaim asuransi. Indeks iklim disusun berdasarkan parameter iklim yang dipilih (curah hujan, suhu , kelembaban, dan lain-lain).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk stasiun referensi Cikedung, nilai FS berkisar antara 0.02-0.49 dengan rata-rata 0.21. Cakupan wilayah untuk stasiun referensi Cikedung relatif kecil, hal ini ditunjukkan oleh nilai FS yang sebagian besar kurang dari 0.5 (Gambar 2). Dari 41 stasiun hujan yang dianalisis, cakupan wilayah yang bisa diwakili sekitar 7.7%. Cakupan wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Cikedung adalah stasiun Losarang, Sliyeg dan Jatibarang, dengan nilai FS berturut-turut adalah 0.49, 0.46 dan 0.45. Artinya bahwa indeks iklim yang dihitung berdasarkan data Untuk memperoleh gambaran fluktuasi curah hujan maka dilakukan ploting antara curah stasiun Cikedung sebagai referensi dengan stasiun Losarang (Gambar 3). Wilayah lainnya tidak disarankan menggunakan stasiun referensi Cikedung. Apabila dilihat dari sebaran wilayahnya (Gambar 4), maka wilayah yang agak mirip dengan stasiun Cikedung dengan nilai FS sekitar 0.4 sebagian besar berada di bagian tengah Kabupaten Indramayu.
Gambar 2. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Cikedung
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
56
Gambar 3. Fluktuasi curah hujan antara stasiun referensi Cikedung dengan stasiun Losarang
Gambar 4. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Cikedung
Untuk stasiun referensi Lelea, nilai FS antara 0.120.69 dengan rata-rata 0.35. Sebagian besar nilai FS adalah kurang dari 0.4 (Gambar 5). Sekitar 10.3% dari seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu yang bisa diwakili oleh stasiun Lelea. Hal ini ditunjukkan oleh nilai FS yang mendekati dan lebih dari 0.5. Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Lelea antara lain stasiun Bangodua (0.69), Gabus Wetan (0.60),
Jatibarang (0.47) dan Krangkeng (0.46). Gambar 6 memperlihatkan contoh fluktuasi curah hujan antara stasiun Lelea sebagai referensi dengan stasiun Bangodua. Berdasarkan peta sebaran kemiripan data stasiun hujan (Gambar 7), maka wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Lelea sebagian besar berada di sebelah Barat Laut dan Tenggara dari Lelea.
PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY.............................................................................................Woro Estiningtyas dkk.
57
Gambar 5. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Lelea
Gambar 6. Fluktuasi curah hujan antara stasiun Lelea (Referensi) dengan stasiun Bangodua
Gambar 7. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Lelea JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
58
Untuk stasiun referensi Terisi nilai FS sebagian besar lebih dari 0.5 (Gambar 8). Secara keseluruhan nilai FS berkisar mulai dari 0.04 hingga 0.84, dengan rata-rata 0.49. Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Terisi cukup besar. Sekitar 53.8% dari seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu memiliki kemiripan data dengan stasiun Terisi. Stasiun tersebut antara lain : Bongas (0.62), Widasari (0.70), Balongan (0.57), Sukra (0.69), Kroya (0.69), Cantigi (0.77), Arahan (0.70), Gantar (0.70), Sukagumiwang (0.64), Kedokan Bunder (0.74), Patrol (0.84), Pasekan (0.63), Tukdana (0.82), Bugel (0.68), Cigugur (0.49),
Wanguk (0.72), Leuweungsemut (0.81), Karangasem (0.83), Cipancuh (0.73), Tamiang (0.54) dan Bantarhuni (0.51). Fluktuasi curah hujan antara stasiun Terisi sebagai referensi dengan stasiun Patrol disajikan dalam Gambar 9. Berdasarkan peta sebarannya (Gambar 10), wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Terisi cukup luas. Sebagian besar berada di sekitar stasiun Terisi mulai dari Haurgeulis, Gantar, Kroya, Cikedung hingga Jatibarang. Sebagian lagi sepanjang pantai utara Jawa mulai dari Sukra, Patrol sampai dengan Balongan.
Gambar 8. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Terisi
Gambar 9. Fluktuasi curah hujan antara stasiun Terisi (Referensi) dengan stasiun Patrol
PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY.............................................................................................Woro Estiningtyas dkk.
59
Gambar 10. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Terisi
Untuk stasiun referensi Kandanghaur, analisis FS secara umum memperlihatkan hasil relatif rendah dibandingkan 3 stasiun referensi lainnya. Hanya satu stasiun yang memiliki nilai FS agak tinggi walaupun masih kurang dari 0.5, yaitu stasiun Kertasemaya dengan nilai FS 0.41 (Gambar 11), sedangkan stasiun lainnya kurang dari 0.35. Secara keseluruhan, nilai FS antara 0.002 hingga 0.41, dengan rata-rata 0.11. Gambar 12 memperlihatkan fluktuasi curah hujan
antara stasiun Kandanghaur sebagai referensi dengan stasiun Kertasemaya sebagai contoh. Dari peta penyebarannya (Gambar 13) juga terlihat bahwa sangat dominan dengan nilai FS kurang dari 0.4. Jadi indeks curah hujan di Kandanghaur hanya berlaku untuk wilayah Kandanghaur itu sendiri dan tidak disarankan menggunakan pewakil stasiun lainnya. Keseluruhan hasil analisis dirangkum dalam Tabel 1.
Gambar 11. Penyebaran nilai FS pada setiap stasiun hujan dengan referensi stasiun Kandanghaur
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
60
Gambar 12. Fluktuasi curah hujan antara stasiun Kandanghaur (Referensi) dengan stasiun Kertasemaya
Gambar 13. Penyebaran wilayah berdasarkan nilai FS dengan stasiun referensi Kandanghaur Tabel 1 menyajikan berbagai nilai FS untuk setiap stasiun hujan di Kabupaten Indramayu pada stasiun referensi Cikedung, Lelea, Terisi dan Kandanghaur. Untuk stasiun referensi Cikedung nilai FS tertinggi adalah 0.49 yaitu dengan stasiun Losarang. Untuk stasiun referensi Lelea, nilai FS tertinggi sebesar 0.69 yaitu dengan stasiun Bangodua. Nilai FS sebesar 0.84 merupakan nilai tertinggi untuk stasiun referensi Terisi terhadap stasiun hujan Patrol. Untuk stasiun referensi Kandanghaur, nilai FS tertinggi adalah 0.41 untuk stasiun Kertasemaya. Untuk mengetahui gambaran umum pola fluktuasi curah hujan antara stasiun referensi dengan stasiun lainnya, maka dilakukan plot dengan mengambil contoh stasiun hujan untuk nilai FS terendah dan tertinggi pada setiap kelompok. Berdasarkan kisaran nilai korelasi, maka dibuat 5 kelompok, yaitu kelompok 1 untuk korelasi 0.002-0.2, kelompok 2 :
0.2-0.4, kelompok 3 : 0.4-0.6, kelompok 4 : 0.6-0.8 dan kelompok 5 : 0.8-1 (Gambar 14). Jarak maksimum atau radius cakupan wilayah yang dapat diterima antara stasiun cuaca referensi dengan area yang diasuransikan adalah 20-25 km (IFC [9], Martirez)[10]. Topografi wilayah serta karakteristik dan pola hujan menjadi faktor yang penting dalam menentukan radius cakupan wilayah indeks iklim. Terkait dengan keterbatasan jumlah stasiun hujan serta distribusinya secara spasial, metode FS diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan/opsi bagi para pengguna meskipun aplikasi dalam bidang ini masih sangat terbatas. Selama ini metode FS lebih banyak dikembangkan untuk bidang aplikasi ilmu computer dan matematika [11].
PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY.............................................................................................Woro Estiningtyas dkk.
61
Tabel 1. Hasil analisis FS untuk seluruh stasiun di Kabupaten Indramayu NO
STASIUN HUJAN
REFERENSI CIKEDUNG
LELEA
TERISI
KD.HAUR
1
Indramayu
0.10
0.12
0.18
0.28
2
Sindang
0.20
0.14
0.05
0.32
3
Loh Bener
0.40
0.40
0.20
0.24
4
Karang Ampel
0.32
0.35
0.24
0.20
5
Krangkeng
0.44
0.46
0.41
0.13
6
Junti Nyuat
0.44
0.30
0.25
0.17
7
Jati Barang
0.45
0.47
0.34
0.15
8
Sliyeg
0.46
0.53
0.42
0.11
9
Kerta Semaya
0.08
0.12
0.04
0.41
10
Bango Dua
0.31
0.69
0.42
0.09
0.49
0.47
0.39
0.17
0.38
0.23
0.20
0.33
0.05
11
Losarang
12
Cikedung
13
Lelea
0.27
14
Kandang Haur
0.02
-
-
15
Gabus Wetan
0.34
0.60
0.38
0.06
16
Anjatan
0.35
0.17
0.12
0.35
17
Haur Geulis
0.33
0.40
0.12
0.21
18
Bongas
0.30
0.42
0.62
0.07
19
Widasari
0.24
0.44
0.70
0.09
20
Balongan
0.09
0.30
0.57
0.05
21
Sukra
0.17
0.35
0.69
0.00
22
Kroya
0.07
0.36
0.69
0.05
23
Cantigi
0.09
0.32
0.77
0.05
24
Arahan
0.09
0.33
0.70
0.02
25
Gantar
0.10
0.40
0.70
0.01
26
Terisi
0.09
0.32
27
Sukagumiwang
0.10
0.27
0.64
-
28
Kedokan Bunder
0.04
0.27
0.74
0.06
29
Patrol
0.15
0.36
0.84
0.12
30
Pasekan
0.09
0.31
0.63
0.04
31
Tukdana
0.15
0.31
0.82
0.12
32
Bugel
0.04
0.29
0.68
0.06
33
Cigugur
0.11
0.30
0.49
0.08
34
Wanguk
0.18
0.26
0.72
0.06
35
Tulangkacang
-
0.24
0.33
0.15
36
Lueweungsemut
0.10
0.34
0.81
0.06
37
Karangasem
0.09
0.33
0.83
0.06
38
Cipancuh
0.03
0.32
0.73
0.02
39
Tamiang
0.32
0.33
0.54
0.01
40
Bantarhuni
0.22
0.42
0.51
0.01
41
Bugis
0.18
0.31
0.44
0.08
0.04
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
62
Gambar 14. Perbandingan pola curah hujan antara stasiun referensi dengan stasiun hujan pewakil pada setiap kelompok.
4. Kesimpulan
berdasarkan metode Fuzzy Similiry (FS) menghasilkan sebaran yang beragam.
Dalam konteks asuransi indeks iklim, peran stasiun hujan sangat penting sebagai sumber data untuk penentuan indeks iklim. Cakupan wilayah yang bisa diwakili oleh suatu indeks yang ditetapkan
Untuk stasiun referensi Cikedung, nilai FS berkisar antara 0.02-0.49 dengan rata-rata 0.21. Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Cikedung adalah sekitar
PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY.............................................................................................Woro Estiningtyas dkk.
63
7.7% dari total 41 stasiun hujan di Kabupaten Indramayu, yaitu Losarang, Sliyeg dan Jatibarang, dengan nilai FS berturut-turut adalah 0.49, 0.46 dan 0.45. Untuk stasiun referensi Lelea, nilai FS antara 0.120.69 dengan rata-rata 0.35. Wilayah yang bisa diwakili sekitar 10.3%, yaitu Bangodua, Gabus Wetan, Jatibarang dan Krangkeng. Untuk stasiun referensi Terisi, nilai FS sebagian besar lebih dari 0.5. Nilai FS berkisar 0.04 hingga 0.84, dengan rata-rata 0.49. Wilayah yang bisa diwakili oleh stasiun Terisi 53.8%, yaitu Bongas, Widasari, Balongan, Sukra, Kroya, Cantigi, Arahan, Gantar, Sukagumiwang, Kedokan Bunder, Patrol, Pasekan, Tukdana, Bugel, Cigugur, Wanguk, Leuweungsemut, Karangasem, Cipancuh, Tamiang dan Bantarhuni. Untuk stasiun referensi Kandanghaur nilai FS antara 0.002 hingga 0.41, dengan rata-rata 0.11. Tidak ada wilayah yang bisa diwakili oleh Kandanghaur mengingat hasil korelasinya yang relatif rendah.
Daftar Pustaka [1] Boer, R. (2008). Pengertian tentang Informasi Iklim. Bahan Kuliah Klimatologi Terapan. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. [2] Sri Harto, Br. (1993). Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [3] Damayanti, A. (2001). Sebaran Stasiun dan Kualitas Data Hujan di Jawa Barat. Makalah dalam Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah untuk Mendukung [4] Damayanti, A. (2000). Pengaruh Fisiografi Terhadap Potensi Air Pada Daerah Aliran Sungai Di Jawa Barat. Tesis Fakultas Geografi: Universitas Gadjah Mada. [5] Boer, R. (2010). Pengembangan Sistim Asuransi Indeks Iklim Dalam Mendukung Pelaksanaan Program Adaptasi. Bahan Tayangan Sosialisasi Sistem Penanggulangan Dampak Fenomena Iklim. Jakarta 18-19 Mei 2010. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. [6] Xiaoli, Li, & Xin, Yao. (2005). Application of Fuzzy Similarity to Prediction of Epileptic Seizures Using EEG Signals. L. Wang and Y. Jin (Eds) : FSKD 2005, LNAI 3613 ©Springer-Verlag Berlin Heidelberg. [7] Suryadi, N. (1993). Penentuan lebar jendela untuk pendugaan fungsi kepekatan metode kernel. Tesis. Magister Sain Program Studi Statistika: IPB. [8] BPS. (2010). Peta Indeks Wilayah 2010 Provinsi Jawa Barat. Badan Pusat Statistik. [9] IFC. (2009). Weather Index Insurance for Maize Production in Eastern Indonesia. A Feasibility Study. Report. International Finance Corporation and Australia Indonesia Partnership. [10] Martirez. (2009). Microensure, Helping the poor weather life's storm. Bahan Tayangan. [11] Tsai, Shian-Chi, Yung Ji Jiang, Chun Der Wu; & Shie Jue Lee. (2010). A Fuzzy SimilarityBased Approach for Multi-label Document Classification. Elsevier.
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 14 NO. 2 TAHUN 2013 : 53-64
64